BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerakan merupakan suatu peristiwa yang paling mendasar dalam sebuah bahasa. Setiap manusia pasti melakukan gerakan dalam hidupnya, seperti
berjalan, berlari, dan pergi. Tidak hanya manusia, hewan juga melakukan
gerakan, misalnya terbang atau melayang.
Kata-kata gerakan bersifat universal. Semua bahasa di dunia memiliki
kata-kata gerakan, seperti walk „berjalan‟, run „berlari‟ dan go „pergi‟ dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Batak Toba kata-kata gerakan itu mengacu pada,
mardalan „berjalan‟, marlojong „berlari‟, dan laho „pergi‟. Dalam bahasa Jawa
kata-kata gerakan terdpat pada, mlaku „berjalan‟, mlayu „berlari‟, dan lunga
„pergi‟.
Gerakan mensyaratkan perpindahan entitas (Mulyadi, 1998: 116). Gerakan itu bisa mengacu dari satu titik (A) ke titik (B), misalnya lunga „pergi‟, mlayu
„berlari‟, mlaku „berjalan‟, ngungsi „mengungsi‟, atau sebaliknya dari titik (B) ke
titik (A), misalnya teka „datang‟, bali „pulang‟, bali kampong „mudik‟.
Lebih jauh, Mulyadi (1998: 116) mengatakan bahwa dalam bahasa
ketidaksengajaan, seperti jatuh, terpeleset, terpelanting, disebut verba gerakan
bukan agentif.
Penelitian ini berfokus mengkaji verba gerakan agentif dalam bahasa
Jawa. Yang termasuk dalam verba gerakan agentif bahasa Jawa, ialah lunga
„pergi‟, mampir „singgah‟, ngungsi „mengungsi‟, mranto „merantau‟, pindhah
„pindah‟, mlaku „berjalan‟, mlayu „berlari‟, teka „datang‟, nglange „berenang‟, bali
„pulang‟, dan nyelem „menyelam‟.
Berdasarkan contoh verba gerakan agentif di atas ada sejumlah kata yang
memiliki ciri semantis yang berbeda, seperti nglange „berenang‟ dan nyelem
„menyelam‟, memerlukan medium air, sedangkan lunga „pergi‟, mampir
„singgah‟, dan teka „datang‟ mengandung arah dan tempat. Hal ini
mengindikasikan bahwa sejumlah butir leksikal tersebut memiliki kategori yang berbeda.
Berkaitan dengan hal tersebut, Mulyadi (2000b: 40) mengatakan bahwa “Dalam bahasa Indonesia makna verba pada umumnya dibatasi dari makna yang
kompleks, bukan dari makna sederhana”. Sejalan dengan pendapat tersebut verba
bahasa jawa memiliki makna yang kompleks termasuk verba gerakan agentif, sehingga ada relasi semantis yang berputar-putar. Hal tersebut terlihat dalam
Kamus Lengkap Bahasa Jawa oleh Sudarmanto (2008) dan Kamus Indonesia-Daerah Jawa, Bali, Sunda, Madura oleh Sugiarto, dkk (2007), seperti pindhah
„pindah‟ memiliki relasi semantis dengan ngalih „pindah‟ dan lunga „pergi‟,
ngungsi „mengungsi‟ memiliki relasi dengan lunga „pergi‟ begitu juga dengan
keberputaran maknanya terlihat pada ngalih „pindah‟ juga mengacu pada pindhah
„pindah‟. Perhatikan gambar relasi semantis berikut:
ngalih ngungsi
pindhah minggat
lunga
Gambar 1.1 Relasi semantis verba gerakan agentif bahasa Jawa
Gambar di atas menunjukkan adanya relasi semantis yang berputar-putar
di dalam kamus yang terlihat antara pindhah „pindah‟ dan ngalih „pindah‟. Pada kata pindhah „pindah‟ dan ngalih „pindah‟ tidak terlihat adanya perbedaan makna,
untuk itu perlu dilakukan kategorisasi untuk mengungkapkan perbedaan makna pada setiap verba gerakan agentif.
Persoalan lain ialah bahwa dalam bahasa Jawa ada sejumlah kata yang
tergolong sinonim, tetapi memiliki ciri semantis yang berbeda, misalnya lunga
„pergi‟ dan minggat „pergi‟. Kata minggat „pergi‟ berarti pergi tanpa pamit,
sedangkan lunga „pergi‟ berarti pergi dengan berpamitan dan memiliki tujuan. Lebih jelasnya perhatikan contoh berikut:
(1) Wingi deknen lunga/?minggat nang Mandailing Natal.
(2) Rudi lunga/minggat ket bapak e isek sehat.
Rudi pergi sejak bapak nya masih sehat „Rudi pergi sejak bapaknya masih sehat.‟
Pada contoh (1) verba minggat „pergi‟ tidak berterima dalam kalimat
tersebut karena minggat berarti pergi tanpa pamit dan tidak terdapat tujuan,
sedangkan kalimat (1) menjelaskan pergi berpamitan dan bertujuan ke Natal. Pada contoh (2) menjelaskan bahwa Rudi pergi tanpa ada tujuan dalam kalimat
tersebut.
Berkaitan dengan penelitian ini, telah dilakukan banyak penelitian tentang semantik verba oleh sejumlah ahli. Misalnya, Nainggolan (2016) “Verba Gerakan Agentif dalam Bahasa Batak Toba”, membahas kategorisasi dan makna verba
gerakan agentif, tetapi belum ditemukan perbedaan menggunakan kata-kata yang bersinonim dalam bahasa Batak Toba. Subiyanto (2008) juga mengkaji “Verba Gerakan Bukan Agentif Bahasa Jawa: Tinjauan Metabahasa Semantik Alami”,
membahas makna verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa. Gepner (2016)
dalam artikelnya “The Semantics of Motion Verbs in Russian”, membahas perbedaan makna verba tentu (determinate) dan verba tak tentu (indeterminate)
dalam bahasa Rusia dengan menggunakan pendekatan semantik. Asser dan Pierre (1994) “A Compotitional Spatio-temporal Semantics for French Motion Verbs
and Spatial PPs” membahas verba gerak kompleks dalam bahasa Perancis. Selanjutnya, Mulyadi (2009) “Kategori dan Peran Semantis Verba dalam Bahasa
Indonesia” membahas kategori dan peran semantis verba dalam bahasa Indonesia.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas, jelas bahwa verba
gerakan agentif dalam bahasa Jawa belum pernah dilakukan. Penelitian ini membahas kategorisasi dan makna yang terkandung dalam setiap data verba
gerakan agentif dalam bahasa Jawa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kategorisasi semantis verba gerakan agentif dalam bahasa
Jawa?
2. Bagaimanakah makna yang terkandung pada setiap verba gerakan agentif
dalam bahasa Jawa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan kategorisasi semantis verba gerakan agentif bahasa Jawa. 2. Mendeskripsikan makna semantis pada setiap verba gerakan agentif dalam
bahasa Jawa.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
1) Penelitian ini menjadi bahan informasi atau rujukan bagi penelitian
berikutnya yang tertarik meneliti bahasa Jawa khususnya menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).
2. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini untuk memahami penggunaan serta makna verba gerakan agentif dalam bahasa Jawa khususnya bagi masyakat suku
Jawa itu sendiri.