• Tidak ada hasil yang ditemukan

VERBA BERI DALAM BAHASA MELAYU DELI SERDANG : KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "VERBA BERI DALAM BAHASA MELAYU DELI SERDANG : KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

VERBA BERI DALAM BAHASA MELAYU DELI SERDANG : KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH : SYARAH

NIM : 160702026

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Syarah, 160702026, Verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang : Kajian Metabahasa Alami. Skripsi, Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Pembimbing : Drs. Baharuddin, M. Hum.

Penelitian ini ditulis untuk mengetahui struktur semantis dan makna verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang dengan menerapkan pendekatan metabahasa semantik alami (MSA) yang dikemukakan oleh Wierzbicka. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis, dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan metode cakap dan metode simak dengan teknik sadap, teknik Simak Libat Cakap, dan metode cakap dengan teknik catat dan teknik rekam. Analisis data yang digunakan metode padan kemudian menggunakan teknik hubung. Verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang dibentuk oleh dua makna asali yaitu MELAKUKAN dan BERPINDAH yang membentuk sintaksis makna universal “Sesuatu (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (Y), karena itu sesuatu berpindah pada seseorang/sesuatu yang lain (Z)‟. Struktur semantis verba beri dikaji dengan menggunakan makna asali untuk membatasi makna kata dengan menggunakan sistem parafrasa.

Kata kunci: Semantik Verba beri, Struktur Semantis, Metabahasa Semantik Alami (MSA)

(7)

اب س ت ر ک

ش ر

،ح ١٦٠٦٠٢٠١٦

، ۏ بر ب ي ر ي دا لن ِ ب ا س ه يلا ِ د ل ي س ر د ڠ ييجاک : ه ي ِ بات ا س لاا م۔

س ك ر ڤ س ، ڤ ر ݢ ر م س ت ِ د ي ِ ب ا س دا ى س س ت ر ا ه يلا ِ

، ف ا ك ِ لت س ع ل و ِ ب ِ دا اي

، ا ِ ي ِ ۏ ر س تي س

س ِ ه ت ر ا ا ِ ات ر

۔ا ڤو يب و يب ڠ : د ر س

۔ با ِ ا ر د د ى

، م۔

ِ ِ م۔

ڤل ييتي ييا د ت ِ لي س ا ِ ت ِ ِ ق ه ڠ ات ِ ء ِ ي س ت ر ک ت ر

س و ت ِ س دا ى ه ع ا ِ ۏ بر ب ي ر ي دا لن ِ ب ا س ه يلا ِ د ل ي س ر د ڠ ڠد ي کڤر ه ي ڤ ِ د ک ت ي ه ي ِ بات ا س

س و ِ تي ک لاا ه ) ي ه ( س ي ڠ د ک و ِ ک ا ک ي ا ِ ِ لي ِ ي ر ذ ب كچ

۔ دا ات ي ڠ د ݢ ِ ا ِ ک ي ا دا ِ ل دا ات يسيل

، دا ات

ت ِ لي س

، دا ى دا ات ا ت ي ِ يتي ف

۔ دا ات د ک ِ ه ڤ ِ ل يک د ڠ ي ه تي ِ د ِ اچ ک ڤ دا ى ه تي د ِ س ي و ق ڠد ي ت ي ي ک ک

س اد ڤ

، ت ي ي ک ک س ي و ق ل تبي چ ا ک ڤ

، دا ى ه تي ِ د ِ چ ا ک ڤ د ڠ ي ت ي ي ک ک چ تتا دا ى ت ي ي ک ک ر ك ن۔

ا ا ِ لي س ي س دا ات ي ڠ د ݢ ِ ا ِ ک ي ه تي ِ د ِ ڤا د ى ک و ِ د ي ي ه ڠ ݢ ِ ا ِ ک ي يت ي ک ک ِ ِب ِ ڠ

۔ ۏ بر ب ي ر ي دا لن

ِ ب ا س ه يلا ِ د ل ي س ر د ڠ د ت ب ِ ق ا ِ ِ لي د ِ ا ه ع ا ِ ا ص ل ي ي تيءا ِ لاه ک ِ ک ي دا ى يڤر ب ِ د ي ڠ ه و ب ِ ک ت

س ي ِ کت س ي س ه ع ا ِ ا ِ ي ِ ۏ ر س ل

„ س س ِ ات ِ ي )ا ك س لاه ( ک ِ ک ي س س ِ ات ِ ڤ د سس ِ ات ِ ي )

، ( ك ا ر ا ِ ا تي

سس ِ ات ِ يڤر ب ِ د ڤ د سس ِ س؍ڠر س ء ِ ات ِ ي ڠ ييءلا ذ )

‟(

۔ س ت ر ک ت ر س و ت ِ س برۏ ب ي ر ي د ک ا ج ي ڠد ي

ه ڠ ݢ ِ ا ِ ک ي ه ع ا ِ ا ص ل ي ا ِ ت ِ ِ ق ه و تاب س ي ه ع ا ِ ک ا ت د ڠ ي ه ڠ ݢ ِ ا ِ ک ي س ي س ت ن اڤ ر اف ر ا س ا۔

تاک ک ِ ِ چ ي س : و يت ِ ک ۏ بر ب ي ر ي

، س ت ر ک ت ر س و ت ِ س

،

ه

ي

ِ بات

ا

س

س

و

يت ِ

ک

لاا

ه

ي

ه )

س

(

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Verba Beri Dalam Bahasa Melayu Deli Serdang: Kajian Metabahasa Semantik Alami”.

Skripsi ini terdiri atas lima bab, yaitu : Bab I pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,dan manfaat penelitian baik teoritis maupun praktis. Bab II tinjauan pustaka yang membahas tentang kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III metode penelitian yang membahas tentang metode dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV pembahasan yang berisi tentang penelitian yang telah penulis lakukan. Bab V adalah simpulan dan saran dari penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah senantiasa meridhai segala usaha kita.

Medan, Agustus 2020 Penulis

Syarah 160702026

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah Subhanahuwata‟ala yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas pendidikan bagi penulis.

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A sebagai Ketua Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberi arahan terkait perkuliahan kepada penulis.

3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A., Ph. D sebagai Sekretaris Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan moral kepada penulis.

4. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan serta masukan yang positif kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran selama menjalani perkuliahan kepada penulis.

6. Staf Administrasi yang telah membantu penulis dalam memudahkan urusan administrasi serta motivasi kepada penulis.

(10)

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rahmad Safi‟I dan Ibunda Syafrida Hanum Pandiangan, S.H yang telah memberi kasih sayang, perhatian, dukungan moral, material, dan doa tanpa batas kepada penulis.

8. Seluruh keluarga besar dari Ayahanda maupun Ibunda penulis yang telah membantu dalam hal mencukupi material serta dukungan dan doa yang selalu menyertai penulis.

9. Teman-teman seperjuangan stambuk 016, yang tidak bisa penulis sebutkan satu- satu karena telah memberi semangat serta mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skrisi ini.

10. Sahabat seperdopingan dan sahabat selama perkuliahan penulis, Adinda Syafirah, Delvira Hafni, Tri Ulandari, Fitri Rahayu, Lely Wahyuni, Boy Desmana, Wahyu Sahara Ritonga, Sadrak Hutasoit, Afifatul Husna, Purnama Sari, Siti Mayani, Insanul Husni Nst, Rizki Aulia, Amelia Syahputri, Rani Hamidah, yang telah memberi dukungan dan penyemangat bagi penulis.

11. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 2020

Syarah NIM 160702026

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABLE ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kepustakaan yang relevan ... 6

2.2 Teori yang digunakan ... 9

2.3 Konsep Dasar ... 13

BAB III ... 17

METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Metode Dasar ... 17

3.2 Lokasi Penelitian ... 17

3.3 Instrumen Penelitian ... 18

3.4 Data dan Sumber Data ... 19

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.6 Metode Analisis Data ... 23

BAB IV PEMBAHASAN ... 25

4.1 Makna verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang ... 26

4.2 Kategorisasi Verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang ... 42

4.2.1 Kategori “seseorang (X) melakukan sesuatu kepada sesuatu (Y), karena itu sesuatu (Y) berpindah pada sesuatu yang lain (Z)” ... 42

4.2.2 Kategori „seseorang (X) melakukan sesuatu kepada sesuatu (Y), karena itu sesuatu (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z)‟... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Simpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 49

DAFTAR TABLE

Table 1 Perangkat Makna Asali Bahasa Indonesia ... 11

Table 2 verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang ... 25

Table 3 Kategori verba beri bahasa Melayu Deli Serdang... 47

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teoritis ... 13

Gambar 2 Lokasi Penelitian ... 18

Gambar 3 Informan Kunci ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Data Informan... 51

Lampiran II Leksikon Verba beri ... 52

Lampiran III Daftar Klausa Verba beri ... 53

Lampiran IV Parafrase Makna ... 55

Lampiran V Surat Penelitian ... 59

Lampiran VI Riwayat Hidup ... 60

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia dalam menyampaikan fikiran, perasaan dan memiliki tujuan yaitu memberikan informasi maupun menerima informasi.

Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. (Keraf,1984:16). Bahasa biasanya digunakan 2 orang atau lebih yaitu ada pemberi informasi dan penerima informasi. Bahasa sangat berfungsi bagi masyarakat di Indonesia maupun seluruh masyarakat yang ada di dunia dalam menyampaikan gagasan, mengungkapkan ide dan saling bertukar fikiran.

Masyarakat Indonesia sangat terkenal dengan keramahannya, khususnya masyarakat Melayu. Masyarakat Melayu atau lebih lazim lagi jika disebut suku bangsa Melayu saat ini sangat luas dan menyebar ke seluruh negara seperti Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Saat ini suku Melayu masih berdomisili di berbagai daerah di Indonesia seperti di Pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara.

Suku Melayu berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri atas lima dasar. Islam, beradat, berbudaya, berturai, dan berilmu (Husni, 1975:100). Berturai di sini maksudnya adalah mempunyai susunan-susunan sosial, dan berusaha menjaga integrasi dalam perbedaan-perbedaan di antara individu (Takari dan Dewi, 2008:48).

Menjadi orang atau suku Melayu sangat mudah apabila dapat berbudaya Melayu, menggunakan adat Melayu, beragama Islam, memiliki ilmu dan berturai sebagaimana telah dijelaskan. Bahasa Melayu biasanya dilakukan oleh penutur asli masyarakat Melayu itu sendiri. Bahasa Melayu ialah salah satu bahasa daerah yang

(14)

Melayu sendiri merupakan bahasa dasar dari bahasa Indonesia. Sejak dahulu bahasa Melayu juga merupakan bahasa perdagangan atau lingua franca di Nusantara. Oleh sebab itu bahasa Melayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia.

Sumatera Utara memiliki beberapa dialek bahasa Melayu, di antaranya adalah bahasa Melayu dialek Deli, bahasa Melayu dialek Batubara, bahasa Melayu dialek Serdang, dan sebagainya. Bahasa Melayu Deli Serdang merupakan bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat Kabupaten Deli Serdang, salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Bahasa ini digunakan dalam sehari-hari beraktivitas maupun dalam upacara adat. Pengucapan bahasa Melayu Serdang memiliki perbedaan tergantung lokasinya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan letak geografis dan persetujuan masyarakat tiap-tiap daerah tersebut. Ada pengucapan dalam bahasa Indonesia di akhiran “a” menjadi “o” maupun “ә” misalnya, “apa‟ menjadi “apә‟/‟apo‟,

“berapa‟ menjadi “beRapo‟/‟beRapә‟ dan sebagainya.

Setiap bahasa yang ada di dunia ini memiliki banyak sekali perbendaharaan kata begitu pula bahasa Melayu. Perbendaharaan kata tersebut pun dapat berkembang dan terus menjadi ilmu pengetahuan dasar yang dimiliki manusia sejak lahir. Beberapa kata itu juga dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah kategori atau kelas gramatikal.

Kategori Verba, misalnya mengacu pada suatu proses, tindakan ataupun perbuatan dan keadaan. Kategori verba dimanifestasikan pada tindakan (mis. mandi, menjumpai, berlari), proses (mis. menyukai, tumbuh, pecah), dan keadaan (misalnya, tinggal, terlambat, bergetar). (Mulyadi, 2003: 1)

Wierzbicka (dalam Mulyadi 2003 : 2) berpendapat bahwa elemen yang digunakan untuk membatasi makna kata tidak bisa didefinisikan oleh kata-kata itu sendiri. Elemennya harus diterima sebagai 'makna asali'. Untuk menemukan 'makna

(15)

asali' dari sebuah kata, Beliau menawarkan sebuah alternatif, yakni dengan melakukan analisis yang mendalam dari setiap bahasa alamiah, bahasa yang digunakan secara wajar dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, baginya identifikasi 'makna asali' melalui mekanisme ini dianggap akan cocok karena makna tersebut merupakan ekspresi yang berhubungan dengan konsep kemanusiaan yang mendasar. Artinya, 'makna asali' adalah fitur yang inheren dalam diri manusia atau bagian dari anugerah genetis manusia, yang tidak akan berubah meskipun kebudayaan manusia semakin berkembang sejalan dengan kemajuan pemikirannya. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk menduga bahwa makna itu berbeda pada setiap bahasa.

Verba beri merupakan salah satu kosakata yang ada dalam seluruh bahasa hanya saja yang membedakannya ialah bahasa dan maknanya tersebut. Bahasa Indonesia, memiliki makna dasar dan turunan berupa beri misalnya “memberikan‟, “menyerahkan‟,

“menyumbangkan‟, “membagikan‟, “mengirimkan‟, “menyediakan‟, “menambahkan‟

dan lain-lain. Begitu juga dalam bahasa lainnya, seperti dalam bahasa Melayu khususnya Melayu Deli Serdang yaitu ɳasikә,mәήuRahkә , mәmasukkә , ήәrahkә, dan lain-lain.

Verba beri merupakan bagian dari verba tindakan. Verba tindakan mengandung tiga subtipe, yakni verba gerakan agentif, verba ujaran, dan verba perpindahan (Mulyadi, 2009:62). Selanjutnya, Beliau juga mengatakan bahwa makna verba perpindahan sangat kompleks, sebab dapat menurunkan makna sejumlah verba, antara lain, “menampilkan‟, “mencipta‟, “mengambil‟, “memberikan‟, “membawa‟,

“menyentuh‟, “mengonsumsi‟, “memotong‟, “merusak‟, dan “memukul‟. Mulyadi (2000:50) mengatakan verba beri sebagai subtipe verba perpindahan ditandai dengan elemen MELAKUKAN dan BERPINDAH. Hal ini terlihat pada komponen “seseorang

(16)

(X) melakukan sesuatu pada sesuatu (Y), karena itu sesuatu (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z)‟.

Bahasa Melayu Deli Serdang cukup banyak variasi kata yang dianggap bersinonim namun pada ranah yang berbeda. Misalnya dalam bahasa Melayu Deli Serdang verba ɳantaRkә ”mengantarkan‟ dan ɳiRemkә “mengirimkan‟ sebagai dua buah kata yang bersinonim namun terletak pada konteks yang berbeda. mәmasukkә

“menambahkan‟, dan mәήuRahkә “menuangkan‟ memiliki pengertian yang sama yaitu sama-sama memberikan sesuatu/meletakkan sesuatu. Perbedaan dari kedua verba tersebut ialah terletak pada sifat dari objek yang dimiliki. Oleh karena itu hal ini sangat penting untuk penulis tuangkan dalam tulisan ini untuk mengetahui kategorisasi verba beri yang ada dalam bahasa Melayu Deli Serdang. Baik kategorisasinya maupun makna dari verba beri yang ada di dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

Peneliti memilih kajian Metabahasa Semantik Alami ini khususnya membahas verba beri yang memiliki beberapa turunan verba lainnya sehingga sangat penting untuk diteliti seperti pada contoh di atas. Oleh karena itu penulis menggunakan beberapa tesis, disertasi dan penelitian lainnya yang ditulis oleh Mulyadi sebagai bahan rujukan. Beliau menuliskan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dalam penelitiannya dengan mudah dipahami. Beliau juga membedakan beberapa konsep sehingga mempermudah penulis dalam penulisan dan membahas tentang semantis verba.

Penelitian tentang verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang belum pernah dilakukan hingga saat ini. Pada penilitian ini peneliti akan mengkaji verba beri bahasa Melayu Deli Serdang dengan cara mendeskripsikan struktur semantis dan juga mengkategorisasikan verba beri yang ada dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah makna verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang?

2. Bagaimanakah kategorisasi verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dibahas, tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan makna verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

2. Untuk mendeskripsikan kategorisasi verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Menambahkan wawasan tentang kategorisasi verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

2. Memperkaya pengetahuan peneliti tentang kajian linguistik yaitu tepatnya tentang verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang dengan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya yang ingin membahas verba beri dalam bahasa daerah yang lain, khususnya di Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian dalam bidang semantik dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang relevan

Penulisan kepustakaan yang relevan ini sangat dibutuhkan dalam penelitian karena untuk lebih jelasnya memaparkan perbedaan penulisan kita dengan tulisan yang telah ada sebelumnya dan relevan dengan topik penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut seperti Mulyadi (2000) di dalam penelitiannya yang berjudul “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia”. Penelitian yang beliau lakukan ini termasuk lumayan lengkap. Penelitian yang beliau lakukan berisi tentang konsep dasar, kerangka teori, lalu beliau juga mengkategorisasikan tiga kelas verba bahasa Indonesia (VBI).

Klasifikasi VBI tersebut ditentukan dari property aspektual sebagaimana dijelaskannya dalam artikel tersebut. Lalu beliau mengelompokkan struktur semantis VBI tersebut menjadi verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan. Artikel ini sangat membantu penulis dalam menentukan kategorisasi verba, hingga penulis mudah untuk melakukan peneltian selanjutnya.

Mulyadi (2003) di dalam artikelnya yang berjudul “Struktur Semantis Verba Tindakan Bahasa Indonesia” yang mengkaji kategorisasi dan peran semantis verba dengan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Beliau hanya membatasi kajiannya pada 6 verba saja, yaitu Menangkap, Menendang, Membeli, Menangis, Pergi, dan Bertemu. Kemudian beliau juga membagikan 3 kelas atau golongan menjadi tindakan, proses dan keadaan. Penelitian oleh Mulyadi banyak memberikan masukan dalam penelitian ini. Teori MSA yang dibawakan oleh Mulyadi menjadi acuan untuk menerapkan teori MSA pada verba beri bahasa Melayu Deli Serdang.

(19)

Mulyadi & Siregar (2006) yang berjudul “Aplikasi Teori Metabahasa Makna Alami dalam Kajian Makna” juga menjadi sumber atau dasar bagi penelitian penulis.

Karena Mulyadi sangat lengkap sekali menjelaskan tentang MSA ini, mulai dari konsep dasar hingga pengaplikasian teori MSA. Beliau memberikan 3 konsep dasar antara lain makna asali, polisemi, dan sintaksis universal. Pengaplikasian teori MSA beliau menggunakan parafrase untuk lebih jelas dan dalam analisis nya beliau mengikuti prosedur penelitian. Prosedur pertama yaitu menentukan makna asali dari kata-kata yang akan dianalisis, prosedur kedua yaitu mencari polisemi yang tepat dari maknanya, prosedur ketiga ialah mengungkapkan properti semantis yang lain di dalam makna kata tersebut disetai bukti-bukti sintaksis dan semantis, prosedur keempat ialah membandingkan properti semantis kata-kata yang dianggap bertalian untuk memperlihatkan persamaan dan perbedaan maknanya, prosedur kelima ialah membentuk Sintaksis Makna Universal (SMU) berdasarkan property semantis yang ditemukan dan yang terakhir prosedur keenam ialah memparafrase atau mengeksplikasi makna kata-kata tersebut. Dari penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi & Siregar ini sangat membantu penulis dalam pengaplikasian teori MSA yang akan penulis lakukan.

Prosedur ini akan penulis tuangkan dalam penelitian penulis yaitu verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

Kemudian, Mulyadi (2009) yang berjudul “Kategori dan Peran Semantis Verba Bahasa Indonesia” juga menjadi acuan dalam penelitian ini. Beliau menguraikan kategori semantis dan peran semantis verba berdasarkan teori MSA. Tiga kategori itu ialah, keadaan (tinggal, terlambat, bergetar), proses (menyukai, tumbuh, pecah) dan tindakan (menjumpai, mandi, berlari). Penelitian yang beliau lakukan juga memberikan sumbangan materi dalam penelitian yang penulis lakukan.

(20)

Sianturi (2015) dalam skripsinya meneliti semantik Verba ‘bawa’ dalam bahasa Batak Toba. Teori yang digunakan adalah Metabahasa Semantik Alami (MSA). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dan metode cakap. Semantis verba “bawa‟ dalam bahasa Batak Toba dicirikan dengen komponen “X melakukan sesuatu dengan sesuatu‟. Struktur semantis verba beri dikaji dengan menggunakan makna asali. Oleh karena itu untuk membatasi makna kata dengan menggunakan sistem parafrase. Verba “bawa‟ dalam bahasa Batak Toba dibentuk oleh dua makna asali yaitu MELAKUKAN dan TERJADI. Struktur semantis yang terbentuk dari verba “bawa‟

dalam bahasa Batak Toba membentuk sintaksis makna universal “X melakukan sesuatu pada sesuatu (Y) karena itu sesuatu terjadi pada Y pada waktu yang sama‟. Ditinjau dari alat yang digunakan, verba “bawa‟ yang menggunakan alat berupa benda tajam, kendaraan dan juga melibatkan anggota tubuh seperti tangan, kepala, bahu, punggung dan lainnya. Penelitian ini sangat berguna bagi penulis dan banyak memberikan masukan seperti data yang dianalisis maupun cara menganalisis verba “bawa‟ tersebut.

Selanjutnya, Lombu (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Verba beri dalam Bahasa Nias: Kajian Metabahasa Semantik Alami”. Teori yang digunakan ialah teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Data yang digunakan ialah data lisan, data tulis, dan data intuitif. Kemudian data dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap dan metode simak. Makna verba beri dibentuk oleh dua makna asali, yaitu MELAKUKAN dan BERPINDAH yang menjelaskan perbedaan dari verba-verba yang tergolong dalam satu kategori. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa verba beri dalam bahasa Nias memiliki kategori yang dibentuk oleh sintaksis makna universal, yaitu „seseorang (X) melakukan sesuatu pada (Y), karena ini Y berpindah pada seseorang/sesuatu yang lain (Z)‟. Penelitian ini sangat berkonstribusi banyak pada penulis, sehingga dapat

(21)

memudahkan penulis dalam menjelaskan makna verba beri. Namun, penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis, dimana penelitian ini meneliti mengenai bahasa Nias dan penulis meneliti mengenai bahasa Melayu khususnya Melayu Deli Serdang.

Kemudian Fikry dan T. Silvana (2018) yang berjudul “Struktur Semantis Verba Sentuh Bahasa Indonesia” dengan menggunakan teori yang sama yaitu Metabahasa Semantik Alami (MSA) merupakan kajian semantik leksikal. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena data yang digunakan ialah berupa kata. Sehingga dalam pengumpulan data pada penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data berupa teknik pustaka dan catat dari sumber-sumber tertulis. Alur yang digunakan ialah alur pengumpulan data, penyajian data, analisis data hingga penarikan kesimpulan awal sesuai dengan prosedur alur penelitian yang dikemukakan oleh Miles, Huberman dan Saldana (2014:14). Konsep yang digunakan juga menggunakan makna asali dan polisemi dari suatu kata. Dijelaskan juga bahwa verba sentuh ini adalah peristiwa dan beliau sebuah gerakan. Gerakan tersebut ialah tindakan dan dalam gerakan tersebut ada sesuatu yang berkenaan dengan yang lain. Maka dari itu komponen seperti „seseorang’,

‘sesuatu’ dan ‘merasakan’ menyusun makna dari tiap-tiap turunan verba yang membedakan antara makna satu dengan lain. Penelitian ini sangat membantu penulis dalam teknik pengumpulan data dan juga alur yang digunakannya.

2.2 Teori yang digunakan

Kajian ini mengggunakan teori Metabahasa Semantik Alami selanjutnya MSA.

Ada beberapa alasan mengapa teori ini dipilih, alasan pertama yaitu teori MSA dirancang dan digunakan untuk mengeksplikasi semua makna, terkhusus dapat digunakan untuk mengeksplikasi makna verba, baik verba tindakan, proses maupun keadaan sehingga nantinya akan mudah untuk mengeksplikasikan makna tersebut.

(22)

Selanjutnya, pendukung teori MSA ini memiliki prinsip bahwa kondisi alamiah sebuah bahasa adalah mempertahankan satu bentuk untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk. prinsip tersebut tidak hanya diterapkan pada konstruksi gramatikal, tetapi juga pada kata. (Mulyadi, 2003 :7) Selanjutnya, pembahasan utama dalam penelitian ini adalah tataran kata dalam kelas verba. Verba adalah kata yang mengacu pada peristiwa, juga sebagai mengimplikasikan perubahan waktu (Mulyadi: 2000 : 42 ).

Apabila verba tersebut merupakan peristiwa kemudian berupa gerakan, maka gerakan tersebut ialah tindakan dan dalam gerakan tersebut ada sesuatu yang berkenaan antara satu sama lain. Maka dari itu untuk meneliti lebih lanjut, maka penulis menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).

Teori ini dipelopori oleh Wierzbicka, ahli semantik keturunan Polandia yang menjadi dosen di Universitas Nasional Australia. Gagasan Wierzbicka adalah bagian dari teori 'makna alamiah metabahasa' Natural Semantic Metalanguage (NSM) Theory;

selanjutnya dalam bahasa Indonesia disebut Metabahasa Semantik Alami). Teori ini diawali dengan penyelidikan makna asali (semantic primitives) secara empiris melalui metode coba dan ralat (trial and error) dan temuannya kemudian diterbitkan dalam bukunya. (Mulyadi 2006:69).

Selanjutnya, fase penelitian ini berlanjut dengan tetap mempertahankan tujuan dasar dari rancangan penelitiannya, yaitu menyelidiki makna asali universal, menghindari fitur dan pemarkah artificial, menolak system representasi logis, dan mempercayai bahasa ilmiah sebagai satu-satunya sistem ekplanatori dalam representasi makna Wierzbicka (dalam Mulyadi 2006 : 69). Teori ini adalah teori mutakhir tentang analisis makna, sebuah teori yang menyatukan tradisi filsafat dan logika dalam kajian makna dengan ancangan tipologi untuk kajian bahasa. Pelopor teori ini, Wierzbicka

(23)

(1996:11), percaya bahwa tanpa perangkat 'makna asali' semua deskripsi makna secara aktual atau secara potensial akan menjadi berputar-putar (circular).

Teori MSA memiliki sejumlah konsep secara teoretis yang dapat mengklarifikasikan struktur semantis yaitu makna asali, polisemi, dan sintaksis. Yang dimaksud dengan 'makna asali' adalah seperangkat terbatas dari makna yang tidak dapat berubah Goddard (dalam Mulyadi 2003 : 7). Berikut merupakan elemen makna asali.

Table 1 Perangkat Makna Asali Bahasa Indonesia

Komponen Elemen Makna Asali

Substantif AKU, KAMU, SESEORANG/ORANG,

SESUATU/HAL, TUBUH

Substantif relasional JENIS, BAGIAN

Pewatas INI, SAMA, LAIN

Penjumlah SATU, DUA, SEMUA, BANYAK, BEBERAPA

Evaluator BAIK, BURUK

Deskriptor BESAR,KECIL

Predikat mental PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT, DENGAR

Ujaran UJAR, KATA, BENAR

Tindakan, peristiwa, gerakan, perkenaan LAKU, TERJADI, GERAK, SENTUH

Keberadaan dan milik ADA, PUNYA

Hidup dan mati HIDUP, MATI

Waktu BILA/WAKTU, SEKARANG, SEBELUM, SETELAH,

LAMA, SEKEJAP, SEBENTAR, SEKARANG,SAAT

Ruang (DI) MANA/TEMPAT, (DI) SINI, (DI) ATAS, (DI)

BAWAH, JAUH, DEKAT, SEBELAH, DALAM

Konsep logis TIDAK, MUNGKIN, DAPAT, KARENA, JIKA

Augmentor, intensifier SANGAT, LEBIH

Kesamaan SEPERTI

(Sumber : Goddard dalam Mulyadi 2009:58)

(24)

Table di atas merupakan usulan dari Wierzbicka dan Goddard (dalam Mulyadi 2009:58) dalam mengumpulkan enam puluh tiga makna asali yang ditemukannya terhadap sejumlah bahasa di dunia. Wierzbicka mengklaim bahwa perangkat 'makna asali' yang dibuatnya itu bersifat universal karena perangkat tersebut merupakan refleksi dari pikiran manusia yang mendasar betapapun tingkatan dan kadar kebudayaan yang dimiliki oleh setiap bangsa.

Metabahasa Semantik Alami (MSA) memiliki asumsi lain yang mendasari teori ini yaitu polisemi. Polisemi adalah bentuk leksikon tunggal mengekspresikan dua makna asali berbeda (Mulyadi, 2000 : 43). Selanjutnya ia mengatakan tidak ada hubungan komposisi antara satu eksponen dan eksponen lainnya sebab eksponen- eksponen itu mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda. Goddard (dalam Mulyadi, 2000:43) juga mengatakan bahwa terdapat dua jenis hubungan yaitu, hubungan yang menyerupai (enteilmeny like relationship), seperti MELAKUKAN/TERJADI dan hubungan implikasi (implicational relationship), seperti MERASAKAN/TERJADI.

Pernyataan ini dapat dilihat dalam contoh di bawah ini.

1) X MELAKUKAN sesuatu pada Y Sesuatu TERJADI pada Y 2) Jika X MERASAKAN sesuatu

Maka sesuatu TERJADI pada X

Kemudian ada asumsi yang juga mendasari teori ini ialah sintaksis. Sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya (Mulyadi dan Siregar, 2006:71). Contoh pada sintaksis makna universal dapat ditunjukkan seperti jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang baik tentang aku. Pola

(25)

kombinasi ini memerlukan subjek, komplemen wajib maupun pesapa. Seperti elemen MELAKUKAN, bukan saja hanya memiliki “subjek” dan “komplemen wajib” (seperti

“seseorang melakukan sesuatu‟) saja, tapi memiliki “pasien” (seperti “seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang‟). Begitu juga elemen MENGATAKAN, dalam elemen ini memerlukan pesapa (seperti “seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu‟). Hal ini dijelaskan sebagaimana dalam (Mulyadi dan Siregar, 2006:71).

Hubungan ketiga kerangka teoritis ini dapat diringkas dalam gambar seperti berikut:

(Sumber : Mulyadi dan Siregar, 2006 : 72)

Berdasarkan konsep teoritis dasar tersebut bahwa apabila dua makna asali digabung maka akan membentuk polisemi. Dasar dari pembentukan sintaksis makna universal dan makna ialah polisemi tersebut.

2.3 Konsep Dasar

Ada beberapa hal yang perlu dibahas dalam penelitian yang penulis lakukan ini agar nantinya menghindar salah penafsiran oleh pembaca. Konsep yang perlu dibahas

Gambar 1 Kerangka Teoritis

(26)

dalam hal ini yaitu, verba, yang juga termasuk verba beri komponen semantis termasuk peran semantis dan struktur semantis. Kemudian, kategorisasi dan makna dalam kata.

Konsep dasar dari teori Metabahasa Semantik Alami ini yaitu sebuah verba.

Verba merupakan kata yang menerangkan suatu kegiatan, aktivitas maupun suatu keadaan. Verba juga secara umum dikatakan sebagai kata kerja yang biasa muncul dalam klausa sebagai fungsi (P) predikat secara dominan. Verba adalah kata yang mengacu pada peristiwa, juga sebagai mengimplikasikan perubahan waktu (Mulyadi:

2000 : 42). Verba juga merupakan kata yang menggambarkan proses, atau keadaan.

Secara umum verba dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan dimana setiap verba memiliki kategori bawahannya (Tampubolon dkk, dalam Mulyadi 2009:56).

Penelitian yang dilakukan ialah menggunakan verba beri. Verba beri ini juga termasuk kedalam kategori verba tindakan. Verba beri sendiri dapat diartikan sebagai menyerahkan sesuatu kepada orang lain. Lebih lengkapnya dijelaskan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (2018:219) be.ri /bêri/ v serahkan atau bagi sesuatu kepada orang lain; mem.be.ri v ; 1 menyerahkan (membagikan, menyampaikan) sesuatu ; 2 menyediakan (melakukan dsb) sesuatu untuk ; 3 memperbolehkan; mengizinkan; 4 menyebabkan (menjadikan) menderita (kena); 5 menjadikan supaya; 6 membubuhi (meletakkan, mengenakan, dsb); 7 mengucapkan (menyampaikan) ; 8 cak melayangkan, mengirimkan dan sebagainya (pukulan,tendangan).

Verba beri ini mencerminkan suatu tindakan dimana X (sesuatu) melakukan sesuatu terhadap Y (sesuatu) , sehingga menyebabkan Y (sesuatu) berpindah pada sesuatu/seseorang yang lain (Z). Verba beri memiliki dua makna asali yaitu

(27)

MELAKUKAN dan BERPINDAH yang membentuk sintaksis makna universal “X melakukan sesuatu terhadap Y (sesuatu) sehingga Y berpindah pada sesuatu/seseorang yang lain (Z)‟.

Komponen semantis ialah perangkat makna yang dimiliki sebuah unsur leksikon. (Mulyadi, 2000: 42). Lebih jauh, beliau mengatakan bahwa komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti “seseorang‟, “sesuatu‟,

“mengatakan‟, “melakukan‟, “terjadi‟, “ini‟, dan “baik‟. Peran semantis terdapat pada argument predikat dan konsepnya mengikuti gagasan Folley dan Van Vallin (dalam Mulyadi 2000:42). Selanjutnya, ada sebuah hierarki tematis yang diusulkan oleh mereka untuk menerangkan peran yang terlibat dalam pemetaan argument. Hierarkinya sebagai berikut :

PELAKU : Agen

“pemengaruh”

lokatif tema PENDERITA : pasien ( Sumber : Mulyadi 2000:42)

Selanjutnya, struktur semantis adalah jaringan relasi semantis di antara kata-kata dalam sistem leksikon suatu bahasa. (Mulyadi, 2000:43) selanjutnya menjelaskan struktur semantis sebuah kata dapat diungkapkan jika maknanya dibandingkan dengan makna kata-kata lain yang dirasakan berhubungan. Jika perbandingannya tepat, ada dua kemungkinan yang ditemukan : struktur semantisnya memiliki kesamaan atau sebaliknya. Struktur semantis ini sangat berpengaruh dan ada relasi gramatikal antara verba dan argument yang dimiliki verba tersebut. Setiap bahasa pasti memiliki struktur

(28)

semantisnya masing-masing. Maka, struktur semantis ini berhasil mengeksplikasikan berbagai makna bahasa. Melalui teori MSA ini akan memperoleh hasil dan gambaran yang jelas mengenai struktur semantis verba BERI dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

Penulis menggunakan teknik eksplikasi (parafrasa) yang menjadi keunggulan dalam teori MSA ini.

Kategorisasi dalam penelitian ini menjadi konsep dasar karena tidak mudah untuk mengkategorisasikan sebuah verba. Kategorisasi adalah butir-butir leksikal tertentu yang berdasarkan dari kesamaan pada komponen semantisnya. (Mulyadi, 2010 : 168). Misalnya, komponen “X melakukan sesuatu pada sesuatu‟ memuat anggota verba seperti mәήuRahkә „menuangkan‟, mәήәrahkә ‘menyerahkan‟, mәήankә „menyediakan‟, dan mәnambakә „menambahkan‟ ke dalam satu ranah semantis yang sama.

Makna kata adalah secara sinkronis tidak berubah tetapi karena berbagai faktor dapat menjadi bersifat umum, namun dapat menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat (Chaer, 2009:70). Wierzbicka, (1996: 170) menjelaskan bahwa makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata. Konfigurasi yang dimaksud adalah penyatuan antara satu makna asali dengan makna asali yang lain lalu membentuk polisemi hingga sintaksis makna universal. Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna denotatif. Makna denotatif atau denotasi yaitu makna sebenarnya karena pada dasarnya sesuai dengan hasil observasi sesuai indera penglihatan, perasaan dan lainnya sehingga memberikan informasi faktual objektif (Chaer, 2009:65-66).

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Peneliti akan menggunakan metode kualitatif yang diperkenalkan oleh Miles, Huberman selanjutnya dimodifikasi oleh Saldana (2014 : 14). Alasan peneliti menggunakan metode ini ialah karena objek penelitiannya yaitu berupa kata. Pada penelitian ini juga tidak menggunakan angka dan perhitungan. Menurut mereka penelitian dengan metode ini menggunakan empat tahap. Alur dalam penelitian ini diawali dengan pengumpulan data, penyajian data, analisis data kemudian penarikan kesimpulan awal sesuai dengan prosedur alur penelitian yang dikemukakan oleh Miles, Huberman dan Saldana (2014 : 14).

3.2 Lokasi Penelitian

Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibukotanya adalah Lubuk Pakam. Kabupaten Deli Serdang sangat luas sekali hingga mencakup 22 kecamatan. Adapun suku asli penghuni Deli Serdang adalah Suku Melayu, namun selebihnya suku pendatang. Penelitian ini dilakukan di salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang yaitu Kecamatan Pantai Labu tepatnya terletak di Desa Pematang Biara.

Desa ini terbagi atas 7 dusun, dimana nanti akan mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Penduduk Melayu di daerah tersebut cukup banyak, dan mereka juga menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Begitu juga dalam upacara adat, maupun dalam lingkungan keluarga mereka sendiri.

(30)

Gambar 2 Lokasi Penelitian Peta Desa Pematang Biara

(Sumber : Kantor Kepala Desa Pematang Biara)

3.3 Instrumen Penelitian

Ada beberapa alat atau instrumen yang akan diperlukan dalam penelitian ini.

Alat atau instrumen ini diperlukan agar mendapatkan hasil yang lebih baik nantinya.

Adanya teknologi saat ini dapat mempermudah melakukan suatu penelitian dan juga mudah didapatkan saat ini. Alat-alat tersebut antara lain :

1. Alat tulis

Alat tulis ini berupa beberapa kertas yang berisikan pertanyaan-pertanyaan biasa disebut dengan questioner, kemudian pulpen untuk mengisi kertas-kertas tersebut.

2. Alat rekam

Alat rekam ini sangat berfungsi, dimana peneliti memang menggunakan metode pengumpulan data simak dan cakap. Oleh karena itu peneliti membutuhkan tape recorder atau alat rekaman sejenisnya sebagai bukti yang bisa dipertanggung jawabkan.

(31)

3. Kamera

Kamera ini berfungsi sebagai bukti dokumentasi agar terdapat foto-foto yang dapat membuktikan bahwa penelitian ini benar-benar dilakukan oleh peneliti. Kamera ini boleh menggunakan kamera apapun sejenisnya yang dapat menyimpan bukti dokumentasi lebih lanjut.

3.4 Data dan Sumber Data

Data yang dihasilkan berasal dari tuturan oleh informan. Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini ada dua, yakni data lisan dan data tulis. Data lisan diperoleh dari informan langsung yang merupakan penutur asli bahasa Melayu yang ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut.

1. Berjenis kelamin pria atau wanita.

2. Berusia 25-56 tahun (tidak pikun).

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

4. Berstatus sosial menengah.

5. Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya.

6. Sehat jasmani dan rohani (Sumber : Mahsun, 1995:106)

Penelitian yang dilakukan dengan menentukan informan dalam jumlah ganjil lebih dari satu agar lebih mudah melihat pertimbangan bahasa tersebut. Informan biasanya pekerja seperti nelayan, petani, pedagang yang memang asli berasal dari daerah tersebut. Sehingga bahasa yang dihasilkan murni, dan biasa digunakan oleh masyarakat tersebut. Berdasarkan kriteria di atas, peneliti mendapatkan 3 informan dan sudah termasuk informan kunci seperti pada gambar dibawah ini.

(32)

Gambar 3 Informan Kunci Informan kunci Desa Pematang Biara

(Sumber : Kamera)

Wawancara dilakukan sebuah warung kopi yang terletak di dusun I pada sore hari pukul 15.00 - 17.00 WIB pada hari jum‟at. Kemudian data tulis didapatkan melalui Kamus Melayu Sumatera Utara Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima yang akan diuji coba lagi melalui informan sebagaimana kebenarannya.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Peneliti akan melakukan metode pengumpulan data, oleh karena itu dilakukan observasi terlebih dahulu. Berikut akan dijelaskan dengan beberapa poin dalam pengumpulan data.

1. Observasi

Observasi maksudnya ialah peneliti akan turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan data dan informasi yang akan diteliti. Hal ini sangat mudah kerena melakukan proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis. Tujuannya untuk memperoleh informasi-informasi yang terkait dengan yang peneliti lakukan.

Selanjutnya akan melakukan proses wawancara.

(33)

2. Wawancara

Wawancara yaitu memberikan beberapa pertanyaan kepada informan dan memberikan kesempatan kepada informan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Setelah itu melakukan kepustakaan, dimana peneliti akan mencari data menggunakan buku-buku dan karya ilmiah yang ada. Kemudian membuat kesimpulan akhir dan menjadikannya sebagai kumpulan data atau informasi. Namun, ada beberapa metode yang akan dilakukan pada saat wawancara. Berikut penjelasannya dan akan dipaparkan dalam beberapa poin di bawah ini.

a. Metode Simak

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah metode simak. Istilah metode simak yaitu menyimak untuk memperoleh data dengan penggunaan bahasa secara lisan namun berkaitan juga dengan penggunaan bahasa secara tertulis. Metode simak memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan (Mahsun, 2017 : 92). Selanjutnya Mahsun menjeaskan, dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan.

Selanjutnya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat dan teknik rekam. (Mahsun, 2017 : 92).

Penelitian ini menggunakan teknik simak libat cakap dikarenakan peneliti melakukan penyadapan wajib berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak dalam pembicaraan. Hingga, dalam hal ini peneliti terlibat langsung dalam dialog dengan informan. Kemudian teknik catat, teknik ini dilakukan setelah melakukan teknik simak libat cakap karena pencatatan ini sangat diperlukan untuk calon data. Teknik rekam sendiri sebagai pendukung, apabila penelitian mulai berlangsung.

(34)

Dalam hal ini teknik rekam sangat diperlukan karena bahasa daerah tersebut masih dituturkan oleh pemiliknya langsung.

b. Metode Cakap

Metode cakap ini terjadi karena disebabkan oleh cara yang ditempuh dalam penyediaan sebuah data yaitu dengan percakapan antara peneliti dan informan.

Percakapan yang terjadi antara peneliti dan informan ini terdapat kontak antarmereka sehingga dapat mengandung sebuah arti kemudian memperoleh data berupa bahasa secara lisan. Teknik cakap ini memiliki dasar teknik pancing, dimana peneliti mencoba memancing pembicaraan kemudian narasumber akan mulai bercakap dan memberikan beberapa informasi. Teknik dasar tersebut dijabarkan dalam dua teknik lanjutan, yaitu teknik lanjutan cakap semuka dan cakap tansemuka. (Mahsun, 2017 : 95). Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan semuka dimana peneliti akan berhadapan langsung dengan informan.

Selanjutnya, pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan pengguna bahasa sebagai informan dengan bersumber pada pancingan yang sudah disiapkan. Pancingan tersebut berupa questioner atau daftar pertanyaan yang dapat dilakukan di awal maupun pertengahan percakapan. Kemudian dalam teknik cakap tersebut memiliki sebuah teknik lanjutan bawahan. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Mahsun (2017 : 95-106) teknik lanjutan bawahan lesap, ganti, perluas, sisip, balik dan ubah wujud. Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan bawahan perluas. Teknik lanjutan bawahan perluas ini dalam prakteknya barawal dari sebuah data awal, baik muncul karena pancingan terhadap informan maupun muncul secara tidak sadar dari informan tersebut. Teknik ini digunakan untuk menyediakan data bagi analisis kadar kesinoniman unsur lingual yang menjadi objek sasaran. (Mahsun : 2017 : 98).

(35)

Selanjutnya, Mahsun menjelaskan caranya berdasarkan dari data awal tersebut atau yang sudah disediakan peneliti meminta informan untuk menemukan bentuk lain yang menjadi sandingan bentuk tersebut, dengan catatan bentuk sandingan itu memiliki makna atau informasi yang sama dengan bentuk sandingannya. Oleh karena itu, konsep perluas di sini dapat bertambahnya jumlah data yang makna atau informasinya sama dengan data awal dan atau disamping bertambah jumlah bentuk yang sama jumlah unsurnya, juga dapat berarti bertambah jumlah bentuk (sebagai data sandingan) yang jumlah unsurnya berbeda dengan jumlah unsure data awal.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data ini berupa mengklarifikasi dan mengelompokkan data yang sangat berpengaruh dalam mengatur keberadaan objek penelitian yang sudah di peroleh.

Oleh karena itu, dalam menganalisis data juga harus diperlukan metode dan teknik yang handal. Menurut Mahsun (2017 : 120) ada dua metode utama yang dapat digunakan dalam analisis data, yaitu metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual.

Padan intralingual ini adalah metode analisis data dengan cara membandingkan unsur- unsur yang bersifat lingual. Berbeda dengan metode padan intralingual, metode padan ekstralingual ini digunakan untuk menganalisis unsur yang besifat ekstralingual seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang di luar bahasa. Kedua metode ini digunakan sesuai dengan jenis data dan tujuan penelitian, oleh karena itu peneliti menggunakan metode padan intralingual sehingga tidak lari dari topik penelitian.

Makna dari padan sendiri ialah merupakan kata yang bersinonim dengan kata

“banding‟ sedangkan intralingual ialah mengacu pada makna unsur-unsur yang berada dalam bahasa (bersifat lingual) baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda. Sebelum dilakukannya analisis data, tahapan penyediaan

(36)

data harus dilakukan terlebih dahulu karena sangat berperan penting untuk kelengkapan data dalam tahap menganalisis.

Metode padan intralingual memiliki sebuah teknik dasar yaitu teknik hubung banding yang bersifat lingual. Mahsun (2017 : 119) menjelaskan pada saat melaksanakan metode padan perlu digunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS) dan hubung banding membedakan (HBB). Selain dua teknik tersebut, metode ini memiliki satu teknik lagi yaitu teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP).

Selanjutnya, Mahsun menjelaskan bahwa teknik HBSP sendiri bertujuan untuk mencari kesamaan hal pokok dari pembedaan dan penyamaan yang dilakukan dengan menerapkan teknik HBS dan HBB, karena tujuan akhir dari banding menyamakan atau banding membedakan tersebut adalah menemukan kesamaan pokok di antara data yang diperbandingkan.

Namun, metode padan ini berfungsi untuk mengidentifikasi ciri semantis pada verba beri yang membentuk suatu golongan semantisnya kemudian dilanjutkan dengan dilakukannya parafrase. Parafrase di sini menggunakan teknik banding menyamakan atau teknik HBS yang juga pada akhirnya menemukan kesamaan pokok di antara data yang diperbandingkan.

(37)

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka pada bab ini akan dijelaskan bagaimana kategorisasi dan makna pada verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti memiliki beberapa leksikon verba beri. Namun, untuk mempermudah hasil dari penelitian ini, maka peneliti menggunakan table sebagai berikut.

Table 2 verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang No Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Deli Serdang

1 Menambahkan mәnambakә

2 Menuangkan mәήurahkә

3 Mengirimkan mәɳiRemkә

4 Mengantarkan mәɳantaRkә

5 Memberikan mәɳasikә

6 Membagikan mәmbagikә

7 Menyebarkan mәɳәbaRkә

8 Mengajarkan mәɳajaRkә

9 Menyampaikan mәɳampekkә

10 Menasihatkan mәnasehatkә

11 Membayarkan mәmbayaRkә

12 Membeli mәmbәli

13 Menggaji mәɳupah

14 Menyerahkan mәήәRahkә

15 Menyediakan mәήankә

16 Menyumbangkan mәήumbaɳkә

17 Menyuap mәɳoRop

18 Mewariskan mәwakafkә

(38)

Hasil dari penelitian yang dilakukan ini mendapatkan 18 leksikon verba beri yang akan dikelompokkan sesuai kategorisasinya. Setelah diketahui tiap-tiap makna verba beri tersebut, kemudian akan dilakukan pengkategorisasian berdasarkan komponen yang ada.

4.1 Makna verba beri dalam bahasa Melayu Deli Serdang

Makna kata adalah secara sinkronis tidak berubah tetapi karena berbagai faktor dapat menjadi bersifat umum, namun dapat menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat (Chaer, 2009:70). Wierzbicka, (1996: 170) menjelaskan bahwa makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata. Konfigurasi yang dimaksud adalah penyatuan antara satu makna asali dengan makna asali yang lain lalu membentuk polisemi verba BERI, yaitu kombinasi makna asali MELAKUKAN dan BERPINDAH hingga sintaksis makna universal “seseorang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (Y), karena ini Y berpindah pada seseorang/sesuatu yang lain (Z)‟.

Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna denotatif. Makna denotatif atau denotasi yaitu makna sebenarnya karena pada dasarnya sesuai dengan hasil observasi sesuai indera penglihatan, perasaan dan lainnya sehingga memberikan informasi faktual objektif (Chaer, 2009:65-66). Pembahasan selanjutnya, akan diberikan beberapa poin-poin berikut ini.

1. Makna verba mәnambakә „menambahkan‟

Verba mәnambakә „menambahkan‟ memiliki makna yang hampir sama ciri semantisnya dengan verba mәήuRahkә „menuangkan‟. Untuk melihat makna dari verba mәnambakә „menambahkan‟ dan melihat perbedaan dari tiap verba, maka akan dijelaskan melalui contoh kemudian membentuk parafrase. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(39)

(1) pәnjual buboR ήan mәnambakә/ mәήuRahkә santan dalam masakanήә

„Penjual bubur itu menambahkan/menuangkan santan ke dalam masakannya‟

(2) әmak mәnambakә/ mәήuRahkә gaRam dalam tumisanήә

„Ibu menambahkan/menuangkan garam dalam tumisannya‟

Kedua contoh di atas dapat dilihat perbedaannya pada sifat dan bentuk objeknya.

Contoh (1) menjelaskan bahwa sifat santan yaitu berupa cairan. Sehingga verba mәήuRahkә „menuangkan‟ lebih dominan digunakan pada klausa tersebut. Walaupun verba mәnambakә „menambahkan‟ dapat berterima pada klausa tersebut. Contoh (2) juga menjelaskan bahwa sifat garam berbentuk padat dan lebih dominan kepada verba mәnambakә „menambahkan‟. Namun keduanya dapat berterima apabila dimasukkan dalam klausa tersebut. Kedua verba tersebut juga untuk memberikan hasil yang terbaik untuk objeknya sehingga sangat diperlukan dalam sebuah masakan seperti tumisannya dan masakannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada parafrase verba berikut.

mәnambakә „menambahkan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada (Y) b) Karena itu, (Y) berpindah pada sesuatu yang lain (Z)

c) (X) ingin (Z) menjadi sesuatu yang lebih baik dengan adanya (Y) berbentuk benda padat

d) (X) melakukan sesuatu seperti itu

2. Makna verba mәήuRahkә „menuangkan‟

Verba mәήuRahkә „menuangkan‟ memiliki makna yang hampir sama ciri semantisnya dengan verba mәnambakә „menambahkan‟. Untuk melihat makna dari verba mәήuRahkә „menuangkan‟ dan melihat perbedaan dari tiap verba, maka akan dijelaskan melalui contoh kemudian membentuk parafrase. Dapat dilihat pada contoh sebelumnya, pada contoh (1) menjelaskan bahwa sifat santan yaitu berupa cairan.

Sehingga verba mәήuRahkә „menuangkan‟ lebih dominan digunakan pada klausa

(40)

tersebut. Walaupun verba mәnambakә „menambahkan‟ dapat berterima pada klausa tersebut. Contoh (2) juga menjelaskan bahwa sifat garam berbentuk padat dan lebih dominan kepada verba mәnambakә „menambahkan‟. Namun keduanya dapat berterima apabila dimasukkan dalam klausa tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada parafrase verba berikut.

mәήuRahkә „menuangkan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada (Y) b) Karena itu, (Y) berpindah pada sesuatu yang lain (Z)

c) (X) ingin (Z) menjadi sesuatu yang lebih baik dengan adanya (Y) berbentuk benda cair

d) (X) melakukan sesuatu seperti itu

Parafrase pada kedua verba tersebut dapat terlihat perbedaannya pada komponen (c), hal ini dapat dilihat pada bentuk objek nya. Verba mәnambakә „menambahkan‟

lebih dominan pada benda padat dan verba mәήuRahkә „menuangkan‟ lebih dominan pada benda cair, namun keduanya dapat berterima pada klausa yang sama dan menginginkan sesuatu menjadi lebih baik.

3. Makna verba mәɳiRemkә „mengirimkan‟

Selanjutnya, verba mәɳiRemkә „mengirimkan‟ memiliki makna yang hampir sama ciri semantisnya dengan verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟. Untuk melihat makna dari verba mәɳiRemkә „mengirimkan‟ dan melihat perbedaan dari tiap verba, maka akan dijelaskan melalui contoh kemudian membentuk parafrase. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(3) Awak mәɳantaRkә / mәɳiRemkәsuRat tuk nek lewat pos

„Saya mengantarkan/mengirimkan surat untuk nenek melalui pos‟

(41)

(4) Pakcik mәɳantaRkә / mәɳiRemkәbeRas tuk nek petaɳ ni kә kәdai nek

„Paman mengantarkan/mengirimkan beras untuk nenek sore ini ke warung nenek‟

Kedua contoh di atas, dapat dilihat perbedaannya. Verba mәɳiRemkә ‘mengirimkan‟

memiliki objek yaitu sebuah surat yang diberikan kepada orang lain dan berpindah kepemilikan.

Kemudian, pada klausa tersebut verba mәɳiRemkә „mengirimkan‟ sebuah surat atau objek tersebut melalui perantara yaitu melalui pos. Kemudian, verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟ memiliki objek barang dimana tidak memberikan melalui perantara namun secara langsung ke kedai nenek tersebut. Berdasarkan kedua verba tersebut, berikut akan dirincikan melalui parafrase makna.

mәɳiRemkә„mengirimkan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (Y) b) Karena itu, (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z)

c) (X) ingin (Z) menerima atau mengetahui tentang sesuatu (Y) melalui sesuatu d) (X) melakukan sesuatu seperti itu

4. Makna verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟

Verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟ memiliki makna yang hampir sama ciri semantisnya dengan verba mәɳiRemkә „mengirimkan‟. Untuk melihat makna dari verba verba mәɳantaRkә

„mengantarkan‟ dan melihat perbedaan dari tiap verba, maka akan dijelaskan melalui contoh kemudian membentuk parafrase. Namun, pada contoh sebelumnya yaitu pada contoh (3) dan (4) verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟ memiliki objek barang dimana tidak memberikan melalui perantara namun secara langsung ke kedai nenek tersebut. Berikut parafrase makna verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟.

mәɳantaRkә „mengantarkan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (Y)

b) Karena itu, (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z) pada waktu yang sama c) (X) ingin (Z) menerima atau mendapat sesuatu yang lebih baik

(42)

Dapat dilihat pada parafrase tersebut, terlihat perbedaan pada komponen (b) dan (c). Hal ini jelas berbeda karena pada verba mәɳiRemkә „mengirimkan‟ memerlukan sebuah perantara agar hal tersebut dapat terjadi. Berbeda hal nya dengan verba mәɳantaRkә „mengantarkan‟, pada verba tersebut dengan diantarnya sebuah barang yang mungkin dibutuhkan oleh orang lain pada waktu yang sama, sehingga sangat diperlukan saat itu juga. Perbedaan kedua verba itu terletak pada sebuah perantara dan perbedaan waktu.

5. Makna verba mәɳasikә „memberikan‟

Makna verba mәɳasikә „memberikan‟ memiliki sintaksis makna universal yaitu

“seseorang (X) melakukan sesuatu pada sesuatu (Y), karena ini Y berpindah pada seseorang/sesuatu yang lain (Z)‟. Hal ini mencakup entitas tidak bernyawa yang tindakannya ditujukan kepada entitas bernyawa sekalipun terletak pada objek dan semantis yang sama, tetapi setiap butir leksikon memiliki perbedaan. Kemudian verba mәɳasikә „memberikan‟, mәmbagikә ‟membagikan‟ dan mәɳәbaRkә „menyebarkan‟

juga memiliki ciri semantis yang sama dan dapat dilihat berdasarkan objeknya. Berikut contoh yang dapat memberikan penjelasan mengenai perbedaan ketiga verba tersebut.

(5) guRu ήan mәɳasikә/ mәmbagikә / mәɳәbaRkә suRat ujian ne samә kami pagi ne

„Guru itu memberikan/membagikan/menyebarkan soal ujian kepada kami pagi ini‟

(6) ucu mәɳasikә/ mәmbagikә / mәɳәbaRkә jajane samә kawanήe petaɳ ne

„Adik memberikan/membagikan/menyebarkan jajanan kepada temannya sore ini‟

(7) zaenab sukә mәɳasikә/ mәmbagikә / mәɳәbaRkә aib oRaɳ kampoɳ ne dah lama dah

„Zaenab suka memberikan/membagikan/menyebarkan aib orang kampong ini sejak dulu‟

Ketiga contoh di atas, dapat memberikan penjelasan dimana ada perbedaan pada verba mәɳasikә „memberikan‟ soal ujian pada saat itu juga. Seseorang atau guru

(43)

kepemilikan kepada para siswa sekolah. Kemudian verba mәmbagikә ‟membagikan‟

sebuah jajanan kepada temannya, itu juga terjadi secara langsung tanpa perantara.

Sedangkan verba mәɳәbaRkә „menyebarkan‟ sesuatu yang disebarkan atau aib tersebut, jelas tidak secara langsung didapatkan atau didengar orang secara langsung. Namun dari mulut ke mulut sehingga seseorang telah mendengarkan berita tersebut. Hal itu juga terjadi melalui perantara yaitu dari mulut ke mulut seseorang yang kemudian kemungkinan sampai ke telinga orang lain tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui parafrase makna berikut.

mәɳasikә „memberikan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada (Y)

b) Karena itu, (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z) pada waktu yang sama c) (X) ingin (Z) mengetahui dan mendapatkan sesuatu tentang (Y)

d) (X) melakukan seperti itu

6. Makna verba mәmbagikә „membagikan‟

Verba mәɳasikә „memberikan‟, mәmbagikә „membagikan‟ dan mәɳәbaRkә

„menyebarkan‟ juga memiliki ciri semantis yang sama dan dapat dilihat berdasarkan objeknya. Contoh sebelumnya yaitu contoh (5) , (6) dan (7) verba mәmbagikә

„membagikan‟ sebuah jajanan kepada temannya, itu juga terjadi secara langsung tanpa perantara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada parafrase makna berikut.

mәmbagikә „membagikan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada (Y)

b) Karena itu, (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z) pada waktu yang sama c) (X) ingin (Z) mendapatkan sesuatu (Y)

d) (X) melakukan seperti itu

(44)

7. Makna verba mәɳәbaRkә „menyebarkan‟

Verba mәɳәbaRkә „menyebarkan‟,mәɳasikә „memberikan‟, dan mәmbagikә „membagikan‟

juga memiliki ciri semantis yang sama dan dapat dilihat berdasarkan objeknya. Contoh sebelumnya yaitu contoh (5) , (6) dan (7) verba mәɳәbaRkә ‘menyebarkan‟ sesuatu yang disebarkan atau aib tersebut, jelas tidak secara langsung didapatkan atau didengar orang secara langsung. Namun dari mulut ke mulut sehingga seseorang telah mendengarkan berita tersebut. Hal itu juga terjadi melalui perantara yaitu dari mulut ke mulut seseorang yang kemudian kemungkinan sampai ke telinga orang lain tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui parafrase makna berikut.

mәɳәbaRkә „menyebarkan‟

a) Pada waktu itu, seseorang (X) melakukan sesuatu pada (Y)

b) Karena itu, (Y) berpindah pada seseorang yang lain (Z) pada proses waktu yang cukup lama

c) (X) ingin (Z) mengetahui sesuatu tentang sesuatu (Y) melalui sesuatu d) (X) melakukan seperti itu

Parafrase makna dari ketiga verba tersebut, cukup memberikan poin perbedaan pada poin (b) dan (c). Terlihat pada verba mәɳasikә „memberikan‟ dan verba mәmbagikә „membagikan‟ memiliki ciri semantis yang sama. Keduanya terlihat sama namun perbedaannya hanya pada verba mәɳasikә „memberikan‟ di poin (c) bisa saja mendapatkan dan mengetahui sesuatu, sementara di poin (b) pada verba mәmbagikә

„membagikan‟ hanya mendapatkan sesuatu saja. Kemudian verba mәɳәbaRkә

„menyebarkan‟ sesuatu yang disebarkan dan tidak secara langsung didapatkan atau diketahui orang. Namun melalui sebuah perantara bisa saja dari mulut ke mulut sehingga seseorang telah mengetahui tentang sesuatu itu. Verba mәɳәbaRkә „menyebarkan‟ ini terlihat jelas pada poin (b) dan (c) yang berbeda dan juga bisa saja melalui proses waktu yang cukup lama apabila diketahui oleh lainnya.

(45)

8. Makna verba mәɳajaRkә ‘mengajarkan‟

Selanjutnya, pada verba mәɳajaRkә ‘mengajarkan‟, mәɳampekkә

‘menyampaikan‟, dan mәnasehatkә „menasihatkan‟ juga memiliki ciri semantis yang sama terletak pada objeknya yang tidak senyawa sehingga juga berpindah kepemilikan kepada orang lain walaupun tidak terlihat bentuknya namun bermanfaat bagi orang lain.

Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada contoh klausa berikut.

(8) ayah mәɳajaRkә / mәɳampekkә/ mәnasehatkәsamә kami ɳan ilmu yaɳ diә puήә

„Ayah mengajarkan/menyampaikan/menasihatkan kepada kami dengan ilmu yang dimilikinya‟

(9) yoɳ mәɳajaRkә / mәɳampekkә/ mәnasehatkәsamә muRedήe tentaɳ sәjaRah

„Kakak mengajarkan/menyampaikan/menasihatkan kepada para siswanya tentang sejarah‟

(10) pakcik mәɳajaRkә / mәɳampekkә / mәnasehatkә kәmanten ήan ɳan sәkapuR siReh

„Paman mengajarkan/menyampaikan/menasihatkan pengantin itu dengan sekapur sirih‟

Ketiga contoh di atas merupakan verba yang dapat berterima pada klausa tersebut. Namun ada beberapa perbedaan yang terlihat pada proses penyampaiannya.

Seperti verba mәɳajaRkә ‘mengajarkan‟ merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui mulut dan organ tubuh lainnya sehingga seseorang mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya seperti pelajaran baru atau ilmu baru yang diajarkan melalui sebuah proses ilmiah. Kemudian pada verba mәɳampekkә ‘menyampaikan‟ hanyalah sebuah tindakan melalui mulut saja dan biasanya agar seseorang mengetahui tentang sesuatu yang baik. Kemudian hal ini berbeda dengan verba mәnasehatkә

„menasihatkan‟, pada verba tersebut melakukan sebuah tindakan berupa ucapan yang senantiasa akan berpengaruh pada seseorang yang lain, dan juga kemudian akan memberikan sesuatu yang lebih baik untuk kedepannya. Untuk lebih jelas, dapat dilihat

Gambar

Table 1 Perangkat Makna Asali Bahasa Indonesia
Gambar 1 Kerangka Teoritis
Gambar 2 Lokasi Penelitian Peta Desa Pematang Biara
Gambar 3 Informan Kunci Informan kunci Desa Pematang Biara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sebab-sebab perusahaan yang dikategorikan bangkrut kemudian mengganti auditor dan menerima opini audit non-going concern dapat berupa bahwa auditor yakin tindakan yang dilakukan

Sementara itu, ketrampilan dan sumber ekonomi mereka tidak memungkin mereka untuk beralih kerja lainnya apalagi pekerjaan yang sifatnya formal, terlebih karena mereka memiliki beban

Beberapa simpulan tersebut, yaitu: sistem informasi akuntansi yang diterapkan perusahaan sudah berjalan dengan cukup baik; perusahaan menggunakan sistem yang terhubung dengan

[r]

At the end, investors purchase stock to receive a share of a firm’s earnings, which is normally distributed through dividends; however, investors may have different perspective

[r]

orang lain, kecuali secara terrulis dengan jclas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan. disebutkan nama dan pengarang dan

Pada studi yang dilakukan di China ditemukan bayi yang lahir dari ibu yang kekurangan berat badan sebelum kehamilan (BMI 18,5 kg/m 2) berada beresiko deficit pertumbuhan janin