BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Dalam penelitian ini dijelaskan beberapa konsep dasar, yaitu verba, verba gerakan, verba gerakan agentif, komponen semantis, kategori semantis, dan makna. Berikut dijelaskan kelima konsep dasar tersebut :
2.1.1 Verba
Konsep verba dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat Mulyadi
(2000b: 42) yang mengatakan bahwa verba dikonsepsi sebagai peristiwa. Sebagai peristiwa verba mengimplikasikan perubahan waktu.
2.1.2 Verba Gerakan
Menurut Talmy (1985: 60 dalam Goddard, 1998: 197) verba gerakan adalah suatu perubahan yang menghubungkan cara gerak dengan lokasi, gerakan
juga melibatkan sumber (titik asal gerakan) dan tujuan (titik tujuan gerakan). Contoh verba gerakan adalah jatuh, berjalan, terpeleset, terperosok, pergi, berenang.
2.1.3 Verba Gerakan Agentif
Menurut Mulyadi (1998: 116) verba gerakan agentif adalah verba dengan
gagasan kesengajaan, seperti pergi, berjalan, dan melompat. Selanjutnya, menurut Goddard (1998: 201-202) verba gerakan agentif adalah suatu peristiwa yang
menghubungkan cara gerak dengan kecepatan seperti cepat dan lambat,
juga dimanfaatkan durasi SELAMA BEBERAPA WAKTU dan unsur-unsur
spasial DEKAT dan JAUH.
2.1.4 Komponen Semantis
Komponen semantis adalah perangkat makna yang dimiliki oleh sebuah butir leksikal (Mulyadi, 2000a: 78). Lebih lanjut, Mulyadi (2000a: 78) mengatakan bahwa komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti, „seseorang‟, „sesuatu‟, „mengatakan‟, „melakukan‟, „terjadi‟, „ini‟,
dan „baik‟.
2.1.5 Kategorisasi
Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan
komponen semantisnya (Mulyadi, 2010: 169). Misalnya, komponen „pada waktu itu, X bergerak‟ memuat anggota verba mardalan „berjalan‟, marlojong „berlari‟,
dan mangalangka „melangkah‟ yang terdapat dalam satu ranah semantis yang
sama (Miranti, 2016: 7).
2.1.6 Makna
Menurut Wierzbicka (1996: 170) makna sebuah kata adalah konfigurasi
dari makna asali untuk setiap kata. Lebih lanjut, Wierzbicka (1996: 170) mengatakan bahwa konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotik. Prinsip ini
menyatakan bahwa makna tidak dapat dideskripsikan tanpa perangkat makna asali. Artinya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali. Dengan pernyataan ini, analisis makna sekompleks apa pun dapat dijelaskan tanpa harus
berputar-putar (Wierzbicka, 1996: 10). Berdasarkan hal tersebut, teori MSA tidak terlepas dari sejumlah konsep teoretis penting, seperti makna asali, polisemi, dan
sintaksis makna universal.
2.2.1 Makna Asali
Makna asali adalah seperangkat makna yang tidak berubah dan telah
diwarisi manusia sejak lahir (Subiyanto, 2008: 270). Makna asali merupakan refleksi dan pembentukan pikiran yang dapat dieksplikasi dari bahasa alamiah
yang merupakan satu-satunya cara merepresentasikan makna (Wierzbicka, 1996: 31). Eksplikasi makna tersebut harus meliputi makna kata-kata yang secara intuitif berhubungan atau sekurang-kurangnya memiliki medan makna yang sama, dan
makna kata-kata itu dianalisis berdasarkan komponennya. Seperangkat makna asali diharapkan dapat menerangkan makna kompleks menjadi lebih sederhana
tanpa harus berputar-putar (Wierzbicka 1996: 12).
Dalam teori MSA secara keseluruhan eksponen makna asali bersumber
Tabel 2.1 Perangkat Makna Asali dalam Bahasa Indonesia
(Mulyadi, 2010: 170, diadaptasi dari Goddard, 2006:12)
2.2.2 Polisemi
Polisemi adalah bentuk leksikon tunggal untuk mengekspresikan dua makna asali yang berbeda (Mulyadi, 2000b: 43). Di antara dua makna asali itu
tidak terdapat hubungan komposisi (nonkomposisi) sebab masing-masing mempunyai kerangka gramatikal yang berbeda. Misalnya, dalam bahasa
Yankunytjatjara konsep BERPIKIR dan MENDENGAR diwujudkan pada verba
kulini (Wierzbicka 1996b: 25—26 dalam Mulyadi dan Siregar, 2006: 70). Menurut Goddard (1996a: 31 dalam Mulyadi dan Siregar, 2006: 71), ada dua
hubungan nonkomposisi yang paling kuat, yakni hubungan pengartian (entailment-like relationship) dan hubungan implikasi (implicational
Komponen Elemen Makna Asali
Substantif AKU, KAMU, SESEORANG/ORANG, SESUATU/ HAL, TUBUH
Substantif Relatif JENIS BAGIAN Pewatas INI, SAMA, LAIN
Penjumlah SATU, DUA, SEMUA, BANYAK, BEBERAPA
Evaluator BAIK, BURUK
Deskriptor BESAR, KECIL
Predikat mental PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT, DENGAR
Ujaran UJAR, KATA, BENAR
Tindakan, peristiwa, gerakan, perkenaan
LAKU, TERJADI, GERAK, SENTUH
Keberadaan dan milik ADA, PUNYA Hidup dan mati HIDUP, MATI
Waktu BILA/WAKTU, SEKARANG, SEBELUM,
SETELAH, LAMA, SEKEJAP, SEBENTAR, SEKARANG, SAAT
Ruang (DI) MANA/TEMPAT, (DI) SINI, (DI) ATAS, (DI) BAWAH, JAUH, DEKAT, SEBELAH, DALAM Konsep logis TIDAK, MUNGKIN, DAPAT, KARENA, JIKA Augmentor, intensifier SANGAT, LEBIH
relationship). Hubungan pengartian diilustrasikan pada
MELAKUKAN/TERJADI dan MELAKUKAN PADA/TERJADI. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen TERJADI dan MERASAKAN. Seperti contoh
berikut:
(3) Jika X MELAKUKAN sesuatu pada Y sesuatu TERJADI pada Y
(4) Jika X MERASAKAN sesuatu sesuatu TERJADI pada X
2.2.3 Sintaksis Makna Universal
Menurut Mulyadi dan Siregar (2006: 71) sintaksis makna universal adalah
kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya. Unit dasar sintaksis makna
universal dapat disamakan dengan “klausa”, dibentuk oleh substantif dan predikat, serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya. Contoh pola sintaksis makna universal antara lain ialah
(6) Aku melihat sesuatu di tempat ini. (7) Sesuatu yang buruk terjadi padaku.
(8) Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang buruk tentang aku.
(9) Aku tahu bahwa kau orang yang baik.
(seperti „seseorang melakukan sesuatu pada seseorang‟). Begitu pula,
MENGATAKAN, di samping memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib
(seperti „seseorang mengatakan sesuatu‟), juga “pesapa” (seperti „seseorang
mengatakan sesuatu pada seseorang‟), atau “topik” (seperti „seseorang
mengatakan sesuatu tentang sesuatu‟), atau “pesapa” dan topik” (seperti
„seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu‟) (Mulyadi dan
Siregar, 2006: 71).
Berdasarkan konsep makna asali, polisemi, dan sintaksis makna universal
hubungan ketiga konsep tersebut dalam kajian makna diringkas dalam skema di bawah ini.
Makna Asali
Polisemi Sintaksis Makna Universal
Makna Asali Makna
Gambar 2.1 : Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna (Sumber: Mulyadi dan Rumnasari Siregar, 2006: 71)
maka persamaan dan perbedaan makna dapat diungkapkan secara tuntas dan tidak
berputar-putar seperti pada contoh:
pergi
(a) X bergerak dari A ke B
(b) Sebelum ini, X berada di tempat A (c) X ingin berada di tempat lain
(d) Karena ini, X pindah selama beberapa waktu
(e) Karena ini, setelah ini X tidak berada di tempat A lagi (f) X berada di tempat B
(Goddard, 1998: 204)
Berdasarkan penjelasan di atas sejalan dengan teori MSA model parafrase
yang akan dirumuskan untuk makna verba gerakan agentif dalam bahasa Jawa sebagai berikut :
(a) Pada waktu itu, seseorang/sesuatu (X) bergerak (sumber/tujuan/lokasi) (b) Sebelum ini, X berada di tempat A
(c) X bergerak selama beberapa waktu (d) X bergerak dengan cara tertentu (e) Setelah ini, X berada di tempat B (f) X menginginkan ini
(g) X bergerak seperti ini
2.3 Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka digunakan untuk memaparkan beberapa hasil penelitian
yang sebelumnya sudah dilakukan oleh para ahli khususnya kajian dalam bidang semantik yang menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Hasil
penelitian tersebut digunakan sebagai bahan rujukan dan acuan dalam penelitian verba gerakan agentif dalam bahasa Jawa ini. Berikut dijelaskan hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini.
Penelitian yang paling relevan adalah penelitian Nainggolan (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Verba Gerakan Agentif dalam Bahasa Batak Toba”.
dan mengeksplikasikan semua makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatis,
termasuk aspek tata bahasa dan tipologi universal melalui seperangkat elemen sederhana. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode
simak dan metode cakap. Kemudian, dianalisis dengan menggunakan metode agih yang didukung dengan metode padan. Dalam penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan metode informal. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa verba gerakan agentif bahasa Bata Toba dikategorisasikan berdasarkan komponen semantis dan makna verba gerakan agentif dalam bahasa
Batak Toba dibentuk oleh dua makna asali, yaitu MELAKUKAN dan TERJADI yang berkombinasi membentuk sintaksis makna universal „Pada waktu itu, X
bergerak‟.
Kontribusi penelitian Nainggolan terletak pada cara mengkategorisasikan berdasarkan komponen semantis serta pembentukan sintaksis makna universal
yang terbentuk dari makna asali. Penelitian ini membagi kategori verba gerakan agentif menjadi tujuh bagian, di antaranya „Pada waktu itu, X bergerak ke suatu tempat‟, „Pada waktu itu, X bergerak di atas Y‟, „Pada waktu itu, X bergerak dari
suatu tempat‟, „Pada waktu itu, X bergerak ke bawah Y‟. Penelitian ini sangat berkontribusi terhadap penelitian verba gerakan agentif dalam bahasa Jawa.
Teori MSA juga diterapkan oleh Subiyanto (2008) dalam artikelnya “Verba Gerakan Bukan Agentif dalam Bahasa Jawa” yang secara khusus
membahas makna dan struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa. Dalam hal ini, teori MSA digunakan untuk menjelaskan makna dan struktur semantis. Data yang digunakan adalah data lisan dan data tulisan yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Berdasarkan
hasil penelitiannya, makna verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa memiliki ciri [+dinamis], kesengajaan], [+/- kepungtualan], [+/- aspek], dan
[-kinesis]. Selanjutnya, struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu BERGERAK/MELAKUKAN dan MELAKUKAN/TERJADI.
Penelitian ini memberikan kontribusi pada komponen semantis arah
gerakan (mis. „X bergerak horizontal‟ dan „X melakukan beberapa kali‟). Komponen semantis yang diusulkannya diterapkan dan dikembangkan dalam
penelitian untuk menganalisis komponen makna verba gerakan agentif dalam bahasa Jawa.
Penelitian yang secara khusus membahas makna dikaji oleh Gepner (2016)
dalam artikelnya yang berjudul “The Semantics of Motion Verbs in Russian”. Penelitian ini digunakan pendekatan semantik. Dalam tulisan ini membahas
perbedaan makna antara verba tentu (determinate) dan verba tak tentu (indeterminate) dalam bahasa Rusia. Hal ini menyatakan bahwa perbedaan itu terletak pada arah gerak. Verba tentu berhubungan dengan gerak dalam satu arah,
sedangkan verba tak tentu tidak ditentukan untuk setiap arah. Penelitian ini juga menyatakan suatu kebenaran bahwa verba tak tentu adalah kejadian yang
mengkodekan kemajemukan dari peristiwa, sedangkan verba tentu adalah kejadian tunggal. Kombinasi verba tentu dengan preposisi menunjukkan kejadian
Penelitian ini memberi kontribusi dari contoh data terhadap penelitian
verba gerakan dalam bahasa Jawa. Selain itu juga memberikan pemahaman bahwa setiap bahasa di dunia sangat unik dan memiliki perbedaan makna pada setiap
kata yang bersinonim.
Selanjutnya, Asher dan Pierre Sablayrolles (1994) dalam artikelnya yang berjudul “A Compotitional Spatio-temporal Semantics for French Motion Verbs
and Spatial PPs”. Dalam tulisan ini menggunakan digunakan teori representasi
wacana (DRT). Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengklasifikasikan berbagai
kemungkinan wacana acuan yang dipahami sebagai gerakan yang mewakili untuk menentukan posisi spatio temporal. Dalam tulisan ini menghasilkan semantik spatio temporal sifat gerak kompleks dalam bahasa Perancis. Dengan gerak
kompleks dapat dipahami bahwa verba gerakan diikuti dengan preposisi kalimat tambahan (PP). Selanjutnya penelitian ini membangun spatio temporal sifat
semantik komposisi verba gerak kompleks. Penelitian ini juga mengklaim bahwa spasial dan temporal verba gerak kompleks adalah fungsi dari spasial dan semantik temporal setiap komponen kompleks.
Penelitian tersebut memberikan pemahaman dari segi pembagian kelas verba gerakan yang ditentukan dari semantik dasar verba gerakan dan preposisi
Hasil penelitian yang berbeda dijelaskan oleh Mulyadi (2009) dalam artikelnya yang berjudul “Kategori dan Peran Semantis Verba dalam Bahasa
Indonesia”. Penelitian ini menggunakan teori MSA dan teori Peran Semantis
Rampatan (PSR). Teori MSA memetakan tipe-tipe semantis VBI, sementara teori PSR untuk menerangkan peran semantis argumen VBI. Data dalam penelitian ini menggunakan data lisan yang diperoleh melalui metode simak dan metode cakap.
Data tulis BI dikumpulkan dari surat kabar, majalah, novel, dan kamus. Data juga bersumber dari intuisi kebahasaan peneliti. Selanjutnya, data dianalisis dengan
menggunakan metode padan dan metode agih. Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal. Hasil analisi menunjukkan bahwa verba BI memiliki tiga kelas utama yaitu, keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan
terdiri dari kognisi, pengetahuan, perasaan, persepsi, volisi, dan posesi; verba proses mencakup peristiwa dan gerakan non agentif; dan verba tindakan terdiri
dari gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan. Peran semantis verba keadaan memiliki aktor sebagai pengalam dan penderita sebagai lokatif, stimulus, dan tema, kecuali verba persepsi memiliki hubungan agen-stimulus. Verba proses
adalah penderita, peran ini digolongkan sebagai pasien dan tema. Verba tindakan dengan argumen tunggal seperti gerakan agentif mempunyai relasi agen.
Penelitian ini memberikan pemahaman mengenai pembagian tipe semantis VBI. Khususnya verba tindakan yang mengandung tiga subtipe yaitu verba