PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI JARANAN
DENGAN TEKNIK VEKTOR SEBAGAI UPAYA
x
ABSTRAK ...vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 4
1.4 Tujuan ... 5
1.5 Manfaat ... 5
Manfaat Teoritis ... 5
Manfaat Praktis ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Terdahulu ... 6
2.2 Pengertian Tari ... 7
2.3 Sejarah Jaranan ... 9
2.4 Kajian Tentang Buku ... 11
xi
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 26
3.3 Teknik Analisis Data ... 28
3.4 Data dan Sumber Data ... 29
3.3.2 Data Primer ... 29
3.3.3 Studi Sekunder ... 2
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Data Wawancara dan Observasi ... 31
4.1.3 Literatur ... 36
4.1.4 Hasil Studi Eksisting ... 38
4.2 Konsep dan Keyword ... 40
4.2.2 Unique Selling Preposition ... 42
4.2.3 Analisis SWOT ... 43
xii
4.2.6 Deskripsi Konsep ... 48
4.3 Perancangan Kreatif ... 49
4.3.1 Tujuan Kreatif ... 49
4.3.2 Strategi Kreatif ... 49
4.3.3 Sinopsis Cerita ... 53
4.3.4 Strategi Media ... 55
4.3.6 Implementasi Karya ... 58
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 84
xiii
Gambar 4.1 Buku Ilustrasi Jaran Kencak Studi Eksisting ... 39
Gambar 4.2 Buku Ilustrasi “We Indonesian Do it” ... 40
Gambar 4.3 Tabel SWOT ... 45
Gambar 4.4 Analisis Keyword ... 47
Gambar 4.5 Font Space Comics ... 52
Gambar 4.6 Font Century Gothic ... 52
Gambar 4.7 Warna ... 53
Gambar 4.8 Buku Jaranan The Horse Dance And Trance In East Java ... 54
Gambar 4.9 Tabel Biaya Produksi yang Digunakan dalam Media Utama ... 57
Gambar 5.0 Tabel Estimasi Biaya Penjualan Buku Ilustrasi ... 57
Gambar 4.12 Cover Buku ... 58
Gambar 4.13 Cover Belakang ... 59
Gambar 4.14 Sub Cover ... 60
Gambar 4.15 Halaman Hak Cipta ... 61
Gambar 4.16 Halaman Kata Pengantar ... 62
Gambar 4.17 Halaman Terima Kasih ... 63
Gambar 4.18 Halaman Daftar Isi ... 64
Gambar 4.19 Halaman Alat Musik Gamelan ... 65
xiv
Gambar 4.22 Halaman Alat Musik Ketuk ... 66
Gambar 4.23 Halaman Alat Musik Slompret ... 67
Gambar 4.24 Halaman Alat Musik Gong ... 67
Gambar 4.25 Halaman Semua Alat Musik ... 68
Gambar 4.26 Halaman Visual Kerajaan Kediri ... 68
Gambar 4.27 Halaman Visual Kerajaan Kediri dan Dewi Songgolangit ... 69
Gambar 4.28 Halaman Visual Kerajaan Kediri dan Pujangga Anom ... 69
Gambar 4.29 Halaman Visual Kerajaan Kediri dan Singobarong ... 70
Gambar 4.30 Halaman Visual dalam Kerajaan Kediri ... 71
Gambar 4.31 Halaman Visual Kerajaan Kediri dan Dewi Songgolangit ... 72
Gambar 4.32 Halaman Visual dalam Kerajaan Lodoyo ... 73
Gambar 4.33 Halaman Pertempuran Singobarong dan Klono Sewandono ... 74
Gambar 4.34 Halaman Klono Sewandono dan Dewi Songgolangit ... 75
Gambar 4.35 Halaman Visual Karakter dan Moral ... 76
Gambar 4.36 Halaman Biodata Penulis ... 76
Gambar 4.37 Media Pendukung Poster Jaranan Kediri ... 77
Gambar 4.38 Media Pendukung Pembatas Buku ... 78
xv
LAMPIRAN 1 Form Revisi 1 ... 84
LAMPIRAN 2 Form Revisi 2 ... 85
LAMPIRAN 3 Form Revisi 3 ... 86
LAMPIRAN 4 Form Revisi 1 kolokium 2 ... 87
LAMPIRAN 5 Form Revisi 2 kolokium 2 ... 88
LAMPIRAN 8 Form Kartu Kegiatan Seminar ... 89
1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pada era modern ini, banyak produk kesenian budaya yang terlupakan.
Negara Indonesia merupakan negara dengan mempunyai berbagai macam warisan
budaya, yang setiap daerahnya mempunyai karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda
dengan kota lain. Karakteristik atau ciri-ciri setiap daerah menunjukkan budaya di
mana berasal. Kesenian-kesenian tersebut sudah ditinggalkan salah satunya adalah
kesenian tari kuda lumping atau yang biasa disebut tari jaranan yang berasal dari
Kediri. Tari Jaranan bukan hanya sekedar untuk penyambutan tamu-tamu penting
pemerintah, hiburan, tetapi sebagai alat pemersatu warga Kediri. Dengan adanya
aktivitas seperti kedatangan tamu-tamu penting pemerintah, membuat kesenian
jaranan dikenal sebagai salah satu ikon pariwisata dengan kesenian kota Kediri.
Kesenian tari jaranan merupakan kesenian budaya yang didalamnya
menceritakan sejarah singkat tentang terlahirnya kesenian tari jaranan. Dalam
pementasan jaranan terdapat gerakan tari dan alat-alat musik yang mengiringi
seperti gamelan, gong, kenong, kendang. Jaranan terkenal dengan kegiatan mistis
disetiap pementasannya, mulai dari yang kesurupan, sampai memakan hal-hal yang
tidak wajar, seperti memakan rumput dan pecahan kaca.
Dalam kesenian kuda lumping atau jaranan mempunyai karakteristik atau
ciri-ciri yang berbeda disetiap daerahnya. Seperti yang kita ketahui, kesenian
jaranan tersebut, berasal dari banyak daerah dan mengakui bahwa kesenian
tradisional tersebut sebagai budaya mereka. Contohnya kuda lumping Jawa Tengah
berbeda dengan kuda lumping Jawa Timur.
Sayangnya pada saat ini, kesenian seperti jaranan ini sekarang sudah mulai
ditinggalkan oleh generasi muda. Banyak kesenian-kesenian serta budaya yang
ditinggalkan oleh nenek moyang Indonesia, tidak hanya jaranan. Jaranan hanya
sebagaian kecil kesenian dari bangsa Indonesia. Maka dari itu, kita sebagai warga
Indonesia hanya diminta untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan dan kesenian
tersebut. Hanya segelintir orang yang masih bertahan untuk melestraikan, salah
satunya kesenian tari jaranan Kediri. Kurangnya informasi diberbagai media atau
untuk mempelajari kesenian tari jaranan, membuat tari jaranan Kediri dilupakan.
Maka dari itu untuk menarik minat masyarakat dan daerah Kediri, dengan membuat
buku ilustrasi jaranan kepada anak-anak, sebagai awal untuk memperkenalkan
dengan mengenal sejarah budayanya dan kita sebagai penerus bangsa harus
menjaga dan mengembangkan.
Hal ini dilakukan agar kesenian tersebut tidak hilang termakan zaman dan
generasi penerus kesenian tari jaranan Kediri dapat mewarisi kebudayaannya.
Karena siapa lagi yang akan melanjutkan kesenian tersebut kalau bukan penerus
bangsa, untuk lebih mengenal budayanya sendiri.
Alat atau media dalam penyampaian informasi dalam bentuk cetak
(hardcopy) ataupun berbentuk digital. Salah satu media informasi cetak adalah
buku. Menurut Muktiono (2003) Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan
sumber pembanguan watak bangsa. Buku adalah sarana informasi yang efektif,
media informasi lainnya. Hal itu dikarenakan kegiatan membaca buku yaitu
meresapi, menganalisa, dan menginterprestasi yang dilakukan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam bentuk gambar
(visual) dan tulis-tulisan (verbal), yang dapat membuat pembaca lebih mudah
mengingat isi dari buku tersebut.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1996), ilustrasi dibagi
menjadi dua jenis yaitu ilustrasi audio dan ilustrasi visual. Ilustrasi audio berarti
alat-alat musik yang mengiringi suatu pertunjukkan sandiwara di pentas, radio
ataupun musik yang melatari sebuah film. Ilustrasi visual atau yang lebih dikenal
dengan kata lain ilustrasi yaitu gambar dapat berupa foto atau lukisan untuk
membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya, dan dapat juga
bermakna gambar, desain, diagram untuk penghias halaman sampul.
Dalam New Encyclopedia (funk & wagnals) “ Illustration is pictorial
material appearing with text and amplifying or enchancing it, although illustration
may be maps, chart, diagrams, or object related in some mannerdirectly, indirectly,
symbolically” , yang berarti ilustrasi adalah materi gambar yang ditampilkan
dengan teks dan memperjelas atau memperindah atau membuat lebih menarik. Juga
dapat berupa peta diagram hiasan, mereka biasanya ditampilkan dalam bentuk
pemandangan, manusia, atau hubungan objek-objek dalam beberapa jenis secara
tidak langsung dengan simbol.
(Wojirsch, 1995) berpendapat, ilustrasi merupakan gambaran pesan yang
tak terbaca yang dapat menguraikan cerita, berupa gambar dan tulisan, yaitu grafis
informasi yang memikat. Sehingga dapat menjelaskan makna yang terkandung di
untuk melestarikan budaya lokal Kediri. Berupa gambar (visual) dan teks atau
kalimat dengan untuk memperjelas atau membuat lebih menarik. Karena gambar
ilustrasi dapat menerangkan secara gambar (visual) karakter dan teks kalimat, yang
membuat pembaca lebih mudah menangkap makna ataupun pesan-pesan mengenai
kesenian tradisional tari kuda lumping atau jaranan.
Berdasarkan pernyataan diatas, tujuan dari laporan ini adalah perancangan
buku ilustrasi jaranan dengan teknik vektor sebagai upaya melestarikan budaya
lokal Kediri.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana merancang buku ilustrasi jaranan dengan teknik vektor sebagai upaya
melestarikan budaya lokal Kediri?”
1.3Batasan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, maka ditentukan batasan-batasan
permsalahan agar laporan ini lebih fokus dan tidak meluas. Batasan-batasan
masalah tersebut antara lain :
a. Perancangan ini difokuskan pada kesenian tari jaranan yang berasal dari Kediri.
1.4Tujuan Perancangan
Tujuan yang ingin dicapai dari perancangan ini adalah :
a. Perancangan buku ilustrasi tentang jaranan Kediri dengan teknik vektor untuk
melestarikan budaya lokal.
b. Untuk menjaga kelestarian budaya tradisonal Indonesia.
c. Memberikan informasi untuk anak-anak tentang sejarah dan nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian tradisional tersebut, mendorong anak-anak agar
mau membaca buku sejak dini, danmembuat rasa bangga terhadap salah satu
kesenian budaya Indonesia.
1.5Manfaat
Di dalam perancangan ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil perancangan ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa,
memberikan informasi tentang penelitian terkait budaya, vektor,
langkah-langkah dalam pembuatan ilustrasi.
b. Manfaat Praktis
Perancangan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan informasi
kepada masyarakat tentang kesenian tradisional tari jaranan Kediri dan juga
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Studi Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai Kuda Lumping pernah dilakukan oleh
seorang mahasiswa Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya bernama
Phebii Kurnia Diajeng Challtis tahun 2011. Dengan judul penelitiannya yaitu
Penciptaan Buku Ilustrasi Legenda Tari Jaran Kencak sebagai Upaya
Memperkenalkan Budaya Lumajang Kepada Anak-anak. Peneltian tersebut untuk
memberikan informasi bahwa kesenian tari kuda lumping atau jaranan berasal dari
Lumajang. Hal ini membuktikan bahwa kesenian kuda lumping atau jaranan
bukan hanya ada di Jawa Timur atau Jawa Tengah. Karena kesenian tari kuda
lumping ini banyak daerah yang mengakui, bahwa kesenian tersebut berasal dari
daerahnya. Penelitian tersebut menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
meliputi: observasi, wawancara, telaah dokumen, focus group discussion, dan studi kompetitor.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasikan perbedaan antara
kesenian kuda lumping Lumajang dengan kuda lumping Kediri. Peneliti
sebelumnya pada bidang Desain Komunikasi Visual dengan cara penciptaan buku
ilustrasi dengan teknik aquarel. Peneliti hanya sekedar mengambil objek
penelitian Tari Kencak Lumajang khususnya pada tari kencak Lumajang sebagai
Dengan penelitian yang dilakukan saat ini diharapkan memberikan
manfaat, makna atau pesan-pesan yang terdapat pada kesenian tari kuda lumping
tersebut. Sehingga masyarakat luas bisa mengetahui fungsi dan perbedaan dalam
kesenian tari kuda lumping, karena setiap daerah mempunyai perbedaan entah dari
pakaian, cerita sejarah, dan iringan musik.
2.2Pengertian Tari
Jika kita mendengar kesenian tari, yang terlintas di pikiran kita adalah
seorang atau sekelompok orang yang melakukan gerakan-gerakan anggota tubuh
dengan gemulai dengan diiringin alunan alat musik tradisional. Kesenian tari
bukan hanya menggerakan anggota tubuh, melainkan pesan yang ingin
disampaikan oleh penari untuk penonton.
Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang memiliki media ungkap
atau substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia.
Gerak-gerak dalam tari bukanlah Gerak-gerak realistis atau Gerak-gerak keseharian, melainkan Gerak-gerak
yang telah diberi bentuk ekspresif. Gerak ekspresif ialah gerak yang indah, yang
bisa menggetarkan perasaan manusia. Gerak mengandung ritme tertentu, yang
dapat memberikan kepuasan batin manusia.
Gerak yang indah bukan hanya gerak yang halus saja, tetapi
gerak-gerak yang kasar, keras, kuat, penuh dengan tekanan-tekanan, serta gerak-gerak aneh
pun dapat merupakan gerak yang indah. Gerak merupakan elemen pertama dalam
tari, maka ritme merupakan elemen kedua yang juga sangat penting dalam tari
perkembangannya taraf kehidupan manusia di dunia ini termasuk pula kondisi
alam atau lingkungan, sosial dan kepercayaan atau agama atau lebih luasnya lagi
dengan perkembangan budayanya (Rusliana, hal:36-37)
a. Tari dalam Fungsi Sosial
Tari dalam kehidupan sosial masyarakat memiliki tiga fungsi utama, yaitu :
1) Tari untuk kebutuhan upacara kepercayaan yang disebut tari upacara.
2) Tari untuk kebutuhan hiburan atau kesenangan disebut tari hiburan.
3) Tari untuk memberikan kesenangan kepada pihak lain atau penonton disebut
tari pertunjukkan.
b. Tari dalam Fungsi Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode
tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara
bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Peranan seni tari dalam pendidikan
diartikan bagaimana dampak positif dari aktivitas manusia dalam seni tari dan
bagaimana pengaruh positifnya terhadapa kehidupan manusia baik secara individu
maupun kelompok.
c. Tari dalam Fungsi Ekonomi
Kehidupana dalam dunia seni tari bila dilaksanakan secara profesional
akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi bagi kehidupan pelaku, pengelolah
bahkan lebih luasnya lagi menjadi sumber devisa negara yang berkaitan dengan
2.3Sejarah Jaranan
Menurut Agus Suryanto, Ketua Pembina Kesenian Jaranan Turonggo
Putro Bismo, yang berada di Kelurahan Kampung dalem Kota Kediri menuturkan,
jaranan atau kuda lumping, sebenarnya menggambarkan cerita masa lalu. Raja
Bantar Angin, seorang raja dari Ponorogo bermaksud melamar Dewi
Songgolangit, putri cantik dari kerajaan Kediri, atau yang biasa disebut juga
dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Konon menurut cerita, karena
wajahnya yang jelek, Raja Bantar Angin akhirnya menyuruh Patihnya, yang
bernama Pujangga Anom, seorang patih yang dikenal sangat tampan. Agar Dewi
Sekartaji tidak tertarik dengan Patih Pujangga Anom, Raja Bantar Angin
memintanya memakai sebuah topeng buruk rupa. Lalu Patih Pujangga Anom,
datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud rajanya.
Putri Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan
topeng, merasa tersinggung, lalu menyumpahi agar topeng tersebut, tidak bisa
dilepas seumur hidup. Raja Bantar Angin, akhirnya datang sendiri ke kerajaan
Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgolangit meminta tiga persyaratan. Jika Raja
Bantar Angin bisa memenuhi, dirinya bersedia diperistri. Tiga syarat tersebut,
binatang berkepala dua, seratus pasukan berkuda berwarna putih, dan alat musik
yang bisa berbunyi jika dipukul bersamaan.
Sayangnya, Raja Bantar Angin, hanya bisa memenuhi 2 dari 3 persyaratan
tersebut, seratus kuda berwarna putih yang digambarkan dengan kuda lumping,
alat musik yang bisa dipukul bersamaan yakni gamelan. Sehingga, terjadi
pertempuran diantara keduanya. Kerajaan Kediri, datang dengan membawa
Ponorogo membawa pasukan, yang kini digmabrkan sebagai kesenian Reog
Ponorogo.
Diperjalanan, terjadi pertempuran, Raja Ponorogo yang marah, membabat
macan putih yang ditunggangi Patih Kerajaan Kediri, dengan cambuk
samandiman, hingga akhirnya melayang ke kepala salah satu kesatria dari
Ponorogo. Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor burung merak, kemudian
juga menempel di kepala kesatria tersebut, sehingga ada kepala manusia yang
ditempeli kepala macan putih dan merak, ini yang sekarang disimbolkan dengan
kesenian Reog Ponorogo. Bahkan, dalam tarian Reog, semua penari juga
membawa cambuk. Sementara dalam kesenian jaranan atau kuda lumping,
menggambarkan pasukan berkuda Dewi Sekartaji yang hendak melawan Raja
Ponorogo.
Barongan, Celeng dan Atribut didalamnya, sebagai simbol, selama dalam
perjalanan menuju Ponorogo yang melewati hutan belantara, pasukan juga
dihadang berbagai hal, seperti naga, dan hewan-hewan liar lainnya. Sementara,
terkait dengan munculnya makhluk halus yang konon merasuki tubuh penari,
dalam pertunjukkan jaranan, menurut Hariadi pawang seni tradisonal Jaranan
Kampung dalem, itu hanya ada di Kediri. Biasanya, kalau sudah menyatu dengan
jaranan, pemain yang kerasukan makhluk halus, agak sulit disadarkan. Mereka,
akan meminta berbagai macam makanan, seperti kemenyan, madu, dan candu.
Tak jarang, ada juga yang meminta ubi, jagung, ayam, hingga kambing yang
2.4Kajian Tentang Buku
Secara bahasa, buku berarti lembar kertas yang berjilid, baik itu berisi
tulisan atau gambar maupun kosong. Buku dapat berarti sekumpulan tulisan atau
gambar yang dikumpulkan dan disusun sedemikian rupa hingga membentu sebuah
lembaran yang dijilid.
Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangunan watak
bangsa (Muktiono, 2003:2). Buku dapat dijadikan pula sebagai sarana informasi
untuk memahami sesuatu dengan mudah. Dalam masyarakat, buku untuk
ana-anak umumnya adalah buku bergambar, karena ana-anak-ana-anak lebih mudah
memahami buku tersebut dengan banayak gambar dari pada tulisan, sedangkan
orang dewasa lebih fleksibel untuk memahami apa yang ada pada buku walaupun
tanpa gambar sekalipun (Muktiono, 2003).
Sehingga buku refrensi adalah sebuah buku yang disusun sedemikian rupa
yang memuat berbagai macam panduan dan tata cara untuk melakukan atau
menciptakan sesuatu secara sistematis dan terarah serta memiliki manfaat
keilmuan secara teoritis didalamnya. Singkatnya, buku mempunyai peran yang
tidak kecil dalam mendorong perkembangan sosial, budaya, teknologi, politik dan
ekonomi. (Muktiono, 2003:4-5).
2.5Struktur Buku
Buku memiliki beberapa unsur-unsur yang mendasar sebagai berikut:
a. Kulit Buku
Kulit buku merupakan bagian buku yang paling luar atau biasa disebut
dan unruk memperkokoh buku. Kulit buku banyak jenisnya, ada yang dari
kertas tebal saja, ada yang dibuat dari karton kemudian dibalut dengan
kain linen, kain biasa, bahkan buku-buku mahal ada yang memakai
balutan kulit asli. Yang lebih bagus buku-buku untuk perpustakaan
memiliki kulit buku yang tebal karena buku-buku yang ada di
perpustakaan sering berganti tangan. Di beberapa Negara buku-buku yang
dipergunakan untuk perpustakaan diberi kulit yang kuat, yang diberi nama
“Library Binding” (penjilidan untuk perpustakaan).
Pada kulit buku biasanya dimuat judul buku (Cover Title), kadang-kadang juga tidak ditemuui judul. Judul pada kulit buku ini dalam katalogisasi
tidak terlalu penting. Dalam proses pengkatalogan dapat mengabaikannya,
kecuali kalau judul tersebut berbeda dengan judul yang tercantum dalam
halaman judul “Title Page” buku. Dalam hal demikian perlu
dipertimbangkan apakah judul tersebut perlu dicatat dan diinformasikan
kepada pembaca dalam katalog. Sebab sebagaian pembaca memungkinkan
akan menelusuri judul buku tersebut melalui judul dikulit tersebut.
b. Punggung Buku
Pada punggung buku biasanya terdapat judul buku. Seperti halnya judul
yang terdapat pada kulit buku, judul punggung buku inipun ada
kemungkinan tidak sama dengan apa yang terdapat pada halaman judul.
c. Halaman Kosong (Fly Leaves)
Halaman kosong ini adalah halaman tanpa teks yang terletak setelah kulit
buku di bagian depan dan bagian belakang. Halaman kosong ini ada yang
jilid dan buku. Oleh karena itu biasanya halaman kosong ini terbuat dari
kertas yang lebih kuat.
d. Halaman Judul Singkat (Half Title)
Halaman judul singkat ini ada ynag menyebut juga halaman setengah judul
“Half Title Page”. Halaman judul singkat ini terletak setelah halaman
kosong dan berisi judul singkat dari buku.
e. Judul Seri
Judul seri ini merupakan judul dari karya-karya berjilid yang saling
berkaitan dalam subyek dengan satu judul mencakup judul-judul seri.
f. Halaman Judul (Title Page)
Halaman judul buku merupakan halaman yang berisi banyak data dan
informasi yang diberikan penerbit, antara lain judul buku, nama pengarang
dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kepengarangan seperti
penerjemah, editor, dan ilustrator. Di samping itu juga berisi informasi
tentang kota tempat terbit, penerbit dan tahun terbit. Oleh karena itu,
halaman judul buku merupakan halaman yang sangat penting diperhatikan
dalam proses katalogisasi deskriptif. Halaman inilaha yang menjadi
sumber utama dalam mengumpulkan berbagai data dan informasi yang
1) Judul Buku
Judul yang tercantum pada halaman judul merupakan judul resmi dari
buku tersebut. Disamping judul pokok tercantum pula judul-judul lain
seperti judul tambahan, judul alternatif dan judul paralel.
2) Nama Pengarang
Nama pengarang yang tercantum di halaman judul biasanya lengkap
dengan gelar-gelarnya jika pengarang tersebut bersifat perorangan.
Pengarang bisa juga berupa lembaga atau badan. Di samping nama
pengarang, di halaman judul dicantumkan juga nama-nama berbagai pihak
yang terlibat dalam kepengarangan buku seperti penerjemah, editir, dan
penyadur.
3) Keterangan Edisi
Pada halaman judul terdapat keterangan tentang edisi taua cetakan buku.
Tetapi tidak selalu demikian karena sering kali keterangan edisi justru
terdapata di halaman balik judul, di kulit buku atau di kata pendahuluan.
Keterangan edisi penting dicantumkan dalam katalog karena menunjukkan
tingkat kemutakhiran buku tersebut. Kata edisi mungkin berbeda dengan
cetakan, jika yang dimaksud cetakan ialah pencetakan ulang dari buku
tanpa revisi atau penambahan. Pencetakan ulang dengan bahasa Inggris
bisanya dinyatakan dengan “Printing” dan untu edisi dinyatakan dengan
“Edition”.
4) Keterangan Imprin
Di halaman biasanya terdapat keterangan tentang kota tempat diterbitkan
terdapat di halaman judul bahkan di dalam buku. Unsur-unsur ini
kadang-kadang terdapat di halaman bali judul atau mungkin di halaman kulit luar
bagian belakang buku. Di halaman judul biasanya juga dituliskan juga hak
cipta “Copyright”.
g. Halaman Balik Judul
Pada halaman balik judul sering kali terdapat banayk informasi penting,
antara lain:
1) Keterangan kepengarangan
2) Judul asli dari karya terjemahan
3) Kota tempat terbit dan penerbit
4) Tahun terbit dan tahun copyright
5) Keterangan edisi
h. Halaman Persembahan (Dedication)
Halaman persembahan biasanya terletak sebelum halaman prakata. Dalam
proses katalogisasi deskriptif tidak perlu memperhatikan halaman
persembahan ini.
i. Kata Pengantar
Kata pengantar merupakan catatan singkat yang mendahului teks, berisi
penjelasan-penjelasan yang diberikan si pengarang kepada para pembaca.
Penjelasan-penjelasan itu dapat berupa tujuan dan alasan penulisan buku,
ruang lingkup, dan pengembangan subyek yang dibahas. Sering pula kata
pengantar berisi ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulisan buku tersebut dan penjelasan cetakan.
Daftar isi terletak sesudah kata pengantar tetapi dapat juaga terletak di
bagian akhir dari buku. Daftar isi memuat judul-judul bab yang biasanya
diikuti rincian berupa anak-anak bab, tetapi bisa juga tanpa bab. Dalam
daftar isi ini juga bisa ditemukan daftar gambar, daftar peta, ilustrasi.
k. Pendahuluan
Pendahuluan biasanya mengikuti daftar isi dan merupakan bab pertama
dari buku. Pendahuluan memberikan wawasan tentang subyek yang
dibahas, baik pengembangannya maupun pengorganisasiannya secara
ilmiah. Pendahuluan ini sering kali tidak ditulis sendiri ileh si pengarang,
melainkan oleh seseorang yang dianggap mempunyai nilai lebih tentang
bidang yang dibahas.
l. Naskah (Teks)
Naskah atau teks buku, bahkan ada yang menyebut isi buku. Naskah ini disajikan dalam bab-bab secara sistematis mengikuti daftar isi. Banyak
teks dibubuhi berbagai jenis ilustrasi untuk penjelasan atau hiasan. Buku yang memuat ilustrasi akan lebih mudah menarik pembaca, terlebih buku
anak-anak. Buku akan lebih menarik juga apabila memakai huruf yang
bagus.
m. Indeks
Indeks merupakan daftar secara rinci dari sebuah terbitan atau buku
tentang subyek, nama orang, nama tempat, nama geografis, dan hal-hal
yang dianggap penting. Indeks ini disusun secara sistematis menurut abjad
atau alfabetis. Indeks ini bertujuan agar lebih memudahkan para pembaca
dari sebuah buku. Tetapi apabila buku itu dalam beberapa jilid, biasa saja
indeks tersebut terpisah dalam satu jilid.
n. Bibliografi
Merupakan daftar kepustakaan yang digunakan si pengarang dalam
menulis buku. Biasanya buku-buku yang bersifat ilmiah selalu memuat
bibliografi disebut juga dengan daftar pustaka. Bibliografi biasanya terletak di bagaian akhir.
o. Glossary
Merupakan daftar kata-kata atau istilah0istilah yang dianggap masihh
asing bagi pembaca pada umumnya atau masih perlu dijelaskan. Glossary biasanya diletakan di bagian akhir buku.
p. Nomor Pagina
Nomor pagina dari sebuah buku biasanya terdiri atas angka Romawi kecil dan angka Arab. Angka Romawi kecil biasanya digunakan pada
penomoran halaman kata pengantar sampai dengan daftar isi, sedangkan
untuk bab pendahuluan sampai akhir biasanya digunakan angka Arab.
2.6 Ilustrasi
Gambar ilustrasi merupakan gambar yang sifatnya menerangkan atau
visualisasi dari suatu uraian, baik berupa berita, cerita, karangan atau naskah.
menjelaskan salah satu adegan (Kusmiyati, 1999). Perancangan buku ilustrasi
tentang kuda lumping Kediri dengan teknik vektor. Merupakan bentuk visual dan
teks atau kalimat dengan tujuan memperjelas audience yang secara umum belum
dapat membaca dengan lancar, maka gambar ilustrasi dapat menerangkan secara
umum karakter atau keseluruhan informasi tentang tata cara dan cerita mengenai
kesenian tari kuda lumping Kediri.
2.7Vektor
Vektor art merupakan gambar yang terbentuk dari sejumlah garis dan
kurva. Kulitas gambarnya tetap baik meskipun diperbesar, karena gambar jenis
vektor ini bukan terdiri dari titik. Perangkat lunak yang sering digunakan untuk
mengolah gambar berjenis vektor ini adalah Adobe Ilustrator. Monitor biasanya
akan menampilkan gambar dalam bentuk piksel. Gambar ini mengandung unsur
matematis seperti arah, ukurana sudut, ketebalan, warna, dan lain sebagainya.
Tracing adalah teknik menggambar ulang dengan memakai acuan gambar serta mengubah gambar bitmap menjadi objek vector.
Vector sendiri ialah mendeskripsikan gambar dengan menggunakan garis dan kurva (garis dan kurva biasa disebut vector), yang didalamnya termasuk juga
warna-warna dan properti-properti gambar. Apabila vector diedit, maka yang dimodifikasi adalah properti garis dan kurva yang mendeskripsikan bentuk
tersebut. Vector dapat disgeser, diubah ukurannya (resize), diubah bentuknya (reshape), atau diubah warnanya tanpa mengurangi kualitas gambar aslinya.
2.8Layout
Menurut Tom Lincy dalam buku (Kusrianto, 2007:277), prinsip layout
yang baik adalah yang selalu memuat lima prinsip utama dalam desain, yaitu
proporsi, keseimbangan, kontras, irama dan kesatuan. Dalam pembuatan buku ini
desain layout menjadi landasan dasar untuk menjadikan acuan dalam memberikan
panduan dalam mendesain layout dari pembuatan buku ilustrasi kesenian kuda
lumping Kediri. Untuk mengatur layout, maka di perlukan pengetahuan akan jenis-jenis layout. Berikut adalah jenis-jenis layout pada media cetak, baik majalah, iklan, koran maupun sebuah buku.
a. Mondrian Layout
Mengacu pada konsep seorang perlukis Belanda bernama Piet Mondrian,
yaitu penyajiianiklan yang mengacu pada bentuk-bentuk square, landscape, portait, di mana masing-masing bidangnya sejajar dengan bidang penyajian dan memuat gambar atau copy yang saling berpadu sehingga membentuk suatu komposisi yang konseptual.
b. Multi Panel Layout
Bentuk iklan di mana dalam satu bidang penyajian dibagi menjadi beberapa
tema visual dalam bentuk yang sama (square atau double square semuanya).
Tata letak iklan di aman produk yang diiklankan ditampilakan secara close up. Bisa dalam bentuk produknya itu sendiri atau juga bisa menggunakan model (public figure).
d. Copy Heavy Layout
Tata letaknya mengutamakan pada bentuk copywriting (naskah iklan) atau dengan kata lain komposisi layoutnya di dominasi oleh penyajian teks (copy).
e. Frame Layout
Suatu tampilan iklan di mana border, bingkai atau framenya membentuk
suatu naratif (mempunyai cerita).
f. Shilhoutte Layout
Sajikan iklan yang berupa gambar ilustrasi atau teknik fotografi di mana
hanya ditonjolkan bayangannya saja. Penyajian bisa berupa Text-Rap atau warna spot color yang berbentuk gambar ilustrasi atau pantulan sinar seadanya dengan teknik fotografi.
g. Type Specimen Layout
Tata letak iklan yang hanya menekankan pada penampilan jenis huruf dengan
pint size yang besar. Pada umumnya hanay berupa Head Line saja.
h. Sircus Layout
Penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada ketentuan buku.
Komposisi gambar visualnya, bahkan kadang-kadang teks dan susunannya
tidak beraturan.
Penyajian iklan yang merupakan kebalikan dari sirca layout, yaitu komposisi
beberapa gambar dan letaknya disusun secara beratur.
j. Grid Layout belum dipotong pinggirnya). Catatan Bleed artinya belum dipotong menurut pas cruis (utuh) kalau Trim (sudah dipotong).
l. Vertical Panel Layout
Tata letaknya menghadirkan garis pemisah secara vertikal dan membagi
layout iklan tersebut. m. Alphabet Inspired Layout
Tata letak iklan yang menekankan pada susunan huruf atau angka yang
berurutan atau membentuk suatu kata dan di improvisasikan sehingga
menimbulkan kesan narasi (cerita).
n. Angular Layout
Penyajian iklan dengan susunan elemen visualnya membentuk sudut
kemiringan, biasanya membentuk sudut antara 40-70 derajat.
Tata letak iklan yang tampilan elemen visualnya merupakan suatu
perbandingan yang tidak seimbang.
p. Brace Layout
Unsur-unsur dalam tata letak membentuk letter L (L-Shape). Posisi bentuk L
nya bisa terbalik, dan dimuka bentuk L tersebut dibiarkan kosong.
q. Two Mortises Layout
Penyajian bentuk iklan yang penggarapannya menghadirkan dua inset yang
masing-masing memvisualkan secara diskriptif mengenai hasil penggunaan
atau detail dari produk yang ditawarkan.
r. Quadran Layout
Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian depan
volume atau isi yang berbeda. Misalnya kotak pertama 45%, kedua 5%,
ketiga 12%, dan keempat 38% (mempunayi perbedaan yang menyolok
apabila dibagi menjadi empat sama besar).
s. Comic Script Layout
Penyajian iklan yang dirancang secara kreatif sehingga merupakan bentuk
medai komik, lengkap dengan caption nya.
t. Rebus Layout
Susunan layout iklan yang menampilkan perpaduan gambar dan teks, sehingga membentuk suatu cerita.
2.9 Proporsi
Proporsi adalah kesesuaian antara ukuran halaman dengan isinya
tentang kuda lumping Kediri, Jawa Timur, sebagai salah satu media bagi
visualisasi sebuah konsep dalam penerapan perbandingan ukuran yang digunakan
untuk menentukan penataan visual, keseimbanganvisual demi membentuk
proporsi yang sesuai.
2.10 Garis (Line)
Garis adalah elemen visual yang dapat dipakai dimanapun dengan tujuan
untuk memperjelas dan mempermudah pembaca (Supriyono, 2010:58). Garis
merupakan salah satu unsur desain untuk terbentuknya sebuah gambar. Garis
memiliki sifat-sifat yang dapat memiliki arti atau kesan.
a. Garis Tegak, memiliki kesan kuat, kokoh, tegas dan hidup.
b. Garis Datar, memiliki kesan lemah, tidur, dan mati.
c. Garis Lengkung, memiliki kesan lemah, lembut dan mengarah.
d. Garis Patah, memiliki kesan hati-hati dan cermat.
e. Garis Miring, memiliki kesan menyudutkan.
f. Garis Berombak, memiliki kesan yang berirama.
Sifat-sifat garis tersebut adalah acuan untuk desain layout yang dapat menjadi acauan untuk mendukung dan menentukan desain layout untuk perancangan buku ilustrasi tentang jaranan Kediri.
2.11 Warna
Warna merupakan unsur penting dalam obyek desain. Karena warna
Masing-masing warna mampu memberikan respon secara psikologis (Suproyono,
2010:58). Warna diyakini mempunyai dampak psikologis terhadap manusia.
Dampak tersebut dapat dipandang dari berbagai macam aspek, baik aspek indera,
aspek budaya.
Drew (2008), mengatakan bahwa warna harus diletakan sesuai kontennya
untuk memahami implikasi yang terkait dengan maknanya. Warna dapat
dipisah-pisahkan dan digunakan secara terpisah untuk menyampaikan pesan dan emosi
yang cepat, tanggapan asosiatif, dari atau perilaku yang dipelajari.
Pada bagian ini Drew (2008), menjelaskan berbagai macam jenis warna
dan berbagai macam tanggapan asosiatif secara positif maupun negatifnya. Seperti
contohnya, warna emas atau gold memiliki tanggapan asosiatif positif yang berupa kehangatan, mewah, mahal, berseri-seri, berharga, serta prestis, serta
25
METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA
Dalam pembahasan bab tiga ini difokuskan kepada metode dalam
membuat buku ilustrasi sebagai perancangan karya, serta data observasi sebagai
data dan teknik pengolahan dalam perancangan Buku Ilustrasi Jaranan Dengan
Teknik Vektor Sebagai Upaya Melestarikan Budaya Lokal Kediri.
3.1 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penilitian ini menggunakan metode
kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan telaah
dokumen. Wawancara dilakukan agar mendapatkan informasi yang benar tentang
kesenian tari kuda lumping Kediri dan wawancara tersebut dilakukan kepada para
pelaku seni tari kuda lumping sebagai narasumber. Observasi dilakukan untuk
mengamati objek dengan cermat.
Menurut Denzin dan Lincoln, ciri dalam metode kualitatif adalah data
yang disajikan dalam bentuk deskripsi yang berupa teks naratif, kata-kata,
ungkapan, pendapat, gagasan yang dikumpulkan oleh peneliti dari beberapa
sumber sesuai dengan teknik atau cara pengumpulan data. Kemudian data
dikelompokkan berdasarkan kebutuhan dengan pendekatan interpretatif terhadap
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pada teknik pengumpulan data, metode yang digunakan dalam penilitian
ini menggunakan metode kualitatif. Metode yang dilakukan untuk pengumpulan
data adalah dengan, literatur cara wawancara, observasi, dan telaah dokumen.
Setelah melakukan langkah diatas akan mendapatkan data sebagai langkah awal
dalam pembuatan buku ilustrasi kuda lumping. Berikut hasi uraian dari
pengumpulan data yang dilakukan:
1. Observasi
Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati objek dengan cermat,
dengan harapan mampu memahami objek yang diteliti. Observasi merupakan
suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di
antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono,
2013:145).
Hasil observasi yang dilakukan dari beberapa buku ilustrasi anak-anak
sebagai refrensi dalam pembuatan buku ilustrasi yang akan dibuat. Website,
media sosial, dan obeservasi kepada pelaku seniman yang mempunyai sanggar
bernama “Putro Khudo Taruno Wahyu Setyo Laras” pemiliknya bernama Bapak
Umar, yang telah melakukan kegiatan berkaitan dengan kesenian kuda lumping
atau jaranan. Di dalam forum tersebut banyak yang meng-upload, seperti foto dan
video-video yang berkaitan dengan kesenian tari kuda lumping, untuk
mengimplementasikan karakter-karakter atau tokoh dalam pementasan kuda
lumping ke dalam bentuk karakter yang lucu agar diterima oleh anak-anak dengan
menggunakan teknik vektor. Dalam hal ini ajakan untuk melestarikan kesenian
cerita awal mula terciptanya kuda lumping. Dengan dilakukanya observasi ini
peneliti diharapkan akan mendapat informasi atau pengetahuan baru, untuk
digunakan dalam pembuatan buku ilustrasi kuda lumping.
2. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang menghendaki
komunikasi langsung antara peneliti dengan subjek atau informan (Yatim, 2001).
Wawancara adalah alat pengumpul data yang sangat penting dalam sebuah
penelitian kualitatif, dengan wawancara penelitian melibatkan manusia subjek
sehubungan dengan realitas atau gejala yang akan diteliti (Pawito, 2007:132).
Wawancara akan dilakukan kepada pelaku seni tari, pengamat tari, peneliti seni
pertunjukkan, serta beliau merupakan seorang dosen, yang bernama Bapak Peni
Puspito. Bapak Peni Puspito telah memiliki banyak pengalaman dalam bidang
kesenian tari dan salah satu kesenian tari tersebut adalah kesenian kuda lumping
atau jaranan tersebut. Sehingga peneliti mendapatkan informasi dari pihak-pihak
yang sudah berkompeten di bidangnya dan memberikan data yang dapat
digunakan untuk membantu penelitan dalam pembuatan buku ilustrasi kuda
lumping.
3. Dokumentasi
Dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat
oleh manusia (Esterberg, 2002). Sugiyono, mengemukakan pendapatnya
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya menumental dari
seseorang.
Dengan menggunakan catatan peristiwa serta tulisan yang berisikan data
yang bermanfaat sebagai melengkapi data yang diperlukan oleh peneliti. Hal ini
bertujuan supaya data yang digunakan lebih terpecaya dan jelas. Pengumpulan
data seperti foto-foto, video, media masa, blog , artikel atau arsip yang dapat
dijadikan bukti, yang berkaitan dengan kesenian tari kuda lumping, sebagai
pendukung dalam masalah yang sedang dibahas.
3.3 Teknik Analisi Data
Miles dan Huberman dalam teknik yang digunakan sesuai pada buku
sosiologi (Pawito, 2007:105). Teknik ini terdari tiga tahap reduksi data, penyajian
data mengumpulkan informasi-informasi yang penting terkait dengan masalah dan
selanjutnya mengelompokkan data tersebut sesuai dengan topik masalahnya.
Penyajian data, data yang terkumpul dan telah dikelompokkan disusun secara
sistematis sehingga dapat melihat dan menelaah kajian data. Penarikan atau
pengujian kesimpulan ditahap ini melakukan interprestasi data sesuai
permasalahan dan tujuan penelitian setelah itu memperoleh kesimpulan dalam
menjawab penelitian.
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkrip wawancara, observasi atau interview, studi eksisting dan materi lainnya
yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi
analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Kualitatif
adalah analisis data dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilahnya menjadi kesatuan yang dapat dikelola,
mencari dan menemukan pola, apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain (Bogdan & Biklen,
1982).
3.4 Data dan Sumber Data
Menurut Sarwono dan Lubis (2007:98-99) data dalam penelitian kualitatif
bersifat dekriptif, bukan angka. Data dapat berupa gejala-gejala, kejadian ataupun
peristiwa yang kemudian akan dianalisis dalam bentuk kategori-kategori. Jika
dilihat jenisnya maka kita dapat membedakan data kualitatif sebagai data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Berupa teks hasil wawancara yang diperoleh memlalui wawancara
informan yang dijadikan sempel penelitian. Data dapat direkam atau
dicatat oleh peneliti.
b. Data Sekunder
Berupa data-data sudah tersedia dan dapat diperoleh peneliti dengan
cara membaca, melihat atau mendengarkan. Data dalam bentuk
mendengarkan ialah wawancara akan dilakukan kepada pelaku seni
tari, pengamat tari, peneliti seni pertunjukkan, serta beliau merupakan
memiliki banyak pengalaman dalam bidang kesenian tari dan salah
satu kesenian tari tersebut adalah kesenian kuda lumping atau jaranan
tersebut, yang telah memiliki pengalaman dalam bidang kesenian tari
kuda lumping. Data dalam bentuk gambar ialah foto dalam halaman
forum atau website yang meng-upload foto kegiatan kesenian tari kuda
lumping. Dan data kombinasi antara suara, gambar ialah video yang
menggambarkan alur dari kegiatan kesenian kuda lumping dari awal
31
PEMBAHASAN
Pembahasan dalam bab ini lebih difokuskan pada metode yang digunakan
dalam perancangan karya, seperti menjelaskan hasil analisis data, analisis SWOT,
STP, dan keyword serta strategi kreatif lainnya dalam perancangan buku ilustrasi
jaranan dengan teknik vektor sebagai upaya melestarikan budaya lokal Kediri.
4.1 Hasil dan Analisis Data Wawancara dan Observasi
Wawancara merupakan alat pengumpul data yang sangat penting dalam
sebuah penelitian kualitatif, dengan wawancara penelitian melibatkan manusia
subjek sehubungan dengan realitas atau gejala yang akan diteliti (Pawito,
2007:132). Dengan tujuan mendapatkan informasi lisan yang dapat menjelaskan
permasalahan penelitian. Wawancara kepada Peni Puspito, pada tanggal 25 Juni
2016, beliau adalah seorang pengajar dosen Sendratasik (seni drama dan musik)
dan pengamat kesenian tari. Menurut Peni Puspito. menyatakan bahwa penyebutan
kesenian tari “kuda lumping” adalah kesenian yang banyak berkembang di Jawa
Barat atau bagian barat. Sedangkan di Jawa Timur disebut dengan kesenian
jaranan, atau bisa disebut “jaranan” adalah salah satu kesenian rakyat yang boleh
dibilang sampai saat ini masih banyak yang menampilkan kesenian jaranan
tersebut. Bentuk kesenian jaranan adalah pertunjukkan yang terdiri dari beberapa
penari yang menunggangi boneka kuda (menyerupai kuda yang terbuat dari
gong, sompret (terompet), dll. Seiring berjalannya waktu, kesenian jaranan
mengalami perkembangan dalam hal instrumen yaitu bertambahnya instrumen
elektronik.
Menurut Peni Puspito menjelaskan dan tidak bisa memastikan kapan
kesenian jaranan itu muncul, tapi narasumber memperkirakan kesenian jaranan
terjadi pada zaman primitif, ketika manusia primitif mengenal tarian-tarian meniru.
Pada zaman dahulu manusia primitif menggunakan teknik meniru untuk apa yang
akan diburu (hewan). Karena dengan cara meniru-niru gerak atau tingkah laku apa
yang akan diburu (hewan), secara emosional ketika manusia primitif bisa
melakukan hal itu. Maka akan membuat hewan itu ikut kita, sehingga memudahkan
untuk ditangkap. Kenapa narasumber memperkirakan pada zaman primitif, karena
ada kesenian di Bali yang serupa dengan jaranan yang bernama Sanghyang Jaran
itu muncul jauh sebelumnya, yang merupakan warisan budaya Pra-Hindu.
Semacam perjalanan, jadi kesenian jaranan itu muncul dari zaman primitif
kemudian berkembang-berkembang, sampai ditafsirkan ada cerita.
Berdasarkan Peni Puspito kesenian jaranan merupakan kegiatan upacara
ritual yang bersifat sakral, yaitu dengan cara memanggil roh-roh leluhur.
Pertunjukkan jaranan memang tidak lepas dari hal-hal magis, karena itu letak
estetika dari pertunjukkan jaranan. Dengan berjalannya waktu kegiatan kesenian
jaranan yang bersifat sakral didalam pementasannya, juga terdapat unsur hiburan
didalamnya. Unsur hiburannya terdapat pada atraksi seperti memakan beling
(pecahan kaca), genteng, rerumputan, alunan-alunan musik, tari-tarian, jaranannya,
adegan perang, dan trance (kesurupan). Maksud dari trance (kesurupan), menurut
memanggil roh leluhur, dan budaya-budaya tersebut bukan budaya islam.
Pengertian trance (kesurupan) adalah orang yang berada ditengah-tengah
kesadaran, jadi tidak sadar sepenuhnya. Jika kita bisa kontrol hidup ini berarti tidak
trance (kesurupan) dan ada juga trance yang tidak roh, jadi menggunakan tenaga
dalam. Pecut adalah properti yang digunakan pada kesenian jaranan berupa tali
panjang yang mempunyai pegangan di pangkalnya, jika dikibaskan akan membuat
suara yang melengking keras. Pecut sendiri adalah faktor dimana orang trance
(kesurupan), digunakan untuk menyadarkan orang yang trance (kesurupan). Karena
untuk menyadarkan orang yang trance (kesurupan), itu harus dikejutkan. Dan pecut
itu sendiri identik dengan kesenian jaranan dan selain itu kuda juga dipecut sama
seperti dengan sapi.
Dalam perkembangan kesenian jaranan menurut Peni Puspito mulai pudar,
dianggap karena adanya trance (kesurupan) jadi kesadaran estetiknya dianggap
tipis. Karena ritual dengan cara memanggil roh-roh leluhur nenek moyang.Sugito
(2005) menyimpulkan bahwa beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
primitif masih tetap dilakukan oleh masyarakat pendukung seniman jaranan saat
ini. Perubahan pemahaman masyarakat dan keyakinan disinyalir faktor yang
menyebabkan masyarakat tidak lagi mempercayai hal-hal mistis. Sedangkan
kesenian Reyog, karena tidak ada trance (kesurupan), jadi dibina oleh pemerintah.
Perubahan itu yang menyebabkan kesenian jaranan menjadi terpinggir dan hanya
beberapa sanggar saja yang dipanggil untuk pementasan.
Hal-hal yang berbau magis ini yang masih dianggap belum layak. Karena
anak-anak kecil (dibawah umur), cenderung belum mengerti maksud dari trance
ada beberapa adegan kesurupan (trance) dan faktor yang penting adalah
membutuhkan bimbingan dari orang tua. Dalam hal ini yang mendasari pembuatan
buku ilustrasi jaranan atau kuda lumping kepada anak kecil, sebagai panduan untuk
memperkenalkan asal mula kesenian jaranan tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan Peni puspito diperoleh cerita yang
didalamnya meceritakan perjalanan Prabu Klono Sewandono dari kerjaaan
Bantarangin dengan Prabu Singo Barong dari Lodoyo, yang mendengar ada seorang
putri cantik yang bernama Dyah Ayu Songgolangit atau Dewi Songgolangit dari
kerajaan Kediri untuk dilamar. Karena cerita perjalanan Prabu Klono Sewandono
melamar Dewi Songgolangit, lebih populer dan dekat dengan rakyat asli Kediri.
Jadi pembaca dapat langsung mengetahui, karena dalam alur ceritanya,
menceritakan adegan Prabu Klono Sewandono dari kerajaan Bantarangin dengan
Prabu Singo Barong dari Lodoyo, yang melamar putri cantik Dewi Songgolangit
dari kerajaan Kediri.
Kesimpulan dari wawancara yaitu :
a. Orang tua memiliki peranan untuk memperkenalkan budaya terhadap
anak-anaknya.
b. Orang tua kurang memahami dalam kesenian jaranan.
c. Anak-anak cenderung belum mengerti akan adegan trance (kesurupan) dan
adegan-adegan berbahaya.
d. Kesenian jaranan sekarang menjadi kegiatan ritual sekaligus acara hiburan.
e. Cerita yang lebih dikenal oleh masyarakat adalah perjalanan Prabu Klono
kerajaan Lodoyo, yang bermaksud untuk melamar Dewi Songgolangit dari
kerajaan Kediri.
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
suatu objek dan melakukan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu
yang berkaitan dengan objek pengamatan.
Obeservasi yang dilakukan di sanggar yang bernama “Putro Khudo Taruno
Wahyu Setyo Laras”, pada tanggal 30 April 2016 dilakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis tentang keadaan atau kondisi kesenian jaranan pada
saat ini sudah mulai terpinggirkan, apalagi didaerah-daerah yang notaben
masyarakatnya sekarang modernisasi. Perlengkapan-perlengkapan yang terlihat
ada seperti kendang, gamelan, slompret (terompet), dan alat-alat instrumen
elektronik seperti alat musik organ. Sedangkan perlengkapan atribut seperti
ceplaplok (barongan) sudah mulai terlihat usang dan sudah jarang terlihat mentas,
kalau ada permintaan seperti hajatan, bedol deso (syukuran atas berkah alam).
Peneliti juga mendapati bahwa anak-anaknya dulu juga bermain kesenian
jaranan pada umur 7 tahunan. Kemudian seiring berjalannya waktu sudah berhenti
karena merasa malu. Seperti yang dikatakan oleh Peni Puspito generasi penerus
dalam kesenian jaranan, ada salah satu kelompok yang masyarakatnya pintar untuk
merekrut generasi penerusnya, sehingga ketika terjadi dan terus dibina. Di Kediri
kesenian jaranan hanya tergantung dari adanya permintaan atau tidak. Jadi
tergantung dari rekrutmen generasinya, apakah kelompok tersebut laku, dalam hal
ini sering pementasan atau tidak. Jika rekrutmen sebuah kelompoknya kurang eksis
sudah tua-tua, sehingga tinggal menunggu waktu saja, kapan kelompok tersebut
dalam artian tutup. Berdasarkan Peni Puspito kurang mendengar kegiatan kesenian
yang dikelolah pemerintah sebagai festival. Di kediri juga masuk disekolah,
kebanyakkan kemudian jadi paket tari, bukan kesenian. Bedanya kalau kesenian itu
seni, sedangkan paket tari hanya sebagai untuk pembelajaran.
Kesimpulan dari observasi yang dilakukan di sanggar Putro Khudo Taruno
Wahyu Setyo Laras yaitu :
a. Dalam hal ini anak-anak kurang memahami cerita dalam kesenian jaranan.
b. Anak-anak cenderung belum mengerti akan adegan trance (kesurupan) dan
adegan-adegan berbahaya.
4.1.3 Literatur
Bedasarkan Clifford Geerzt (1973:89) pengertian kebudayaan sebagai
“pola-pola arti yang terwujud sebagai simbol-simbol yang diwariskan secara
historis dengan bantuan mana manusia mengkomunikasikan melestarikan dan
mengembangkan pengetahuan dan sikap terhadap hidup”.
Berdasarkan jurnal yang terbit dua tahun sekali setahun, tiap bulan Juni dan
Desember, URNA (jurnal seni rupa Salamun Kaulam, 2012: 136) perubahan
fungsi dari kegiatan ritual (ritus) ke pertunjukan hiburan bisa dipahami sebagai
akibat dari perubahan pemahaman dan keyakinan sebagian besar masyarakat
pendukungnya. Masyarakat yang semula cenderung memiliki keyakinan mistis
telah berubah dan bahkan sekarang menolak atau tidak lagi ter-lalu mempercayai
bisa dianggap sebagai upaya mempertahankan dirinya agar tetap hidup, sekalipun
dalam perwujudannya yang lain.
(http://www.academia.edu/3400159/SIMBOLISME_DALAM_KESENIAN_JAR
ANAN-Salamun_Kaulam_Universitas_Negeri_Surabaya_)
Menurut Sugito (2005) menyimpulkan bahwa beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat primitif masih tetap dilakukan oleh masyarakat
pendukung seniman jaranan saat ini. Perubahan pemahaman masyarakat dan
keyakinan disinyalir faktor yang menyebabkan masyarakat tidak lagi mempercayai
hal-hal mistis. Sedangkan kesenian Reyog, karena tidak ada trance (kesurupan),
jadi dibina oleh pemerintah. Perubahan itu yang menyebabkan kesenian jaranan
menjadi terpinggir dan hanya beberapa sanggar saja yang dipanggil untuk
pementasan.
Cerita rakyat di Indonesia pada dasarnya penuh dengan unsur yang
mendidik dan memiliki pesan moral. Cerita rakyat juga menambah kemampuan
berbahasa dan meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra. Semakin sering cerita
rakyat ini diceritakan, maka akan semakin mudah untuk diingat. Secara tidak
langsung, hal ini membantu mengembangkan kesadaran akan kebudayaan dan
melestarikan budaya Indonesia sendiri (Bunanta, 1998:295).
Negara Indonesia memiliki kebudayaan dan kesenian yang melimpah.
Kesenian jaranan adalah salah satu dari kebudayaan atau kesenian yang Indonesia
miliki. Sebagai warga negara Indonesia, sudah selayaknya untuk menjaga dan
melestarikan budaya lokal kita. Sebagai contoh kesenian jaranan di Kediri yang
Berdasarkan berita online antarajatim, Kediri - Pemerintah Kabupaten
Kediri, Jawa Timur, bertekada mengembangkan kebudayaan daerah setempat dan
mengenalkan kebudayaan tersebut sejak dini kepada anak-anak agar tidak hilang
ditelan zaman. "Literatur tentang seni budaya di Kediri ini sangat banyak dan masih
perlu dikembangkan lagi, caranya salah satunya dengan melibatkan anak-anak ikut
kegiatan budaya," kata Asisten I (bagian administrasi dan pemerintahan) Pemkab
Kediri, Djoko Susilo ditemui di sela-sela perayaan HUT yang ke-1208 di Simpang
Lima Gumul (SLG), Minggu.
Ia mengatakan, salah satu upaya untuk melestarikan kesenian, terutama
yang khas Kabupaten Kediri dengan mengadakan pementasan tarian "jaran
kepang". Dalam kegiatan parade budaya itu melibatkan 1.208 anak-anak tingkat
sekolah dasar se-Kabupaten Kediri. Mereka membawakan tarian tradisional berupa
jaranan. Mereka memeragakan dengan cara yang terlatih. Ribuan anak-anak itu
berbaris rapi dan langsung mengikuti irama musik jaran kepang. Mereka juga
membawa berbagai perlengkapan yang menunjang kesenian khas Kabupaten Kediri
itu seperti replika jaran dari kayu serta barongan.
(http://www.antarajatim.com/lihat/berita/84886/pemkab-kediri-kembangkan-kebudayaan-daerah)
4.1.4 Hasil Studi Eksisiting
Pada kajian ini membahas hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya
sebagai pembanding. Dari penelitian yang dilakukanPhebii Kurnia Diajeng Challtis
mahasiswi Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya dengan judul
Memperkenalkan Budaya Lumajang Kepada Anak-Anak mengangkat
permasalahan yang sama dengan peneliti yaitu upaya memperkenalkan budaya
kesenian jaranan bagi anak-anak. Media yang digunakan oleh Phebii Kurnia
Diajeng Challtis adalh media buku, dengan konsep perancangan menggunakan
cerita, ilustasi, dan terdapat karakter penokohan.
Gambar 4.1 Buku ilustrasi Jaran Kencak
Sumber: Jurnal Penelitian, 2016
Keunggulan dari buku yang dibuat oleh Pebhii Kurnia ini terletak pada
bagian warnanya dan anak-anak diajak untuk membaca cerita dalam buku tersebut.
Secara keseluruhan buku tersebut memiliki alur cerita yang baik dalam
menyampaikan informasi kebudaya jaran kecak dari Lumajang.
4.1.5 Studi Kompetitor
Studi kompetitor menjelaskan kemiripan pada media yang akan digunakan,
vektor. Kesamaan dengan kompetitor adalah buku sebagai media utama dalam
menyampaikan informasi. Memperkenalkan “We Indonesian Do It” merupakan
tugas akhir mahasiswa Binus, dengan menampilkan konsep desain ilustrasi yang
unik. Buku tersebut membahas tentang arus globalisasi yang masuk ke Indonesia
dengan membawa dampak terhadap kebudayaan asli setempat. Dengan konsep
desain ilustrasi yang unik membuat lebih mudah dipahami. Perbedaan kompetitor
terletak pada pemberian informasi yang disampaikan kepada target audience.
Gambar 4.2 Buku Ilustrasi We Indonesian Do It
Sumber: http://dkv.binus.ac.id
4.2 Konsep & Keyword
4.2.1 Analisis STP (Segmentasi, Targeting, Positioning)
Analisis Segementasi, Targeting, dan Positioning mengacu pada obejk yang
diteliti, dalam hal ini adalah buku ilustrasi jaranan atau kuda lumping dengan teknik
vector sebagai upaya melestarikan budaya lokal Kediri, sebagai media pengetahuan
1. Segmentasi
Dalam perancangan buku ilustrasi kuda lumping ini khalyak sasaran atau
target audience yang dituju adalah :
a. Demografis
Usia : 25-40 tahun (target market), 7-12 tahun (target
audience)
Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
Pendidikan : Minimal S1
Kelas Sosial : Menengah atas
Pendapatan : Rp 5.000.000 hingga Rp 6.000.000,- per bulan
b. Geografis
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, sasaran pasar dari produk
meliputi wilayah geografis Jawa Timur dan kota-kota di Indonesia.
c. Psikografis
Gaya Hidup : aktif, suka bersosialisasi, dan suka pengetahuan
dengan hal-hal yang baru
Kepribadian : aktif, suka menonton kartun, memiliki imajinasi
tinggi, dan memiliki rasa ingin tahu tinggi.
2. Targeting
Target market yang dituju dari perancangan buku ilustrasi kuda lumping adalah
orang tua yang memiliki anak-anak antara usia 7-12 tahun. Orang tua yang suka
pada hal-hal baru atau yang belum diketahui asal mula ceritanya, dan suka
membaca. Target audience yang dituju adalah anak-anak usia 7-12 tahun.
penghasilan dalam membelikan sesuatu keinginan mereka, sehingga anak-anak
membutuhkan orang tua mereka sebagai pengambil keputusan untuk yang
terbaik buat anak-anak.
3. Positionoing
Positioning adalah strategi komunikasi untuk menempatkan produk,
perusahaan, individu, merek atau apa saja dalam alam pikiran mereka sehingga
khalayak memiliki penilaian tertentu (Morissan, 2010: 72). Oleh karena itu,
buku ilustrasi kesenian tari kuda lumping atau jaranan memposisikan sebagai
salah satu media pembelajaran atau pengetahuan yang efektif. Karena buku ini
berisikan cerita sejarah singkat perjalanan asal mula terjadinya kesenian jaranan
dengan memvisualisasikan gambar ilustrasi (gambar dan teks). Sehingga
anak-anak jadi lebih muda untuk mengetahui cerita dengan berisikan gambar dengan
teks.
4.2.2 Unique Selling Preposition (USP)
Pentingnya sebuah produk memiliki sesuatu yang berbeda. Suatu produk
tidak akan sama dengan produk lainnya, maka dari itu keunikan suatu produk
didalam suatu persaingan bisnis, itu merupakan hal yang sah. Dengan keunikan
suatu produk tersebut, membuat perbedaan antara kompetitor, sehingga produk
tersebut memiliki kekuatan dan menarik minat konsumen pasar.
Dalam hal ini unique selling preposition yang dimiliki buku ilustrasi jaranan
adalah buku yang dikemas dengan sebuah cerita yang menyenangkan, asal mula
melestarikan budaya lokal Kediri. Menurut (Stewing, 1980:118) buku ilustrasi
mempunyai beberapa keunggulan, misalnya untuk mengembangkan bahasa tulis
dan lisan secara produktif yang mengikuti gambar. Keterampilan pemahaman buku
ilustrasi juga dapat dikembangkan pada saat anak membaca cerita rakyat melalui
ilustrasi. Pendekatan dari buku ini lebih bersifat emosional, karena memberikan
pembaca pesan moral yang ada di dalam cerita tersebut. Dengan memeperkenalkan
dan menjelaskan alat-alat musik tradisional yang digunakan pada pementasan tari
jaranan, pesan-pesan moral dan visualisasi karakater kartunis yang lucu dan unik
diharapkan anak-anak mampu menangkap pesan yang diberikan dan menambah
wawasan tentang kesenian budaya kita dengan cara yang menyenangkan, dengan
tidak merubah banyak dari karakter asli yang cenderung menakutkan, dan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak, sehingga anak-anak mau
membaca dan anak-anak mudah untuk menyerap informasi yang ada dalam buku
ilustrasi tersebut dan mengenal kesenian budaya sejak dini.
4.2.3 Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Analisis SWOT merupakan metode perancangan strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(opportunity), dan ancaman (threat) dalam suatu penelitian. Langkah awal dengan
mengomptimalkan segi positif yang mendukung serta meminimalkan segi negatif
yang berpotensi untuk menghambat pelaksanaan keputusan perancangan yang telah
diambil (Sarwono dan Lubis 2007: 18). Faktor internal merupakan hasil dari segi
hasil dari peluang dan ancaman. Hasil dari kajian keempat faktor tersebut dapat
disimpulkan menjadi sesuatu kesimpulan yang positif atau mudah dipahami.
Penyusunan kesimpulan ini ditampung dalam matriks pakal yang terdiri dari :
a. Stretegi PE-KU (S-O) / Peluang dan Kekutan : Mengembangkan peluang
menjadi kekuatan.
b. Strategi PE-LEM (W-O) / Peluang dan Kelemahan : Mengembangkan peluang
untuk mengatasi kelemahan.
c. Stetegi A-KU (S-T) / Ancaman dan Kekuatan : Mengenali dan mengantisipasi
ancaman untuk menambah kekuatan.
d. Strategi A-LEM (W-T) / Ancaman dan Kelemahan : Mengenali dan
mengantisipasi ancaman untuk meminimumkan kelemahan. (Sarwono dan
4.2.4 Tabel Analisis SWOT
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, literatur, dan studi kompetitor
dapat diketahui hasil analisa dari SWOT untuk mendukung hasil penelitian. Berikut
adalah tabel analisis SWOT tersebut.
4.2.5 Keyword
Berdasarkan data yang telah terkumpul dari hasil wawancara, observasi,
studi literatur, STP, dan beberapa data penunjang lainnya yang nantinya akan
dijadikan sebuah keyword atau konsep.
Pemilihan kata kunci atau keyword dari dasar perancangan buku ilustrasi
kuda lumping dengan teknik vektor sebagai upaya melestarikan budaya lokal
Kediri, sebagai media buku untuk memperkenalkan asal mula munculnya kesenian
kuda lumping terhadap anak-anak pada usia 7-12 tahun, dengan melalui proses
dasar acuan analisa data yang telah dilakukan. Menentukan keyword diambil dari
proses data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara, literatur, STP,
hasil studi eksisting, USP, dan analisis SWOT yang kemudian dijadikan sebagi
strategi utama dalam perancangan buku ilustrasi.
Tabel 4.2 menunjukkan proses pemilihan kata kunci atau keyword dalam
dasar perancangan buku ilustrasi kuda lumping dengan teknik vektor sebagai upaya
melestarikan budaya lokal Kediri. Berdasarkan hasil proses pencarian keyword
ditemukan kata kunci yaitu “Nationalist (nasional)”. Kata Nationalist (nasional),
selanjutnya akan dideskripsikan untuk menjadi acuan dalam konsep perancangan
4.2.6 Deskripsi Konsep
Berdasarkan analisis keyword maka kesimpulan dari konsep yang akan
menjadi acauan desain dalam perancangan buku ilustrasi kuda lumping sebagai
upaya melestarikan budaya lokal Kediri adalah “Nationalist”. Kata Nationalist
mewakili dari keyword yang diambil dari wawancara, observasi, literatur, hasil
studi eksisting, USP, dan analisi SWOT yang pada akhirnya dijadikan sebagai
strategi dalam pembuatan.
Dekripsi dari Nationalist adalah nasionalis/na·si·o·na·lis/ n 1 pencinta nusa
dan bangsa sendiri, mempertahankan, mengabadikan identitas, dan integritas
(KBBI,2016). Artinya dengan kita mencintai kesenian budaya lokal kita, berarti kita
juga bangga terhadap negara kita yaitu Indonesia. Konsep “Nationalist” juga
bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga, akan kesenian dan budaya
yang kita miliki. Rasa cinta tersebut dengan memperkenalkan salah satu kesenian
budaya yang kita miliki yaitu kesenian tari kuda lumping atau jaranan. Dengan
memberikan pesan-pesan moral dan visualisasi karakater yang lucu dan unik
diharapkan anak-anak mampu menangkap pesan yang diberikan dan menambah
wawasan tentang kesenian budaya kita dengan cara yang menyenangkan, dengan
tidak merubah banyak dari karakter asli yang cenderung menakutkan, sehingga