SKRIPSI
PREDIKSI KEBANGKRUTAN MODEL ALTMAN Z-SCORE, GROVER, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI PADA
PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN DI BURSA EFEK INDONESIA
OLEH
ELYASI MANIK 110502190
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
PREDIKSI KEBANGKRUTAN MODEL ALTMAN Z-SCORE, GROVER, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI PADA
PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN DI BURSA EFEK INDONESIA
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan potensi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garmen di BEI dengan menggunakan model Altman Z”-score, Grover, Springate, dan Zmijewski pada tahun 2009-2013, serta untuk mengetahui prediktor kebangkrutan terbaik dari keempat model kebangkrutan tersebut. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah adalah 8 perusahaan tesktil dan garmen yang listing di BEI. Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan metode penyampelan bersasaran (purposive sampling), sedangkan metode analisis yang digunakan adalah Uji Kruskal-Wallis H. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara potensi kebangkrutan dengan model Atman Z”-score, Grover, Springate, dan Zmijewski dengan menggunakan Uji Kruskal-Wallis H. Pada hipotesis kedua hasil penelitian menunjukkan model Grover merupakan prediktor kebangkrutan terbaik.
ABSTRACT
BANKRUPTCY PREDICTION USING ALTMAN Z-SCORE, GROVER, SPRINGATE, AND ZMIJEWSKI MODELS ON INDUSTRY TEXTILE
AND GARMENT IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
The purpose of this research is to know the differences of the bankruptcy potential on the textile and garment industry in Indonesia Stock Exchange by using Altman Z "-score, Grover, Springate, and Zmijewski models on 2009-2013, and also to determine the best predictors of the four models bankruptcy. This research using eight textile and garment industry as sample which listed on Indonesia Stock Exchange. The sampling technique was determined to find were the targeted methods (purposive sampling), whereas the method of analysis used is the Kruskal-Wallis H. The results showed that there was no significant difference between the bankruptcy potential of the Atman Z "-score, Grover, Springate, and Zmijewski models. On the second hypothesis Grover model results show the best predictor of bankruptcy.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat, kasih dan rahmat-Nya, terutama dalam perkuliahan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PREDIKSI KEBANGKRUTAN
MODEL ALTMAN Z”-SCORE, GROVER, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI
PADA PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN DI BURSA EFEK
INDONESIA”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua terkasih Bapak Madden Manik, S. Pd., dan Ibu Bungasita Simarmata, S. Pd., serta Bapak Arden Manik dan Alm. (+) Ibu Nurpi Simanjuntak yang selalu menjadi sumber inspirasi dan motivasi penulis serta selalu memberikan yang terbaik
kepada penulis.
Penulis juga telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhari Maksum, M. Ec. Ac. Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, dan Ibu Dra. Marhayanie, M. Si., selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M. Si., dan Ibu Dra. Friska Sipayung, M.
Si., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Syahyunan, M. Si., selaku dosen pembimbing penulis yang telah
memberikan koreksi dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA, selaku dosen pembaca penilai penulis yang
banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kakak dan adik penulis (Ferawati, Chrismes, Mehwa, Jose dan Tadius) yang
selalu memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai pada
waktunya.
7. Sahabat penulis Angela Natasha, Dian Theresia Purba, Hana Olivia, Kak
Kissy Pelawi, Preddy Siagian dan Winner Damanik, terima kasih sudah
membantu penulis bertumbuh dalam ilmu dan dalam Tuhan. Dan terima kasih
kepada teman-teman S1 Manajemen stambuk 2011 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
8. Paduan Suara Gloria UKM KMK St. Albertus Magnus USU terima kasih
telah menjadi keluarga kedua di perantauan ini. Dan sahabat-sahabat
kesayangan, keluarga Silalahi (Ricardo Sihaloho, Pebriani Sembiring, Rio
Silalahi, Lisbet Silalahi, dan Paulince Sigiro) terima kasih atas dukungan dan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang
membaca.
Medan, Maret 2015 Yang Membuat Pernyataan,
Elyasi Manik
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Uraian Teoritis ... 9
2.1.1 Laporan Keuangan ... 9
2.1.2 Analisis Laporan Keuangan ... 12
2.1.3 Kebangkrutan ... 15
2.1.4 Model Altman Z-Score ... 18
2.1.5 Model Grover ... 21
2.1.6 Model Springate ... 22
2.1.7 Model Zmijewski ... 23
2.2 Penelitian Terdahulu ... 24
2.3 Kerangka Konseptual ... 32
2.4 Hipotesis Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Jenis Penelitian ... 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 37
3.3 Batasan Operasional ... 37
3.4 Definisi Operasional ... 38
3.4.1 Definisi Operasional Altman Z-Score ... 39
3.4.2 Definisi Operasional Grover ... 40
3.4.3 Definisi Operasional Springate ... 41
3.4.4 Definisi Operasional Zmijewski ... 42
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 46
3.6 Jenis Data ... 47
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 48
3.8 Teknik Analisis Data ... 48
3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 48
3.8.2 Multiple Discriminant Analysis (MDA) ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 51
4.2 Hasil Penelitian ... 55
4.2.1 Hasil Penelitian Analisis Deskriptif ... 55
4.2.2 Hasil Penelitian MDA ... 55
4.2.2.1 Hasil Penelitian Model Altman Z”-Score ... 55
4.2.2.2 Hasil Penelitian Model Grover ... 57
4.2.2.3 Hasil Penelitian Model Springate ... 59
4.2.2.4 Hasil Penelitian Model Zmijewski ... 60
4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 62
4.2.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama ... 62
4.2.3.1 Pengujian Hipotesis Kedua ... 63
4.3 Pembahasan ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Tekstil & Garmen yang Mengalami
Penurunan Laba ... 5
Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Altman Z-Score ... 19
Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Altman Z’-Score ... 20
Tabel 2.3 Tabel Klasifikasi Altman Z”-Score ... 21
Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 28
Tabel 3.1 Definisi Operasionalisasi, Indikator Variabel, dan Pengukuran Variabel Model Altman Z”-Score ... 44
Tabel 3.2 Definisi Operasionalisasi, Indikator Variabel, dan Pengukuran Variabel Model Grover ... 44
Tabel 3.3 Definisi Operasionalisasi, Indikator Variabel, dan Pengukuran Variabel Model Springate ... 45
Tabel 3.4 Definisi Operasionalisasi, Indikator Variabel, dan Pengukuran Variabel Model Zmijewski ... 45
Tabel 3.5 Jumlah Sampel Penelitian ... 46
Tabel 3.6 Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Menjadi Sampel Penelitian ... 47
Tabel 4.1 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score ... 56
Tabel 4.2 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Grover ... 57
Tabel 4.3 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Springate ... 59
Tabel 4.4 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Zmijewski ... 61
Tabel 4.5 Hasil Uji Kruskal-Wallis H ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pertumbuhan Output pada Sub-sektor Manufaktur ... 2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Altman Z”-score ... 34
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Grover ... 35
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Springate ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Sampel Penelitian Perusahaan Tekstil dan Garmen di BEI
Periode 2009-2013 ... 72
Lampiran 2 Hasil Statistik PT Argo Pantes Tbk. (ARGO) ... 73
Lampiran 3 Hasil Statistik PT Centex Tbk. (CNTX) ... 74
Lampiran 4 Hasil Statistik PT Eratex Djaya Tbk. (ERTX) ... 75
Lampiran 5 Hasil Statistik PT Ever Shine Textile Industry Tbk. (ESTI) ... 76
Lampiran 6 Hasil Statistik PT Pan Asia Indosyntec Tbk. (HDTX) ... 77
Lampiran 7 Hasil Statistik PT Apac Citra Centertex Tbk. (MYTX) ... 78
Lampiran 8 Hasil Statistik PT Asia Pasific Fibers Tbk. (POLY) ... 79
Lampiran 9 Hasil Statistik PT Unitex Tbk. (UNTX) ... 80
Lampiran 10 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score pada Perusahaan Tekstil dan Garmen di BEI ... 81
Lampiran 11 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Grover pada Perusahaan Tekstil dan Garmen di BEI ... 82
Lampiran 12 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Springate pada Perusahaan Tekstil dan Garmen di BEI ... 83
Lampiran 13 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Model Zmijewski pada Perusahaan Tekstil dan Garmen di BEI ... 84
ABSTRAK
PREDIKSI KEBANGKRUTAN MODEL ALTMAN Z-SCORE, GROVER, SPRINGATE, DAN ZMIJEWSKI PADA
PERUSAHAAN TEKSTIL DAN GARMEN DI BURSA EFEK INDONESIA
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan potensi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garmen di BEI dengan menggunakan model Altman Z”-score, Grover, Springate, dan Zmijewski pada tahun 2009-2013, serta untuk mengetahui prediktor kebangkrutan terbaik dari keempat model kebangkrutan tersebut. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah adalah 8 perusahaan tesktil dan garmen yang listing di BEI. Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan metode penyampelan bersasaran (purposive sampling), sedangkan metode analisis yang digunakan adalah Uji Kruskal-Wallis H. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara potensi kebangkrutan dengan model Atman Z”-score, Grover, Springate, dan Zmijewski dengan menggunakan Uji Kruskal-Wallis H. Pada hipotesis kedua hasil penelitian menunjukkan model Grover merupakan prediktor kebangkrutan terbaik.
ABSTRACT
BANKRUPTCY PREDICTION USING ALTMAN Z-SCORE, GROVER, SPRINGATE, AND ZMIJEWSKI MODELS ON INDUSTRY TEXTILE
AND GARMENT IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
The purpose of this research is to know the differences of the bankruptcy potential on the textile and garment industry in Indonesia Stock Exchange by using Altman Z "-score, Grover, Springate, and Zmijewski models on 2009-2013, and also to determine the best predictors of the four models bankruptcy. This research using eight textile and garment industry as sample which listed on Indonesia Stock Exchange. The sampling technique was determined to find were the targeted methods (purposive sampling), whereas the method of analysis used is the Kruskal-Wallis H. The results showed that there was no significant difference between the bankruptcy potential of the Atman Z "-score, Grover, Springate, and Zmijewski models. On the second hypothesis Grover model results show the best predictor of bankruptcy.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri tekstil dan garmen di Indonesia menjadi salah satu tulang punggung
sektor manufaktur dalam beberapa dekade terakhir. Industri tekstil dan garmen
memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, selain
menciptakan lapangan kerja yang cukup besar, industri ini juga mendorong
peningkatan investasi dalam dan luar negeri. Sekitar tahun 1980-an, ekspor
menjadi sumber utama pertumbuhan dalam industri tekstil dan garmen Indonesia.
Berdasarkan nilai ekspor, pada periode 1980-1993, pertumbuhan rata-rata ekspor
tahunan tekstil dan garmen masing-masing mencapai 32% dan 37%. Pada tahun
1993, Indonesia bahkan masuk ke 13 besar eksportir tekstil dan garmen dunia.
Pangsa ekspor Indonesia untuk tekstil dan garmen mencapai 2,6% dari total
ekspor tekstil dan garmen dunia (Kemenperin: 2013).
Namun ternyata masa keemasan itu tidak bertahan lama. Secara umum,
industri tekstil dan garmen Indonesia mulai mengalami penurunan pada tahun
2000-an. Hal ini terjadi karena melambatnya pertumbuhan ekspor tekstil dan
garmen sebagai implikasi dari inefisiensi produksi juga tingginya harga bahan
baku. Selain itu terjadi peningkatan persaingan di pasar asing dan peningkatan
upah tenaga kerja yang tidak mampu diimbangi industri tekstil dan garmen.
Diperparah lagi banyak investor asing yang menarik investasinya dan lebih
Krisis keuangan global yang baru-baru ini terjadi juga memperparah upaya
revitalisasi industri tekstil dan garmen Indonesia.
Sumber: World Bank (2012) dalam Revitalisasi Pertumbuhan di Sektor Manufaktur Indonesia
Gambar 1.1
Pertumbuhan Output pada Sub-sektor Manufaktur
Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1, kecuali peralatan transportasi dan
mesin, pertumbuhan output di semua sub-sektor manufaktur mengalami
penurunan. Industri yang paling terkena dampak dari krisis keuangan global ini
adalah industri yang berorientasi ekspor namun menggunakan bahan baku impor,
yang salah satunya adalah industri tekstil dan garmen. Kondisi ini berdampak
pada peningkatan biaya produksi, penurunan pesanan, dan penumpukan stok di
sejumlah perusahaan. Krisis ini juga mengakibatkan konsumsi tekstil dan garmen
dan garmen dunia yang menurut perkiraan semestinya tumbuh menjadi 68,3
kg/kapita pada 2009 ternyata hanya mencapai 66,6 kg/kapita. Di Indonesia sendiri
dampak yang dialami industri tekstil dan garmen mengalami penurunan produksi
mencapai 10%. Selain itu, menurut Ketua APINDO (Asosiasi Pertekstilan
Indonesia) potensi PHK yang diakibatkan krisis ini mencapai 100 ribu pekerja,
dari sekitar 1,2 juta tenaga kerja di industri tekstil dan garmen yang menyerap
sekitar 12,7% dari total tenaga kerja di sektor manufaktur (SMERU: 2009).
Pemerosotan industri tekstil dan garmen diperparah dengan sulitnya
mengakses sumber pembiayaan dalam rangka peremajaan. Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No 8/2/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, BI
menetapkan tiga pilar utama sebagai penilaian kolektibilitas kredit, yaitu prospek
usaha, kinerja debitor, dan kemampuan membayar. Penilaian atas pertumbuhan
usaha industri tekstil dan garmen, kondisi pasar dan posisi debitor dalam
persaingan, kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja, dukungan afiliasi,
dan upaya yang dilakukan debitor dalam rangka memelihara lingkungan hidup
menjadi faktor penting yang dinilai BI, sehingga industri tekstil dan garmen tidak
dikategorikan sebagai industri bermasa depan cerah.
Bahkan jika perbankan meluluskan permohonan kredit dari industri tekstil
dan garmen, bank memberikan suku bunga kredit yang cukup tinggi. Apabila
perbankan tidak menyeleksi dengan sangat ketat pemberian kredit terhadap
perusahaan tekstil dan garmen, tentu saja akan meningkatkan risiko operasional
bagi perbankan sendiri. Sayangnya, banyak perusahaan tekstil dan garmen tidak
restrukturisasi peralatan dan mesin menggunakan hutang yang sangat besar, tetapi
penjualan tidak mampu menghasilkan laba maksimal, akibatnya industri tekstil
dan garmen mengalami defisit yang berkelanjutan. Kondisi keuangan perusahaan
yang mengalami penurunan secara berkepanjangan dan terus menerus merupakan
suatu “alarm” bagi perusahaan untuk mewaspadai kebangkrutan.
Kebangkrutan adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami
ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya (Purnajaya & Ni. 2014).
Menurut Vahdat dan Mohammad (2012), kebangkrutan dapat terjadi ketika
kondisi atau pun posisi keuangan perusahaan rendah dan lemah. Sedangkan
menurut Prihadi (2011), kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan
tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak terjadi
begitu saja, melainkan terdapat indikasi awal yang dapat dikenali lebih dini kalau
laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat. Laporan keuangan yang sehat
dapat dikenali dengan beberapa indikasi antara lain, mampu menghasilkan laba
yang tinggi, likuiditasnya memadai, serta hutang yang tidak membebani.
Fakta yang terjadi adalah terdapat beberapa perusahaan tekstil dan garmen di
Indonesia yang mengalami penurunan laba terus-menerus, bahkan ada yang
mengalami kebangkrutan. Salah satu contoh kasus adalah Pan Asia Filament Inti
Tbk. (PAFI) sebagai salah satu perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di
BEI sejak 17 Juni 1997 harus didelisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 14
Maret 2013. Hal ini bisa saja dipengaruhi berbagai faktor dalam perusahaan tetapi
faktanya adalah Pan Asia Filament Inti Tbk. mengalami penurunan laba
Hal ini merupakan suatu peringatan bagi perusahaan tekstil dan garmen dalam
menghadapi kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Berikut disajikan perusahaan
tekstil dan garmen di BEI yang juga mengalami penurunan laba (rugi):
Tabel 1.1
Daftar Perusahaan Tekstil & Garmen yang Mengalami Penurunan Laba No. Nama
Perusahaan
Laba Bersih / Rugi Bersih
(dalam Rupiah)
2009 2010 2011 2012 2013 1 ARGO (75.744.091.000) (125.015.984.000) (140.397.775.000) (118.969.636.000) 81.749.083.000 2 CNTX (49.422.677.850) (10.518.966.000) 33.511.029.360 (35.220.963.640) (1.381.952.253) 3 ERTX (25.371.702.000) (48.491.545.000) 82.048.584.000 6.195.916.000 8.507.378.340 4 ESTI 7.686.659.423 1.487.272.540 3.271.192.448 (45.126.573.190) (8.130.794.340) 5 HDTX 560.989.583 1.190.607.578 17.285.049.940 3.102.049.511 (218.654.504.263) 6 MYTX 13.186.193.876 (101.136.319.879) (120.520.153.274) (126.172.495.055) (49.786.983.213) 7 POLY 1.182.787.954.988 334.976.849.923 (80.168.102.360) (310.588.902.370) (366.424.876.959) 8 UNTX 30.679.809.366 (25.288.156.801) (6.634.058) (11.888.829.850) 20.760.609.530
Sumber: www.idx.co.id
Berdasarkan data Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa beberapa perusahaan tekstil
dan garmen mengalami pertumbuhan laba tidak stabil, di beberapa perusahaan,
bahkan cenderung mengalami penurunan yang berkelanjutan. Walaupun
mengalami peningkatan, cenderung tidak cukup untuk menalangi kerugian dari
tahun-tahun sebelumnya. Kondisi keuangan ini tentu merupakan cerminan untuk
mengetahui kelancaran aktivitas perusahaan. Untuk menilai kondisi keuangan
perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengukuran.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan
dengan analisis laporan keuangan perusahaan. diantaranya dengan menggunakan
model Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski. Ketiga model analisis ini
banyak digunakan untuk memprediksi kebangkrutan karena relatif mudah untuk
diaplikasikan, serta tingkat akurasinya cukup tinggi. Selain ketiga model di atas
terdapat pula model Grover yang diciptakan melalui penilaian dan pendesainan
Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan
perbedaan pada hasil penelitiannya. Penelitian Prihanthini dan Maria (2013)
menyatakan bahwa model Grover memberikan hasil prediksi yang lebih akurat
dibandingkan dengan hasil model Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski.
Sedangkan menurut penelitian Purnajaya dan Ni (2014), Altman Z-score
merupakan prediktor kebangkrutan terbaik dibandingkan dengan model Springate
dan Zmijewski.
Berdasarkan uraian di latar belakang, penulis tertarik untuk menganalisis
prediksi kebangkrutan dengan model Altman Z-score, Grover, Springate, dan
Zmijewski pada perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2009-2013.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan potensi kebangkrutan pada perusahaan tekstil
dan garmen di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013 dengan
menggunakan model Altman Z-score, Grover, Springate, dan Zmijewski?
2. Model manakah yang terbaik menjadi prediktor kebangkrutan terhadap
perusahaan tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia menggunakan model
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk melihat perbedaan potensi kebangkrutan perusahaan tekstil dan
garmen di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013 dengan menggunakan
model Altman Z-score, Grover, Springate, dan Zmijewski.
2. Untuk mengetahui prediktor kebangkrutan terbaik dengan menggunakan
model Altman Z-score, Grover, Springate, dan Zmijewski pada perusahaan
tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak
terkait, yaitu:
1. Bagi Perusahaan Tekstil dan Garmen
Sebagai bahan referensi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
2. Bagi Investor
Sebagai pemberi informasi kepada calon investor yang akan melakukan
investasi.
3. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan mempertajam
daya pikir ilmiah mengenai analisis kebangkrutan perusahaan tekstil dan
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi oleh peneliti selanjutnya untuk melakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis 2.1.1Laporan Keuangan
Pencatatan atas pemasukan dan pengeluaran yang terjadi dalam suatu
kegiatan usaha (bisnis) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bisnis itu
sendiri. Catatan keuangan tersebut disusun dalam suatu periode tertentu dan
dibuat ke dalam bentuk laporan keuangan. Dalam pengertian yang sederhana,
laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan
perusahaan saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2008:7).
Diantara berbagai laporan yang diterbitkan perusahaan kepada pemegang
saham, laporan tahunan (annual report) adalah yang paling penting. Ada dua jenis
informasi yang diberikan dalam laporan ini. Pertama adalah bagian verbal yang
seringkali disajikan sebagai surat dari presiden direktur yang menguraikan hasil
operasi perusahaan selama tahun lalu dan membahas perkembangan baru yang
akan memperngaruhi operasi perusahaan di masa depan. Kedua, laporan tahunan
yang menyajikan empat laporan keuangan dasar: neraca, laporan laba-rugi,
laporan perubahan modal, dan laporan arus kas (Bringham, 2001).
Neraca merupakan laporan keuangan yang menunjukkan jumlah aktiva
(harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) pada saat tertentu.
Selanjutnya, laporan laba-rugi menunjukkan kondisi usaha dalam suatu periode
periode tertentu guna mengetahui jumlah perolehan pendapatan dan biaya yang
telah dikeluarkan sehingga dapat diketahui apakah perusahaan dalam keadaan laba
atau rugi. Laporan perubahan modal menggambarkan jumlah modal yang dimiliki
perusahaan saat ini, serta sebab-sebab perubahan modal. Laporan arus kas
merupakan laporan yang menunjukkan arus kas masuk dan arus kas keluar di
perusahaan. Arus kas masuk berupa pendapatan atau pinjaman dari pihak lain,
sedangkan arus kas keluar merupakan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
perusahaan.
Secara umum laporan keuangan menyediakan informasi tentang posisi
keuangan pada saat tertentu, kinerja dan arus kas dalam suatu periode untuk
menilai dan mengambil keputusan yang bersangkutan dengan perusahaan.
Penilaian kinerja akan menjadi patokan atau ukuran apakah manajemen mampu
atau berhasil dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan. Dalam
praktiknya, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan
laporan keuangan, yaitu (Kasmir, 2008:11):
1. memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki
perusahaan pada saat ini;
2. memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang
dimiliki perusahaan pada saat ini;
3. memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh
pada suatu periode tertentu;
4. memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
5. memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap
aktiva, pasiva, dan modal perusahaan;
6. memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu
periode;
7. memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan;
8. informasi keuangan lainnya.
Kita mengakui bahwa laporan keuangan yang telah disusun sedemikian rupa
terlihat sempurna dan meyakinkan. Dibalik itu semua sebenarnya ada beberapa
ketidaktepatan terutama dalam jumlah yang telah disusun. Hal ini disebabkan
adanya hal-hal yang belum atau tidak tercatat dalam laporan keuangan tersebut.
Selain itu, ada hal-hal yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka, seperti
reputasi, prestasi manajernya, dan lainnya. Berikut beberapa keterbatasan laporan
keuangan yang dimiliki perusahaan (Kasmir, 2008:16):
1. pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sejarah (historis), dimana
data-data yang diambil dari data masa lalu;
2. laporan keuangan dibuat umum, artinya untuk semua orang bukan hanya
untuk pihak tertentu saja;
3. proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan pertimbangan
tertentu;
4. laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi situasi
ketidakpastian;
5. laporan keuangan mengacu pada sudut pandang ekonomi dalam memandang
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan adalah
(Kasmir, 2008:25):
1. pemilik, guna melihat perkembangan dan kemajuan perusahaan serta dividen
yang diperoleh;
2. manajemen, untuk menilai kinerjanya selama periode tertentu;
3. kreditor, untuk menilai kelayakan perusahaan dalam memperoleh pinjaman
dan kemampuan bayar pinjaman;
4. pemerintah, untuk menilai kepatuhan perusahaan dalam membayar
kewajibannya kepada pemerintah;
5. investor, untuk menilai prospek usaha tersebut ke depan, apakah mampu
memberikan dividen dan nilai saham seperti yang diinginkan.
2.1.2Analisis Laporan Keuangan
Setelah laporan keuangan disusun berdasarkan data yang relevan, serta
dilakukan dengan prosedur akutansi dan penilaian yang benar, akan terlihat
kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Agar laporan keuangan
menjadi lebih berarti, sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai
pihak, perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Dengan analisis laporan
keuangan akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang telah
direncanakan sebelumnya atau tidak. Hasil analisis laporan keuangan juga akan
memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.
Analisis laporan keuangan perlu dilakukan secara cermat dengan
menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat, sehingga hasil yang
berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan, yaitu (Kasmir,
2008:68):
1. untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam periode tertentu, baik
harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk
beberapa periode;
2. untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan
perusahaan;
3. untuk mengetahui kekuatan perusahaan;
4. untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan
berkaitan dengan keuangan perusahaan saat ini;
5. untuk melakukan penilaian kinerja manajemen kedepan, apakah perlu
penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal;
6. dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis
tentang hasil yang mereka capai.
Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan berbagai teknik analisis,
yang salah satunya adalah analisis rasio keuangan. Pengertian rasio keuangan
menurut James C. Van Horne (dalam Kasmir, 2008: 104) merupakan indeks yang
menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka
dengan angka lain. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi
keuangan dan kinerja perusahaan. Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat
dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan kedepan.
Meskipun analisis rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan
bukan berarti rasio keuangan yang dibuat sudah menjamin 100% kondisi dan
posisi keuangan yang sesungguhnya. Hal ini karena rasio-rasio keuangan yang
digunakan masih memiliki banyak kelemahan. J. Fred Weston (dalam Kasmir,
2008:117) menyebutkan kelemahan rasio keuangan sebagai berikut:
1. data keuangan disusun dari data akuntansi. Kemudian data tersebut
ditafsirkan dengan berbagai macam cara, misalnya masing-masing
perusahaan menggunakan:
-metode penyusutan yang berbeda untuk menentukan nilai penyusutan
terhadap aktivanya sehingga menghasilkan nilai penyusutan setiap periode
juga berbeda; atau
-penilaian sediaan yang berbeda;
2. prosedur pelaporan yang berbeda, mengakibatkan laba yang dilaporkan
berbeda pula, dapat naik atau turun, tergantung prosedur pelaporan keuangan
tersebut;
3. adanya manipulasi data, artinya dalam menyusun data, pihak penyusun tidak
jujur dalam memasukkan angka-angka ke laporan keuangan yang mereka
buat. Akibatnya hasil perhitungan rasio keuangan tidak menunjukkan hasil
yang sesungguhnya;
4. perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya berbeda;
5. penggunaan tahun fiskal yang berbeda, juga dapat menghasilkan perbedaan;
7. kesamaan rasio keuangan yang telah dibuat dengan standar industri belum
menjamin perusahaan berjalan normal dan telah dikelola dengan baik.
2.1.3Kebangkrutan
Kebangkrutan perusahaan ditandai dengan terjadinya kesulitan keuangan
(financial distress) yang berkelanjutan. Ketika suatu perusahaan mengalami
kesulitan keuangan, tidak serta merta perusahaan langsung dinyatakan bangkrut.
Biasanya perusahaan akan melakukan berbagai upaya perbaikan dahulu,
diantaranya, dengan menggunakan hutang untuk merevitalisasi perusahaan. Tetapi
penggunaan hutang yang besar tanpa manajemen yang baik justru dapat
menyebabkan hal-hal berikut (Ross, 2003:595):
1. Kebangkrutan teknis. Kebangkrutan teknis terjadi ketika perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajban/ hutangnya.
2. Kebangkrutan akuntansi. Hal ini terjadi ketika jumlah nilai buku hutang lebih
besar daripada nilai buku aset.
3. Kegagalan bisnis. Kondisi ini merujuk pada situasi dimana bisnis telah
mengalami kerugian dan tidak mampu melunasinya kepada kreditur.
4. Kebangkrutan sah menurut hukum. Perusahaan atau kreditur mengajukan
petisi ke pengadilan. Dengan kata lain, kebangkrutan ini merupakan proses
untuk melakukan likuidasi atau reorganisasi (merger atau akuisis) usaha.
Pada prinsipnya, sebuah perusahaan dikatakan bangkrut ketika nilai aset
perusahaan sama dengan nilai hutang. Ketika hal ini terjadi, maka nilai ekuitas
adalah nol, dan dalam hal ini pemegang saham menyerahkan kendali perusahaan
obligasi adalah proses hukum, bukan ekonomi. Terdapat dua jenis biaya yang
disebabkan oleh kebangkrutan, yaitu biaya kebangkrutan langsung dan biaya
kebangkrutan tidak langsung. Biaya kebangkrutan langsung berarti biaya yang
secara langsung terkait dengan kebangkrutan, seperti biaya hokum dan biaya
administrasi. Biaya kebangkrutan tidak langsung merupakan biaya untuk
menghindari biaya-biaya arsip yang dikeluarkan oleh perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan (Ross, 2003:585).
Pada pasal 1 butir 1 UU No.37 tahun 2004, “Kebangkrutan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang”. Pengertian kebangkrutan (kepailitan) mengacu
pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan
Atas UU Kepailitan yang menyebutkan:
a. Debitur yang mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur dan tidak membayar
sedikitnya satu utang yang jatuh tempo dan tidak dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya
sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.
b. Permohonan sebagaimana disebut dalam butir di atas dapat juga diajukan
oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
Dalam UU No. 37 tahun 2004 juga dijelaskan Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Kepailitan menyatakan bagaimana
menyelesaikan sengketa yang muncul dikala satu perusahaan tidak bisa lagi
yang berkaitan dengan usaha atau bisnis yang dijalankan. Perusahaan bisa
dinyatakan pailit/bangkrut apabila dalam jangka waktu tertentu tidak bisa
melakukan pemnayaran pokok atau bunganya.
Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab kebangkrutan suatu
perusahaan antara lain (Salatin. 2013):
a. Faktor Umum
1. Ekonomi. Faktor-faktor kebangkrutan dari sektor ekonomi antara lain
gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan
keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam
hubungannya dengan perdagangan luar negeri.
2. Sosial. Faktor sosial yang cukup berpengaruh terhadap kebangkrutan
terjadi pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi
permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan
berhubungan dengan karyawan.
3. Teknologi. Penggunaan teknologi informasi yang tidak tepat
menyebabkan biaya operasional yang ditanggung perusahaan meningkat,
yakni biaya pemeliharaan, biaya atas implementasi yang tidak terencana,
sistem yang tidak terpadu serta operator yang tidak professional.
4. Pemerintah. Kebijaka pemerintah terhadap pencabutan subsidi terhadap
perusahaan dan industri, penetapan tariff ekspor-impor yang
berubah-ubah, kebijakan undang-undang ketenagakerjaan, dll menyebabkan
ketidakstabilan bagi perusahaan, yang berdampak terhadap pengeluaran
b. Faktor Eksternal Perusahaan
1. Pelanggan. Perusahaan dituntut untuk mampu mengidentifikasi sifat
konsumen, menciptakan peluang, menemukan konsumen baru, dan
mejaga loyalitas pelanggan untuk menghindari penurunan penjualan.
2. Pemasok. Perusahaan dan pemasok harus mampu bekerja sama dengan
baik karena kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi
keuntungan pembelinya tergantung pada seberapa besar pemasok
berhubungan dengan perdagangan bebas.
3. Pesaing. Pesaing mengakibatkan ambiguitas bagi perusahaan,
maksudnya pesaing dapat menjadi motivator hebat bagi perusahaan
untuk meningkatkan mutu dan kualitas produk dan pelayanannya
terhadap masyarakat. Tetapi pesaing juga dapat menurunkan nilai
perusahaan apabila pesaing lebih unggul dalam menawarkan produk dan
pelayanannya.
c. Faktor Internal Perusahaan
Faktor-faktor ini biasanya merupakan hasil dari keputusan kebijakan yang
tidak tepat di masa lalu dan kegagalan manajemen untuk berbuat sesuatu
pada saat yang diperlukan.
2.1.4Model Altman Z-Score
Z-score merupakan suatu persamaan multivariable yang digunakan oleh
Altman dalam rangka memprediksi tingkat kebangkrutan. Altman menggunakan
model statistik yang disebut dengan Multiple Discriminant Analysis (MDA). Pada
Z-score asli. Padahal Altman menciptakan beberapa variasi Z-score. Z-score asli
yang dikemukakan Altman ini pada tahun 1968 ini dirumuskan dengan
mengambil sampel sebanyak 66 perusahaan manufaktur publik di Amerika yang
33 diantaranya adalah perusahaan bangkrut dan 33 lainnya perusahaan tidak
bangkrut.
Jumlah rasio yang dipilih untuk di tes adalah 22 buah. Dari jumlah tersebut
kemudian hanya dipilih 5 rasio yang paling kuat secara bersama berkorelasi
dengan kebangkrutan. Sehingga dirumuskan Z-score asli adalah sebagai berikut
(Prihadi, 2011: 335-336):
Z-score = 1,2X1 + 1,4X2 +3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Keterangan :
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = EBIT to Total Asset
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt
X5 = Sales to Total Assets
Nilai cut-off yang digunakan dalam Z-score asli ini adalah :
[image:32.612.158.485.551.631.2]Tabel 2.1
Tabel Klasifikasi Altman Z-score
Z-score Posisi Perusahaan
< 1.81 Bangkrut
1.81 - 2.99 Daerah kelabu
>2.99 Sehat Sumber: Prihadi (2011: 336)
Dikarenakan keterbatasan penggunaan Z-score asli yang hanya dapat
varian dari Z-score yaitu Z’-score dan Z”-score. Z’-score ditujukan untuk
perusahaan non-publik dengan cara merumuskan kembali rasio yang digunakan,
yaitu menggantikan market value of equity dengan book value of equity.
Perumusan yang berubah dan sampel yang berbeda membuat hasil akhir rumus
Z’-score menjadi berbeda dengan Z-score asli yang dapat dilihat sebagai berikut
(Prihadi, 2011: 337-338):
Z’-score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
Keterangan :
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = EBIT to Total Asset
X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt
X5 = Sales to Total Assets
Nilai cut-off yang digunakan dalam Z’-score ini adalah :
[image:33.612.160.482.483.553.2]Tabel 2.2
Tabel Klasifikasi Altman Z’-score
Z’-score Posisi Perusahaan
< 1.23 Bangkrut
1.23 - 2.90 Daerah kelabu
>2.90 Sehat Sumber: Prihadi (2011: 338)
Varian terakhir adalah Z”-score, dimana dalam model ini rasio sales to total
assets dihilangkan dengan harapan efek industri, dalam pengertian ukuran
perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat dihilangkan. Sampel yang
digunakan kemudian diganti dengan perusahaan dari negara berkembang yaitu
digunakan untuk perusahaan publik maupun private. Adapun rumus Z”-score
adalah:
Z”-score = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
Keterangan:
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = EBIT to Total Asset
X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt
Nilai cut-off yang digunakan dalam Z”-score ini adalah :
[image:34.612.153.483.341.433.2]Tabel 2.3
Tabel Klasifikasi Altman Z”-score
Z”-score Posisi Perusahaan
< 1.1 Bangkrut
1.1 - 2.60 Daerah kelabu
>2.60 Sehat Sumber: Prihadi (2011: 338-339)
Penelitian ini akan menggunakan model Altman yang ketiga yakni Z”-score
dikarenakan model tersebut merupakan model yang fleksibel karena bisa
digunakan untuk perusahaan publik maupun private, juga merupakan model yang
cocok digunakan di Indonesia.
2.1.5Model Grover
Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan
pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-score. Grover
menggunakan sampel sesuai dengan model Altman pada tahun 1968, dengan
menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak
bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Grover (2001) menghasilkan fungsi
sebagai berikut (Ni Made. 2013):
Score = 1,650X1 + 3,404X2 + 0,016ROA + 0,057
Keterangan :
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
ROA = Net Income to Total Assets
Grover mengklasifikasikan nilai kebangkrutan perusahaan sebagai berikut:
1. Jika Score -0,02 maka perusahaan dalam keadaan bangkrut.
2. Jika Score 0,01 maka perusahaan dalam keadaan sehat (tidak bangkrut).
2.1.6Model Springate
Analisis model kebangkrutan Springate ditemukan oleh Springate pada
tahun 1978. Springate menemukan 4 rasio dari 19 rasio keuangan yang paling
berkontribusi terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan. Keempat rasio
keuangan tersebut dikombinasikan dalam suatu formula yang disebut Model
Springate, secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Kokyung. 2012):
S = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D
Keterangan :
A = Working Capital to Total Assets
B = Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
C = Earnings Before Taxes to Current Liabilities
Springate membagi kriteria penilaian kebangkrutan perusahaan ke dalam 3
kategori:
1. Jika nilai S < 0,862 maka mengindikasikan perusahaan menghadapi
ancaman kebangkrutan yang serius (bangkrut).
2. Jika nilai 0,862 < S < 1,062 maka mengindikasikan bahwa pihak manajemen
harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi
kebangkrutan (daerah rawan kebangkrutan).
3. Jika nilai S > 1,062 mengindikasikan perusahaan dalam kondisi keuangan
yang sehat (tidak bangkrut).
2.1.7Model Zmijewski
Model analisis kebangkrutan ini ditemukan oleh Zmijewski pada tahun 1983
yang merupakan hasil riset selama 20 tahun. Rasio keuangan yang digunakan
pada model ini dipilihdari rasio keuangan yang telah digunakan pada penelitian
terdahulu. Sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut serta 3573 perusahaan sehat
selama tahun 1972 sampai dengan 1978 dijadikan sampel. Model Zmijewski yang
berhasil dikembangkan yaitu (Komang. 2014):
Z = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 – 0,004X3
Keterangan :
X1 = Return On Asset
X2 = Debt Ratio
X3 = Current Ratio
Nilai cut-off yang digunakan dalam model ini adalah 0, dimana jika Z
Sedangkan semakin negatif nilai Z perusahaan, maka semakin jauh perusahaan
dari potensi mengalami kebangkrutan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Komang & Ni K. (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis
Komparasi Potensi Kebangkrutan dengan Metode Z-score Altman, Springate, dan
Zmijewski pada Industri Kosmetik yang terdaftar di BEI. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/ Total Assets, Retained
Earning / Total Assets, EBIT/ Total Assets, Market Value Equity/ Book Value of
Total Debt, Sales/ Total Assets, Earnings Before Taxes/ Current Liabilities, ROA,
Debt Ratio, dan Current Ratio. Teknik analisis data yang digunakan adalah
Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian Komang dan Ni K.
mengatakan bahwa perbedaan rata-rata terlihat pada model Altman Z-score,
sedangkan model Springate dan Zmijewski memiliki rata-rata potensi
kebangkrutan yang hampir sama.
Kokyung & Siti (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis
Penggunaan Altman Z-score dan Springate untuk Mengetahui Potensi
Kebangkrutan pada PT. Bakrie Telecom Tbk. Variabel yang digunakan adalah Net
Working Capital/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets, EBIT/ Total
Asset, Market Value of Equity/ Book Value of Debt, Sales/ Total Assets, Net Profit
Before Interest and Taxes/ Total Assets, Net Profit Before Taxes/ Current
Liabilities. Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant
Analysis (MDA). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil
adanya perbedaan penggunaan rasio keuangan dan kriteria kebangkrutan. Prediksi
Altman menyatakan PT. Bakrie Telecom mengalami kebangkrutan atau adanya
masalah keuangan yang serius pada tahun 2012, sedangkan prediksi Springate
menunjukkan PT. Bakrie Telecom mengalami ancaman kebangkrutan pada
2009-2012.
Aswinda, Darminto dan Nengah (2013) melakukan penelitian dengan judul
Penerapan Model Altman Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan pada
Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang terdaftar di BEI Periode 2009-2011.
Variabel yang digunakan adalah Modal Kerja/ Total Aktiva, Laba Yang Ditahan/
Total Aktiva, Laba Sebelum Bunga dan Pajak/ Total Aktiva, Nilai Pasar Saham/
Nilai Buku Total Hutang, Penjualan/ Total Aktiva. Teknik analisis data yang
digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa lima dari enam perusahaan yang diteliti berpotensi mengalami
kebangkrutan.
Ni Made & Maria (2013) melakukan penelitian dengan judul Prediksi
Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski
pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia. Variabel yang
digunakan adalah Working Capital/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets,
Earnings Before Interest and Taxes/ Total Asset, Book Value of Equity/ Book
Value of Total Debt, Sales/ Total Assets, Net Profit Before Interest and Taxes/
Total Assets, Net Profit Before Taxes/ Current Liabilities, Return On Assets, Debt
merupakan prediktor kebangkrutan yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan
Food & Beverage yang terdaftar di BEI.
June Li (2012) melakukan penelitian dengan judul Prediction of Corporate
Bankruptcy from 2008 Through 2011. Variabel yang digunakan adalah Working
Capital/ Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets, Earnings Before Interest
and Taxes/ Total Asset, Market Value of Equity/ Total Liabilities, dan Sales/ Total
Assets. Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant
Analysis (MDA). Hasil penelitian ini menyatakan meskipun model original
Altman Z-score dikembangkan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan
manufaktur, namun pada penelitian ini model tersebut juga baik digunakan pada
perusahaan non-manufaktur.
Radha & Kishore (2012) melakukan penelitian dengan judul A Comparison
of Bankruptcy Models. Variabel yang digunakan adalah Working Capital/ Total
Assets, Retained Earnings/ Total Assets, Earnings Before Interest and Taxes/
Total Asset, Market Value of Equity/ Total Liabilities, Size company, Total
Liabilities/ Total Assets, Current Liabilities/ Current Assets, Net Income/ Total
Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Total Liabilities, INTWO (Indicator
equal to 1 if net income was negative for the last two years or 0), OENEG
(Indicator equal to 1 if book value of equity is negative or 0). Teknik analisis data
yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan Probability
using Logistic Transformation. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa model
O-score merupakan prediktor kebangkrutan terbaik dibandingkan Z-O-score dan
menggunakan 9 komponen prediksi kebangkrutan termasuk inflasi, likuiditas
jangka pendek dan jangka panjang, serta laba sebelum dan sesudah pajak.
Vahdat & Mohammad (2012) melakukan penelitian dengan judul The
Creation Of Bankruptcy Prediction Model Using Springate and SAF Models.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/ Total
Assets, Earnings Before Interest and Taxes/ Total Assets, Earnings Before Interest
and Taxes/ Current Liabilities, Sales/ Total Assets, Retained Earnings/ Total
Assets, Inventory turnover During a financial period, Interest costs/ Sales. Teknik
analisis data yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan
Logistic Regression Method. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa springate
dengan MDA memberikan prediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 90%
dalam kurun waktu 1 tahun sebelum kebangkrutan, dan 82% dalam kurun waktu 2
tahun. Sedangkan model SAF dengan analisis regresi logistik memprediksi
kebangkrutan dengan tingkat akurasi 88,5% untuk kurun waktu 1 tahun sebelum
kebangkrutan dan 79% untuk kurun waktu 2 tahun sebelum kebangkrutan.
Hafiz & Dicky (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis
Kebangkrutan Model Altman Z-score dan Springate pada Perusahaan Industri
Property. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Working Capital/
Total Assets, Retained Earnings/ Total Assets, Earnings Before Interest and
Taxes/ Total Asset, Market Value of Equity/ Book Value of Debt, Sales/ Total
Assets, Net Profit Before Interest and Taxes/ Total Assets, dan Net Profit Before
Taxes/ Current Liabilities. Teknik analisis data yang digunakan adalah Multiple
lebih ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan dibandingkan Model Springate.
Pengukuran kedua metode ini menitik beratkan pada kemampuan perusahaan
[image:41.612.126.511.202.718.2]menghasilkan laba rugi dengan menggunakan rasio profitabilitas.
Tabel 2.4
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik
Analisis Hasil Penelitian
1 Komang dan Ni K. (2014) Analisis Komparasi Potensi Kebangkrutan dengan Metode Z-score Altman, Springate, dan Zmijewski pada Industri Kosmetik yang terdaftar di BEI 1. Working
Capital to Total Assets
2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets
4. Working
Capital to Total Assets
5. Retained
Earnings to Total Assets
6. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
7. Market Value of Equity to Book Value of Debt
8. Sales to Total
Assets
9. Earnings Before Taxes to Current
Liabilities
10.Return On
Assets 11.Debt Ratio 12.Current Ratio
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Perbedaan rata-rata terlihat pada model Altman Z-Score, sedangkan model Springate dan Zmijewski memiliki rata- rata potensi kebangkrutan yang hampir sama. 2 Kokyung dan Siti (2014) Analisa Penggunaan Altman Z-score dan Springate untuk Mengetahui Potensi Kebangkrutan 1. Working
Capital to Total Assets
2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total
Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik
Analisis Hasil Penelitian
pada PT. Bakrie Telecom Tbk
Asset
4. Market Value
of Equity to Total Liabilities
5. Sales to Total
Assets
6. Net Profit
Before Interest and Taxes to Total Assets
7. Net Profit
Before Taxes to Current Liabilities penggunaan rasio keuangan dan kriteria kebangkrutan. 3 Aswinda, Darmianto, dan Nengah (2013) Penerapan Model Altman Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang Terdaftar di BEI periode 2009-2011
1. Modal Kerja/
Total Aktiva
2. Laba ditahan/
Total Aktiva
3. Laba Sebelum
Bunga dan Pajak / Total Aktiva
4. Nilai Pasar
Saham Biasa dan Saham Preferen / Nilai Buku Total Utang
5. Penjualan /
Total Aktiva
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Penelitian ini membuktikan bahwa lima dari enam perusahaan yang diteliti berpotensi mengalami kebangkrutan.
4 Ni Made
dan Maria (2013) Prediksi Kebangkrutan dengan Model Grover, Altman Z-score, Springate, dan Zmijewski pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia 1. Working
Capital to Total Assets
2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
4. Book Value of
Equity to Book Value of Total Debt
5. Sales to Total
Assets
6. Net Profit
Before Interest and Taxes to
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik
Analisis Hasil Penelitian
Total Assets
7. Net Profit
Before Taxes to Current Liabilities
8. Return On
Assets 9. Debt Ratio 10.Current Ratio
5 June Li
(2012) Prediction of Corporate Bankruptcy from 2008 through 2011 1. Working
Capital to Total Assets
2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
4. Market Value of Equity to Total Liabilities
5. Sales to Total
Assets
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Meskipun model original Altman Z-score dikembangkan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan manufaktur, namun pada penelitian ini model tersebut juga baik digunakan pada perusahaan non-manufaktur.
6 Radha dan
Kishore (2012)
A Comparison of Bankruptcy Models : using Altman Z-score, Ohlson O-score, and Zmijewski
1. Working
Capital to Total Assets
2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
4. Market Value of Equity to Total Liabilities
5. Size company
6. Total Liabilities to Total Assets 7. Current
Liabilities to Current Assets
8. Net Income to
Total Assets 9. Earnings Before
Interest and Taxes toTotal
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik
Analisis Hasil Penelitian
Liabilities 10. INTWO
(Indicator equal to 1 if net income was negative for the last two years or 0)
11. OENEG
(Indicator equal to 1 if book value of equity is negative or 0) 7 Vahdat and Mohammad (2012) The Creation Of Bankruptcy Prediction Model Using Springate and SAF Models 1. Working
Capital to Total Assets
2. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset
3. Earnings Before Interest and Taxes to Current
Liabilities
4. Sales to Total
Assets 5. Retained Earnings to Total Assets 6. Inventory turnover During a financial period
7. Interest costs to sales
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Logistic Regression Method Springate dengan MDA memberikan prediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 90% dalam kurun waktu 1 thn sebelum
kebangkrutan, dan 82% dalam kurun waktu 2 thn.
Sedangkan model SAF dengan analisis regresi logistik memprediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi 88,5% utk kurun waktu 1 thn sebelum kebangkrutan dan 79% untuk kurun waktu 2 thn sebelum kebangkrutan.
8 Hafiz dan
Dicky (2011) Analisis Kebangkrutan Model Altman Z-score dan Springate pada Perusahaan Industri 1. Working
Capital to Total Assets
2. Retained
Earnings to Total Assets
3. Earnings Before
Multiple Discriminant Analysis ( MDA )
Lanjutan Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti / Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik
Analisis Hasil Penelitian
Property Interest and
Taxes to Total Asset
4. Market Value
of Equity to Book Value of Debt
5. Sales to Total
Assets
6. Net Profit
Before Interest and Taxes to Total Assets
7. Net Profit
Before Taxes to Current Liabilities Springate. Pengukuran kedua metode ini menitik beratkan pada kemampuan perusahaan menghasilkan laba rugi dengan menggunakan rasio profitabilitas. 9 Robert (2011) Financial Distress Models : How Pertinent Are Sampling Bias Criticisms
1. Return On
Assets (Net Income / Total Assets)
2. Debt Ratio
(Total Debt / Total Assets)
3. Current Ratio
(Current Assets / Current Liabilities) 4. LOGTA 5. TETA 6. EBITSALES 7. CFOSALES 8. CFOTA 9. EBITINTEX Multiple Discriminant Analysis (MDA) Model yang digunakan menunjukkan hasil yang sama untuk dua tahun sebelum kebangkrutan.
2.3 Kerangka Konseptual
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap perusahaan memiliki potensi
mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan itu sendiri berkaitan erat dengan kinerja
keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang dapat dilihat di dalam
Analisis rasio keuangan juga merupakan salah satu informasi yang dapat
digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan, termasuk prediksi
kebangkrutan perusahaan.
Altman (1968) memprediksi kebangkrutan dengan model Z-score
menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis (MDA). Multiple
Discriminat Analysis (MDA) dapat dipergunakan untuk mengetahui
variabel-variabel penciri yang membedakan kelompok populasi yang ada, juga dapat
dipergunakan sebagai kriteria pengelompokan. MDA secara umum adalah Z =
V1(X1) + V2(X2) + …. + Vn(Xn) dimana V1, V2, … , Vn adalah parameter
(weights) sedangkan X1, X2, … , Xn merupakan rasio-rasio keuangan yang
berkontribusi pada model prediksi. Sederhananya, dalam metode MDA diperlukan
lebih dari satu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan
untuk membentuk suatu model yang baik.
Altman mengembangkan model kebangkrutan Z-score dengan menggunakan
22 rasio keuangan yang diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu : likuiditas,
profitabilitas, leverage, rasio uji pasar, dan kinerja. Model ini mampu
memprediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi mencapai 95% pada
perusahaan selama 12 bulan. Model Altman Z-score yang pertama ini
dikembangkan untuk digunakan sebagai prediktor kebangkrutan terhadap
perusahan manufaktur. Dikarenakan keterbatasan penggunaan Z-score asli yang
hanya dapat digunakan pada perusahaan publik dan manufaktur, Altman
Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Altman Z”-Score:
Z”-score:
6.56X1+3.26X2+6.72X3+1.05X4
Bangkrut jika Z”-score < 1.1
Daerah abu-abu (grey area) jika
1,1 < Z”-score < 2,60
Sehat jika Z”-score> 2,60
Z’-score ditujukan untuk perusahaan non-publik dengan cara merumuskan
kembali rasio yang digunakan, yaitu menggantikan market value of equity dengan
book value of equity. Varian terakhir adalah Z”-score, dimana dalam model ini
rasio sales to total assets dihilangkan dengan harapan efek industri, dalam
pengertian ukuran perusahaan terkait dengan aset atau penjualan dapat
dihilangkan. Z”-score merupakan rumusan yang paling fleksibel karena bisa
[image:47.612.146.489.288.447.2]digunakan untuk perusahaan publik maupun private.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Altman Z”-score
Grover (2001) berhasil menciptakan model yang dapat digunakan untuk
menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan dengan melakukan pendesainan
ulang terhadap model Altman Z-score yang pertama. Grover menggunakan
sampel sebanyak 70 perusahaan, yakni 35 perusahaan yang bangkrut dan 35
perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Grover
menggunakan 35 rasio keuangan dan kemudian menggunakan 3 rasio keuangan
Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Grover:
Score=
1,650X1+3,404X2+0,016ROA+0,057
Bangkrut jika Score -0,02
Sehat jika Score 0,01
Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Springate:
S= 1,03A+3,07B+0,66C+0,4D
Bangkrut jika S < 0,862
Daerah abu-abu (grey area) jika
0,862 < S < 1,062
[image:48.612.154.483.115.237.2]Sehat jika S > 1,062 Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Grover
Springate (1978) juga melakukan penelitian yang menghasilkan model
prediksi kebangkrutan yang disebut model Springate. Sampel yang digunakan
sebanyak 40 perusahaan dengan menggunakan metode MDA. Springate
menemukan 4 rasio keuangan yang dapat digunakan dalam memprediksi adanya
potensi kebangkrutan terhadap perusahaan dengan tingkat akurasi 92,5%.
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual Springate
Zmijewski (1983) berhasil menemukan model analisis kebangkrutan setelah
melakukan studi kebangkrutan selama 20 tahun. Zmijewski menggunakan sampel
75 perusahaan yang bangkrut dan 3573 perusahaan yang sehat selama tahun 1970
sampai tahun 1978. Perbedaan yang signifikan antara perusahaan sehat dan tidak
sehat ditunjukkan oleh indikator F-test terhadap rasio-rasio kelompok, fixed
[image:48.612.147.487.377.545.2]Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Zmijewski:
Z= -4.3-4.5X1+5.7X2-0.004X3
Bangkrut jika Z > 0
Sehat jika Z 0
volatility, leverage, dan turnover. Penelitian ini menghasilkan 3 rasio keuangan
yang paling berpengaruh terhadap potensi kebangkrutan dengan tingkat akurasi
[image:49.612.148.486.192.284.2]mencapai 94,9%. Berikut kerangka konseptual dalam penelitian ini:
Gambar 2.4
Kerangka Konseptual Zmijewski 2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan antara model Altman Z-score, Grover, Springate, dan
Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan
garmen di BEI periode 2009-2013.
2. Model Grover merupakan prediktor kebangkrutan terbaik pada perusahaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang
bertujuan menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang suatu
situasi, keadaan atau bidang kajian yang menjadi objek penelitian dengan
menggunakan data kuantitatif (data yang berbentuk angka atau data yang
diangkakan).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
menggunakan media internet, data dari Indonesian Capital Market Directory, dan
data dari pojok bursa yang terdapat di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara. Situs internet yang digunakan adalah www.idx.co.id dan
www.sahamoke.com. Sedangkan waktu penelitian dimulai dari bulan Januari
2014 sampai dengan Maret 2015.
3.3 Batasan Operasional
Agar penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dan lebih terarah maka
penulis menetapkan batasan operasional penelitian. Adapun batasan operasional di
dalam penelitian ini adalah:
1. Model analisis kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel-variabel bebas yang terdapat dalam keempat model tersebut antara lain :
Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Assets, Earnings
Before Interest and Taxes to Total Asset, Book Value of Equity to Book
Value of Debt, Sales to Total Assets, ROA, Debt Ratio, dan Current Ratio.
Sedangkan variabel terikatnya adalah Potensi Kebangkrutan Perusahaan
Tekstil dan Garmen di Bursa Efek Indonesia periode 2009 sampai dengan
2013.
2. Populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
tekstil dan garmen di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2013, dan
sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
tekstil dan garmen yang listing di BEI periode 2009-2013 yang telah
memenuhi pertimbangan tertentu (purposive sampling).
3. Penggunaan model analisis kebangkrutan Altman Z-score, Springate,
Grover, dan Zmijewski yang digunakan dalam penelitian ini hanya untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan, bukan sebagai penentu
kepastian kebangkrutan.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang memuat cara mengukur variabel
bebas dan terikat supaya dapat dioperasikan. Definisi variabel-variabel
3.4.1 Definisi Operasional Altman Z-Score
1. Working Capital to Total Asset (X1) mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu dengan
membandingkan aktiva likuid bersih dengan total aktiva. Aktiva likuid
bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aktiva lancar dikurangi
total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan
keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva.
2. Retained Earnings to Total Assets (X2) mengukur kemampulabaan kumulatif
perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur
perusahaan, karena semakin muda perusahaan, maka semakin sedikit waktu
yang dimiliki untuk membangun laba kumulatif. Bias yang menguntungkan
perusahaan-perusahaan yang lebih berumur ini tidak mengherankan karena
pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih
muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan sudah mulai merugi,
tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai menurun. Bagi banyak
perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 menjadi negatif.
3. Earnings Before Interest and Taxes to Total Asset (X3) mengukur
kemampulaba