PERAN PEMULUNG DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DAN TIMBULAN SAMPAH DI TPA TERJUN KECAMATAN
MEDAN MARELAN KOTA MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh :
ELISABET CHRISTINA HUTAGALUNG NIM : 111000155
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERAN PEMULUNG DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DAN TIMBULAN SAMPAH DI TPA TERJUN KECAMATAN
MEDAN MARELAN KOTA MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
ELISABET CHRISTINA HUTAGALUNG NIM : 111000155
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pemulung merupakan kelompok masyarakat yang mencari dan mengumpulkan sampah yang masih bernilai ekonomi. Para pemulung biasanya mengambil sampah di tempat sampah sementara atau di dalam TPA. Pengawas TPA pada awalnya tidak memperbolehkan pemulung untuk mengumpulkan sampah di dalam TPA karena mereka dapat terkena benda tajam dan terserang penyakit. Seiring berjalannya waktu, para pemulung akhirnya dibiarkan bekerja di dalam TPA. Jumlah pemulung yang ada di TPA Terjun saat ini adalah 500 orang. Peran pemulung di TPA masih belum diketahui apakah dapat membantu mengurangi timbunan sampah di TPA.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisa kuantitatif. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa peran pemulung dalam pengelolaan sampah di TPA. Besar sampel yang diamati adalah 30 orang.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa volume sampah yang masuk ke dalam TPA Terjun setiap hari adalah 3.868,57 m3 sedangkan jumlah sampah yang dapat dikelola oleh pemulung setiap hari adalah 89,02 m3. Jadi, volume timbunan sampah yang tersisa di TPA Terjun setiap hari adalah 3.779,55 m3.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa peran pemulung dalam pengelolaan sampah dan timbulan sampah tidak menunjukkan pengurangan volume timbunan sampah di TPA Terjun. Kemampuan pemulung dalam mengurangi volume sampah yang ada di dalam TPA Terjun hanya sebesar 2,3 %. Jadi, persentase timbunan sampah yang bersisa di TPA Terjun setiap hari adalah 97,7 %.
Pemerintah sebaiknya mengembangkan teknologi yang tidak hanya memusnahkan sampah tapi juga memanfaatkan sampah sebagai sumber energi alternatif serta mendukung peran pemulung dalam mengurangi sampah di TPA Terjun kota Medan.
ABSTRACT
Scavengers are groups of people who seek and collect solid waste that still has economic value. The scavengers usually take out the waste in the trash while or in landfill. Supervisory of the landfill was originally not allow scavengers to collect waste in the landfill because they can be exposed to sharp objects and disease. Over time, the scavengers eventually left to work at the landfill. Number of scavengers in TPA Terjun today is 500 people. The role of scavengers at the landfill is still unknown whether it can help reduce landfill waste in the landfill.
This research is a descriptive research with quantitative analysis. The goal is to find out what the role of a scavenger in the management of waste in the landfill. The sample size observed was 30 people.
The research result shows that the volume of waste that goes into TPA Terjun every day was 3.868,57 m3 while the amount of waste that can be managed by scavengers every day is 89,02 m3. Thus, the volume of landfill waste left in TPA Terjun every day was 3.779,55 m3.
The conclusion from this study is that the scavenger role in waste management and solid waste generation did not show a reduction in the volume of landfill waste in TPA Terjun. Ability scavengers in reducing the volume of waste in TPA Terjun only by 2,3%. Thus, the percentage of residual landfill waste in TPA Terjun every day is 97,7%.
The government should develop a technology that not only destroy the waste but also making use of waste as alternative energy sources as well as supporting the role of scavengers in reducing waste in TPA Terjun, Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas kasih-Nya yang
selalu menyertai dan memberkati penulis dalam pengerjaan skripsi ini hingga
selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan studi pendidikan
S1 program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
3. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Pembimbing I dan Ibu Prof. Dr. Dra.
Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen II yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi sebagai Penguji I dan Bapak Dr. dr. Wirsal
Hasan, MPH sebagai Penguji II yang telah memberikan pertanyaan, kritik dan
saran untuk membantu penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Ramli selaku Pengawas UPTD TPA Terjun yang telah memberikan
izin dan mengawasi penulis selama melakukan penelitian.
6. Bapak Hendra dan seluruh pegawai yang bertugas di kantor UPTD TPA
Terjun yang telah memberikan izin, bimbingan serta arahan kepada penulis
7. Yang terkasih orang tua penulis, M.H Hutagalung dan S.br Siahaan, yang
telah menjadi motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan studi dan selalu
memberikan dukungan baik materi, nasihat serta doa bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kakak dan abang penulis, Elfrida Hutagalung dan Wilfrid Tampubolon yang
selalu mendukung penulis baik secara materi, tenaga, motivasi serta ilmu
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
9. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan semangat dan doa bagi
penulis, dan terkhusus kepada Martin Hutagalung, keponakan penulis, yang
telah membantu penulis selama melakukan penelitian di TPA Terjun.
10.Sahabat penulis, Erda Tamba, ST yang selalu berbagi ilmu tentang tugas akhir
dan memberikan semangat bagi penulis selama pengerjaan skripsi ini.
11.KTB TABITA (K‟ Ira, Iyun, Marta, Mei, Delima, dan Yohana) dan OZORA
(Devi, Linora, Olga) yang selalu memberikan dukungan dan doa bagi penulis.
12.Teman-teman kampus yang berjuang bersama dengan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini (Herna, Mitra, Putri, Renta, Irma, Rahmi, dll.) dan
teman seperjuangan penulis sejak semester awal (Jenayar, Ririn, Kesya) yang
selalu memberikan semangat dan doa bagi penulis.
13.Teman-teman Departemen Kesehatan Lingkungan yang saling menyemangati
satu sama lain dalam menyelesaikan tugas akhir.
14.Bapak dan Ibu para pemulung yang ada di TPA Terjun Kota Medan yang telah
waktunya untuk menjadi sampel penelitian dan memberikan informasi yang
berhubungan dengan penelitian ini.
15.Semua teman dan rekan mahasiswa yang tidak disebutkan satu persatu.
Seperti pepatah mengatakan “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, penulis juga
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca yang memerlukannya.
Medan, Oktober 2015
Hormat saya
DAFTAR ISI
2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Sampah ... 12
2.1.4 Komposisi Sampah ... 14
2.1.5 Dampak Sampah ... 18
2.1.5.1 Terhadap Kesehatan ... 18
2.1.5.2 Terhadap Lingkungan ... 19
2.1.6 Manfaat Sampah ... 19
2.2 Pemulung ... 21
2.3 Timbulan Sampah ... 22
2.4 Pengelolaan Sampah ... 26
2.4.1 Latar Belakang Pengelolaan Sampah ... 26
2.4.2 Tahapan Pengelolaan Sampah ... 28
2.4.2.1 Pengurangan sampah ... 28
2.4.2.2 Penanganan Sampah ... 29
2.4.3 Teknologi Pemusnahan Sampah ... 32
2.4.3.1 Pengomposan ... 33
2.4.3.2 Gas Bio ... 34
2.4.3.5 Pengomposan dengan metode
Keranjang Takakura ... 37
2.5 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) ... 38
2.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1 Jenis Penelitian ... 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 42
3.2.2 Waktu Penelitian ... 42
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 49
4.1.1 Gambaran Umum ... 49
4.1.2 Jadwal dan Penimbunan Sampah di TPA Terjun ... 49
4.1.3 Sarana dan Prasarana TPA Terjun ... 50
4.1.4 Estimasi Timbulan Sampah Kota Medan ... 51
4.2 Volume Sampah Harian yang Masuk Ke TPA Terjun ... 52
4.3 Jumlah Sampah yang Dikelola oleh Pemulung di TPA Terjun ... 54
4.3.1 Jumlah Sampah Harian dan Rata-rata Jumlah Sampah yang Dikelola Setiap Pemulung ... 54
4.3.2 Perkiraan Jumlah Sampah yang Dikelola ... 54
4.4 Volume Sampah Sisa Harian di TPA Terjun ... 56
4.5 Estimasi Volume Timbulan Sampah dalam 1 Bulan di TPA Terjun Kota Medan ... 57
4.5.1 Estimasi Jumlah Sampah yang dikelola oleh Pemulung di TPA Terjun Kota Medan ... 57
4.5.2 Estimasi Volume Sampah yang masuk setiap bulan di TPA Terjun Kota Medan ... 58
4.5.3 Estimasi Volume Timbulan Sampah Sisa setiap bulan di TPA Terjun Kota Medan ... 58
4.6 Gambaran Jumlah Sampah yang Dikelola Tiap Pemulung Berdasarkan Lama bekerja, Waktu, Alat dan Metode Pengelolaan ... 59
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1 Volume Timbulan Sampah Harian yang Masuk ke TPA Terjun Medan ... 61
5.2 Peran Pemulung di TPA Terjun ... 63
5.2.1 Jumlah Sampah yang dikelola ... 63
5.2.2 Gambaran Jumlah Sampah yang Dikelola Tiap Pemulung Menurut Lama Bekerja, Jam Kerja, Hari Kerja dan Alat Bekerja ... 64
5.2.3 Gambaran Komposisi Sampah ... 66
5.2.4 Gambaran Metode Pengelolaan Sampah ... 69
5.3 Volume Timbulan Sampah Sisa Harian di TPA Terjun Medan ... 70
5.4 Dampak Sampah ... 74
5.4.1 Dampak Sampah terhadap Kesehatan ... 74
5.4.2 Dampak Sampah terhadap Lingkungan ... 74
5.5 Mengurangi Timbulan dan Timbunan Sampah Kota Medan ... 75
5.5.1 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga untuk mengurangi timbulan sampah ... 75
5.5.2 Pengelolaan sampah terpadu untuk mengurangi timbunan sampah... 77
5.5.2.1 Tahap Pemilahan ... 77
5.5.2.2 Tahap Pengumpulan ... 79
5.5.2.3 Tahap Pengangkutan ... 80
5.5.2.4 Tahap Pengolahan ... 81
5.5.2.5 Tahap Pemrosesan Akhir ... 81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
6.1 Kesimpulan ... 82
6.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Tabel 2.1 Laju Timbulan Sampah Menurut penelitian Puslitbang Permukiman ... 24
2 Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah berdasarkan Komponen-Komponen Sumber Timbulan tahun 2013 ... 25
3 Tabel 2.3 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota ... 25
4 Tabel 3.1 Uraian Aspek pengukuran variabel penelitian ... 47 5 Tabel 4.1 Estimasi Timbulan Sampah di TPA Terjun Kota
Medan Bulan Januari hingga April Tahun 2015 ... 52
6 Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Ritasi Pengangkutan Sampah dan Volume Total Sampah yang Masuk di TPA Terjun Kota Medan Tahun 2015 ... 53
7 Tabel 4.3 Jumlah Sampah yang Dikelola oleh Pemulung TPA Terjun Kota Medan Tahun 2015 ... 54
8 Tabel 4.4 Estimasi Jumlah Sampah Harian yang Dikelola Semua Pemulung di TPA Terjun Kota Medan Tahun 2015 ... 55
9 Tabel 4.5 Estimasi Jumlah Sampah yang Dikelola oleh Seluruh Pemulung di TPA Terjun Berdasarkan Waktu Penelitian Tahun 2015... 55
10 Tabel 4.6 Estimasi Volume Timbulan Sampah Sisa Tiap Minggu di TPA Terjun Tahun 2015... 57
11 Tabel 4.7 Estimasi Jumlah Sampah Harian yang Dikelola oleh Pemulung per Bulan di TPA Terjun Kota Medan Tahun 2015 ... 57
12 Tabel 4.8 Estimasi Volume Sampah yang Masuk di TPA Terjun Kota Medan Setiap Bulan Tahun 2015 ... 58
13 Tabel 4.9 Estimasi Volume Sampah Sisa Harian Setian Bulan di TPA Terjun Kota Medan Tahun 2015 ... 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Gambar 2.1 Diagram Komposisi Sampah di Amerika tahun 1996 ... 18 2 Gambar 2.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian ... 41 3 Gambar 4.1 Grafik Estimasi Jumlah Sampah yang Dapat
Dikelola oleh Seluruh Pemulung Setiap Hari di TPA Terjun Medan ... 56 4 Gambar 4.2 Grafik Persentase Rata-rata Komposisi Sampah
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Lampiran 1. Kuesioner ... 87
2 Lampiran 2. Lembar Observasi ... 88
3 Lampiran 3. Pilihan Jawaban Responden... 89
4 Lampiran 4. Jumlah Sampah yang Dikelola Pemulung ... 90
5 Lampiran 5. Output SPSS ... 91
6 Lampiran 6. Rekapitulasi Volume Sampah Harian yang Masuk ke TPA Terjun ... 95
7 Lampiran 7. Dokumentasi ... 96
8 Lampiran 8. Surat Izin Penelitian ... 101
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Elisabet Christina Hutagalung
Tempat Lahir : Sibolga
Tanggal Lahir : 29 Agustus 1993
Suku Bangsa : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Mangasi Halomoan Hutagalung
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Nama Ibu : Saripa Siahaan
Suku Bangsa Ibu : Batak Toba
Pendidikan Formal
1. SD/Tamat tahun : SD Negeri 084087 Sibolga (1999-2005)
2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 2 Sibolga (2005-2008)
3. SLTA/Tamat tahun : SMA Negeri 1 Sibolga (2008-2011)
4. Akademi/Tamat tahun : -
5. Lama studi di FKM USU : 8 semester
ABSTRAK
Pemulung merupakan kelompok masyarakat yang mencari dan mengumpulkan sampah yang masih bernilai ekonomi. Para pemulung biasanya mengambil sampah di tempat sampah sementara atau di dalam TPA. Pengawas TPA pada awalnya tidak memperbolehkan pemulung untuk mengumpulkan sampah di dalam TPA karena mereka dapat terkena benda tajam dan terserang penyakit. Seiring berjalannya waktu, para pemulung akhirnya dibiarkan bekerja di dalam TPA. Jumlah pemulung yang ada di TPA Terjun saat ini adalah 500 orang. Peran pemulung di TPA masih belum diketahui apakah dapat membantu mengurangi timbunan sampah di TPA.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisa kuantitatif. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa peran pemulung dalam pengelolaan sampah di TPA. Besar sampel yang diamati adalah 30 orang.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa volume sampah yang masuk ke dalam TPA Terjun setiap hari adalah 3.868,57 m3 sedangkan jumlah sampah yang dapat dikelola oleh pemulung setiap hari adalah 89,02 m3. Jadi, volume timbunan sampah yang tersisa di TPA Terjun setiap hari adalah 3.779,55 m3.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa peran pemulung dalam pengelolaan sampah dan timbulan sampah tidak menunjukkan pengurangan volume timbunan sampah di TPA Terjun. Kemampuan pemulung dalam mengurangi volume sampah yang ada di dalam TPA Terjun hanya sebesar 2,3 %. Jadi, persentase timbunan sampah yang bersisa di TPA Terjun setiap hari adalah 97,7 %.
Pemerintah sebaiknya mengembangkan teknologi yang tidak hanya memusnahkan sampah tapi juga memanfaatkan sampah sebagai sumber energi alternatif serta mendukung peran pemulung dalam mengurangi sampah di TPA Terjun kota Medan.
ABSTRACT
Scavengers are groups of people who seek and collect solid waste that still has economic value. The scavengers usually take out the waste in the trash while or in landfill. Supervisory of the landfill was originally not allow scavengers to collect waste in the landfill because they can be exposed to sharp objects and disease. Over time, the scavengers eventually left to work at the landfill. Number of scavengers in TPA Terjun today is 500 people. The role of scavengers at the landfill is still unknown whether it can help reduce landfill waste in the landfill.
This research is a descriptive research with quantitative analysis. The goal is to find out what the role of a scavenger in the management of waste in the landfill. The sample size observed was 30 people.
The research result shows that the volume of waste that goes into TPA Terjun every day was 3.868,57 m3 while the amount of waste that can be managed by scavengers every day is 89,02 m3. Thus, the volume of landfill waste left in TPA Terjun every day was 3.779,55 m3.
The conclusion from this study is that the scavenger role in waste management and solid waste generation did not show a reduction in the volume of landfill waste in TPA Terjun. Ability scavengers in reducing the volume of waste in TPA Terjun only by 2,3%. Thus, the percentage of residual landfill waste in TPA Terjun every day is 97,7%.
The government should develop a technology that not only destroy the waste but also making use of waste as alternative energy sources as well as supporting the role of scavengers in reducing waste in TPA Terjun, Medan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan
sumber daya alam yang berasal dari lingkungan demi memenuhi kebutuhan dan
kelangsungan hidupnya, yang akhirnya mengembalikan hasil aktifitas berupa
buangan kembali ke lingkungan. Keseimbangan dampak positif dan dampak
negatif dari pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan manusia sangat
dipengaruhi oleh penggunaan teknologi yang digunakan mengeksplorasi sumber
daya alam, mengolah buangannya, serta daya asimilasi atau daya dukung
lingkungan. Menurut Wardhana (2001), daya dukung lingkungan yang dimaksud
yakni sebagai kemampuan alam untuk mendukung kebutuhan hidup manusia.
Proses pembentukan daya dukung lingkungan membutuhkan waktu yang
sangat lama. Sehingga apabila eksplorasi terhadap sumber daya alam dilakukan
secara berlebihan maka kerusakan yakni ketidakseimbangan dalam lingkungan tak
bisa dihindari. Karena secara teoritis, kerusakan pada daya dukung lingkungan
dengan sendirinya mengalami siklus pemulihan yang alami. Agar dapat
memanfaatkan dan mengolah sumber daya secara baik diperlukan campur tangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Wardhana, 2001).
Namun, meningkatnya taraf hidup dan rasa puas yang tidak kunjung
terpenuhi membuat masyarakat semakin konsumtif dan menyukai kebudayaan
serba instan. Kecenderungan inilah yang memicu industri-industri berpacu dalam
pengetahuan dan teknologi yang awalnya digunakan untuk mengendalikan
keseimbangan lingkungan, digunakan sebaliknya. Kemajuan industri dan
teknologi ternyata menimbulkan jenis limbah baru yang sebelumnya jarang
ditemui di peradaban masa lampau, yang tidak hanya bersifat organik namun juga
bersifat anorganik (Wardhana, 2001). Limbah yang bersifat anorganik ini terbuat
secara sintetis dan kebanyakan berasal dari hasil pengolahan bahan tambang yang
mempunyai waktu paruh dan proses degradasi di lingkungan yang cukup lama
(Basriyanta, 2007).
Walaupun negara maju saat ini sudah menerapkan berbagai upaya untuk
meminimalisir timbulnya sampah. Kegiatan ini tak hanya menguras banyak
energi, melainkan menciptakan timbulan sampah yang tak kunjung terselesaikan
hingga saat ini. Menurut Setiono, Mashjur, dkk. (2007), dengan bertambahnya
pendapatan disertai meningkatnya jumlah penduduk, maka diperkirakan pada
tahun 2025 mendatang sekitar setengah dari limbah dunia (85% diantaranya
merupakan limbah baru) akan dihasilkan oleh negara-negara berkembang.
Sampah merupakan seluruh sisa dari kegiatan manusia yang berbentuk
padat, tidak termasuk tinja dan air seni. Sampah masing-masing memiliki daya
urai yang berbeda, ada yang mudah diuraikan oleh alam dan ada juga yang
membutuhkan waktu lama sehingga lingkungan dapat mentolerirnya. Secara
umum, sampah dibedakan menurut zat organik dan daya urainya, diantaranya
sampah organik dan anorganik (Chandra, 2005). Sampah organik kita kenal
tidak dikonsumsi lagi. Sedangkan sampah anorganik terdiri dari banyak jenis
seperti kertas, kaca, logam dan plastik yang tidak dipergunakan lagi.
Masalah limbah kota menurut penelitian di Amerika semakin kompleks
sejalan dengan pertambahan penduduk yang sangat pesat. Sejak tahun 1960, 1970,
1980, 1990 dan 2000 berturut-turut sampah kota yang ditimbulkan setiap orang
per kapita adalah 5,4 kg, 6,6 kg, 7,4 kg, 9 kg dan 9,2 kg/orang/hari. Dan diketahui
peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan setiap orang di atas 2 kg dalam
sehari. (Cunningham, W.P. dan Cunningham M.A., 2004). Bisa dibayangkan
apabila jumlah penduduk perkotaan yang lebih dari 1 juta jiwa akan menghasilkan
sampah sebesar 2.000.000 kg dalam sehari.
Upaya untuk mengurangi timbulan sampah sebenarnya sudah banyak
dilakukan, namun tetap saja masalah tentang sampah di perkotaan tidak berhenti.
Para ahli juga mencari cara agar sampah menjadi „warisan‟ bagi generasi
mendatang. Mereka menemukan metode yang disebut 3 R yang merupakan
singkatan dari Reduce-Reuse-Recycle atau yang kita kenal dengan slogan ”Mengurangi, Memakai kembali dan Melakukan daur ulang (3M)” terhadap
sampah (Sirait, 2009). Dan kebanyakan negara sudah menjalankan metode ini.
Meskipun metode mengurangi jumlah dan volume sampah yang
ditimbulkan sudah gencar dilakukan, kehadiran sampah di Kota Medan tetap saja
merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola
kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Menurut BPS
Kota Medan tahun 2013, jumlah penduduk Kota Medan sebesar 2.122.804 jiwa.
sampah dalam setahun sebesar 387.412 kg per m3 atau 1.937.059 liter per m3.
Perinciannya, 48 persen merupakan sampah organik dan 52 persen lagi sampah
anorganik. Jumlah sampah ini diperkirakan akan terus bertambah, dimana tingkat
pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 4 persen.
Dengan peningkatan jumlah sampah sebesar itu jika tidak dilakukan
dengan manajemen pengelolaan yang baik akan mengalami penurunan kualitas
lingkungan. Terbukti pada beberapa dasawarsa terakhir Kota Medan tidak
memperoleh piagam Kalpataru (Pakpahan, 2010).
Namun, sebagian masyarakat memanfaatkan „masalah‟ ini untuk
melangsungkan kehidupannya. Seringkali mereka rela mencari dan memisahkan
sampah yang dapat dijual kembali dengan yang tidak bernilai lagi. Mereka
melakukan aktivitas ini di Tempat-tempat Pembuangan Sampah, baik di TPA,
TPS maupun di tong sampah jalanan. Kelompok masyarakat ini sering kita sebut
sebagai Pemulung. Dalam sehari-hari pemulung dikenal sebagai orang yang
memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan
barang–barang bekas (seperti puntung rokok, plastik, kardus bekas dan
sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya
kembali menjadi barang komoditi (Marpaung. 2012).
Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan.
Tidak jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak
terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa
tuntutan ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih layak (Siallagan, 2014).
Menurut Listautin (2012), jumlah pemulung di TPA Terjun sebesar 450
orang. TPA Terjun ini sendiri merupakan TPA yang sudah ada sejak tahun 1993
di kota Medan. Menurut Badan Lingkungan Hidup tahun 2009, luas TPA Terjun
adalah 13,8 Ha dengan daya tampung 500.000 m3 yang menampung seluruh jenis
sampah termasuk sampah dari kawasan industri.
Pemulung pada awalnya tidak diizinkan oleh pihak pengawas TPA untuk
mengumpulkan sampah di dalam TPA. Kondisi ini disebabkan oleh risiko
gangguan kesehatan, kecelakaan dan bahaya yang dapat menimpa para pemulung
pada saat sedang dan setelah bekerja di dalam TPA. Selain itu, para pemulung
juga mengganggu proses penimbunan sampah karena para pemulung mengais dan
menyebarkan sampah yang seharusnya tidak disebarkan lagi. Seiring berjalannya
waktu, para pemulung yang tetap bersikeras mengambil sampah tersebut akhirnya
tidak dilarang oleh pengawas TPA. Hal ini dilakukan oleh pengawas TPA karena
tidak hanya menguntungkan pemulung, tapi juga membantu proses pengurangan
jumlah serta jenis sampah yang ada di dalam TPA.
Jumlah pemulung yang cukup banyak ini seharusnya memberikan
perubahan yang signifikan terhadap volume sampah di Kota Medan. Namun
sampai saat ini belum ada hasil yang memuaskan dari sistem pengelolaan sampah
perkotaan, di mana kita masih menjumpai timbulan sampah bahkan sampah yang
berserakan di tepi-tepi jalan dan tempat-tempat umum. Masalah sampah di Kota
gambaran peran para pemulung dalam pengelolaan sampah yang berada di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, Kecamatan Medan Marelan Kota
Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Sampah merupakan segala sesuatu yang dianggap tidak berguna lagi yang
bersumber dari dan di sekeliling kegiatan manusia. Sampah yang timbul di
lingkungan tidak hanya mengganggu estetika, namun juga dapat menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat serta lingkungan. Untuk itu, keberadaan
pemulung saat ini sebagai salah satu pengendali sampah di Tempat Pembuangan
Akhir sampah (TPA) sangat diperhitungkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa tindakan yang dapat dilakukan pemulung dalam pengelolaan
sampah di TPA Terjun Kota Medan.
2. Bagaimana peran pemulung dalam pengurangan timbulan/volume
sampah di TPA Terjun Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui apa peran pemulung dalam pengelolaan sampah.
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui volume sampah yang masuk ke dalam TPA Terjun
setiap harinya.
3. Untuk mengetahui volume sampah yang dikumpulkan oleh para
pemulung.
4. Untuk mengetahui komposisi sampah yang dikumpulkan oleh para
pemulung.
5. Untuk mengetahui metode pengelolaan sampah yang dilakukan para
pemulung terhadap sampah yang ada dalam TPA Terjun.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan bagi masyarakat awam sehingga mau ikutserta
dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitarnya.
2. Menambah wawasan para pelajar ataupun mahasiswa kesehatan
masyarakat tentang metode pengelolaan sampah dan dapat
mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.
3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang melakukan analisis
ataupun mencari hubungan antara peran pemulung terhadap sistem
pengelolaan sampah.
4. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya
Pemerintah Kota Medan untuk mengawasi dan mendukung peran para
pemulung dalam mengelola sampah kota, serta mengajak masyarakat
berpartisipasi dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitar.
5. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk menambah
wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai
sampah, pengelolaan sampah dan peran pemulung dalam mengelola
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah
2.1.1 Pengertian sampah
Sampah merupakan segala sesuatu yang dibuang karena dianggap tidak
berguna lagi seperti fungsi awalnya, dan berasal dari aktivitas manusia. Menurut
Undang-undang Nomor 18 tahun 2008, sampah merupakan sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan / atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah juga diartikan
sebagai material-material yang bukan cairan ataupun gas yang keberadaannya
tidak diinginkan dan dibuang oleh manusia (Miller, 1997).
Menurut Dara (2007), sampah merupakan segala benda yang dibuang dan
tidak terpakai yang berasal dari berbagai sumber, yakni berasal dari aktivitas
rumah tangga, daerah komersial, industri, pertambangan dan pertanian yang
menyebabkan lingkungan bermasalah.
2.1.2 Karakteristik sampah
A. Garbage
Sampah yang terdiri dari bahan organik, sifatnya mudah busuk jika
dibiarkan dalam keadaan basah. Misalnya sisa makanan, sayuran, buah-buahan
dan dedaunan. Sampah jenis ini banyak ditemukan di area berpenduduk.
B. Rubbish
Sampah yang terdiri dari atas bahan anorganik yang sebagian besar atau
seluruh bagiannya sulit membusuk. Menurut Suryati (2009), sampah ini
besi tua), sampah kering nonlogam (kertas, karton, kayu, kain bekas, kulit) dan
sampah kering yang sulit terbakar (noncombustible rubbish) misalnya pecahan gelas, botol, dan kaca.
C. Ashes
Merupakan sampah yang terdiri dari debu atau abu hasil pembakaran, baik
pembakaran bahan bakar maupun sampah, yang biasanya tidak membusuk.
Misalnya, debu hasil pembakaran kayu bakar.
D. Street Sweeping
Sampah dari aktivitas pembersihan di jalan raya, seperti dedaunan atau
sampah plastik maupun kotoran yang dibuang sembarangan di jalan.
E. Dead Animal
Sampah yang berasal dari bagian tubuh binatang yang sudah mati, bisa
diakibatkan karena bencana alam, penyakit ataupun kecelakaan.
F. Household Refuse
Sisa yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat di perumahan, biasanya
merupakan campuran berbagai jenis sampah seperti garbage, ashes dan rubish.
G. Abandonet Vehicles
Sisa kerangka kendaraan bermotor (mobil, truk, kereta api, pesawat, dan
lain-lain) yang tidak dapat digunakan lagi karena telah mengalami oksidasi atau
H. Sampah Industri
Sisa dari aktivitas Industri atau pekerja dalam suatu pabrik, biasanya
berbentuk padat (bukan limbah cair dan gas), misalnya sisa makanan atau
kemasan makanan para pekerja di suatu industri.
I. Demolation and Constrution Waste
Merupakan sampah sisa penghancuran suatu bangunan ataupun wilayah
tertentu. Misalnya, beton dan kayu sisa dari bangunan yang terkena ledakan bom
atau gempa bumi.
J. Specially Waste
Sampah yang dalam penanganannya diperlukan perlakuan khusus karena
mengandung zat beracun dan/atau mikroorganisme yang berbahaya, maupun
bersifat radioaktif. Biasanya sampah jenis ini berupa kaleng cat bekas, film bekas,
atau sisa aktivitas pembangkit listrik tenaga nuklir.
Menurut Basriyanta (2007), jenis sampah berdasarkan zat kimia yang
terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
a. Sampah yang bersifat anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan
bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan
produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampa kaca dan
keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh
lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada
tingkat rumah tangga misalnya botol plastik dan kaleng.
b. Sampah yang bersifat organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati
yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini
dengan mudah dapat diuraikan melalui prose salami. Sampah rumah tangga
sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya
sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan
plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting.
Menurut Sirait (2009), sampah memiliki waktu tertentu untuk dapat didaur
ulang ataupun dihancurkan, di bawah ini merupakan penggolongan sampah
berdasarkan waktu hancurnya :
1) Sampah organik :
a) Kulit pisang : 3-5 minggu
b) Kulit jeruk : 6 bulan
c) Kertas : 2-5 bulan
d) Kayu balok : 10-20 tahun
2) Sampah anorganik :
a) Kaus kaki katun : 5-6 bulan
b) Kaus kaki wol : 1-5 tahun
c) Kain nilon : 30-40 tahun
d) Gelas/piring Styrofoam : tidak dapat hancur
f) Kaleng aluminium : 200-500 tahun
g) Botol plastik : tidak dapat hancur
h) Botol kaca : tidak dapat hancur
i) Popok bayi/diaper : 500-800 tahun
j) Pembalut wanita : 500-800 tahun
k) Permen karet : 50 tahun
l) Punting rokok : 1-12 tahun
2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah sampah
Menurut Sumantri (2010) ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi
jumlah sampah, yakni:
a. Jumlah Penduduk
Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat
atau ruang untuk menampung sampah semakin berkurang. Demikian dengan
semakin meningkatnya aktivitas penduduk, sampa yang dihasilkan juga semakin
banyak.
b. Sistem Pengumpulan atau Pembuangan Sampah yang dipakai
Pengumpulan dengan menggunakan gerobak lebih lambat dibandingkan
dengan truk, oleh sebab itu di daerah yang menggunakan gerobak sebagai
pengangkut sampah akan menumpuk lebih banyak sampah dibandingkan dengan
daerah yang menggunakan sistem angkut sampah lewat truk.
c. Pengambilan Bahan-Bahan pada Sampah untuk dipakai Kembali
Metode ini dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai
keadaan, bila harganya tinggi, tinggi pula tingkat pemakaiannya kembali, sehngga
sampah yang tertinggal pun semakin sedikit.
d. Faktor Geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah,
pantai atau di dataran rendah. Biasanya jumlah sampah lebih banyak ditemukan di
daerah dataran rendah yang padat penduduk.
e. Faktor Waktu
Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. Jumlah sampah pada
siang hari lebih banyak daripada di pagi hari. Namun, sampah di daerah pedesaan
tidak bergantung terhadap waktu.
f. Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya
Keberagaman budaya di suatu negara juga memengaruhi jumlah
sampah yang dihasilkan. Beberapa suku di Indonesia contohnya, sering
melaksanakan upacara adat yang memakai sesajen atau seserahan. Sisa dari acara
adat tersebut tentunya menghasilkan lebih banyak sampah dibandingkan dengan
beberapa suku yang tidak menggunakan sesajen.
g. Faktor Musim
Pada musim hujan sampah tersangkut pada selokan pintu air. Contoh
lainnya, pada musim buah tertentu yang menghasilkan sisa juga akan
menghasilkan jumlah sampah yang lebih banyak dibandingkan saat tidak musim
h. Kebiasaan Masyarakat
Bila suatu kelompok masyarakat suka mengonsumsi satu jenis makanan
atau tanaman, maka sampah dari makanan itu akan meningkat.
i. Kemajuan Teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh,
plastik, kardus, rongsokan AC, TV, kulkas dan sebagainya. j. Jenis Sampah
Makin tingkat kebudayaan suatu masyarakta, maka semakin kompleks
pula macam dan jenis sampah yang dihasilkan.
2.1.4 Komposisi sampah
Komposisi sampah sangat bervariasi tergantung dari sumbernya, dari yang
berbentuk sangat padat (seperti besi) hingga yang berbentuk gabus atau busa.
Selain itu, volume sampah juga bervariasi dari yang besar seperti bangkai
kendaraan hingga yang berbentuk abu.
Komposisi sampah suatu daerah yang ingin diketahui bergantung pada
rencana pengelolaan sampah yang akan dipakai. Atau sebaliknya, komposisi
sampah suatu daerah harus diketahui lebih dahulu untuk perencanaan pengelolaan
sampah selanjutnya.
Para ahli mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menentukan komposisi
sampah suatu daerah. Komposisi sampah dihitung dengan menjumlah
bahan/materi sampah dalam garam/% dari sampah. Menurut McKinney dan
Schoch (1996 ), komposisi sampah dibedakan menjadi beberapa jenis yang terdiri
a. Logam: beberapa logam dapat digunakan lagi tanpa melewati proses
penghancuran. Ada juga yang dapat didaur ulang dengan cara meleburkan logam
dengan api bersuhu tinggi sehingga menciptakan perkakas baru. Waktu paruh atau
degradasinya lebih lama dibanding bahan lain. Jadi,sangat disayangkan apabila
logam dibuang sembarangan ke lingkungan. Contohnya kaleng, besi, paku,
stainless steels bekas dan sejenisnya.
b. Kertas: terbuat dari serat tumbuhan khususnya batang pohon yang
bersifat organik. Kertas lebih mudah untuk diuraikan oleh mikroba daripada
logam. Hingga saat ini, daur ulang kertas masih terus berjalan. Namun tidak dapat
dibandingkan dengan daur ulang material lainnya karena hanya bisa didaur ulang
dari 6-8 kali (McKinney dan Schoch, 1996). Contohnya kertas cetakan, koran,
majalah dan karton bekas.
c. Plastik: umumnya plastik terbuat dari polimer sintetis yang
mengandung hidrogen, karbon dan oksigen hasil pengolahan minyak bumi. Tipe
plastik masa kini cenderung sulit diuraikan dan bahkan tidak mudah menyatu
dengan alam. Pencemaran lingkungan oleh sampah plastik tidak hanya merusak
komponen lingkungan tapi juga menghasilkan beberapa zat pencemar yang
berbahaya bagi lingkungan biotik dan abiotik. Namun, sifatnya sulit diuraikan ini
memberikan keuntungan, yakni benda-benda plastik tersebut dapat digunakan
kembali dan didaur ulang menjadi produk baru. Contohnya plastik kemasan
makanan/minuman, perkakas masak bekas, plastik kresek, dan sebagainya.
d. Karet: terbuat dari getah pohon karet dan campuran beberapa bahan
diuraikan di lingkungan, banyak orang melakukan pembakaran. Walaupun mudah
melebur, ternyata pembakaran karet ini menghasilkan asap yang hitam pekat yang
dapat mengganggu kesehatan. Namun, beberapa komunitas menyadari bahwa
karet ini dapat digunakan kembali dan didaur ulang menjadi produk baru yang
bernilai ekonomis. Contohnya adalah ban bekas, sandal karet, karet penghapus
dan sebagainya.
e. Kain/tekstil: terbuat dari susunan helai benang. Benang ini berasal dari
serat tumbuhan dan juga serat kepompong ulat sutra. Karena pada proses
pembuatannya, benang-benang tersebut sudah diberikan tambahan zat pewarna
dan pengawet. Penambahan itu membuat serat kain sulit diuraikan di lingkungan.
Namun, kain bekas dapat dipergunakan kembali atau didaur ulang. Contohnya
adalah sobekan kain, gorden, dan lain-lain.
f. Kaca: merupakan senyawa yang dapat didaur ulang 100%. Pecahan
cangkir dan piring kaca dapat dileburkan dan dijadikan produk baru, dan proses
ini dapat berulang-ulang tanpa ada batasan waktu. Kaca atau gelas ini sendiri
terbuat dari pasir silica dan beberapa bahan tambahan yang dibentuk dalam
temperatur dan tekanan tinggi. Walaupun daur ulang kaca/gelas secara langsung
tidak dapat menghasilkan produk yang sama persis, kaca/gelas ini tetap dapat
diubah menjadi fiberglass. Selain itu pecahan kaca juga dapat digunakan untuk membuat tembok pembatas yang aman. Contohnya adalah gelas/piring kaca,
lampu, pecahan jendela kaca dan lain-lain.
g. Kayu: mengandung serat dan bahan organik yang dapat diuraikan,
makanannya, seperti rayap. Selain itu, kayu bekas juga dapat dimanfaatkan untuk
bahan bakar alternatif untuk memasak dan menghangatkan ruangan. Kayu yang
dibuang di lingkungan tidak terlalu mengkhawatirkan perubahan keseimbangan
lingkungan. Contohnya kayu, ranting, bekas kursi atau meja.
h. Sampah mudah busuk/Garbage: terdiri dari sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan yang merupakan bahan organik, sehingga lingkungan masih
dapat menguraikannya.
i. Bebatuan: sampah jenis ini mengandung beberapa jenis bebatuan
ataupun material yang berasal dari tanah. Seringkali ditemukan dalam bentuk
material bangunan ataupun sisa pengukiran bongkahan batu. Contohnya adalah
beton yang hancur, serpihan ukiran perhiasan dan pernak-pernik dari batu.
Komposisi dari bahan-bahan tersebut penting untuk diketahui dalam
perencanaan pengelolaan sampah selanjutnya, mulai dari cara pengangkutan,
pengumpulan, dan pembuangan/pemusnahan sampah suatu daerah. Selain itu,
dengan diketahuinya komposisi sampah tersebut, dapat diupayakan daur ulang
dari bahan-bahan sampah yang masih dapa terpakai (Sumantri, 2010). Berikut
komposisi sampah yang sering dijumpai di negara Amerika Serikat serta
Sumber: McKinney, M.L., Schoch, R.M., 1996
Gambar 1. Diagram Komposisi Sampah di Amerika tahun 1996
2.1.5 Dampak sampah 2.1.5.1 Terhadap kesehatan
Sampah yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan menimbulkan
beberapa fungsi baru yang berdampak bagi kesehatan masyarakat yang dijelaskan
oleh Suprapto (2005), di antaranya :
a) Sebagai sarana penularan penyakit
Sampah yang sewajarnya mengandung mikroorganisme pathogen
dan zat kimia yang berbahaya dapat menjadi sarana penularan penyakit, baik itu
terjadi secara langsung maupun tidak.
b) Sebagai tempat perkembang biakan vektor penyakit
Sampah yang dibiarkan tanpa pengelolaan yang berkelanjutan akan
menjadi sarang perkembang biakan dan habitat vektor penyakit, seperti nyamuk,
c) Mengganggu atau menyebabkan kecelakaan
Selain menimbulkan penyakit, sampah juga mengganggu
pemandangan dan penciuman kita. Sampah yang dibiarkan berserakan tidak
hanya mengurangi estetika lingkungan, sampah seperti sampah organik
menghasilkan gas Sulfur dan Methan dari proses pembusukan sampah tersebut.
Sampah juga dapat menimbulkan kecelakaan apabila kita menyentuh ataupun
menginjaknya, seperti pecahan kaca atau paku bekas.
2.1.5.2 Terhadap lingkungan
Tidak hanya membahayakan manusia, keberadaan sampah yang tidak
tertangani secara tepat juga menimbulkan perubahan keseimbangan dalam
lingkungan. Sampah anorganik yang sulit terurai dan sifatnya toksik dalam jumlah
berlebih di lingkungan akan merusak struktur tanah, perairan dan bahkan udara.
Karena itulah sampah juga sering diartikan sebagai pencemar lingkungan.
Kerusakan pada lingkungan ini mengakibatkan banyak perubahan yang tidak
diinginkan baik kepada makhluk hidup maupun komponen lingkungan yang
berujung pada bencana alam, seperti banjir bandang, tanah longsor, dan lain-lain.
2.1.6 Manfaat sampah
Walaupun sampah di pandangan masyarakat tidak berguna lain, bukan
berarti sampah tidak memiliki manfaat. Beberapa kalangan masyarakat yang
peduli lingkungan memilih untuk memanfaatkan sampah tersebut menjadi benda
yang dapat difungsikan kembali, baik sebagai barang baru maupun barang
1. Sampah dapat dikreasikan menjadi mainan anak
Tidak semua jenis sampah organik hanya dibuat menjadi kompos, kulit
buah-buahan misalnya, bisa dijadikan mainan baru yang tentunya tidak kalah seru
dibandingkan mainan modern masa kini. Kulit jeruk bali misalnya, kita dapat
membuat mobil-mobilan tradisional yang unik dan tentunya tidak beracun bagi
anak-anak. Karton ataupun kardus bekas juga dapat diubah menjadi dapur mainan
untuk anak-anak.
2. Sampah dapat dibuat/difungsikan menjadi barang fungsional yang baru
Kaleng bekas bisa menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit
jika dibuang sembarangan di lingkungan, namun hal itu tidak akan terjadi bila kita
memakainya kembali sebagai barang baru dengan fungsi berbeda. Kaleng bekas
tersebut dapat kita jadikan sebagai celengan/tabungan bagi anak ataupun bagi
orang dewasa, dan bisa juga dipergunakan sebagai wadah penyimpanan
barang-baranng lain agar tidak berantakan di ruang rumah kita. Masih banyak sampah
atau barang bekas yang dapat dimanfaatkan kembali, seperti membuat tempat tisu
gulung dari kardus bekas, membuat tas atau keranjang dari sampah plastik,
mengubah minyak jelantah menjadi sabun, mendaur ulang kertas menjadi bubur
kertas, dan lain-lain.
3. Sampah organik dijadikan kompos
Sampah organik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan
sampah yang mudah membusuk dan terurai di lingkungan. Keuntungan dari
proses pembusukan sampah organik ini dapat kita manfaatkan menjadi pupuk,
2.2 Pemulung
Pemulung adalah orang-orang yang pekerjaannya mengumpulkan
barang-barang bekas. Barang-barang-barang bekas yang bisanya mereka kumpulkan berasal dari
tempat-tempat sampah. Sebagian pemulung mengumpulkan sampah dari tempat
sampah pemukiman penduduk, sedangkan yang lainnya lebih memilih
mengumpulkan sampah atau brang-barang bekas di tempat pembuangan akhir
sampah yang berada di luar pemukiman warga. Mereka memilah sampah menurut
harganya, sampah organik atau sampah yang mudah membusuk tidak diambil
karena tidak bernilai lagi, melainkan memungut sampah yang masih bisa didaur
ulang seperti sampah plastik, sampah kertas, pecahan kaca hingga beberapa jenis
logam. Setelah semua sampah atau barang bekas yang diinginkan terkumpul,
mereka lalu menjualnya (Sutidja, 2001).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemulung adalah orang yg
mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang
bekas (seperti puntung rokok) dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan
mengolahnya kembali menjadi barang komoditas; atau disebut juga orang yg
memulung. Sedangkan menurut Saratiri (2005), pemulung adalah orang yang
kegiatannya mengambil dan mengumpulkan barang bekas yang masih memiliki
nilai jual yang kemudian akan dijual kepada juragan barang bekas.
Kehadiran para pemulung menjadi fenomena di masyarakat saat ini, di
mana kebanyakan mereka berasal dari status sosial, ekonomi dan pendidikan yang
rendah yang memungkinkan keterampilan untuk bersaing di tengah-tengah
bahwa mereka tidak memiliki keterampilan yang memadai sehingga memilih
menjadi pemulung.
Keberadaan pemulung tidak terjadi begitu saja, ada faktor penyebab
menjadi pemulung. Hal ini berangkat dari latar belakang masalah kesenjangan
penghasilan antara masyarakat desa dan kota. Pendapatan masyarakat desa dari
hasil pertanian dengan jumlah lahan yang semakin menyempit, akan semakin jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan beragam pekerjaan di kota (Marpaung,
2012).
Jenis-jenis pemulung berdasarkan beberapa pengamatan di lapangan
sangat variatif, di antaranya pengais langsung di lokasi tertentu, pengais yang
bergerak (mobile), pengepul (kolektor barang bekas yang di dapat dari para
pengais/pemulung), dan pendaur ulang barang bekas (Rohman, 2011).
2.3 Timbulan Sampah
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (PU), timbulan (kuantitas) sampah
merupakan volume sampah atau berat sampah yang dihasilkan dari jenis sumber
sampah di wilayah tertentu per satuan.
Menurut Kisyafah (2013), timbulan sampah biasanya dinyatakan dalam
satuan seperti berikut ini :
1. Satuan berat : kilogram per orang per hari (kg/o/h), kilogram per
meter-persegibangunan per hari (kg/m2/h) atau kilogram per tempat
2. Satuan volume : liter per orang per hari (l/o/h), liter per meter-persegi
bangunan perhari (l/m2/h) atau liter per tempat tidur per hari
(kg/bed/h).
Menurut Pemerintah Kota Medan (2013), sumber-sumber timbulan
sampah dibagi menjadi beberapa bagian yakni :
1. Sampah permukiman, yaitu sampah rumah tangga berupa sisa
pengolahan makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas,
kain, sampah kebun/halaman, dan lain-lain.
2. Sampah pertanian dan perkebunan. Sampah kegiatan pertanian
tergolong bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah
yang dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk.
Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan
khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah
lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk
mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini
bisa didaur ulang
3. Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung. Sampah yang
berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan
organik maupun anorganik. Sampah organik, misalnya: kayu, bambu, triplek.
Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca,
dan kaleng.
4. Sampah dari perdagangan dan perkantoran. Sampah yang berasal dari
terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik termasuk sampah
makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor
pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (bolpoint,
pensil, spidol, dll), toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan
kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan
lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah
dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
5. Sampah dari industri. Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses
produksi (bahan-bahan kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan
pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut
untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali beracun
memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.
Tabel 2.1 Laju Timbulan Sampah menurut penelitian Puslitbang Permukiman tahun 2013
Timbulan sampah ini dapat diukur dengan menggunakan metode
pengelolaan sampah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-3964-1994
mengenai Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi
Sampah. Metode pengukuran contoh timbulan sampah, yaitu sampah terkumpul
diukur volumenya dengan wadah pengukur 40 liter dan ditimbang beratnya,
beratnya, dan dicari karakteristik dari kandungan sampah pada lokasi tersebut
(Harahap, 2011).
Menurut Pemerintah Kota Medan tahun 2013 tentang spesifikasi timbulan
sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia berdasarkan
komponen-komponen sumber sampah adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah berdasarkan Komponen-Komponen Sumber Timbulan tahun 2013
No. Komponen Sumber
Sampah Satuan
Volume
(liter) Berat (Kg)
1 Rumah permanen per org/hari 2,25-2,50 0,35-0,40 2 Rumah semi permanen per org/hari 2,00-2,25 0,30-0,35 3 Rumah non permanen per org/hari 1,75-2,00 0,25-0,30
4 Kantor per peg/hari 0,50-0,75 0,025-0,10
5 Toko/Ruko per ptgs/hari 2,50-3,00 0,15-0,35
6 Sekolah per mrd/hari 0,10-0,15 0,01-0,02
7 Jalan Arteri per mtr/hari 0,10-0,15 0,02-0,10 8 Jalan kolektor per mtr/hari 0,10-0,15 0,10-0,05 9 Jalan local per mtr/hari 0,50-0,1 0,005-0,025
10 Pasar per mtr/hari 0,20-0,60 0,10-0,30
Sumber: Pemerintah Kota Medan, Tahun 2013
Sedangkan besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota dapat
dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini:
2.4 Pengelolaan Sampah
2.4.1 Latar belakang pengelolaan sampah
Catatan sejarah mengungkapkan bahwa manusia sudah berupaya untuk
membuat strategi menangani sampah. Dimulai dari masyarakat purba yang sering
berkelompok dan melakukan perburuan, sederhananya mereka meninggalkan
sampah yang jatuh di tanah dan kemudian berpindah tempat. Berbeda lagi di awal
zaman pra-industri, pemukiman, kelompok masyarakat dan pabrik-pabrik letaknya
berdekatan dengan saluran air. Perairan dan sungai tidak hanya menyuplai air
bersih dari hulu, tapi juga memberikan sebuah cara yang cocok untuk mengelola
sampah, yakni menggunakan saluran air dan sungai sebagai sarana membuang
sampah yang nantinya menuju ke laut. Dua ratus tahun berikutnya, kondisi
lingkungan semakin lama kehilangan udara segar dsan air bersih karena polusi
dari aktivitas industri. Di beberapa kasus mengenai perlindungan lingkungan,
yang tidak hanya gagal melakukan kesepakatan dengan masyarakat menghasilkan
sampah, tapi juga memberikan fakta bahwa sampah yang sebenarnya dapat
dipergunakan lagi secara efektif dan efisien tidak ditunjukkan (McKinney, 1996).
Pengelolaan sampah di Indonesia sendiri didukung oleh adanya pada
kebijakan yang sah yakni Undang Nomor 18 tahun 2008.
Undang-undang ini dibuat agar pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional,
efektif, dan efisien. Pengelolaan sampah ini diselenggarakan berdasarkan asas
tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran,
asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Adapun
pengelolaan sampah dengan paradigma baru berdasarkan UU No. 18 tahun 2008
tersebut dilakukan dengan 2 jenis kegiatan di antaranya :
1) Pengurangan sampah dengan cara pembatasan, penggunaan kembali,
dan pendauran ulang.
2) Penanganan sampah., yakni meliputi pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Pengelolaan sampah pada dasarnya mengacu pada Undang-Undang
nomor 18 tahun 2008, yakni melakukan, pengurangan dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah biasanya dapat dimulai dari masing-masing individu di
masyarakat. Sedangkan penanganan sampah merupakan sistem yang dilakukan
terus-menerus dan teratur, serta diperlukan adanya pengawasan secara berkala.
Usaha pengelolaan sampah baik skala besar maupun kecil, sebaiknya
dapat mencapai tujuannya, yakni lingkungan dan masyarakat yang sehat. Maka
faktor penting yang harus diperhatikan adalah peran serta masyarakat. Masyarakat
harus mengerti dan mau berpasrtisipasi bila perlu berubah sikap sehingga sedia
membantu mulai dari pengurangan volume sampah, perbaikan kualitas sampah,
membuang sampah pada tempatnya, membersihkan tempat sampah sampai pada
penyediaan lahan dan pemusnahan sampah (Slamet,2009). Oleh sebab itu, usaha
pengelolaan sampah perlu didasarkan atas berbagai pertimbangan, yaitu :
1. Untuk mencegah terjadinya penyakit.
2. Konservasi sumber daya alam.
4. Memberi insentif untuk daur ulang atau pemanfaatan.
5. Kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat.
2.4.2 Tahapan pengelolaan sampah 2.4.2.1 Pengurangan sampah
Jumlah sampah yang dikelola dengan benar, presentasenya masih sangat
kecil; sebagian besar masih dibuang begitu saja (disposal). Menurut Basriyanta (2007), sampah masih bisa dioptimalkan fungsi dan kegunaannya, dengan cara
melakukan pengurangan jumlah sampah yang sering dikenal dengan metode
3R+1D yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduce (Membatasi) : proses meminimalisasi jumlah timbunan sampah dari sumbernya, contohnya menggunakan keranjang saat berbelanja untuk
menghindari pemakaian plaastik kresek yang pada akhirnya bisa menjadi sampah.
b. Reuse (Menggunakan kembali) : memilih dan memilah serta mengoptimalkan fungsi sampah yang masih bisa dimanfaatkan, contohnya
memakai kaleng bekas sebagai wadah penyimpanan barang-barang penting.
c. Recycle (Mendaur ulang) : proses mengolah kembali sampah yang masih bisa diproses ulang menjadi barang lain yang bermanfaat, layak pakai, serta
layak jual, contohnya menjual tumpukan koran dan buku bekas ke pemulung.
d. Disposal (Membuang) : proses pembuangan akhir sampah yang memang sudah tidak bisa dimanfaatkan kembali.
2.4.2.2 Penanganan sampah
Penanganan sampah menurut Undang-undang Nomor 18 tahun 2008
akhir. Proses ini diuraikan dalam berbagai versi, misalnya oleh Notoatmodjo,
Mukono dan Chandra. Berikut merupakan penjelasan mengenai 3 versi
penanganan sampah :
Menurut Notoatmodjo (2007), tahapan pengelolaan sampah meliputi 2
bagian, yakni sebagai berikut.
1. Pengumpulan dan Pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing
rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka
ini harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan
sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut
harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya
ke tempat penampungan akhir (TPA).
Mekanisme, sistem, atau cara penangkutannya untuk di daerah perkotaan
adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh
partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.
Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh
masing-masing keluarga, tanpa memerlukan TPS, maupun TPA. Sampah rumah
tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang menjadi pupuk.
2. Pemusnahan dan Pengolahan sampah
Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan
melalui berbagai cara, antara lain :
1) Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat
2) Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di dalam tungku pembakaran (incinerator).
3) Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi
pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik dan daun-daunan, sisa
makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk. Di daerah pedesaan hal ini
sudah biasa, sedangkan di daerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan. Apabila
setiap rumah tangga dibiasakan untuk memisahkan sampah organik dan
anorganik, kemudian sampah organik diolah menjadi pupuk tanaman dapat dijual
atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah organik dibuang, dan segera dipungut
oleh para pemulung. Dengan demikian maka masalah sampah dapat berkurang.
Sedangkan menurut Mukono (2006), tahapan pengelolaan sampah padat
meliputi 3 tahap, yaitu:
1. Tahap Pengumpulan dan Pengangkutan, di mana pada tahap ini
pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber sampah dihasilkan. Lalu sampah
diangkut dengan alat angkut dari lokasi sumber sampah tersebut. Sebelum sampai
ke tempat pembuangan akhir, terkadang sampah ditempatkan di tempat
penampungan sementara.
2. Tahap pengolahan, meliputi 4 teknik untuk meningkatkan efisiensi
operasional dalam pengelolaan sampah di antaranya, teknik reduksi secara
mekanik (pemadatan), kimiawi (pembakaran), mekanik (mencincang), dan
3. Tahap pembuangan akhir, meliputi 2 metode antara lain, metode yang
tidak memuaskan (pembuangan sampah secara terbuka/open dumping, pembuangan sampah dalam air/dumping in water, dan pembakaran sampah di rumah-rumah/burning on premises) dan metode yang memuaskan (pengomposan/composting, pembakaran sampah melalui insenerator, dan pembuangan sampah dengan menutup tanah secara sanitair/sanitary landfill).
Menurut Chandra (2005), tahapan pengelolaan sampah secara rinci
dijelaskan seperti berikut:
1. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber
Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, dan
sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini
tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam
tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya. Adapun tempat
penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi
persyaratan berikut ini:
a) Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.
b) Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.
c) Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan
ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan
Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode, yakni sistem
duet (tempat sampah kering dan tempat sampah basah) dan sitem trio (tempat
sampah basah, sampah kering, dan tempat sampah tidak mudah terbakar).
2. Tahap Pengangkutan
Dari dipo, sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau
pemusnahan sampah dengan menggunakan truk pengangkut sampah yang
disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.
3. Tahap Pemusnahan
Di dalam tahap ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, yakni
Sanitary landfill, Incineration, Composting, Hot feeding, Discharge to sewers, Open dumping, Dumping in water, Individual incenaration, Recycling, Reduction, Salvaging.
2.4.3 Teknologi pemusnahan sampah
Teknik pengelolaan sampah pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama,
yakni menghindari gangguan baik itu terhadap makhluk biotik dan abiotik dan
bahkan lingkungan hidup. Menurut Permadi (2011), teknik pengelolaan sampah
adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau
pembuangan dari material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan
biasanya dikelola untuk mengurangi dampak terhadap kesehatan, lingkungan atau
keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya
alam. Hal ini bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metode
di tahap pemusnahan berbeda-beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat
sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.
2.4.3.1 Pengomposan
Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol prose salami tersbut agar kompos dapat terbentuk lebih
cepat. Proses ini meliputi; membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian
air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator (Permadi, 2011).
Pengolahan sampah garbage dilakukan secara biologis dan berlangsung dalam keadaan aerobik dan anerobik. Proses dekomposisi sampah secara
anaerobik berlangsung sangat lambat dan menghasilkan bau, sedangkan secara
aerobik relative lebih cepat dan kurang menimbulkan bau.
Jenis kompos ada 3 yakni; kompos cacing (vermicompost) yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing sehingga kotorannya menjadi pupuk,
kompos bagse yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula,
dan kompos bokashi (Permadi, 2011).
a) Secara Alami
Proses pembuatan kompos secara alami dapat dilakukan baik secara
tradisional (anaerobik) maupun secara aerobik. Metode tradisional ini
menghancurkan bahan organik tanpa bantuan udara, yaitu dengan meletakkan
tumpukan sampah di dalam lubang tanpa udara di tanah dan dibiarkan beberapa
saat. Pembuatan kompos dengan metode ini memakan waktu yang lama untuk
menghasilkan kompos selain dapat menimbulkan pembentukan gas H2S dan NH3.
Pembuatan kompos dengan metode sederhana ini dilakukan dengan cara
mengaduk atau membolak-balikkan sampah atau dengan menambahkan nutrient
yang berupa lumpur atau kotoran hewan ke dalam sampah.
b) Secara Mekanis
Pembuatan kompos secara mekanis dilakukan di pabrik untuk
menghasilkan kompos dalam waktu singkat. Sampah organik yang teah
dipisahkan dari sampah anorganik dipotong kecil-kecil dengan alat pemotong.
Potongan tersbut dimasukkan ke dalam digester stabilizator agar terjadi dekomposisi. Dalam digester ini perlu dilakukan pengaturan suhu, udaram dan
pengadukan sampah. Setelah 3-5 hari, kompos sudah dapat dihasilkan dan ke
dalamnya dapat pula ditambahkan zat kimia tertentu untu keperluan tanaman
(contohnya, karbon, nitrogen, fosfor, sulfur).
2.4.3.2 Gas bio
Gas Bio merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari proses fermentasi
dan proses pembusukan oleh bakteri anaerobik terhadap bahan-bahan organik