• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia Ke Negara Kurang Berkembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia Ke Negara Kurang Berkembang"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR

PRODUK PERTANIAN INDONESIA

KE NEGARA KURANG BERKEMBANG

QIKI QILANG SYACHBUDY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

(4)

RINGKASAN

QIKI QILANG SYACHBUDY. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan HENY K. DARYANTO.

Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor produk-produk pertanian ke negara kurang berkembang. Metode penelitian menggunakan Export Product Dynamic (EPD) dan Model Gravitasi (Gravity Model). Fokus penelitian pada ekspor pertanian Indonesia ke 36 negara yang memiliki GDP kurang dari US$ 3.500. Komoditas yang diteliti adalah teh, kelapa sawit, kelapa, dan gula dan turunannya, yang ditentukan berdasarkan hasil analisis seluruh ekspor produk pertanian Indonesia ke 36 negara tujuan selama periode 2005-2014.

Hasil studi melalui Export Product Dynamic (EPD) menemukan bahwa Indonesia memiliki hubungan dalam perdagangan komoditas teh ke negara Cambodia (Falling Stars), Kenya (Retreat), dan Pakistan (Lost Opportunity). Komoditas kelapa sawit memiliki nilai EPD Falling Stars ke negara Bangladesh dan nilai Rising Stars ke negara Togo, Sierra Leone, Guinea, Benin, Mozambique, Tanzania, Nigeria, Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, dan Ghana. Indonesia juga memiliki hubungan dagang di komoditas kelapa dengan nilai EPD Rising Stars ke negara Bangladesh, Tanzania, dan Pakistan. Komoditas gula dan turunannya memiliki hubungan dagang dengan nilai EPD Rising Stars ke negara Madagascar, Kenya, dan Yemen; nilai EPD Falling Stars ke negara Cambodia, Bangladesh, dan Ghana; dan nilai EPD Lost Opportunity ke negara Pakistan.

Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan impor pada komoditas teh adalah Produk Domestik Bruto negara importir dan Jarak Ekonomi; pada komoditas kelapa sawit adalah Harga Dunia, Produk Domestik Bruto negara importir, dan Jarak Ekonomi; pada komoditas kelapa adalah Harga Dunia dan Jarak Ekonomi; dan pada komoditas gula dan turunannya adalah Harga Dunia dan Jarak Ekonomi. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia pada konteks Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation) memiliki peluang yang baik di masa depan. Dalam hal ini diperlukan sikap kebijakan domestik Indonesia untuk melakukan inovasi dan menawarkan harga yang lebih kompetitif.

(5)

SUMMARY

QIKI QILANG SYACHBUDY. Factors that Influence the Agricultural Products Export of Indonesia to Underdevelopment Countries. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS and HENY K. DARYANTO.

This study aims to analyze the potential of new export markets for agricultural products of Indonesia and analyzes the factors that affect the demand exports of agricultural products to underdevelopment countries. The research method used the Export Product Dynamics and Gravity Model. The focus of research on Indonesia’s agricultural exports to the 36 countries which have GDP of less than US $ 3,500. Commodities that studied were tea, oil palm, coconut, and sugar and its derivatives. The commodities were determined based on the results of the analysis the entire Indonesia’s agricultural products exports to the 36 destinations during 2005-2014 period.

The study by Export Product Dynamics (EPD) found that Indonesia has a relationship in trading of tea into Cambodia (Falling Stars), Kenya (Retreat), and Pakistan (Lost Opportunity). Palm oil has a value Falling Stars to Bangladesh and Rising Stars to Togo, Sierra Leone, Guinea, Benin, Mozambique, Tanzania, Nigeria, Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, and Ghana. Indonesia also had trade relations in coconut with a value Rising Stars to Bangladesh, Tanzania, and Pakistan. Sugar and its derivatives has trade relations with a values Rising Stars to Madagascar, Kenya, and Yemen; Falling Stars to Cambodia, Bangladesh, and Ghana; and Lost Opportunities to Pakistan.

Factors that affect the imported demand to the tea commodity are Gross Domestic Product and Distance Economy; the oil palm are World Price, Importers’ Gross Domestic Product and Distance Economy; the coconut are World Price and Distance World Economy; and the sugar and its derivatives are World Price and Distance World Economy. In general, it can be said that the potential of the new export markets of agricultural products Indonesia in the South-South Cooperation has good chances in the future. In this case, the necessary things that have to do by Indonesia is about making innovation and offering the competitive prices.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR

PRODUK PERTANIAN INDONESIA

KE NEGARA KURANG BERKEMBANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)

Judul Tesis : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang

Nama : Qiki Qilang Syachbudy NIM : H453140141

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi Ketua

Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2015 ini ialah tentang Kerjasama Selatan-Selatan, dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Produk Pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi dan Ibu Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc selaku pembimbing. Penulis sampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Drs Oyon Sofyan dan Dra Ibu Enna Tjintasih selaku orang tua angkat penulis di Bogor, yang sudah memberikan bantuan moral dan material yang tidak ternilai harganya selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mbak Dian S. Panjaitan, SE MSi yang telah membantu selama pengolahan dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda Oom Siti Romlah, kedua ayahanda, Salam dan Ade Syachbudy (Alm.), juga kepada Ibunda Ummy Yuyun Ainul Hayah dan kedua Ayahanda Drs KH N. Abdullah Dunun dan Sohib (Alm.). Tidak lupa juga penulis smpaikan terima kasih kepada adinda Yaya Hidayat, Muhammad Zakiyal Mubarok, Elis Fauzi Nur Hasanah, Muhammad Nauval, dan Alisya Fauzi Labibah serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih paling spesial penulis sampaikan kepada istriku tercinta, Meta Malihatul Maslahat, MA, terima kasih sudah berani hidup dengan laki-laki yang saat ini kadang masih makan hanya dengan kecap atau kerupuk.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Tinjauan Teoritis 7

Penelitian Terdahulu 14

Hipotesis 20

Kerangka Pemikiran 21

3 METODE 23

Jenis dan Sumber Data 23

Metode Analisis Data 24

Pengujian Model 26

Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel 29

Kriteria Ekonometrika 30

Kriteria Statistik 33

Kriteria Ekonomi 33

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Analisis Potensi Pasar Ekspor Baru Bagi Produk-Produk Pertanian

Indonesia 34

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Produk-Produk

Pertanian Indonesia di Negara Kurang Berkembang 50

5 SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 67

(12)

DAFTAR TABEL

1 Data hipotesis cost comperative 9

2 Data perhitungan cost comperative (labor efficiency) 9

3 Matriks posisi daya saing 13

4 Jenis dan sumber data penelitian 23

5 Kode komoditi produk ekspor pertanian Indonesia dalam

Harmonized System (HS) 23

6 Hasil nilai EPD komoditas teh Indonesia periode 2005-2014 35 7 Hasil nilai EPD komoditas kelapa sawit Indonesia periode

2005-2014 39

8 Hasil nilai EPD komoditas kelapa Indonesia periode 2005-2014 42 9 Hasil nilai EPD komoditas gula Indonesia dan turunannya periode

2005-2014 44

10 Hasil penelitian EPD empat komoditas pertanian utama Indonesia

terhadap 16 negara tujuan 48

11 Daftar komoditas pertanian yang diimpor Indonesia dari negara tujuan ekspor produk pertanian Indonesia antara tahun 2012-2014 49 12 Hasil estimasi gravity model dengan pendekatan data panel

komoditas teh Indonesia ke negara tujuan periode 2005-2014 51 13 Hasil estimasi gravity model dengan pendekatan data panel

komoditas kelapa sawit Indonesia ke negara tujuan periode

2005-2014 54

14 Hasil estimasi gravity model dengan pendekatan data panel komoditas kelapa Indonesia ke negara tujuan periode 2005-2014 56 15 Hasil estimasi gravity model dengan pendekatan data panel

komoditas gula Indonesia dan turunannya ke negara tujuan periode

2005-2014 58

16 Hasil penelitian gravity model empat komoditi pertanian utama

Indonesia terhadap 16 negara tujuan 59

DAFTAR GAMBAR

1 Ekspor komoditas teh Indonesia tahun 2005-2014 3 2 Ekspor komoditas kelapa sawit Indonesia tahun 2005-2014 4 3 Ekspor komoditas kelapa Indonesia tahun 2005-2014 4 4 Ekspor komoditas gula (dan turunannya) Indonesia tahun 2005-2014 5 5 Ekspor komoditas teh, kelapa, kelapa sawit, dan gula (dan

turunannya) Indonesia tahun 2005-2014 6

6 Kurva kemungkinan produksi 10

7 Model dasar Heckscher-Ohlin 11

8 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis pada EPD 14

9 Kerangka pemikiran operasional 22

10 Lima besar negara pengekspor komoditas teh ke Cambodia tahun

2005-2014 35

11 Lima besar negara pengekspor komoditas teh ke Kenya tahun

(13)

12 Lima besar negara pengekspor komoditas teh ke Pakistan tahun

2005-2014 37

13 Negara pengekspor komoditas kelapa sawit ke negara Bangladesh

tahun 2005-2014 39

14 Lima besar negara pengekspor komoditas gula dan turunannya ke

Cambodia tahun 2005-2014 45

15 Lima besar negara pengekspor komoditas gula dan turunannya ke

Bangladesh tahun 2005-2014 45

16 Lima besar negara pengekspor komoditas gula dan turunannya ke

Pakistan tahun 2005-2014 46

17 Lima besar negara pengekspor komoditas gula dan turunannya ke

Ghana tahun 2005-2014 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengolahan EPD komoditas kelapa sawit tahun 2005-2014 67 2 Hasil pengolahan EPD komoditas gula dan turunannya tahun

2005-2014 71

3 Hasil pengolahan EPD komoditas kelapa tahun 2005-2014 73 4 Hasil pengolahan EPD komoditas teh tahun 2005-2014 74 5 Hasil estimasi data panel komoditas kelapa sawit Indonesia tahun

2005-2014 75

6 Hasil estimasi data panel komoditas gula (dan turunannya) Indonesia

tahun 2005-2014 76

7 Hasil estimasi data panel komoditas kelapa Indonesia tahun

2005-2014 77

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerjasama Selatan-Selatan (South South Cooperation) merupakan sebuah bentuk kerjasama antar negara berkembang dalam membangun solidaritas untuk saling membantu menyelesaikan permasalahannya masing-masing. Selain itu, Kerjasama Selatan-Selatan ini berfungsi pula untuk meningkatkan nilai tawar negara kurang berkembang dalam menghadapi dominasi negara-negara maju. Dengan adanya persatuan antara negara berkembang maka diharapkan akan adanya kekuatan penyeimbang dalam menghadapi dominasi negara-negara maju. Sehingga kemudian akan tercipta keadilan dan terpeliharanya perdamaian dunia.

Setelah selesainya Perang Dunia ke-2, isu penting yang dihadapi adalah permasalahan kemiskinan dan pengangguran, terutama mengingat banyaknya negara-negara yang baru merdeka di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Menghadapi hal ini maka dibentuklah Kerjasama Utara-Selatan sebagai bentuk bantuan pembangunan dari negara-negara maju kepada negara berkembang. Selanjutnya, berbagai bentuk bantuan pembangunan juga diberikan di antara sesama negara Selatan, atau dikenal dengan istilah Kerjasama Selatan-Selatan (CEACos 2010).

Sejarah Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 di Bandung dapat dikatakan sebagai cikal bakal dari lahirnya konsep Kerjasama Selatan-Selatan. Melalui konferensi tersebut telah disepakati tentang perlunya kerjasama ekonomi dan budaya di antara negara-negara Asia-Afrika melalui penyediaan bantuan teknis, pertukaran para ahli untuk mendukung proyek-proyek pembangunan, dan pertukaran keahlian teknologi dengan pendirian lembaga pelatihan dan penelitian regional. Selanjutnya, Kerjasama Selatan-Selatan ini semakin diperjelas dengan dibentuknya Gerakan Non Blok pada tahun 1961 dan Group of 77 (G-77) di tahun 1964 (G-77 didirikan oleh 77 negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Latin

dan Karibia pada tanggal 15 Juni 1964 melalui penandatanganan “Joint Declaration of the Seventy-Seven Countries”).

Semangat Kerjasama Selatan-Selatan yang bermula dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung itu kemudian pada tahun 1970-an diadopsi PBB dengan mendirikan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development). UNCTAD tersebut kemudian pada tahun 1978 melahirkan sebuah langkah yang disebut dengan Buenos Aires Plan of Action (BAPA) on Technical Cooperation among Developing Countries. BAPA pun menjadi tonggak bagi pelaksanaan Kerjasama Teknik antar Negara Berkembang (KTNB). Namun demikian, setelah menyadari bahwa Kerjasama Selatan-Selatan tidak hanya berupa kerjasama teknik, tapi juga berupa kerjasama ekonomi, maka dibentuklah KENB (Kerjasama Ekonomi Negara Berkembang). KENB secara khusus dikemukakan pada High Level Conference on Economic Cooperation among Developing Countries di Caracas pada tanggal 13-19 Mei 1981. KENB juga kemudian ditegaskan dalam sidang VI UNCTAD di Beograd, Yugoslavia, Juni 1983 dan Sidang ke VII UNCTAD di Jenewa, Swiss, pada bulan Juli 1987.

(16)

dengan memprakarsai berdirinya kelompok lima belas negara berkembang (dikenal sebagai G-15). G-15 didirikan pada pertemuan puncak Gerakan Nonblok di Beograd, Yugoslavia pada September 1989 dengan tujuan untuk memfasilitasi perdagangan, transfer teknologi, dan investasi di negara berkembang/anggota dalam rangka meningkatkan daya tawar negara berkembang dalam organisasi-organisasi internasional seperti WTO dan G-8, atau dengan negara maju. Selain itu juga untuk mendorong koalisi politis bilateral dan multilateral untuk memperkuat posisi tawar negara-negara tersebut terhadap dominasi negara Barat di berbagai bidang. Lebih jauhnya, negara-negara G-15 yang tergolong sebagai negara dengan ekonomi paling maju di antara negara berkembang diharapkan dapat menjadi motor penggerak kerjasama dan pembangunan di antara negara-negara Selatan.

Kerjasama Selatan-Selatan kemudian semakin menampakkan keberhasilan dengan adanya laporan UNCTAD pada tahun 1993 yang menyebutkan bahwa perdagangan intraregional antar negara berkembang di Amerika Latin mengalami peningkatan sebesar 75%, Afrika sebanyak 60%, dan Asia mengalami peningkatan hampir 100%. Peningkatan perdagangan intra-regional ini terus berlanjut sampai tahun 1990-an. Peningkatan perdagangan ini berdampak pada nilai perdagangan subregional dan intra-regional yang nilainya mencapai dua sampai tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan nilai di akhir tahun 1970-an, seperti misalnya di Amerika Latin mengalami peningkatan dari US$ 17 miliar menjadi US$ 28 miliar, Afrika mengalami peningkatan dari US$ 2,2 miliar menjadi US$ 4,3 miliar dan untuk Asia mengalami peningkatan dari US$ 18,2 miliar menjadi US$ 41 miliar.

Indonesia diharapkan untuk memainkan peran yang lebih penting dalam Kerjasama Selatan-Selatan. Karena menurut Bank Dunia, Indonesia saat ini sudah menjadi negara berpenghasilan menengah (lower middle income country) dengan PDB per kapita yang berada di sekitar US$ 1.036 – US$ 4.085. Hal ini dipertegas oleh data BPS tahun 2014 yang menyebutkan bahwa PDB per kapita Indonesia telah mencapai US$ 3.531,5. Dengan posisinya sebagai negara lower middle income, Indonesia dituntut untuk memiliki peran yang lebih besar dalam pembangunan dunia. Peran Indonesia saat ini tidak lagi hanya menjadi penerima bantuan, melainkan sudah beranjak menjadi donor untuk negara kurang berkembang dan menjadi mitra pembangunan negara-negara lain. Dengan berbagai kemajuan pembangunan yang dimilikinya, Indonesia diharapkan untuk membagi pengalamannya dengan negara-negara yang tingkat ekonominya masih rendah.

(17)

dan Afrika; dan (2) Peningkatan kerjasama dan perundingan bilateral di kawasan Asia dan Afrika.

Menurut data klasifikasi income Bank Dunia tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat 36 negara yang memiliki GDP per kapita kurang dari US$ 3.500. Negara-negara tersebut yaitu: Ghana, Cote d’Ivoire, Pakistan, Senegal, Cameroon, Syria, Yemen, Nigeria, Sudan, Zambia, Myanmar, Uganda, Benin, Kenya, Nepal, Ethiopia, Mali, Tajikistan, Bangladesh, Malawi, Rwanda, Cambodia, Guinea, Tanzania, Burkina Faso, Niger, Togo, Mozambique, Haiti, Congo (Dem. Rep.), Sierra Leone, Madagascar, Chad, dan Burundi. Melalui konteks Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia memiliki keunggulan komparatif di sektor produk pertanian untuk dapat memenuhi kebutuhan impor negara-negara tersebut. Sehingga kemudian dapat meningkatkan potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia.

Komoditas teh, kelapa sawit, kelapa, dan gula dan turunannya merupakan komoditas pertanian penting Indonesia antara tahun 2005-2014 terhadap negara yang memiliki GDP per kapita kurang dari US$ 3.500. Gambar 1 adalah data perbandingan perkembangan ekspor komoditas teh ke negara Developing Countries, High Income Countries dan Low & Middle Income Countries menurut klasifikasi berdasarkan World Bank.

Sumber: UN Comtrade (2016)

Gambar 1 Ekspor komoditas teh Indonesia tahun 2005-2014

Gambar 1 menunjukkan bahwa ekspor komoditas teh Indonesia antara tahun 2005-2014 lebih banyak ditujukan kepada negara Developing Country dan negara Low & Middle income Country. Sedangkan untuk tujuan ekspor ke negara High-income Country masih rendah.

Gambar 1 juga menunjukkan bahwa di akhir tahun 2013 dan tahun 2014 terjadi trend aliran ekspor yang meningkat pada negara High-income Country dan trend aliran ekspor yang menurun pada negara negara Developing Country dan negara Low & Middle income Country.Trend menurunya ekspor ini pada negara Developing Country dan negara Low & Middle income Country dimulai pada sekitar tahun 2013. Sedangkan trend meningkatnya ekspor pada negara High-income Country dimulai pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa tengah terjadi pola konsumsi teh dunia antara negara maju dan negara berkembang. Secara agregat, kondisi perdagangan komoditas teh Indonesia mengalami trend yang meningkat antara tahun 2005-2014.

0 20000000 40000000 60000000 80000000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

High-income Country Low & Middle income Country

(18)

Sumber: UN Comtrade (2016)

Gambar 2 Ekspor komoditas kelapa sawit Indonesia tahun 2005-2014 Kondisi ekspor komoditas teh hampir sama kondisinya dengan ekspor kelapa sawit. Seperti yang digambarkan pada Gambar 2, pada kurva menunjukkan bahwa ekspor komoditas kelapa sawit banyak ditujukan kepada negara Developing Country dan negara Low & Middle income Country daripada ke negara High-income Country. Namun di tahun 2013 dan tahun 2014 terjadi trend yang meningkat diantara ketiga kelompok negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ke depan, permintaan terhadap komoditas kelapa sawit memiliki peluang untuk terus meningkat.

Sumber: UN Comtrade (2016)

Gambar 3 Ekspor komoditas kelapa Indonesia tahun 2005-2014

Trend yang meningkat di tahun 2013 dan 2014 juga dialami oleh komoditas kelapa. Pada Gambar 3 terlihat bahwa trend meningkatnya ekspor Indonesia itu terjadi di semua kelompok negara, yaitu di Developing Country, Low & Middle income Country, dan High-income Country. Hal ini didorong oleh fakta bahwa Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbanyak di dunia.

Lain halnya dengan perkembangan ekspor komoditas gula (dan turunannya) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4, ekspor komoditas gula (dan turunannya) Indonesia mengalami trend menurun sejak tahun 2012. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa Indonesia masih melakukan impor raw sugar karena produksi gula dalam negeri masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan domestik.

0 5000000000 10000000000 15000000000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

High-income Country Low & Middle income Country

Developing Country

0 500000000 1000000000 1500000000 2000000000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

High-income Country Low & Middle income Country

(19)

Sumber: UN Comtrade (2016)

Gambar 4 Ekspor komoditas gula (dan turunannya) Indonesia tahun 2005-2014 Berdasarkan data pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4, dapat dianalisis bahwa ekspor keempat komoditas dari Indonesia ke berbagai negara, secara agregat cenderung mengalami trend yang meningkat antara tahun 2005-2014. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti sehingga kemudian dapat mendorong untuk semakin meningkatkan potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia dalam koridor Kerjasama Selatan-Selatan ( South-South Cooperation).

Perumusan Masalah

Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation) merupakan sebuah bentuk kerjasama yang penting dalam menciptakan kekuatan diantara negara-negara sedang berkembang untuk menghadapi dominasi kekuatan negara-negara-negara-negara maju yang perkembangannya sangat pesat dalam berbagai bidang. Sebagai negara yang sudah masuk dalam kelompok Lower Middle Income Country, Indonesia dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan memiliki peran sebagai negara yang memiliki tanggung jawab lebih dalam membantu negara-negara lain dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahannya. Indonesia sekarang dituntut bukan hanya lagi harus mampu menyelesaikan permasalahan dalam negerinya sendiri, namun juga sekaligus mampu berperan lebih terhadap negara-negara lain dalam politik bebas aktifnya.

Menyikapi tuntutan peran ke luar yang semakin besar, maka Indonesia harus tetap dapat mengatur keseimbangan sehingga tidak mengganggu stabilitas keamanan di dalam negeri. Oleh karena itu, salah satu solusi yang saling menguntungkan adalah dengan cara Indonesia mampu memberikan bantuan ke negara-negara lain untuk menjalin kerjasama dan kedekatan sekaligus memperluas pasar ekspor. Hal ini tentunya dapat dilakukan mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor pertanian. Melalui sektor pertanian tersebut, Indonesia dapat berperan banyak baik dalam bidang keunggulan hasil sumberdaya alam maupun dalam bidang pengalamannya dalam mengelola sumberdaya alamnya tersebut.

Menurut data UN Comtrade, Indonesia memiliki peluang potensi pasar dalam hal ekspor komoditas pertanian teh, gula dan turunannya, kelapa sawit, dan

0 20000000 40000000 60000000 80000000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

High-income Country Low & Middle income Country

(20)

kelapa ke negara Developing Countries dan Low and Middle Income Countries. Hal ini dapat dilihat dari trend pada Gambar 5.

Sumber: UN Comtrade (2016)

Gambar 5 Ekspor komoditas teh, kelapa, kelapa sawit, dan gula (dan turunannya) Indonesia tahun 2005-2014

Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa proporsi ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Developing Countries dan Middle Income Countries memiliki peluang yang besar. Oleh karena itu, hal ini kemudian menimbulkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang?

2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor produk-produk pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis:

1. Potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang.

2. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor produk-produk pertanian Indonesia ke Negara Kurang Berkembang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan dan sumber khazanah keilmuan bagi kalangan akademisi seperti berikut:

1. Sebagai salah satu sumber literatur ilmiah yang berkaitan dengan perluasan pasar serta daya saing komoditas pertanian dalam lingkup Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation).

2. Sumber informasi ilmiah tambahan bagi pemerintah dalam perumusanan kebijakan, terutama dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan ( South-South Cooperation).

0 5000000000 10000000000 15000000000 20000000000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(21)

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengenai Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation) antara Indonesia dengan 36 negara yang memiliki GDP kurang dari US$ 3.500. Negara-negara tersebut adalah: Ghana,

Cote d’Ivoire, Pakistan, Senegal, Cameroon, Syria, Yemen, Nigeria, Sudan,

Zambia, Myanmar, Uganda, Benin, Kenya, Nepal, Ethiopia, Mali, Tajikistan, Bangladesh, Malawi, Rwanda, Cambodia, Guinea, Tanzania, Burkina Faso, Niger, Togo, Mozambique, Haiti, Congo (Dem. Rep.), Sierra Leone, Madagascar, Chad, dan Burundi. Penelitian ini melihat tentang potensi ekspor produk pertanian Indonesia ke negara-negara tersebut. Komoditi yang dilihat adalah seluruh jenis komoditi pertanian yang diekspor Indonesia ke negara-negara tersebut yang memiliki keberlanjutan data time series secara lengkap pada periode 2005-2014.

Data-data kemudian dianalisis dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD) untuk mengetahui potensi pasar ekspor baru produk pertanian Indonesia dan Gravity Model untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas pertanian Indonesia ke negara-negara tujuan. Gravity Model kemudian menjelaskan tentang hubungan antara Nilai Ekspor (Export Value) produk pertanian dengan variable-variabel Harga Dunia (komoditas terkait), GDP per kapita negara importir, Jarak Ekonomi, dan Nilai Tukar.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis

Teori-Teori Perdagangan

Konsep perdagangan internasional secara umum dibangun berdasarkan pemikiran keunggulan komparatif dan daya saing yang berbeda antar negara. Jika negara-negara di dunia internasional dapat berproduksi dan berdagang dengan mengacu pada ketentuan nilai keunggulan komparatif dan persaingan, maka diyakini akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya yang langka sehingga dapat mewujudkan tercapainya tingkat kesejahteraan dunia yang lebih baik.

Merkantilisme dan Teori Keunggulan Absolut

Pemikiran merkantilisme pertama kali ditulis oleh Antonio Serra pada tahun 1613. Selanjutnya paham-paham mazhab ini dikembangkan antara lain oleh Sir James Stuart, Thomas Mun, Gerald de Malynes, dan Dudley Diggs (Basri 2010).

Pemikiran merkantilisme pada dasarnya menyebutkan bahwa cara sebuah negara agar sejahtera adalah dengan cara meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. Hasil dari ekspor tersebut kemudian dikonversi kepada emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dipunyai oleh sebuah negara, maka negara tersebut semakin memiliki power (Salvatore 2012).

(22)

Sebagai kemajuan dari pemikiran merkantilisme, kemudian Adam Smith mengajukan teori yang dikenal sebagai Teori Keuntungan Absolut (the theory of absolute adventage) yang menyatakan bahwa keuntungan absolut merupakan basis perdagangan internasional. Dampak dari pemikiran merkantilisme di masa lalu adalah dengan meningkatnya peran negara dalam meningkatkan petumbuhan dan kesejahteraan menjadi sangat dominan dengan tujuan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.

Teori Keuntungan Absolut berawal dari sebuah pemikiran bahwa jika ada dua negara yang melakukan interaksi perdagangan, maka kedua negara itu harus mendapatkan keuntungan. Jika dengan adanya perdagangan internasional itu salah satu negara tidak diuntungkan maka disebut sebagai kegagalan dalam perdagangan (Salvatore 2012).

Menurut Salvatore (2012), secara sederhana menyebutkan bahwa untuk menjelaskan Teori Keuntungan Absolut dapat diibaratkan dengan dua negara A dan B yang masing-masing memproduksi dua komoditas gandum dan pisang secara bersamaan. Dalam menghasilkan kedua komoditas tersebut, negara A melakukan produksi secara efisien dalam memproduksi gandum namun di lain pihak tidak efisien dalam memproduksi pisang. Sedangkan negara B mengalami kondisi yang berkebalikan dengan negara A, yaitu efisien dalam memproduksi komoditas pisang dan tidak efisien dalam memproduksi komoditas gandum.

Berdasarkan kondisi yang terlihat pada kedua negara tersebut, menurut Salvatore, dapat dianalisis bahwa negara A memiliki keuntungan absolut di komoditas gandum sedangkan negara B memiliki keuntungan absolut di komoditas pisang. Oleh karena itu, kemudian negara A sebaiknya melakukan spesialisasi pada komoditas gandum dan negara B sebaiknya melakukan spesialisasi pada komoditas pisang. Dengan kondisi seperti ini, maka akan menjadi sebuah keuntungan di kedua belah pihak jika negara A dan negara B melakukan interaksi perdagangan. Yaitu kedua negara dapat saling bertukar komoditas, sehingga baik negara A maupun negara B secara bersama dapat menikmati gandum dan pisang.

Teori Keunggulan Komparatif

Teori Keunggulan Komparatif dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun 1817 dengan judul tulisannya Principles of Political Economy and Taxation. Teori ini menyatakan bahwa keunggulan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antarnegara. Hal ini menunjukkan bahwa berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat dari adanya perbedaan produktivitas antarnegara (Basri 2010).

Teori keunggulan komparatif ini didasarkan pada nilai kerja atau theory of labor value. Hal ini sejalan dengan teori cost comparative advantage (labor efficiency) yang menyebutkan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat memproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efektif (Apridar 2012).

(23)

Tabel 1 Data hipotesis cost comperative

Negara Produksi

1 kg gula 1 m kain

Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja

China 6 hari kerja 5 hari kerja

Berdasarkan Tabel 1, maka jika dilihat dari Teori Keunggulan Absolut Adam Smith, Indonesia unggul mutlak karena labor cost-nya lebih efisien dibandingkan dengan China. Baik dalam produksi 1 kg gula maupun 1 meter kain. Dengan demikian maka dalam kondisi tersebut tidak akan terjadi perdagangan diantara kedua negara.

Namun demikian, menurut Teori Keunggulan Komparatif, dalam kondisi seperti itu masih bisa terjadi interaksi perdagangan yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comperative advantage atau labor effeciency. Berikut akan dijelaskan dengan Tabel 2.

Tabel 2 Data perhitungan cost comperative (labor efficiency)

Perhitungan cost comperative advantage (labor efficiency)

Perbandingan cost 1 kg gula 1 m kain

Indonesia China

3/6 HK 4/5 HK

China Indonesia

6/3 HK 5/4 HK

Berdasarkan perbandingan cost comperative advantage atau labor efficiency Tabel 2, dapat dilihat bahwa tenaga kerja di Indonesia lebih efektif bekerja di produksi gula (3/6 HK) daripada di produksi kain (4/5 HK). Sementara itu, tenaga kerja di China lebih efektif bekerja di produksi kain (5/4 HK) daripada di produksi gula (6/3 HK). Oleh karena itu menurut Ricardo, kondisi tersebut akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sementara itu, kondisi ini juga akan mendorong China dalam melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain. Sehingga mereka saling diuntungkan.

Comparative Advantage Hechsher dan Ohlin

Teori Keuntungan Komparatif Hechsher dan Ohlin (H-O) mulai diperkenalkan oleh Eli Hechsher, seorang ilmuwan Swedia, pada tahun 1919 dalam sebuah tulisannya yang berjudul the effect of foreign trade on the distribution of income. Setelah itu, pada tahun 1933, seorang ilmuwan Swedia juga yang merupakan murid dari Eli Hechsher memperkuat teori gurunya itu dengan tulisan yang berjudul interregional and international trade (Salvatore 2012).

(24)

Perbedaan antara teori klasik dengan teori H-O adalah terletak bahwa pada teori klasik melihat dari sisi supply saja, namun pada teori modern melihat dari sisi supply dan demand. Oleh karena itu, teori H-O didasari oleh teori Haberler yang memakai konsep opportunity cost.

Teori klasik menyebutkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, semakin banyak biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar tenaga kerja, sehingga dapat disebut bahwa ongkos produksi (cost of production) meningkat. Berbeda dengan teori klasik, Haberler menyatakan bahwa harga barang di pasar bukan hanya disebabkan pemakaian tenaga kerja, tetapi merupakan kombinasi pemakaian faktor produksi (tanah, labor, dan capital). Oleh karena itu Haberler memakai konsep opportunity cost yang dapat digambarkan dengan kurva production possibility.

Sumber: Apridar (2012)

Gambar 6 Kurva kemungkinan produksi

Berdasarkan Gambar 6, untuk menjelaskan kurva tersebut bahwa apabila semua input digunakan untuk menghasilkan kain, maka dihasilkan 100 unit kain dan nol mesin. Sebaliknya, jika semua input digunakan untuk menghasilkan mesin, maka dihasilkan 100 unit mesin dan nol kain. Jadi, disini menggambarkan bahwa ada faktor produksi yang harus dikorbankan dari produksi kain dialihkan ke produksi mesin atau sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai opportunity cost atau ongkos alternatif.

Menurut teori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan perdagangan internasional. Dengan kata lain bahwa dengan adanya konsep opportunity cost ini akan dapat dijelaskan tentang proses terjadinya saling menyeimbangkan antar sumberdaya di dunia.

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk keperluan ekspor. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya (Apridar 2012).

Kain

Mesin

Kurva Kemungkinan Produksi

100

B2 B1

(25)

Sumber: Salvatore (2012)

Gambar 7 Model dasar Heckscher-Ohlin

Kurva pada Gambar 7 menggambarkan bahwa antar negara 1 dan negara 2 masing-masing memiliki sumberdaya yang berbeda. Sumberdaya tersebut ditunjukkan oleh garis anggaran. Kurva di sebelah kiri menggambarkan bahwa negara 1 dan negara 2 masing-masing belum melakukan spesialisasi terhadap produk yang mereka hasilkan sehingga output yang dihasilkan (yang ditunjukkan oleh kurva isoquant) masih belum maksimal.

Sementara itu di kurva sebelah kanan, masing-masing negara sudah melakukan spesialisasi sehingga output meningkat di E=E’. Dengan meningkatnya output di E=E’, hal ini kemudian akan mendorong meningkatnya ketersediaan suatu komoditas di pasar internasional. Kondisi seperti ini tentu akan menguntungkan kedua negara karena mereka kemudian dapat berinteraksi dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.

Dengan demikian, teori Heckscher-Ohlin sangat berhubungan dengan konsep titik singgung antar isocost dan isoquant. Masing-masing negara cenderung memproduksi barang tertentu dengan kombinasi faktor produksi yang paling optimal sesuai struktur atau proporsi faktor produksi yang dimilikinya. Dengan demikian maka akan tercapai efisiensi sumberdaya dalam internal suatu negara, dan ketersediaan kebutuhan internasional terhadap suatu komoditas yang cukup.

Model Gravitasi (Gravity Model)

Gravity Model adalah model dengan menggunakan data panel yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Selain itu, model ini juga digunakan untuk menganalisis efek integrasi ekonomi terhadap perdagangan dan merupakan satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah.

(26)

sebagai alat analisis interaksi sosial dan ekonomi setelah adanya hasil penelitian Carey dan Ravenstein pada abad ke-19. Carey dan Ravenstein melakukan penelitian tentang asal tempat tinggal migran yang datang dari berbagai kota besar di Amerika. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk kota yang didatangi, besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan jarak antar kota yang dituju. Model gravitasi ada dua jenis yaitu model gravitasi dengan pembatas tunggal (single constrained gravity model) dimana variabel yang menjadi faktor pembatas yang didistribusikan ditentukan jumlahnya sedangkan daerah tujuan tidak ditentukan batas daya tampungnya dan model gravitasi dengan pembatas ganda (double constrained Gravity Model) dimana variabel yang menjadi faktor pembatas yang didistribusikan dan daerah tujuan ditentukan juga (Tarigan 2012).

Model gravitasi memiliki keunggulan dibanding model perdagangan internasional lainnya karena menyajikan model yang lebih empiris dibanding model lainnya yang secara teoritis seperti model Ricardian. Pada model ini, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas.

Model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung. Model gravitasi menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis di atas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.

Pada Gravity Model, aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu (Tarigan 2012):

1.

Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor.

2.

Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor.

3.

Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar

negara pengekspor dan negara pengimpor.

Dalam bentuknya yang paling umum, konsep gravitasi model dirumuskan sebagai berikut :

Iij = k PiPj ...(2.1)

dijb

dimana:

Iij = Taksiran tingkat interaksi antara wilayah i dengan j

Pi, Pj = Besarnya daya tarik wilayah i dan j

dij = Ukuran jarak antar wilayah i dan j

k = Konstanta

(27)

Interaksi antara i dan j (Iij) menginterpretasikan nilai dari aliran perdagangan

suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j yang meliputi arus perdagangan keseluruhan wilayah dalam satu negara tersebut. Di tingkat negara, penerapannya hingga pada perdagangan antar negara dalam suatu perkumpulan yang pada umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur daya tarik wilayah adalah jumlah penduduk (P), Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, harga komoditas yang diperdagangkan dan variabel jarak (dj) yang dapat diukur melalui

pendekatan biaya transportasi.

Export Product Dynamic (EPD)

Export Product Dynamics (EPD) adalah salah satu alat analisis yang memberikan gambaran mengenai tingkat daya saing kondisi suatu produk (komoditas) di pasar Internasional terhadap negara lain. Hal yang dilihat melalui alat analisis ini adalah dari hal performa mengenai kedinamisannya yang menunjukkan apakah dinamis (pertumbuhannya cepat) atau tidak. Alat analisis ini digunakan untuk mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu.

Matriks EPD terdiri dari dua hal, yaitu dari sisi daya tarik pasar dan dari sisi informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, sementara itu informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu.

Melalui bahasan Export Product Dynamic (EPD), seperti yang terlihat pada Tabel 3, kombinasi daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dibagi menjadi empat kategori, yaitu: Rising Stars, Lost Opportunity, Falling Stars, dan Retreat. Rising Stars merupakan posisi pasar ideal yang ditandai dengan berkembang cepatnya produk-produk (komoditas) dengan diiringi oleh semakin luasnya pangsa pasar dari produk-produk tersebut.

Sementara itu, Lost Opportunity didefinisikan dengan penurunan pangsa pasar dimana suatu negara kehilangan kesempatan pangsa ekspor di pasar internasional karena ketidakmampuannya dalam berproduksi di dalam negeri. Lain halnya dengan kondisi Falling Stars, walaupun tidak seperti pada kondisi Lost Opportunity (karena pangsa pasarnya masih meningkat), namun peningkatan pangsa pasarnya itu bukan terjadi pada produk yang dinamis.

Kondisi Retreat berarti bahwa produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar internasional, meskipun masih dapat diinginkan kembali jika pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis (Esterhuizen 2006). Kondisi Retreat menunjukkan bahwa pangsa pasar internasional menurun dan diikuti oleh produksi dalam negeri yang menurun. Tabel 3 Matriks posisi daya saing

Share of country's export in world trade

Share of trade product in world Rising (dynamic) Falling (stagnan) Rising (competitiveness) Rising Stars Falling Stars Falling (non-competitiveness) Lost Opportunity Retreat

(28)

Selain melalui Tabel 3, kondisi keempat situasi tersebut dapat digambarkan pada Gambar 8. Gambar 8 menerangkan bahwa pada sumbu x menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tersebut di perdagangan dunia, sedangkan sumbu y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tersebut di perdagangan dunia.

Sumber: Esterhuizen (2006)

Gambar 8 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis pada EPD

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai peluang ekspor produk pertanian Indonesia dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation) memang belum banyak yang meneliti. Oleh karena itu, menjadi hal yang baru dari penelitian ini karena berusaha untuk menganalisis peluang ekspor produk-produk pertanian Indonesia ke negara-negara yang kondisi perekonomiannya masih rendah. Meskipun demikian, ada banyak penelitian yang membahas mengenai topik Kerjasama Selatan-Selatan dan penelitian yang menggunakan pendekatan Gravity Model. Penelitian-penelitian tersebut akan dipaparkan dalam subbab-subbab berikut:

Penelitian Mengenai Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation)

Sperlic (2014) melalui penelitian yang berjudul Income Inequality in the South-South Integration dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dispersi pendapatan mengalami penurunan di

y

(29)

antara negara-negara yang saling berinteraksi. Hasil temuannya juga menemukan bahwa telah terjadi ambivalen antara pertumbuhan dan konvergensi di daerah integrasi Selatan-Selatan.

Kalirajan (1983) melalui penelitian yang berjudul South-South Cooperation: Trade Relations between Indonesia and South Asia dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dagang antara Indonesia dan Asia Selatan telah perlahan dan terus berkembang dari waktu ke waktu meskipun kuantitasnya masih kecil. Oleh karena itu, hubungan perdagangan tersebut memiliki prospek di masa depan. Atau dengan kata lain, bahwa perdagangan Indonesia - Asia Selatan dapat meningkat di masa depan.

Fugazza (2006) melalui penelitian yang berjudul Can South-South Trade Liberalisation Stimulate North-South Trade? dengan menggunakan model Ethier

(1982) dan model εelitz’s (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hambatan perdagangan lebih rendah di antara negara kurang berkembang, hal ini kemudian memberikan efek terhadap menurunkan harga input antara dan akhirnya memungkinkan eksportir di negara kurang berkembang untuk memenuhi permintaan di pasar internasional.

Thi (2012) melalui penelitian yang berjudul International Demand Spillovers in South-South Exports: Application to Sub-Saharan Africa and Developing Asia dengan menggunakan Gravity Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi positif antara negara-negara Sub-Sahara Afrika dan negara kurang berkembang di Asia. Hal ini ditunjukkan dengan elastisitas yang lebih tinggi dari ekspor terhadap akses pasar dalam suatu kasus tertentu dalam perdagangan Selatan-Selatan.

Penelitian Mengenai Export Product Dynamics (EPD)

Agri (2011) melalui penelitian yang berjudul Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia dengan menggunakan Export Product Dynamics (EPD). Hasil penelitian tersebut menunjukkan, estimasi EPD terhadap produk hortikultura Indonesia ke negara tujuan ekspor menunjukan bahwa posisi daya saing hortikultura Indonesia yang terbaik terjadi ke negara Jepang dan Singapura. Sedangkan secara umum, komoditi hortikultura Indonesia berada pada posisi terbaik pada posisi rising stars di beberapa negara tujuan ekspornya.

Andelisa (2011) melalui penelitian yang berjudul Analisis Daya Saing dan Aliran Ekspor Produk Crude Coconut Oil (CCO) Indonesia dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD). Hasilnya menunjukkan bahwa produk CCO memiliki keunggulan kompetitif dengan posisi rising stars di dunia dan mayoritas negara-negara tujuan ekspor. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil utama minyak kelapa sawit di dunia, sehingga aliran perdagangan produk CCO Indonesia dengan mitra dagang hanya terjadi satu aliran (one way trade) saja yang bersifat inter-industry trade, dimana Indonesia melakukan ekspor dengan nilai yang besar dan hanya sedikit sekali melakukan impor.

(30)

kunyit dan kayu gaharu apabila dibandingkan dengan negara pesaing, dengan posisi daya saing pada lost oppportunity.

Penelitian Mengenai Gravity Model

Bhattacharya (2007) melalui penelitian yang berjudul Gains and Losses of India-China Tradecooperation – A Gravity Model Impact Analysis dengan menggunakan Gravity Model. Penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek keuntungan potensial India relatif kurang dibandingkan dengan China karena tarif yang tinggi. Tetapi dalam jangka panjang, keuntungan India lebih tinggi dari China. Oleh karena itu diperlukan sebuah aturan dalam perdagangan sehingga terjadi situasi saling menguntungkan bagi kedua negara secara konsisten, dan volume kedua negara tersebut juga meningkat dalam perdagangan internasional.

Gul (2011) melalui penelitian yang berjudul The Trade Potential of Pakistan: An Application of the Gravity Model dengan menggunakan Gravity Model. Penelitian menunjukkan bahwa potensi perdagangan Pakistan yang tertinggi adalah terjadi dengan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik, ASEAN, Uni Eropa (EU), Timur Tengah, Amerika Latin, dan Amerika Utara. Secara khusus, potensi maksimal terjadi dengan Jepang, Sri Lanka, Bangladesh, Malaysia, Filipina, Selandia Baru, Norwegia, Swedia, Italia, dan Denmark. Oleh karena itu, Pakistan harus bisa meningkatkan cara dan sarana sehingga lebih meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara-negara yang bersangkutan. Kemudian, Pakistan juga harus lebih fokus terhadap pangsa pasar di wilayah ASEAN, Timur Tengah, dan Uni Eropa, sehingga pangsa pasar menjadi lebih luas.

Rahman (2010) melalui penelitian yang berjudul The Factors Affecting Bangladesh's Exports: Evidence from The Gravity Model Analysis dengan menggunakan Gravity Model. Penelitian menunjukkan bahwa kontributor utama ekspor Bangladesh adalah nilai tukar, total permintaan impor negara-negara mitra, dan keterbukaan ekonomi Bangladesh. Faktor-faktor tersebut memengaruhi nilai ekspor negara yang positif. Penelitian juga menunjukkan bahwa biaya transportasi berpengaruh negatif meskipun tidak signifikan pada ekspor Bangladesh. Efek khusus lainnya menunjukkan bahwa pengaruh negara-negara tetangga pada ekspor Bangladesh lebih besar pengaruhnya daripada negara yang letaknya lebih jauh. Oleh karena itu, Bangladesh harus mengurangi hambatan perdagangan, mengejar devaluasi kompetitif mata uangnya, meningkatkan kualitas produk ekspor, dan meningkatkan variasi produk ekspor.

Yuniarti (2007) melalui penelitian yang berjudul Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model dengan menggunakan Gravity Model. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan domestik, populasi, dan ukuran ekonomi memiliki dampak positif terhadap perdagangan bilateral Indonesia. Sementara itu, jarak memiliki dampak negatif pada perdagangan bilateral Indonesia. Di lain pihak, faktor endowment dan dummy trade arrangement regional tidak berdampak terhadap perdagangan bilateral Indonesia.

(31)

secara positif dan signifikan oleh variabel-variabel berikut: indeks integrasi perdagangan, FDI, jumlah penduduk, keterbukaan ekonomi, suku bunga dan GDP. Sedangkan variabel seperti tarif, jarak dan nilai tukar riil umumnya berpengaruh secara negatif terhadap aliran perdagangan. Sementara itu, variabel suku bunga, tarif, jarak dan nilai tukar riil umumnya berpengaruh secara negatif terhadap aliran FDI pada kawasan ASEAN.

Penelitian Mengenai Kelapa Sawit

Rifin (2009) melalui penelitian yang berjudul Export Competitiveness of Indonesia’s Palm Oil Product dengan menggunakan pengukuran market share dengan wilayah penelitian mencakup Asia, Afrika, dan Eropa. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekspor palm oil Indonesia meningkat antara periode 1999-2001 dan 2005-2007. Hal yang memengaruhi peningkatan tersebut adalah berasal dari faktor demand dan peningkatan export competitiveness kelapa sawit Indonesia terhadap produk dari Malaysia.

Syahza (2011) melalui penelitian yang berjudul Percepatan Ekonomi Pedesaan melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit, menggunakan survey dengan metode deskriptif (Descriptive Research), informasi didapat melalui pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA). Penelitian ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit di pedesaan menciptakan angka multiplier effect sebesar 3,03, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha. Tahun 2003 pertumbuhan kesejahteraan petani mengalami kemajuan sebesar 172 persen, dan tahun 2006-2009 kesejahteraan petani meningkat sebesar 12 persen.

Munadi (2007) melalui penelitian yang berjudul Penurunan Pajak Ekspor dan Dampaknya terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia ke India dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model. Penelitian ini menunjukkan bahwa kuantitas ekspor kelapa sawit Indonesia terhadap India dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dengan harga dunia kelapa sawit (PSO/WSO), goods production index (IPI), dan permintaan ekspor kelapa sawit India ke Indonesia tahun sebelumnya. Pengaruh langsung pengurangan pajak ekspor menyebabkan kenaikan kuantitas ekspor kelapa sawit ke India.

Penelitian Mengenai Kelapa

Tambajong (2010) melalui penelitian yang berjudul Model Pengembangan Infrastruktur Kawasan Agropolitan Berbasis Komoditas Unggulan Kelapa yang Berkelanjutan di Sulawesi Utara dengan menggunakan kompilasi model kelembagaan, model AKT dan model infrastruktur. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga kompilasi model tersebut secara finansial layak dikembangkan serta dapat dijadikan sebagai pedoman pengembangan infrastruktur kawasan agropolitan berbasis komoditas unggulan kelapa pada daerah pengembangan lain dengan berpedoman pada NSPM (Norma Standar Pedoman dan Manual).

(32)

Regowo (2008) melalui penelitian yang berjudul Analisis Integral Pasar Kopra Dunia dengan Pasar Kopra dan Minyak Goreng Kelapa Domestik dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR). Penelitian ini menunjukkan bahwa harga kopra dunia, kopra domestik, dan minyak goreng kelapa domestik mengalami fluktuasi dengan kecenderungan mengalami peningkatan. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi integrasi pasar kopra dunia dengan pasar kopra domestik dan pasar minyak goreng kelapa domestik, dimana harga di pasar dunia memengaruhi harga di pasar domestik. Dalam hal ini pasar kopra dunia bertindak sebagai pemimpin harga, sedangkan kedua pasar domestik sebagai pengikut harga.

Penelitian Mengenai Teh

Suprihatini (2005) melalui penelitian yang berjudul Rancangbangun Sistem Produksi dalam Agroindustri Teh Indonesia dengan menggunakan pendekatan sistem Manajemen Ahli (Expert Management System). Penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan penguasaan teknologi pengolahan di industri teh Indonesia masih berada pada tingkat kemampuan yang rendah, khususnya kemampuan inovatif. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi pengolahan di industri teh Indonesia, program peningkatan kemampuan inovatif perlu dijadikan suatu program aksi dari Asosiasi Teh Indonesia dan pemerintah.

Herminingsih (2002) melalui penelitian yang berjudul Penawaran dan Permintaan Teh Olahan di Pasar Domestik dengan menggunakan model persamaan simultan dan diduga dengan metode pangkat dua terkecil dua tahap (Two Stage Least Squares=2SLS), data time series tahun 1970-1998. Penelitian ini menunjukkan bahwa luas areal perkebunan negara dipengaruhi oleh harga teh di pasar domestik. Sementara itu, tingkat upah sektor perkebunan, terjadinya kekeringan dan luas areal perkebunan berpengaruh terhadap produktivitas perkebunan teh, sedangkan ekspor teh dipengaruhi oleh produksi teh. Selanjutnya, penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat integrasi antara pasar teh dunia dengan pasar teh domestik, dimana harga teh dunia berpengaruh terhadap harga ekspor teh, harga ekspor teh berpengaruh terhadap harga teh di pasar domestik, dan harga teh di pasar domestik berpengaruh terhadap harga pucuk daun teh.

Adam (2011) melalui penelitian yang berjudul Target Pasar dan Strategi Memposisikan Produk Teh di Pasar Global dengan menggunakan metode deskriptif (descriptive research). Penelitian ini menunjukkan bahwa kecenderungan konsumsi teh dunia pada masa depan tergantung pada perkembangan ekonomi dunia yang akan memengaruhi laju pertumbuhan pendapatan per kapita. Karena konsumsi teh lebih peka pada perubahan pendapatan di negara dengan tingkat pendapatan rendah dari pada negara-negara maju. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa tantangan perusahaan agribisnis ke depan adalah merumuskan pemasaran strategik dengan jalan melakukan resegmentasi pasar, dan memilih pasar potensial sehingga dapat menciptakan customer value yang lebih tinggi dari kompetitor negara lain, sehingga memiliki superior yang pada akhirnya menciptakan keunggulan bersaing dan keunggulan positioning.

(33)

analisis regresi linear berganda. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh secara bersama-sama antara variabel produksi, harga internasional, dan nilai tukar terhadap volume ekspor. Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh parsial antara variabel produksi dan harga internasional terhadap volume ekspor, dan terdapat pengaruh parsial antara nilai tukar dengan volume ekspor.

Penelitian Mengenai Gula

Susila (2005) melalui penelitian yang berjudul Pengembangan Industri Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan Keterpaduan Sistem Produksi dengan menggunakan model ekonometrik industri gula domestik, tarif impor kompromi, dan Multy Party Multi Objectives Model (MPMO). Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam situasi perdagangan yang distortif, kebijakan yang berkaitan langsung dengan harga output lebih efektif dibandingkan kebijakan yang berkaitan dengan input, guna mendukung pengembangan gula Indonesia. Sementara itu produktivitas pada tingkat usahatani dan pabrik gula dapat ditingkatkan dengan mengembangkan sistem produksi yang terintegrasi melalui jadwal tanam dan tebang.

Bantacut (2013) melalui penelitian yang berjudul Swasembada Gula: Prospek dan Strategi Pencapaiannya dengan menggunakan metode deskriptif (descriptive research). Penelitian ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan produksi yang rasional tanpa membangun pabrik baru hanya mampu meningkatkan produksi menjadi 3,60 juta ton sehingga pemenuhan kebutuhan melalui impor masih sebesar 1,72 juta ton. Dengan kata lain, target swasembada gula tidak mungkin dicapai melalui pertumbuhan produksi normal.

Yunitasari (2015) melalui penelitian yang berjudul Menuju Swasembada Gula Nasional: Model Kebijakan untuk Meningkatkan Produksi Gula dan Pendapatan Petani Tebu di Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan analisis dinamika sistem. Penelitian ini menunjukkan bahwa perspektif dalam kebijakan swasembada gula dan peningkatan pendapatan petani tebu dapat diterapkan baik on farm maupun off farm dengan beberapa kebijakan, yakni pengembangan sarana produksi, ketersediaan dan akses sarana produksi, pengembangan kelembagaan dan integrasi pabrik gula dan petani tebu, peningkatan produktivitas, dan daya saing industri gula, kebijakan proteksi gula, serta kebijakan promosi dan harmonisasi data pasokan sebagai basis perumusan kebijakan swasembada gula nasional.

Siburian (2014) melalui penelitian yang berjudul Pengaruh Harga Gula Internasional dan Produksi Gula Domestik terhadap Volume Ekspor Gula di Indonesia (Studi pada Volume Ekspor Gula di Indonesia Periode Tahun 2010-2012) dengan menggunakan analisis statistik linear berganda. Penelitian ini menunjukkan bahwa harga gula internasional dan produksi gula domestik berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor gula di Indonesia. Penelitian juga menunjukkan bahwa variabel harga gula internasional dan produksi gula domestik berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor gula di Indonesia.

(34)

kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 2012-2016 cenderung meningkat; faktor-faktor yang memengaruhi impor gula di Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap impor gula di Indonesia adalah impor tahun sebelumnya, konsumsi gula, dan harga gula internasional, perubahan pendapatan per kapita dan stok gula domestik; dan elastisitas pada variabel stok dalam negeri, impor tahun sebelumnya, perubahan pendapatan per kapita, dan konsumsi gula terhadap impor gula di Indonesia bersifat inelastis, sedangkan nilai elastisitas harga gula internasional terhadap impor gula di Indonesia bersifat elastis.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Harga komoditi teh, kelapa sawit, kelapa, dan gula (dan turunannya) Indonesia diduga memiliki korelasi negatif, artinya semakin tinggi harga produk pertanian di suatu negara maka semakin menurun nilai dan volume ekspor suatu barang atau produk terhadap negara tujuan.

2. GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai keseluruhan suatu barang dan jasa yang diproduksi dalam wilayah dan jangka waktu tertentu. GDP merupakan salah satu alat ukur ekonomi suatu negara yang jika semakin besar maka semakin baik pula kemampuan suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa. GDP per kapita suatu negara merupakan nilai GDP riil yang sudah dibagi dengan jumlah penduduknya. Semakin besar GDP per kapitanya, semakin tinggi pula tingkat pendapatan masyarakat dan semakin tinggi kemampuan negara dalam menghasilkan produk secara mandiri. GDP per kapita dapat mengukur kemampuan dan ukuran ekonomi suatu negara. Korelasi dengan nilai ekspor komoditi teh, kelapa sawit, kelapa, dan gula dan turunannya terhadap negara tujuan diduga memiliki pengaruh yang positif, artinya apabila GDP per kapita negara importir meningkat maka permintaan terhadap komoditi teh, kelapa sawit, gula dan turunannya, kelapa Indonesia juga akan meningkat. 3. Nilai tukar dapat memengaruhi harga produk domestik secara langsung melalui

perubahan harga luar negeri dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap penyediaan barang domestik. Korelasi antara nilai dan permintaan ekspor komoditi teh, kelapa sawit, kelapa, dan gula dan turunannya diduga memiliki pengaruh positif. Apabila nilai tukar riil menurun maka nilai tukar terapresiasi harga barang domestik lebih mahal dibandingkan harga barang di mancanegara, sehingga permintaan ekspor menurun. Keadaan sebaliknya yakni apabila nilai tukar riil meningkat maka nilai tukar terdepresiasi sehingga harga barang domestik lebih murah dibandingkan harga barang mancanegara, maka permintaan ekspor meningkat (Mankiw 2006).

(35)

yang memisahkan antardua negara maka semakin mahal pula biaya yang harus ditanggung. Hal ini menyebabkan perdagangan kedua negara akan menurun. Oleh karena itu maka jarak ekonomi suatu negara diduga memiliki korelasi negatif terhadap permintaan komoditas teh, kelapa sawit, gula dan turunannya, dan kelapa Indonesia. Apabila semakin dekat jarak ekonomi suatu negara dalam berdagang maka lebih sedikit biaya transportasi yang ditanggung dan permintaan ekspor produk meningkat, begitupun sebaliknya.

Kerangka Pemikiran

Indonesia sebagai negara yang sudah masuk dalam kelompok negara Lower Middle Income Country, dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan, memiliki tanggung jawab lebih untuk menjadi negara donor bagi negara lain yang perekonomiannya masih kurang berkembang. Negara-negara kurang berkembang tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab Indonesia dalam memberikan bantuan dalam berbagai bidang sehingga mereka dapat keluar dari permasalahan yang dihadapinya.

Melalui konteks Kerjasama Selatan-Selatan, Indonesia diharapkan mampu membawa misi untuk membantu sesama negara lain dan menjadi partner dalam pembangunan di suatu negara. Dengan adanya hubungan persahabatan tersebut diharapkan akan terjalin hubungan dalam bidang ekonomi seperti halnya hubungan perdagangan sehingga kemudian akan menciptakan suatu hubungan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak.

Hubungan dagang antar negara merupakan hal penting dalam menciptakan persahabatan. Melalui hubungan dagang, akan tercipta keseimbangan yang harmonis dan saling menguntungkan di antara negara donor dan negara penerima bantuan, serta akan terjadi transfer kebermanfaatan di berbagai bidang. Negara Indonesia mendapat kebermanfaatan dari keuntungan dikenalnya barang dagangannya oleh negara penerima donor. Di lain pihak, negara penerima donor diuntungkan oleh Indonesia dalam hal bantuan yang didapatkannya.

Sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif di bidang pertanian, Indonesia memiliki potensi besar dalam menciptakan hubungan dagang dengan negara-negara yang secara ekonomi keberadaannya masih berkembang. Dengan terciptanya hubungan dagang tersebut, akan tercipta keuntungan diantara kedua belah pihak. Indonesia diuntungkan dengan semakin luasnya pasar tujuan ekspor untuk produk-produk komoditas pertaniannya, sementara itu negara tujuan ekspor diuntungkan dengan adanya transfer teknologi, pengetahuan, dan lain-lain yang dibawa Indonesia bersama aktifitas perdagangannya tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pasar ekspor baru pertanian Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor produk pertanian ke negara-negara kurang berkembang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD) dalam menganalisis potensi pasar ekspor baru dan panel data (Gravity Model) dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor. Melalui penelitian tersebut kemudian akan diketahui potensi pasar ekspor baru serta faktor-faktor yang memengaruhi ekspor produk pertanian Indonesia ke negara kurang berkembang sehingga kemudian menghasilkan saran atau rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dalam upaya

(36)

Gambar 9 Kerangka pemikiran operasional

1. Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation)

2. Indonesia termasuk ke dalam kelompok negara Lower Middle

Income Country

3. 36 negara yang secara ekonomi memiliki GDP per kapita kurang

dari US$ 3.500

1. Sebagai negara kelompok Lower Middle Income Country,

Indonesia memiliki tanggungjawab dalam memberikan bantuan ke negara-negara lain

2. Diperlukan sebuah hubungan dagang sehingga terjalin hubungan

yang lebih baik

3. Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan

komoditas pertanian

Pertumbuhan Pangsa Ekspor (EPD) Panel Data

(Gravity Model)

Tujuan Penelitian:

1. Menganalisis potensi pasar ekspor baru bagi produk-produk pertanian Indonesia

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor ke negara kurang berkembang

Kesimpulan dan rekomendasi kebijakan Faktor-faktor penentu ekspor

negara kurang berkembang

Potensi pasar ekspor baru bagi produk pertanian Indonesia Menjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan

negara-negara lain dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan

Mengetahui potensi pasar ekspor baru serta faktor-faktor yang memengaruhi ekspor produk pertanian Indonesia ke

Gambar

Gambar 2 Ekspor komoditas kelapa sawit Indonesia tahun 2005-2014
Gambar 4 Ekspor komoditas gula (dan turunannya) Indonesia tahun 2005-2014
Gambar 5 Ekspor komoditas teh, kelapa, kelapa sawit, dan gula (dan turunannya)
Gambar 6 Kurva kemungkinan produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Penguasaan Kosa Kata Bahasa Sunda Anak Taman Kanak-Kanak Dengan Menggunakan Media Foto.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dimensi yang digunakan pada penelitian ini (tabel 4.38) adalah Tinggi Bahu Duduk (TBD) yang bertujuan untuk menentukan tinggi senderan kursi kuliah agar saat

Semua kita diajarkan untuk menentukan wewaran dari Eka Wara hingga Dasa Wara pada sistem tahun wuku dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu bisa menggunakan

Hasil dari penelitian ini berupa website analisa pivot point dengan naive bayes yang dapat menganalisa pivot point harga commodity market serta memberikan sistem pengambil

Hal ini senada dengan teorinya Imron dan Hidayat (2013: 118-119) mengatakan bahwa kearifan lokal dapat mewujudka kerukunan umat beragama ketika dalam suatu masyarakat

Mungkin beberapa teori sosiologi dapat dikembangakan dalam studi ilmu ini ) ةاورلا نادلبو ناطوأ ) seperti teori tentang lembaga kemasyarakatan,

Dalam pemikiran Driyarkara ini, dapat dilihat bahwa persona memiliki hubungan yang terjalin antar satu persona dengan persona yang lain yang didasarkan oleh

Mohon Hadir tepat waktu dan masing-masing Perusahaan agar membawa Dokumen Penawaran Asli dan Dokumen Kualifikasi Asli + foto copy dokumen.. Demikian undangan kami