• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah (Oryza Sativa) Hasil Kultur Antera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah (Oryza Sativa) Hasil Kultur Antera"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN

GALUR-GALUR PADI SAWAH (

Oryza sativa

)

HASIL KULTUR ANTERA

NIDA KHAFIYA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur Padi Sawah (Oryza sativa) Hasil Kultur Antera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Nida Khafiya

(4)

ABSTRAK

NIDA KHAFIYA. Pengujian Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah (Oryza sativa) Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO.

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia akan berkorelasi dengan peningkatan jumlah permintaan bahan pangan termasuk beras. Varietas baru diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda. Para pemulia tanaman menggunakan teknik non-konvensional untuk menghasilkan varietas unggul baru (VUB) dengan lebih cepat, salah satunya yaitu dengan aplikasi kultur antera. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur padi sawah berdaya hasil tinggi dari 18 galur dihaploid hasil kultur antera yang diuji dan dibandingkan dengan 3 varietas pembanding. Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB BIOGEN) dan Kebun Percobaan IPB Sawah Baru, Darmaga, Bogor pada Desember 2014 sampai April 2015. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan galur sebagai perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan galur dan varietas yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter. Hasil pada 18 galur yang diuji, terdapat keragaman daya hasil antar galur. Terdapat galur-galur yang setara dalam produktivitas per ha dengan ketiga varietas pembanding. Galur 1-12-1-1, HR-1-12-2-2, HR 2-27-2-7, HR-4-12-1-1, HR-5-9-1-1, HR-5-9-4-1 memiliki

produktivitas ≥5 ton ha-1 .

Kata kunci : dihaploid, produktivitas, seleksi, varietas unggul baru

ABSTRACT

NIDA KHAFIYA. Yield Trial of Lowland Rice Lines (Oryza sativa) from Anther Culture. Supervised by BAMBANG SAPTA PURWOKO.

The rising population in Indonesia relates to increased need of food supply and demand, including rice. New varieties are needed to fulfil different needs. Plant breeder use non-conventional method to produce high yielding variety (VUB) quickly, one of which is anther culture application. The objectives of the research were to obtain the high yield potential of rice lines from 18 doubled haploid anther culture-derived lines which were evaluated and compared to 3 cultivars. The experiment was conducted at Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources (BB BIOGEN) and Bogor Agricultural University experimental station, Sawah Baru, Darmaga, Bogor on December 2014 until April 2015. It used Randomized Complete Blocked Design with the lines as treatments and three replications. The result showed that lines and cultivars experiment gave significant effect on all variables. The result on 18 lines tested showed there was variation among lines. There were some lines similar in productivity to check varieties. Lines HR-1-12-1-1, HR-1-12-2-2, HR 2-27-2-7, HR-4-12-1-1, HR-5-9-1-1, HR-5-9-4-1 have productivity ≥5 ton ha-1.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGUJIAN DAYA HASIL PENDAHULUAN

GALUR-GALUR PADI SAWAH (

Oryza sativa

)

HASIL KULTUR ANTERA

NIDA KHAFIYA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul

“Pengujian Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah (Oryza sativa) Hasil Kultur

Antera”. Penelitian ini membahas tentang upaya untuk mengetahui produktivitas

dan daya hasil galur padi sawah hasil kultur antera.

Penyelesaian skripsi ini tak luput dari dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga.

2. Kedua orang tua penulis, keluarga, yang kasih sayangnya tak terhingga, selalu

support baik moril maupun materil.

3. Bapak Prof Dr Ir Bambang Sapta Purwoko, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga pelaksanaan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak Deny, Bapak Adang, Bapak-bapak pekerja dan teknisi di Kebun Percobaan Darmaga yang telah membantu penulis dalam teknis lapangan. 5. Sahabat seperjuangan sejak perkuliahan yang sedia mendukung dan

menghibur di kala proses penyelesaian skripsi.

6. Tim satu bimbingan penelitian; juga teman-teman dan kerabat penulis yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang memerlukan.

Bogor, September 2015

(9)

DAFTAR ISI

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Umur Berbunga dan Umur Panen 12

Daun Bendera 14

Komponen Hasil Tanaman Padi 15

Panjang Malai dan Kepadatan Malai 15

Jumlah Gabah Bernas, Gabah Hampa, Gabah Total, Persentase Gabah

Bernas, Persentase Gabah Hampa 16

Bobot 1000 Butir, Bobor per Rumpun, Produktivitas per Hektar 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil rekapitulasi sidik ragam 9

2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif galur dihaploid

dengan varietas pembanding 10

3 Rataan jumlah anakan pada fase vegetatif dan produktif galur dihaploid

dengan varietas pembanding 12

4 Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan varietas

pembanding 13

5 Rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid

dengan varietas pembanding 14

6 Rataan panjang malai dan kepadatan malai galur dihaploid dengan

varietas pembanding 15

7 Rataan jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan jumlah gabah

total per malai 17

8 Persentase gabah bernas dan persentase gabah hampa dihaploid dengan

varietas pembanding 18

9 Rataan bobot 1000 butir, bobot per rumpun, dan produktivitas per ha

galur dihaploid dengan varietas pembanding 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar galur-galur dihaploid yang digunakan dalam penelitian 233

2 Deskripsi varietas Limboto 23

3 Deskripsi varietas Inpari 13 24

4 Deskripsi varietas Situ Bagendit 25

5 Tata letak percobaan 26

6 Data iklim Darmaga, Bogor 27

7 Gambar galur-galur yang memiliki produktivitas ≥5 ton ha-1 27 8 Lampiran 8 Gambar galur-galur yang memiliki produktivitas ≥4.5 ton

ha-1 dan <5 ton ha-1 28

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia menempati urutan jumlah penduduk terbanyak ke-4 dunia dengan jumlah penduduk 249.8 juta pada tahun 2013 (World Bank 2014). Hasil proyeksi BPS (2013a) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang akan terus meningkat yaitu dari 238.5 juta pada tahun 2010 menjadi 305.6 juta pada tahun 2035. Meningkatnya jumlah penduduk akan berkorelasi dengan peningkatan permintaan bahan pangan nasional. Salah satu komoditas pangan pokok yang masih menjadi andalan sebagian besar penduduk Indonesia adalah beras.

Indonesia menjadi salah satu produsen beras penting di dunia. Data dari FAO-stat (2013) menunjukkan bahwa sebagian besar produksi beras dunia (sekitar 92–93%) dikonsumsi oleh negara produsen dan hanya sebagian kecil untuk negara-negara lain, sehingga pasokan beras di pasar dunia sangat tipis. Produktivitas padi nasional pada tahun 2013 mencapai 5.2 ton ha-1 (BPS 2013b). Meskipun menurut Bappenas (2013) konsumsi rata-rata beras nasional per kapita per tahun mengalami penurunan dari 137.1 kg kapita-1 tahun-1 pada tahun 2011 menjadi 135.0 kg kapita-1 tahun-1 pada tahun 2012, namun produksi beras nasional harus tetap ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan domestik.

Salah satu upaya yang dapat diusahakan untuk meningkatkan produktivitas padi nasional adalah melalui program pemuliaan tanaman. Pada sistem pemuliaan padi di Indonesia, dikenal istilah padi varietas unggul baru (VUB) yang dirakit dengan keunggulan berpotensi hasil tinggi (>5 ton ha-1), tahan terhadap organisme penggangu tanaman (OPT), berumur genjah, dan memiliki kualitas beras serta bentuk biji yang memenuhi selera konsumen (Dewi dan Purwoko 2012). Upaya penyediaan VUB dengan waktu yang relatif lebih cepat dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknik kultur antera. Kultur antera merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang dapat mempercepat perolehan tanaman homozigos. Keuntungan penggunaan kultur antera pada program pemuliaan diantaranya dapat meningkatkan efisiensi proses seleksi, menghemat biaya, waktu, dan tenaga kerja (Dewi dan Purwoko 2001). Produksi tanaman doubled-haploids / dihaploid melalui kultur antera secara in vitro yang merupakan salah satu teknologi yang sangat mendukung usaha perbaikan dan peningkatan hasil bagi berbagai jenis tanaman, termasuk padi (Dewi dan Purwoko 2012). Melalui teknik ini galur murni dapat diperoleh lebih cepat dibandingkan cara konvensional.

(12)

2

secara bertahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji adaptasi multilokasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur padi sawah berdaya hasil tinggi.

Hipotesis

Terdapat keragaman daya hasil antar galur harapan padi sawah dan terdapat minimal satu galur padi sawah hasil kultur antera yang dapat memberikan hasil yang lebih tinggi atau sama dengan varietas yang sudah dilepas.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Padi

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi lahan kering (gogo) dan padi sawah. Dalam klasifikasi botani tanaman padi termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, family Graminae, genus Oryza, dan spesies Oryza spp. Morfologi tanaman padi terdiri atas gabah, akar, daun, tajuk, batang, bunga, dan malai. Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang sehari-hari dikenal dengan nama beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri atas janin (embrio) dan endosperma yang diselimuti oleh lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut perikarp. Akar tanaman padi termasuk golongan akar serabut yang terdiri atas akar primer (seminal) dan sekunder (adventif). Perkembangan akar erat hubungannya dengan perkembangan daun. Daun tanaman padi tumbuh berselang seling, satu daun pada tiap buku, terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun, dan lidah daun. Pada permulaan stadia tumbuh batang yang terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas-ruas yang tertumpuk padat. Ruas-ruas tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadia reproduktif (Makarim dan Suhartatik 2009). Menurut Siregar (1981), bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet. Hakikatnya bunga terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder.

(13)

3 pembentukan tunas terjadi saat persemaian berlangsung. Pembentukan anakan/ malai berlangsung sekitar 30 hari, terdiri atas pembentukan anakan aktif dan perpanjangan batang. Fase generatif terdiri atas reproduktif dan pemasakan. Fase reproduktif terdiri atas inisiasi bunga (panicle initiation), tahap bunting (booting

stage), tahap keluar malai, dan tahap pembungaan. Fase reproduktif berlangsung

sekitar 30 hari. Fase Pemasakan/Pematangan terdiri atas tahap matang susu (milk

grain stage), tahap gabah setengah matang (drough grain stage), dan tahap gabah

matang penuh (mature grain stage). Fase ini berlangsung selama sekitar 35 hari (Datta 1981).

Pemuliaan Padi

Peningkatan potensi hasil maupun perluasan areal tanam akan terus dihadapkan pada berbagai kendala cekaman biotik dan non-biotik. Mutu hasil yang baik merupakan syarat penting untuk pengembangan suatu varietas unggul. Pembentukan varietas padi bertujuan untuk menghimpun sebanyak mungkin sifat-sifat baik ke dalam suatu varietas baru yang dicirikan oleh perbaikan potensi, kemantapaan dan mutu hasil serta perpendekan umur. Tingkat perbaikan harus disesuaikan dengan kemajuan teknik bercocok tanam yang akan dikembangkan pada berbagai sasaran wilayah produksi (Harahap dan Silitonga 1989).

Pengembangan varietas unggul dilakukan dengan perbaikan sifat genetik melalui pemuliaan tanaman. Tujuan utama program pemuliaan saat ini adalah merakit suatu varietas unggul yang memiliki produktivitas dan kualitas hasil lebih baik serta memiliki ketahanan baik terhadap cekaman biotik dan abiotik. Dewi dan Purwoko (2012) menyebutkan bahwa generasi awal padi varietas unggul baru VUB atau padi tipe semi dwarf adalah padi dengan potensi hasil tinggi (4–5 ton ha-1) dengan penampilan fisik tanaman yang pendek (< 100 cm), beranak banyak dan sangat responsif terutama terhadap pemupukan nitrogen tinggi. Di Indonesia saat ini VUB dirakit dengan tujuan selain berpotensi hasil tinggi (>5 ton ha-1), tahan terdahap organisme penggangu tanaman (OPT) padi, berumur genjah, dan mempunyai kualitas beras serta bentuk biji yang memenuhi selera konsumen.

IRRI mulai mengembangkan padi tipe baru pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut. Landasan pemikiran dalam pembentukan padi tipe baru adalah peningkatan indeks panen (IP) dan produksi biomassa tanaman. IP adalah perbandingan bobot kering gabah dengan total biomassa tanaman. Karakteristik padi tipe baru adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (±250 butir gabah per malai), jumlah anakan produktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan yang serempak, tanaman pendek (± 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua, senescence lambat, tahan rebah, pekarangan kuat, batang lurus, tegak, besar, dan berwarna hijau gelap, sterilitas gabah rendah, berumur genjah (100–130 hari), beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, IP mencapai 0.60, efektif dalam translokasi fotosintat dari

source ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap

(14)

4

meiosis dan tidak samanya distribusi kromosom pada keturunannya (Abdullah et al. 2001).

Kultur Antera

Tanaman haploid merupakan tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya atau tanaman dengan jumlah kromosom setengah jumlah kromosom somatiknya. Tanapan haploid ganda (dihaploid) memiliki dua set kromosom yang identik dengan bentuk haploidnya serta dapat membentuk sel kelamin jantan dan sel telur seperti tanaman diploid, sedangkan tanaman haploid jarang dapat menghasilkan sel kelamin jantan yang diperlukan untuk fertilisasi. Haploid dapat diperoleh secara alami melalui proses partenogenesis dan eleminasi kromosom, serta diinduksi in vitro melalui proses androgenesis dengan kultur antera, kultur mikrospora, dan proses gynogenesis dengan kultur ovul (Dewi dan Purwoko 2011).

Produksi tanaman dihaploid (DH) melalui kultur antera secara in vitro

merupakan salah satu teknologi yang sangat menjanjikan dalam usaha perbaikan dan peningkatan hasil bagi berbagai jenis tanaman. Kultur antera merupakan salah satu teknis kultur jaringan yang dapat mempercepat perolehan tanaman homozigos dari heterozigos tanpa disukarkan oleh hubungan dominan resesif, sehingga siklus pemuliaan dapat lebih singkat karena dapat menghilangkan sebagian besar dari kegiatan seleksi per generasi (6–8 generasi) yang umum pada pemuliaan konvensional (Dewi dan Purwoko 2001). Pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri, seperti padi, ditujukan untuk mendapatkan galur-galur murni dengan daya hasil dan sifat-sifat yang unggul. Galur-galur murni dapat diperoleh secara cepat melalui kultur antera (Dewi dan Purwoko 2012). Penggunaan sistem haploid dapat mempercepat perolehan galur-galur murni karena tanaman dihaploid dapat diperoleh dari generasi pertama. Galur murni dapat diseleksi dari populasi dihaploid yang homogen dan homozigos tersebut. Hasil rekombinasi dari persilangan difiksasi sebagai galur-galur homozigos dan galur-galur harapan diseleksi berdasarkan keunggulan sifat-sifat agronomiknya. Tanaman dihaploid yang diseleksi juga dapat digunakan sebagai tetua intermediat untuk disilangkan lebih lanjut sebagai tetua bagi pembentukan hibrida F1 (Dewi dan Purwoko 2011).

Uji Daya Hasil

(15)

5 harus mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Hasil uji multilokasi merekomendasikan kestabilan suatu calon varietas atau lokasi spesifik dari calon varietas tersebut. Hasil uji multilokasi menunjukkan adanya keunggulan dari masing-masing galur sehingga galur tersebut layak untuk diusulkan menjadi varietas baru.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/ 10/2011 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2011) mengenai Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas dinyatakan bahwa pelepasan varietas adalah pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas hasil pemuliaan di dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa varietas tersebut merupakan varietas unggul yang dapat disebarluaskan. Calon varietas dapat dilepas jika memenuhi persyaratan: a) silsilah tanaman meliputi asal usul, nama tetua, daerah asal, nama pemilik atau penemu, perkiraan umur bagi tanaman tahunan atau lama penyebaran bagi tanaman semusim yang telah berkembang di masyarakat (varietas lokal) dan metoda pemuliaan yang digunakan; b) tersedia deskripsi yang lengkap dan jelas, untuk diidentifikasi dan pengenalan varietas secara akurat; c) menunjukkan keunggulan terhadap varietas pembanding; d) unik, seragam, dan stabil; e) pernyataan dari pemilik bahwa benih penjenis (breeder seed) tersedia baik dalam jumlah maupun mutu yang cukup untuk perbanyakan lebih lanjut; dan f) dilengkapi data hasil pengujian lapangan seluruh lokasi dan/atau laboratorium.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 hingga April 2015. Penyemaian benih dilakukan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Cimanggu, Bogor, sedangkan penanaman dilakukan di Kebun Percobaan Babakan, Darmaga, Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 galur baru padi sawah hasil kultur antera (Lampiran 1) dan 3 varietas pembanding (Limboto, Inpari 13, Situ Bagendit). Deskripsi masing-masing varietas dapat dilihat pada Lampiran 2– 4. Input produksi yang digunakan yaitu pupuk Urea, SP-36, dan KCl, dengan dosis masing-masing 200 kg ha-1 Urea, 150 kg ha-1 SP-36, dan 100 kg ha-1 KCl, dan insektisida.

(16)

6

Prosedur Percobaan

Penyemaian dan Persiapan Lahan

Penyemaian kering dilakukan di kotak semai sejumlah 63 satuan percobaan. Kotak diisi dengan tanah sampai 2/3 dari volume kotak dan diberi alur untuk penyebaran benih. Benih disebar merata dalam alur dan ditutup tipis dengan tanah. Media disiram dengan air hingga lembab. Penyiraman dilakukan setiap hari menggunakan gembor sampai dengan umur tanaman siap dipindah untuk mendorong pertumbuhan bibit.

Bibit padi dipindahtanamkan pada umur 20 hari setelah semai (HSS) ke lahan pertanaman padi. Lahan seluas 220.5 m2 dipersiapkan dan diolah sebelumnya lalu dibuat petak percobaan untuk penelitian. Lahan dibagi ke dalam 3 ulangan dengan masing-masing terdiri atas 21 satuan percobaan seluas 1 m x 3.5 m per satuan percobaan. Bibit ditanam langsung dengan kedalaman 3–5 cm, sebanyak 1–2 bibit tiap lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 25 cm x 25 cm. Jarak antar petak yang digunakan adalah 0.25 m dan antar ulangan 0.5 m.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan pemupukan, penyulaman bibit mati, penyiangan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pemupukan dilakukan tiga kali, yaitu pada saat tanam, 21 hari setelah tanam (HST), dan 42 HST. Pupuk Urea (1/3 dosis), SP-36, dan KCl diberikan pada saat tanam, selanjutnya pada 21 dan 42 HST diberikan masing-masing 1/3 dosis Urea. Penyulaman dilakukan pada umur dua minggu setelah tanam (MST) dengan sistem sulam pindah. Penyiangan dan pengendalian gulma dilakukan pada umur 3 MST dan 6 MST dengan cara mencabut menggunakan tangan, lalu dipendam dalam tanah. Pengendalian hama keong dilakukan secara manual, sedangkan pengendalian hama walang sangit dan penyakit dilakukan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida.

Panen

Umur panen ditentukan saat 80% malai telah menguning atau sekitar 26 sampai 30 hari setelah berbunga. Pelaksanaan panen dilakukan dengan memotong batang kira-kira 20 cm di atas permukaan tanah menggunakan sabit. Mulanya tanaman contoh dipanen terlebih dahulu kemudian panen petak bersih. Tanaman per satuan percobaan yang telah dipanen dikumpulkan di atas karung masing-masing dan dilakukan pengirigan untuk merontokkan gabah. Kemudian dilakukan pengamatan pada komponen hasil.

Pengamatan Penelitian

Pengamatan dilakukan pada 5 rumpun tanaman contoh per satuan percobaan. Pengamatan berdasarkan pada Panduan Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi (Deptan 2003) dengan komponen pengamatan meliputi:

(17)

7 2. Tinggi tanaman generatif diukur dari permukaan tanah hingga ujung malai

terpanjang, diamati pada saat menjelang panen. 3. Jumlah anakan vegetatif diamati pada 45 HST.

4. Jumlah anakan produktif diamati pada saat menjelang panen. 5. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai.

6. Umur berbunga, dihitung dari saat menanam benih sampai 50% malai (bunga) dalam satu rumpun telah keluar.

7. Umur panen, dihitung dari saat menanam benih sampai 80% malai telah menguning.

8. Panjang daun bendera, diukur dari pangkal hingga ujung daun bendera. 9. Sudut daun bendera, diukur dari dekat leher daun, yaitu sudut yang

terbentuk antara daun bendera dengan poros batang utama. Kode pengukuran yang digunakan yaitu: 1 (tegak), 3 (sedang ±45º), 5 (mendatar), dan 7 (terkulai).

10.Jumlah gabah total, gabah bernas dan hampa per malai, dihitung dari jumlah gabah bernas atau berisi penuh dan gabah hampa.

11.Persentase gabah bernas (%) dihitung dengan membandingkan antara jumlah gabah bernas per malai dengan jumlah gabah total per malai dikalikan 100.

12.Persentase gabah hampa (%) dihitung dengan membandingkan antara jumlah gabah hampa per malai dengan jumlah gabah total per malai dikalikan 100.

13.Bobot 1 000 butir, diukur dari 1 000 gabah isi yang diambil secara random dengan kadar air ±14% (penjemuran dengan matahari selama ±4 hari) dan ditimbang secara tepat dalam gram.

14.Bobot per rumpun, diukur dari pembagian bobot total yang ditimbang secara tepat dalam gram dengan jumlah rumpun bersih total.

15.Produktivitas per hektar, dihitung dari pembagian bobot total yang ditimbang secara tepat dalam gram dengan jumlah rumpun bersih dan dikonversikan dengan jumlah populasi per hektar.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan galur sebagai perlakuan dan tiga kali ulangan. Penelitian menggunakan 18 galur baru hasil kultur antera dan 3 galur padi sawah pembanding yang masing-masing diulang tiga kali, sehingga keseluruhan terdapat 63 satuan percobaan. Denah petak percobaan terdapat pada Lampiran 5.

Model rancangan percobaan yang digunakan yaitu : Yij =  + ij + ij Keterangan:

Yij : nilai pengamatan pada populasi ke-i dan ulangan ke-j

 : nilai rataan umum

i : pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, ..., 21

j : pengaruh ulangan ke-j, j = 1, 2, 3

(18)

8

Data diuji dengan menggunakan uji F. Jika terdapat perbedaan diantara galur, maka dilanjutkan dengan uji lanjut t-Dunnet pada taraf nyata 5% untuk membandingkan galur yang diuji dengan varietas pembanding.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Darmaga pada Desember hingga April 2015. Kondisi iklim dapat dilihat pada Lampiran 6. Curah hujan sedang terjadi pada bulan Desember 2014–Januari 2015 dengan rataan curah hujan 225.5 mm bulan-1 dan mulai tinggi pada Februari–Maret 2015 dengan rataan curah hujan 361 mm bulan-1. Pertumbuhan awal pada masa vegetatif dari semua galur dan varietas yang diuji terhambat oleh hama keong namun tidak berpengaruh secara signifikan. Hama keong menyerang bibit sampai 2 minggu setelah tanam (MST). Serangan hama keong pada beberapa rumpun menyebabkan tanaman mati dan harus disulam. Pengendalian hama keong dilakukan dengan manual dan kultur teknis. Pengendalian manual dilakukan sampai 2 MST, selanjutnya dilakukan pengurangan volume air di permukaan sawah sampai 4 MST untuk meminimalisir adanya hama keong.

Serangan blas terlihat pada 7 MST. Serangan yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea ini menyebabkan beberapa tanaman mati sebelum berbunga. Gejala serangan terlihat pada daun saat fase vegetatif, sedangkan yang terlihat pada pangkal leher terjadi sebelum pengisian bulir, sehingga terjadi kehampaan pada bulir. Kehampaan terbanyak terlihat pada galur HR-2-34-1-3 dan HR-8-28-1-2. Blas ditandai dengan bentuk belah ketupat dengan ujung meruncing, serangan ini dapat menurunkan hasil secara langsung karena leher malai busuk dan patah sehingga pengisian terganggu dan bulir padi menjadi hampa (BB Padi 2011). Pengendalian dilakukan secara kimiawi dengan fungisida berbahan aktif propikonazol 125 g l-1 dan trisiklazol 400 g l-1. Penyemprotan fungisida dilakukan satu kali pada 49 HST. Fase memasuki fase generatif awal.

Walang sangit (Leptocorisa oratorius) menyerang tanaman padi setelah padi berbunga. Serangan walang sangit paling besar terlihat pada galur HR-5-13-3-1 yang tergolong pada galur berumur paling genjah dan galur HR-2-34-1-3. Gabah yang ditusuk dan dihisap cairannya oleh walang sangit menyebabkan gabah menjadi hampa. Penanggulangannya dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif imidakloprid 200 g l-1. Hasil yang didapat di lapangan tidak terlalu berpengaruh signifikan karena serangan walang sangit datang tidak dalam satu waktu yang bersamaan.

(19)

9 burung ini ditanggulangi dengan penggunaan jaring untuk mengisolasi lahan petak percobaan.

Pertumbuhan galur HR-1-12-2-2 dan HR-2-21-2-1 di lapangan menunjukkan penampilan yang kurang seragam. Keseragaman galur-galur tersebut berkisar 91%. Hal ini terlihat pada tinggi tanaman, serta warna dan bentuk kaki tanaman. Ketidakseragaman ini diduga terjadi akibat adanya campuran dari genotipe lain. Penanggulangan dilakukan dengan cara roguing.

Keragaan Karakter Agronomi

Penelitian dilakukan pada 18 galur dihaploid hasil kultur antera dan 3 varietas pembanding. Keragaan karakter agronomi diuji dengan sidik ragam sebanyak 17 karakter. Hasil analisis ragam disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 merupakan hasil rekapitulasi analisis sidik ragam pada karakter agronomi yang menunjukkan bahwa galur dan varietas yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter dengan koefisien keragaman (KK) berkisar 1.37–22.40%. Semakin tinggi nilai KK maka unit percobaan yang digunakan makin tidak homogen (Gomez dan Gomez 1996).

Tabel 1 Hasil rekapitulasi sidik ragam

Karakter Kuadrat

Tengah F Hitung

Koefisien Keragaman (%)

Tinggi tanaman fase vegetatif 330.08 13.33** 4.72

Tinggi tanaman fase generatif 845.59 13.15** 7.08

Jumlah anakan vegetatif 35.94 9.56** 10.62

Jumlah anakan produktif 21.38 6.31** 13.97

Umur berbunga 83.14 65.69** 1.38

Umur panen 128.15 55.89** 1.37

Panjang daun bendera 92.21 4.68** 10.68

Panjang malai 18.44 12.70** 4.75

Kepadatan malai 5.82 2.95** 17.85

Jumlah gabah bernas 2395.63 9.20** 12.41

Jumlah gabah hampa 2085.53 8.15** 22.40

Jumlah gabah per malai 4114.45 9.71** 10.20

Persentase gabah bernas per malai 311.71 9.11** 9.02 Persentase gabah hampa per malai 301.85 8.35** 17.14

Bobot 1000 butir 20.59 13.11** 5.47

Bobot gabah per rumpun 162.32 13.48** 5.74

Produktivitas per hektar 3.19 7.50** 14.37

(20)

10

Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi

Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman vegetatif. Rata-rata tinggi tanaman berkisar pada 85–131 cm. Tinggi tanaman tertinggi pada fase vegetatif dimiliki oleh galur HR-5-13-3-1, sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh galur HR-1-12-2-2. Galur HR-5-13-3-1 dan HR-1-32-1-1 merupakan galur yang memiliki tinggi tanaman vegetatif tertinggi dan berbeda nyata lebih tinggi dengan ketiga pembanding. Terdapat 2 galur yang memiliki tinggi tanaman vegetatif nyata berbeda lebih tinggi dari varietas Limboto dan Inpari 13, dan terdapat 11 galur yang memiliki tinggi tanaman vegetatif berbeda nyata lebih tinggi dari varietas Situ Bagendit. Varietas Situ Bagendit merupakan varietas pembanding dengan tinggi tanaman vegetatif terendah.

Tabel 2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif galur dihaploid dengan varietas pembanding

Keterangan: a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

(21)

11 Tanaman mengalami pertambahan tinggi dari pemanjangan ruas teratas batang tanaman pada fase generatif. Rata-rata tinggi tanaman pada fase generatif berkisar 84–140 cm. Tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh galur HR-2-22-1-3 sedangkan terendah dimiliki oleh HR-7-32-1-5. Terdapat beberapa galur yang memiliki tinggi tanaman generatif lebih rendah dibandingkan tinggi tanaman vegetatif, hal ini diduga dipengaruhi oleh pemanjangan ruas batang yang tidak signifikan dan panjang malai yang pendek. Berdasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 2, galur HR-1-32-1-1 dan HR-2-22-1-3 memiliki tinggi tanaman generatif tertinggi dan nyata berbeda lebih tinggi dengan varietas Inpari 13 dan Situ Bagendit tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Limboto. Galur HR-5-13-2-2 dan HR-7-32-1-5 berbeda nyata lebih rendah dengan ketiga pembanding. Norsalis (2011) menyebutkan bahwa bila syarat-syarat tumbuh baik, tinggi tanaman optimum umumnya berkisar pada 80–120 cm. Terlihat pada data bahwa umumnya tinggi tanaman pada galur dan varietas yang diamati tergolong pada tinggi tanaman optimum. Menurut Balai Besar Penelitian Padi (2009), tinggi tanaman varietas Limboto, Inpari 13, dan Situ Bagendit masing-masing adalah 110–132 cm, ±120 cm, dan 110–120 cm. Pada hasil penelitian terlihat bahwa tinggi tanaman masing-masing varietas bernilai lebih tinggi dari data literatur, hal ini dapat disebabkan oleh situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda dengan lokasi tanam dalam deskripsi.

Semakin tinggi tanaman akan menyebabkan tertutupnya anakan padi oleh daun bendera dan terhambatnya penyaluran proses metabolisme ke seluruh tanaman karena tanaman padi membutuhkan intensitas cahaya yang penuh dalam meningkatkan produksinya (Wibowo 2010). Hal ini akan menjadi salah satu kriteria penting dalam menentukan seleksi varietas unggul yang mempengaruhi kualitas serta kuantitas hasil produksi tanaman padi.

Jumlah Anakan

Hasil pengamatan jumlah anakan total pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anakan total pada semua unit yang diujicobakan berkisar pada 12–25 anakan. Galur HR-1-12-1-1, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-2-34-1-3, dan HR-5-9-1-1 memiliki jumlah anakan total lebih dari atau sama dengan 20 dan berbeda nyata dengan varietas Limboto, tetapi tidak berbeda nyata dengan dua varietas pembanding lainnya. Varietas pembanding Inpari 13 berbeda nyata dengan galur HR-7-15-2-2, HR-5-13-3-1, dan HR-7-32-1-5, tetapi tidak berbeda nyata dengan 15 galur lainnya. Jumlah anakan padi dikelompokkan ke dalam tiga kriteria, yaitu sedikit (<10 anakan), sedang (11–20 anakan), banyak (>20 anakan) (Putra et al.

2009). Pada hasil pengamatan, jumlah anakan yang diamati tergolong pada kategori sedang sampai banyak. Varietas Situ Bagendit memiliki jumlah anakan total terbanyak, sedangkan terendah dimiliki oleh varietas Limboto.

(22)

12

Tabel 3 Rataan jumlah anakan pada fase vegetatif dan produktif galur dihaploid dengan varietas pembanding

Galur/Varietas Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan Produktif

HR-1-12-1-1 22.5 a 14.8 a Berbeda nyata pada uji t-Dunnet 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Terdapat 12 galur yang memiliki jumlah anakan produktif berbeda nyata lebih tinggi dari varietas Limboto dan terdapat 2 galur yang memiliki jumlah anakan produktif berbeda nyata lebih tinggi dari varietas Inpari 13. Menurut Fagi (2001), jumlah anakan produktif 15–20 per malai merupakan sifat dari tipe padi yang baik. Berdasarkan kategori tersebut, galur/varietas yang termasuk kepada tipe padi baik adalah galur HR-1-12-1-1, HR-1-12-2-2, HR-2-21-2-1, HR-2-27-2-7, HR-5-13-2-2, dan varietas Situ Bagendit. Petani dapat memprediksi hasil dengan melihat jumlah anakan produktif dan banyaknya gabah isi.

Umur Berbunga dan Umur Panen

(23)

13 dengan ketiga varietas pembanding. Terdapat 3 galur yang memiliki umur berbunga nyata berbeda lebih lama dari varietas Inpari 13 dan 5 galur yang memiliki umur berbunga nyata berbeda lebih lama dari varietas Situ Bagendit. Umur berbunga padi yang diidentifikasi dikelompokkan ke dalam 3 kriteria, yaitu genjah (<100 hari), sedang (100–125 hari), dan dalam (>125 hari) (Putra et al. 2009). Berdasarkan kriteria tersebut, umumnya galur dan varietas yang diujicobakan tergolong pada umur panen sedang kecuali galur 4-12-1-1, HR-5-9-4-1, HR-5-13-2-2, dan HR-5-13-3-1 yang tergolong berumur genjah.

Tabel 4 Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan varietas pembanding

Keterangan: a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Umur panen ditentukan saat kondisi tanaman padi yang sudah mencapai masak optimum dan siap untuk diambil hasilnya. Hal ini ditandai dengan telah menguningnya 80% dari setiap satuan petak percobaan dan posisi malai mulai merunduk. Rata-rata umur panen pada percobaan berkisar 95–117 HSS. Galur HR-5-13-3-1 memiliki umur panen tercepat dibandingkan dengan ke-17 galur dan 3 varietas pembanding lainnya, yaitu pada 95 HSS. Galur 3-1, HR-5-13-2-2, HR-5-9-4-1, dan HR-4-12-1-1 tergolong berumur genjah dan memiliki umur

Galur/Varietas Umur Berbunga (HSS) Umur Panen (HSS)

(24)

14

panen cepat, keempat galur tersebut nyata berbeda lebih rendah dengan ketiga varietas pembanding.

Daun Bendera

Daun bendera merupakan organ utama yang berperan penting dalam distribusi asimilat menuju malai. Karakter panjang dan lebar daun bendera berkaitan dengan daya hasil, peningkatan panjang dan lebar daun bendera yang diikuti dengan peningkatan daya hasil (Dere dan Yildirim 2006). Hasil pengamatan pada rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid dan varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan panjang daun bendera dan sudut daun bendera galur dihaploid dengan varietas pembanding

Keterangan: a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Hasil menunjukkan rata-rata daun bendera pada percobaan berkisar 29–57 cm. Daun bendera terpanjang dimiliki oleh galur HR-1-32-1-1 dan terpendek oleh varietas Situ Bagendit. Galur HR-1-32-1-1 merupakan satu-satunya galur yang

Galur/Varietas Panjang Daun Bendera Sudut Daun Bendera

(25)

15 berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding. Terdapat 13 galur yang memiliki panjang daun bendera berbeda nyata lebih panjang dari varietas Situ Bagendit.

Pengelompokan sudut daun bendera dilakukan menurut panduan sistem karakterisasi dan evaluasi tanaman padi [Deptan 2003]. Sudut daun diukur dekat leher daun sebagai sudut yang terbentuk antara daun bendera dengan poros malai utama. Berdasarkan hasil percobaan, keragaan sudut daun bendera beragam. Galur HR-5-13-3-1 memiliki sudut daun bendera terkulai, sedangkan galur lain dan varietas pembanding umumnya tegak dan semi tegak. Daun bendera yang terkulai cenderung lebih disukai oleh burung pipit.

Komponen Hasil Tanaman Padi

Panjang Malai dan Kepadatan Malai

Panjang malai diukur dari leher malai hingga ujung malai. Data tersaji pada Tabel 6. Rataan panjang malai yang dihasilkan berkisar pada 20–28 cm. Varietas Limboto dan galur HR-1-32-1-1 memiliki malai terpanjang, sedangkan galur HR-8-28-1-2 memiliki panjang malai terpendek.

Tabel 6 Rataan panjang malai dan kepadatan malai galur dihaploid dengan varietas pembanding

Galur/Varietas Panjang Malai (cm) Kepadatan Malai (bulir cm-1)

(26)

16

Galur HR-5-13-3-1, HR-7-15-2-2, HR-7-32-1-5, dan HR-8-28-1-2 memiliki panjang malai berbeda nyata lebih pendek dari ketiga varietas yang dibandingkan. Panjang malai menurut Putra et al. (2009) dikelompokkan ke dalam 4 kriteria, yaitu pendek (<20 cm), sedang (20–30 cm), panjang (30–40 cm), dan sangat panjang (>40 cm). Berdasarkan pengelompokan tersebut, umumnya galur dan varietas yang diujicobakan tergolong pada kategori sedang.

Kepadatan malai adalah perbandingan antara banyaknya bulir per malai dengan panjang malai. Kepadatan malai menentukan kualitas gabah dalam satu malai. Rata-rata data yang dihasilkan berkisar pada 5–10. Galur HR-8-28-1-2 merupakan galur dengan kerapatan malai tertinggi sedangkan HR-5-13-3-1 memiliki kepadatan malai terendah. Terdapat 3 galur, yaitu HR-1-12-2-2, HR-2-30-1-1, dan HR-8-28-1-2 yang memiliki kepadatan malai nyata berbeda lebih tinggi dari varietas Situ Bagendit, dan galur HR-5-13-3-1 yang memiliki kepadatan malai nyata berbeda lebih rendah dari varietas Limboto.

Jumlah Gabah Bernas, Gabah Hampa, Gabah Total, Persentase Gabah Bernas, Persentase Gabah Hampa

Hasil percobaan menunjukkan bahwa rata-rata gabah bernas berkisar 66– 194 butir. Galur HR-1-12-2-2 memiliki jumlah gabah bernas terbanyak, sedangkan jumlah gabah bernas paling sedikit dimiliki oleh galur HR-5-13-3-1. Galur HR-1-12-2-2 berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 dan Situ Bagendit tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Limboto. Limboto memiliki jumlah gabah bernas yang paling banyak dibandingkan dua varietas pembanding lainnya, serta tidak berbeda nyata dengan galur HR-2-30-1-1, HR-2-33-1-1, HR-4-12-1-1, HR-5-9-4-1, dan HR-5-13-2-2. Galur HR-5-13-3-1 memiliki jumlah gabah bernas paling sedikit, hal ini diduga disebabkan oleh umur tanaman yang genjah dibandingkan dengan tanaman lainnya, sehingga saat sudah memasuki waktu pengisian bulir, serangan hama burung dan walang sangit terkonsentrasi pada galur tersebut. Produktivitas tanaman dapat ditentukan oleh jumlah gabah bernas. Semakin banyak gabah bernas maka produktivitas tanaman semakin tinggi (Siregar 1981).

Rata-rata jumlah gabah hampa dari percobaan yang dilakukan berkisar pada 28–128 butir. Galur HR-2-33-1-1 memiliki jumlah gabah hampa paling sedikit, sedangkan galur HR-2-34-1-3 memiliki jumlah gabah hampa terbanyak. Galur HR-2-33-1-1 dan HR-5-13-2-2 memiliki jumlah gabah hampa berbeda nyata lebih sedikit dibanding varietas Limboto dan Inpari 13. Gabah hampa terbanyak dimiliki oleh galur HR-2-34-1-3 dan berbeda nyata lebih tinggi dengan ketiga varietas pembanding. Gabah hampa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kerebahan, serangan hama walang sangit, kurangnya intensitas cahaya dan daun mengering, sehingga pengisian fotosintat pada bulir-bulir padi berkurang.

(27)

17 13 dan Situ Bagendit. Terdapat 8 galur yang memiliki gabah total berbeda nyata lebih sedikit dibanding varietas Limboto.

Tabel 7 Rataan jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan jumlah gabah total per malai

Keterangan: a Berbeda nyata pada uji t-Dunnet 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnet 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Persentase gabah bernas ditentukan dari jumlah gabah bernas dibagi dengan jumlah gabah total. Data tersaji pada Tabel 8. Hasil rata-rata persentase gabah bernas pada percobaan berkisar 44–82%. Galur HR-2-33-1-1 memiliki nilai persentase gabah bernas tertinggi dan berbeda nyata lebih tinggi dengan varietas Inpari 13, sedangkan galur HR-2-34-1-3 memiliki nilai persentase terendah dan berbeda nyata lebih rendah dengan ketiga varietas pembanding. Galur HR-1-12-2-2, HR-2-33-1-1, dan HR-5-13-2-2 memiliki nilai persentase gabah bernas lebih dari 80% dan berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 tetapi tidak berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding lainnya.

Rata-rata nilai persentase gabah hampa pada percobaan berkisar 17–55%. Galur HR-2-34-1-3 memiliki nilai persentase gabah hampa tertinggi dan berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding, sedangkan galur HR-2-33-1-1 memiliki nilai terendah dan nyata berbeda dengan varietas Inpari 13. Galur HR-1-12-2-2,

Galur/Varietas Gabah Bernas Gabah Hampa Gabah Total

(28)

18

HR-2-33-1-1, dan HR-5-13-2-2 memiliki nilai persentase gabah hampa 17–18% dan berbeda nyata lebih rendah dengan varietas pembanding Inpari 13.

Tabel 8 Persentase gabah bernas dan persentase gabah hampa dihaploid dengan varietas pembanding

Keterangan: a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Bobot 1000 Butir, Bobor per Rumpun, Produktivitas per Hektar

Rata-rata bobot 1000 butir pada 18 galur dan 3 varietas pembanding berkisar pada 17–26 g (Tabel 9). Galur HR-5-9-4-1 memiliki bobot 1000 butir tertinggi, sedangkan galur HR-1-12-2-2 memiliki bobot 1000 butir terendah.

Umumnya galur-galur yang diujicobakan tidak berbeda nyata kecuali galur HR-5-9-4-1 yang menghasilkan bobot 1000 butir secara nyata lebih tinggi dari varietas Inpari 13. Galur dengan nilai bobot 1000 butir nyata lebih rendah dari varietas pembanding terdapat pada galur HR-1-12-1-1, HR-1-12-2-2, HR-1-32-1-1, HR-2-21-2-HR-1-32-1-1, HR-2-30-1-HR-1-32-1-1, HR-2-33-1-HR-1-32-1-1, dan HR-2-34-1-3.

Bobot per rumpun tertinggi dimiliki oleh galur HR-5-9-1-1 dan berbeda nyata lebih tinggi dengan varietas pembanding Limboto dan Inpari 13, sedangkan

(29)

19 bobot per rumpun terendah dimiliki oleh galur HR-8-28-1-2 dan tidak berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding. Rata-rata nilai bobot per rumpun hasil berkisar 31–52 g. Umumnya galur-galur yang diujicobakan tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding, kecuali galur 9-1-1, 9-4-1, dan HR-5-13-3-1.

Tabel 9 Rataan bobot 1000 butir, bobot per rumpun, dan produktivitas per ha galur dihaploid dengan varietas pembanding

Keterangan: a Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Limboto; b Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Inpari 13; c Berbeda nyata pada uji t-Dunnett 5% dengan varietas pembanding Situ Bagendit.

Produktivitas per hektar diperoleh dari petak bersih. Formula yang digunakan yaitu pembagian bobot total dengan jumlah rumpun bersih total dan dikalikan dengan jumlah populasi rumpun per hektar. Jumlah populasi total per hektar ditentukan oleh jarak tanam yang digunakan. Bobot gabah kering giling (GKG) yang didapat rata-rata berkisar 1.6–5.8 ton ha-1. Rata-rata produktivitas tertinggi dimiliki oleh galur HR-2-27-2-7 dan terendah oleh galur HR-5-13-3-1. Galur HR-2-27-2-7 tidak berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding. Galur HR-1-32-1-1, HR-7-15-2-2, HR-2-34-1-3, HR-5-13-3-1, HR-7-32-1-5, dan HR-8-28-1-2 menghasilkan produktivitas per hektar secara nyata lebih rendah dari

(30)

20

ketiga varietas pembanding. Terdapat 11 galur yang setara dalam produktivitas per ha dengan ketiga varietas pembanding dan tidak berbeda nyata. Galur-galur tersebut yaitu, Galur 1-12-1-1, 1-12-2-2, HR 2-27-2-7, 4-12-1-1, HR-5-9-1-1, HR-5-9-4-1 yang memiliki produktivitas ≥5 ton ha-1 (Lampiran 7), serta galur HR-2-21-2-1, HR-2-22-1-3, HR-2-22-2-1, HR-2-33-1-1, HR-5-13-2-2 yang

memiliki produktivitas ≥4.5 ton ha-1

dan ≤5 ton ha-1 (Lampiran 8). Tampilan keragaan varietas pembanding terlampir pada Lampiran 9.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pada 18 galur yang diuji, terdapat keragaman daya hasil antar galur. Produktivitas yang dihasilkan dari galur dan varietas pembanding yang diuji berkisar pada 1.6–5.8 ton ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata lebih tinggi untuk komponen hasil produktivitas per ha terhadap ketiga varietas pembanding, namun terdapat galur-galur yang setara dalam produktivitas per ha dengan ketiga varietas pembanding, yaitu Galur HR-1-12-1-1, HR-1-12-2-2, HR 2-27-2-7, HR-4-HR-1-12-1-1, HR-5-9-1-1, HR-5-9-4-1 yang

memiliki produktivitas ≥5 ton ha-1

, serta galur 21-2-1, 22-1-3, HR-2-22-2-1, HR-2-33-1-1, HR-5-13-2-2 yang memiliki produktivitas ≥4.5 ton ha-1 dan <5 ton ha-1.

Saran

Galur-galur dihaploid yang memiliki daya hasil tinggi perlu diuji daya hasil lanjutan di lokasi dan atau musim yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B , Brar DS, Carpena AL. 2001. Introgression of biotic resistance genes from Oryza minuta J.S. Presl. Ex C.B. Presl. into new plant type of rice (O.

sativa L). Seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,

Bogor (ID).

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015–2019. Jakarta (ID): Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas.

(31)

21

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013b. Luas panen- produktivitas- produksi tanaman padi seluruh provinsi [Internet]. [diunduh 2014 Des 4]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php.

Datta SKD. 1981. Principles and Practices of Rice Production. New York (US) : Wiley International.

[Deptan] Departemen Pertanian Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah. 2003. Panduan Sistem Karakterisasi dan

Evaluasi Tanaman Padi. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Dere S. Yildirim MB. 2006. Inheritance of grain yield per plant, flag leaf width, and length in an 8 x 8 diallel cross population of bread wheat (Triticum

aestivum L.). Turk J Agric. 30:339-345.

Dewi IS, Purwoko BS. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman padi. Bul. Agron. 29(2):59-63.

Dewi IS, Purwoko BS. 2011. Kultur in vitro untuk produksi tanaman haploid androgenik. Di dalam: Wattimena GA, Matjik NA, Wiendi NMA, Purwito A, Effendi D, Purwoko BS, Khumaida N. Bioteknologi dalam Pemuliaan

Tanaman. Bogor(ID): IPB Press. Hlm 107–143.

Dewi IS, Purwoko BS. 2012. Kultur antera untuk percepatan perakitan varietas padi di Indonesia. J AgroBiogen. 8(2):78-88.

[FAO-stat] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2013. FAO

Statistical Yearbook 2013. Rome (IT): FAO.

Fagi AM., Abdullah B, Kartaatmadja S. 2001. Peranan padi Indonesia dalam pengembangan padi unggul. Prosiding Budidaya Padi. Surakarta (ID).

Gomez KA, Gomez AA. 1996. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.

Terjemahan: Endang Sjamsuddin dan Justika S Baharsjah. Statistical Procedures for Agricultural Research. Jakarta (ID): UI Press.

Harahap Z, Silitonga TS. 1989. Perbaikan Varietas Padi. Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor (ID).

Karim W. 2014. Keterkaitan antara karakter panjang daun bendera dengan preferensi burung pipit, kualitas biji, dan daya hasil pada tanaman padi (Oryza

sativa L.) [skripsi]. Yogyakarta (ID) Universitas Gadjah Mada.

Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2011. [diunduh 2015 Agustus 27]. Tersedia pada: http://peraturan.bkpm.go.id/jdih/lampiran/Permentan_61_2011.pdf.

Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Di dalam: Suyamto, IN Widiarta, Satoto, editor. Padi: Inovasi Teknologi dan

Ketahanan Pangan. Ed ke-1. Jakarta (ID): LIPI Press.

Norsalis E. 2011. Padi gogo dan sawah. [diunduh 2015 Juni 28]. Tersedia pada: http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/Padigogodansawah_ ekonorsa lis_17170.pdf.

(32)

22

Sumatera Barat. [diunduh 2015 Juni 26]. Tersedia pada: http://faperta.unand. ac.id/jerami/PDF/v03-3-02.pdf.

Putri NH. 2014. Produksi tanaman dihaploid dari persilangan padi sawah dan padi gogo melalui kultur antera [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siregar H. 1981. Budi Daya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): PT Sastra

Hudaya.

Susanto U, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah di Indonesia. J Litbang Pertanian. 22(3):128-129.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2015. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penerbit Swadaya.

Wibowo P. 2010. Pertumbuhan dan produktivitas galur harapan padi (Oryza

sativa L.) hibrida di Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, Boyolali [skripsi].

Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

(33)

23 Lampiran 1 Daftar galur-galur dihaploid yang digunakan dalam penelitian

No Galur No Galur

Lampiran 2 Deskripsi varietas Limboto

LIMBOTO

Nama Varietas : Limboto

SK : 706/kpts/tp.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999

Tahun : 1999

Tetua : Papah Aren/IR36//Dogo

Rataan Hasil : 3-5 ton ha-1

Pemulia : Erwina Lubis, Murdani D, Suwarno, W S Ardjasa Nomor pedigri : TB47H-MR-5

Umur tanaman : 105 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 100 cm Anakan produktif : Sedang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Mendatar Bentuk gabah : Bulat besar

Warna gabah : Kuning bergaris coklat

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Tahan

Tekstur nasi : Sedang

Bobot 1000 butir : 28 gram

Kadar amilosa : 24%

Ketahanan hama penyakit : Tahan terhadap lalat bibit, blas daun dan blas leher Anjuran tanam : Cocok ditanam pada lahan kering (gogo) yang

(34)

24

Lampiran 3 Deskripsi varietas Inpari 13

INPARI 13

Nomor seleksi : OM1490

Asal persilangan : OM606/IR18348-36-3-3

Golongan : Cere

Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 malai Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22.40% Bobot 1 000 butir : 25.2 g Rata-rata hasil : 6.59 ton ha-1 Potensi hasil : 8.0 ton ha-1

Ketahanan hama penyakit : Tahan terhadaphama wereng batang cokelat biotipe 1, 2, dan 3, agak rentan terhadap penyakit hawar daun, bakteri strain III, IV, dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073, dan 173

Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran sampai ketinggian 600 m dpl

(35)

25 Lampiran 4 Deskripsi varietas Situ Bagendit

SITU BAGENDIT

Nama Varietas : Situ Bagendit

Tahun : 2002

Tetua : Persilangan Batur/S2823-7d-8-1-A//S823-7d-8-1-A Rataan Hasil : 3-5 ton ha-1 GKB (lahan kering), 5-6 ton ha-1 GKB

(lahan sawah)

Pemulia : Z. A. Sumanullang, Aan A. Daradjat, Ismail BP, N. Yunani

Umur tanaman : 110 –120 hari Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 99 –105 cm

Anakan produktif : 12–13 malai per rumpun

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen

Kadar amilosa : 22%

Bobot 1 000 butir : 27–28 gram

Ketahanan hama penyakit : Agak tahan terhadap Blast, bakteri hawar daun strain III dan IV

(36)

26

Lampiran 5 Tata letak percobaan

3.5 m 3.5 m 3.5 m 3.5 m

4 - III 1 - III 9 - III

21 - III 19 - III 16 - III 6 - III

2 - III 11 - III 18 - III 13 - III

7 - III 15 - III 5 - III 20 - III

3 - III 8 - III 12 - III 17 - III

10 - III 14 - III 17 - II 20 - II

12 - II 21 - II 15 - II 4 - II

6 - II - I 16 - II 7 - II 18 - II

14 - II 1 - II 19 - II 13 - II

2 - II 10 - II 8 - II 3 - II

7 - I 5 - II 11 - II 9 - II

16 - I 12 - I 8 - I 14 - I

20 - I 2 - I 11 - I 3 - I

10 - I 19 - I 9 - I 17 - I

1 - I 6 - I 4 - I 18 - I

15 - I 13 - I 21 - I 5 - I

Keterangan :

Jarak tanam : 25 x 25 cm Luas per petak : 1 x 3.5 m2 Populasi per petak : 56

0

.5

m

sumber keluar air

ja

la

n

u

m

u

m

2

0

.9

m

(37)

27 Lampiran 6 Data iklim Darmaga, Bogor

Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lintang : 06º 31’ LS

Bujur : 106º 44’ BT

Elevasi : 207 m

Lokasi : Darmaga, Bogor

Bulan Curah Hujan (mm bulan-1) Suhu (ºC)

Desember 2014 200.0 26.3

Januari 2015 251.0 25.2

Februari 2015 346.0 25.0

Maret 2015 376.0 25.6

April 2015 206.0 25.8

Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga (2015)

Lampiran 7 Gambar galur-galur yang memiliki produktivitas ≥5 ton ha-1

HR-1-12-1-1 HR-1-12-2-2 HR-2-27-2-7

(38)

28

Lampiran 8 Gambar galur-galur yang memiliki produktivitas ≥4.5 ton ha-1 dan <5 ton ha-1

Lampiran 9 Gambar varietas pembanding

HR-1-21-2-1 HR-1-22-1-3 HR-1-22-2-1

HR-4-12-1-1 HR-5-13-2-2

(39)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Henry Rusmana dan Ibu Etty Heryati. Penulis menyelesaikan pendidikan SD pada tahun 2005 di SDIT IQRO, pendidikan SMP pada tahun 2008 di SMPIT IQRO, dan pendidikan SMA pada tahun 2011 di SMA Negeri 5 Bekasi.

Gambar

Tabel 1  Hasil rekapitulasi sidik ragam
Tabel 2  Rataan tinggi tanaman  pada fase vegetatif dan generatif galur dihaploid dengan varietas pembanding
Tabel 3  Rataan jumlah anakan  pada fase vegetatif dan produktif galur dihaploid dengan varietas pembanding
Tabel 4  Rataan umur berbunga dan umur panen galur dihaploid dengan varietas pembanding
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintahan, negara, dan tata dunia dalam kerangka proses

355/421.2/SDN CSKD 1/VI/2014 Perempuan Lulus Kelas VI Kabupaten Sumedang

Ditemukan prevalens rate campak 30,4%, proporsi anak balita berdasarkan umur dan jenis kelamin terbanyak pada anak yang tidak terkena campak kelompok umur 48-53 bulan dengan

Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut ekologi diperoleh 6 atribut yang sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekologi yaitu (1) Perubahan penutupan

Adat Pesta pernikahan yang sudah lumrah dikalangan masyarakat yaitu, seorang pengantin wanita dirias secantik mungkin dengan beraneka ragam cara, ada yang memakai busana

Untuk mengatasi penyusutan dalam proses pengecoran, maka dalam proses pembuatan pola dies fender esemka sang surya perlu menambahkan ukuran sebesar 25/100 mm untuk baja

Berdasarkan perbandingan PKHL di DAS Batang Pelepat (Rp18 000 000/KK) dan pendapatan yang diperoleh dari setiap tipe UTKKS per hektar akibat penerapan SA1 dapat ditentukan

Perwakilan BPKP Provinsi Papua tahun 2012 merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan kinerja, yang terdiri dari kinerja program yang diukur dengan indikator hasil