• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI (

Oryza sativa)

SAWAH HASIL KULTUR ANTERA

ROSITA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil Padi

(Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Rosita

NIM A24100152

(4)

ABSTRAK

Rosita. Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO.

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014. Tujuan penelitian untuk menguji daya hasil galur-galur dihaploid padi sawah hasil kultur antera dan 4 varietas pembanding. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap teracak dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap peubah yang diamati. Galur Bio-R68 (3.25 ton/ha), Bio-R69 (3.31 ton/ha), Bio-R71 (3.16 ton/ha), Bio-R81 (3.08 ton/ha), Bio-R82-1 (3.51 ton/ha), Bio-R82-2 (3.16 ton/ha), Bio-R84-1 (3.33 ton/ha), Bio-R84-2 (3.30 ton/ha), Bio-R85-1 (2.92 ton/ha), Bio-R85-2 (3.23 ton/ha), Bio-R88 (3.11 ton/ha), and Bio-R95 (3.42 ton/ha) memiliki produktivitas yang sama dengan varietas pembanding Inpari 13 (3.68 ton/ha), Inpari 20 (3.59 ton/ha), dan Ciherang (3.38 ton/ha). Bio-R82-1 (3.51 ton/ha) dan Bio-R95 (3.42 ton/ha) memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Inpari 18 (2.56 ton/ha).

Kata kunci: dihaploid, kultur antera, padi berumur genjah, uji daya hasil

ABSTRACT

ROSITA. Yield Trial of Doubled Haploid Lines Obtained from Anther Culture. Supervised by BAMBANG S PURWOKO.

The experiment was conducted at Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor in December 2013 until March 2014. The objective of the research was to evaluate yield of doubled haploid lines obtained from anther culture and 4 cultivars as checks. This study used a randomized complete block design with 3 replications. The result showed that genotype gave very significant effect on the observed variables. The lines Bio-R68 (3.25 ton/ha), Bio-R69 (3.31 ton/ha), Bio-R71 (3.16 ton/ha), Bio-R81 (3.08 ton/ha), Bio-R82-1 (3.51 ton/ha), Bio-R82-2 (3.16 ton/ha), Bio-R84-1 (3.33 ton/ha), Bio-R84-2 (3.30 ton/ha), Bio-R85-1 (2.92 ton/ha), Bio-R85-2 (3.23 ton/ha), Bio-R88 (3.11 ton/ha), and Bio-R95 (3.42 ton/ha) gave productivity equals to cultivars as control, i.e. Inpari 13 (3.68 ton/ha), Inpari 20 (3.59 ton/ha), and Ciherang (3.38 ton/ha). Bio-R82-1 (3.51 ton/ha) and Bio-R95 (3.42 ton/ha) gave productivity higher than Inpari 18 (2.56 ton/ha).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID PADI (

Oryza sativa)

SAWAH HASIL KULTUR ANTERA

ROSITA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera

Nama : Rosita

NIM : A24100152

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Hasil Kultur Antera.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, yaitu:

1. Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr Ir Iswari S Dewi yang telah mempersiapkan dan memberikan bahan penelitian.

3. Teknisi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang telah membantu selama proses penelitian.

4. Bapak Abdul Haris dan Ibu Sukurmah, orang tua penulis dan saudara-saudara yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan serta kasih sayang.

5. Staf pengajar dan staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

6. Teman-teman yang sudah membantu dalam pengamatan.

Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan pertanian Indonesia.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Hipotesis 2 

TINJAUAN PUSTAKA 2 

Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 2 

Pembentukan Varietas Unggul Padi di Indonesia 3 

Uji Daya Hasil 4 

METODE PENELITIAN 5 

Lokasi dan Waktu Penelitian 5 

Bahan Penelitian 5 

Alat Penelitian 6 

Prosedur Percobaan 6 

Analisis Data 7 

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 

Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid 8 

Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi 9 

Komponen Hasil Tanaman Padi 14 

Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan 18 

SIMPULAN DAN SARAN 19 

Simpulan 19 

Saran 19 

DAFTAR PUSTAKA 19 

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi

galur -galur dihaploid 8

2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatif 9 3 Rataan jumlah anakan total dan anakan produktif 11 4 Rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian 12 5 Hasil skoring rataan tingkat kerusakan dan tingkat ketahanan terhadap

penyakit hawar daun bakteri (HDB) 14

6 Rataan panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan

jumlah gabah total per malai 15

7 Rataan persentase gabah bernas, persentase gabah hampa, bobot 1 000

butir, dan produktivitas 17

DAFTAR GAMBAR

1 Penampilan varietas Ciherang/RST20 (kiri) dan galur

Bio-R100/RST13 (kanan) umur 88 HSS 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data curah hujan bulanan 22

2 Deskripsi varietas Inpari 13 23

3 Deskripsi varietas Inpari 18 24

4 Deskripsi varietas Inpari 20 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia terus bertambah setiap tahun. Pertumbuhan ini menjadi tantangan berat bagi sektor pertanian, terutama tanaman pangan karena berkaitan dengan penyediaan pangan. Bahan pangan pokok yang sampai saat ini terus dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah beras. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan permintaan pangan khususnya padi.

Peningkatan laju pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia terlihat dari tahun 2000 sampai 2006 mencapai 1.36% per tahun dengan perkiraan konsumsi beras 137 kg per kapita. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan pada tahun 2010, 2015, dan 2020 berturut-turut sebanyak 235 juta, 249 juta, dan 263 juta jiwa. Konsumsi beras pada tahun 2010, 2015, dan 2020 diproyeksikan berturut-turut sebesar 32.13 juta ton pada tahun 2010, 34.12 juta ton pada tahun 2015, dan 35.97 juta ton pada tahun 2020 (Puslitbangtan 2007).

Salah satu upaya meningkatkan produksi beras nasional yaitu dengan mengoptimalkan produktivitas padi di lahan sawah melalui penggunaan benih bermutu dan varietas yang adaptif (Makarim et al. 2000). Perakitan kultivar atau varietas unggul melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat meningkatkan produktivitas, kualitas, serta daya saing tanaman.

Berdasarkan metode yang digunakan, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas unggul dapat dibedakan melalui pendekatan pemuliaan konvensional dan nonkonvensional. Galur-galur murni secara konvensional umumnya diperoleh dengan cara persilangan dan seleksi pada setiap generasi yang dapat berlangsung selama 6 sampai 8 generasi. Dengan cara nonkonvensional, galur-galur murni dapat diperoleh lebih cepat yaitu 1 sampai 2 generasi dengan menggunakan sistem haploid karena tanaman dihaploid dapat diperoleh dari generasi pertama (Dewi dan Purwoko 2011).

Penggandaan kromosom melalui kultur antera digunakan untuk mempercepat dalam menghasilkan galur-galur murni. Tanaman-tanaman dihaploid yang dihasilkan melalui kultur antera bersifat homozigos penuh dan

breed true karena mempunyai dua set kromosom yang identik dengan haploidnya

(Dewi dan Purwoko 2001). Tanaman homozigos tersebut sangat diharapkan untuk memudahkan seleksi fenotipe untuk karakter-karakter yang bersifat kuantitatif (Dewi et al. 1996). Selain itu, tanaman dihaploid yang terseleksi juga dapat digunakan sebagai tetua antera dan disilangkan kembali sebagai tetua pembentuk hibrida F1 (Khush dan Virmani1996).

(12)

2

terhadap galur dihaploid padi sawah yang telah didapatkan dari penelitian sebelumnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi produksi galur-galur dihaploid yang terpilih dibandingkan dengan varietas pembanding.

Hipotesis

Terdapat minimal satu galur dihaploid yang memberikan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

Pemahaman tentang bentuk dan fungsi organ-organ tanaman diperlukan untuk membedakan suatu spesies secara visual. Padi merupakan tanaman pangan famili Gramineae atau rumput berumpun yang memiliki organ vegetatif batang, akar, dan daun yang khas. Batang tanaman padi terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku. Pada buku tersebut tumbuh daun dan tunas (anakan). Jika dikaitkan dengan daun, jumlah buku sama dengan jumlah daun ditambah dua sebagai tempat tumbuhnya koleoptil dan dasar malai (Makarim dan Suhartatik 2009).

Batang padi erat kaitannya dengan daun yaitu sebagai tempat melekatnya daun. Satu daun tumbuh pada tiap buku batang dalam susunan yang berselang-seling. Daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun, dan lidah daun (IRRI 1970). Padi memiliki daun teratas yang disebut daun bendera. Daun tersebut memiliki posisi dan ukuran berbeda dari daun yang lain.

Akar berfungsi sebagai penopang tanaman dan menyerap unsur hara dan air dari tanah ke seluruh bagian tanaman. Tanaman padi memiliki akar yang tergolong akar serabut. Akar ini mampu terkonsentrasi sampai kedalaman antara 10 - 20 cm. Di daerah perakaran terdapat saluran aerenchyma seperti pipa memanjang sebagai penyedia oksigen, sehingga mampu beradaptasi pada lingkungan tergenang dan sanggup beradaptasi pada lahan tidak tergenang atau lahan kering berkondisi aerob (Purwono dan Purnamawati 2008).

(13)

3 pembungaan. Fase pematangan terjadi pada saat pembungaan sampai gabah matang (Makarim dan Suhartatik 2009).

Pembentukan Varietas Unggul Padi di Indonesia

Padi termasuk famili rumput-rumputan (Gramineae) dari genus Oryza. Padi liar (wild rice) dibedakan menjadi 4 kelompok kerabat dekat, yaitu O. ridleyi (2 spesies), O. meyeriana (2 spesies), O. officinalis (9 spesies) dan O. sativa (8 spesies). Masing-masing kelompok kerabat dekat mempunyai habitat dan ciri khusus. Diantara 21 spesies tersebut, O. sativa dan O. glaberrima dari kerabat dekat O. sativa telah menurunkan varietas padi yang dibudidayakan (Vaughan 1994). Budidaya tanaman padi O. sativa banyak dilakukan di seluruh dunia dibandingkan O. glaberrima yang hanya dibudidayakan di Afrika. Terdapat 3 ras padi yang dihasilkan oleh tanaman padi jenis O. sativa yaitu Javanica, Indica, dan Japonica. Masing-masing ras tersebut tersebar di beberapa tempat, yaitu untuk ras Javanica banyak dibudidayakan di pulau Jawa, ras Indica umumnya terdapat di negara-negara tropis seperti India, Vietnam, Kamboja, dan Indonesia, sedangkan ras Japonica lebih banyak ditemukan di Jepang (Soerjani et al. 1987).

Pada tahun 1950-an kondisi pangan dunia sangat mengkhawatirkan. Hal ini melatarbelakangi didirikannya IRRI (International Rice Research Institute) di Los Banos, Filipina pada tahun 1960. Selama 2 tahun dikumpulkan plasma nutfah padi dari seluruh dunia. Empat tahun kemudian, secara periodik varietas padi IR8 dan IR5 dengan daya hasil tinggi dilepas. Produksi padi Indonesia naik lebih dari 3 kali lipat. IRRI melakukan ribuan persilangan sejak dilepasnya IR8 dan IR5. Dari persilangan, dihasilkan lebih dari 120 varietas lokal dan varietas unggul asal Indonesia (Fagi et al. 2002).

Dalam dasawarsa terakhir, produksi beras dunia mengalami stagnasi karena sebagian besar lahan produktif telah ditanami varietas unggul. Daya hasil varietas unggul padi yang dilepas IRRI relatif sama dengan daya hasil IR8. Diperlukan varietas padi unggul yang memiliki potensi hasil lebih tinggi dibandingkan IR8. Oleh karena itu, pada tahun 1988, IRRI merancang varietas padi tipe baru (PTB). Sejumlah galur-galur PTB menunjukkan keunggulan berupa batang kokoh, daun tegak, tebal, berwarna hijau tua, malai panjang, dan gabah lebat. Akan tetapi, galur-galur tersebut masih memiliki kelemahan (Fagi et al. 2002). Kehampaan yang tinggi dan peka terhadap hama dan penyakit menjadi kelemahan dari galur-galur tersebut (Abdullah et al. 2002).

(14)

4

kepada keturunannya (Harahap et al. 1982). Dibutuhkan waktu yang panjang atau lebih dari 5 tahun untuk mencapai kemurnian genetik karena proses seleksi pada generasi F2 dan generasi berikutnya (Herawati et al. 2009).

Bioteknologi adalah perpaduan ilmu pengetahuan biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa yang bertujuan untuk menghasilkan proses, produk, ataupun jasa yang bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan bioteknologi di bidang pertanian dapat dilihat dari banyaknya penemuan tanaman kultivar/varietas baru yang mempunyai sifat tertentu (Pawiroharsono 2012).

Tanaman haploid secara alami dapat diperoleh melalui proses partenogenesis, eliminasi kromosom, induksi in vitro melalui proses androgenesis melalui kultur antera, kultur mikrospora, dan proses gynogenesis dengan kultur ovul (Poehlman dan Sleeper 1995). Androgenesis menghasilkan embrio yang akan tumbuh menjadi tanaman dari sel tunggal mikrospora. Prinsip androgenesis menghentikan perkembangan mikrospora dan mengubah arah lintasannya ke lintasan sporofitik yang sebelumnya terjadi dalam lintasan gametofitik, sehingga membentuk sel somatik. Pengkulturan in vitro antera atau mikrospora akan menghasilkan kalus atau embrio. Mikrospora bersifat haploid sehingga akan menghasilkan tanaman haploid juga, baik melalui embriogenesis langsung, maupun melalui pembentukan kalus. Tanaman dihaploid dapat diperoleh secara spontan dan induksi melalui pemangkasan/ratooning, atau pemberian kolkisin (Dewi dan Purwoko 2011).

Pemuliaan tanaman secara nonkonvensional yang saat ini dilakukan khususnya untuk padi yaitu melalui kultur antera. Kultur antera merupakan penanaman antera pada media in vitro yang menginduksi sel polen mengalami embriogenesis sehingga menghasilkan tanaman haploid. Tanaman haploid adalah tanaman yang memiliki jumlah kromosom sama dengan kromosom gametnya atau ½ jumlah kromosom somatiknya. Pada padi, selain tanaman haploid, diperoleh tanaman dihaploid yang berasal dari penggandaan spontan saat pengkulturan. Tanaman dihaploid memiliki dua set kromosom yang identik dan dapat membentuk sel kelamin jantan dan sel kelamin betina (Dewi dan Purwoko 2011).

Kultur antera adalah salah satu teknik kultur jaringan untuk mempercepat proses pembentukan galur murni. Secara in vitro, teknik ini dapat dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap induksi kalus dari polen yang terdapat dalam antera dan tahap regenerasi tanaman dari kalus. Tanaman haploid diperoleh dari induksi embriogenesis melalui pembelahan berulang-ulang spora monoploid yang berasal dari mikrospora atau butir tepung sari yang masih muda. Kromosom tanaman haploid digandakan untuk mendapatkan tanaman dihaploid yang fertil (Sasmita et al. 2002). Dilaporkan teknik ini telah berhasil di berbagai negara (Chu 1982, Chung 1992). Galur murni yang dihasilkan secara non konvensional lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional sehingga dapat menghemat waktu dan biaya (Hu 1985).

Uji Daya Hasil

(15)

5 hasil, dan umur panen yang pendek. Untuk mendapatkan sifat tersebut, dilakukan pengembangan galur-galur harapan melalui uji lapangan yang intensif, sehingga dihasilkan galur yang memiliki potensi hasil tinggi dan mantap dengan adaptasi luas maupun spesifik (Harahap dan Silitonga 1993).

Ada 2 pengujian yang dilakukan terhadap galur-galur harapan sebelum dilepas menjadi varietas unggul, yaitu uji daya hasil dan uji adaptasi. Daya hasil adalah karakter kuantitatif yang menjadi target pemuliaan tanaman (Roy 2000). Uji daya hasil digunakan untuk menguji atau mengetahui potensi daya hasil atau produktivitas dan memilih galur-galur harapan yang memiliki peluang menjadi varietas unggul (Kuswanto 2007).

Terdapat 3 tahapan dalam pengujian daya hasil. Tahapan tersebut ialah uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi (uji adaptasi). Uji daya hasil pendahuluan ialah pengujian yang jumlah galur-galur ujinya relatif sangat banyak tetapi jumlah benih masih sedikit. Keterbatasan ini membuat pengujian tersebut hanya dilakukan pada satu lokasi satu musim. Uji daya hasil lanjutan ialah pengujian yang jumlah galurnya tidak terlalu banyak tetapi benih dalam setiap galur sudah banyak. Pengujian dilakukan minimal dua musim di beberapa lokasi untuk menekan tersingkirnya atau kehilangan galur-galur unggul selama seleksi akibat interaksi genotipe dan lingkungan. Uji multilokasi ialah pengujian yang jumlah galurnya hanya berkisar 10 sampai dengan 15 galur. Tujuan pengujian ini untuk menilai stabilitas hasil galur-galur harapan dan mengetahui daya adaptasinya (Nasir 2001).

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai April 2014 di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor, pada garis lintang 0634' 41.9'' LS dan garis bujur 10647'4.3'' BT, serta elevasi 261 m.

Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa 16 galur dihaploid hasil dari kultur antera persilangan IRBB7 yang memiliki gen xa7 untuk ketahanan terhadap hawar daun bakteri (HDB) dengan Bio531F-KN-83-3 yang memiliki gen restorer (Rf). Galur-galur tersebut ialah R68, R69, R71, R81, R82-1, R82-2, R84-1, R84-2, R85-1, Bio-R85-2, Bio-R88, Bio-R95, Bio-R100, Bio-R113, Bio-R120, Bio-R121, dan 4 varietas pembanding yaitu Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang. Deskripsi masing-masing varietas pembanding dapat dilihat pada Lampiran 2 – 5.

(16)

6

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu alat-alat umum budidaya padi sawah untuk pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pengamatan, dan panen.

Prosedur Percobaan

Penyemaian dilakukan di lahan kering yang berukuran 4% dari luas lahan pertanaman. Lahan dibersihkan dari kotoran dan rumput yang tumbuh, kemudian dibagi menjadi 20 bagian sebagai tempat tumbuh masing-masing galur dan varietas pembanding. Benih yang digunakan pada masing-masing galur sebanyak 50 g. Lahan penyemaian dalam keadaan cukup air untuk mendorong pertumbuhan benih.

Setelah berumur 20 hari, bibit padi dipindahtanam ke lahan pertanaman padi. Sebelum tanam, tanah diolah dan diratakan terlebih dahulu. Luas lahan yang digunakan 480 m2 yang dibagi dalam 3 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri atas 20 satuan percobaan. Dalam satu satuan percobaan digunakan petakan berukuran 4 m x 2 m. Bibit padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Tiap lubang ditanam 2 bibit sedalam 5 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan berupa pemupukan, penyulaman, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan pada saat tanam untuk pupuk SP-36 , KCl, dan 1/3 dosis Urea. Sisa dosis Urea diberikan saat 21 hari setelah tanam (HST) dan 42 HST, masing-masing 1/3 dosis Urea. Penyulaman dilakukan pada bibit padi yang mati. Dengan umur yang sama, bibit padi yang mati digantikan dengan bibit siap tanam. Tumbuhan yang tidak diharapkan atau gulma dicabut, kemudian dipendam dalam tanah sebagai kegiatan penyiangan. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada umur 3 minggu setelah tanam (MST) dan 6 MST. Keong, belalang, dan walang sangit merupakan hama yang umum ada pada pertanaman padi. Pengendalian keong dilakukan secara kimia dan kultur teknis, sedangkan pengendalian hama belalang dan walang sangit dilakukan dengan pestisida.

Panen

Panen dilakukan apabila 80% malai telah menguning. Sawah dikeringkan selama satu minggu sebelum padi dipanen. Pemanenan dilakukan dengan potong atas atau memotong bagian pangkal batang dengan menggunakan sabit. Perontokan malai dilakukan dengan cara diirig. Kemudian dilakukan pengamatan pada komponen produksi dan produksi.

Pengamatan

Komponen vegetatif dan produksi yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per petak meliputi:

(17)

7 2. Jumlah anakan dihitung pada 45 HST (vegetatif) dan jumlah anakan yang

menghasilkan malai (produktif) pada saat menjelang panen.

3. Panjang malai diukur dari leher sampai ujung malai pada saat menjelang panen.

4. Jumlah gabah bernas dihitung berdasarkan gabah yang berisi penuh atau lebih dari 50%.

5. Jumlah gabah hampa dihitung berdasarkan gabah yang terisi kurang dari 50%. 6. Jumlah gabah total per malai dihitung dari jumlah gabah bernas dan jumlah

gabah hampa yang dihitung dari 5 malai dalam 1 rumpun.

7. Persentase gabah bernas (%) dihitung dengan membandingkan antara jumlah gabah bernas per malai dengan jumlah gabah total per malai dikali 100.

8. Persentase gabah hampa (%) dihitung dengan membandingkan antara jumlah gabah hampa per malai dengan jumlah gabah total per malai dikali 100.

9. Bobot 1000 butir gabah bernas dengan kadar air ±14% (dijemur selama 4 hari) diukur dari tanaman contoh pada tiap petak galur.

Komponen pengamatan pada setiap satuan percobaan:

1. Umur berbunga dihitung dari saat penyemaian sampai 50% malai keluar dalam 1 rumpun.

2. Umur panen dihitung dari saat penyemaian sampai 80% malai menguning. 3. Skor kerusakan karena hawar daun bakteri.

Komponen pengamatan yang diamati pada petak bersih (tanpa tanaman contoh dan tanaman pinggir):

1. Bobot gabah per petak bersih (gabah kering panen dan gabah kering giling). Gabah kering panen dihitung dari bobot gabah bernas dan gabah hampa. Gabah kering giling dihitung dari bobot gabah bernas kering setelah melalui penampian terlebih dahulu. Masing-masing gabah berada pada kondisi kadar air ±14% (dijemur selama 4 hari).

2. Produktivitas setiap galur dan varietas pembanding. Perhitungan produktivitas dihitung berdasarkan petak bersih dengan mengkonversikan ke luasan 1 ha:

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan perlakuan berupa 16 galur dihaploid dan 4 varietas pembanding yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga terdapat 60 satuan percobaan.

(18)

8

Yij = µ + αi + βj + εij, dimana: Yij = nilai pengamatan galur ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh galur ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh galat percobaan dari galur ke-i dan ulangan ke-j

Data antar galur dan varietas yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji F. Jika terdapat perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk membandingkan nilai tengah semua perlakuan (Gomez dan Gomez 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid

Keragaan karakter agronomi dari 20 galur dihaploid dan varietas padi sawah diuji dengan sidik ragam sebanyak 14 karakter. Hasil analisis ragam pada karakter agronomi (Tabel 1) menunjukkan bahwa galur atau varietas yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter kecuali tinggi tanaman fase vegetatif. Koefisien keragaman (KK) yang didapat berkisar 0.29 – 12.90%. Nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam satu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan serta faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan (Gomez dan Gomez 1995).

Tabel 1 Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi galur galur dihaploid

No Karakter Kuadrat tengah Koefisien keragaman (%) 1 Tinggi tanaman fase vegetatif 44.07 * 5.51

2 Jumlah anakan total 24.98 ** 11.44 3 Tinggi tanaman fase generatif 153.38 ** 4.12 4 Jumlah anakan produktif 9.31 ** 12.22

5 Umur berbunga 55.74 ** 0.29

6 Umur panen 49.07 ** 2.29

7 Panjang malai 5.32 ** 2.76

8 Jumlah gabah bernas 569.75 ** 12.49

9 Jumlah gabah hampa 270.06 ** 12.90

(19)

9 Komponen Pertumbuhan Tanaman Padi

Tinggi Tanaman

Hasil analisis ragam memperlihatkan adanya pengaruh genotipe yang nyata terhadap tinggi tanaman fase vegetatif. Rata-rata tinggi tanaman fase vegetatif berkisar 68 – 83 cm. Tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari 18, sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh galur Bio-R88.

Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 2), rataan tinggi tanaman vegetatif galur Bio-R88 berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Semua varietas pembanding yaitu Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang menunjukkan tinggi tanaman yang berbeda nyata lebih tinggi dibanding galur Bio-R88, tetapi tidak berbeda nyata dengan 15 galur lainnya.

Tabel 2 Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatifa Galur/Varietas Tinggi tanaman vegetatif

(cm)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

(20)

10

tanaman dari fase vegetatif ke fase generatif. Genotipe-genotipe tanaman padi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman fase generatif. Rata-rata tinggi tanaman fase generatif berkisar 76 – 103 cm. Tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh varietas Ciherang, sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh galur Bio-R69.

Siregar (1981) membagi tinggi tanaman fase generatif pada tanaman padi menjadi 3 kelompok, yaitu tanaman pendek yang memiliki tinggi < 115 cm, tanaman sedang berkisar antara 115 – 125 cm, dan tanaman tinggi dengan ukuran > 125 cm. Berdasarkan pengelompokan tersebut, semua galur dan varietas yang diuji termasuk ke dalam kelompok tinggi tanaman pendek.

Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 2), rataan tinggi tanaman generatif galur Bio-R100 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Ciherang, Inpari 13, Inpari 20, galur Bio-R120, dan galur Bio-R121, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Inpari 18 dan 13 galur uji lainnya. Tinggi tanaman generatif varietas Ciherang tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R100 dan varietas Inpari 13, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibanding 15 galur lain dan 2 varietas pembanding, yaitu Inpari 18 dan Inpari 20. Galur Bio-R69 yang merupakan galur yang memiliki rata-rata tinggi tanaman terpendek berbeda nyata dengan varietas Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang, tetapi tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R68, Bio-R71, Bio-R81, Bio-R84-1, Bio-R84-2, dan Bio-R113.

Tinggi tanaman merupakan karakter yang menentukan tingkat kerebahan tanaman, sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hasil produksi (Kush et al. 2001). Selain kerebahan, efisiensi dalam pemanenan juga ditentukan oleh tinggi tanaman yang juga dapat mempengaruhi petani dalam pemilihan varietas.

Jumlah Anakan

Jumlah anakan total yang dihasilkan oleh galur dan varietas pembanding rata-rata berkisar 15 – 29 anakan per rumpun. Rata-rata jumlah anakan total terbanyak dimiliki oleh varietas Inpari 20, sedangkan terendah dimiliki oleh galur Bio-R81 dan Bio-R84-1. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 3), rataaan jumlah anakan varietas pembanding Inpari 20 berbeda nyata lebih banyak dibandingkan dengan semua galur dan 3 varietas pembanding lain (Inpari 13, Inpari 18, dan Ciherang). Galur Bio-R100 berbeda nyata lebih sedikit dibanding Inpari 13, tetapi tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 18 dan Ciherang. Anakan total Galur Bio-R81, dan Bio-R84-1 berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan dengan Inpari 13 dan Ciherang, tetapi tidak berbeda nyata dengan Inpari 18.

(21)

11 Tabel 3 Rataan jumlah anakan total dan anakan produktifa

Galur/Varietas Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan Produktif Bio-R68 18.9 bcde 15.2 bcde

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 3), rataan jumlah anakan produktif galur Bio-R88 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R69 dan Bio-R95, tetapi berbeda nyata lebih banyak dibandingkan 13 galur lainnya dan 4 varietas pembanding (Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang). Varietas pembanding Inpari 18 yang memiliki rataan jumlah anakan produktif terendah tidak berbeda dengan galur/varietas R68, R81, R84-1, R84-2, R85-2, Bio-R100, Bio-R113, Bio-R120, Inpari 13, dan Ciherang, tetapi berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan 8 galur lain dan varietas Inpari 20.

Jumlah anakan menjadi faktor utama dalam meningkatkan total luas daun. (Sheehy et al. 2000). Pertambahan jumlah total luas daun berhubungan dengan produksi padi karena pada saat pembungaan akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang tersedia untuk malai (De Datta 1981).

Umur Berbunga, Umur Panen, dan Lama Pengisian

(22)

12

Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT (Tabel 4) galur-galur Bio-R69, Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-2, Bio-R95, dan Bio-R100 berbeda nyata lebih cepat berbunga dibandingkan varietas pembanding Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, Ciherang, dan 8 galur lainnya. Varietas Ciherang yang memiliki umur berbunga paling lambat berbeda nyata dengan semua galur dan varietas pembanding Inpari 13, Inpari 18, dan Inpari 20.

Tabel 4 Rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisiana Galur/Varietas Umur berbunga

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf uji DMRT 5%; bHSS: hari setelah semai.

(23)

13 Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 4) galur Bio-R84-1 dan Bio-R84-2 berbeda nyata lebih cepat panen dibandingkan 14 galur lain, varietas pembanding Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang. Varietas pembanding Ciherang yang memiliki rataan umur panen paling lama berbeda nyata dengan semua galur, varietas Inpari 13, Inpari 18, dan Inpari 20.

Pada fase vegetatif, lama pertumbuhan pada tiap-tiap galur/varietas berbeda-beda, tetapi lamanya tahap pada fase generatif dan pemasakan relatif sama. Hal ini terlihat dari lamanya pengisian malai masing-masing galur/varietas yang diuji sekitar 30 – 31 hari (Tabel 4). Menurut BB2TP (2008) pengisian malai atau bulir di daerah tropis sekitar 30 – 35 hari.

Gambar 1 Penampilan varietas Ciherang/RST20 (kiri) dan galur Bio-R100/RST13 (kanan) umur 88 HSS

Penampilan perbedaan umur berbunga antara varietas Ciherang (kode lapangan RST20) dan galur Bio-R100 (kode lapangan RST13) pada umur 88 hari setelah semai (HSS) dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Varietas Ciherang belum terlihat malai yang muncul pada setiap anakannya, tetapi pada galur Bio-R100 malai per petakan telah muncul 100%.

Hawar Daun Bakteri (HDB)

Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae

pv oryzae. Patogen menginfeksi daun tanaman padi melalui luka atau lubang

alami berupa stomata dan merusak klorofil. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Bila serangan terjadi pada saat berbunga, proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna. Kondisi ini dapat menyebabkan kehilangan hasil 50 – 70% (BB Padi 2011).

(24)

14

Tabel 5 Hasil skoring rataan tingkat kerusakan dan tingkat ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB)

Galur/Varietas Tingkat kerusakan

Panjang Malai, Jumlah Gabah Bernas, Jumlah Gabah Hampa, dan Jumlah Gabah Total

Percobaan yang telah dilakukan menghasilkan (Tabel 6) panjang malai rata-rata sekitar 21 – 26 cm. Panjang malai terpendek dimiliki oleh galur Bio-R69 dan Bio-R95, sedangkan malai terpanjang varietas Inpari 13. Deptan (1983) mengelompokkan panjang malai manjadi 3 kelompok, yaitu pendek (< 20 cm), sedang (20 – 30 cm), dan panjang (> 30 cm). Semua galur dan varietas yang diuji termasuk kelompok panjang malai berukuran sedang.

(25)

15 140 butir. Rata-rata jumlah gabah bernas paling sedikit dimiliki oleh galur Bio-R85-1, sedangkan terbanyak varietas Inpari 13.

Tabel 6 Rataan panjang malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, dan jumlah gabah total per malaia

Galur/Varietas Panjang malai

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 6) diketahui bahwa jumlah gabah bernas per malai galur R85-1 tidak berbeda nyata dengan galur R81, R82-1, R82-2, R84-1, R84-2, R85-2, R95, R100, Bio-R113, Bio-R120, Bio-R121, Inpari 18, dan Inpari 20, tetapi berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan dengan, Inpari 13, Ciherang, dan 4 galur lainnya. Inpari 13 yang memiliki rata-rata jumlah gabah bernas per malai terbanyak tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R69 dan Bio-R71, tetapi berbeda nyata lebih banyak dibandingkan 14 galur lain, varietas pembanding Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang.

(26)

16

jumlah gabah hampa per malai paling sedikit dimiliki oleh varietas Inpari 20, sedangkan terbanyak galur Bio-R85-1. Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 6) varietas Inpari 20 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R71, Bio-R95, Bio-R100, dan Bio-R113, tetapi berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan 12 galur lain, varietas pembanding Inpari 13, Inpari 18, dan Ciherang. Galur Bio-R85-1 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R82-2, Bio-R120, Inpari 13, dan Inpari 18, tetapi berbeda nyata lebih banyak dibanding 13 galur lain, varietas pembanding Inpari 20, dan Ciherang.

Rata-rata gabah total per malai (penjumlahan rata-rata gabah bernas dan rata-rata gabah hampa) berkisar antara 127 – 204 butir. Rata-rata gabah total paling sedikit dimiliki oleh galur Bio-R95, sedangkan terbanyak varietas Inpari 13. Uji lanjut DMRT (tabel 6) menunjukkan galur Bio-R95 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R82-2, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1, Bio-R85-2, Bio-R100, Bio-R113, Bio-R121, dan Inpari 20, tetapi berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan 5 galur lain, Inpari 13, Inpari 18, dan Ciherang. Varietas Inpari 13 berbeda nyata lebih banyak dibandingkan semua galur, varietas pembanding Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang.

Persentase Gabah Bernas, Persentase Gabah Hampa, Bobot 1000 Butir, dan Produktivitas

Tabel 7 menunjukkan persentase gabah bernas rata-rata sekitar 55 – 78%. Persentase terendah dimiliki oleh galur Bio-R85-1, sedangkan tertinggi varietas Inpari 20. Rata-rata persentase gabah bernas galur Bio-R85-1 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R120, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan 14 galur lain dan 4 varietas pembanding. Persentase gabah hampa Inpari 20 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R69, Bio-R71, Bio-R88, Bio-R95, Bio-R100, dan varietas Ciherang, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan 11 galur lain dan 2 varietas pembanding lainnya.

Persentase gabah hampa rata-rata galur dan varietas uji berkisar antara 22 – 44%. Persentase gabah hampa terendah dimiliki oleh galur Inpari 20, sedangkan tertinggi galur Bio-R85-1. Berdasarkan uji lanjut DMRT (Tabel 7) rata-rata persentase gabah hampa Inpari 20 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R69, Bio-R71, Bio-R88, Bio-R100, Bio-R113, dan varietas Ciherang, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan 11 galur lain, varietas Inpari 13, dan Inpari 18. Galur Bio-R85-1 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R120, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan 14 galur lain, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 20, dan Ciherang.

(27)

17 Tabel 7 Rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000 butir, dan

produktivitasa

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%.

Bobot 1 000 butir galur dan varietas uji yang didapat rata-rata sekitar 22 – 30 g. Rata-rata bobot terendah dimiliki oleh galur Bio-R69 dan Bio-R88, sedangkan tertinggi Inpari 18. Galur Bio-R69 dan Bio-R88 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R68, Bio-R71, Bio-R113, Bio-R120, Bio-R121, dan varietas Inpari 20, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan 9 galur lain dan 3 varietas pembanding lainnya. Galur Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1, Bio-R85-2, Bio-R95, dan Inpari 18 tidak berbeda nyata dengan galur Bio-R84-1, tetapi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan 9 galur lain, varietas pembanding Inpari 13, Inpari 20, dan Ciherang.

(28)

18

Data produktivitas (Tabel 7) masing-masing galur dan varietas uji didapat dari hasil petak bersih (3 m2) bobot gabah kering giling (GKG) yang dikonversi ke luasan 1 ha. Bobot GKG didapat dari gabah yang dirontok dan dibersihkan dari tanaman padi, kemudian gabah dijemur hingga mencapai kadar air 14%, lalu gabah ditampi untuk menghilangkan gabah hampa dan kotoran lainnya. Produktivitas GKG yang didapat rata-rata berkisar antara 2.45 – 3.68 ton/ha. Rata-rata produktivitas terendah dimiliki oleh galur Bio-R121, sedangkan tertinggi varietas Inpari 13.

Produktivitas galur Bio-R100 dan Bio-R121 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Inpari 18, tetapi berbeda nyata lebih rendah dibandingkan varietas pembanding Inpari 13, Inpari 20, dan Ciherang. Produktivitas galur Bio-R68, Bio-R69, Bio-R71, Bio-R81, Bio-R82-1, Bio-R82-2, Bio-R84-1, Bio-R84-2, Bio-R85-1, Bio-R85-2, Bio-R88, Bio-R95 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Inpari 13, Inpari 20, dan Ciherang, tetapi galur R82-1 dan Bio-R95 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Inpari 18.

Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang hanya merupakan tempat pertanaman berbagai galur atau varietas padi. Pada awal pertanaman telah memasuki musim penghujan. Curah hujan yang terjadi tinggi (Lampiran 1). Genangan air berpengaruh pada serangan hama keong yang menyebabkan beberapa tanaman padi harus disulam. Penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST). Penyulaman dengan menggunakan bibit yang terlalu tua menyebabkan ketidakseragaman pada pertumbuhan tanaman padi.

Fase vegetatif (muncul anakan) sampai pemasakan terjadi serangan penyakit yaitu hawar daun bakteri yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv

oryzae. Gejala yang ditimbulkan berupa bercak kekuningan pada tepi daun sampai

ujung daun, kemudian akan meluas membentuk hawar (blight), lalu pada akhirnya daun mengering. Serangan ini rata-rata terjadi pada semua galur dan varietas padi. Serangan hama juga terjadi pada fase generatif. Hama walang sangit

(Leptocorisa oratorius) menyerang tanaman pada saat malai mulai muncul sampai

bulir padi matang susu. Hal ini menyebabkan malai berubah warna menjadi cokelat dan hampa. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan penyemprotan insektisida. Selain itu, muncul tanaman pengganggu atau gulma diantara tanaman padi. Gulma dapat menyebabkan persaingan unsur hara, cahaya matahari, dan lain-lain yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Tidak banyak ditemukan populasi dan jenis gulma di lahan pertanaman padi. Jenis gulma yang ditemukan yaitu Echinocloa crus-galli, Ludwigia octovalvis, Rottboellia exaltata, dan Cyperus iria.

(29)

19 yang sama ulangan berbeda (ulangan I dan III). Beberapa galur-galur pada ulangan III hanya mengalami kerebahan < 10%. Kerebahan tidak terlalu mempengaruhi umur panen dan produktivitas karena terjadi 4 hari sebelum panen.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produktivitas yang dihasilkan dari galur dan varietas pembanding berkisar 2.45 – 3.68 ton/ha. Dari 16 galur yang diuji, 2 galur yaitu galur Bio-R82-1 (3.51 ton/ha) dan Bio-R95 (3.42 ton/ha) memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Inpari 18 (2.56 ton/ha).

Saran

Pengujian uji daya hasil multilokasi di lokasi dan atau musim yang berbeda perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah B, Suwarno, Kustianto B, Siregar H. 2002. Pembentukan Galur Padi Sawah Tipe Baru. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor.

[BB Padi] Balai Besar Penelitian Padi. 2010. Pedoman Umum IP Padi 400.

Subang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BB Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2011. Varietas Pengendali

Penyakit Kresek (Hawar Daun Bakteri). Bogor (ID). Agroinovasi.

[BB2TP] Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008.

Penentuan Umur Panen dan Sistem Panen. Bogor (ID): agroinovasi.

Chu CC. 1982. Anther culture of rice and its significance in distant hybridization. Di dalam: Rice Tissue Culture Planning Conference. Los Banos (PH): IRRI. hlm 47-53.

Chung GS. 1992. Anther culture for rice improvement in Korea. Di dalam: Zheng K, Murashige T (Eds). Anther Culture for Rice Breeders. Hangzhou (CN): China. hlm 8-37.

De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. A Wiley Interscience Publication. New York (US): John Wiley & Sons. 618 p.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi,

Palawija, dan Sayuran-sayuran. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Dewi IS, Hanarida I, Rianawati S. 1996. Anther culture and its application for rice improvement program in Indonesia. Indon Agric Res and Dev J. 18 : 51-56. Dewi IS, Purwoko BS. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan

tanaman padi. Bul Agron. 29: 59-63.

(30)

20

Fagi AM, Buang A, Sunendar K. 2002. Peran padi Indonesia sebagai sumber daya genetik padi modern. Di dalam: Syam M, Sadjad S, Hermanto, editor.

Budaya Padi. Prosiding Diskusi Panel dan Pameran Budaya Padi; 2001

Agustus 28; Surakarta, Indonesia. Jakarta (ID); Yayasan Padi Indonesia. Hlm 33-45.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Justika SB, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari:

Statistical Procedures for Agricultural Research.

Handoyo J, Daradjat A, Anwar H, Hartoko A, Sutanto, Zamawi P, Hasapto, Sartono. 2008. Uji Multilokasi Padi. DEPTAN [Internet]. [diunduh 2013 Mar 02]. Tersedia pada http://jateng.litbang.deptan.go.id/index.php? option=com_

content&tak=view&id1&Itemid=46.

Harahap Z, Silitonga TS. 1993. Perbaikan varietas padi. Ismunadji M, Partoharjono S, Syam M, Widjono A (Penyunting). Padi Buku 2 Cetakan Kedua. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Harahap Z, Suwarno, Muslihat A, Kustianto B. 1982. Penggunaan metode seleksi

bulk tanam rapat pada pemuliaan padi. In Adi Widjono dan Mahyudin Syam

(Eds.) Penelitian Pemuliaan Tanaman Padi. Badan Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor (ID).

Herawati R, Purwoko BS, Dewi IS. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J Agron Indonesia. 37 (2): 87-94.

Hu H. 1985. Use of haploids in crop improvement in China. Genet Manipul in

Crops News 1:11-23.

[IRRI] International Rice Research Institute. 1970. Rice Production Manual.

Revised Edition. Los Banos (PH): UPCA-IRRI Philippines.

[IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System

for Rice. IRRI Philippines (PH): International Rice Testing Program (IRTP).

Jennings PR, Coffman WR, Kauffman HE. 1979. Rice Improvement. Manila (PH): International Rice Risearch Institute.

Khush GS, Virmani SS. 1996. Haploid in plant breeding. p. 11-33. In Jain SM, Sopory SK, Veilleux RE (eds.). In Vitro Haploid in Higher Plants. Vol. I. Fundamental Aspect and Methods. Kluwer Acad. Publ. Netherlands.

Khush GS, Coffman WR, Beachel HM. 2001. The History of Rice Breeding:

IRRI’s Contribution. Los Banos (PH): IRRI Philippines.

Kuswanto. 2007. Pemuliaan Kacang Panjang Tahan Penyakit Mosaik. Malang: CV. Sofa Mandiri.

Makarim AK, Nugraha US, Kartasasmita UG. 2000. Teknologi Produksi Padi

Sawah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Nasir M. 2001. Pengatar Pemuliaan Tanaman. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Pawiroharsono S. 2012. Peran bioteknologi untuk peningkatan produksi pangan di lahan marginal. Pangan. 21 (1): 101-111.

(31)

21 Purwono, Purnamawati H. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.

Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

[PUSLITBANGTAN] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2007. Peningkatan produksi padi menuju 2020. DEPTAN [Internet]. [diunduh 2013 Mar 02]. Tersedia pada: http://pangan.litbang.deptan.go.id. Roy D. 2000. Plant Breeding Analysis and Exploitation of Variation. India (IN):

Narosa Publishing House.

Sasmita P, Purwoko BS, Sujiprihati S, Hanarida I. 2002. Kultur antera padi gogo persilangan kultivar dengan galur toleran naungan. Hayati. 9(3):89-93. Sheehy JE, Mitchell PL, Hardy B. 2000. Redesigning Rice Photosynthesis to

Increase Yield. Los Banos (PH): International Rice Research Institut.

Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Rineka. Soerjani M, Kostermans AJGH, Tjitrosoepomo G, editor. 1987. Weeds of Rice in

Indonesia. Jakarta (ID): Balai Pustaka.

Sumarno, Zuraida N. 2008. Perkembangan plasma nutfah tanaman terintegrasi dengan program pemuliaan tanaman. Buletin Plasma Nutfah 14:57-63. Vaughan DA. 1994. The Wild Relatives of Rice. Los Banos (PH): A Genetic

Resource Hand-book. IRRI.

Yoshida S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. Los Banos (PH): International Rice Research Institut.

Yoshida S. 1983. Rice Potential Productivity of Field Crops under Different

Environments Symposium. Los Banos (PH): International Rice Research

(32)

22

Lampiran 1 Data Iklim Bulanan Lokasi : Cibalagung Lintang : 0634' 41.9'' LS Bujur : 10647'4.3'' BT Elevasi : 261 m

Bulan Curah hujan

Cibalagung (mm)

(33)

23 Lampiran 2 Deskripsi varietas Inpari 13

INPARI 13

Nomor seleksi: OM1490

Asal persilangan : OM606/IR18348-36-3-3

Golongan : Cere

Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 malai Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22.40% Bobot 1 000 butir : 25.2 g Rata-rata hasil : 6.59 ton/ha Potensi hasil : 8.0 ton/ha

Ketahanan hama penyakit : Tahan terhadap hama wereng batang cokelat biotipe 1, 2, dan 3, agak rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073, dan 173

Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran sampai ketinggian 600 m dpl

(34)

24

Lampiran 3 Deskripsi varietas Inpari 18

INPARI 18

Nomor seleksi : B10970C-MR-4-2-1-1-1-Si-3-2-4-1 Asal persilangan : BP364B-33-3-PN-5-1/Bio530b-45-9-3-1

Golongan : Indica

Umur tanaman : 102 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 93 cm Anakan produktif : 15 malai

Warna kaki : Hijau kekuningan Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang/ramping

Warna gabah : Kuning

Kerontokan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 18% Bobot 1 000 butir : 29.2 g Rata-rata hasil : 6.7 ton/ha Potensi hasil : 9.5 ton/ha

Ketahanan terhadap hama : Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 1 dan 2, serta agak tahan terhadap biotipe 3.AQ

Ketahanan terhadap penyakit : Tahan terhadap hawar daub bakteri (HDB) patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV dan rentan terhadap patotipe VIII

Anjuran tanam : Cocok ditanam di lahan irigasi dan tadah hujan dengan ketinggian 0 – 600 m dpl

Pemulia : Buang Abdullah, Sularjo, Bambang Kustianto, dan Heni Safitri

Tim peneliti : Julianida, Cahyono, Atito D.S, Arifin K, Baehaki S.E, Triny S. Kadir. Anggiani Nasution, Siti Dewi Indrasari

Teknisi : Sudarno, Indarjo, Pantj Hadi Siwi, Erna Herliana,

M Yusuf Yahya

(35)

25 Lampiran 4 Deskripsi varietas Inpari 20

INPARI 20

Nomor seleksi : BP2080-2E-KN-6-1

Asal persilangan : S2823E-KN-33/IR64//S2823E-KN-33

Golongan : Cere

Umur tanaman : 104 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 102 cm Anakan produktif : 15 malai

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Mudah

Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan terhadap wereng batang cokelat biotipe 1, dan agak rentan terhadap wereng batang cokelat biotipe 2 dan 3

Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daub bakteri patotipe III, agak rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV dan VIII, rentan terhadap blas ras 033 dan rentan terhadap ras 133, 073, dan 173

Anjuran Tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl dan tidak dianjurkan

untuk ditanam di daerah endemik tungro Pemulia : Aan A Daradjat, Nafsiah, Trias Sitaresmi, Cucu

Gunarsih, dan Bambang Suprihatno

Tim Peneliti : Baehaki SE, trini SK, Suprihanto, Siti Dewi Indrasari, Anggiani Nasution, dan Nia Kurniawati Teknisi : Thoyib S. Ma’aruf, Maman Suherman, Uan D.S,

(36)

26

Lampiran 5 Deskripsi varietas Ciherang

CIHERANG

Nomor seleksi : S3383-ID-PN-41-3-1

Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Golongan : Cere

Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 107-115 cm Anakan produktif : 14-17 malai Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks Glikemik : 54 Bobot 1 000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 ton/ha Potensi hasil : 8.5 ton/ha

Ketahanan hama penyakit : Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3, tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III dan IV

Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl

Pemulia : Tarjat T. Z. A. Simanullang. E. Sumadi dan Aan A. Daradjat

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Enim pada tanggal 23 Juni 1992 dari ayah Abdul Haris dan ibu Sukurmah. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Lahat. Tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Lahat dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Tabel 1  Hasil analisis ragam pengaruh genotipe terhadap karakter agronomi galur               galur dihaploid
Tabel 2  Rataan tinggi tanaman pada fase vegetatif dan generatifa
Tabel 3  Rataan jumlah anakan total dan anakan produktifa
Tabel 4  Rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisiana
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman generatif, tinggi runduk, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, diameter batang, panjang ruas

Tidak terdapat galur yang memiliki persentase gabah hampa nyata lebih tinggi. dari

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/ 10/2011 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2011) mengenai Pengujian, Penilaian,

Pada galur BIO138AC2-BLAS pada ujung malai rata-rata hampa dan galur BIO159-Mamol-Dro gabah hampa tinggi ini terbukti pada hasil pengamatan prosentase gabah hampa

Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi generatif, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, panjang malai, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah isi, jumlah

Pada Tabel 8 terlihat bahwa bobot gabah per malai dan hasil padi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada varietas Legowo 3:1 dengan rata-rata bobot gabah per

Karakter komponen hasil, yaitu jumlah anak- an produktif, jumlah gabah isi per malai, fertilitas, bobot gabah total, dan bobot 100 butir digunakan sebagai peubah

Terdapat 23 galur-galur dihaploid hasil seleksi yang memiliki karakter agronomi baik dengan kriteria tinggi tanaman generatif antara 80-120 cm, jumlah gabah isi per malai &gt;