i
UJI DAYA HASIL GALUR
-
GALUR DIHAPLOID PADI
SAWAH (
Oryza sativa
L.)
SYTI SARAH MAESAROH
A24080008
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
RINGKASAN
SYTI SARAH MAESAROH. Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza Sativa L.). (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO).
Pertumbuhan penduduk mendorong meningkatnya laju permintaan beras. Peningkatan permintaan beras ini belum dapat diimbangi dengan peningkatan produksi padi nasional. Bioteknologi dengan teknik kultur antera diharapkan dapat menghasilkan tanaman dihaploid yang menghasilkan galur berdaya hasil tinggi secara efisien. Pengujian terhadap galur-galur yang dihasilkan diperlukan sebelum varietas unggul dapat dilepas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji daya hasil sepuluh galur dihaploid hasil kultur antera terhadap dua varietas pembanding, Ciherang dan Inpari 13.
Penelitian ini dilaksanakan di University Farm IPB, Babakan, Darmaga dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor pada bulan November 2011-Maret 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe. Perlakuan terdiri atas 12 genotipe yang diulang sebanyak tiga kali sehingga seluruhnya terdiri atas 36 satuan percobaan. Satuan percobaan adalah satu petakan berukuran 3 m x 3 m. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 25 cm dan dua bibit ditanam per lubang tanam.
Galur-galur yang diuji memiliki tinggi tanaman pada fase vegetatif antara 74.4-90.7 cm, sedangkan pada fase generatif tinggi tanaman antara 85.2-118.5 cm. Jumlah anakan total per rumpun galur-galur yang diuji antara 17.6-25.2. Pada umumnya galur yang diuji termasuk genotipe dengan jumlah anakan sangat banyak. Rata-rata jumlah anakan produktif galur yang diuji sekitar 11.3-16.1. Galur KP-4-42-2-2, KP-4-43-1-2, dan I5-10-1-1 memiliki persentase jumlah anakan produktif di atas 75 % (kriteria varietas unggul). Kisaran rata-rata umur berbunga yaitu antara 79.3-94.7 hari setelah semai dan umur panen antara 105.0-124.0 hari. Umur panen yang paling genjah ditunjukkan oleh galur KP-3-18-1-3, sedangkan umur panen paling lama ditunjukkan oleh galur KP-4-43-1-4.
iii oleh galur IW67. Inpari 13 memberikan jumlah gabah total yang paling tinggi (161.8), sedangkan jumlah gabah total paling rendah ditunjukkan oleh galur IW67 (120.2). Persentase gabah isi semua genotipe yang diuji antara 56.0-77.5 %, sedangkan persentase gabah hampa genotipe yang diuji antara 22.5-44.0 %.
Rata-rata bobot 1,000 butir beberapa genotipe yang diuji pada kadar air ± 14% antara 23.6-30.5 g. Bobot 1,000 butir paling rendah ditunjukkan oleh galur I5-10-1-1, sedangkan bobot 1,000 butir paling tinggi ditunjukkan oleh galur KP-4-43-1-2. Galur I5-10-1-1 memiliki ukuran gabah yang paling kecil dibandingkan dengan ukuran gabah galur dihaploid lainnya, sedangkan galur KP-4-43-1-2 memiliki ukuran gabah yang besar.
i
UJI DAYA HASIL GALUR
-
GALUR DIHAPLOID PADI
SAWAH (
Oryza sativa
L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
SYTI SARAH MAESAROH
A24080008
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
Judul
:
UJI DAYA HASIL GALUR
-
GALUR
DIHAPLOID PADI SAWAH (
Oryza
sativa
L.)
Nama
:
SYTI SARAH MAESAROH
NIM
:
A24080008
Menyetujui, Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. NIP. 19610218198403 1 002
Mengetahui. Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Juni 1990 di Desa Padasuka, Cibatu, Garut. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Juju Juhaeni dan Ibu Maemi. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 2002 di SDN Padasuka I, Cibatu. Pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Cibatu dan pendidikan lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 3 Garut.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor dengan Mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian serta Minor Pengembangan Usaha Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian periode 2008-2009 sebagai sekretaris Department of Agriculture, Lembaga Dakwah Fakultas FKRD periode 2008-2009 dan 2009-2010 sebagai anggota, dan Himpunan Mahasiswa Garut sebagai anggota. Selain itu penulis juga mendapatkan hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian dan gagasan tertulis. Penulis juga mengikuti Program IPB Go Field
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, dan penulisan skripsi yang berjudul Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza sativa L.). Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis dapat mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam penyusunan skripsi ini berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi
sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi selama di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
2. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. dan Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi.
3. Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang membanggakan.
4. Dimas Guntur Julianto, Laila Rahmadona, Lela Marlenasari, Yuniar Rizki, Mela Wahyuni, teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 45, teman-teman Pondok Ratna serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian maupun skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan.
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Botani dan Morfologi Padi ... 3
Pengembangan Varietas Padi Unggul di Indonesia ... 4
Kultur Antera Padi ... 6
BAHAN DAN METODE ... 8
Tempat dan Waktu ... 8
Bahan dan Alat ... 8
Metode Penelitian ... 8
Pelaksanaan Penelitian ... 9
Pengamatan Penelitian ... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
Kondisi Umum Penelitian ... 12
Keragaan Karakter Agronomi ... 13
KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
Kesimpulan ... 27
Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi
galur dihaploid hasil kultur anter ... 14 2. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata tinggi tanaman
pada fase vegetatif dan fase generatif ... 15 3. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata jumlah anakan
total dan anakan produktif ... 16 4. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata umur berbunga dan
umur panen ... 18 5. Pengaruh genotipe terhadap panjang malai dan kerapatan
malai ... 20 6. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata jumlah gabah total dan
jumlah gabah isi ... 21 7. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata bobot 1,000 butir gabah
isi ... 23 8. Pengaruh genotipe terhadap produktivitas gabah kering panen
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Persentase jumlah anakan produktif per rumpun beberapa
genotipe ... 17 2. Persentase gabah isi dan presentase gabah hampa beberapa
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman
vegetatif ... 32
2. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman generatif ... 32
3. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan total ... 32
4. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan produktif ... 32
5. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur berbunga ... 33
6. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur panen... 33
7. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang malai ... 33
8. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah isi ... 33
9. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah hampa ... 34
10.Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah total ... 34
11.Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap bobot 1,000 butir gabah ... 34
12.Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap produktivitas ... 34
13.Deskripsi varietas Ciherang ... 35
14.Deskripsi varietas Inpari 13 ... 36
15.Denah petak percobaan ... 37
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proyeksi perkembangan penduduk menunjukkan bahwa Indonesia akan
menjadi negara yang berpenduduk sangat besar pada beberapa dekade mendatang.
Imbangan permintaan dan penawaran komoditas pangan menjadi indikator
penting dalam perencanaan pencapaian ketahanan pangan masyarakat.
Ketergantungan pangan pokok masyarakat pada beras mengharuskan pemerintah
tetap memprioritaskan penanganan peningkatan produksi dengan berbagai upaya.
Kenaikan permintaan beras sebesar 15.12 juta ton dalam waktu 40 tahun (2010-
2050) merupakan beban berat yang harus ditanggung (Mulyani et al., 2010).
Upaya pemenuhan kebutuhan beras nasional hingga tahun 2025 akan
ditempuh melalui dua cara: (1) peningkatan produktivitas padi dengan laju
pertumbuhan 1.0-1.5 % per tahun; dan (2) peningkatan areal panen padi melalui
peningkatan intensitas pertanaman (IP), pengembangan di areal baru, termasuk
sebagai tanaman sela di lahan perkebunan dan lahan bukaan baru (Departemen
Pertanian, 2005 ).
Produktivitas padi masih dapat dinaikkan, namun dalam beberapa tahun terakhir peningkatan produktivitas mengalami pelandaian. Penyebabnya antara lain adalah telah tercapainya potensi hasil optimum dari varietas unggul baru (VUB) padi dan menurunnya kesuburan lahan sawah karena eksploitasi yang terus menerus tanpa memperhatikan kelestarian kesuburan tanah, baik fisik maupun kimawi (Abdullah et al., 2008). Karena itu, perakitan varietas unggul padi sawah dengan potensi hasil lebih tinggi harus dilakukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
2 untuk mendapatkan galur murni dapat lebih singkat melalui satu sampai dua generasi saja. Kultur antera merupakan salah satu cara untuk mempercepat perakitan varietas. Kultur antera dapat menghasilkan tanaman dihaploid atau galur murni yang meningkatkan efisiensi perakitan varietas unggul. Teknik ini menghasilkan tanaman haploid melalui induksi embriogenesis dari pembelahan berulang mikrospora atau polen tanaman donor antera yang berasal dari persilangan tetua yang diinginkan.
Kultur antera diperlukan dalam menghasilkan varietas unggul baru. Pengujian daya hasil galur-galur dihaploid hasil kuntur antera merupakan salah satu tahap yang harus dilalui sebelum varietas unggul dilepas. Potensi hasil dan daya adaptasi galur tersebut diuji di beberapa lokasi. Galur-galur yang berdaya
hasil tinggi pada berbagai lokasi dapat diusulkan sebagai varietas unggul baru
dengan daya adaptasi luas (Sudarna, 2010). Sjafii et al. (2011) pada penelitian sebelumnya telah melaporkan galur-galur padi sawah dengan potensi hasil tinggi. Galur-galur tersebut perlu diuji untuk mengetahui penampilan hasilnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hasil galur-galur dihaploid hasil kultur antera padi sawah yang dibandingkan dengan varietas padi berproduktivitas tinggi.
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi
Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O.
glaberrima Steud. O. sativa merupakan spesies yang lebih penting dibandingkan
O. glaberrima. O. glaberrima hanya tumbuh terbatas di sebagian kecil wilayah di Afrika Barat, sedangkan O. sativa tumbuh menyebar di wilayah tropis dan subtropis (Grist, 1959).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi berongga dan berbentuk bulat dari atas ke bawah (Departemen Pertanian, 1983). Pada tiap buku, terdapat sehelai daun. Kuncup yang tumbuh di dalam ketiak daun menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan batang primer. Batang-batang sekunder ini akan menghasilkan batang-batang tersier dan seterusnya. Peristiwa ini disebut sebagai fase menganak. Anakan mulai terbentuk sejak 10 hari setelah tanam dan mencapai maksimum pada umur 50-60 hari setelah tanam (Prasetyo, 1996).
Sifat daya merumpun padi pada umumnya lima kali atau lebih dari tanaman yang ditanam. Sifat ini diperlukan untuk menantisipasi serangan hama penggerek batang atau hama sundep yang menyerang ketika tanaman masih muda. Jika tanaman memiliki daya merumpun yang rendah, maka tanaman akan habis oleh hama karena tidak mampu membentuk banyak anakan atau tunas baru (Siregar, 1981).
menuanya daun, dan bertambahnya ukuran biji, bobot, dan perubahan warna biji. lnisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan (Yoshida, 1981).
Berdasarkan lingkungan dan manajemen air, padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan (Prihatman, 2000). Satu tahun di berbagai wilayah tropik terbagi ke dalam dua musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada beberapa wilayah, padi diproduksi pada musim hujan dan ketergantungan terhadap air hujan merupakan faktor pembatas dalam memproduksi padi pada lahan tadah hujan. Padi yang dibudidayakan pada musim kemarau memerlukan sistem irigasi untuk mencukupi kebutuhan air. Oleh karena itu, penanaman padi pada musim kering menjadi terbatas (De Datta, 1981).
Musim tanam padi di wilayah sub tropis Asia (Jepang, Korea, dan Cina) dan di wilayah lain seperti Amerika Utara, Australia, dan Eropa ditentukan terutama oleh pola suhu. Dengan menggunakan irigasi, penanaman dapat diuntungkan dengan adanya kondisi iklim yang sesuai seperti suhu optimum dan radiasi matahari yang tinggi (De Datta, 1981).
Pengembangan Varietas Padi Unggul di Indonesia
Faktor iklim dan tanah merupakan faktor pembatas produksi padi di berbagai wilayah di Indonesia. Introduksi varietas dari negara lain yang menyediakan gen spesifik, resisten, dan toleran terhadap kondisi suboptimum membantu dalam menciptakan varietas tertentu. Karakter tersebut diperlukan untuk program pemuliaan varietas modern yang spesifik lokasi (De Datta, 1981).
Pemuliaan tanaman melalui upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi. Selain itu, upaya perakitan varietas juga ditujukan untuk menciptakan varietas yang sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat (Susanto et al., 2003). Sejalan dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan terhadap tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda-beda. Oleh karena itu, pemuliaan tanaman padi bertujuan untuk menghasilkan varietas baru yang lebih
baik dibanding varietas yang telah ada (Sasmita, 2007).
Menurut Harsanti et al. (2003) penggunaan varietas padi unggul merupakan teknologi yang handal dalam meningkatkan produksi pangan. Penggunaan varietas unggul lebih aman dan lebih ramah terhadap lingkungan serta dapat dijangkau oleh petani. Dewi dan Purwoko (2001) menyatakan bahwa pembentukan varietas padi unggul melalui pemuliaan perlu dilakukan secara intensif sesuai dengan teknologi yang ada. Proses pemuliaan tanaman ini dapat menghasilkan varietas unggul tanaman padi yang menjamin pertanian berkelanjutan.
Perakitan varietas unggul padi merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dan memerlukan waktu panjang. Kegiatannya meliputi
persilangan untuk membentuk populasi dasar, seleksi untuk memilih populasi dan
atau tanaman yang dikehendaki, serta uji daya hasil dan adaptasi galur-galur
harapan yang dihasilkan sebelum dilepas sebagai varietas baru (Abdullah et al.,
2008).
Uji daya hasil merupakan tahap penting dalam perakitan varietas.
Galur-galur yang sudah mantap dan mempunyai sifat-sifat yang diharapkan perlu
dievaluasi daya hasil dan keragaannya pada berbagai lokasi. Galur-galur yang
berdaya hasil tinggi pada berbagai lokasi dapat diusulkan sebagai varietas unggul
baru dengan daya adaptasi luas (Sudarna, 2010). Acquaah (2007) menyatakan
Kultur Antera Padi
Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara konvensional dan dengan cara bioteknologi. Untuk mempercepat perakitan varietas unggul baru harus diterapkan suatu kombinasi prosedur pemuliaan konvensional dengan prosedur bioteknologi (Dewi dan Purwoko, 2001). Bioteknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung program perbaikan genetik tanaman terutama dalam peningkatan efisiensi dan pemecahan masalah yang tidak dapat atau sulit dilakukan secara konvensional (Suwarno et al., 2000).
Menurut Sunarlim dan Sutrisno (2003), penggunaan bioteknologi bukan untuk menggantikan metode konvensional tetapi bersama-sama menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Penggunaan metode konvensional dengan teknologi tinggi memaksimumkan keberhasilan program perbaikan pertanian. Abdullah et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu prosedur alternatif yang dianjurkan adalah membuat galur dihaploid (doubled haploid) atau galur murni homozigos hasil dari penggandaan tanaman haploid.
Haploid dapat diperoleh secara alami misalnya melalui proses parthenogenesis dan eliminasi kromosom (metode Bulbosum), serta diinduksi in vitro melalui proses androgenesis dengan kultur antera dan kultur mikrospora, dan proses gonogenesis dengan kultur ovul (Dewi dan Purwoko, 2011). De Datta (2005) melaporkan bahwa induksi haploid melalui kultur antera adalah metode yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan dibandingkan dengan kultur mikrospora.
Dewi (2002) menunjukkan bahwa kultur antera merupakan salah satu metode kultur in vitro yang dapat menghasilkan galur-galur murni dengan cepat.
Galur-galur murni tersebut merupakan tanaman dihaploid sehingga proses seleksi
menjadi lebih efisien karena populasi dihaploid bersifat homogen dan
homozigositas sudah terbentuk pada tanaman regeneran (DH0), sedangkan
evaluasi karakter agronomi utama dapat dilakukan pada generasi DH1 dan DH2.
kultur antera dalam program pemuliaan, selain meningkatkan efisiensi proses
seleksi, adalah menghemat biaya, waktu dan tenaga (Dewi dan Purwoko, 2001).
Karakter yang dikendalikan baik oleh gen dominan maupun resesif dapat diekspresikan pada tanaman dihaploid. Variasi genetik pada tanaman dihaploid akan terjadi akibat efek aditif, terlepas dari efek dominan resesif. Untuk menjamin atau meningkatkan peluang ketersediaan rekombinan yang diinginkan, diperlukan populasi galur dihaploid turunan dari tiap-tiap persilangan (F1) yang cukup sebagai bahan seleksi. Pada populasi demikian, jumlah individu yang dibutuhkan sebagai bahan seleksi untuk mendapatkan rekombinan gen yang diinginkan akan berkurang jika dibandingkan dengan bahan yang diperoleh dari populasi bersegregasi hasil persilangan konvensional (Sasmita, 2007).
Prosedur teknik kultur antera pada pemuliaan tanaman padi terbagi ke dalam tahap-tahap sebagai berikut; pemilihan tetua dan persilangan (F1), pemeliharaan tanaman F1 sumber eksplan, penyiapan eksplan, kultur antera in vitro, aklimatisasi, dan penanganan tanaman pasca aklimatisasi, karakterisasi tanaman dihaploid, perbanyakan benih dihaploid, dan seleksi untuk karakter yang diinginkan (Sasmita, 2007).
Teknik kultur antera juga mempunyai kelemahan. Selain memerlukan keterampilan khusus dan peralatan yang memadai, ploidi yang dihasilkan beragam, frekuensi haploid tidak dapat diprediksi dalam populasi, dan regenerasi tanaman hijau yang rendah karena dihasilkan tanaman albino. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian senyawa putresin 0.001 M pada media, sehingga meningkatkan induksi kalus dan regenerasi tanaman hijau pada kultur antera tanaman padi (Dewi et al. 2007).
Kultur antera dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan teknik kultur antera antara lain kondisi pertumbuhan
tanaman donor, umur tanaman donor, tingkat perkembangan polen, metode
sterilisasi, pra perlakuan, media kultur, dan kondisi ruang inkubasi (Hendaryono
8
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan bulan Maret 2012 bertempat di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian dan University Farm IPB, Babakan, Darmaga, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih sepuluh galur dihaploid padi sawah, yaitu KP-3-18-1-3, KP-3-19-1-2, 42-2-2, KP-4-42-2-3, KP-4-43-1-2, KP-4-43-1-4, KP4-43-2-4, FG1R 36-1-1, I5-10-1-1, IW67, sebagai galur yang dievaluasi serta varietas padi Ciherang dan Inpari 13 digunakan sebagai varietas pembanding.
Pupuk yang digunakan meliputi pupuk urea dengan dosis 200 kg/ha, SP-36 dengan dosis 150 kg/ha, dan pupuk KCl dengan dosis 100 kg/ha. Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam dan pemeliharaan, meteran, dan timbangan.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan galur sebagai perlakuan dan tiga ulangan. Penelitian ini menggunakan sepuluh galur padi dihaploid dan dua varietas pembanding, sehingga keseluruhan terdapat 36 satuan percobaan. Ukuran petak untuk setiap satuan percobaan sebesar 3 m x 3 m.
Model rancangan yang akan digunakan yaitu model umum Rancangan Acak Kelompok (RAK) Yij = µ + αi + βj + εij, dimana :
Yij = nilai pengamatan populasi ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum
i = pengaruh genotipe ke-i
j = pengaruh ulangan ke-j
9 Pengujian perbedaan antar galur yang dievaluasi diuji dengan menggunakan uji F. Jika terdapat perbedaan diantara galur, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Uji BNJ dilakukan untuk membandingkan nilai tengah semua perlakuan (Gomez dan Gomez, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lahan dengan luas 324 m2. Penyemaian dilakukan dengan cara penyemaian kering. Penyemaian ini dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor. Tanah yang digunakan dimasukkan ke dalam bak tembok berukuran 3 m x 1 m x 2 m. Bak diisi dengan tanah sampai 2/3 dari volume seluruhnya. Tanah dibersihkan dari semua kotoran dan rumput yang tumbuh.
Benih yang digunakan dalam penyemaian yaitu sebanyak 50 g untuk masing-masing galur dan varietas pembanding. Tanah dalam bak dibagi menjadi 12 bagian. Benih 12 genotipe disemai ke dalam tanah dan dilakukan penyiraman setiap hari. Benih yang sudah berumur 21 hari dipindahtanam ke sawah yang berlokasi di University Farm, Babakan, Darmaga, Bogor. Tanah yang digunakan terlebih dahulu diolah dan diratakan, kemudian dibagi menjadi tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 12 satuan percobaan (genotipe).
Bibit padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Bibit ditanam sedalam 5 cm sebanyak dua bibit per lubang. Pupuk yang digunakan terdiri atas urea, SP-36, dan KCl. Pemupukan urea dilakukan pada saat tanam, 21 hari setelah tanam (HST), dan 42 HST, masing-masing 1/3 dosis. Pemupukan SP-36 dan KCl dilakukan seluruhnya pada saat tanam.
10 penggunaan jaring pada fase reproduktif. Panen dilakukan setelah 80% malai telah menguning atau sekitar 26 sampai 30 hari setelah berbunga. Pemanenan menggunakan sabit. Batang dipotong pada bagian atas, kemudian dirontokkan dengan cara diirig.
Produksi yang dihasilkan ditaksir dengan cara menghitung gabah dari petak bersih dan komponen hasil. Petak bersih yaitu petakan yang di dalamnya terdapat rumpun tanaman tanpa rumpun tanaman pinggir. Komponen hasil dihitung untuk mengetahui potensi hasil berdasarkan hitungan dengan menggunakan persamaan (Yoshida, 1981):
Hasil (ton/ha) = jumlah anakan produktif/m2 x jumlah gabah total/malai x persentase gabah isi x bobot 1,000 butir (g) x 10-5
Pengamatan Penelitian
Pengamatan dilakukan pada rumpun lima tanaman contoh per petak dengan komponen yang diamati meliputi:
1. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi yang diamati pada 45 HST (vegetatif) yaitu sebelum terjadi inisiasi primordia malai dan tinggi menjelang panen (generatif) yang diukur dari permukaan tanah hingga ujung malai.
2. Jumlah anakan diamati pada 45 HST (vegetatif) dan jumlah anakan produktif pada saat menjelang panen, ditentukan dengan menghitung jumlah anakan (vegetatif) dan jumlah yang menghasilkan malai (produktif).
3. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai.
4. Umur berbunga, dihitung dari saat menanam benih sampai 50% malai (bunga) dalam satu rumpun telah keluar.
5. Umur panen, dihitung dari saat menanam benih sampai 80% malai telah menguning.
7. Jumlah gabah total, jumlah gabah isi dan hampa per malai, dihitung dari jumlah gabah isi atau berisi penuh dan gabah hampa (tidak berisi atau berisi sebagian) setiap malai sampel.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Pertumbuhan awal semua genotipe yang diuji terhambat oleh hama keong. Hama keong menyerang bibit yang sudah ditanam dari saat tanam sampai 4 minggu setelah tanam (MST). Serangan hama keong paling besar terutama menyerang pertanaman yang berada pada ulangan satu. Hal ini disebabkan karena ulangan satu terletak dekat dengan parit. Serangan hama keong menyebabkan tanaman harus disulam. Kekurangan bibit untuk sulaman terjadi pada galur KP-4-43-1-4, KP-4-42-2-3, dan KP-3-19-1-2. Serangan hama keong ditanggulangi secara kimia dan kultur teknis. Secara kimia hama keong dikendalikan dengan penggunaan moluskisida, sedangkan secara kultur teknis dilakukan pengeringan untuk beberapa minggu.
Belalang menyerang tanaman pada fase vegetatif. Serangan ini menyebabkan daun tanaman menjadi sobek pada bagian ujungnya. Serangan yang lebih luas hama ini tidak terjadi dan masih dapat ditanggulangi dengan penggunaan pestisida. Walang sangit (Leptocorisa oratorius) menyerang tanaman pada saat muncul malai sampai bulir padi matang susu. Hama ini menyerang paling besar pada galur KP-3-18-1-3. Serangan walang sangit pada galur ini mencapai 55 %. Hal ini disebabkan karena galur KP-3-18-1-3 merupakan galur yang berumur paling genjah, sehingga serangan walang sangit terkonsenterasi pada galur ini. Cairan bulir padi yang dihisap walang sangit menyebabkan gabah menjadi hampa dan berubah warna menjadi kehitaman.
Serangan burung (Ploceus sp.) terjadi pada fase generatif sampai menjelang panen. Serangan burung paling besar menyerang pada galur KP-3-18-1-3 karena galur ini berumur paling genjah. Selain itu, serangan burung juga terjadi pada galur I5-10-1-1 karena galur ini memiliki postur batang paling tinggi dibandingkan genotipe yang lainnya. Serangan burung ini dapat ditanggulangi dengan penggunaan jaring.
beluk menyerang titik tumbuh tanaman padi yang sedang berada pada fase
booting, sehingga gabah menjadi hampa. Penyakit kresek membuat warna daun yang kering menjadi kuning jerami sampai coklat muda dan akhirnya daun tanaman kering.
Pertumbuhan galur FG1R 36-1-1 dan KP-3-19-1-2 di lapangan menunjukkan penampilan yang kurang seragam. Tinggi tanaman galur FG1R 36-1-1 pada semua ulangan sekitar antara 87-123 cm. Selain itu, terdapat warna gabah yang berbeda pada FG1R 36-1-1, yaitu warna kuning dengan bulu dan warna kuning kehitaman tanpa bulu. Ketidakseragaman KP-3-19-1-2 ditunjukkan oleh variasi dalam kematangan tanaman. Ketidakseragaman yang terjadi pada kedua genotipe tersebut diduga diakibatkan oleh adanya campuran dari genotipe lain. Penanggulangan campuran ini dilakukan dengan cara roguing.
Keragaan Karakter Agronomi Keragaan Umum
Fenotipe yang muncul pada tanaman merupakan interaksi antara genotipe dan lingkungan. Ini berarti bahwa besaran fenotipe sebagian ditentukan oleh genotipe dan sebagian lainnya ditentukan oleh lingkungan. Masing-masing pengaruh ini sulit diketahui secara langsung peranannya. Hasil analisis ragam pada karakter agronomi menunjukkan bahwa genotipe pada umumnya berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati. Hal ini menunjukkan adanya respon genotipe-genotipe tersebut.
Tabel 1. Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur dihaploid hasil kultur anter
Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf kesalahan 5%.
** berpengaruh sangat nyata pada taraf kesalahan 1%. GKG = gabah kering giling, GKP = gabah kering panen
Tinggi Tanaman
Hasil pengukuran tinggi tanaman pada fase vegetatif antara 74.4-90.7 cm. Galur I5-10-1-1 merupakan galur dengan rata-rata tinggi tanaman paling tinggi. Galur-galur yang diuji pada umumnya menunjukkan tinggi tanaman yang setara dengan kedua pembandingnya (Ciherang dan Inpari 13), kecuali galur I5-10-1-1. Galur ini setara dengan Inpari 13 tetapi berbeda nyata dengan Ciherang.
Tinggi tanaman merupakan karakter yang penting yang mempengaruhi tingkat penerimaan petani terhadap varietas baru. Tingkat kerebahan dan efisiensi dalam pemanenan sangat dipengaruhi oleh tinggi tanaman. Umumnya petani kurang menyukai varietas dengan postur tinggi karena rentan rebah. Tingkat kerebahan mempengaruhi hasil padi baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Tanaman yang rebah akan mengurangi hasil dan menurunkan kualitas beras yang dihasilkan. Keragaan tinggi tanaman rata-rata dari genotipe yang diuji disajikan dalam Tabel 2.
Karakter F Hitung Koef. Keragaman
Tinggi tanaman fase vegetatif 5.55 ** 4.12
Jumlah anakan total 2.60 * 14.04
Tinggi tanaman fase generatif 12.44 ** 3.96
Jumlah anakan produktif 2.40 * 12.93
Umur berbunga 11.04 ** 2.58
Umur panen 14.09 ** 2.59
Panjang malai 6.11 ** 2.76
Jumlah gabah isi 3.20 ** 10.55
Jumlah gabah hampa 4.00 ** 20.79
Jumlah gabah total 2.50 * 9.26
Bobot 1,000 butir 2.34 * 7.22
Produktivitas GKG 7.02 ** 12.80
Tabel 2. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata tinggi tanaman pada fase vegetatif dan fase generatif
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Rata-rata tinggi tanaman pada fase generatif tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena translokasi fotosintat lebih banyak digunakan untuk perkembangan reproduktif (pengisian biji). Semua genotipe yang diuji memiliki rata-rata tinggi tanaman pada fase ini antara 85.2 -118.5 cm. Tinggi tanaman paling rendah ditunjukkan oleh galur KP-3-18-1-3, sedangkan tinggi tanaman paling tinggi ditunjukkan oleh galur I5-10-1-1. Galur I5-10-1-1 merupakan satu-satunya galur yang mengalami rebah pada fase pematangan. Hal ini menyebabkan produktivitas galur ini menjadi rendah. Pada umumnya galur yang diuji memiliki tinggi generatif yang setara dengan salah satu atau kedua pembandingnya (Ciherang dan Inpari 13) kecuali galur KP-3-18-13.
Tinggi rendahnya batang tanaman adalah sifat atau ciri yang mempengaruhi hasil varietas. Tinggi tanaman padi yang memberikan hasil tinggi yaitu kurang dari 125 cm (Siregar, 1981). Sepuluh galur yang diuji pada penelitian ini memiliki tinggi tanaman rata-rata kurang dari 125 cm, sehingga memenuhi sebagai ideotipe varietas yang berdaya hasil tinggi.
Galur/ Varietas Tinggi Fase Vegetatif (cm) Tinggi Fase Generatif (cm)
KP-3-18-1-3 75.9 b 85.2 d
KP-3-19-1-2 83.7 ab 99.0 bc
KP-4-42-2-2 74.4 b 100.3 bc
KP-4-42-2-3 79.3 b 102.0 bc
KP-4-43-1-2 77.1 b 96.5 cd
KP-4-43-1-4 77.8 b 102.8 bc
KP-4-43-2-4 75.7 b 110.7 ab
FG1R 36-1-1 78.5 b 101.9 bc
I5-10-1-1 90.7 a 118.5 a
IW67 77.7 b 99.2 bc
Ciherang 77.0 b 106.3 bc
Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif
Jumlah anakan total per rumpun varietas padi dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok (Las et al., 2004) yaitu jumlah anakan sedikit (<10), sedang (11-15), banyak (16-20), dan sangat banyak (>20). Berdasarkan pengelompokan tersebut, pada umumnya genotipe yang diuji termasuk genotipe dengan jumlah anakan sangat banyak. Kemampuan membentuk anakan yang banyak pada genotipe yang diuji dapat berpengaruh terhadap hasil. Jika ada kerusakan pada anakan akibat serangan hama tidak akan terlalu berpengaruh terhadap hasil.
Tabel 3 menyajikan rata-rata jumlah anakan total dan anakan produktif per rumpun tiap genotipe yang diuji. Rata-rata jumlah anakan total dan anakan produktif yang dihasilkan tidak berbeda nyata untuk semua genotipe yang diuji. Jumlah anakan akan menjadi faktor utama dalam meningkatkan total luas daun dengan demikian juga akan meningkatkan indeks luas daun (Sheehy, 2000). Pertambahan jumlah total luas daun merupakan faktor penting yang berhubungan dengan produksi padi karena total luas daun pada saat pembungaan berpengaruh sangat besar pada jumlah fotosintat yang tersedia untuk malai (De Datta, 1981).
Tabel 3. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata jumlah anakan total dan anakan produktif
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Abdullah et al. (2008) meyatakan bahwa jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga
Galur/
Varietas Jumlah Anakan Total
Jumlah Anakan Produktif
Jumlah Anakan Produktif / m2
KP-3-18-1-3 18.7 11.3 181.3
KP-3-19-1-2 17.6 11.4 182.4
KP-4-42-2-2 20.2 15.3 244.3
KP-4-42-2-3 19.5 13.3 212.3
KP-4-43-1-2 18.9 14.3 228.3
KP-4-43-1-4 24.9 14.7 235.7
KP-4-43-2-4 24.7 15.7 251.7
FG1R 36-1-1 21.6 15.1 241.1
I5-10-1-1 21.2 16.1 258.1
IW67 25.2 15.7 251.7
Ciherang 24.5 15.9 254.9
menurunkan produktivitas dan mutu beras. Jumlah anakan sedikit diharapkan
malai masak serempak. Jumlah gabah per malai yang banyak menyebabkan malai
masak dalam waktu yang lebih lama, sehingga mutu beras menurun atau tingkat
kehampaan tinggi.
Rata-rata persentase jumlah anakan produktif genotipe yang diuji antara 59.2 %-76.1 %. Menurut IRRI persentase anakan yang produktif padi jenis lokal sekitar 50 %, sedangkan untuk varietas unggul sekitar 75 %. Galur KP-4-42-2-2, KP-4-43-1-2, dan galur I5-10-1-1 memiliki persentase jumlah anakan produktif di atas 75 %. sehingga memenuhi sebagai ideotipe varietas unggul. Persentase jumlah anakan produktif dapat dilihat pada Gambar 1.
Umur Berbunga dan Umur Panen
Rata-rata umur berbunga dan umur panen genotipe yang diuji disajikan dalam Tabel 4. Kisaran rata-rata umur berbunga yaitu antara 79.3-94.7 hari setelah semai dan umur panen antara 105.0-124.0 hari. Galur KP-3-18-1-3 memiliki umur berbunga paling cepat dan umur panen yang paling genjah. Galur-galur yang diuji pada umumnya berbunga lebih cepat atau sama dibandingkan dengan varietas Inpari 13 kecuali KP-4-43-1-4.
Tabel 4. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata umur berbunga dan umur panen
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Umur varietas yang optimum untuk dapat berpotensi hasil tinggi di daerah tropis adalah 120 hari. Umur yang lebih pendek pada umumnya memiliki potensi hasil yang rendah. Hal ini disebabkan karena tanaman tidak mempunyai cukup waktu untuk menggunakan sinar matahari dan hara di dalam tanah, sehingga tidak cukup waktu pertumbuhan vegetatifnya untuk mendukung hasil yang maksimum (Yoshida, 1981). Galur yang memiliki umur panen 120 hari pada penelitian ini yaitu galur KP-4-43-1-2.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2010) mengelompokkan umur panen varietas padi menjadi enam kelompok, yaitu ultra genjah (<85 hari), super genjah (85-94 hari), sangat genjah (95-104 hari), genjah (105-124 hari), sedang (125-164 hari), dan berumur dalam (>165 hari). Berdasarkan pengelompokan tersebut
Galur/ Varietas Umur Berbunga (Hari) Umur Panen (Hari)
KP-3-18-1-3 79.3 e 105.0 e
KP-3-19-1-2 84.7 cde 106.3 e
KP-4-42-2-2 93.3 ab 121.7 ab
KP-4-42-2-3 90.7 abc 119.3 abc
KP-4-43-1-2 91.0 abc 120.3 abc
KP-4-43-1-4 94.7 a 124.0 a
KP-4-43-2-4 89.3 abcd 117.0 abcd
FG1R 36-1-1 90.0 abcd 111.7 cde
I5-10-1-1 83.7 de 109.0 de
IW67 89.0 abcd 117.0 abcd
Ciherang 92.3 ab 123.0 a
semua genotipe termasuk ke dalam tanaman dengan umur genjah. Galur-galur yang diuji memiliki umur panen yang setara dengan Inpari 13 kecuali galur KP-4-43-1-4. Galur ini memiliki umur panen yang lebih lama dibandingkan dengan Inpari 13. Galur KP-3-18-1-3, KP-3-19-1-2, FG1R 36-1-1, dan I5-10-1-1 dapat lebih cepat dipanen dibandingkan dengan varietas Ciherang.
Umur tanaman dapat menunjukkan tingkat efisiensi pembentukan hasil. Varietas atau galur yang memiliki potensi hasil rendah dan berumur sangat genjah, akan memiliki tingkat efisiensi laju pembentukan hasil yang rendah. Sebaliknya, varietas atau galur yang memiliki potensi hasil yang tinggi dan berumur dalam tingkat efisiensi pembentukan hasilnya belum tentu optimal (Sulaeman, 2012).
Translokasi karbohidrat dan protein dari daun dan batang ke malai dimulai dari 2 minggu sebelum berbunga sampai gabah menjadi masak. Translokasi ini menyebabkan tanaman mengalami senesens (Matsuo et al., 1995). Semakin cepat translokasi karbohidrat dan protein terhenti maka semakin cepat senesens yang terjadi (Yoshida, 1981). Oleh karena itu, pemanenan genotipe yang diuji dilakukan pada saat daun sudah menguning dan sudah mengalami senesens agar karbohidrat dan protein ditranslokasikan ke dalam gabah secara optimum.
Panjang Malai, Jumlah Gabah Isi, Jumlah Gabah Hampa, dan Jumlah Gabah Total
Panjang malai merupakan karakter yang dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah biji per malai. Semakin panjang malai diharapkan dapat meningkatkan jumlah biji per malai. Rata-rata panjang malai genotipe yang diuji disajikan dalam Tabel 5. Kisaran rata-rata panjang malai yaitu 21.4-25.5 cm. Malai terpendek ditunjukkan oleh galur KP-3-18-1-3, sedangkan malai terpanjang ditunjukkan oleh galur IW67.
yang tidak berbeda dengan Ciherang kecuali galur KP3-18-1-3. Galur ini memiliki panjang malai yang lebih pendek dibandingkan dengan Ciherang.
Rata-rata kerapatan malai galur yang diuji disajikan dalam Tabel 5. Kerapatan malai berkisar antara 4.7-7.3 butir gabah/cm. Kerapatan malai paling tinggi ditunjukkan oleh galur KP-3-18-1-3, sedangkan kerapatan malai paling rendah ditunjukkan oleh galur IW67. Kerapatan malai galur-galur yang diuji pada umumnya setara dengan Ciherang kecuali galur KP-3-18-1-3 dan setara dengan Inpari 13 kecuali galur IW67.
Tabel 5. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata panjang malai dan kerapatan malai
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Kerapatan malai juga dapat digunakan sebagai kriteria visual untuk menentukan tingkat produksi. Kerapatan malai dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran gabah. Galur-galur dengan ukuran gabah yang besar memiliki kerapatan yang lebih kecil dibandingkan galur-galur dengan ukuran gabah yang kecil. Nilai kerapatan malai berhubungan dengan bentuk gabah. Bentuk gabah lebih dominan disebabkan oleh faktor genetik (Sulaeman, 2012).
Bentuk gabah merupakan karakter dengan heritabilitas tinggi. Bentuk gabah panjang cenderung mudah patah. Gabah yang pendek sampai sedang lebih sulit patah dibandingkan gabah yang panjang selama penggilingan. Bentuk dan ukuran gabah berpengaruh pada produksi beras kepala dan beras utuh. Gabah dengan
Galur/ Varietas Panjang Malai (cm) Kerapatan Malai (butir Gabah/cm)
KP-3-18-1-3 21.4 c 7.3 a
KP-3-19-1-2 24.2 ab 6.1 ab
KP-4-42-2-2 23.3 bc 6.7 ab
KP-4-42-2-3 23.5 b 6.5 ab
KP-4-43-1-2 23.4 b 6.2 ab
KP-4-43-1-4 23.8 ab 5.9 bc
KP-4-43-2-4 23.7 ab 6.0 b
FG1R 36-1-1 23.6 b 6.4 ab
1 5-10-1-1 24.4 ab 6.0 b
IW67 25.5 a 4.7 c
Ciherang 23.7 ab 5.7 bc
[image:31.595.109.511.88.548.2]bentuk bulat menghasilkan lebih banyak beras kepala dan beras utuh dibandingkan bentuk gabah panjang (Jennings et al., 1979).
[image:32.595.105.514.331.540.2]Jumlah gabah total dalam satu malai tergantung pada potensi varietas, lingkungan, dan unsur hara (Yoshida, 1983). Jumlah gabah total disajikan dalam Tabel 6. Inpari 13 memberikan jumlah gabah total yang paling banyak yaitu 161.8, sedangkan jumlah gabah total paling sedikit ditunjukkan oleh galur IW67 yaitu 120.2. Jumlah gabah total galur-galur yang diuji pada umumnya tidak berbeda nyata dengan Ciherang dan Inpari 13 kecuali galur IW67. Galur ini memiliki jumlah gabah total yang setara dengan Ciherang tetapi lebih sedikit dibandingkan Inpari 13.
Tabel 6. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata jumlah gabah total dan jumlah gabah isi
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Suhu yang rendah pada fase reproduktif dapat meningkatkan produksi jumlah gabah. Radiasi sinar matahari pada fase reproduktif juga memberikan pengaruh yang jelas terhadap jumlah gabah (Yoshida and Parao, 1976). Tingginya radiasi matahari yang dikombinasikan dengan suhu yang rendah selama fase reproduktif cenderung dapat meningkatkan produksi gabah (Yoshida, 1983). Radiasi sinar matahari yang rendah (< 350 cal/cm2 atau sebesar 853.8 µ mol/m2/s ) dan suhu yang rendah (25 0C) pada saat pembungaan pada penelitian membuat bunga tidak membuka. Hal ini menyebabkan jumlah gabah yang dihasilkan meningkat disertai dengan peningkatan jumlah gabah hampa.
Galur/ Varietas Jumlah Gabah Total Jumlah Gabah Isi
KP-3-18-1-3 155.2 ab 114.8 a
KP-3-19-1-2 147.9 ab 107.2 ab
KP-4-42-2-2 157.2 ab 107.1 ab
KP-4-42-2-3 153.1 ab 105.8 ab
KP-4-43-1-2 144.9 ab 91.1 ab
KP-4-43-1-4 139.7 ab 78.2 b
KP-4-43-2-4 142.9 ab 109.8 a
FG1R 36-1-1 152.1 ab 100.2 ab
I 5-10-1-1 146.4 ab 113.4 a
IW67 120.2 b 92.5 ab
Ciherang 135.0 ab 88.2 ab
Persentase gabah isi dipengaruhi oleh iklim, tanah, varietas, dan pupuk nitrogen (Yoshida and Parao, 1976). Abdullah et al. (2004) menyatakan bahwa persentasi gabah isi per malai sangat menentukan potensi hasil maksimum suatu varietas padi. Hasil fotosintat (karbohidrat), translokasi, serta akumulasinya dalam gabah sangat menentukan tingkat pengisian gabah.
Gambar 2. Persentase gabah isi dan presentase gabah hampa beberapa genotipe
Bobot 1,000 Butir
[image:34.595.108.520.202.428.2]Bobot 1,000 butir gabah dapat digunakan sebagai penanda ukuran gabah. Semakin tinggi bobot 1,000 butir maka ukuran gabah semakin besar. Bobot 1,000 butir galur-galur yang diuji disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh genotipe terhadap rata-rata bobot 1,000 butir gabah isi
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Rata-rata bobot 1,000 butir beberapa genotipe yang diuji sekitar antara 23.55-30.50 gram. Bobot 1,000 butir paling rendah ditunjukkan oleh galur I5-10-1-1, sedangkan bobot 1,000 butir paling tinggi ditunjukkan oleh galur KP-4-43-1-2 (Tabel 7). Variasi bobot 1,000 butir pada genotipe yang diuji dipengaruhi oleh ukuran gabah dan temperatur (Yoshida, 1983). Butir gabah yang besar mempunyai bobot gabah yang lebih tinggi dibanding butir gabah kecil (Abdullah
et al., 2004). Bobot 1,000 butir galur yang diuji pada umumnya setara dengan bobot 1,000 butir kedua pembandingnya (Ciherang dan Inpari 13).
Produktivitas
Bobot gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) dalam ton/ha diperoleh setelah mengkonversikan nilai bobot panen kering per jumlah rumpun di setiap petak ke luasan satu hektar. Nilai GKG ini dapat dijadikan
Galur/ Varietas Bobot 1,000 butir (g)
KP-3-18-1-3 28.26 ab
KP-3-19-1-2 27.30 ab
KP-4-42-2-2 29.72 a
KP-4-42-2-3 29.36 ab
KP-4-43-1-2 30.50 a
KP-4-43-1-4 27.32 ab
KP-4-43-2-4 27.24 ab
FG1R 36-1-1 28.46 ab
I5-10-1-1 23.55 b
IW67 29.58 ab
Ciherang 28.13 ab
sebagai ukuran tingkat produktivitas suatu genotipe. Semakin tinggi nilai GKG maka semakin tinggi pula tingkat produksi atau daya hasil.
Nilai rata-rata bobot gabah kering giling disajikan dalam Tabel 8. Nilai rata- rata bobot gabah kering panen antara 2.98-6.68 ton/ha, sedangkan rata-rata bobot gabah kering giling antara 2.54-4.98 ton/ha. Varietas Ciherang memiliki rataan bobot gabah kering panen paling tinggi, sedangkan varietas Inpari 13 memiliki rataan bobot gabah kering giling paling tinggi. Bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling paling rendah ditunjukkan oleh galur FG1R 36-1-1. Berdasarkan uji Beda Nyata Jujur, semua galur yang diuji memiliki bobot gabah kering panen yang setara dengan Inpari 13, sedangkan galur KP-3-19-1-2 dan FG1R 36-1-1 menunjukkan bobot gabah kering panen yang lebih rendah dibandingkan dengan Ciherang. Galur KP-4-42-2-2, KP-4-42-2-3, KP-4-43-1-2, KP-4-43-2-4, dan galur IW67 menunjukkan produktivitas gabah kering giling yang setara dengan kedua pembandingnya (Ciherang dan Inpari 13). Kelima galur tersebut dapat diuji lebih lanjut pada uji daya hasil lanjutan pada lokasi yang berbeda.
Tabel 8. Pengaruh genotipe terhadap terhadap produktivitas gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG)
Keterangan : Angka yang diiuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%, GKP= gabah kering panen, GKG = gabah kering giling Galur/
Varietas Produktivitas GKP (ton/ha) Produktivitas GKG (ton/ha)
KP-3-18-1-3 4.90 abc 4.14 ab
KP-3-19-1-2 3.85 bc 3.48 abc
KP-4-42-2-2 5.93 ab 4.65 a
KP-4-42-2-3 5.75 ab 4.94 a
KP-4-43-1-2 5.33 abc 4.47 a
KP-4-43-1-4 4.87 abc 2.86 bc
KP-4-43-2-4 5.90 ab 4.74 a
FG1R 36-1-1 2.98 c 2.54 c
I5-10-1-1 4.00 abc 3.72 abc
IW67 5.48 abc 4.64 a
Ciherang 6.68 a 4.66 a
Produktivitas gabah kering panen yang dihasilkan berbeda dengan produktivitas gabah kering giling. Hal ini disebabkan karena persentase gabah hampa setiap galur berbeda. Penelitian ini juga menunjukkan hasil gabah kering giling galur-galur mengalami penurunan dibandingkan penelitian sebelumnya. Sjafii et al. (2011) melaporkan bahwa galur KP-4-42-2-3 memiliki produktivitas GKG yang paling tinggi dibandingkan dengan semua galur dan varietas pembanding yang diuji (5.13 ton/ha).
Penurunan gabah kering giling tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor. Lahan yang digunakan pada penelitian berbeda dengan lahan penelitian sebelumnya, sehingga tingkat kesuburan yang berbeda kemungkinan mempengaruhi produksi gabah kering giling. Cuaca yang tidak optimum pada saat penelitian mempengaruhi produksi gabah kering. Radiasi matahari yang rendah dapat menginduksi peningkatan jumlah gabah hampa. Radiasi matahari 400 cal/cm2 per jam (975.8 µmol/m2/s) merupakan radiasi optimum di daerah tropis (Murata dan Matsushima, 1975). Radiasi matahari pada penelitian ini kurang dari 350 cal/cm2 (853.8 µmol/m2/s), sehingga hasil yang didapatkan tidak optimum. Selain itu, serangan hama beluk dan penyakit keresek juga mempengaruhi hasil. Penyakit tersebut muncul karena curah hujan yang cukup tinggi, sehingga kelembaban udara juga meningkat.
Potensi hasil berdasarkan hitungan suatu varietas atau galur dapat dihitung berdasarkan komponen hasil. Komponen hasil pada padi adalah kumpulan faktor yang secara signifikan mempengaruhi hasil padi. Faktor-faktor tersebut adalah rumpun dalam luasan tertentu, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah/malai, persentase gabah isi, dan bobot 1,000 butir.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini telah diketahui produktivitas galur-galur dihaploid padi sawah. Galur KP-4-42-2-2, KP-4-42-2-3, KP-4-43-1-2, KP-4-43-2-4, dan galur IW67 memberikan hasil (4.47-4.94 %) yang setara dengan Ciherang (4.66 ton/ha) dan Inpari 13 (4.98 ton/ha). Berdasarkan perhitungan komponen hasil, galur KP-4-42-2-2 dan KP-4-43-2-4 memiliki potensi hasil berdasarkan hitungan yang lebih tinggi masing-masing sebesar 11 % dan 7.4 % dibandingkan Inpari 13. Galur KP-4-42-2-3, KP-4-43-1-2, FG1R 36-1-1, I5-10-1-1, dan galur IW67 memiliki potensi hasil berdasarkan hitungan yang lebih tinggi berturut-turut 4.3 %, 0.3 %, 8.7 %, 9 %, dan 8.8 % dibandingkan dengan Ciherang.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B., I.S. Dewi, Sularjo, H. Safitri, dan A.P. Lestari. 2008. Perakitan padi tipe baru melalui seleksi silang berulang dan kultur anter. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27(1):1-8.
Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell Publishing. Victoria. 569 p.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Pedoman Umum IP Padi 400. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subang. 30 hal.
Abdullah, B., S. Tjokrowidjojo, dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(1):1-9. Datta, S.K. 1981. Principles and Practice of Rice Production. A Willey
Interscience Publication. Losbanos. 618 p.
Datta, S.K. 2005. Androgenic haploids : factors controlling development and its application in crop improvement. Current Sci 89:1870-1878.
Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi Palawija Sayur-Sayuran.Departemen Pertanian Satuan Pengendali BIMAS. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. Departemen Pertanian. Jakarta. 22 hal.
Dewi, I. dan B.S. Purwoko. 2001. Kultur antera mendukung pemuliaan tanaman. Bul. Agron. 29(2):59-63.
Dewi, I. dan B.S. Purwoko. 2011. Kultur In Vitro untuk Produksi Tanaman Androgenik. IPB Press. 107-157 hal.
Dewi, I., A.C. Trilkasana, B.S. Purwoko, dan T. Koesoemaningtyas. 2009. Karakterisasi galur dihaploid hasil kultur anteraa padi. Buletin Plasma Nutfah 15(1):1-12.
Dewi, I.S. 2002. Karakterisasi Morfologi dan Agronomi Galur Dihaploid Hasil Kultur Antera Padi Hasil Silangan Resiprok Subspesies Indica x Javanica. Laporan Topik Khusus. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 43 hal.
Grist, D.H. 1959. Rice. Longman. Green and Co. Inc. Kuala Lumpur. 466 p. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk penelitian
Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. 698 hal.
Harsanti, L., Hambali, dan Mugiono. 2003. Analisis daya adaptasi 10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat 14(1):1-8. Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan
dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Kanisius. Jakarta. 137 hal.
Jennings, P.R., W.R. Coffman, and H.E. Kauffman. 1979. Rice Improvement. International Rice Research Institut. Manila. 186p.
Las I, I.N. Widiarta, B. Suprihatno. 2004. Perkembangan varietas dalam perpadian nasional. 1-25 hal.
Matsuo, T, K. Kumazawa, R. Ishii, K. Ishihara, and H. Hirata. 1995. Science of the Rice Plant Volume Two Physiology. Food and Agriultural Policy Research Centre. Tokyo. 1240p.
Mulyani, A., S. Ritung, dan I. Las. 2010. Potensi dan ketersediaan sumber daya lahan untuk mendukung ketahanan pangan. Jurnal Litbang Pertanian 30(2):73-80.
Murata, Y. and S. Matsushima. 1975. Rice, p. 73-102. In LT. Evans (Ed). Crop Physiology. Cambridge University Press. Sydney.
Prasetyo, Y. T., 1996. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 55hal.
Prihatman. K. 2000. Padi (Oryza sativa). Bappenas. Jakarta.16 hal.
Sasmita, P. 2007. Aplikasi teknik kultur antera pada pemuliaan tanaman padi. Apresiasi Hasil Penelitian Padi:595-609.
Sheehy, J.E., P.L. Mitchell. and B. Hardy. Redesigning Rice Photosynthesis to Increase Yield. 2000. International Rice Research Institut. Los Banos. 293hal.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Jakarta. 318 Hal.
Siwi, B.H. dan D. Kartowinoto. 2003. Plasma nutfah padi. Jurnal Litbang Pertanian 23(1):321-334.
Sudarna. 2010. Tenik pengujian daya hasil lanjutan beberapa galur harapan padi sawah tipe baru. Buletin Teknik Pertanian 15(2): 48-51.
Sulaeman, D.W. 2012. Analisis Stabilitas Hasil dan Keragaan Galur-Galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hal.
Sumarno dan N. Zuraida. 2008. Pengelolaan plasma nutfah tanaman terintegrasi dengan program pemuliaan tanaman. Buletin Plasma Nutfah 14:57-63. Sunarlim, N. dan Sutrisno. 2003. Perkembangan Penelitian Bioteknologi
Pertanian di Indonesia. Buletin AgroBio 6(1):1-7.
Susanto, U., A.A. Drajat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah di indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 22(3):125-132.
Suwarno, E. Lubis, Alidawati, I.H. Somantri, Minantyorini, dan M. Bustamam. 2000. Perbaikan varietas padi melalui seleksi dengan markah molekuler dan kultur anter. Prosiding Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor. 53-63.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Research Institut. Los Banos. 267hal.
Yoshida, S. 1983. Rice. Potensial Productivity of Field Crops under Different Environments Symposium. International Rice Research Institut. Los Banos 526 p.
Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman vegetatif
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 63.27 21.63 2.98 0.0718
Genotipe 11 648.67 58.97 5.55 0.0003
Galat 22 233.92 10.63
total terkoreksi 35 945.86
Koefisien Keragaman = 4.12
Lampiran 2. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman generatif
Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan vegetatif
Sumber Derajat
Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr > F Keragaman
ulangan 2 13.16 6.59 0.71 0.5008
genotipe 11 249.18 22.65 2.45 0.035
galat 22 203.16 9.23
total terkoreksi 35 465.53
Koefisien Keragaman = 14.03
Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan produktif
Sumber Derajat
Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr > F Keragaman
ulangan 2 6.85 3.42 0.97 0.39
genotipe 11 91.03 8.28 2.35 0.04
galat 22 77.37 3.52
total terkoreksi 35 175.24
Koefisien Keragaman = 12.93 Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F Hitung Pr > F
ulangan 2 39.37 19.69 1.19 0.32
genotipe 11 2262.70 205.71 12.44 <0.0001
galat 22 363.66 16.53
total terkoreksi 35 2665.75
Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur berbunga
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
ulangan 2 144.89 72.44 13.65 0.0001
genotipe 11 635.64 57.78 11.04 < 0.0001
galat 22 115.11 5.23
total terkoreksi 35 895.64
Koefisien Keragaman = 2.58
Lampiran 6. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur panen
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
ulangan 2 184.67 92.33 10.29 0.0007
genotipe 11 1390.00 126.36 14.09 < 0.0001
galat 22 197.33 8.97
total terkoreksi 35 1772.00
Koefisien Keragaman = 2.58
Lampiran 7. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang malai
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 0.08 0.04 0.1 0.90
Genotipe 11 32.66 2.99 7.18 < 0.0001
Galat 22 9.15 0.42
total terkoreksi 35 42.09
Koefisien Keragaman = 2.71
Lampiran 8. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah isi
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
ulangan 2 287.66 143.82 1.29 0.29
genotipe 11 3966.15 360.56 3.24 0.0091
galat 22 2448.65 111.30
total terkoreksi 35 6702.44
Lampiran 9. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap gabah hampa
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 87.70 43.85 0.49 0.62
Genotipe 11 3987.26 362.48 4.02 0.0027
Galat 22 1983.95 90.18
total terkoreksi 35 6058.91
Koefisien Keragaman = 20.79
Lampiran 10. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah total
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung
Pr > F Keragaman
Ulangan 2 338.07 169.03 0.95 0.4019
Genotipe 11 4902.80 445.71 2.51 0.032
Galat 22 3912.41 177.84
total terkoreksi 35 9153.28
Koefisien Keragaman = 9.26
Lampiran 11. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap bobot 1,000 butir
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 3.70 1.85 0.46 0.65
Genotipe 11 106.80 9.71 2.34 0.0426
Galat 22 91.11 4.14
total terkoreksi 35 201.61
Koefisien Keragaman = 7.22
Lampiran 12. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap produktivitas
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
ulangan 2 0.11 0.06 0.42 0.6625
genotipe 11 10.44 0.95 6.95
< 0.0001
galat 22 3912.41 177.84
total terkoreksi 35 9153.28
Koefisien Keragaman = 12.84
Lampiran 13. Deskripsi varietas Ciherang
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1
Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 107-115 cm Anakan produktif : 14-17 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks Glikemik : 54 Bobot 1,000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 t/ha Potensi hasil : 8.5 t/ha Ketahanan terhadap
Hama Penyakit : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3, Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl.
Pemulia : Tarjat T. Z. A. Simanullang. E. Sumadi dan Aan A. Daradjat
Lampiran 14. Deskripsi varietas Inpari 13
Golongan : Cere
Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 malai Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : -
Tekstur nasi : Pulen Bobot 1,000 butir : 25.2 g Rata-rata produksi : 6.59 t/ha Potensi hasil : 8.0 t/ha
Ketahanan terhadap : Tahan terhadap hama Wereng Batang Coklat Biotipe 1,2 dan 3, agak rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 073 dan 173.
Anjuran : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl.
Lampiran 15. Denah petak percobaan
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
Inpari 13
KP4-43-2-4
KP3-18-1-3
I5-10-1-1
KP4-42-2-3
IW67
KP4-43-1-4
FGIR 36-1-1
KP4-43-1-2
Ciherang
KP4-42-2-2
KP3-19-1-2
KP4-42-2-2
KP3-19-1-2
Ciherang
KP4-43-2-4
Inpari 13
KP4-43-1-2
FGIR 36-1-1
I5-10-1-1
KP3-18-1-3
IW67
KP4-42-2-3
KP4-43-1-4
Ciherang
KP3-18-1-3
KP4-43-1-4
KP4-43-2-4
FGIR 36-1-1
IW67
KP4-42-2-3
KP3-19-1-2
KP4-42-2-2
I5-10-1-1
Inpari 13
Lampiran 16. Data iklim Darmaga
Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lintang : 66033’ LS
Bujur : 106045’ BT Elevasi : 207 m
Bulan
Curah Hujan (mm)
Suhu (oC)
Kelembaban Udara (%)
Penyinaran Matahari Lama
Penyinaran (%)
Intensitas (cal/cm2)
Des-11 344.6 26.1 84 44 344.6
Jan-12 272.0 25.1 86 28 224.0
Feb-12 548.9 25.6 87 57 318.3
Mar-12 136.0 26.2 80 55 310.0
i
UJI DAYA HASIL GALUR
-
GALUR DIHAPLOID PADI
SAWAH (
Oryza sativa
L.)
SYTI SARAH MAESAROH
A24080008
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
RINGKASAN
SYTI SARAH MAESAROH. Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza Sativa L.). (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO).
Pertumbuhan penduduk mendorong meningkatnya laju permintaan beras. Peningkatan permintaan beras ini belum dapat diimbangi dengan peningkatan produksi padi nasional. Bioteknologi dengan teknik kultur antera diharapkan dapat menghasilkan tanaman dihaploid yang menghasilkan galur berdaya hasil tinggi secara efisien. Pengujian terhadap galur-galur yang dihasilkan diperlukan sebelum varietas unggul dapat dilepas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji daya hasil sepuluh galur dihaploid hasil kultur antera terhadap dua varietas pembanding, Ciherang dan Inpari 13.
Penelitian ini dilaksanakan di University Farm IPB, Babakan, Darmaga dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor pada bulan November 2011-Maret 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan genotipe. Perlakuan terdiri atas 12 genotipe yang diulang sebanyak tiga kali sehingga seluruhnya terdiri atas 36 satuan percobaan. Satuan percobaan adalah satu petakan berukuran 3 m x 3 m. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 25 cm dan dua bibit ditanam per lubang tanam.
Galur-galur yang diuji memiliki tinggi tanaman pada fase vegetatif antara 74.4-90.7 cm, sedangkan pada fase generatif tinggi tanaman antara 85.2-118.5 cm. Jumlah anakan total per rumpun galur-galur yang diuji antara 17.6-25.2. Pada umumnya galur yang diuji termasuk genotipe dengan jumlah anakan sangat banyak. Rata-rata jumlah anakan produktif galur yang diuji sekitar 11.3-16.1. Galur KP-4-42-2-2, KP-4-43-1-2, dan I5-10-1-1 memiliki persentase jumlah anakan produktif di atas 75 % (kriteria varietas unggul). Kisaran rata-rata umur berbunga yaitu antara 79.3-94.7 hari setelah semai dan umur panen antara 105.0-124.0 hari. Umur panen yang paling genjah ditunjukkan oleh galur KP-3-18-1-3, sedangkan umur panen paling lama ditunjukkan oleh galur KP-4-43-1-4.
iii oleh galur IW67. Inpari 13 memberikan jumlah gabah total yang paling tinggi (161.8), sedangkan jumlah gabah total paling rendah ditunjukkan oleh galur IW67 (120.2). Persentase gabah isi semua genotipe yang diuji antara 56.0-77.5 %, sedangkan persentase gabah hampa genotipe yang diuji antara 22.5-44.0 %.
Rata-rata bobot 1,000 butir beberapa genotipe yang diuji pada kadar air ± 14% antara 23.6-30.5 g. Bobot 1,000 butir paling rendah ditunjukkan oleh galur I5-10-1-1, sedangkan bobot 1,000 butir paling tinggi ditunjukkan oleh galur KP-4-43-1-2. Galur I5-10-1-1 memiliki ukuran gabah yang paling kecil dibandingkan dengan ukuran gabah galur dihaploid lainnya, sedangkan galur KP-4-43-1-2 memiliki ukuran gabah yang besar.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proyeksi perkembangan penduduk menunjukkan bahwa Indonesia akan
menjadi negara yang berpenduduk sangat besar pada beberapa dekade mendatang.
Imbangan permintaan dan penawaran komoditas pangan menjadi indikator
penting dalam perencanaan pencapaian ketahanan pangan masyarakat.
Ketergantungan pangan pokok masyarakat pada beras mengharuskan pemerintah
tetap memprioritaskan penanganan peningkatan produksi dengan berbagai upaya.
Kenaikan permintaan beras sebesar 15.12 juta ton dalam waktu 40 tahun (2010-
2050) merupakan beban berat yang harus ditanggung (Mulyani et al., 2010).
Upaya pemenuhan kebutuhan beras nasional hingga tahun 2025 akan
ditempuh melalui dua cara: (1) peningkatan produktivitas padi dengan laju
pertumbuhan 1.0-1.5 % per tahun; dan (2) peningkatan areal panen padi melalui
peningkatan intensitas pertanaman (IP), pengembangan di areal baru, termasuk
sebagai tanaman sela di lahan perkebunan dan lahan bukaan baru (Departemen
Pertanian, 2005 ).
Produktivitas padi masih dapat dinaikkan, namun dalam beberapa tahun terakhir peningkatan produktivitas mengalami pelandaian. Penyebabnya antara lain adalah telah tercapainya potensi hasil optimum dari varietas unggul baru (VUB) pa