• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI GALUR-GALUR PADI

(

ORYZA SATIVA

L.) SAWAH

OLEH

YUDHI FAUZA

A24070167

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

YUDHI FAUZA. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan

dan Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah. Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.

Luas sawah yang mengalami kekeringan tersebar luas, penurunan produksi

akibat kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional. Stres

kekeringan menyebabkan penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi

berkorelasi positif dengan produksi, sehingga semakin kecil evapotranspirasi

maka produksi tanaman semakin rendah. Penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi

padi sawah serta mendapatkan galur-galur padi tahan kekeringan sampai –30 kPa

dan produktifitas lebih besar dari 8 ton/ha gabah kering giling pada kondisi lahan

petani. Hasilnya bisa berdampak pada ketahanan pangan khususnya produksi padi

meningkat nasional.

Percobaan dilakukan di lahan padi sawah petani daerah Ponorogo, Jawa

Timur. Penelitian merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan

Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah

cekaman kekeringan terdiri dari : kontrol (irigasi seperti biasanya petani lakukan)

dan cekaman kekeringan (irigasi dilakukan jika potensial air tanah mencapai – 30

kPa). Faktor kedua adalah galur padi tahan kekeringan yang terpilih dari

percobaan tahun pertama yaitu 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93

(B11598C-TB-2-1-7-MR-4), 88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19

(B12476G-MR-20), 33 (B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87

(B11598C-TB-4-1-1) dan empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan

Inpari 10. Analisis yang digunakan untuk evaluasi hasil ini adalah analisis

keanekaragaman pada tingkat 5%, jika ada perbedaan yang nyata antara perlakuan

akan diuji lebih lanjut Tukey pada tingkat 5%.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah varietas padi dengan ketahanan - 30

kPa yang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding

adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2, bila dilihat dari

(3)

sampai – 30 kPa yang produktifitasnya lebih besar dari 8 ton/ha adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2, TB155J-TB-MR-3,

B12825E-TB-1-24, dan B12498C–MR-1-1-6, bila dilihat dari table BGKG dengan uji lanjut

(4)

(

ORYZA SATIVA

L.) SAWAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

YUDHI FAUZA

A24070167

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

:

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

GALUR-GALUR PADI (

ORYZA SATIVA

L.)

SAWAH

Nama

: YUDHI FAUZA

NRP

: A24070167

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir.Eko Sulistyono MSi

NIP. 19620225 198703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr

NIP. 19611101.198703.1.003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 30 Desember 1989.

Penulis merupakan anak kedua dari keluarga Bapak Emir Syafrin dan Ibu Yurni.

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 010 Pangkalan Sesai, Dumai Riau

pada tahun 1995 lalu pindah ke SD Negeri 005 Karang Anyer, Dumai Riau dan

terakhir pindah ke SD Negeri 003 Sail, Pekanbaru Riau. Pada tahun 2001 penulis

melanjutkan studi di SMP Negeri 13, Pekanbaru Riau dan pada tahun 2004

penulis masuk SMA Negeri 8, Pekanbaru Riau. Tahun 2007 penulis diterima

sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Selama proses perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitian dan

organisasi. Organisasi yang pernah penulis ikuti adalah Organisasi Mahasiswa

Daerah Riau. Penulis juga aktif dalam karya ilmiah melalui Program Kreativitas

(7)

DAFTAR ISI

Pertumbuhan Galur pada Umur 4 MST ...13

Pertumbuhan Galur pada Umur 8 MST ...14

Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah ...16

Visual Keragaan Tanaman ...17

Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai ...19

Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi. ...19

Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi ...21

KESIMPULAN DAN SARAN ...23

Kesimpulan ...23

Saran ...23

DAFTAR PUSTAKA ...24

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Analisis Ragam...12

2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur

pada Umur 4 MST ………. 14

3. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur

pada Umur 8 MST ………. 15

4. Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah...16

5. Pengamatan Visual Keragaan Tanaman ………...18

6. Pengaruh Galur terhadap Panjang Malai dan Jumlah Gabah per

Malai ……….. 19

7. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Persentase gabah Hampa

dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi ……… 20

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Layout Penelitian ... 30

2. Deskripsi Varietas Pembanding ... 32

3. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 38

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul ―Pengaruh Cekaman Kekeringan

Terhadappertumbuhan dan Produksi Alur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah‖ ini

disusun sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan

Hortikultura IPB.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sugiyanta MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis selaku dosen penguji yang

telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Suwarto M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.

4. Bapak, Ibu dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta dan

kasih sayang tak henti-hentinya selama ini serta selalu memberikan motivasi

dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi.

5. Segenap jajaran para dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura

IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan terbaik selama kuliah.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta memajukan pertanian Indonesia.

Bogor, Desember 2012

Penulis

(11)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Wilayah sawah rawan kekeringan di Pulau Jawa sekitar 278,3 ribu ha

(7,7%), dengan urutan wilayah terluas di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,

Banten, dan Yogyakarta. Wilayah sawah rawan kekeringan di Sumatra Utara

56,2%, Sumatra Selatan 56,1% dan Lampung 69,3%. Di Bali, wilayah sawah

rawan kekeringan sekitar 14,7 ribu ha (17,6%) dan NTB 144,1 ribu ha (64%).

Apabila luas sawah yang mengalami kekeringan cukup luas, maka penurunan

produksi akibat kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional.

Cekaman kekeringan terjadi jika (1) curah hujan lebih kecil dari pada

evapotranspirasi, (2) serapan air oleh akar tidak bisa mengimbangi besarnya

evapotranspirasi, atau (3) suplai air irigasi kurang. Padi sawah yang ditanam pada

akhir musim hujan sering mengalami cekaman kekeringan pada umur sekitar dua

bulan setelah tanam dan menyebabkan puso serta gagal panen. Kondisi

lingkungan seperti suhu tinggi dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan

evapotranspirasi yang terlalu tinggi sehingga tidak bisa diimbangi oleh serapan

air, walaupun ketersediaan air cukup. Cekaman kekeringan menyebabkan

penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi berkorelasi positif dengan produksi,

sehingga semakin kecil evapotranspirasi maka produksi tanaman semakin rendah

(Sulistyono et al., 2007).

Secara umum mekanisme ketahanan terhadap cekaman kekeringan sudah

banyak diketahui yaitu (1) drought escape, tanaman mampu menyelesaikan siklus

hidup sebelum terjadi cekaman, (2) drought avoidance terdiri dari: (a). toleran

kekeringan pada potensial air jaringan tinggi misalnya perakaran dalam, stomata

sedikit, adanya bulu daun, kutikula tebal dan (b). toleran kekeringan pada

potensial air jaringan rendah yaitu dengan cara mempertahankan turgor melalui

akumulasi senyawa terlarut dalam sitoplasma (prolin barley 7-10 x kontrol, prolin

kedelai 5-7 x kontrol), meningkatkan elastisitas jaringan, dan protoplasma

resistance yaitu protoplasma tahan sampai potensial air –100s/d –200 Mpa.

Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara

(12)

pengurangan anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering

rendah (Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009). Karakter

fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan antara

lain penurunan transpirasi dengan cara pengurangan jumlah stomata dan

peningkatan fotosintesis dengan cara peningkatan kandungan klorofil (Jackson et

al., 1996; Oukarroum et al., 2007), partisi bahan kering, vigor awal (Loss dan

Siddique, 1994).

Tujuan

Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh cekaman kekeringan

terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah serta mendapatkan galur-galur

padi tahan kekeringan sampai –30 kPa dan produktifitas lebih besar dari 8 ton/ha

gabah kering giling pada kondisi lahan petani.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi

padi sawah.

2. Ada galur yang produktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan varietas

pembanding pada kondisi irigasi optimum ataupun pada kondisi cekaman

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Padi

Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,

tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan

Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza

fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi

lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari

Afrika barat (Grist,1965). Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan

antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya

tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya

orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang

curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah

tropis adalah Indica, sedangkan Japonica banyak diusahakan didaerah sub tropika

(Ngaro,2007).

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae

atau Glumiflorae). Terna semusim, berakar serabut; batang sangat pendek,

struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling

menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna

hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang

pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, buah tipe bulir

yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga

lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma atau disebut

juga sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang.

Menurut data BPS RI, pada tahun 2012 produksi padi adalah 68.594.067 ton, luas

panen padi pada tahun 2012 13.440.940 Ha dan produktivitas padi tahun 2012

adalah 51,03 kuintal/ha.

Padi adalah sumber karbohidrat yang sangat penting bagi penduduk

Indonesia, karena hampir semua penduduknya memakan beras atau hasil olahan

dari padi. Tanaman padi yang biasanya menghasilkan jumlah beras yang paling

banyak adalah padi sawah. Padi sawah banyak ditanam oleh petani karena

(14)

diwariskan dari leluhur-leluhur penduduk Indonesia. Padi sawah memiliki

beraneka ragam kebutuhan, diantaranya kebutuhan air yang cukup untuk tanaman

bisa tumbuh dan berproduksi optimal. Kebutuhan air berhubungan erat dengan

faktor kekeringan atau cekaman kekeringan. Hal ini membuat penelitian terhadap

cekaman kekeringan pada padi hibrida menjadi penting untuk dilaksanakan,

karena tanaman padi akan terganggu fase kehidupannya apabila kekurangan air

atau mengalami cekaman kekeringan. Pada saat fase generatif, air pada tanaman

sebaiknya dikurangi untuk merangsang pembungaan dan apabila bunga sedikit

maka produksi akan ikut sedikit.

Kebutuhan Air

Kebutuhan air pada budidaya tanaman padi secara umum dipengaruhi oleh

topografi, jenis tanah, periode pertumbuhan, dan praktik budidaya. Menurut

Yoshida (1981) tanaman padi membutuhkan air sebanyak 180-300 mm/bulan agar

dapat berproduksi dengan baik. Bouman (2009) menambahkan bahwa untuk

menghasilkan 1 kg gabah, tanaman padi membutuhkan 2.500 liter air yang berasal

dari hujan atau irigasi.

Air adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan

tanaman, sehingga apabila tidak ada air maka tanaman tidak akan berasimilasi

untuk menghasilkan karbohidrat, lemak, dan protein. Penggenangan pada tanaman

padi sawah dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kesuburan

tanah. Sebagian hara lebih tersedia, antara lain nitrogen, fosfor, kalium, besi,

kalsium, mangan, dan silikat. Namun ada juga yang tidak tersedia karena

keadaaan reduksi pada tanah, yaitu unsur sulfur, seng, dan tembaga

(Ponnamperuma,1976). Menurut Abas dan Abdurrachman (1985) pengairan

macak-macak pada tanaman padi sawah merupakan cara penghematan air yang

baik dan menghasilkan sama banyak dengan keadaan penggenangan.

Ada tiga faktor yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air untuk

mengetahui kedalaman irigasi, dan metode yang paling banyak digunakan adalah

evapotranspirasi (ET), perkolasi, dan aliran permukaan. Perkolasi adalah proses

air yang diserap ke dalam tanah atau merembes melalui ke tingkat air bawah tanah

(15)

5

yang masuk ke dalam tanah tanpa memiliki arah serta tidak digunakan untuk

transpirasi. Di dalam menentukan suatu proyek irigasi, pertama kali harus

diketahui berapa jumlah air irigasi yang diperlukan atau dibutuhkan. Kebutuhan

air ini mecakup kebutuhan air lapang, kebutuhan irigasi, jumlah air yang

dibutuhkan di kepala sistem irigasi atau persyaratan pengalihan. Kebutuhan air

dapat ditentukan dari data iklim, menggunakan rumus empiris, atau dari

penyelidikan keadaan di lahan yang akan ditanami. Ada kesulitan untuk

menentukan jumlah air yang dibutuhkan dari awal penanaman sampai pemanenan,

karena sangat ditentukan dari karakteristik tanah, lamanya tanaman tumbuh, dan

metode irigasi. Ketika merencanakan proyek irigasi perlu dicatat bahwa

kebutuhan air untuk pertumbuhan padi tidak selalu sama dengan budidaya padi.

Evapotranspirasi = evaporasi + transpirasi

Kebutuhan air lapang = evapotranspirasi + perkolasi

Kebutuhan irigasi = kebutuhan air lapang + limbah pertanian – curah

hujan efektif

Pembagian kebutuhan = kebutuhan irigasi + distribusi yang hilang

(Shoichiro,1976).

Cekaman Kekeringan

Stres atau cekaman air dapat berarti kelebihan atau kekurangan air.

Kelebihan air berupa cekaman banjir, sedangkan kekurangan air berupa cekaman

kekeringan. Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman

kekeringan. Tanda awal penurunan air tanah adalah penggulungan daun yang pada

akhirnya mengurangi radiasi surya pada daun. Penggulungan daun merupakan

ekspresi sederhana kehilangan turgor pada daun (Fischer and Fukai, 2003).

Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan

molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan

alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari

menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan

pada kloroplas (Farooq et al., 2009).

Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan

(16)

penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya

pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,

1981). Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman kekeringan

terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam waktu tidak

lama setelah pengairan dilakukan, maka akan lebih sedikit terpengaruh cekaman

kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer dan Fukai

(2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda selama 2 – 3 minggu pada

kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus, bahkan bunga tidak muncul.

Pertumbuhan daun merupakan proses fisiologi pertama yang dipengaruhi

oleh cekaman kekeringan. Penurunan ukuran daun menyebabkan penurunan

hantaran stomata dan fotosintesis. Perubahan ukuran daun dan stomata

merupakan mekanisme untuk menghindari kekeringan dengan cara mengurangi

transpirasi. Berbagai karakter morfologi daun padi yaitu daun panjang, daun lebar

dan daun sempit sudah diuji keterkaitannya dengan toleransi terhadap kekeringan.

Cekaman kekeringan menurunkan jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik,

bobot kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman, transpirasi. Galur

modifikasi IR-64 dengan daun lebar lebih baik dibandingkan dengan galur

berdaun sempit dan pendek pada kondisi cekaman kekeringan (Farooq, et al.,

2010).

Karakter fisiologi yang berkaitan dengan toleransi kekeringan antara lain

kerapatan stomata ( Serraj et al., 2009), bobot kering tajuk (Acuña et al., 2008).

Ober (2005) melaporkan bahwa tanaman toleran kekeringan memiliki hamparan

stomata, indeks sukulens, berat jenis daun dan penyeimbang osmotik nyata

berbeda dibanding tanaman yang peka. Kemampuan mempertahankan tajuk tetap

hijau juga merupakan strategi ketahanan terhadap kekeringan. Zhao et al., (2008)

mendapatkan bahwa sifat fotosintesis seperti kecepatan fotosintesis, hantaran

stomata, kecepatan transpirasi dan konsentrasi CO2 dalam ruang antar sel

(17)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu

Percobaan yang dilakukan adalah implementasi hasil seleksi galur padi

tahan kekeringan pada lahan petani. Percobaan dilakukan di sawah petani rawan

kekeringan desa Kauman, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur

pada musim kemarau (Juli samapai Oktober) tahun 2011.

Bahan dan alat

Galur padi sawah tahan kekeringan (- 30 kPa) yang digunakan pada

penelitian ini adalah 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93 (B11598C-TB-2-1-7-MR-4),

88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19 (B12476G-MR-20), 33

(B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87 (B11598C-TB-4-1-1) dan

empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan Inpari

10. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, ajir, label, alat tulis, penggaris,

tensiometer, oven dan timbangan.

Metode Penelitian

Penelitian merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan

Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah

cekaman kekeringan terdiri dari :kontrol (irigasi seperti biasanya petani lakukan)

dan cekaman kekeringan (irigasi dilakukan jika potensial air tanah mencapai – 30

kPa). Faktor kedua adalah galur padi tahan kekeringan yang terpilih dari

percobaan tahun pertama yaitu 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93

(B11598C-TB-2-1-7-MR-4), 88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19

(B12476G-MR-20), 33 (B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87

(B11598C-TB-4-1-1) dan empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan

(18)

Model aditif linear:

Yijk = µ + αi + βj + ρk + Ejk+ (αβ)ij + εijk

Yijk = respon pada pengaruh galur padi sawah ke-i dan cekaman kekeringan

ke- j dan kelompok ke-k

µ = rataan umum

αi = pengaruh galur padi sawah ke-i

βj = pengaruh cekaman kekeringan ke-j

ρk = pengaruh kelompok ke-k

(αβ)ij = interaksi galur padi sawah dan cekaman kekeringan

Ejk = galat petak utama

εij = galat percobaan dari pengaruh galur padi sawah ke-i, cekaman

kekeringan ke- j dan kelompok ke-k

Analisis yang digunakan untuk evaluasi daya hasil ini adalah analisis

ragam pada taraf 5 %, bila terdapat beda nyata antar perlakuan akan diuji lanjut

Tukey pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

Persemaian

Sebelum penanaman benih, benih yang digunakan harus tidak dorman. Hal

yang dilakukan untuk memecahkan dormansi benih adalah merendam benih

selama satu hari lalu dianginkan selama kurang lebih 24 jam agar benih sudah

berkecambah terlebih dahulu. Benih dari tiap galur ditebar pada petak persemaian

dengan kepadatan tebar benih 100 benih/m2. Pemeliharaan padi pada saat

persemaian terhadap gulma dan keong mas dilakukan secara manual. Pemupukan

pada persemaian dilakukan pada 11 hari setelah sebar (HSS) dengan dosis 25

gram/m2.

Persiapan dan Pengolahan Lahan

Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan

alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki

(19)

9

a)Pembersihan berisi proses pembersihan selokan-selokan dan jerami.

b)Pencangkulan di sekitar area pematang dan petak sawah yang sukar dibajak

yang dilakukan oleh petani.

c)Pembajakan dengan menggunakan mesin bajak yang dilakukan oleh petani.

d)Penggaruan dilakukan untuk meratakan dan menghancurkan

gumpalan-gumpalan tanah, selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup.

Penanaman

Ukuran satuan percobaan adalah 10 m x 10 m. Penanaman bibit dilakukan

pada saat umur 16 hari setelah tebar. Sebelum penanaman, lahan terlebih dahulu

dibersihkan dari keong mas dan gulma dengan cara dipungut manual. Bibit

ditanam 2 bibit perlubang tanam dengan jarak 25 cm x 25 cm.

Pemeliharaan

Dosis pupuk yang digunakan adalah 200 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan

100 kg KCl/ha. Pelaksanaan pemupukan dilakukan dalam dua tahap pertama kali

dilakukan adalah pemupukan dasar pada 3 hari setelah tanam dengan dosis 100

kg Urea/ha, seluruh dosis SP-36 dan KCl dan dilanjutkan dengan pemupukan

kedua pada saat tanaman mencapai fase pertumbuhan primordial bunga atau 43

hari setelah tanam dengan dosis 100 kg Urea/ha.

Irigasi padi sawah dikondisikan sesuai dengan fase pertumbuhan padi dan

perlakuan yang dilakukan terhadap galur-galur padi sawah yaitu untuk

pelaksanaan irigasi optimum disiram dua hari sekali sampai ketinggian air 2,5 cm

di atas muka tanah dan cekaman kekeringan disiram apabila nilai tensiometer

mencapai – 30 kPa. Pengendalian hama dan penyakit dikendalikan secara manual

dan kimia. Pengendalian manual dilakukan untuk mengendalikan keong mas,

sedangkan hama dan penyakit yang lain dikendalikan secara kimiawi. Gulma

dikendalikan secara manual.

Panen

Pemanenan dilakukan apabila tanaman padi sudah memenuhi syarat

sebagai berikut : 95 % bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning

(diamati visual), tangkai menunduk karena bulir padi yang bertambah berat, bulir

padi bila ditekan terasa keras dan berisi. Pemanenan dilakukan secara manual dan

(20)

Pengamatan

Peubah yang diamati adalah:

1. Tinggi tanaman diukur dari atas permukaan tanah tanaman padi

tumbuh sampai ke ujung tanaman terpanjang dengan penggaris diukur

untuk tiap perlakuan.

2. Jumlah anakan dihitung dari jumlah seluruh anakan yang muncul pada

rumpun pada tiap perlakuan.

3. Umur keluar malai (umur berbunga) diamati secara visual (dihitung

dari saat tebar benih sampai 75% dari rumpun berbunga pada tiap

perlakuan).

4. Umur panen sesuai dengan kriteria pemanenan sebagai berikut 95 %

bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning (diamati visual),

tangkai menunduk karena bulir padi yang bertambah berat, bulir padi

bila ditekan terasa keras dan berisi dilakukan untuk tiap perlakuan.

5. Panjang malai diukur dengan penggaris dari mulai pangkal tangkai

(leher) malai keluar sampai ke ujung malai, jumlah gabah per malai

dihitung satu persatu hingga semua gabah terhitung pada semua malai

yang terdapat pada tiap perlakuan, berat 100 gabah dihitung dengan

cara bobot seratus biji gabah dengan kadar air 14% ditimbang pada

timbangan tiap satu perlakuan, persentase gabah hampa dihitung

dengan cara menghitung total gabah hampa dibagi total semua gabah

yang ada dikali 100% untuk tiap perlakuan.

6. Produksi bobot gabah kering giling dalam satuan ton/ha dihitung

dengan cara gabah yang dipanen dalam ubinan ukuran 25 m2 dijemur

sampai kadar air 14% ditimbang sehingga didapat bobotnya dalam

satuan kg lalu dikonversi menjadi ton/ha dengan rumus 10000 m2

dibagi 25 m2 dikali hasil panen ubinan tiap satu perlakuan.

7. Pengamatan visual keragaan tanaman dilakukan dengan cara

mengamati warna batang dan kekompakan anakan pada galur tahan

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Curah hujan selama musim tanam adalah satu hari hujan pada satu bulan

setelah tanam, sedangkan pada dua bulan setelah tanam sampai panen tidak terjadi

hujan. Irigasi diberikan jika potensial air tanah mencapai – 30 kPa untuk

perlakuan cekaman kekeringan sampai ketinggian air 2,5 cm di atas permukaan

tanah, dan dua hari sekali untuk perlakuan kontrol sampai ketinggian air 2,5 cm di

atas permukaan tanah.

Analisis Ragam

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap

karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 1)

menunjukkan adanya perbedaan pengaruh galur, stres dan interaksi antara

cekaman kekeringan dan galur terhadap karakter yang diamati. Beberapa karakter

menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap galur antara lain tinggi tanaman,

jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah per malai, persentase

jumlah gabah hampa, persentase bobot gabah hampa, bobot 100 gabah, BGKG 25

m2 dan BGKG ton per ha. Pengaruh stres sangat nyata bila dilihat pada karakter

pengamatan peubah tinggi tanaman, jumlah anakan, dan BGKG 25 m2 dan BGKG

ton per ha. Pada interaksi cekaman kekeringan dan galur ada yang tidak

berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, yaitu umur berbunga, umur

panen, panjang malai, dan jumlah gabah per malai. Hal ini dikarenakan peubah

seperti umur berbunga, umur panen, panjang malai, dan jumlah gabah per malai

hanya dipengaruhi oleh galur tanaman padi itu sendiri atau sifat genetik tanaman

padi yang diamati.

Hasil analisis ragam di bawah juga menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan nilai koefisien keragaman (KK) pada sejumlah karakter yang diamati.

Nilai KK tertinggi ditunjukkan oleh peubah persentase bobot gabah hampa

sementara nilai KK terendah dimiliki oleh peubah umur panen. Hal tersebut

menunjukkan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap

(22)

menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan

dalam suatu percobaan (Gomez dan Gomez, 1995).

Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam

Peubah

Pr > F

KK √MSE

Galur Stres Galur *

Stres

Tinggi Tanaman 4 MST <.0001

**

0.0027 **

0.0070

** 1 0,67

Jumlah Anakan 4 MST <.0001

**

0.0021 **

0.0934

tn 4,87 0,72

Tinggi Tanaman 8 MST <.0001

**

<.0001 **

<.0001

** 1,02 1,14

Jumlah Anakan 8 MST <.0001

**

Jumlah Gabah per Malai 0.0015

**

0.0700 tn

0.4936

tn 19,88 43,8

Persentase Jumlah Gabah Hampa

Persentase Bobot Gabah Hampa

Cekaman kekeringan bisa menyebabkan fase pertumbuhan tanaman padi

terganggu, salah satunya yaitu fase pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan

tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi. Tinggi tanaman padi yang

diukur dari permukaan tanah sampai ke ujung tanaman (biasanya ujung daun)

akan menjadi lebih pendek. Pada kondisi cekaman kekeringan galur-galur yang

(23)

13

kekeringan. Proses pendeknya tanaman juga salah satu tanggapan tanaman padi

agar tetap bisa berproduksi dengan baik, karena dengan pendeknya tanaman padi

jadi bisa mengurangi air yang mengalami penguapan dari permukaan daun dan

tubuh tanaman padi. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan

antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan,

tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna

(Yoshida, 1981).

Jumlah anakan menjadi berkurang dari biasanya juga bertujuan agar

tanaman bisa efektif dan efisien dalam menggunakan air yang tersedia agar bisa

bertahan apabila cekaman kekeringan terjadi. Anakan yang banyak menyebabkan

luas permukaan daun yang bertambah, dimana akan menyebabkan

evapotranspirasi bertambah juga. Apabila hal itu terjadi maka tanaman padi akan

sulit untuk bertahan hidup dan berproduksi menghasilkan bunga dan gabah.

Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain

ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan, pengurangan

anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering rendah

(Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009).

Pertumbuhan Galur pada Umur 4 MST

Interaksi cekaman kekeringan dengan galur berpengaruh sangat nyata

terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur empat dan delapan minggu

setelah tanam. Pada umur 4 MST, tinggi tanaman dari galur B12493C –

MR-11-4-4, B11598C-TB-2-1-7-MR-MR-11-4-4, dan TB155J-TB-MR-3 nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan varietas pembanding pada perlakuan kontrol, sedangkan

pada perlakuan cekaman kekeringan ketiga galur tersebut dan

TB155J-TB-MR-3-2 memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding.

Galur TB155J-TB-MR-3 menghasilkan jumlah anakan nyata lebih banyak dari

pada varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces baik pada perlakuan

(24)

Tabel 2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada Umur 4 MST

Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan

Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman

B12493C –MR-11-4-4 78.07 76.43 11.3 11.0

Tanaman padi pada 4 MST banyak yang memiliki tinggi yang pendek dan

anakan lebih sedikit, hal ini karena tanaman padi sudah mulai mengalami

cekaman kekeringan dan mulai beradaptasi terhadap cekaman kekeringan tersebut.

Tanaman padi akan berupaya memperkecil ukuran tajuk tanaman, karena tajuk

yang besar berkorelasi positif dengan evapotranspirasi. Apabila evapotranspirasi

besar pada saat cekaman kekeringan, maka tanaman padi akan mengalami

gangguan yang menyebabkan produksi gabah yang berkurang. Untuk

mengatasinya tanaman memperkecil tajuk dengan menjadi kerdil dan

pengurangan anakan. Hal ini menyebabkan varietas pembanding Situpatenggang

hanya setinggi 59,43 cm pada 4 MST dalam kondisi cekaman kekeringan atau

terendah daripada semua galur yang diamati, sedangkan untuk galur yang

terendah adalah galur B12498C–MR-1-1-6 dengan tinggi 63.60 cm dalam kondisi

cekaman kekeringan. Sedangkan pada anakan Situpatenggang hanya memiliki 9

anakan dan galur B12498C–MR-1-1-6 memiliki 8,7 (9) anakan saja dalam kondisi

(25)

15

Pertumbuhan Galur pada Umur 8 MST

Pada fase pertumbuhan akhir (8 MST), tinggi tanaman galur

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan B12825E-TB-1-24 nyata lebih rendah dibandingkan dengan

varietas pembanding kecuali dengan varietas Inpari 10 pada perlakuan kontrol,

sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4

memiliki tinggi tanaman nyata lebih rendah dari pada varietas pembanding.

Jumlah anakan dari galur B12498C–MR-1-1-6 nyata lebih banyak dibandingkan

dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces pada perlakuan

kontrol, sedangkan pada perlakuan cekaman galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4

memiliki jumlah anakan nyata lebih banyak dari pada varietas pembanding

kecuali dengan varietas Inpago 5 tidak berbeda nyata (Tabel 3). Pada kondisi

cekaman kekeringan galur-galur yang pendek tidak mudah rebah, sehingga galur

yang pendek lebih cocok untuk kondisi kekeringan.

Tabel 3. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada Umur 8 MST

Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan

Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman

B12493C –MR-11-4-4 121.6 117.7 15.7 15.3

kekeringan. Akibat adaptasi tanaman padi terhadap cekaman dengan pengurangan

tajuk (tanaman padi menjadi pendek dan anakan padi sedikit) dapat terlihat dari

(26)

8 MST di atas, dimana varietas pembanding Inpari 10 memiliki 94,9 cm dalam

kondisi cekaman kekeringan dan galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dengan tinggi

87,9 cm dalam kondisi cekaman kekeringan. Sedangkan untuk anakan pada

varietas pembanding Situpatenggana memiliki 14 anakan dalam kondisi cekaman

kekeringan dan galur B12825E-TB-1-24 memiliki 8.7 (9) anakan dalam kondisi

cekaman kekeringan.

Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah

Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 berbunga dalam 42 hari setelah tanam

nyata lebih awal dibandingkan dengan varietas pembanding. Galur

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 berumur nyata lebih genjah dibandingkan

dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces yaitu 82 hari setelah

tanam (Tabel 4). Umur yang genjah merupakan salah satu karakter tanaman

toleran kekeringan.

Tabel 4. Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah

Galur Umur Berbunga

Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Umur berbunga dan umur panen pada galur padi dan varietas pembanding

yang diamati lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman padi itu

sendiri. Hal ini dikarenakan galur berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan

(27)

17

dengan galur tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan panen.

Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain

ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan, pengurangan

anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering rendah

(Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009). Kekeringan

mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular

tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi

bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya

stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada

kloroplas (Farooq et al., 2009). Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman

kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya

pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang

tidak sempurna (Yoshida, 1981). Apabila proses pembungaan tertunda, maka akan

menyebabkan umur panen yang semakin lama. Pada masa pembungaan, tanaman

padi sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan sehingga tanaman padi akan

mengalami saat yang lama dalam pengisian gabah dan panen terhambat atau

malah bisa tidak jadi panen. Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif

terhadap cekaman kekeringan terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang

berbunga dalam waktu tidak lama setelah pengairan dilakukan, maka akan lebih

sedikit terpengaruh cekaman kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih

lambat. Fischer dan Fukai (2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda

selama 2 – 3 minggu pada kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus,

bahkan bunga tidak muncul.

Visual Keragaan Tanaman

Pengamatan visual keragaan tanaman menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan antar galur. Warna batang dan kekompakan anakan merupakan

keragaan visual yang berbeda antar galur. Warna batang sebagian besar galur

warna hijau, galur yang warna batangnya ungu adalah galur TB155J-TB-MR-3-2,

B12498C–MR-1-1-6, Situpatenggang, dan Ramces. Keragaan anakan terdiri

kompak, menyebar, sangat menyebar dan sangat kompak. Sebagian besar galur

(28)

B12498C–MR-1-1-6, sedangkan anakannya sangat menyebar adalah varietas ramces (Tabel 5).

Tabel 5. Pengamatan Visual Keragaan Tanaman

Galur Keragaan Tanaman (Warna batang dan

Kekompakan anakan)

B12493C –MR-11-4-4 Hijau, kompak

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 Hijau, kompak

TB155J-TB-MR-3 Hijau kompak

TB155J-TB-MR-3-2 Ungu menyebar

B12476G-MR-20 Hijau, kompak

B12825E-TB-1-24 Hijau, kompak

B12498C–MR-1-1-6 Ungu, sangat kompak

B11598C-TB-4-1-1 Hijau, kompak

Inpago 5 Hijau, kompak

Situpatenggang Ungu, kompak

Ramces Ungu, sangat menyebar

Inpari 10 Hijau, kompak

Pada cekaman kekeringan keragaan tanaman yang bagus biar bisa tumbuh

dan berproduksi dengan bagus adalah tanaman yang memiliki anakan yang

kompak dan sangat kompak, karena kekompakan anakan sangat mempengaruhi

kemampuan menangkap cahaya matahari, sehingga diduga mempengaruhi

besarnya fotosintesis. Anakan yang sangat menyebar menyebabkan terjadinya

saling menaungi antar anakan sehingga fotosintesis total kecil, akibatnya diduga

produktifitas juga rendah. Fotosintesis mempengaruhi dalam proses pertumbuhan

tanaman baik vegetatif maupun generatif. Untuk tetap bisa hidup tanaman padi

mesti berfotosintesis dengan efektif dan efisien, karena energi dari hasil

fotosintesis digunakan tanaman padi untuk pertumbuhan tanaman dan

memproduksi bunga serta pengisian gabah. Berdasarkan tabel pengamatan visual

keragaan tanaman, dapat diketahui bahwa tanaman padi yang bagus untuk

cekaman kekeringan berdasarkan kekompakana anakan adalah galur B12493C –

MR-11-4-4, B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3, B12476G-MR-20,

B12825E-TB-1-24, B12498C–MR-1-1-6 (sangat kompak), B11598C-TB-4-1-1

dan untuk varietas pembanding antara lain : Inpago 5, Situpatenggang, dan Inpari

10. Sedangkan yang tidak bagus adalah galur TB155J-TB-MR-3-2 yang

(29)

19

Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai

Galur TB155J-TB-MR-3-2 memiliki panjang malai nyata lebih panjang

dibandingkan dengan varietas Inpari 10, tetapi tidak berbeda nyata dengan

galur-galur lain. Galur TB155J-TB-MR-3 menghasilkan jumlah gabah nyata lebih

banyak dibandingkan dengan varietas Ramces dan Inpari 10, tetapi tidak berbeda

nyata dengan galur-galur lain (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Galur terhadap Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai

Galur Panjang Malai (cm) Jumlah Gabah/Malai

B12493C –MR-11-4-4 28.43 ab 233.2 abc

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 30.13 ab 262.2 ab

TB155J-TB-MR-3 27.47 ab 276.2 a

TB155J-TB-MR-3-2 30.88 a 244.5 abc

B12476G-MR-20 28.28 ab 200.7 abc

B12825E-TB-1-24 28.15 ab 237.7 abc

B12498C–MR-1-1-6 28.17 ab 207.2 abc

B11598C-TB-4-1-1 29.15 ab 191.7 abc

Inpago 5 28.05 ab 238.0 abc

Situpatenggang 27.52 ab 206.2 abc

Ramces 29.72 ab 181.2 bc

pembanding yang diamati. Hal ini dikarenakan galur berpengaruh sangat nyata

terhadap jumlah gabah per malai, sedangkan cekaman kekeringan dan interaksi

cekaman kekeringan dengan galur tidak berpengaruh nyata pada analisis ragam.

Produktifitas merupakan fungsi dari panjang malai dan jumlah gabah per malai.

Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi.

Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3,

(30)

bobot 100 gabah tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding (Tabel 7).

Tidak terdapat galur yang memiliki persentase gabah hampa nyata lebih tinggi

dari varietas pembanding.

Tabel 7. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi

Galur

Persentase Gabah

Hampa(%) Bobot 100 Gabah(g)

Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman

B12493C –MR-11-4-4 42.3 30.7 2.4010 2.7496

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 17.9 13.2 2.2716 2.3849

TB155J-TB-MR-3 30.0 12.4 2.4480 2.5404

Situpatenggang 24.6 20.6 2.3544 2.2890

Ramces 17.7 5.2 2.4906 2.6743

Inpari 10 16.9 15.2 2.4848 2.6058

Tukey (0.05) 10.0 0.3315

Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.

Berdasarkan tabel pengaruh cekaman kekeringan terhadap persentase

gabah hampa dan bobot 100 gabah galur-galur padi dapat dilihat bahwa

persentase gabah hampa terkecil dimiliki oleh galur TB155J-TB-MR-3-2 sebesar

9 % dan untuk varietas pembanding Ramces sebesar 5,2 % (dalam keadaan

cekaman kekeringan). Sedangkan untuk bobot 100 gabah yang terbaik adalah

galur B12493C –MR-11-4-4 sebesar 2,7496 gram dan untuk varietas pembanding

Ramces sebesar 2,6743 gram (dalam keadaan cekaman kekeringan). Persentase

gabah hampa terbesar dimiliki oleh galur B12493C –MR-11-4-4 sebesar 30,7 %

(galur dengan bobot 100 gabah terbesar) dalam keadaan cekaman kekeringan.

Interaksi cekaman dan galur berpengaruh sangat nyata terhadap persentase gabah

hampa dan bobot 100 gabah. Cekaman kekeringan membuat proses pengisian

bulir padi terganggu, sehingga mempengaruhi persentase gabah hampa dan juga

bobot 100 gabah. Proses pengisian bulir membutuhkan air yang akan dibentuk

(31)

21

banyak. Apabila jumlah air tidak mencukupi, maka proses pengisian bulir tidak

akan terjadi. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara

lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya

pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,

1981).

Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi

Pada perlakuan kontrol, galur B12498C–MR-1-1-6 memiliki produktifitas

nyata lebih tinggi dibandingkan semua varietas pembanding. Galur

TB155J-TB-MR-3, dan galur B12498C–MR-1-1-6 mempunyai Bobot Gabah Kering Giling

(BGKG) dalam satuan ton per hektar yang berbeda nyata terhadap varietas

pembanding pada perlakuan kontrol. Pada perlakuan cekaman kekeringan, galur

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 memiliki produktifitas nyata

lebih tinggi dibandingkan dengan semua varietas pembanding pada Bobot Gabah

Kering Giling (BGKG) dalam satuan ton per hektar. Galur-galur yang Bobot

Gabah Kering Giling (BGKG) dengan produktifitasnya lebih besar dari 8 ton/ha

baik pada kontrol atau pun cekaman kekeringan adalah

B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2, TB155J-TB-MR-3, B12825E-TB-1-2B11598C-TB-2-1-7-MR-4, dan B12498C–

MR-1-1-6 (Tabel 8). Hasil ini menunjukan bahwa galur yang sesuai ditanam pada

kondisi irigasi optimum berbeda dengan galur yang sesuai ditanam pada kondisi

cekaman kekeringan.

Interaksi cekaman kekeringan dengan galur berpengaruh sangat nyata

terhadap produktifitas Bobot Gabah Kering Giling (BGKG), sehingga apabila

terjadi stres tanaman padi akan memiliki BGKG yang sedikit. Kekeringan

mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular

tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi

bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya

stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada

kloroplas (Farooq et al., 2009). Pengurangan distribusi dan alokasi bahan kering,

pengurangan kapasitas fotosintesis dan pembatasan metabolisme bisa

menyebabkan BGKG berkurang, karena apabila alokasi bahan kering berkurang

maka BGKG yang termasuk dalam bahan kering juga akan berkurang. Dalam

(32)

karbondioksida membentuk karbohidrat atau padi yang disebut sebagai bahan

kering. Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan

hasil. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain

penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya

pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,

1981).

Tabel 8. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi

Galur BGKG (kg/25 m2) BGKG (ton/ha)

Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman

B12493C –MR-11-4-4 17.90 17.36 7.157 6.944

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 23.56 22.53 9.429 9.013

TB155J-TB-MR-3 24.90 21.66 9.952 8.672

Situpatenggang 19.23 14.20 7.701 5.685

Ramces 20.83 18.40 8.330 7.360

Inpari 10 23.13 20.66 9.248 8.266

Tukey (0.05) 1.11 0.449

Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.

Potensi produktivitas galur toleran kekeringan hasil penelitian ini adalah

9.013 ton/ha (B11598C-TB-2-1-7-MR-4) pada kondisi kekeringan dan 11.686

ton/ha (B12498C–MR-1-1-6) pada kondisi optimum. Jika rata-rata produktivitas

padi sawah pada lahan petani adalah 3 ton/ha pada kondisi kekeringan dan 6

ton/ha pada kondisi optimum, maka hasil penelitian ini dapat meningkatkan

produktivitas padi sebesar 200 % pada kondisi kekeringan dan 95 % pada kondisi

ketersediaan air optimum. Peningkatan produktivitas ini akan berdampak pada

peningkatan produksi beras nasional, sehingga tidak memerlukan impor beras

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Galur toleran kekeringan sampai – 30 kPa yang produktifitasnya lebih

tinggi dari pada varietas pembanding adalah galur

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji

lanjut Tukey pada taraf 5%.

2. Galur toleran kekeringan sampai – 30 kPa yang produktifitasnya > 8

ton/ha adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2,

TB155J-TB-MR-3, B12825E-TB-1-24, dan B12498C–MR-1-1-6

berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut Tukey pada taraf 5%.

3. Galur yang sesuai untuk ditanam dengan irigasi optimum (kontrol) adalah

galur B12498C–MR-1-1-6 berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut

Tukey pada taraf 5%.

Saran

1. Pengujian pada lokasi lain perlu dilakukan untuk mendapatkan data

perbandingan terhadap galur-galur yang diuji.

2. Galur yang disarankan untuk digunakan petani adalah galur

B11598C-TB-2-1-7-MR-4 untuk daerah yang sering mengalami kekeringan dan galur yang

sesuai untuk ditanam dengan irigasi optimum (kontrol) adalah galur

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Abas, A. dan A. Abdurrachman. 1985. Effect of Water Management an Soil Tillage on Water Use Efficiency in Lowland Rice Cultivation in Cihea. West Java. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Acuña T.L.B., H.R. Lafitte and L.J. Wade. 2008. Genotype × Environment

Interactions for Grain Yield of Upland Rice Backcross Lines in Diverse Hydrological Environments. Field Crops Research 108: 117-125.

Arnon, D. I. 1949. Cooper Enzymes in Isolated Chloroplast, Polyphenol Oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol. 33:93 – 136.

Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Produktivitas Produksi Tanaman Padi

Seluruh Provinsi. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. [ 03

November 2012].

Benavente, L. M., F. K. Teixeira, C. L. A. Kamei and M. M.Pinheiro. 2004. Salt stress induces altered expression of genes encoding antioxidant enzymes in seedlings of a Brazilian indica rice (Oryza sativa L.). Plant Science. (166 (2): 323 – 331.

Boonjung, H. and S. Fukai. 1996. Effects of Soil Water Deficit at Different Growth Stages on Rice Growth and Yield Under Upland Conditions. 2. Phenology, Biomass Production and Yield. Field Crops Research 48: 47-55.

Bouman, B.A.M, R.M. Lampayan, and T.P. Tuong. 2007. Water Management in Irrigated Rice: Coping with Water Scarcity. International Rice Research Institute. Los Banos. 54p.

Bouman, B.A.M. 2009. How much water does rice use?. Rice Today. 8 (2): 28-29.

Chandru, H. K., E. Kim, Y. Kuk, K. Cho, and O. Han. 2003. Kinetics of

wound-induced activation of antioxidative enzymes in Oryza sativa:

differential activation at different growth stages. Plant Science. 164 (6): 935 – 941.

Chang, T.T., B. Somrith, and J.C. O’Toole. 1979. Potential for improving drought

resistance in raifed lowland rice. In Rainfed Lowland Rice: Selected Papers

From 1978. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 149-164.

De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley and Sons. Singapore. 618p.

Demiral, T., and İ. Türkan. 2004. Does exogenous glycinebetaine affect

antioxidative system of rice seedlings under NaCl treatment? Journal of

(35)

25

Demiral T, and İ. Türkan. 2005. Comparative lipid peroxidation, antioxidant defense systems and proline content in roots of two rice cultivars differing

in salt tolerance . Environmental and Experimental Botany. 53 (3): 247 – Plant Science. 165 (1):85-93.

Farooq, M., A. Wahid, D.J. Lee, O. Ito, andK.H.M. Siddique. 2009. Advances in

drought resistance of rice.Critical Reviews in Plant Sciences.. 28(4): 199.

Farooq M., N. Kobayashi, O. Ito, A. Wahid and R. Serraj. 2010. Broader leaves result in better performance of indica rice under drought stress. J. of Plant Physiol. 167 (13): 1066-1075.

Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How rice responds to drought. In K. S. Fischer,

R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 32-36.

Gomez, K. A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Endang S. dan Justika S. B., Penerjemah). Universitas Indonesia Press. Jakarta.698 p.

Harn, C. E., Khayat and J. Daie. 1993. Expression dynamic of gene encoding key carbon metabolism enzyme during sink to source transition developing

leaves. Plant Cell Physiol. 34 (7): 1045 – 1053.

Heerden van, P. D. R., and H. J. G. Krüger. 2002. Separately and simultaneously induced dark chilling and drought stress effects on photosynthesis, proline accumulation and antioxidant metabolism in

soybean. Journal of Plant Physiology. 159 (10):1077 – 1086.

Hung, K. T., and C. H. Kao. 2004. Hydrogen peroxide is necessary for abscisic

acid-induced senescence of rice leaves . Journal of Plant Physiology. 161 (12): 1347 – 1357.

Iwamoto M., H. Higo, and K. Higo. 2004. Strong expression of the rice

catalase gene CatB promoter in protoplasts and roots of both a monocot and

(36)

Jackson P., M. Robertson, M. Cooper and G. Hammer. 1996. The role of physiological understanding in plant breeding; from a breeding perspective. Field Crops Research 49(1): 11-37.

Jennings, P. R., W. R. Coffman, and H. E. Kauffman. 1979. Rice Improvements. International Rice Research Institute. Los Banos. 186p.

Kawano N., E. Ella, O. Ito, Y. Yamauchi and K. Tanaka. 2002. Metabolic changes in rice seedlings with different submergence tolerance after desubmergence . Environmental and Experimental Botany. 47 (3): 195-203.

Kumar, R., A.K. Sarawgi, C. Ramos, S.T. Amarante, A.M. Ismail, and L.J. Wade. 2006. Partitioning of dry matter during drought stress in rainfed lowland rice. Field Crops Research 98: 1-11.

Lafitte, R. 2003. Managing water for kontrolled drought in breeding plots. In K. S.

Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 23-26.

Levit, J. 1972. Responses of Plant to Environmental Stress. Academic Press. New York. 570 p.

Lidon, F. C. and M. G. Teixeira. 2000. Oxy radicals production and kontrol in

the chloroplast of Mn-treated rice. Plant Science. 152 (1): 7 – 15.

Loss S.P. and K. H. M. Siddique. 1994. Morphological and Physiologic Traits Associated with Wheat Yield Increases in Mediterranea Environments. Advances Agronomy, Volume 52: 229-237.

Murty, K.S. and G. Ramakrishnawa. 1982. Shoot characteristics of rice for

drought resistance. In IRRI. Drought Resistance in Crops with Emphasis on

Rice. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 145-152.

Ngaro. 2007. Menanam Padi. http://ngraho.wordpress.com/2007/12/15/menanam-padi/. [ 17 Mei 2010].

Nguyen H.T., K.S. Fischer and S. Fukai. 2009. Physiological responses to

various water saving systems in rice. Field Crops Research 112 (2-3): 189-198.

Niwa, Y. and Y. Sasak. 2003. Plant self-defense mechanisms against oxidative

injury and protection of the forest by planting trees of triploids and

(37)

27

Ober E.S., M. Bloa, C.J.A. Clark, A. Royal, K. W. Jaggard and J.D. Pidgeon,

2005. Evaluation of physiological traits as indirect selection criteria for

drought tolerance in sugar beet. Field Crops Research, 91 (2-3):231-249.

Oukarroum A., S. E. Madidi, G. Schansker and R. J. Strasser. 2007. Probing the

responses of barley cultivars (Hordeum vulgare L.) by chlorophyll a

fluorescence OLKJIP under drought stress and re-watering. Environmental and Experimental Botany 60 (3): 438-446.

Pantuwan, G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul, and J.C. O’Toole. 2002.

Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to different types of

drought under rainfed lowlands Part 1. Grain yield and yield components. Field Crop Research 73: 153-168.

Pantuwan G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul and J. C. O’Toole. 2002.

Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to drought under rainfed

lowland: 3. Plant factors contributing to drought resistance. Field Crops Research 73 (2-3): 181-200.

Pasteur, N., G. Pasteur, F. Bonhomme, J. Catalan, and J. B. Davidian. 1988. Practical Isozyme Genetics. John Wiley & Sons. 215 p.

Ponnamperuma, F. N. 1976. Specific Soil Chemical Characteristics for Rice Production in Asia. IRRI Research Paper. Series no. 9. The International Rice Research Institute. Manila.

Saruyama, H. and M. Tanida . 1995. Effect of chilling on activated oxygen-scavenging enzymes in low temperature-sensitive and -tolerant cultivars of rice (Oryza sativa L.) . Plant Science. 109 (2): 105 – 113.

Serraj R., A. Kumar, K.L. McNally, I. Slamet-Loedin, R. Bruskiewich, R.

Mauleon, J. Cairns and R.J. Hijmans. 2009. Improvement of Drought

Resistance in Rice. Advances in Agron. 103: 41-99.

Shah, K., R. G. Kumar, S. Verma and R. S. Dubey. 2001. Effect of cadmium on

lipid peroxidation, superoxide anion generation and activities of antioxidant

enzymes in growing rice seedlings. Plant Science. 161 (6):1135 – 1144.

Shoichiro, N. 1976. Water Requirements and Their Determination. Symposium on Water Management in Rice Field. Tropical Agriculture Research Center Ministry of Agriculture and Forestry. Ibaraki. Series no. 9: 193-208.

Sulistyono, E., D. Sopandie, M. A. Chozin, dan Suwarno. 2007. Adaptasi padi gogo terhadap naungan: pendekatan morfologi dan fisiologi. Comm. Ag. 4 (2):62 – 67.

Vaidyanathan, H., P. Sivakumar, R. Chakrabarty and G. Thomas. 2003.

(38)

L.)—differential response in salt-tolerant and sensitive varieties . Plant

Science. 165(6): 1411 – 1418.

van Oosterom E.J., F. R. Bidinger and E. R. Weltzien. 2003. A yield architecture

framework to explain adaptation of pearl millet to environmental stress. Field Crops Research 80 (1): 33-56.

Verma, S. and R. S. Dubey. 2003. Lead toxicity induces lipid peroxidation and alters the activities of antioxidant enzymes in growing rice plants. Plant

Science. 164 (4): 645 – 655.

Wanga, F. Z., Q. B. Wang, S. Y. Kwon, S. S. Kwak and W. A. Su.. 2005. Enhanced drought tolerance of transgenic rice plants expressing a pea manganese superoxide dismutase. Journal of Plant Physiology. 162 (4):465-472.

Wijaya, E. 1996. Biometrik II: Anatomi dan Morfologi Daun, Batang dan Akar. Program Studi Biologi. FMIPA-IPB.

Woperies, M.C.S., M.J. Kropff, A.R. Maligaya, and T.P. Tuong. 1996. Drought-stress responses of two lowland rice cultivars to soil water status. Field Crop Research 46: 21-39.

(39)
(40)
(41)

31

Keterangan Layout Penelitian :

G1 : Galur B12493C –MR-11-4-4

G2 : Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4

G3 : Galur TB155J-TB-MR-3

G4 : Galur TB155J-TB-MR-3-2

G5 : Galur B12476G-MR-20

G6 : Galur B12498C–MR-1-1-6

G7 : Galur B12825E-TB-1-24

G8 : Galur B11598C-TB-4-1-1

P1 : Varietas Pembanding Inpago 5

P2 : Varietas Pembanding Situpatenggang

P3 : Varietas Pembanding Ramces

P4 : Varietas Pembanding Inpari 10

K : Kontrol (irigasi dengan genangan 2,5 cm)

(42)

Lampiran 2. Deskripsi Varietas Pembanding

Inpago 5

Varietas Padi - Padi Gogo

Asal persilangan :TB177E-TB-28-D-3/B10384E-MR-1-8-8//IR60080-

23///TB177E-TB-28-D-3/B10386E-KN-36-2//BL245

Kelompok :

Nomor Seleksi : B11338F-TB-26

Golongan : Cere (Indica)

Umur tanaman : 118 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 132 cm

Anakan produktif : 14 batang

Warna kaki : Hijau

Warna batang : Tidak Berwarna

Warna telinga

daun : Tidak Berwarna

Warna lidah daun : Tidak berwarna

Warna daun : Hijau

Permukaan daun : Kasar

Posisi daun : Miring

Daun bendera : Miring

Bentuk gabah : Ramping

Warna gabah : Kuning

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang

(43)

33

Tahan terhadap blast (Pyricularia Oryzae)

Anjuran : Baik ditanam dilahan kering subur, lahan kering podsolik

merah kuning dengan tingkat keracunan alumunium sedang

Pemulia

: Erwina Lubis, Aris Hairmansis, B.Kustianto, Supartopo,

Suwarno

Peneliti : Santoso, Anggiani Nasution, Husin M.Toha

Teknisi : Sunaryo,Endang Suparman,A.Santika,Pantja H.Siwi,Subardi

Di lepas tahun : 2009

Inpari 10

Varietas Padi - Varietas Padi Sawah

Asal persilangan : S487b-75/2*IR19661//2*IR64

Kelompok :---

Nomor Seleksi : S3382-2d-Pn-4-1

Golongan : Cere

Umur tanaman : 108-116 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 100-120 cm

(44)

Warna kaki : Hijau

Permukaan daun : Kasar

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Ramping panjang

Warna gabah : Kuning bersih

Kerontokan : Sedang

Rata-rata produksi : 5,08 t/ha

Potensi hasil : 7,00 t/ha

Ketahanan terhadap

Hama

: Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2

(45)

35

Anjuran : Dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau serta

baik

ditanam pada lahan sawah dengan sistem irigasi

berselang

5-7 hari sekali

Pemulia : Z.A. Simanulang, Nafisah, Atito D, Idris Hadade,

AA.Daradjat, Bambang Suprihatno dan M.Yamin

Samaullah

Peneliti : Triny Sk, Didik Harnowo, Didiek Setiobudi

Teknisi : Thoyib S Maaruf, Yahya, Holil, Suwarsa, Maman

Suherman, Karmita, Abd. Rauf Serry, Amirudin

Manrapi

Di lepas tahun : 2009

Situpatenggang

Varietas Padi - Padi Gogo

Asal persilangan : Kartuna / TB47H-MR-10

Kelompok :

Nomor Seleksi : BP1153C-9-12

Golongan : Cere (Indica)

Umur tanaman : 110-120 hari

Bentuk tanaman : Tegak

Tinggi tanaman : 100-110 cm

Anakan produktif : 110-11batang

Warna kaki : Ungu tua

Warna batang : Hijau tua

Warna telinga

(46)

Warna lidah daun : Ungu

Warna daun : Hijau, tepi daun tua berkilau ungu

Permukaan daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan halus

Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Menyudut 35-50 derajat

Bentuk gabah : Agak gemuk

Anjuran : Lahan kering musim hujan, tumpangsari,

lahan tipe tanah Aluvial dan Podsolik

ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl

Pemulia

Teknisi : U. Sujanang, Karmita, Meru dan Sukarno

(47)

37

Ramces

No. Aksesi : 3081

No. Aksesi KNPN : IDN-02-OSAT-3081

Nama Aksesi : Ramces

Negara Asal : Indonesia

Kecamatan Asal : Luhak

Kabupaten Asal : Lima Puluh Kota

Provinsi : Sumatera Barat

Warna Batang : Ungu

(48)

Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan

penelitian

Persemaian padi

Persiapan lahan

Penanaman

Kondisi kekeringan dan tensiometer

Kondisi lingkungan sawah

(49)

39

Lampiran 4. Foto-foto Galur Padi

dan Varietas Pembanding

Galur B12493C –MR-11-4-4

Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4

Galur TB155J-TB-MR-3

(50)

Galur B12476G-MR-20

Galur B12498C–MR-1-1-6

Galur B12825E-TB-1-24

(51)

41

Varietas Pembanding Inpago 5

Varietas Pembanding

Situpatenggang

Varietas Pembanding Ramces

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam
Tabel 2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada    Umur 4 MST
Tabel 4.  Umur Berbunga dan Umur Panen  Galur-galur Padi Sawah
Tabel 5.  Pengamatan Visual Keragaan  Tanaman
+4

Referensi

Dokumen terkait

(Simple Random Sampling) dengan total sampel sebanyak 57 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)

Apa sajakah kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaan penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak usia dini dengan menggunakan metode pemahaman dan

Gum arab digunakan pada permen untuk mencegah melting/meleleh khususnya pada permen gum dengan kadar padatan terlarut yang tinggi, menjaga perisa dan aroma sehingga rasa permen

Berdasarkan fenomena yang ada dan research gap atau penelitian terdahulu, maka peneliti melakukan untuk melihat Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Return On Asset,

Pada kegiatan KKN-PPM periode XIII ini, penulis berkesempatan untuk mendampingi keluarga Bapak I Nyoman Matra yang bertempat tinggal di Banjar Tunjuk Tengah. Luas areal

Penelitian yang dilakukan oleh Ita (2013) berjudul perbedaan karies gigi dan kadar fluor air sumur siswa SMA di Kecamatan Asembagus (daerah pantai) dan di Kecamatan

Dari penelitian yang telah dila kukan dapat disimpulkan bahwa polime r an ilin yang konduktif terbentuk pada elektropolime risasi pH 1 sampa i 4, dimana nila i impedansi

Cara yang pertama ini merupakan cara yang paling sempurna, terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok atau standar dengan mencantumkan