PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI GALUR-GALUR PADI
(
ORYZA SATIVA
L.) SAWAH
OLEH
YUDHI FAUZA
A24070167
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
YUDHI FAUZA. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah. Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.
Luas sawah yang mengalami kekeringan tersebar luas, penurunan produksi
akibat kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional. Stres
kekeringan menyebabkan penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi
berkorelasi positif dengan produksi, sehingga semakin kecil evapotranspirasi
maka produksi tanaman semakin rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi
padi sawah serta mendapatkan galur-galur padi tahan kekeringan sampai –30 kPa
dan produktifitas lebih besar dari 8 ton/ha gabah kering giling pada kondisi lahan
petani. Hasilnya bisa berdampak pada ketahanan pangan khususnya produksi padi
meningkat nasional.
Percobaan dilakukan di lahan padi sawah petani daerah Ponorogo, Jawa
Timur. Penelitian merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan
Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah
cekaman kekeringan terdiri dari : kontrol (irigasi seperti biasanya petani lakukan)
dan cekaman kekeringan (irigasi dilakukan jika potensial air tanah mencapai – 30
kPa). Faktor kedua adalah galur padi tahan kekeringan yang terpilih dari
percobaan tahun pertama yaitu 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93
(B11598C-TB-2-1-7-MR-4), 88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19
(B12476G-MR-20), 33 (B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87
(B11598C-TB-4-1-1) dan empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan
Inpari 10. Analisis yang digunakan untuk evaluasi hasil ini adalah analisis
keanekaragaman pada tingkat 5%, jika ada perbedaan yang nyata antara perlakuan
akan diuji lebih lanjut Tukey pada tingkat 5%.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah varietas padi dengan ketahanan - 30
kPa yang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding
adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2, bila dilihat dari
sampai – 30 kPa yang produktifitasnya lebih besar dari 8 ton/ha adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2, TB155J-TB-MR-3,
B12825E-TB-1-24, dan B12498C–MR-1-1-6, bila dilihat dari table BGKG dengan uji lanjut
(
ORYZA SATIVA
L.) SAWAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YUDHI FAUZA
A24070167
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
:
PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
GALUR-GALUR PADI (
ORYZA SATIVA
L.)
SAWAH
Nama
: YUDHI FAUZA
NRP
: A24070167
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir.Eko Sulistyono MSi
NIP. 19620225 198703 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr
NIP. 19611101.198703.1.003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 30 Desember 1989.
Penulis merupakan anak kedua dari keluarga Bapak Emir Syafrin dan Ibu Yurni.
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 010 Pangkalan Sesai, Dumai Riau
pada tahun 1995 lalu pindah ke SD Negeri 005 Karang Anyer, Dumai Riau dan
terakhir pindah ke SD Negeri 003 Sail, Pekanbaru Riau. Pada tahun 2001 penulis
melanjutkan studi di SMP Negeri 13, Pekanbaru Riau dan pada tahun 2004
penulis masuk SMA Negeri 8, Pekanbaru Riau. Tahun 2007 penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.
Selama proses perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitian dan
organisasi. Organisasi yang pernah penulis ikuti adalah Organisasi Mahasiswa
Daerah Riau. Penulis juga aktif dalam karya ilmiah melalui Program Kreativitas
DAFTAR ISI
Pertumbuhan Galur pada Umur 4 MST ...13
Pertumbuhan Galur pada Umur 8 MST ...14
Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah ...16
Visual Keragaan Tanaman ...17
Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai ...19
Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi. ...19
Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi ...21
KESIMPULAN DAN SARAN ...23
Kesimpulan ...23
Saran ...23
DAFTAR PUSTAKA ...24
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Analisis Ragam...12
2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur
pada Umur 4 MST ………. 14
3. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur
pada Umur 8 MST ………. 15
4. Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah...16
5. Pengamatan Visual Keragaan Tanaman ………...18
6. Pengaruh Galur terhadap Panjang Malai dan Jumlah Gabah per
Malai ……….. 19
7. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Persentase gabah Hampa
dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi ……… 20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Layout Penelitian ... 30
2. Deskripsi Varietas Pembanding ... 32
3. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 38
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul ―Pengaruh Cekaman Kekeringan
Terhadappertumbuhan dan Produksi Alur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah‖ ini
disusun sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sugiyanta MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Suwarto M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.
4. Bapak, Ibu dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta dan
kasih sayang tak henti-hentinya selama ini serta selalu memberikan motivasi
dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi.
5. Segenap jajaran para dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan terbaik selama kuliah.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta memajukan pertanian Indonesia.
Bogor, Desember 2012
Penulis
PENDAHULUAN
Latar belakang
Wilayah sawah rawan kekeringan di Pulau Jawa sekitar 278,3 ribu ha
(7,7%), dengan urutan wilayah terluas di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
Banten, dan Yogyakarta. Wilayah sawah rawan kekeringan di Sumatra Utara
56,2%, Sumatra Selatan 56,1% dan Lampung 69,3%. Di Bali, wilayah sawah
rawan kekeringan sekitar 14,7 ribu ha (17,6%) dan NTB 144,1 ribu ha (64%).
Apabila luas sawah yang mengalami kekeringan cukup luas, maka penurunan
produksi akibat kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional.
Cekaman kekeringan terjadi jika (1) curah hujan lebih kecil dari pada
evapotranspirasi, (2) serapan air oleh akar tidak bisa mengimbangi besarnya
evapotranspirasi, atau (3) suplai air irigasi kurang. Padi sawah yang ditanam pada
akhir musim hujan sering mengalami cekaman kekeringan pada umur sekitar dua
bulan setelah tanam dan menyebabkan puso serta gagal panen. Kondisi
lingkungan seperti suhu tinggi dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan
evapotranspirasi yang terlalu tinggi sehingga tidak bisa diimbangi oleh serapan
air, walaupun ketersediaan air cukup. Cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi berkorelasi positif dengan produksi,
sehingga semakin kecil evapotranspirasi maka produksi tanaman semakin rendah
(Sulistyono et al., 2007).
Secara umum mekanisme ketahanan terhadap cekaman kekeringan sudah
banyak diketahui yaitu (1) drought escape, tanaman mampu menyelesaikan siklus
hidup sebelum terjadi cekaman, (2) drought avoidance terdiri dari: (a). toleran
kekeringan pada potensial air jaringan tinggi misalnya perakaran dalam, stomata
sedikit, adanya bulu daun, kutikula tebal dan (b). toleran kekeringan pada
potensial air jaringan rendah yaitu dengan cara mempertahankan turgor melalui
akumulasi senyawa terlarut dalam sitoplasma (prolin barley 7-10 x kontrol, prolin
kedelai 5-7 x kontrol), meningkatkan elastisitas jaringan, dan protoplasma
resistance yaitu protoplasma tahan sampai potensial air –100s/d –200 Mpa.
Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara
pengurangan anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering
rendah (Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009). Karakter
fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan antara
lain penurunan transpirasi dengan cara pengurangan jumlah stomata dan
peningkatan fotosintesis dengan cara peningkatan kandungan klorofil (Jackson et
al., 1996; Oukarroum et al., 2007), partisi bahan kering, vigor awal (Loss dan
Siddique, 1994).
Tujuan
Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh cekaman kekeringan
terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah serta mendapatkan galur-galur
padi tahan kekeringan sampai –30 kPa dan produktifitas lebih besar dari 8 ton/ha
gabah kering giling pada kondisi lahan petani.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
padi sawah.
2. Ada galur yang produktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
pembanding pada kondisi irigasi optimum ataupun pada kondisi cekaman
TINJAUAN PUSTAKA
Padi
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,
tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan
Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza
fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi
lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari
Afrika barat (Grist,1965). Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan
antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya
tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya
orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang
curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah
tropis adalah Indica, sedangkan Japonica banyak diusahakan didaerah sub tropika
(Ngaro,2007).
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae
atau Glumiflorae). Terna semusim, berakar serabut; batang sangat pendek,
struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling
menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna
hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang
pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, buah tipe bulir
yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga
lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma atau disebut
juga sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang.
Menurut data BPS RI, pada tahun 2012 produksi padi adalah 68.594.067 ton, luas
panen padi pada tahun 2012 13.440.940 Ha dan produktivitas padi tahun 2012
adalah 51,03 kuintal/ha.
Padi adalah sumber karbohidrat yang sangat penting bagi penduduk
Indonesia, karena hampir semua penduduknya memakan beras atau hasil olahan
dari padi. Tanaman padi yang biasanya menghasilkan jumlah beras yang paling
banyak adalah padi sawah. Padi sawah banyak ditanam oleh petani karena
diwariskan dari leluhur-leluhur penduduk Indonesia. Padi sawah memiliki
beraneka ragam kebutuhan, diantaranya kebutuhan air yang cukup untuk tanaman
bisa tumbuh dan berproduksi optimal. Kebutuhan air berhubungan erat dengan
faktor kekeringan atau cekaman kekeringan. Hal ini membuat penelitian terhadap
cekaman kekeringan pada padi hibrida menjadi penting untuk dilaksanakan,
karena tanaman padi akan terganggu fase kehidupannya apabila kekurangan air
atau mengalami cekaman kekeringan. Pada saat fase generatif, air pada tanaman
sebaiknya dikurangi untuk merangsang pembungaan dan apabila bunga sedikit
maka produksi akan ikut sedikit.
Kebutuhan Air
Kebutuhan air pada budidaya tanaman padi secara umum dipengaruhi oleh
topografi, jenis tanah, periode pertumbuhan, dan praktik budidaya. Menurut
Yoshida (1981) tanaman padi membutuhkan air sebanyak 180-300 mm/bulan agar
dapat berproduksi dengan baik. Bouman (2009) menambahkan bahwa untuk
menghasilkan 1 kg gabah, tanaman padi membutuhkan 2.500 liter air yang berasal
dari hujan atau irigasi.
Air adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan
tanaman, sehingga apabila tidak ada air maka tanaman tidak akan berasimilasi
untuk menghasilkan karbohidrat, lemak, dan protein. Penggenangan pada tanaman
padi sawah dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kesuburan
tanah. Sebagian hara lebih tersedia, antara lain nitrogen, fosfor, kalium, besi,
kalsium, mangan, dan silikat. Namun ada juga yang tidak tersedia karena
keadaaan reduksi pada tanah, yaitu unsur sulfur, seng, dan tembaga
(Ponnamperuma,1976). Menurut Abas dan Abdurrachman (1985) pengairan
macak-macak pada tanaman padi sawah merupakan cara penghematan air yang
baik dan menghasilkan sama banyak dengan keadaan penggenangan.
Ada tiga faktor yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air untuk
mengetahui kedalaman irigasi, dan metode yang paling banyak digunakan adalah
evapotranspirasi (ET), perkolasi, dan aliran permukaan. Perkolasi adalah proses
air yang diserap ke dalam tanah atau merembes melalui ke tingkat air bawah tanah
5
yang masuk ke dalam tanah tanpa memiliki arah serta tidak digunakan untuk
transpirasi. Di dalam menentukan suatu proyek irigasi, pertama kali harus
diketahui berapa jumlah air irigasi yang diperlukan atau dibutuhkan. Kebutuhan
air ini mecakup kebutuhan air lapang, kebutuhan irigasi, jumlah air yang
dibutuhkan di kepala sistem irigasi atau persyaratan pengalihan. Kebutuhan air
dapat ditentukan dari data iklim, menggunakan rumus empiris, atau dari
penyelidikan keadaan di lahan yang akan ditanami. Ada kesulitan untuk
menentukan jumlah air yang dibutuhkan dari awal penanaman sampai pemanenan,
karena sangat ditentukan dari karakteristik tanah, lamanya tanaman tumbuh, dan
metode irigasi. Ketika merencanakan proyek irigasi perlu dicatat bahwa
kebutuhan air untuk pertumbuhan padi tidak selalu sama dengan budidaya padi.
Evapotranspirasi = evaporasi + transpirasi
Kebutuhan air lapang = evapotranspirasi + perkolasi
Kebutuhan irigasi = kebutuhan air lapang + limbah pertanian – curah
hujan efektif
Pembagian kebutuhan = kebutuhan irigasi + distribusi yang hilang
(Shoichiro,1976).
Cekaman Kekeringan
Stres atau cekaman air dapat berarti kelebihan atau kekurangan air.
Kelebihan air berupa cekaman banjir, sedangkan kekurangan air berupa cekaman
kekeringan. Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman
kekeringan. Tanda awal penurunan air tanah adalah penggulungan daun yang pada
akhirnya mengurangi radiasi surya pada daun. Penggulungan daun merupakan
ekspresi sederhana kehilangan turgor pada daun (Fischer and Fukai, 2003).
Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan
molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan
alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari
menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan
pada kloroplas (Farooq et al., 2009).
Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan
penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya
pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,
1981). Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman kekeringan
terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam waktu tidak
lama setelah pengairan dilakukan, maka akan lebih sedikit terpengaruh cekaman
kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer dan Fukai
(2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda selama 2 – 3 minggu pada
kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus, bahkan bunga tidak muncul.
Pertumbuhan daun merupakan proses fisiologi pertama yang dipengaruhi
oleh cekaman kekeringan. Penurunan ukuran daun menyebabkan penurunan
hantaran stomata dan fotosintesis. Perubahan ukuran daun dan stomata
merupakan mekanisme untuk menghindari kekeringan dengan cara mengurangi
transpirasi. Berbagai karakter morfologi daun padi yaitu daun panjang, daun lebar
dan daun sempit sudah diuji keterkaitannya dengan toleransi terhadap kekeringan.
Cekaman kekeringan menurunkan jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik,
bobot kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman, transpirasi. Galur
modifikasi IR-64 dengan daun lebar lebih baik dibandingkan dengan galur
berdaun sempit dan pendek pada kondisi cekaman kekeringan (Farooq, et al.,
2010).
Karakter fisiologi yang berkaitan dengan toleransi kekeringan antara lain
kerapatan stomata ( Serraj et al., 2009), bobot kering tajuk (Acuña et al., 2008).
Ober (2005) melaporkan bahwa tanaman toleran kekeringan memiliki hamparan
stomata, indeks sukulens, berat jenis daun dan penyeimbang osmotik nyata
berbeda dibanding tanaman yang peka. Kemampuan mempertahankan tajuk tetap
hijau juga merupakan strategi ketahanan terhadap kekeringan. Zhao et al., (2008)
mendapatkan bahwa sifat fotosintesis seperti kecepatan fotosintesis, hantaran
stomata, kecepatan transpirasi dan konsentrasi CO2 dalam ruang antar sel
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu
Percobaan yang dilakukan adalah implementasi hasil seleksi galur padi
tahan kekeringan pada lahan petani. Percobaan dilakukan di sawah petani rawan
kekeringan desa Kauman, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur
pada musim kemarau (Juli samapai Oktober) tahun 2011.
Bahan dan alat
Galur padi sawah tahan kekeringan (- 30 kPa) yang digunakan pada
penelitian ini adalah 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93 (B11598C-TB-2-1-7-MR-4),
88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19 (B12476G-MR-20), 33
(B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87 (B11598C-TB-4-1-1) dan
empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan Inpari
10. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, ajir, label, alat tulis, penggaris,
tensiometer, oven dan timbangan.
Metode Penelitian
Penelitian merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan
Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah
cekaman kekeringan terdiri dari :kontrol (irigasi seperti biasanya petani lakukan)
dan cekaman kekeringan (irigasi dilakukan jika potensial air tanah mencapai – 30
kPa). Faktor kedua adalah galur padi tahan kekeringan yang terpilih dari
percobaan tahun pertama yaitu 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93
(B11598C-TB-2-1-7-MR-4), 88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19
(B12476G-MR-20), 33 (B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87
(B11598C-TB-4-1-1) dan empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan
Model aditif linear:
Yijk = µ + αi + βj + ρk + Ejk+ (αβ)ij + εijk
Yijk = respon pada pengaruh galur padi sawah ke-i dan cekaman kekeringan
ke- j dan kelompok ke-k
µ = rataan umum
αi = pengaruh galur padi sawah ke-i
βj = pengaruh cekaman kekeringan ke-j
ρk = pengaruh kelompok ke-k
(αβ)ij = interaksi galur padi sawah dan cekaman kekeringan
Ejk = galat petak utama
εij = galat percobaan dari pengaruh galur padi sawah ke-i, cekaman
kekeringan ke- j dan kelompok ke-k
Analisis yang digunakan untuk evaluasi daya hasil ini adalah analisis
ragam pada taraf 5 %, bila terdapat beda nyata antar perlakuan akan diuji lanjut
Tukey pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Persemaian
Sebelum penanaman benih, benih yang digunakan harus tidak dorman. Hal
yang dilakukan untuk memecahkan dormansi benih adalah merendam benih
selama satu hari lalu dianginkan selama kurang lebih 24 jam agar benih sudah
berkecambah terlebih dahulu. Benih dari tiap galur ditebar pada petak persemaian
dengan kepadatan tebar benih 100 benih/m2. Pemeliharaan padi pada saat
persemaian terhadap gulma dan keong mas dilakukan secara manual. Pemupukan
pada persemaian dilakukan pada 11 hari setelah sebar (HSS) dengan dosis 25
gram/m2.
Persiapan dan Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan
alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki
9
a)Pembersihan berisi proses pembersihan selokan-selokan dan jerami.
b)Pencangkulan di sekitar area pematang dan petak sawah yang sukar dibajak
yang dilakukan oleh petani.
c)Pembajakan dengan menggunakan mesin bajak yang dilakukan oleh petani.
d)Penggaruan dilakukan untuk meratakan dan menghancurkan
gumpalan-gumpalan tanah, selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup.
Penanaman
Ukuran satuan percobaan adalah 10 m x 10 m. Penanaman bibit dilakukan
pada saat umur 16 hari setelah tebar. Sebelum penanaman, lahan terlebih dahulu
dibersihkan dari keong mas dan gulma dengan cara dipungut manual. Bibit
ditanam 2 bibit perlubang tanam dengan jarak 25 cm x 25 cm.
Pemeliharaan
Dosis pupuk yang digunakan adalah 200 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan
100 kg KCl/ha. Pelaksanaan pemupukan dilakukan dalam dua tahap pertama kali
dilakukan adalah pemupukan dasar pada 3 hari setelah tanam dengan dosis 100
kg Urea/ha, seluruh dosis SP-36 dan KCl dan dilanjutkan dengan pemupukan
kedua pada saat tanaman mencapai fase pertumbuhan primordial bunga atau 43
hari setelah tanam dengan dosis 100 kg Urea/ha.
Irigasi padi sawah dikondisikan sesuai dengan fase pertumbuhan padi dan
perlakuan yang dilakukan terhadap galur-galur padi sawah yaitu untuk
pelaksanaan irigasi optimum disiram dua hari sekali sampai ketinggian air 2,5 cm
di atas muka tanah dan cekaman kekeringan disiram apabila nilai tensiometer
mencapai – 30 kPa. Pengendalian hama dan penyakit dikendalikan secara manual
dan kimia. Pengendalian manual dilakukan untuk mengendalikan keong mas,
sedangkan hama dan penyakit yang lain dikendalikan secara kimiawi. Gulma
dikendalikan secara manual.
Panen
Pemanenan dilakukan apabila tanaman padi sudah memenuhi syarat
sebagai berikut : 95 % bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning
(diamati visual), tangkai menunduk karena bulir padi yang bertambah berat, bulir
padi bila ditekan terasa keras dan berisi. Pemanenan dilakukan secara manual dan
Pengamatan
Peubah yang diamati adalah:
1. Tinggi tanaman diukur dari atas permukaan tanah tanaman padi
tumbuh sampai ke ujung tanaman terpanjang dengan penggaris diukur
untuk tiap perlakuan.
2. Jumlah anakan dihitung dari jumlah seluruh anakan yang muncul pada
rumpun pada tiap perlakuan.
3. Umur keluar malai (umur berbunga) diamati secara visual (dihitung
dari saat tebar benih sampai 75% dari rumpun berbunga pada tiap
perlakuan).
4. Umur panen sesuai dengan kriteria pemanenan sebagai berikut 95 %
bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning (diamati visual),
tangkai menunduk karena bulir padi yang bertambah berat, bulir padi
bila ditekan terasa keras dan berisi dilakukan untuk tiap perlakuan.
5. Panjang malai diukur dengan penggaris dari mulai pangkal tangkai
(leher) malai keluar sampai ke ujung malai, jumlah gabah per malai
dihitung satu persatu hingga semua gabah terhitung pada semua malai
yang terdapat pada tiap perlakuan, berat 100 gabah dihitung dengan
cara bobot seratus biji gabah dengan kadar air 14% ditimbang pada
timbangan tiap satu perlakuan, persentase gabah hampa dihitung
dengan cara menghitung total gabah hampa dibagi total semua gabah
yang ada dikali 100% untuk tiap perlakuan.
6. Produksi bobot gabah kering giling dalam satuan ton/ha dihitung
dengan cara gabah yang dipanen dalam ubinan ukuran 25 m2 dijemur
sampai kadar air 14% ditimbang sehingga didapat bobotnya dalam
satuan kg lalu dikonversi menjadi ton/ha dengan rumus 10000 m2
dibagi 25 m2 dikali hasil panen ubinan tiap satu perlakuan.
7. Pengamatan visual keragaan tanaman dilakukan dengan cara
mengamati warna batang dan kekompakan anakan pada galur tahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Curah hujan selama musim tanam adalah satu hari hujan pada satu bulan
setelah tanam, sedangkan pada dua bulan setelah tanam sampai panen tidak terjadi
hujan. Irigasi diberikan jika potensial air tanah mencapai – 30 kPa untuk
perlakuan cekaman kekeringan sampai ketinggian air 2,5 cm di atas permukaan
tanah, dan dua hari sekali untuk perlakuan kontrol sampai ketinggian air 2,5 cm di
atas permukaan tanah.
Analisis Ragam
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 1)
menunjukkan adanya perbedaan pengaruh galur, stres dan interaksi antara
cekaman kekeringan dan galur terhadap karakter yang diamati. Beberapa karakter
menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap galur antara lain tinggi tanaman,
jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah per malai, persentase
jumlah gabah hampa, persentase bobot gabah hampa, bobot 100 gabah, BGKG 25
m2 dan BGKG ton per ha. Pengaruh stres sangat nyata bila dilihat pada karakter
pengamatan peubah tinggi tanaman, jumlah anakan, dan BGKG 25 m2 dan BGKG
ton per ha. Pada interaksi cekaman kekeringan dan galur ada yang tidak
berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, yaitu umur berbunga, umur
panen, panjang malai, dan jumlah gabah per malai. Hal ini dikarenakan peubah
seperti umur berbunga, umur panen, panjang malai, dan jumlah gabah per malai
hanya dipengaruhi oleh galur tanaman padi itu sendiri atau sifat genetik tanaman
padi yang diamati.
Hasil analisis ragam di bawah juga menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nilai koefisien keragaman (KK) pada sejumlah karakter yang diamati.
Nilai KK tertinggi ditunjukkan oleh peubah persentase bobot gabah hampa
sementara nilai KK terendah dimiliki oleh peubah umur panen. Hal tersebut
menunjukkan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap
menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan
dalam suatu percobaan (Gomez dan Gomez, 1995).
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam
Peubah
Pr > F
KK √MSE
Galur Stres Galur *
Stres
Tinggi Tanaman 4 MST <.0001
**
0.0027 **
0.0070
** 1 0,67
Jumlah Anakan 4 MST <.0001
**
0.0021 **
0.0934
tn 4,87 0,72
Tinggi Tanaman 8 MST <.0001
**
<.0001 **
<.0001
** 1,02 1,14
Jumlah Anakan 8 MST <.0001
**
Jumlah Gabah per Malai 0.0015
**
0.0700 tn
0.4936
tn 19,88 43,8
Persentase Jumlah Gabah Hampa
Persentase Bobot Gabah Hampa
Cekaman kekeringan bisa menyebabkan fase pertumbuhan tanaman padi
terganggu, salah satunya yaitu fase pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan
tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi. Tinggi tanaman padi yang
diukur dari permukaan tanah sampai ke ujung tanaman (biasanya ujung daun)
akan menjadi lebih pendek. Pada kondisi cekaman kekeringan galur-galur yang
13
kekeringan. Proses pendeknya tanaman juga salah satu tanggapan tanaman padi
agar tetap bisa berproduksi dengan baik, karena dengan pendeknya tanaman padi
jadi bisa mengurangi air yang mengalami penguapan dari permukaan daun dan
tubuh tanaman padi. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan
antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan,
tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna
(Yoshida, 1981).
Jumlah anakan menjadi berkurang dari biasanya juga bertujuan agar
tanaman bisa efektif dan efisien dalam menggunakan air yang tersedia agar bisa
bertahan apabila cekaman kekeringan terjadi. Anakan yang banyak menyebabkan
luas permukaan daun yang bertambah, dimana akan menyebabkan
evapotranspirasi bertambah juga. Apabila hal itu terjadi maka tanaman padi akan
sulit untuk bertahan hidup dan berproduksi menghasilkan bunga dan gabah.
Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain
ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan, pengurangan
anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering rendah
(Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009).
Pertumbuhan Galur pada Umur 4 MST
Interaksi cekaman kekeringan dengan galur berpengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur empat dan delapan minggu
setelah tanam. Pada umur 4 MST, tinggi tanaman dari galur B12493C –
MR-11-4-4, B11598C-TB-2-1-7-MR-MR-11-4-4, dan TB155J-TB-MR-3 nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas pembanding pada perlakuan kontrol, sedangkan
pada perlakuan cekaman kekeringan ketiga galur tersebut dan
TB155J-TB-MR-3-2 memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding.
Galur TB155J-TB-MR-3 menghasilkan jumlah anakan nyata lebih banyak dari
pada varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces baik pada perlakuan
Tabel 2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada Umur 4 MST
Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 78.07 76.43 11.3 11.0
Tanaman padi pada 4 MST banyak yang memiliki tinggi yang pendek dan
anakan lebih sedikit, hal ini karena tanaman padi sudah mulai mengalami
cekaman kekeringan dan mulai beradaptasi terhadap cekaman kekeringan tersebut.
Tanaman padi akan berupaya memperkecil ukuran tajuk tanaman, karena tajuk
yang besar berkorelasi positif dengan evapotranspirasi. Apabila evapotranspirasi
besar pada saat cekaman kekeringan, maka tanaman padi akan mengalami
gangguan yang menyebabkan produksi gabah yang berkurang. Untuk
mengatasinya tanaman memperkecil tajuk dengan menjadi kerdil dan
pengurangan anakan. Hal ini menyebabkan varietas pembanding Situpatenggang
hanya setinggi 59,43 cm pada 4 MST dalam kondisi cekaman kekeringan atau
terendah daripada semua galur yang diamati, sedangkan untuk galur yang
terendah adalah galur B12498C–MR-1-1-6 dengan tinggi 63.60 cm dalam kondisi
cekaman kekeringan. Sedangkan pada anakan Situpatenggang hanya memiliki 9
anakan dan galur B12498C–MR-1-1-6 memiliki 8,7 (9) anakan saja dalam kondisi
15
Pertumbuhan Galur pada Umur 8 MST
Pada fase pertumbuhan akhir (8 MST), tinggi tanaman galur
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan B12825E-TB-1-24 nyata lebih rendah dibandingkan dengan
varietas pembanding kecuali dengan varietas Inpari 10 pada perlakuan kontrol,
sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4
memiliki tinggi tanaman nyata lebih rendah dari pada varietas pembanding.
Jumlah anakan dari galur B12498C–MR-1-1-6 nyata lebih banyak dibandingkan
dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces pada perlakuan
kontrol, sedangkan pada perlakuan cekaman galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4
memiliki jumlah anakan nyata lebih banyak dari pada varietas pembanding
kecuali dengan varietas Inpago 5 tidak berbeda nyata (Tabel 3). Pada kondisi
cekaman kekeringan galur-galur yang pendek tidak mudah rebah, sehingga galur
yang pendek lebih cocok untuk kondisi kekeringan.
Tabel 3. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada Umur 8 MST
Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 121.6 117.7 15.7 15.3
kekeringan. Akibat adaptasi tanaman padi terhadap cekaman dengan pengurangan
tajuk (tanaman padi menjadi pendek dan anakan padi sedikit) dapat terlihat dari
8 MST di atas, dimana varietas pembanding Inpari 10 memiliki 94,9 cm dalam
kondisi cekaman kekeringan dan galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dengan tinggi
87,9 cm dalam kondisi cekaman kekeringan. Sedangkan untuk anakan pada
varietas pembanding Situpatenggana memiliki 14 anakan dalam kondisi cekaman
kekeringan dan galur B12825E-TB-1-24 memiliki 8.7 (9) anakan dalam kondisi
cekaman kekeringan.
Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 berbunga dalam 42 hari setelah tanam
nyata lebih awal dibandingkan dengan varietas pembanding. Galur
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 berumur nyata lebih genjah dibandingkan
dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces yaitu 82 hari setelah
tanam (Tabel 4). Umur yang genjah merupakan salah satu karakter tanaman
toleran kekeringan.
Tabel 4. Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah
Galur Umur Berbunga
Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).
Umur berbunga dan umur panen pada galur padi dan varietas pembanding
yang diamati lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman padi itu
sendiri. Hal ini dikarenakan galur berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan
17
dengan galur tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan panen.
Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain
ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan, pengurangan
anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering rendah
(Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009). Kekeringan
mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular
tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi
bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya
stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada
kloroplas (Farooq et al., 2009). Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman
kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya
pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang
tidak sempurna (Yoshida, 1981). Apabila proses pembungaan tertunda, maka akan
menyebabkan umur panen yang semakin lama. Pada masa pembungaan, tanaman
padi sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan sehingga tanaman padi akan
mengalami saat yang lama dalam pengisian gabah dan panen terhambat atau
malah bisa tidak jadi panen. Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif
terhadap cekaman kekeringan terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang
berbunga dalam waktu tidak lama setelah pengairan dilakukan, maka akan lebih
sedikit terpengaruh cekaman kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih
lambat. Fischer dan Fukai (2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda
selama 2 – 3 minggu pada kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus,
bahkan bunga tidak muncul.
Visual Keragaan Tanaman
Pengamatan visual keragaan tanaman menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antar galur. Warna batang dan kekompakan anakan merupakan
keragaan visual yang berbeda antar galur. Warna batang sebagian besar galur
warna hijau, galur yang warna batangnya ungu adalah galur TB155J-TB-MR-3-2,
B12498C–MR-1-1-6, Situpatenggang, dan Ramces. Keragaan anakan terdiri
kompak, menyebar, sangat menyebar dan sangat kompak. Sebagian besar galur
B12498C–MR-1-1-6, sedangkan anakannya sangat menyebar adalah varietas ramces (Tabel 5).
Tabel 5. Pengamatan Visual Keragaan Tanaman
Galur Keragaan Tanaman (Warna batang dan
Kekompakan anakan)
B12493C –MR-11-4-4 Hijau, kompak
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 Hijau, kompak
TB155J-TB-MR-3 Hijau kompak
TB155J-TB-MR-3-2 Ungu menyebar
B12476G-MR-20 Hijau, kompak
B12825E-TB-1-24 Hijau, kompak
B12498C–MR-1-1-6 Ungu, sangat kompak
B11598C-TB-4-1-1 Hijau, kompak
Inpago 5 Hijau, kompak
Situpatenggang Ungu, kompak
Ramces Ungu, sangat menyebar
Inpari 10 Hijau, kompak
Pada cekaman kekeringan keragaan tanaman yang bagus biar bisa tumbuh
dan berproduksi dengan bagus adalah tanaman yang memiliki anakan yang
kompak dan sangat kompak, karena kekompakan anakan sangat mempengaruhi
kemampuan menangkap cahaya matahari, sehingga diduga mempengaruhi
besarnya fotosintesis. Anakan yang sangat menyebar menyebabkan terjadinya
saling menaungi antar anakan sehingga fotosintesis total kecil, akibatnya diduga
produktifitas juga rendah. Fotosintesis mempengaruhi dalam proses pertumbuhan
tanaman baik vegetatif maupun generatif. Untuk tetap bisa hidup tanaman padi
mesti berfotosintesis dengan efektif dan efisien, karena energi dari hasil
fotosintesis digunakan tanaman padi untuk pertumbuhan tanaman dan
memproduksi bunga serta pengisian gabah. Berdasarkan tabel pengamatan visual
keragaan tanaman, dapat diketahui bahwa tanaman padi yang bagus untuk
cekaman kekeringan berdasarkan kekompakana anakan adalah galur B12493C –
MR-11-4-4, B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3, B12476G-MR-20,
B12825E-TB-1-24, B12498C–MR-1-1-6 (sangat kompak), B11598C-TB-4-1-1
dan untuk varietas pembanding antara lain : Inpago 5, Situpatenggang, dan Inpari
10. Sedangkan yang tidak bagus adalah galur TB155J-TB-MR-3-2 yang
19
Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai
Galur TB155J-TB-MR-3-2 memiliki panjang malai nyata lebih panjang
dibandingkan dengan varietas Inpari 10, tetapi tidak berbeda nyata dengan
galur-galur lain. Galur TB155J-TB-MR-3 menghasilkan jumlah gabah nyata lebih
banyak dibandingkan dengan varietas Ramces dan Inpari 10, tetapi tidak berbeda
nyata dengan galur-galur lain (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Galur terhadap Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai
Galur Panjang Malai (cm) Jumlah Gabah/Malai
B12493C –MR-11-4-4 28.43 ab 233.2 abc
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 30.13 ab 262.2 ab
TB155J-TB-MR-3 27.47 ab 276.2 a
TB155J-TB-MR-3-2 30.88 a 244.5 abc
B12476G-MR-20 28.28 ab 200.7 abc
B12825E-TB-1-24 28.15 ab 237.7 abc
B12498C–MR-1-1-6 28.17 ab 207.2 abc
B11598C-TB-4-1-1 29.15 ab 191.7 abc
Inpago 5 28.05 ab 238.0 abc
Situpatenggang 27.52 ab 206.2 abc
Ramces 29.72 ab 181.2 bc
pembanding yang diamati. Hal ini dikarenakan galur berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah gabah per malai, sedangkan cekaman kekeringan dan interaksi
cekaman kekeringan dengan galur tidak berpengaruh nyata pada analisis ragam.
Produktifitas merupakan fungsi dari panjang malai dan jumlah gabah per malai.
Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi.
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3,
bobot 100 gabah tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding (Tabel 7).
Tidak terdapat galur yang memiliki persentase gabah hampa nyata lebih tinggi
dari varietas pembanding.
Tabel 7. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi
Galur
Persentase Gabah
Hampa(%) Bobot 100 Gabah(g)
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 42.3 30.7 2.4010 2.7496
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 17.9 13.2 2.2716 2.3849
TB155J-TB-MR-3 30.0 12.4 2.4480 2.5404
Situpatenggang 24.6 20.6 2.3544 2.2890
Ramces 17.7 5.2 2.4906 2.6743
Inpari 10 16.9 15.2 2.4848 2.6058
Tukey (0.05) 10.0 0.3315
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Berdasarkan tabel pengaruh cekaman kekeringan terhadap persentase
gabah hampa dan bobot 100 gabah galur-galur padi dapat dilihat bahwa
persentase gabah hampa terkecil dimiliki oleh galur TB155J-TB-MR-3-2 sebesar
9 % dan untuk varietas pembanding Ramces sebesar 5,2 % (dalam keadaan
cekaman kekeringan). Sedangkan untuk bobot 100 gabah yang terbaik adalah
galur B12493C –MR-11-4-4 sebesar 2,7496 gram dan untuk varietas pembanding
Ramces sebesar 2,6743 gram (dalam keadaan cekaman kekeringan). Persentase
gabah hampa terbesar dimiliki oleh galur B12493C –MR-11-4-4 sebesar 30,7 %
(galur dengan bobot 100 gabah terbesar) dalam keadaan cekaman kekeringan.
Interaksi cekaman dan galur berpengaruh sangat nyata terhadap persentase gabah
hampa dan bobot 100 gabah. Cekaman kekeringan membuat proses pengisian
bulir padi terganggu, sehingga mempengaruhi persentase gabah hampa dan juga
bobot 100 gabah. Proses pengisian bulir membutuhkan air yang akan dibentuk
21
banyak. Apabila jumlah air tidak mencukupi, maka proses pengisian bulir tidak
akan terjadi. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara
lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya
pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,
1981).
Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi
Pada perlakuan kontrol, galur B12498C–MR-1-1-6 memiliki produktifitas
nyata lebih tinggi dibandingkan semua varietas pembanding. Galur
TB155J-TB-MR-3, dan galur B12498C–MR-1-1-6 mempunyai Bobot Gabah Kering Giling
(BGKG) dalam satuan ton per hektar yang berbeda nyata terhadap varietas
pembanding pada perlakuan kontrol. Pada perlakuan cekaman kekeringan, galur
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 memiliki produktifitas nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan semua varietas pembanding pada Bobot Gabah
Kering Giling (BGKG) dalam satuan ton per hektar. Galur-galur yang Bobot
Gabah Kering Giling (BGKG) dengan produktifitasnya lebih besar dari 8 ton/ha
baik pada kontrol atau pun cekaman kekeringan adalah
B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2, TB155J-TB-MR-3, B12825E-TB-1-2B11598C-TB-2-1-7-MR-4, dan B12498C–
MR-1-1-6 (Tabel 8). Hasil ini menunjukan bahwa galur yang sesuai ditanam pada
kondisi irigasi optimum berbeda dengan galur yang sesuai ditanam pada kondisi
cekaman kekeringan.
Interaksi cekaman kekeringan dengan galur berpengaruh sangat nyata
terhadap produktifitas Bobot Gabah Kering Giling (BGKG), sehingga apabila
terjadi stres tanaman padi akan memiliki BGKG yang sedikit. Kekeringan
mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular
tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi
bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya
stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada
kloroplas (Farooq et al., 2009). Pengurangan distribusi dan alokasi bahan kering,
pengurangan kapasitas fotosintesis dan pembatasan metabolisme bisa
menyebabkan BGKG berkurang, karena apabila alokasi bahan kering berkurang
maka BGKG yang termasuk dalam bahan kering juga akan berkurang. Dalam
karbondioksida membentuk karbohidrat atau padi yang disebut sebagai bahan
kering. Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan
hasil. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain
penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya
pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,
1981).
Tabel 8. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi
Galur BGKG (kg/25 m2) BGKG (ton/ha)
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 17.90 17.36 7.157 6.944
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 23.56 22.53 9.429 9.013
TB155J-TB-MR-3 24.90 21.66 9.952 8.672
Situpatenggang 19.23 14.20 7.701 5.685
Ramces 20.83 18.40 8.330 7.360
Inpari 10 23.13 20.66 9.248 8.266
Tukey (0.05) 1.11 0.449
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Potensi produktivitas galur toleran kekeringan hasil penelitian ini adalah
9.013 ton/ha (B11598C-TB-2-1-7-MR-4) pada kondisi kekeringan dan 11.686
ton/ha (B12498C–MR-1-1-6) pada kondisi optimum. Jika rata-rata produktivitas
padi sawah pada lahan petani adalah 3 ton/ha pada kondisi kekeringan dan 6
ton/ha pada kondisi optimum, maka hasil penelitian ini dapat meningkatkan
produktivitas padi sebesar 200 % pada kondisi kekeringan dan 95 % pada kondisi
ketersediaan air optimum. Peningkatan produktivitas ini akan berdampak pada
peningkatan produksi beras nasional, sehingga tidak memerlukan impor beras
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Galur toleran kekeringan sampai – 30 kPa yang produktifitasnya lebih
tinggi dari pada varietas pembanding adalah galur
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji
lanjut Tukey pada taraf 5%.
2. Galur toleran kekeringan sampai – 30 kPa yang produktifitasnya > 8
ton/ha adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2,
TB155J-TB-MR-3, B12825E-TB-1-24, dan B12498C–MR-1-1-6
berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut Tukey pada taraf 5%.
3. Galur yang sesuai untuk ditanam dengan irigasi optimum (kontrol) adalah
galur B12498C–MR-1-1-6 berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut
Tukey pada taraf 5%.
Saran
1. Pengujian pada lokasi lain perlu dilakukan untuk mendapatkan data
perbandingan terhadap galur-galur yang diuji.
2. Galur yang disarankan untuk digunakan petani adalah galur
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 untuk daerah yang sering mengalami kekeringan dan galur yang
sesuai untuk ditanam dengan irigasi optimum (kontrol) adalah galur
DAFTAR PUSTAKA
Abas, A. dan A. Abdurrachman. 1985. Effect of Water Management an Soil Tillage on Water Use Efficiency in Lowland Rice Cultivation in Cihea. West Java. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
Acuña T.L.B., H.R. Lafitte and L.J. Wade. 2008. Genotype × Environment
Interactions for Grain Yield of Upland Rice Backcross Lines in Diverse Hydrological Environments. Field Crops Research 108: 117-125.
Arnon, D. I. 1949. Cooper Enzymes in Isolated Chloroplast, Polyphenol Oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol. 33:93 – 136.
Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Produktivitas Produksi Tanaman Padi
Seluruh Provinsi. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. [ 03
November 2012].
Benavente, L. M., F. K. Teixeira, C. L. A. Kamei and M. M.Pinheiro. 2004. Salt stress induces altered expression of genes encoding antioxidant enzymes in seedlings of a Brazilian indica rice (Oryza sativa L.). Plant Science. (166 (2): 323 – 331.
Boonjung, H. and S. Fukai. 1996. Effects of Soil Water Deficit at Different Growth Stages on Rice Growth and Yield Under Upland Conditions. 2. Phenology, Biomass Production and Yield. Field Crops Research 48: 47-55.
Bouman, B.A.M, R.M. Lampayan, and T.P. Tuong. 2007. Water Management in Irrigated Rice: Coping with Water Scarcity. International Rice Research Institute. Los Banos. 54p.
Bouman, B.A.M. 2009. How much water does rice use?. Rice Today. 8 (2): 28-29.
Chandru, H. K., E. Kim, Y. Kuk, K. Cho, and O. Han. 2003. Kinetics of
wound-induced activation of antioxidative enzymes in Oryza sativa:
differential activation at different growth stages. Plant Science. 164 (6): 935 – 941.
Chang, T.T., B. Somrith, and J.C. O’Toole. 1979. Potential for improving drought
resistance in raifed lowland rice. In Rainfed Lowland Rice: Selected Papers
From 1978. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 149-164.
De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley and Sons. Singapore. 618p.
Demiral, T., and İ. Türkan. 2004. Does exogenous glycinebetaine affect
antioxidative system of rice seedlings under NaCl treatment? Journal of
25
Demiral T, and İ. Türkan. 2005. Comparative lipid peroxidation, antioxidant defense systems and proline content in roots of two rice cultivars differing
in salt tolerance . Environmental and Experimental Botany. 53 (3): 247 – Plant Science. 165 (1):85-93.
Farooq, M., A. Wahid, D.J. Lee, O. Ito, andK.H.M. Siddique. 2009. Advances in
drought resistance of rice.Critical Reviews in Plant Sciences.. 28(4): 199.
Farooq M., N. Kobayashi, O. Ito, A. Wahid and R. Serraj. 2010. Broader leaves result in better performance of indica rice under drought stress. J. of Plant Physiol. 167 (13): 1066-1075.
Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How rice responds to drought. In K. S. Fischer,
R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 32-36.
Gomez, K. A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Endang S. dan Justika S. B., Penerjemah). Universitas Indonesia Press. Jakarta.698 p.
Harn, C. E., Khayat and J. Daie. 1993. Expression dynamic of gene encoding key carbon metabolism enzyme during sink to source transition developing
leaves. Plant Cell Physiol. 34 (7): 1045 – 1053.
Heerden van, P. D. R., and H. J. G. Krüger. 2002. Separately and simultaneously induced dark chilling and drought stress effects on photosynthesis, proline accumulation and antioxidant metabolism in
soybean. Journal of Plant Physiology. 159 (10):1077 – 1086.
Hung, K. T., and C. H. Kao. 2004. Hydrogen peroxide is necessary for abscisic
acid-induced senescence of rice leaves . Journal of Plant Physiology. 161 (12): 1347 – 1357.
Iwamoto M., H. Higo, and K. Higo. 2004. Strong expression of the rice
catalase gene CatB promoter in protoplasts and roots of both a monocot and
Jackson P., M. Robertson, M. Cooper and G. Hammer. 1996. The role of physiological understanding in plant breeding; from a breeding perspective. Field Crops Research 49(1): 11-37.
Jennings, P. R., W. R. Coffman, and H. E. Kauffman. 1979. Rice Improvements. International Rice Research Institute. Los Banos. 186p.
Kawano N., E. Ella, O. Ito, Y. Yamauchi and K. Tanaka. 2002. Metabolic changes in rice seedlings with different submergence tolerance after desubmergence . Environmental and Experimental Botany. 47 (3): 195-203.
Kumar, R., A.K. Sarawgi, C. Ramos, S.T. Amarante, A.M. Ismail, and L.J. Wade. 2006. Partitioning of dry matter during drought stress in rainfed lowland rice. Field Crops Research 98: 1-11.
Lafitte, R. 2003. Managing water for kontrolled drought in breeding plots. In K. S.
Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 23-26.
Levit, J. 1972. Responses of Plant to Environmental Stress. Academic Press. New York. 570 p.
Lidon, F. C. and M. G. Teixeira. 2000. Oxy radicals production and kontrol in
the chloroplast of Mn-treated rice. Plant Science. 152 (1): 7 – 15.
Loss S.P. and K. H. M. Siddique. 1994. Morphological and Physiologic Traits Associated with Wheat Yield Increases in Mediterranea Environments. Advances Agronomy, Volume 52: 229-237.
Murty, K.S. and G. Ramakrishnawa. 1982. Shoot characteristics of rice for
drought resistance. In IRRI. Drought Resistance in Crops with Emphasis on
Rice. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 145-152.
Ngaro. 2007. Menanam Padi. http://ngraho.wordpress.com/2007/12/15/menanam-padi/. [ 17 Mei 2010].
Nguyen H.T., K.S. Fischer and S. Fukai. 2009. Physiological responses to
various water saving systems in rice. Field Crops Research 112 (2-3): 189-198.
Niwa, Y. and Y. Sasak. 2003. Plant self-defense mechanisms against oxidative
injury and protection of the forest by planting trees of triploids and
27
Ober E.S., M. Bloa, C.J.A. Clark, A. Royal, K. W. Jaggard and J.D. Pidgeon,
2005. Evaluation of physiological traits as indirect selection criteria for
drought tolerance in sugar beet. Field Crops Research, 91 (2-3):231-249.
Oukarroum A., S. E. Madidi, G. Schansker and R. J. Strasser. 2007. Probing the
responses of barley cultivars (Hordeum vulgare L.) by chlorophyll a
fluorescence OLKJIP under drought stress and re-watering. Environmental and Experimental Botany 60 (3): 438-446.
Pantuwan, G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul, and J.C. O’Toole. 2002.
Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to different types of
drought under rainfed lowlands Part 1. Grain yield and yield components. Field Crop Research 73: 153-168.
Pantuwan G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul and J. C. O’Toole. 2002.
Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to drought under rainfed
lowland: 3. Plant factors contributing to drought resistance. Field Crops Research 73 (2-3): 181-200.
Pasteur, N., G. Pasteur, F. Bonhomme, J. Catalan, and J. B. Davidian. 1988. Practical Isozyme Genetics. John Wiley & Sons. 215 p.
Ponnamperuma, F. N. 1976. Specific Soil Chemical Characteristics for Rice Production in Asia. IRRI Research Paper. Series no. 9. The International Rice Research Institute. Manila.
Saruyama, H. and M. Tanida . 1995. Effect of chilling on activated oxygen-scavenging enzymes in low temperature-sensitive and -tolerant cultivars of rice (Oryza sativa L.) . Plant Science. 109 (2): 105 – 113.
Serraj R., A. Kumar, K.L. McNally, I. Slamet-Loedin, R. Bruskiewich, R.
Mauleon, J. Cairns and R.J. Hijmans. 2009. Improvement of Drought
Resistance in Rice. Advances in Agron. 103: 41-99.
Shah, K., R. G. Kumar, S. Verma and R. S. Dubey. 2001. Effect of cadmium on
lipid peroxidation, superoxide anion generation and activities of antioxidant
enzymes in growing rice seedlings. Plant Science. 161 (6):1135 – 1144.
Shoichiro, N. 1976. Water Requirements and Their Determination. Symposium on Water Management in Rice Field. Tropical Agriculture Research Center Ministry of Agriculture and Forestry. Ibaraki. Series no. 9: 193-208.
Sulistyono, E., D. Sopandie, M. A. Chozin, dan Suwarno. 2007. Adaptasi padi gogo terhadap naungan: pendekatan morfologi dan fisiologi. Comm. Ag. 4 (2):62 – 67.
Vaidyanathan, H., P. Sivakumar, R. Chakrabarty and G. Thomas. 2003.
L.)—differential response in salt-tolerant and sensitive varieties . Plant
Science. 165(6): 1411 – 1418.
van Oosterom E.J., F. R. Bidinger and E. R. Weltzien. 2003. A yield architecture
framework to explain adaptation of pearl millet to environmental stress. Field Crops Research 80 (1): 33-56.
Verma, S. and R. S. Dubey. 2003. Lead toxicity induces lipid peroxidation and alters the activities of antioxidant enzymes in growing rice plants. Plant
Science. 164 (4): 645 – 655.
Wanga, F. Z., Q. B. Wang, S. Y. Kwon, S. S. Kwak and W. A. Su.. 2005. Enhanced drought tolerance of transgenic rice plants expressing a pea manganese superoxide dismutase. Journal of Plant Physiology. 162 (4):465-472.
Wijaya, E. 1996. Biometrik II: Anatomi dan Morfologi Daun, Batang dan Akar. Program Studi Biologi. FMIPA-IPB.
Woperies, M.C.S., M.J. Kropff, A.R. Maligaya, and T.P. Tuong. 1996. Drought-stress responses of two lowland rice cultivars to soil water status. Field Crop Research 46: 21-39.
31
Keterangan Layout Penelitian :
G1 : Galur B12493C –MR-11-4-4
G2 : Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4
G3 : Galur TB155J-TB-MR-3
G4 : Galur TB155J-TB-MR-3-2
G5 : Galur B12476G-MR-20
G6 : Galur B12498C–MR-1-1-6
G7 : Galur B12825E-TB-1-24
G8 : Galur B11598C-TB-4-1-1
P1 : Varietas Pembanding Inpago 5
P2 : Varietas Pembanding Situpatenggang
P3 : Varietas Pembanding Ramces
P4 : Varietas Pembanding Inpari 10
K : Kontrol (irigasi dengan genangan 2,5 cm)
Lampiran 2. Deskripsi Varietas Pembanding
Inpago 5
Varietas Padi - Padi Gogo
Asal persilangan :TB177E-TB-28-D-3/B10384E-MR-1-8-8//IR60080-
23///TB177E-TB-28-D-3/B10386E-KN-36-2//BL245
Kelompok :
Nomor Seleksi : B11338F-TB-26
Golongan : Cere (Indica)
Umur tanaman : 118 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 132 cm
Anakan produktif : 14 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Tidak Berwarna
Warna telinga
daun : Tidak Berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Miring
Daun bendera : Miring
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
33
Tahan terhadap blast (Pyricularia Oryzae)
Anjuran : Baik ditanam dilahan kering subur, lahan kering podsolik
merah kuning dengan tingkat keracunan alumunium sedang
Pemulia
: Erwina Lubis, Aris Hairmansis, B.Kustianto, Supartopo,
Suwarno
Peneliti : Santoso, Anggiani Nasution, Husin M.Toha
Teknisi : Sunaryo,Endang Suparman,A.Santika,Pantja H.Siwi,Subardi
Di lepas tahun : 2009
Inpari 10
Varietas Padi - Varietas Padi Sawah
Asal persilangan : S487b-75/2*IR19661//2*IR64
Kelompok :---
Nomor Seleksi : S3382-2d-Pn-4-1
Golongan : Cere
Umur tanaman : 108-116 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100-120 cm
Warna kaki : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Rata-rata produksi : 5,08 t/ha
Potensi hasil : 7,00 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama
: Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2
35
Anjuran : Dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau serta
baik
ditanam pada lahan sawah dengan sistem irigasi
berselang
5-7 hari sekali
Pemulia : Z.A. Simanulang, Nafisah, Atito D, Idris Hadade,
AA.Daradjat, Bambang Suprihatno dan M.Yamin
Samaullah
Peneliti : Triny Sk, Didik Harnowo, Didiek Setiobudi
Teknisi : Thoyib S Maaruf, Yahya, Holil, Suwarsa, Maman
Suherman, Karmita, Abd. Rauf Serry, Amirudin
Manrapi
Di lepas tahun : 2009
Situpatenggang
Varietas Padi - Padi Gogo
Asal persilangan : Kartuna / TB47H-MR-10
Kelompok :
Nomor Seleksi : BP1153C-9-12
Golongan : Cere (Indica)
Umur tanaman : 110-120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100-110 cm
Anakan produktif : 110-11batang
Warna kaki : Ungu tua
Warna batang : Hijau tua
Warna telinga
Warna lidah daun : Ungu
Warna daun : Hijau, tepi daun tua berkilau ungu
Permukaan daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan halus
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Menyudut 35-50 derajat
Bentuk gabah : Agak gemuk
Anjuran : Lahan kering musim hujan, tumpangsari,
lahan tipe tanah Aluvial dan Podsolik
ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl
Pemulia
Teknisi : U. Sujanang, Karmita, Meru dan Sukarno
37
Ramces
No. Aksesi : 3081
No. Aksesi KNPN : IDN-02-OSAT-3081
Nama Aksesi : Ramces
Negara Asal : Indonesia
Kecamatan Asal : Luhak
Kabupaten Asal : Lima Puluh Kota
Provinsi : Sumatera Barat
Warna Batang : Ungu
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan
penelitian
Persemaian padi
Persiapan lahan
Penanaman
Kondisi kekeringan dan tensiometer
Kondisi lingkungan sawah
39
Lampiran 4. Foto-foto Galur Padi
dan Varietas Pembanding
Galur B12493C –MR-11-4-4
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4
Galur TB155J-TB-MR-3
Galur B12476G-MR-20
Galur B12498C–MR-1-1-6
Galur B12825E-TB-1-24
41
Varietas Pembanding Inpago 5
Varietas Pembanding
Situpatenggang
Varietas Pembanding Ramces