• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya hasil pendahuluan galur-galur dihaploid padi (Oryza sativa) sawah berumur genjah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji daya hasil pendahuluan galur-galur dihaploid padi (Oryza sativa) sawah berumur genjah"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI

(

Oryza sativa

) SAWAH BERUMUR GENJAH

MEYRINDA RIZQILLAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Berumur Genjah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Meyrinda Rizqillah NIM A24090045

(4)

ABSTRAK

MEYRINDA RIZQILLAH. Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Berumur Genjah. Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO.

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil galur-galur padi sawah dihaploid berumur genjah dari kultur antera dan dua varietas kontrol yaitu Inpari 13 dan Inpari 19. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman generatif, tinggi runduk, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, diameter batang, panjang ruas batang, rasio tinggi tanaman dengan diameter batang, umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total, persentase gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot 1 000 butir gabah dan hasil gabah per petak. Produktivitas galur-galur yang diuji tidak lebih tinggi dibandingkan dua varietas pembanding. Semua variabel berpengaruh sangat nyata. Galur C41 (4.77 ton/ha), C42 (4.43 ton/ha), dan C49 (4.91 ton/ha) memiliki produktivitas yang sama dengan dua varietas pembanding yaitu varietas Inpari 13 (5.17 ton/ha) dan varietas Inpari 19 (5.07 ton/ha).

Kata kunci: Dihaploid, Padi sawah berumur genjah , Uji daya hasil

ABSTRACT

MEYRINDA RIZQILLAH. Yield Trial of Doubled Haploid Lines of Early Maturity Rice (Oryza sativa L.). Supervised by BAMBANG S PURWOKO.

An experiment was conducted in Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor. The objective of the research was to evaluate yield components and yield of doubled haploid lines obtained from anther culture and two cultivars as control, i.e. Inpari 13 and Inpari 19. The experiment was arranged in a completely randomized block design with three replications. The variable observed were height at vegetative stage, height at generative stage, natural height bended panicle, number of tiller, number of productive tiller, diameter of stem, internode length, ratio of height and stem diameter, time of heading, time of ripening, length of panicle, number of filled grain, number of empty grain, number of total spikelet on panicle, the percentage of filled grain, the percentage of empty grain, seed index, and grain yield. All variables were statistically significant. The lines C41(4.77 ton/ha), C42 (4.43 ton/ha), C49 (4.91 ton/ha) gave productivity equals to two cultivars as control, i.e. Inpari 13 (5.17 ton/ha) dan Inpari 19 (5.07 ton/ha).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI

(

Oryza sativa

) SAWAH BERUMUR GENJAH

MEYRINDA RIZQILLAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Berumur Genjah

Nama : Meyrinda Rizqillah NIM : A24090045

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan menulis skripsi dengan judul “Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Berumur Genjah”.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama :

1. Mama, papa dan ketiga adik saya yaitu Zany, Firly, dan Billy yang saya cintai dan banggakan yang selalu mendoakan serta memberikan arahan dalam meniti kehidupan.

2. Bapak Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap penulis selama kegiatan perkuliahan, melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Ibu Dr Ir Iswari S Dewi yang telah memberikan bahan penelitian dan

masukan selama persiapan dan pelaksanaan penelitian.

4. Staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

5. Teknisi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Padi dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) yang telah membantu proses penelitian.

6. Program Beasiswa BUMN yang telah memberikan bantuan beasiswa selama perkuliahan.

7. Gusmen, Ica, Ifan Tanoto, dan teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 46 yang membantu dalam proses penelitian. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan di bidang pertanian Indonesia.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA... 2

Botani dan Morfologi Padi 2

Budi Daya Padi Sawah 2

Pemuliaan Padi 4

Pemanfaatan Kultur Antera dalam Pengembangan Padi 5

Uji Daya Hasil 6

BAHAN DAN METODE ... 8

Tempat dan Waktu 8

Bahan dan Alat 8

Metode Percobaan 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Kondisi Umum 11

Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid 12

Komponen Pertumbuhan Tanaman 13

KESIMPULAN DAN SARAN ... 21 DAFTAR PUSTAKA ... 21

LAMPIRAN 25

(10)

DAFTAR TABEL

1 Daftar galur-galur padi sawah hasil kulur antera yang diuji 8 2 Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur

dihaploid hasil kultur antera 12

3 Hasil rataan tinggi tanaman vegetatif, generatif, dan runduk 13 4 Hasil rataan jumlah anakan total dan produktif 14 5 Hasil rataan diameter batang, panjang ruas batang, dan rasio tinggi

tanaman dengan diameter batang 15

6 Hasil rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian 17 7 Hasil rataan panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah bernas,

dan jumlah gabah hampa 18

8 Hasil rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000

butir, dan produktivitas 19

DAFTAR GAMBAR

1 Penampilan galur C41 (kiri) dan C49 (kanan) pada saat berbunga 50% 17 2 Penampilan galur C42 pada saat proses pengisian biji 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas Inpari 13 25

2 Deskripsi varietas Inpari 19 26

3 Sidik ragam beberapa karakter galur-galur 27

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan sumber pangan utama penduduk Indonesia. Peningkatan produksi perlu dilakukan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Penyusutan lahan menjadi persoalan utama untuk peningkatan produksi pangan di Indonesia. Faktor utama yang mendukung peningkatan produksi padi adalah penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama, penyakit, dan cekaman abiotik (Siwi dan Kartowinoto 1993). Varietas padi sawah yang dikembangkan perlu memiliki sifat antara lain produktivitas tinggi, mampu mengatasi cekaman biotik dan abiotik, tahan terhadap hama dan penyakit, rasa nasi yang disukai konsumen, memiliki kandungan gizi yang baik dan berumur genjah (Suhendrata 2008).

Perubahan iklim berpengaruh terhadap kenaikan frekuensi maupun intensitas keadaan cuaca ekstrim, perubahan pola tanam, serta peningkatan suhu dan permukaan air. Dalam subsektor pertanian, tanaman pangan paling rentan terhadap perubahan iklim yaitu relatif sensitif terhadap cekaman kelebihan dan kekurangan air (Surmaini et al. 2010). Dampak yang dikhawatirkan dari perubahan iklim antara lain menurunnya produksi dan kualitas hasil pertanian. Perkembangan hama dan penyakit tanaman juga dipengaruhi oleh perubahan iklim. Dalam menghadapi perubahan iklim, untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi padi, diarahkan untuk mendapatkan varietas padi berumur genjah. Kondisi iklim yang ekstrim seperti banjir dan kekeringan menjadi pembatas utama dalam budi daya padi. Varietas padi berumur genjah diperlukan dalam menghadapi kondisi kekeringan sehingga sebelum memasuki musim kemarau periode kritis dalam pertumbuhan padi telah terlewati. Diperlukan varietas yang berumur genjah untuk mendukung pola tanam. Varietas padi berumur genjah merupakan varietas yang diinginkan oleh petani sehingga frekuensi panen dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan ketersediaan air. Varietas berumur genjah memungkinkan petani menaman padi dua atau tiga kali dalam setahun sehingga petani dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan.

(12)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil galur padi sawah dihaploid berumur genjah dan mendapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi.

Hipotesis

Terdapat satu atau lebih galur berumur genjah yang mempunyai produktivitas lebih tinggi atau sama dengan varietas pembandingnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek pada pangkal batang dan ruas kedua, ketiga, dan seterusnya lebih panjang dibanding ruas sebelumnya. Padi termasuk tanaman yang berakar serabut. Akar primer tumbuh pada saat perkecambahan yang kemudian digantikan dengan akar adventif (Siregar 1981).

Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu vegetatif, reproduktif dan pematangan. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot, dan luas daun. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas tanaman, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan. Inisiasi promodia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang berlanjut hingga berbunga (Makarim dan Suhartatik 2009). Pembungaan adalah stadia keluarnya malai sedangkan antesis mulai bila benang sari bunga paling ujung pada tiap cabang malai telah keluar. Setelah antesis, spikelet memasuki fase pemasakan yang terdiri atas masak susu, masak tepung, menguning, dan masak panen. Fase pemasakan ditandai dengan menuanya daun dan pertumbuhan biji, yaitu bertambah ukuran biji, bobot, dan perubahan warna (Taslim et al. 1993). Di daerah tropika lama fase reproduktif umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari (Makarim dan Suhartatik 2009).

Budi Daya Padi Sawah

(13)

3 kalender tanam yang telah diterbitkan oleh Kementrian Pertanian (Surmaini et al. 2010).

Pengolahan tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil padi selain pemupukan, pengairan yang cukup dan pengendalian hama dan penyakit. Tujuan pengolahan tanah adalah mengendalikan gulma secara efektif, memperbaiki tata udara yang penting untuk perkembangan akar padi, mencampur bahan organik tanah, dan mencampur lapisan olah tanah sebelah atas dan bawah sehingga menyeragamkan kesuburan tanah (Taslim et al. 1993). Pengolahan tanah sawah meliputi tiga fase yaitu penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air, membajak yaitu awal pemecahan bongkah dan membalik tanah, dan menggaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah dengan air (De Datta 1981).

Persiapan bibit sebelum tanam padi sawah dapat menggunakan dua metode yaitu persemaian basah dan persemaian kering. Persiapan semai basah terdiri atas membuat persemaian, merendam benih, memeram benih, menabur benih, dan memelihara persemaian (Deptan Satuan Pengendali Bimas 1983). Benih bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air bersih dan kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Pemeraman dalam karung dilakukan selama 48 jam dan kondisi dijaga kelembabannya dengan cara membasahi karung dengan air. Luas persemaian sebaiknya 4% dari luas tanam. Lebar bedengan pembibitan 1.0-1.2 m dan diberi campuran pupuk kandang, serbuk kayu, dan abu sebanyak 2 kgm-2. Penambahan ini memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar dapat dikurangi. Antar bedengan dibuat parit sedalam 25-30 cm (BB2TP 2008b). Persemaian basah dibuat pada lahan yang berair (macak-macak). Persemaian kering dilakukan dengan menebar benih di atas bahan yang terbuat dari plastik atau bahan lain yang diairi secara teratur. Benih dapat pula ditempatkan pada kotak kayu, kotak plastik atau besek bambu (Kadir dan Guswara 2008).

Tanam merupakan awal kegiatan yang menentukan tingkat keberhasilan. Pemilihan bibit tanaman dan saat di persemaian sampai persiapan tanam penting diperhatikan. Bibit tanaman harus sehat, vigorus, dan tepat umur. Pemilihan jarak tanam merupakan faktor produksi yang penting. Jarak tanam yang optimum tergantung dari kesuburan tanah, varietas, dan dosis pupuk yang akan digunakan (BB Padi 2011).

Pemupukan adalah penambahan satu atau beberapa unsur hara tanaman yang tersedia atau dapat tersedia ke dalam tanah atau tanaman untuk meningkatkan dan atau mempertahankan kesuburan tanah untuk mencapai sasaran hasil (Taslim et al. 1993). Aplikasi pupuk sebagai sumber unsur hara bertujuan mencukupi kebutuhan hara tanaman dan menambahkan kekurangan hara yang berasal dari tanah. Prinsip aplikasi pupuk adalah mengoptimalkan pemanfaatan hara dari dalam tanah maupun berasal dari pupuk secara efektif dan efisien dengan meminimalkan cemaran zat kimia beracun berasal dari pupuk terhadap air dan lingkungan serta memelihara keberlanjuan produksi (BB Padi 2011).

Gulma yang tumbuh di antara tanaman akan merugikan karena berkompetisi dengan tanaman dalam mendapatkan sinar matahari, air, dan hara. Gulma dapat dikendalikan dengan beberapa cara yaitu manual dengan tangan, mekanis dengan landak lokal atau landak ganda, biologis, dan kimiawi dengan herbisida (Taslim et al. 1993).

(14)

4

acuta), dan hawar daun bakteri atau kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae), penyakit blast (Pyricularia oryzae) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2011a). Beberapa hama dan penyakit lain yang menyerang padi adalah wereng hijau, kepinding tanah, ganjur, hama putih, ulat grayak, burung, bakteri daun bergaris (Xanthomonas campestris pv oryzicola), hawar pelepah, busuk batang, bercak coklat (Helminthosporium oryzae), bercak Cercospora (Cercospora oryzae), tungro, dan lain-lain (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2011b).

Pemuliaan Padi

Program pemuliaan tanaman pangan untuk menghasilkan varietas unggul baru dengan produktivitas dan stabilitas hasil tinggi selalu membutuhkan sumber-sumber gen dari sifat-sifat tanaman yang mendukung tujuan tersebut. Sifat-sifat yang diinginkan antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik terhadap kondisi lingkungan suboptimal, tahan terhadap hama dan penyakit utama, umur lebih pendek (genjah), kandungan dan kualitas gizi yang lebih baik (Chang 1979). Varietas unggul adalah varietas yang mempunyai sifat-sifat yang lebih dibandingkan sifat yang dimiliki varietas lainnya. Sifat yang unggul berupa ketahanan terhadap rebah, mutu beras yang lebih baik, dan rasa yang lebih enak (Siregar 1981).

Pemuliaan tanaman adalah metode secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat untuk manusia (Makmur 1992). Pemuliaan tanaman padi diartikan sebagai seleksi tanaman padi yaitu memilih satu atau dua galur varietas yang terunggul dari varietas-varietas yang disediakan alam (Siregar 1981). Metode pemuliaan untuk tanaman menyerbuk sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu seleksi galur murni, seleksi massa, dan hibridisasi. Hibridisasi yang selanjutnya bersegrasi pada turunan berikutnya dapat dimuliakan dengan metode pedigree, bulk, dan silang balik (Allard 1960).

Pemuliaan konvensional dengan metode pedigree adalah penanganan populasi segregasi paling sukses menuju keberhasilan (Allard 1960). Metode pedigree sangat efektif dalam pemilihan tanaman yang memiliki sifat dengan heritabilitas tinggi seperti umur, tinggi tanaman, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Seluruh keragaman genetik yang timbul pada F2 diamati dengan cermat dan dipilih hanya tanaman-tanaman yang menonjol pertumbuhannya. Pemilihan pada generasi-generasi berikutnya (F3-F6) selalu berdasarkan penampilan di lapangan dan data laboratorium untuk masing-masing galur. Keberhasilan metode pedigree perlu didukung oleh tenaga staf yang cukup terampil dan ketersediaan fasilitas. Metode pedigree lazim digunakan pada lembaga-lembaga penelitian internasional seperti IRRI, CIAT, dan IITA (Harahap dan Silitonga 1993).

(15)

5 ratusan sampai ribuan. Biji yang dipanen akan dijadikan benih untuk generasi selanjutnya. Proses F2 diulang sampai 6-8 musim untuk memperoleh proporsi homosigositas cukup besar pada populasi dan dilakukan seleksi secara individual. Biji tanaman yang terseleksi ditanam dalam barisan atau petakan. Setelah itu dilanjutkan seleksi individual sehingga diperoleh galur yang diharapkan. Galur harapan diuji di beberapa lokasi dan musim untuk mengetahui daya adaptasinya (Poespodarsono 1988).

Seleksi pada populasi bersegregasi dapat dilakukan dengan metode single seed descend untuk mendapatkan galur homozigos. Metode single seed descend dilakukan di lahan, rumah kaca, dan ruang tumbuh. Terdapat tujuh tahap yang dinamakan dengan metode acak yaitu melakukan persilangan dan menumbuhan F1, menanam benih F2 di bawah kondisi yang menguntungkan dan menyimpan benih. Dari masing-masing tanaman F2 diambil satu benih untuk diteruskan ke F3, mengikuti prosedur metode acak sampai generasi F6, panen benih F7 per tanaman, tanam dalam baris dan dilakukan seleksi. Benih F8 dari tanaman terpilih ditanam dan diamati untuk uji daya hasil (Jensen 1988). Kekhasan dari metode single seed descend ialah pengambilan satu biji dari satu tanaman, tidak dilakukan seleksi pada tahap awal dan seleksi dilakukan pada tahap F5, dan metode ini merupakan modifikasi dari metode seleksi bulk karena terdapat permasalahan dari metode bulk yaitu membutuhkan lahan yang luas untuk penanaman (Poespodarsono 1988).

Pemanfaatan Kultur Antera dalam Pengembangan Padi

Bioteknologi adalah penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan rekayasa dalam pengelolaan bahan dengan memanfaatkan agensia jasad hidup dan komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam perkembangannya saat ini ditemukan berbagai macam teknologi seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinasi DNA, kloning dan lain-lain (Yuwono 2008).

(16)

6

bunga fase bunting dan sesuai dengan kriteria eksplan (Sasmita 2008, Dewi dan Purwoko 2011).

Prosedur produksi haploid androgenik pada tahap pertama yaitu persiapan eksplan yang terdiri atas mempersiapkan sumber eksplan padi berupa tanaman yang mencapai fase buting di rumah kaca. Malai yang masih berada di dalam selubung setelah dicuci bersih kemudian dibungkus aluminium foil yang dilapisi dengan kertas tisu. Dilakukan penyimpan selama 8-10 hari dalam ruang gelap bersuhu 5 ºC. Tahap kedua, sterilitas eksplan yaitu malai dengan spikelet yang panjang antera dan filamennya tidak melebihi 1/2 panjang spikelet dipilih yang berwarna kuning kehijauan. Dalam laminar flow cabinet malai yang terpilih disterilkan dengan 10-20% pemutih komersial yang mengandung 5.24% NaOCl, selama 20 menit sebelum dicuci dengan air steril 2 x 5 menit. Tahap ketiga, spikelet yang sudah steril dipotong menjadi 1/3 dari pangkalnya dan dikumpulkan dalam cawan petri steril. Spikelet diketukkan pada cawan petri 100 x 15 mm yang sudah berisi 25 ml media induksi kalus. Densitas antera ialah 150 antera per cawan petri. Inokulasi eksplan dilakukan dalam laminar flow cabinet. Kultur diinkubasi di ruang gelap bersuhu 25 ± 2 ºC untuk menginduksi keluarnya kalus yang berasal dari butir sari di dalam antera. Dalam jangka waktu 3-8 minggu kalus sudah terbentuk dipindahkan ke dalam botol kultur yang sudah berisi 25 ml media regenerasi. Tanaman hijau yang tumbuh dan sudah mencapai 3-5 cm dipindahkan ke dalam tabung kultur berisi 15 ml media perakaran. Setelah akar tumbuh sempurna, tanaman siap untuk diaklimatisasi. Tahap terakhir ialah aklimatisasi, aklimatisasi pertama dilakukan dengan menamam tanaman (plantlet) hasil kultur antera di dalam tabung reaksi berisi air steril setelah sebelumnya akar dipotong sedikit untuk merangsang munculnya akar-akar baru. Aklimatisasi kedua, yaitu dengan memindahkan tanaman ke bak persemaian berisi tanah lumpur. Satu minggu setelah aklimatisasi kedua, tanaman dipindah ke ember berisi lumpur yang telah dipupuk NPK sesuai standar (Dewi dan Purwoko 2011).

Keuntungan teknik kultur antera diantaranya adalah memperpendek siklus pemuliaan dengan memperoleh homozigositas secara cepat, menambah efisiensi seleksi, memperluas variabilitas genetik melalui produksi variasi gametoklonal, mempercepat terekspresinya gen resesif, menyediakan sumber benih homozigos, dan menghemat waktu, biaya, dan tenaga (Dewi dan Purwoko 2001).

Di Indonesia, pembentukan galur-galur padi harapan melalui kultur antera telah berhasil diantaranya padi gogo toleran naungan (Sasmita et al. 2002), padi hibrida toleran wereng batang coklat dan hawar daun bakteri (Dewi et al. 2007), padi indica toleran alumunium (Dewi et al. 2006), padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru (Herawati et al. 2009), dan padi gogo tenggang aluminium dan tahan blas (Bakhtiar et al. 2007).

Uji Daya Hasil

(17)

7 sejenis (Poespodarsono 1988). Uji multilokasi bertujuan untuk melihat stabilitas dan adaptabilitas tanaman di berbagai lokasi, dan selanjutnya galur yang stabil dan beradaptasi baik dapat dilepas sebagai varietas unggul baru dengan karakter-karakter yang dikehendaki (Nasir 2001).

Menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 61 tahun 2011 tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas bahwa materi genetik bahan uji adaptasi adalah benih dari calon varietas yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji keunggulannya dapat berbentuk galur, mutant, hibrida, transgenik, bersari bebas (OP) yang berasal dari hasil pemuliaan di dalam negeri atau introduksi. Pemilihan lokasi uji adaptasi merupakan wilayah agroekologi yang paling sesuai untuk budi daya jenis tanaman yang bersangkutan dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentra produksi komoditas yang bersangkutan. Uji adaptasi pada padi sawah dilakukan dengan total unit 16 yaitu di 16 lokasi dalam satu musim atau delapan lokasi yg sama di dua musim. Uji adaptasi dilakukan oleh penyelenggara pemuliaan atau institusi lain (Kementan 2011).

Usulan pelepasan varietas dievaluasi dan dinilai oleh Tim Penilai dan Pelepas Varietas (TP2V). Hasil evaluasi dan penilaian TP2V disampaikan kepada Ketua Badan Benih Nasional (BBN) sebagai bahan pertimbangan usulan pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian. Evaluasi dan penilaian oleh TP2V dilakukan terhadap keunggulan dan kesesuaian calon varietas yang akan dilepas. Keunggulan antara lain adalah daya hasil, ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama, ketahanan terhadap cekaman lingkungan, kecepatan berproduksi, mutu hasil tinggi dan atau ketahanan simpan, toleransi benih terhadap kerusakan mekanis, tipe tanaman yang keindahan dan atau nilai ekonomis, harus mempunyai perakaran yang kuat, dan ketahanan terhadap hama atau penyakit akar dan kompatibilitas. Kesesuaian antara lain meliputi sejarah, kebenaran silsilah, deskripsi dan metoda pemuliaan (Kementan 2011).

(18)

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Padi, Bogor, Jawa Barat pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 13 galur padi hasil kultur antera dan dua varietas pembanding yaitu Inpari 13 dan Inpari 19. Bahan yang digunakan untuk percobaan ini adalah galur-galur dihaploid (Tabel 1). Pupuk yang digunakan adalah Urea 300 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Alat yang dibutuhkan yaitu alat-alat pengolahan tanah, meteran, dan timbangan digital. Deskripsi varietas Inpari 13 dan Inpari 19 disajikan pada Lampiran 1 dan 2.

Tabel 1 Daftar galur-galur padi sawah hasil kulur antera yang diuji Kode Galur Nama Galur Asal Persilangan

C37 SRD-3-1-4 Srijaya x Dodokan

C38 SRD-3-1-5 Srijaya x Dodokan

C39 SRD-3-1-7 Srijaya x Dodokan

C40 SRD-3-1-8 Srijaya x Dodokan

C41 SRD-4-1-2 Srijaya x Dodokan

C42 SRD-26-1-1 Srijaya x Dodokan

C43 SRD-40-1-1 Srijaya x Dodokan

C44 SRD-40-1-2 Srijaya x Dodokan

C45 SRD-5-1-2 Srijaya x Dodokan

C46 SRD-5-1-3 Srijaya x Dodokan

C47 NTI-18-1-1 Neu Teu x Inpari 13

C48 NTI-22-2-1 Neu Teu x Inpari 13

(19)

9 Metode Percobaan

Perlakuan disusun menurut Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktor Tunggal (RKLT) dengan tiga ulangan menggunakan 13 galur padi serta dua varietas pembanding sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Luas lahan yang digunakan adalah ±405 m2. Setiap ulangan terdiri atas 15 satuan petak percobaan masing-masing berukuran 3 m x 3 m. Model yang dilakukan pada rancangan tersebut adalah (Gomez dan Gomes 1995) :

Yij = µ + αi + βj+ εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan hasil ke-i kelompok ke-j

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan ke i, i = 1, 2, 3, ….. 15 βj = pengaruh kelompok ke j, j = 1, 2, 3

εij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke i dan kelompok ke j

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5%. Jika uji F berpengaruh nyata maka nilai tengah diuji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf nyata 5%. Sidik ragam disajikan pada Lampiran 3. Data iklim disajikan pada Lampiran 4.

Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan

Pelaksanaan percobaan dilakukan pada sawah yang beririgasi. Lahan percobaan dengan luas terpakai seluruhnya sekitar 405 m2 dengan luas setiap plot 3 m x 3 m terdiri atas 15 plot perlakuan dengan tiga ulangan. Satuan percobaan yang digunakan sebanyak 45 petak.

Penyemaian

Benih disemai pada bak yang ditempatkan di rumah kaca. Penyiraman dilakukan pada saat pagi dan sore. Persemaian dipupuk NPK dengan 60 g/m2. Bibit hasil persemaian dipindah tanam (transplanting) setelah berumur 22 hari ke sawah yang telah diolah sebelumnya.

Penanaman

Jarak tanam yang digunakan adalah jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan tiga bibit per lubang tanam. Di luar percobaan ditanam empat baris varietas Sidenok. Pemeliharaan

(20)

10

tanam (HST) dengan 1/3 dosis, dan pada saat tanaman berumur 49 HST dengan 1/3 dosis. Pupuk SP-36 diberikan sebanyak dua kali yaitu 1/2 dosis pada saat tanam dan 28 HST. Pupuk KCl diberikan sebanyak dua kali yaitu 1/2 dosis pada saat tanam dan 49 HST. Furadan diberikan pada saat tanam dan 49 HST. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai tingkat serangan. Pengendalian hama burung dilakukan dengan cara memasang jaring di sekeliling lokasi percobaan.

Panen

Sawah dikeringkan seminggu sebelum padi dipanen. Kondisi siap untuk dipanen ditandai dengan 80% bulir–bulir padi telah menguning. Cara pemanenan dapat dilakukan dengan memotong pangkal batang. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap komponen produksi dan produksi.

Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap :

A. Pengamatan pada masing-masing tanaman contoh, yaitu dengan mengambil lima tanaman contoh secara acak pada setiap ulangan. Selain pengamatan vegetatif, semua pengamatan dilakukan pada saat panen. Peubah-peubah yang diamati antara lain :

1. Tinggi tanaman vegetatif diamati dari pangkal tanaman sampai ujung daun terpanjang yang diamati 45 HST.

2. Tinggi tanaman generatif diamati dari pangkal tanaman sampai malai terpanjang yang diamati menjelang panen.

3. Tinggi tanaman runduk diamati dari pangkal sampai titik merunduknya tanaman diamati pada saat panen.

4. Jumlah anakan vegetatif diamati 45 HST dan anakan produktif menjelang panen.

5. Diameter batang (mm), rata-rata pengukuran dari kedua bagian batang yang diukur lima cm di atas permukaan tanah pada saat panen.

6. Panjang ruas batang (cm), diukur pada buku ke dua dari bawah.

7. Rasio antara tinggi tanaman dengan diameter batang, dilakukan dengan membandingkan antara tinggi tanaman generatif dengan diameter batang.

8. Panjang malai (cm), diukur dari leher sampai ujung malai.

9. Jumlah gabah isi, dihitung berdasarkan gabah yang berisi penuh atau lebih dari 50% terisi.

10.Jumlah gabah hampa, dihitung berdasarkan gabah yang terisi kurang dari 50%.

11.Jumlah total gabah per malai dengan menghitung gabah isi dan gabah hampa dari lima malai dalam satu rumpun.

12.Bobot per 1 000 butir (g), yaitu penimbangan dari perhitungan bulir padi yang terisi penuh dengan kadar air 14%.

(21)

11 14.Persentase gabah hampa (%), dilakukan dengan membandingkan antara jumlah gabah hampa per malai dengan jumlah gabah total per malai x 100.

15.Perhitungan produktivitas tanaman dihitung berdasarkan petak bersih. Produktivitas berdasarkan petak bersih (Subrata dan Kusmana 2003) dengan ukuran petak bersih 2.5 m x 2.5 m dengan rumus hasil (ton/ha) = ((10 000/1 000) x (6.25 m2 x hasil gabah kering 14% per petak (kg)). B. Pengamatan pada setiap unit percobaan

1. Umur berbunga, yaitu pada saat 50% tanaman telah berbunga dalam satuan petak percobaan.

2. Umur panen, yaitu dihitung saat semai sampai 80% malai telah menguning.

3. Hama, penyakit, dan gulma pada setiap fase pertumbuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu ditanami padi. Penanaman bibit padi menggunakan tiga bibit per lubang. Pemberian border empat baris tanaman berfungsi sebagai penghalang keong memakan galur tanaman. Pada masa vegetatif terdapat hama keong yang menyerang tanaman. Serangan tertinggi pada petakan yang berdekatan dengan sumber pemasukan air yaitu C38 ulangan 1, C45 ulangan 1, C39 ulangan 2, dan C37 ulangan 2. Hama keong dikendalikan secara kimiawi dengan menebar moluskisida berbahan aktif saponin, secara manual dengan pembuangan telur dan keong, dan secara kultur teknis dengan pengeringan sawah. Penyulaman tanaman akibat serangan keong dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST. Tanaman juga terserang hama belalang (Valanga nigricornis). Belalang ini hingga memakan daun sehingga menyebabkan daun berlubang. Belalang ini diatasi secara kimia dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif fipronil.

(22)

12

penelitian ialah Cyperus iria, Limnocharis flava, Ludwigia octovalvis, Portulaca oreacea, dan Echinochloa crus-galli.

Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid

Karakter agronomi yang diamati sebanyak 18 karakter (Tabel 2). Pengujian sidik ragam dilakukan terhadap genotipe-genotipe galur padi yang diuji (Lampiran 3). Hasil sidik ragam diperoleh genotipe galur-galur yang diuji berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati.

Koefisien keragaman (KK) yang diperoleh apabila lebih dari 20 % maka ditransformasikan (Sastrosupadi 2000). Koefisien keragaman pada jumlah gabah hampa sebesar 22.65 ditransformasi logaritma menjadi 7.04. Koefisien keragaman pada persen gabah hampa sebesar 22.00 ditransformasi Arc Sin menjadi 12.84. Koefisien keragaman ditransformasikan untuk memperoleh tingkat kehomogenan yang lebih tinggi dan nilai koefisien keragaman yang lebih kecil.

Tabel 2 Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur dihaploid hasil kultur antera

No Karakter F Hitung Koefisien Keragaman 1 Tinggi tanaman fase vegetatif 3.39 ** 8.56

2 Tinggi tanaman fase generatif 24.65 ** 4.25

3 Tinggi runduk 5.22 ** 6.28

4 Jumlah anakan total 3.30 ** 11.23 5 Jumlah anakan produktif 8.60 ** 9.02

6 Diameter batang 28.93 ** 5.32

7 Panjang ruas batang 30.95 ** 5.20 8 Rasio tinggi tanaman dengan

diameter batang

26.22 ** 8.53

9 Umur berbunga 520.76 ** 0.47

10 Umur panen 12.53 ** 1.30

11 Panjang malai 2.79 ** 6.12

12 Jumlah gabah isi 12.06 ** 12.67 13 Jumlah gabah hampa 5.53 ** 7.04 y) 14 Jumlah total gabah per malai 11.73 ** 8.73 15 Bobot 1 000 butir 32.08 ** 3.17

16 Persen gabah isi 6.65 ** 10.48

17 Persen gabah hampa 6.76 ** 12.84 z) 18 Produktivitas tanaman 7.98 ** 10.89

(23)

13 Komponen Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tanaman

Genotipe-genotipe tinggi tanaman padi berpengaruh sangat nyata terhadap pada tinggi tanaman vegetatif dan tinggi tanaman generatif. Rata-rata tinggi tanaman pada fase vegetatif berkisar 79-103 cm. Tinggi tanaman generatif galur C37, C39, C40, C43, C44, dan C47 berbeda nyata dengan pembanding varietas Inpari 13. Galur C43 dan C44 berbeda nyata dengan pembanding varietas Inpari 19.

Tabel 3 Hasil rataan tinggi tanaman vegetatif, generatif, dan runduk Galur/Varietas Tinggi tanaman

C37 102.12 ab 133.23 a 90.60 a

C38 91.20 abcde 128.37 ab 82.86 ab

C39 100.19 abc 133.49 a 85.53 a

C40 98.23 abcd 134.73 a 84.80 a

C41 89.55 abcde 119.43 c 87.80 a

C42 89.63 abcde 109.11 de 81.47 abc

C43 103.44 a 115.95 cd 83.47 ab

C44 102.64 a 123.17 bc 88.93 a

C45 82.03 e 94.27 f 69.47 d

C46 84.00 de 97.33 f 73.00 cd

C47 101.61 ab 119.84 bc 90.47 a

C48 85.84 cde 96.67 f 72.60 cd

C49 86.01 cde 100.64 fe 73.93 bcd

Inpari 13 79.06 e 107.47 de 80.53 abc Inpari 19 87.15 bcde 110.39 d 82.80 ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Rata-rata tinggi tanaman pada fase generatif berkisar 94-135 cm. Galur C42, C43, dan Inpari 19 tidak berbeda nyata dengan Inpari 13. Galur tertinggi terdapat pada galur C40 sebesar 134.73 cm dan galur terpendek adalah galur C45 sebesar 94.27 cm. Setiap galur dan varietas hasil persilangan memiliki sifat genetik berbeda yang diturunkan dari tetua. Setiap tetua memilki keunggulan tertentu sebagai sumber gen yang diturunkan pada galur hasil persilangan. Varietas Srijaya memiliki keunggulan daya adaptasi yang baik pada lahan irigasi dan kering. Varietas Dodokan memiliki keunggulan umur yang genjah dan daya tahan terhadap kekeringan. Varietas Fatmawati memiliki keunggulan umur yang genjah. Hasil analisis korelasi antara tinggi tanaman vegetatif dan tinggi tanaman generatif menunjukkan korelasi nyata (r = 0.6729). Apabila semakin tinggi nilai tinggi tanaman vegetatif maka semakin tinggi pula tinggi tanaman generatif (BB Padi 2009a, BB Padi 2010a)

(24)

14

Pengukuran tinggi runduk dilakukan karena beberapa galur mengalami rebah. Beberapa cara yang dapat dipakai untuk mengukur ketahanan rebahan adalah ketahanan pelengkungan ialah dengan melengkungkan batang setengah jalan kemudian dilepaskan kembali dan diukur kecepatan lurus kembali (Jennings et al. 1979) dan penilaian indeks kerebahan yang diamati saat berbunga dan pada saat panen (Yamin dan Moentono 2005), namun dalam penelitian ini menggunakan tinggi runduk tanaman. Tinggi tanaman runduk yang menunjukkan angka tertinggi cenderung mengalami rebah dibandingkan tinggi tanaman yang lebih pendek.

Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif

Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif salah satunya adalah pertambahan jumlah anakan. Jumlah anakan total berkisar 20-31 anakan. Jumlah anakan total galur C48 berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13. Jumlah anakan total galur C37, C39, C40, C41, dan C43 berbeda nyata dengan pembanding Inpari 19. Galur C39 dan C41 memiliki rata-rata jumlah anakan total terbanyak. Galur C37, C38, C39, C40, C41, C43, dan C44 memiliki jumlah anakan total lebih tinggi dibandingkan pembanding Inpari 13. Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas unggul (BB Padi 2009b). Anakan total akan mempengaruhi jumlah anakan produktif. Perbedaan jumlah anakan padi yang terjadi pada fase vegetatif lebih dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman atau tergantung pada sensitivitas dari varietas dan galur harapan terhadap lingkungan (Guswara dan Yamin 2008).

Tabel 4 Hasil rataan jumlah anakan total dan produktif Galur/Varietas Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan

Produktif

Inpari 13 27.9 abcd 16.1 cd

Inpari 19 22.7 de 13.7 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(25)

15 produktif galur C38, C42, C45, C46, C48, dan C49 tidak berbeda nyata dengan galur Inpari 13. Jumlah anakan produktif galur C45, C48, C49, Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur Inpari 19. Setelah mencapai anakan maksimum tercapai sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai (BB Padi 2009b).

Diameter Batang, Panjang Ruas Batang, dan Rasio Tinggi Tanaman Generatif dengan Diameter Batang

Variabel yang diamati dalam menentukan ketahanan kerebahan tanaman adalah kekuatan batang, diameter batang, dan tebal kulit batang. Namun pada percobaan ini hanya dilakukan pengamatan untuk karakter diameter batang. Diameter batang berkisar 4-6 mm. Diameter batang galur C49 tidak berbeda nyata dengan galur Inpari 13. Terdapat galur yang menunjukkan diameter batang sebanding dengan Inpari 19 yaitu C48 sedangkan 13 galurnya menunjukkan diameter lebih kecil. Diameter batang mempengaruhi ketahanan terhadap kerebahan. Diameter yang lebih besar menyebabkan tanaman lebih tegak dan kekar apabila didukung dengan tinggi tanaman yang sesuai. Batang besar cenderung mempunyai tangkai malai yang lebih besar untuk menyangga malai, memperkecil rebah, dan lebih banyak jaringan pembuluh (vascular bundles) (Yamin dan Moentono 2005). Tiupan angin yang kencang dapat merebahkan tanaman dan memberikan hasil yang yang jauh berkurang dibandingkan dengan tanaman yang tidak rebah (Siregar 1981).

Tabel 5 Hasil rataan diameter batang, panjang ruas batang, dan rasio tinggi tanaman dengan diameter batang

Inpari 13 5.24 b 18.05 ef 2020.8 ef Inpari 19 6.01 a 18.07 ef 1838.6 fg

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(26)

16

galur C41, C42, C48, C49, dan Inpari 19. Batang pendek dan kaku merupakan sifat yang diinginkan karena tahan rebah. Tinggi tanaman generatif berhubungan dengan panjang ruas batang. Hal ini sesuai dengan analisis korelasi yang nyata (r = 0.7529) tinggi tanaman generatif dengan panjang ruas batang. Batang yang pendek akan menghasilkan ruas yang pendek. Batang terdiri atas beberapa ruas. Pada saat stadia tumbuh batang yang terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas yang menumpuk padat. Ruas-ruas kemudian memanjang dan berongga setelah memasuki fase reproduktif (BB Padi 2009b).

Rasio tinggi tanaman generatif dengan diameter batang yang terkecil adalah galur C48. Tanaman yang memiliki diameter besar sekitar 5-6 mm menunjukkan hasil rasio yang kecil dan tanaman yang pendek. Rasio tinggi generatif dengan diameter batang galur Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur C45, C46, C48, C49, dan Inpari 19. Galur C45, C46 dan Inpari 19 tidak mengalami kerebahan. Inpari 13 ulangan 3 mengalami kerebahan pada saat dua minggu menjelang panen yaitu pada saat pengisian biji. Galur C48 dan C49 miring pada saat menjelang panen. Berdasarkan analisis korelasi antara produktivitas dengan rasio tinggi tanaman generatif dengan diameter batang berpengaruh nyata (r = -0.8972), nilai produktivitas yang tinggi diikuti dengan nilai rasio yang rendah. Semakin rendah nilai rasio tinggi tanaman dengan diameter maka tanaman semakin sulit rebah namun hal tersebut tidak berlaku pada galur C48 dan C49 karena memiliki bobot 1 000 butir yang tinggi. Tanaman pendek dengan diameter batang besar yang diharapkan untuk ketahanan kerebahan tanaman.

Umur Berbunga, Umur Panen, dan Lama Pengisian

Lama tahap vegetatif berbeda menurut varietas atau genotipe. Lama tahap reproduktif dan tahap menjadi masak relatif sama. Perbedaan waktu pertumbuhan ditentukan oleh lama tahap vegetatif. Galur C47 memiliki umur berbunga tercepat yaitu 73 hari. Umur berbunga yang paling lama dicapai oleh Inpari 19. Semua galur yang diuji mempunyai umur berbunga yang berbeda nyata dengan pembanding Inpari 19. Umur keluarnya malai dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Yetti dan Ardian 2010). Penampilan galur C41 dan C49 pada saat berbunga 50% disajikan pada Gambar 1.

(27)

17 Tabel 6 Hasil rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian

Galur/Varietas Umur Berbunga (HSS)

Umur Panen (HSS)

Lama Pengisian (Hari)

C37 78.0 f 109.0 c 31.00 ab

C38 81.0 d 109.0 c 28.00 c

C39 77.0 g 109.0 c 32.00 a

C40 77.0 g 109.0 c 32.00 a

C41 78.0 f 109.0 c 31.00 ab

C42 80.0 e 111.0 bc 31.00 ab

C43 74.0 h 105.0 d 31.00 ab

C44 74.0 h 105.0 d 31.00 ab

C45 78.0 f 109.0 c 31.00 ab

C46 78.0 f 109.0 c 31.00 ab

C47 73.0 i 104.0 d 31.00 ab

C48 87.0 b 111.0 bc 24.00 d

C49 83.7 c 112.3 b 28.67 bc

Inpari 13 86.7 b 115.0 a 28.33 c Inpari 19 88.7 a 111.7 bc 23.00 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% ; HSS : hari setelah semai.

Umur tanaman yang sangat genjah antara 95-104 hari adalah galur C47. Galur selain C47 termasuk kelompok tanaman yang berumur genjah antara 105-124 hari. Berdasarkan umur panen tanaman padi dibedakan menjadi berumur ultra genjah (<85 hari), super genjah (85-94 hari), sangat genjah (95-104 hari), genjah (105-124 hari), sedang (125-164 hari), dan berumur dalam (>165 hari) (BB Padi 2010b). Umur panen berdasarkan deskripsi varietas Inpari 13 memiliki umur tanaman 103 hari dan varietas Inpari 19 memiliki umur tanaman ±104 hari setelah semai (BB Padi 2010a). Umur panen yang panjang dari varietas Inpari 13 dan varietas Inpari 19 disebabkan tingginya curah hujan selama proses pemasakan.

(28)

18

Komponen Hasil Tanaman Padi

Hasil tanaman padi dipengaruhi oleh panjang malai, jumlah gabah, persen gabah bernas, persen gabah hampa, dan bobot 1 000 butir. Panjang malai pada galur yang diuji berkisar 21-26 cm. Galur C37 memiliki malai terpanjang yaitu 26.3 cm dan galur C49 memiliki malai terpendek yaitu 20.8 cm. Panjang malai varietas Inpari 13 berbeda nyata dengan galur C49. Pengurangan anakan akan memudahkan proses pembungaan dan pematangan yang serempak dengan ukuran malai yang seragam (Khush 1999).

Jumlah gabah bernas pada galur yang diuji berkisar 57-126 bulir. Jumlah gabah bernas terbanyak adalah varietas Inpari 19 sebanyak 125.7 butir dan galur C38 memiliki jumlah gabah bernas paling sedikit yaitu 56.7 butir. Jumlah gabah bernas varietas Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur C45 dan C46. Varietas Inpari 19 berbeda nyata dengan semua galur yang diuji. Persediaan nitrogen yang cukup pada fase generatif sangat penting dalam memperlambat proses penuaan daun, mempertahankan fotosintesis selama fase pengisian gabah, dan meningkatkan protein dalam gabah (Siregar dan Marzuki 2011). Anakan produktif yang banyak akan menghasilkan hasil gabah per rumpun yang lebih tinggi meskipun jumlah gabah isi per malainya lebih sedikit (Safitri 2010).

Tabel 7 Hasil rataan panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah bernas, dan jumlah gabah hampa

Inpari 13 24.2 ab 101.4 b 30.3 bcd 131.7 bc Inpari 19 24.4 ab 125.7 a 28.1 cd 153.8 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5% ; y): hasil tranformasi logaritma (log x + 1) dan angka merupakan hasil awal sebelum ditransformasi.

(29)

91-19 154 bulir. Jumlah gabah hampa varietas Inpari 19 berbeda nyata terhadap semua galur yang diuji kecuali galur C48. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengisian gabah adalah kurangnya pati pada saat pengisian yang disebabkan oleh kerebahan (Arraudeau and Vergara 1992).

Persen gabah bernas pada galur yang diuji berkisar 53-82%. Inpari 19 memiliki persentase gabah bernas tertinggi. Galur C39 memiliki persentase gabah isi terendah. Persen gabah hampa pada galur yang diuji berkisar 18-47%. Galur C39 memiliki persentase gabah hampa tertinggi. Persen gabah hampa varietas Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur C41, C42, C45, C46, dan Inpari 19. Persentase gabah dipengaruhi oleh keadaan lingkungan pada saat pengisian biji. Adanya tanaman yang rebah juga mempengaruhi pengisian biji. Pada saat penelitian, terdapat hama walang sangit yang menyerang tanaman. Malai tanaman yang rebah jatuh di tanah. Fase rentan terhadap walang sangit adalah dari keluar malai sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkan menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta hampa (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2011b).

Bobot 1 000 butir tertinggi terdapat pada galur C49. Galur-galur yang diuji memiliki bobot berkisar 21-32 gram. Bobot 1 000 butir varietas Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur C42, C43, dan C48 sedangkan bobot 1 000 butir varietas Inpari 19 berbeda nyata dengan galur C42, C43, C45, C46, C47, C48, C49, dan Inpari 13. Ukuran gabah akan mempengaruhi bobot gabah. Bobot 1 000 butir gabah dapat menunjukkan ukuran gabah dan tingkat kebernasan biji (Safitri 2010).

Tabel 8 Hasil rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000 butir, dan produktivitas

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%, z): hasil transformasi Arc Sin

(30)

20

Data daya hasil galur yang diuji dan varietas pembanding diperoleh dari hasil petak bersih. Bobot gabah kering giling (GKG) diperoleh dari hasil panen yang dirontok dan dibersihkan kotorannya kemudian dijemur hingga diperoleh kadar air 14%, ditimbang, dan dikonversi ke ton/ha.

Produktivitas yang terbesar dicapai oleh galur Inpari 13 sebesar 5.17 ton/ha dan terendah adalah C39 sebesar 3.15 ton/ha. Produktivitas varietas Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan C41, C42, C49, dan Inpari 19. Diantara galur yang diuji angka produktivitas tertinggi dicapai oleh galur C49 sebesar 4.91 ton/ha. Dalam petak penelitian terdapat tanaman yang rebah semua dan sebagian. Tanaman yang rebah sebagian adalah Inpari 13 ulangan 3. Tanaman yang rebah diberdirikan lagi dan diikat namun terdapat penumpukan antar tanaman. Sifat daya hasil tanaman dipengaruhi oleh sifat tahan rebah dan tinggi tanaman (Siregar 1981). Ketersediaan hara yang cukup dalam tanah dapat meningkatkan pertumbuhan dan komponen hasil.

Gambar 2 Penampilan galur C42 pada saat proses pengisian biji

Berdasarkan analisis korelasi antara tinggi generatif dengan produktivitas berpengaruh nyata (r = -0.4455). Hal ini berarti apabila nilai tinggi tanaman generatif maka semakin rendah produktivitas yang dihasilkan. Semakin tinggi tanaman generatif maka kemungkinan untuk rebah tinggi. Galur C41, C42, dan C49 memiliki produktivitas yang tinggi hal ini didukung oleh tinggi tanaman generatif yang pendek, diameter yang besar, dan nilai rasio tinggi tanaman generatif dengan diameter batang yang kecil. Pada galur C49 memiliki kelebihan lain yaitu bobot 1 000 butir yang tinggi. Penampilan galur C42 saat pengisian biji disajikan pada Gambar 2.

(31)

21

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Galur yang diuji memiliki produktivitas berkisar 3.15-5.17 ton/ha. Beberapa galur yang diuji memiliki produktivitas yang sebanding dengan dua varietas pembanding. Galur C41 (4.77 ton/ha), C42 (4.43 ton/ha), dan galur C49 (4.91 ton/ha) memiliki produktivitas yang sama dengan dua varietas pembanding yaitu varietas Inpari 13 (5.17 ton/ha) dan varietas Inpari 19 (5.07 ton/ha).

Saran

Perlu dilakukan pengujian multilokasi terhadap daya hasil galur yang uji di lokasi atau musim yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York (US): J Wiley.

Arraudeau MA, Vergara BS. 1992. Pedoman Budi Daya Padi Gogo. Gani A, Zaini Z, Hamzah Z, penerjemah; Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami. Terjemahan dari : A Farmer’s Primer on Growing Rice.

Bakhtiar, Purwoko BS, Trikoesoemaningtyas, Chozin MA, Dewi IS. 2007. Pemuliaan padi gogo tenggang aluminium dan tahan blas melalui kultur antera. Prosiding seminar nasional hasil penelitian [Internet]. 2007 Agustus 1-2. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hal 197-204. [diunduh 2012 April 03]. Tersedia pada: http:www. repository.ipb.ac.id.

[BB Padi] Balai Besar Penelitian Padi. 2009a. Deskripsi Varietas Padi. Subang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. [BB Padi] Balai Besar Penelitian Padi. 2009b. Pedoman Umum IP Padi 400:

Peningkatan Produksi Padi melalui Pelaksanaan IP Padi 400. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BB Padi] Balai Besar Penelitian Padi. 2010a. Deskripsi Varietas Padi. Subang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. [BB Padi] Balai Besar Penelitian Padi. 2010b. Pedoman Umum IP Padi 400.

Subang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BB Padi] Balai Besar Penelitian Padi. 2011. Prosedur Operasional Standar (POS) Budi Daya Padi Sawah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian.

[BB2TP] Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008a. Penentuan Umur Panen dan Sistem Panen. Bogor (ID): Agro Inovasi.

(32)

22

Chang TT. 1979. Plant Breeding Perspectives. Sneep, Hendriksen AJT, editor. Wageningen (NL): Centr. for Agr. Ub & Doc.

De Datta SK. 1981. Principles and Practice of Rice Production. Los Banos (PH): A Willey Interscience Publication.

Deptan Satuan Pengendali Bimas. 1983. Pedoman Bercocok Tanaman Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Satuan Pengendali Bimas.

Dewi IS, Apriana A, Sisharmini A, Somantri IH. 2007. Evaluasi ketahanan padi haploid ganda calon tetua padi hibrida terhadap wereng batang coklat dan hawar daun bakteri. J Agron Indonesia. 35:15-21.

Dewi IS, Purwoko BS. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman. J Agron Indonesia. 29(1):59-63.

Dewi IS, Purwoko BS. 2011. Kultur In Vitro untuk Produksi Tanaman Androgenik. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor(ID): IPB Pr. Dewi IS, Purwoko BS, Bakhtiar. 2006. Development of Aluminum Tolerant

Upland Rice Through Anther Culture. Proc. International Rice Conference; [Internet]. [2005 September 12-14:Bali]; Bali, Indonesia.hlm 373-377; [diunduh 2013 juni 24]. Tersedia pada http://digilib.litbang.deptan.go.id/ repository/index.phprepository/download /5068/4731.

Dewi IS, Purwoko BS, Aswidinoor H, Somantri IH, Chozin MA. 2006. Regenerasi tanaman pada kultur antera beberapa aksesi padi indica toleran alumunium. J. Agrobiogen. 2(1):30-35.

Guswara A, Samaullah MY. 2008. Penampilan beberapa varietas unggul baru pada sistem pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di lahan sawah irigasi. Di dalam Anischan Gani , Pirngadi K, Susanti Z, Agus SY, editor. Padi Buku 2 : Proseding Seminar Nasional Padi : Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan; 2008 Jul 23-24; Sukamandi, Indonesia. Sukamandi (ID): Balai Besar Tanaman Padi. Balitbangtan. hlm 629-637.

Gomez KA. dan Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarata (ID): UI Pr. Terjemahkan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research.

Harahap Z, Silitonga TS. 1993. Perbaikan Varietas Padi. Ismunaji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Bogor (ID): Padi Buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Herawati R, Purwoko BS, Dewi IS. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. J Agron Indonesia. 37 (2):87-94.

Jennings PR, Coffman WR, Kauffman HE. 1979. Rice Improvement. Manila (PH): International Rice Risearch Institut.

Jensen NF. 1988. Plant Breeding Methodology. Newyork (US): A Wiley-Interscience Publication.

Kadir TS, Guswara A. 2008. Penyiapan Bibit dan Cara Tanam Padi Sawah. Bogor (ID): Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Agro Inovasi.

(33)

23 Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Suryanto, Widiarta IN, Sutoto, editor. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Makmur A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nasir M. 2001. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2011a. Budi Daya Padi. Jakarta (ID): Pusat Penyuluh Pertanian kerja sama Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan International Rice Research Institute.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2011b. Masalah Lapang Hama Penyakit Hara pada Padi. Jakarta (ID): Pusat Penyuluh Pertanian kerja sama Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pengembangan Pertanian dan International Rice Research Institute.

Safitri H. 2010. Kultur antera dan evaluasi galur haploid ganda untuk mendapatkan padi gogo tipe baru [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Safitri H, Purwoko BS, Wirnas D, Dewi IS, Abdullah B. 2010. Daya Kultur

Antera Beberapa Persilangan Padi Gogo dan Padi Tipe Baru. J Agron Indonesia. 38(2):81-87.

Sasmita P. 2008. Aplikasi Teknik Kultur Antera pada Pemuliaan Tanaman Padi. Di dalam: Suprihatno B, Daradjad AA, Suharto H, Toha HM, Setiyono A, Suprihanto, Yahya AS, editor. Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Jakarta (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hal 595-609.

Sasmita P, Purwoko BS, Sujiprihati S, Hanarida I. 2002. Kultur antera padi gogo hasil persilangan kultivar dengan galur toleran naungan. Hayati. 9: 89-93. Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.

Yogyakarta (ID). Kanisius. Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Bogor (ID). Padi buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Subrata, Kusmana R. 2003. Koreksi terhadap cara pengukuran ubinan tanaman padi. Buletin Teknik Pertanian. 8(1) :15-18.

(34)

24

Teknologi dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 di Jurusan Teknik Fakultas Teknologi Pertanian UGM; 2008 Nov 18-19; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Prosiding Seminar Teknik Pertanian 2008. hlm 1- 15.

Surmaini E, Runtunuwu E, Las I. 2010. Upaya sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim. J. Litbang Pertanian. 30(1) :1-7.

Taslim H, Partohardjono S, Djunainah. 1993. Bercocok Tanam Padi Sawah. Dalam Ismunaji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A, editor. Bogor (ID). Padi buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Toha HM, Permadi K, Daradjad AA. 2008. Pengaruh waktu tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan komponen hasil beberapa varietas padi sawah irigasi dataran menengah. Di dalam: Gani A, Pirngadi K, Susanti Z, Agus SY, editor. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan, Seminar Nasional Padi 2008; 2008 Jul 23-24; Sukamandi, Indonesia. Sukamandi (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal 581-599.

Yamin SM, Moentono MD. 2005. Seleksi beberapa varietas padi untuk kuat batang dan ketahanan rebah tinggi. Ilmu Pertanian. 12(2): 94-105.

Yetti H, Ardian. 2010. Pengaruh penggunaan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L.) Varietas IR 42 dengan Metode SRI. Sagu. 9(1): 21-27.

(35)

25 Lampiran 1 Deskripsi varietas Inpari 13 (BB Padi 2010a)

Nomor seleksi : OM1490

Hama : Tahan terhadap hama Wereng Batang Coklat Biotipe 1, 2 dan 3

Penyakit : Agak rentan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073 dan 173 Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan

dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl

Pemulia : Nafisah, Cucu Gunarsih, Bambang Suprihatno, Aan A. Daradjat. Trias Sitaresmi, M. Yamin Samaullah

Peneliti : Baehaki SE, Triny SK, Suprihanto, Prihadi Wibowo, Anggiani Nasution, Rina Dirgahayu, AA Kamandalu, Akmal, Ali Imran, Zairin

Teknisi : Thoyib S. Ma’ruf, Maman Suherman, Uan DS, Karmita, Meru, Suwarsa, Dede Munawar

Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Alasan utama dilepas : Umur sangat genjah, produktivitas tinggi (lebih baik dari Dodokan), tekstur nasi pulen, tahan WBC biotipe 1, 2, dan 3

(36)

26

Lampiran 2 Deskripsi varietas Inpari 19

Nomor pedigri : B11283-6C-PN-5-MR-2-3-Si-1-2-1-1

Asal : BP3242-MB-1-3/ BP226E-MR-76

Golongan : Indica

Umur Tanaman : ± 104 hari setelah semai Tinggi Tanaman : ± 102 cm

Anakan Produktif : ± 15 batang Warna kaki : Hijau kekuningan Warna batang : Hijau kekuningan Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Posisi daun : Tegak Posisi daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang/ranping Warna gabah : Kuning

Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Tahan

Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : ± 18 % Bobot 1 000 butir : 25.0 g

Rata-rata Hasil : 6.7 ton/ha GKG Potensi Hasil : 9.5 ton/ha GKG Ketahanan terhadap :

Hama : Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 1 dan 2, serta agak tahan terhadap biotipe 3.

Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri (HDB) patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV dan rentan terhadap patotipe VIII.

Anjuran Tanam : Cocok ditanam di lahan irigasi dan tadah hujan dengan ketinggian 0-600 m dpl.

Pemulia : Buang Abdullah, Sularjo, Bambang Kustianto, dan Heni Safitri.

Tim Peneliti : Julianida, Cahyono, Atito D. S., Arifin K., Baehaki S. E., Triny S. Kadir, Anggiani Nasution, Siti Dewi Indrasari.

Teknisi : Sudarno, Indarjo, Pantja Hadi Siwi, Erna Herlina, M. Yusuf, Yahya.

(37)

27 Lampiran 3 Sidik ragam beberapa karakter galur-galur

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman vegetatif Sumber Koefisien Keragaman = 8.56 R² = 64.12%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman generatif Sumber

Koefisien Keragaman = 4.25 R² = 92.25%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman runduk Sumber

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan total Sumber

(38)

28

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan generatif Sumber

Koefisien Keragaman = 9.02 R² =82.02%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap diameter batang Sumber

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang ruas batang Sumber

Sidik ragam rasio tinggi tanaman dengan diameter batang Sumber

(39)

29 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur berbunga

Sumber

Koefisien Keragaman = 0.47 R² = 99.62%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur panen Sumber

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap lama pengisian Sumber

Koefisien Keragaman = 4.59 R² = 86.27%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang malai Sumber

(40)

30

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah isi Sumber Koefisien Keragaman = 12.67 R² = 86.09%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah hampa Sumber

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah total gabah per malai Sumber Koefisien Keragaman = 8.73 R² = 85.67%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap bobot 1.000 butir Sumber

(41)

31 Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap persen gabah isi

Sumber

Koefisien Keragaman = 10.48 R² = 77.72%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap persen gabah hampa Sumber

Koefisien Keragaman =1 2.84 R² = 77.88%

Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap produktivitas Sumber

(42)

32

Lampiran 4 Data iklim

Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lintang : 0631 LS

Bujur : 10644 BT Elevasi : 207 m

Bulan Curah Hujan Empang (mm)

Temperatur Rata-rata (ºC)

Kelembaban Udara (%)

Kecepatan Angin (Knot)

Nov- 12 653.0 25.8 85.0 3.5

Des- 12 298.0 26.8 85.0 3.7

Jan- 13 548.0 25.1 88.0 3.9

(43)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gresik, Surabaya, Jawa Timur pada 19 Mei 1991. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara yaitu Zany, Firly, dan Billy dari pasangan Achmad Muslichan dan Ghoniah Indah Wati.

Gambar

Tabel 1 Daftar galur-galur padi sawah hasil kulur antera yang diuji
Tabel 2  Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur dihaploid hasil kultur antera
Tabel 3  Hasil rataan tinggi tanaman vegetatif, generatif, dan runduk
Tabel 5 Hasil rataan diameter batang, panjang ruas batang, dan rasio tinggi tanaman dengan diameter batang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kaymaz (2010), hasil penelitian mendukung teori bahwa praktek rotasi pekerjaan (job rotation) berpengaruh positif pada motivasi (motivation), Kaymaz

Artinya dengan didirikannya jam‟iyyah ini, masyarakat Gang Boto Kidul RT 02 RW VI diharapkan dapat terbina menjadi masyarakat yang terbentengi generasi mudanya

Direktorat Keuangan, Umum, Kepatuhan dan Manajemen Risiko mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyusunan rencana strategis dan Rencana Bisnis Anggaran tahunan, rencana

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur mikro, struktur kristal dan sifat listrik film tipis CdTe:Cu yang ditumbuhkan di atas substrat ITO dengan metode dc

Untuk mengakomodasi hal ini maka digunakan certainty factor (CF) guna menggambarkan tingkat keyakinan pakar terhadap masalah yang sedang dihadapi (Sutojo, et al.,

Dari hasil konfirmasi tersebut desain akhir yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan serta dianggap dapat menyampaikan informasi layanan dan fasilitas RSI

Penelitian ini berjudul Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Pertambangan (Ilegal Mining) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (Studi di Kepolisian

persentase tanggapan siswa terhadap aspek kemenarikan e-book interaktif, maka dapat dikatakan bahwa e-book interaktif berbasis representasi kimia pada materi ikatan