UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID
PADI SAWAH (
Oryza sativa
L
.
)
MELA WAHYUNI
A24080037
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MELA WAHYUNI. Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza sativa L.). (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO).
Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan produksi padi nasional, agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan varietas padi unggul baru yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil varietas yang sudah ada. Kultur antera berperan penting dalam mempercepat pembentukan tanaman dihaploid. Untuk mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi perlu dilakukan penyeleksian terhadap galur–galur yang dihasilkan dari kultur antera. Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil beberapa galur dihaploid padi sawah untuk mendapatkan galur yang memiliki daya hasil tinggi.
Penelitian ini menggunakan 10 galur dihaploid yaitu KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44, IW56 dan B13-2e, serta dua pembanding yaitu Ciherang dan Inpari 13 yang masing-masing diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Luas seluruh lahan yang digunakan pada penelitian ± 324 m2. Setiap satuan percobaan menggunakan petakan berukuran 3 m x 3 m. Benih ditanam dua bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji F pada taraf nyata 1 % dan 5 %, dan dilanjutkan dengan uji DMRT.
UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID
PADI SAWAH (
Oryza sativa
L
.
)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
MELA WAHYUNI
A24080037
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul :
Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi Sawah
(
Oryza sativa
L
.
)
Nama :
Mela Wahyuni
NRP :
A24080037
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. NIP. 19610218 198403 1 002
Mengetahui. Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Zulkarnain dan Yusnidarti. Penulis dilahirkan di Jalamu, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 13 Juni 1989. Penulis menyelesaikan pendidikan SD pada tahun 2002 di SDN 34 Jalamu. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan Pendidikan lanjutan menengah di SMP Negeri 1 Batang Kapas dan pendidikan lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Batang Kapas.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menulis skipsi dengan judul“Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza sativa L.)” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, perhatian, semangat dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ayah dan mama serta adik-adik saya yang saya cintai yang telah memberikan doa, semangat, dan dorongan secara lahir dan batin.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang banyak memberikan saran, arahan, dan wawasan kepada penulis selama melakukan penelitian, pengamatan dan menyelesaikan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor. MS dan Dr. Desta Wirnas, SP MSi. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis untuk perbaikan.
4. Staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Bogor.
5. Ade Zumarlin yang telah memberikan semangat dan bantuan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 45 yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian skripsi.
Penulis berharap hasil penelitian dan tulisan ini dapat dimanfaatkan untuk perkembangan pertanian.
Bogor, Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Percobaan ... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Budidaya Padi ... 3
Pemuliaan Padi ... 4
Uji Daya Hasil ... 5
BAHAN DAN METODE ... 7
Tempat dan Waktu ... 7
Bahan dan Alat ... 7
Metode Penelitian ... 7
Analisis Data ... 8
Pelaksanaan Penelitian... 8
Pengamatan ... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
Kondisi Umum ... 12
Keragaman Agronomi Galur Dihaploid ... 13
KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur
dihaploid hasil kultur anter ... 14 2. Hasil uji lanjut DMRT pada tinggi tanaman (cm) pada fase
vegetatif dan fase generatif ... 15 3. Hasil uji lanjut DMRT pada jumlah anakan total dan anakan
produktif ... 16 4. Hasil uji lanjut DMRT untuk rata-rata umur berbunga dan rata-rata
umur panen ... 18 5. Rata-rata panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah isi dan
jumlah gabah hampa per malai ... 20 6. Rata-rata bobot 1,000 butir (gram) gabah bernas... 22 7. Hasil uji lanjut DMRT untuk produktivitas gabah kering giling
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Presentase anakan produktif per rumpun pada galur-galur yang
diuji dan dua pembanding yang diamati ... 17 2. Presentase gabah isi dan gabah hampa galur-galur dan dua
pembanding ... 21 3. Potensi hasil galur–galur dihaploid dan varietas pembanding
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman
vegetatif ... 30
2. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman generatif ... 30
3. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan vegetatif ... 30
4. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan produktif ... 30
5. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur berbunga... 31
6. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur panen ... 31
7. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang malai ... 31
8. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah isi ... 31
9. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap gabah hampa ... 32
10.Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah total ... 32
11.Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap bobot 1,000 butir ... 32
12.Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap produktivitas ... 32
13.Deskripsi varietas inpari 13 ... 33
14.Deskripsi varietas ciherang ... 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) memegang peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan beras juga akan meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006 konsumsi beras masyarakat Indonesia diperkirakan 137 kg per kapita per tahun dengan total konsumsi mencapai 31.31 juta ton. Jika diasumsikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurun 0.03 % per tahunnya dan diasumsikan konsumsi beras tetap 137 per kapita per tahun, maka diperkirakan pada tahun 2020 konsumsi beras akan mencapai 35.97 juta ton (Puslitbang Tanaman Pangan, 2007).
Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan berkurangnya luas lahan produktif karena konversi lahan. Disamping itu produktivitas padi di Indonesia telah melandai (levelling off), artinya budidaya apapun yang diberikan akan sulit untuk meningkatkan produksi karena potensi genetik produksinya sudah jenuh (Safitri, 2010). Peningkatan jumlah penduduk ini harus diimbangi dengan produktivitas padi agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil varietas yang sudah ada dan varietas tersebut juga tahan terhadap hama penyakit.
Penyediaan varietas unggul memegang peranan penting diantara teknologi-teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik dalam kontribusinya terhadap peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama penyakit. Setiap varietas memiliki keunggulan yang berbeda. Untuk mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit perlu dilakukan penyeleksian terhadap galur–galur yang dihasilkan dari pemuliaan tanaman.
2
(Sasmita, 2007). Tanaman dihaploid terjadi secara spontan. Kejadian ini diduga terjadi selama kultur kalus embriogenik (Fu et al., 2008). Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh galur-galur dihaploid dari hasil kultur antera (Sjafii et al., 2011). Galur-galur tersebut telah dikarakterisasi dan perlu dilakukan pengujian lanjutan.
Pengujian daya hasil merupakan aspek penting dalam mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengevaluasi potensi hasil galur-galur terpilih. Uji daya hasil meliputi tiga tahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji daya hasil multilokasi untuk melihat stabilitas dan adaptasi tanaman di berbagai lokasi sebelum varietas tersebut dilepas menjadi varietas unggul baru dengan karakter-karakter yang dikehendaki (Nasir, 2001).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menguji daya hasil beberapa galur dihaploid padi sawah untuk mendapatkan galur yang memiliki daya hasil tinggi.
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia semusim. Sistem budidaya padi secara garis besar dibedakan dua tipe, yaitu padi kering (gogo) dan padi sawah. Padi gogo ditanam di lahan kering (tidak digenangi), sedangkan padi sawah ditanam di sawah yang selalu tergenang air. Budidaya tipe padi sawah di Indonesia relatif lebih maju dibanding budidaya tipe padi gogo. Tanaman padi pada budidaya padi sawah maupun budidaya padi gogo dapat dikembangkan secara langsung, baik dengan benih maupun dengan benih yang disemai menjadi bibit.
Produksi padi di Indonesia 95% dihasilkan dari lahan sawah. Hanya 5% yang berasal dari lahan kering. Data statistik tahun 2011 menunjukkan luas panen padi di Indonesia sekitar 13.20 juta ha. Produksi panen per tahun 65.75 juta ton dengan produktivitas 49.80 juta ton/ha (BPS, 2011).
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berudara panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m di atas permukaan laut. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7 (Purwono dan Purnamawati, 2009).
4
Pemuliaan Padi
Varietas-varietas padi sawah yang akan dikembangkan perlu memiliki keunggulan, antara lain: potensi hasil tinggi, beranak banyak, produktif, tahan terhadap hama penyakit, berumur genjah, mutu beras baik, dan rasanya enak (Abbas, 1997; Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Secara konvensional perakitan varietas unggul baru yang memiliki karakter yang diinginkan dapat dilakukan dengan menyilangkan (hibridisasi). Untuk mendapatkan kombinasi karakter yang diinginkan dari hasil hibridisasi, generasi F2 dan generasi berikutnya dilakukan penyeleksian hingga mencapai kemurnian genetik. Proses perakitan varietas secara konvensional ini memerlukan waktu yang panjang (lebih dari 5 tahun), apabila dengan menggunakan berbagai varietas atau tetua yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan (Dewi dan Purwoko, 2011 ; Herawati et al, 2009 ; Sasmita, 2007).
Kultur antera berperan penting dalam mempercepat pembentukan tanaman dihaploid ( Abdullah, 2008). Menurut Dewi (2002) proses seleksi teknik kultur antera akan lebih efisien, karena galur homozigos dapat dibentuk pada musim kedua. Sasmita (2007) menambahkan teknik kultur anter dalam program pemuliaan tanaman padi dapat mempercepat waktu pembentukan galur-galur dihaploid (galur murni) dari polen yang dihasilkan tanaman F1, sehingga mempersingkat waktu perakitan varietas unggul. Teknik kultur antera dilakukan secara in vitro melalui dua tahap yaitu, tahap induksi kalus dari polen yang terdapat dalam antera tanaman F-1 (hasil persilangan antara tetua yang memiliki karakter yang diharapkan), dan tahap regenerasi tanaman dari kalus menjadi tanaman haploid (planlet).
Metode seleksi merupakan proses yang efektif untuk memperoleh sifat-sifat yang dianggap sangat penting dan tingkat keberhasilannya tinggi. Helyanto et al. (2000) menyatakan bahwa apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik cukup tinggi, maka keragaman karakter tersebut antar individu dalam populasinya akan tinggi pula, sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Oleh sebab itu, informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan seleksi, harus diketahui antar karakter agronomi, komponen hasil, sehingga seleksi terhadap satu karakter lebih dapat dilakukan (Zen, 2002).
Teknik kultur antera memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari teknik ini diantaranya adalah memperpendek siklus pemuliaan dengan memperoleh homozigositas secara cepat, menambah efisensi seleksi, memperluas variabilitas genetik melalui produksi variasi gametoklonal, mempercepat terekspresinya gen resesif, menyediakan sumber benih homozigos, dan menghemat waktu, biaya dan tenaga (Dewi dan Purwoko, 2001). Disamping keuntungan teknik kultur anter ini juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah pelaksanaan kultur anter menggunakan peralatan dan personil khusus, kecilnya persentase regenerasi, beragam ploidi tanaman yang dihasilkan, frekuensi haploid tidak dapat diprediksi dalam populasi, dan penampilan galur inbred turunan dihaploid mungkin lebih inferior dibanding penampilan galur inbred hasil pemuliaan konvensional (Dewi dan Purwoko, 2011 ; Masyhudi et al., 1997 ; Somantri et al., 2003).
Uji Daya Hasil
6
2003). Pada uji daya hasil pendahuluan jumlah galur yang diuji lebih banyak dibanding uji daya hasil lanjutan dan multilokasi, namun jumlah lokasi uji daya hasil pendahuluan lebih sedikit.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 – Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor sedangkan penanaman dilaksanakan di kebun percobaan IPB Sawah Baru, Babakan, Darmaga, Bogor. Jenis tanah tempat penelitian adalah latosol dan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah 10 galur dihaploid dari hasil kultur anter dan dua varietas pembanding yaitu Ciherang dan Inpari 13. Nama genotipe galur-galur harapan tersebut yaitu: KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, 1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44, IW56 dan B13-2e.
Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis 200 kg Urea /ha, 150 kg SP-36 /ha, dan 100 kg KCl /ha. Pestisida yang dipakai adalah insektisida, dan moluscisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat yang umum digunakan pada budidaya padi sawah, timbangan, plastik, dan alat tulis.
Metode Penelitian
8
Model rancangan yang digunakan adalah model Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) : Yij = µ + αi + βj + εij
dimana :
Yij = nilai pengamatan galur ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum
αi = pengaruh galur ke-i
βj = pengaruh ulangan ke-j
εij = pengaruh galat percobaan dari galur ke-i dan ulangan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil percobaan dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 1 % dan 5 %. Jika diantara galur berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 1 % dan 5 %. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai tengah semua perlakuan (Gomez dan Gomez, 1995). Sidik ragam disajikan pada Lampiran 1 - 12. Deskripsi varietas Inpari 13 dan Ciherang disajikan pada Lampiran 13 - 14. Data iklim disajikan pada Lampiran 15.
Pelaksanaan Penelitian Pra tanam
Penanaman dan Pemeliharaan
Bibit yang telah berumur 21 hari dipindahtanam pada petak percobaan yang berukuran 3 m x 3 m. Sebelum dilakukan penanaman bibit, petakan percobaan diolah. Proses pengolahan tanah terdiri atas pembajakan, garu, dan perataan yang dilakukan pada saat benih masih di persemaian. Benih ditanam 2 bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Setiap petak terdiri atas 12 baris, pada tiap baris terdapat 12 lubang tanam sehingga pada satu petak terdapat 144 lubang tanam.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah pemupukan, pengaturan air sesuai dengan fase pertumbuhan, penyulaman, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit. Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk SP-36 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam, sedangkan urea 200 kg/ha diberikan 3 kali yaitu pada waktu tanam dengan 1/3 dosis, pada saat tanaman berumur 28 hari setelah tanam (HST) dengan 1/3 dosis dan pada saat tanaman berumur 49 HST dengan 1/3 dosis.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual yang dilakukan pada saat tanaman berumur 22 HST. Pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan pestisida. Pestisida yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan intensitas hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian hama burung dilakukan dengan cara memasang jaring di sekeliling lokasi percobaan
Panen
10
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap lima rumpun tanaman contoh dan pengamatan hasil produksi. Peubah yang diamati adalah : 1. Tinggi tanaman, tinggi tanaman maksimum (cm) pada fase vegetatif diukur
dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang diukur 45 HST pada tiap tanaman contoh. Tinggi tanaman fase generatif diukur pada saat menjelang panen (satu minggu sebelum panen) diukur dari permukaan tanah sampai malai terpanjang pada tiap tanaman contoh.
2. Jumlah anakan total (batang/rumpun), pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan total tiap tanaman contoh pada 45 HST.
3. Jumlah anak produktif (batang/rumpun), pengamatan dengan menghitung jumlah anakan yang bermalai pada saat tanaman menjelang panen.
4. Umur berbunga, umur berbunga dihitung dari saat benih disebar sampai bunga terbentuk 50 % dalam satu rumpun.
5. Umur panen, umur panen dihitung dari saat benih disebar sampai malai 80 % menguning.
6. Panjang malai (cm), pengamatan panjang malai dilakukan dengan mengukur dari leher sampai ujung malai.
7. Jumlah gabah total per malai (butir), dilakukan dengan menghitung jumlah total gabah (gabah isi + gabah hampa) dari lima malai dalam satu rumpun. 8. Jumlah gabah isi dan hampa per malai (butir), dilakukan dengan menghitung
jumlah gabah isi dan gabah hampa secara terpisah dari lima malai dalam satu rumpun.
9. Persentase gabah isi per malai (%), dilakukan dengan membandingkan antara jumlah gabah isi per malai dengan jumlah gabah total per malai.
10.Bobot 1,000 butir (g) dengan kadar air ± 14 %, diperoleh dengan menimbang 1,000 butir gabah bernas dari masing-masing petak percobaan dalam setiap galur.
12. Produktivitas setiap galur dan pembanding. Penghitungan produktivitas dilakukan dengan dua cara. Cara pertama yaitu menghitung produktivitas berdasarkan petak bersih dihitung dengan mengkonversikan ke luasan satu hektar dengan menggunakan rumus = 10,000/luas petak bersih x hasil gabah per petak (kg). Cara kedua yaitu menghitung komponen hasil dengan menggunakan rumus (Yoshida, 1981) :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertumbuhan tanaman pada awal fase vegetatif kurang baik. Hal ini disebabkan oleh serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata). Serangan keong ini mulai terjadi satu hari tanaman telah dipindahtanam ke petak percobaan sampai tanaman berumur empat minggu setelah tanam (MST). Tingkat serangannya cukup tinggi, mengakibatkan tanaman banyak yang disulam.
Penyulaman tanaman ini dibatasi sampai tanaman berumur 4 MST. Bibit yang ditanam terlalu tua akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatifnya dan menyebabkan ketidakseragaman pada pertumbuhan populasi. Serangan hama keong ini diatasi secara kultur teknis dan kimia. Secara kultur teknis dilakukan dengan mengatur air, sedangkan secara kimia menggunakan moluskisida. Di samping serangan hama keong, tanaman juga terserang hama belalang (Valanga nigricornis). Belalang ini memakan daun padi yang masih muda yang mengakibatkan daun menjadi berlubang. Hama belalang diatasi secara kimia dengan menggunakan pestisida.
Serangan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi pada fase generatif. Hama ini mulai menyerang pada awal muncul malai sampai bulir padi matang susu. Walang sangit menghisab cairan pada bulir padi sehingga menyebabkan gabah berubah warna dan mengapur, hingga gabah menjadi kosong (hampa). Serangan hama burung (Ploceus sp.) terjadi pada saat bulir masak susu sampai tanaman akan dipanen. Pengendalian hama burung ini dilakukan dengan pemasangan jaring di atas petak percobaan.
Taman terserang hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae) pada umur 13 MST. Serangan penyakit ini hanya terjadi pada galur B13-2e. Penyakit hawar daun bakteri ini menyebabkan daun menjadi kuning sampai coklat muda dan kemudian daun menjadi kering. Penyakit ini tidak membahayakan tanaman karena serangannya terjadi pada saat tanaman akan dipanen.
pematangan bulir tanaman menjadi tidak seragam. Pada galur B13-2e ketidak seragaman terjadi pada warna pelepah dan warna bulir. Pada galur ini seharusnya pelepah berwarna keunguan, dan bulir berwarna kehitaman. Namun ada beberapa rumpun tanaman yang pelepahnya berwarna hijau dan bulirnya berwarna hijau. Pada kedua galur ini tetap dilakukan pengamatan, dan tanaman yang berbeda penampilannya dibuang dari populasi dengan cara dipotong dari pangkal rumpun tanaman.
Keragaman Agronomi GalurDihaploid Analisis Ragam
Karakter agronomi yang diamati dalam penelitian ini sebanyak dua belas karakter. Dari hasil analisis ragam yang dilakukan sebanyak sebelas karakter agronomi yang diamati, genotipe berpengaruh sangat nyata, namun pada satu karakter yaitu karakter panjang malai genotipe berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara galur-galur yang diuji untuk semua karakter.
14
Tabel 1. Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur dihaploid hasil kultur anter
Keterangan : (*) berpengaruh nyata pada taraf kesalahan 5 %; (**) berpengaruh sangat nyata pada taraf kesalahan 1 %.
Tinggi Tanaman
Tinggi rata-rata tanaman dari galur yang diuji pada fase vegetatif bekisar antara 71 – 87 cm. Dilihat dari nilai tengah, galur FM1R-1-3-1 dan B13-2e merupakan galur yang memiliki tinggi rata-rata yang paling tinggi (Tabel 2). Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT galur KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, FM1R-1-3-1 dan B13-2e memiliki tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan pembanding Ciherang namun tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13. Enam galur lainnya tidak berbeda nyata dengan kedua pembanding.
Tinggi tanaman merupakan karakter yang menentukan tingkat kerebahan tanaman, sehingga sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil produksi. Semakin tinggi tanaman maka tanaman akan semakin mudah rebah (Kush et al., 2001). Tanaman yang rebah akan mengurangi hasil panen dan juga menurunkan kualitas beras.
Karakter F Hitung Koefisien keragaman (%)
1. Tinggi tanaman fase vegetatif ** 6.02 2. Jumlah anakan total ** 13.54 3. Tinggi tanaman fase generatif ** 2.99 4. Jumlah anakan produktif ** 10.39
5. Umur berbunga ** 1.39
6. Umur panen ** 2.05
7. Panjang malai * 8.23
Tabel 2. Hasil uji lanjut DMRT pada tinggi tanaman (cm) pada fase vegetatif dan fase generatif
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1%.
Rata-rata tinggi tanaman galur-galur yang diuji pada fase generatif berkisar anatara 90 cm – 125 cm. Galur B13-2e merupakan galur yang memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 124.5 cm, sedangkan galur yang memiliki tinggi tanaman terpendek dicapai oleh galur KP3-18-1-2 dengan tinggi tanaman 90.9 cm. Galur KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3 dan B13-2e ini berbeda nyata dengan kedua pembanding Ciherang dan Inpari 13. Galur B13-2e dan KP4-43-2-3 memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dari kedua pembanding sedangkan galur KP1-3-1-2, 19-1-3, 19-1-4, KP3-18-1-2, KP4-42-2-1 lebih pendek dari kedua pembanding yaitu Ciherang (103.5 cm) dan Inpari 13 (107.8 cm) (Tabel 2).
Siregar (1981) membagi tinggi generatif tanaman padi menjadi tiga kelompok yaitu tinggi tanaman pendek (< 115 cm), sedang (115 - 125 cm) dan tinggi (> 125 cm). Berdasarkan pengelompokan tinggi tanaman di atas, sembilan galur yang diuji yaitu KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44, IW56 dan kedua varietas pembanding yaitu Ciherang, Inpari 13 termasuk ke dalam kelompok tinggi tamanan pendek, dan hanya satu galur yaitu galur B13-2e yang masuk ke kelompok tinggi tanaman sedang.
Galur/ Varietas Tinggi Vegetatif (cm) Tinggi Generatif (cm) KP1-3-1-2 71.2 c 94.9 fg
KP3-18-1-2 77.9 abc 90.9 g
KP3-19-1-3 81.7 ab 95.2 fg
KP3-19-1-4 82.4 ab 95.9 fg
KP4-42-2-1 74.0 bc 97.4 f
KP4-43-2-3 80.2 abc 114.3 b
FM1R-1-3-1 86.7 a 103.0 de
WI-44 76.9 bc 110.3 bc
IW56 71.5 c 98.1 ef B13-2e 86.6 a 124.5 a Ciherang 72.0 c 103.5 de
16
Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif
Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa jumlah anakan total 10 galur yang diuji berkisar antara 14 – 28 anakan. Galur KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, dan KP4-42-2-1 berbeda nyata dengan pembanding Ciherang namun tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13. FM1R-1-3-1 dan B13-2e berbeda nyata dengan kedua pembanding. Galur-galur yang berbeda nyata dengan pembanding Ciherang dan Inpari 13 memiliki jumlah anakan total lebih sedikit.
Jumlah anakan produktif merupakan karakter penting dalam menentukan potensi hasil. Secara umum galur-galur dihaploid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas pembanding namun nilai tengah anakan terbanyak diperoleh pada galur 2-3, KP3-18-1-2, IW56 dan WI-44. Galur KP4-43-2-3 unggul pada karakter nilai tengah anakan produktif terbanyak dengan nilai tengah sebesar 17.3 anakan produktif.
Tabel 3. Hasil uji lanjut DMRT pada jumlah anakan total dan anakan produktif
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1 %.
Menurut Las et al. (2004), jumlah anakan produktif per rumpun genotipe padi dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu jumlah anakan sedikit (< 10), sedang (11 - 15), banyak (16 - 20), dan sangat banyak (> 20). Berdasarkan pengelompokan diatas, lima dari 10 galur yang diamati termasuk dalam jumlah
Galur/ Varietas Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan produktif KP1-3-1-2 25.1 ab 15.2 ab
anakkan sedang (KP1-3-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, FM1R-1-3-1 dan B13-2e) dan lima yang lainnya merupakan galur dengan anakan banyak (KP3-18-1-2, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, WI-44 dan IW56).
Persentase anakan produktif galur-galur yang diuji berkisar antara 57 % - 82 %. Galur KP3-19-1-3 memiliki persentase anakan produktif yang paling tinggi yaitu 81.4 %, lebih tinggi dibandingkan persentase anakan produktif pembanding Ciherang (57.5 %) dan Inpari 13 (63.9 %). Persentase jumlah anakan produktif pada masing-masing galur dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Persentase anakan produktif per rumpun pada galur-galur yang diuji dan dua pembanding yang diamati
Tanaman yang memiliki anakan yang banyak akan memiliki daun yang banyak juga. Gardner et al. (1991) menyatakan dengan daun yang banyak tanaman diharapkan dapat meningkatkan produksi asimilat dari fotosintesis, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pernyataan Gardner ini tidak dapat diterapkan pada semua tanaman, salah satunya pada tanaman padi, karena banyaknya jumlah daun tidak akan meningkatkan produksi hasil jika anakan pada tanaman padi tidak produktif. Banyaknya jumlah anakan per rumpun belum tentu akan meningkatkan produksi padi, karena setiap anakan yang dihasilkan belum tentu akan menghasilkan malai.
Jumlah anakan yang terlalu banyak juga dapat menurunkan hasil dan kualitas gabah, karena adanya persaingan dalam mendapatkan energi panas
60.5 67.1
81.4
77.3
71.1
62.7 75.8
69.8
59.3 77.4
57.5 63.9
18
matahari dan unsur hara sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Selanjutnya, anakan yang terlalu banyak juga berpengaruh terhadap kemasakan bulir tanaman padi ketika memasuki fase generatif. Abdullah et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan produktivitas dan mutu beras.
Umur Berbunga dan Umur Panen
Umur berbunga tercepat terdapat pada galur KP3-18-1-2 dengan nilai tengah 81 hari, sedangkan umur berbunga yang paling lama terdapat pada galur KP1-3-1-2 dan galur KP4-42-2-1 dengan nilai tengah 89 hari. Dari hasil uji lanjut DMRT yang dilakukan, hanya galur KP3-18-1-2 yang berbeda nyata dengan pembanding Ciherang dan Inpari 13. Galur KP1-3-1-2 dan KP4-42-2-1 berbeda nyata dengan Inpari 13 namun tidak berbeda nyata dengan Ciherang (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil uji lanjut DMRT untuk rata-rata umur berbunga dan rata-rata umur panen
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1 %.
Umur panen padi dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan dihitung dari hari setelah sebar (HSS), yaitu umur ultra genjah (< 85 hari), umur super genjah (85 - 94 hari), sangat genjah (95 - 104 hari), genjah (105 - 124 hari), sedang (125 - 164 hari) dan berumur dalam (> 165 hari) (Balai Besar Penelitian Padi, 2010). Galur/ Varietas Umur Berbunga (hari) Umur Panen (hari)
KP1-3-1-2 89.3 a 117.3 a
KP3-18-1-2 81.0 c 110.7 cd
KP3-19-1-3 86.7 b 113.0 abc
KP3-19-1-4 87.3 ab 112.3 bc
KP4-42-2-1 89.3 a 117.0 a
KP4-43-2-3 88.7 ab 115.7 ab
FM1R-1-3-1 88.3 ab 112.0 bc
WI-44 87.0 ab 114.3 abc
IW56 88.7 ab 115.3 ab
B13-2e 86.3 b 107.7 d
Ciherang 88.7 ab 115.3 ab
Menurut Yoshida (1981), umur yang optimal tanaman padi untuk berpotensi hasil tinggi di daerah tropika adalah 120 hari. Rata-rata umur panen galur yang diuji tergolong genjah yaitu antara 107 – 117 hari.
Galur B13-2e memiliki umur panen paling cepat yaitu 107 hari. Umur panen paling lama yaitu 117 hari terdapat pada galur KP1-3-1-2 dan galur KP4-42-2-1. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT hanya galur B13-2e yang berbeda nyata dengan pembanding Ciherang Dan Inpari 13(Tabel 4).
Panjang Malai dan Jumlah Gabah
Panjang malai menentukan jumlah gabah total per malai. Semakin panjang malai diharapkan jumlah gabah total per malai tinggi sehingga jumlah gabah isi per malai juga tinggi. Galur FM1R-1-3-1 memiliki panjang malai berbeda nyata dengan kedua pembanding. Deptan (1983) mengelompokkan panjang malai dalam tiga kelompok. yaitu pendek (≤ 20 cm), sedang (20 – 30 cm), dan panjang (> 30 cm). Berdasarkan pengelompokan di atas seluruh galur dan varietas pembanding memiliki panjang malai yang sedang.
Jumlah gabah isi galur FM1R-1-3-1 dan B13-2e berbeda nyata dengan varietas pembanding Ciherang dan Inpari 13. Galur FM1R-1-3-1 dan B13-2e unggul terhadap nilai tengah karakter jumlah gabah isi dengan nilai tengah jumlah gabah isi sebesar 127 butir dan 114 butir sedangkan varietas Ciherang dan Inpari 13 berturut-turut hanya sebesar 69 butir dan 105 butir gabah.
20
Tabel 5. Rata-rata panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa per malai
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1 %; (*) angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Persentase gabah isi dan gabah hampa pada galur-galur dan varietas pembanding yang diamati dapat dilihat pada Gambar 2. Galur-galur yang diuji memiliki persentase gabah isi antara 53.8 % - 72.1 % dan gabah hampa antara 27.9 % - 46.2 %. Galur WI-44 merupakan galur yang memiliki persentase gabah isi tertinggi (72.1 %) , dengan persentase gabah hampa terendah (27.9 %). Persentase gabah isi pada galur WI-44 ini lebih tinggi dari pembanding Ciherang (60 %) dan Inpari 13 (64 %). Galur FM1R-1-3-1 memiliki persentase gabah isi terendah (53.8 %) dengan persentase gabah hampa tertinggi (46.2 %).
Tingginya kehampaan pada galur-galur dan kedua pembanding disebabkan karena tanaman terserang hama. Tanaman terserang hama walang sangit pada saat awal muncul malai sampai bulir padi matang susu. Hama ini menghisap cairan yang terdapat pada bulir padi. Disamping tanaman terserang hama, faktor lingkungan juga mempengaruhi persentase kehampaan ini, seperti rendahnya intensitas penyinaran matahari, tingginya intensitas hujan dan rendahnya suhu selama masa reproduktif. Kehampaan juga dapat terjadi karena faktor genetik.
Abdullah (2009) menyatakan, kehampaan karena faktor genetik dapat terjadi apabila malai padi panjang dan memiliki gabah yang banyak sehingga masa pengisian dan pemasakan akan lebih lama, biasanya akan menyebabkan kehampaan pada pangkal malai .
Gambar 2. Persentase gabah isi dan gabah hampa galur-galur dan dua pembanding
Bobot 1,000 Butir
Bobot 1,000 butir merupakan salah satu karakter yang mempengaruhi komponen hasil. Gabah dengan ukuran yang besar dan bernas akan memiliki bobot 1,000 butir yang lebih berat. Yoshida (1983) manyatakan bahwa bobot 1,000 butir dipengaruhi oleh faktor ukuran gabah dan juga temperatur. Abdullah et al. (2004) juga menguatkan pernyataan tersebut dengan menyatakan semakin besar butir gabah, maka bobot gabah akan lebih berat. Bobot 1,000 butir paling tinggi ditunjukkan pada galur KP1-3-1-2 dengan nilai tengah sebesar 35.99 gram, berbeda nyata dengan kedua pembandingnya yaitu Ciherang, Inpari 13. Bobot paling rendah ditunjukkan oleh galur KP4-43-2-3 dengan nilai tengah sebesar 27.14 gram (Tabel 6).
56.2 60.7
67.6
63.8 66.9 64.2
53.8 72.1
63.6 69.3
60 64
43.8 39.3
32.4 36.2 32.4 35.8
46.2
27.9 37.3
30.7 40
35.4
20 30 40 50 60 70 80
[image:32.595.108.514.150.488.2]22
Tabel 6. Rata-rata bobot 1,000 butir (gram) gabah bernas
Galur/ Varietas Bobot 1,000 butir (gram)
KP1-3-1-2 35.99 a
KP3-18-1-2 29.19 de
KP3-19-1-3 27.35 f
KP3-19-1-4 27.66 f
KP4-42-2-1 29.63 cd
KP4-43-2-3 27.14 f
FM1R-1-3-1 30.65 c
WI-44 29.69 cd
IW56 29.69 cd
B13-2e 28.23 ef
Ciherang 31.99 b
Inpari 13 30.00 cd
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1 %.
Produktivitas
Hasil gabah per petak bersih dapat digunakan sebagai ukuran besarnya produksi yang dihasilkan oleh tanaman. Hasil gabah kering giling menunjukkan galur KP4-42-2-1 mencapai produktivitas tertinggi (4.96 ton/ha) lebih tinggi dibanding Ciherang (3.99 ton/ha) dan Inpari 13 (4.19 ton/ha). Lima galur yang memiliki produktivitas setara dengan pembanding Ciherang dan Inpari 13 yaitu galur KP1-3-1-2, KP4-43-2-3, IW56, FM1R-1-3-1 dan WI-44, berturut-turut 4.17 ton/ha, 4.13 ton/ha, 4.09 ton/ha, 3.68 ton/ha dan 3.45 ton/ha. Hasil gabah kering giling terendah dimiliki oleh galur 18-1-2, galur 19-1-3 dan galur KP3-19-1-4 yaitu berturut-turut 2.97 ton/ha, 2.97 ton/ha dan 2.92 ton/ha ( Tabel 7).
Tabel 7. Hasil uji lanjut DMRT untuk produktivitas gabah kering giling (ton/ha)
Galur/ Varietas
Produktivitas gabah kering giling (ton/ha)
KP1-3-1-2 4.17 b KP3-18-1-2 2.97 c KP3-19-1-3 2.97 c KP3-19-1-4 2.92 c KP4-42-2-1 4.96 a KP4-43-2-3 4.13 b FM1R-1-3-1 3.68 bc
WI-44 3.45 bc
IW56 4.09 b
B13-2e 3.12 c
Ciherang 3.99 b Inpari 13 4.19 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1 %.
Hasil produksi gabah kering giling pada galur-galur yang diuji pada penelitian ini pada umumnya menunjukkan peningkatan dari penelitian yang dalakukan sebelumnya. Sjafii et al. (2011) melaporkan, pada penelitian sebelumnya galur KP1-3-1-2, KP4-42-2-1, dan KP4-43-2-3 hasil produksi per hektarnya berturut-turut hanya 3.65 ton/ha, 4.27 ton/ha dan 2.9 ton/ha, sedangkan pada penelitian ini hasil produksi dari galur tersebut berturut-turut 4.17 ton/ha, 4.96 ton/ha dan 4.13 ton/ha.
[image:34.595.108.510.113.346.2]24
Gambar 3. Potensi hasil galur-galur dihaploid dan varietas pembanding (ton/ha)
Hasil produktivitas galur-galur yang diuji dan pembanding Ciherang dan Inpari 13 yang dihitung dengan menggunakan komponen hasil menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari hasil dengan hitung produktivitas berdasarkan petak bersih. Produksi dengan menggunakan komponen hasil ini produksi paling rendah 5.6 ton/ha dan produksi paling tinggi 11.67 ton/ha. Hasil yang paling tinggi terdapat pada galur FM1R-1-3-1 dan hasil yang paling rendah terdapat pada galur IW56 (Gambar 3).
Perbedaan hasil yang diperoleh antara perhitungan komponen hasil dengan hitung produktivitas berdasarkan petak bersih dipengaruhi oleh kondisi lapangan dan serangan penyakit dan hama tanaman. Hasil produksi yang diperoleh dari perhitungan komponen hasil di atas menunjukkan jika tanaman ditanam pada kondisi yang optimal dan serangan hama dan penyakit minimal.
7.49
5.7 5.95 6.11
6.45 5.95
11.67
6.46
5.61 7.5
5.89 7.87
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Produktivitas dari sepuluh galur yang diuji berkisar antara 2.92 - 4.96 ton/ha. galur KP4-42-2-1 mencapai produktivitas tertinggi yaitu 4.96 ton/ha lebih tinggi dibanding Ciherang (3.99 ton/ha) dan Inpari 13 (4.19 ton/ha). Terdapat lima galur dihaploid padi sawah yang memiliki produktivitas setara dengan pembanding Ciherang dan Inpari 13 yaitu galur KP1-3-1-2, KP4-43-2-3, IW56, FM1R-1-3-1 dan WI-44, berturut-turut 4.17 ton/ha, 4.13 ton/ha, 4.09 ton/ha, 3.68 ton/ha dan 3.45 ton/ha.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S. 1997. Revolusi Hijau dengan Swasembada Beras dan Jagung. Setdal Bimas. Jakarta. 351 hal.
Abdullah, B., I.S. Dewi, Sularjo, H. Safitri, dan A.P. Lestari. 2008. Perakitan padi tipe baru melalui seleksi silang berulang dan kultur anter. Jurnal. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(1):1-8.
, S. Tjokrowidjojo. dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27(1):1-9. . 2009. Perakitan dan pengembangan varietas padi tipe baru. In Aan A. Daradjat, Agus Setyono, A. Karim Makarim, Andi Hasanuddin (Eds.) Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. LIPI Press. Jakarta. P. 67-89.
Balai Besar Penelitian Padi. 2010. Pedoman Utama IP Padi 400. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subang . 30 hal.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi Indonesia. http://bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. [01 Agustus 2012].
[Deptan] Departemen Pertanian, Satuan Pengendalian Bimas. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayuran. Jakarta. 265 hal.
. 2004. Statistik Pertanian. Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Dewi, I.S. dan B.S. Purwoko. 2001. Kultur antera untuk mendukung program pemuliaan tanaman padi. Jur. Agron. 29(2)59-63.
. 2002. Karakterisasi Morfologi dan Agronomi Galur Dihaploid Hasil Kultur Antera Padi Hasil Silangan Resiprok Subspesies Indica x Javanica. Laporan Topik Khusus. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 43 hal.
Helyanto, B., U.S. Budi, A. Kartamidjaya, dan D. Sunardi. 2000. Studi parameter genetik hasil serat dan komponennya pada plasma nutfah rosela. Jur. Pertanian Tropika 8(1):82-87.
Herawati, R., B.S. Purwoko, dan I.S. Dewi. 2009. Keragaman genetik dan karakter agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil kultur antera. Jur. Agron. Indonesia. 37 (2): 87-94.
Kush, G. S., W. R. Coffman, and H. M. Beachel. 2001. The History of Rice Breeding : IRRI’s Contribution. IRRI. Los Banos, Philippines.
Gardner, F.P., R.B. Pearce., dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (diterjemahkan dari: Physiology of Crop Plants, penerjemah: H. Susilo). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 698 hal.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.
Las I, I.N. Widiarta, B. Suprihatno. 2004. Perkembangan Varietas dalam Perpadian Nasional. 1-25 Hal.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemulian Tanaman. Kanisius. 182 hal. Masyhudi M.F., T. Soewito, S, Rianawati, I.S. Dewi. 1997. Regenerasi kultur
antera beberapa varietas tanaman padi sawah di Indonesia. Jurnal. Penelitian Pertanian 16(2):77-87.
Nasir, M. 2001. Pengantar Pemulian Tanaman. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 325 hal.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Palawija. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deparemen Pertanian. Bogor. 155 hal.
. 2007. Peningkatan produksi padi menuju 2020. http://pangan.litbang.deptan.go.id. [23 Maret 2011].
Purwono dan H. Purnamawati. 2009. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Safitri, H. 2010. Kultur antera dan evaluasi galur haploid ganda untuk mendapatkan pado gogo tipe baru. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal.
28
Sasmita, P. 2007. Aplikasi teknik kultur antera pada pemulian padi. Apresiasi Hasil Penelitian padi: 595-609.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Rineka. Jakarta. 320 Hal. . 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Jakarta. 318 Hal.
Somantri, I.H., Ambarwati A.D, dan Apriana A. 2003. Perbaikan varietas padi melalui ultur antera. Proseding Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Hal 208-214.
Suhartini, K dan I.H. Somantri. 2000. Kesamaan genetik galur – galur padi hasil kultur anter F1 pada generasi H1. Jurnal Penelitian Pertanian tanaman Pangan. 19(2):13-20.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemulian Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal.
Tiara, D. 2010. Uji daya hasil lanjut 30 galur harapan padi (Oryza sativa L.) Tipe baru (PTB). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Research Institut. Los Banos. 267 hal.
Zapata, F.J. 1985. Rice anther culture at IRRI. p. 85-89 . In Biotechnology in International Agriculture Research IRRI.
30
Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman vegetatif
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 48.79 24.39 1.10 0.35
Genotipe 11 985.30 89.57 4.03 0.0026
Galat 22 489.16 22.23
Total terkoreksi 35 1523.26
Koefisien Keragaman = 6.02 R2=0.68
Lampiran 2. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman generatif
Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan vegetatif
Sumber Derajat
Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 21.48 10.74 1.14 0.3375
Genotipe 11 696.53 63.32 6.73 <0.0001
Galat 22 206.92 9.41
Total terkoreksi 35 924.93
Koefisien Keragaman = 13.54 R2=0.78
Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan produktif
Sumber Derajat
Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 15.33 7.66 3.05 0.0679
Genotipe 11 103.79 9.44 3.75 0.0040
Galat 22 55.31 2.51
Total terkoreksi 35 174.43
Koefisien Keragaman = 10.39 R2=0.68 Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F Hitung Pr > F
Ulangan 2 241.11 120.55 12.74 0.0002
Genotipe 11 3125.99 284.18 30.04 <0.0001
Galat 22 208.12 9.46
Total terkoreksi 35 3575.22
Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur berbunga
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 2.06 1.03 0.69 0.51055
Genotipe 11 170.97 15.54 10.49 < 0.0001
Galat 22 32.61 1.48
Total terkoreksi 35 205.64
Koefisien Keragaman = 1.39 R2=0.84
Lampiran 6. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur panen
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 5.72 2.86 0.53 0.5981
Genotipe 11 253.89 23.08 4.25 0.0019
Galat 22 119.61 5.44
Total terkoreksi 35 379.22
Koefisien Keragaman = 2.05 R2=0.68
Lampiran 7. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang malai
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 1.58 0.79 0.19 0.8300
Genotipe 11 133.05 12.09 2.88 0.0166
Galat 22 92.32 4.19
Total terkoreksi 35 226.95
Koefisien Keragaman = 8.23 R2=0.59
Lampiran 8. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah isi
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 1733.81 866.90 10.61 0.0006
Genotipe 11 10594.22 963.11 11.79 <0.0001
Galat 22 1797.43 81.70
Total terkoreksi 35 14125.46
32
Lampiran 9. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap gabah hampa
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 1038.42 519.21 6.71 0.0053
Genotipe 11 11555.15 1050.47 13.58 <0.0001
Galat 22 1701.29 77.33
Total terkoreksi 35 14294.87
Koefisien Keragaman = 16.35 R2= 0.88
Lampiran 10. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah total
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung
Pr > F Keragaman
Ulangan 2 624.90 312.45 4.13 0.0301
Genotipe 11 36356.22 3305.11 43.65 <0.0001
Galat 22 1665.95 75.72
Total terkoreksi 35 38647.07
Koefisien Keragaman = 5.99 R2=0.96
Lampiran 11. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap bobot 1,000 butir
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 2.50 1.25 2.68 0.0905
Genotipe 11 193.28 17.57 37.74 <0.0001
Galat 22 10.24 0.47
Total terkoreksi 35 206.02
Koefisien Keragaman = 2.29 R2=0.95
Lampiran 12. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap produktivitas
Sumber Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F
Hitung Pr > F Keragaman
Ulangan 2 6.03 3.02 17.44 <0.0001
Genotipe 11 13.66 1.24 7.18 <0.0001
Galat 22 3.80 0.17
Total terkoreksi 35 23.49
Lampiran 13. Deskripsi varietas Inpari 13 Nomor seleksi : OM1490
Asal persilangan : OM606/IR18348-36-3-3
Golongan : Cere
Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 malai Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22,40 % Bobot 1000 butir : 25,2 g Rata-rata hasil : 6,59 t/ha Potensi hasil : 8,0 t/ha
Ketahanan Hama Penyakit : Tahan terhadap hama Wereng Batang Coklat Biotipe 1, 2 dan 3, Agak rentan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073 dan 173
Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl
Pemulia : Nafisah, Cucu Gunarsih, Bambang Suprihatno, Aan A. Daradjat. Trias Sitaresmi, M. YaminSamaullah
34
Lampiran 14. Deskripsi varietas Ciherang
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1
Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116-125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 107-115 cm
Anakan produktif : 14-17 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23%
Indeks Glikemik : 54
Bobot 1,000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 t/ha
Potensi hasil : 8.5 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit : T ahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3
Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl.
Pemulia : Tarjat T. Z. A. Simanullang. E. Sumadi dan
Aan A. Daradjat
Lampiran 15. Data Iklim Darmaga, Bogor
Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lintang : 66033’ LS
Bujur : 106045’ BT Elevasi :207 m
Bulan Curah Hujan (mm)
suhu (0C)
Kelembaban Udara (%)
Penyinaran Matahari Lama
Penyinaran (%)
Intensitas (cal/cm2)
Des11 344.6 26.1 84 44 344.6
Jan-12 272.0 25.1 86 28 224.0
Feb-12 548.9 25.6 87 57 318.3
Mar12 136.0 26.2 80 55 310.0
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) memegang peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan beras juga akan meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006 konsumsi beras masyarakat Indonesia diperkirakan 137 kg per kapita per tahun dengan total konsumsi mencapai 31.31 juta ton. Jika diasumsikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurun 0.03 % per tahunnya dan diasumsikan konsumsi beras tetap 137 per kapita per tahun, maka diperkirakan pada tahun 2020 konsumsi beras akan mencapai 35.97 juta ton (Puslitbang Tanaman Pangan, 2007).
Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan berkurangnya luas lahan produktif karena konversi lahan. Disamping itu produktivitas padi di Indonesia telah melandai (levelling off), artinya budidaya apapun yang diberikan akan sulit untuk meningkatkan produksi karena potensi genetik produksinya sudah jenuh (Safitri, 2010). Peningkatan jumlah penduduk ini harus diimbangi dengan produktivitas padi agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil varietas yang sudah ada dan varietas tersebut juga tahan terhadap hama penyakit.
Penyediaan varietas unggul memegang peranan penting diantara teknologi-teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik dalam kontribusinya terhadap peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama penyakit. Setiap varietas memiliki keunggulan yang berbeda. Untuk mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit perlu dilakukan penyeleksian terhadap galur–galur yang dihasilkan dari pemuliaan tanaman.
(Sasmita, 2007). Tanaman dihaploid terjadi secara spontan. Kejadian ini diduga terjadi selama kultur kalus embriogenik (Fu et al., 2008). Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh galur-galur dihaploid dari hasil kultur antera (Sjafii et al., 2011). Galur-galur tersebut telah dikarakterisasi dan perlu dilakukan pengujian lanjutan.
Pengujian daya hasil merupakan aspek penting dalam mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengevaluasi potensi hasil galur-galur terpilih. Uji daya hasil meliputi tiga tahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji daya hasil multilokasi untuk melihat stabilitas dan adaptasi tanaman di berbagai lokasi sebelum varietas tersebut dilepas menjadi varietas unggul baru dengan karakter-karakter yang dikehendaki (Nasir, 2001).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menguji daya hasil beberapa galur dihaploid padi sawah untuk mendapatkan galur yang memiliki daya hasil tinggi.
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia semusim. Sistem budidaya padi secara garis besar dibedakan dua tipe, yaitu padi kering (gogo) dan padi sawah. Padi gogo ditanam di lahan kering (tidak digenangi), sedangkan padi sawah ditanam di sawah yang selalu tergenang air. Budidaya tipe padi sawah di Indonesia relatif lebih maju dibanding budidaya tipe padi gogo. Tanaman padi pada budidaya padi sawah maupun budidaya padi gogo dapat dikembangkan secara langsung, baik dengan benih maupun dengan benih yang disemai menjadi bibit.
Produksi padi di Indonesia 95% dihasilkan dari lahan sawah. Hanya 5% yang berasal dari lahan kering. Data statistik tahun 2011 menunjukkan luas panen padi di Indonesia sekitar 13.20 juta ha. Produksi panen per tahun 65.75 juta ton dengan produktivitas 49.80 juta ton/ha (BPS, 2011).
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berudara panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m di atas permukaan laut. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7 (Purwono dan Purnamawati, 2009).
Pemuliaan Padi
Varietas-varietas padi sawah yang akan dikembangkan perlu memiliki keunggulan, antara lain: potensi hasil tinggi, beranak banyak, produktif, tahan terhadap hama penyakit, berumur genjah, mutu beras baik, dan rasanya enak (Abbas, 1997; Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Secara konvensional perakitan varietas unggul baru yang memiliki karakter yang diinginkan dapat dilakukan dengan menyilangkan (hibridisasi). Untuk mendapatkan kombinasi karakter yang diinginkan dari hasil hibridisasi, generasi F2 dan generasi berikutnya dilakukan penyeleksian hingga mencapai kemurnian genetik. Proses perakitan varietas secara konvensional ini memerlukan waktu yang panjang (lebih dari 5 tahun), apabila dengan menggunakan berbagai varietas atau tetua yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan (Dewi dan Purwoko, 2011 ; Herawati et al, 2009 ; Sasmita, 2007).
Kultur antera berperan penting dalam mempercepat pembentukan tanaman dihaploid ( Abdullah, 2008). Menurut Dewi (2002) proses seleksi teknik kultur antera akan lebih efisien, karena galur homozigos dapat dibentuk pada musim kedua. Sasmita (2007) menambahkan teknik kultur anter dalam program pemuliaan tanaman padi dapat mempercepat waktu pembentukan galur-galur dihaploid (galur murni) dari polen yang dihasilkan tanaman F1, sehingga mempersingkat waktu perakitan varietas unggul. Teknik kultur antera dilakukan secara in vitro melalui dua tahap yaitu, tahap induksi kalus dari polen yang terdapat dalam antera tanaman F-1 (hasil persilangan antara tetua yang memiliki karakter yang diharapkan), dan tahap regenerasi tanaman dari kalus menjadi tanaman haploid (planlet).
5
Metode seleksi merupakan proses yang efektif untuk memperoleh sifat-sifat yang dianggap sangat penting dan tingkat keberhasilannya tinggi. Helyanto et al. (2000) menyatakan bahwa apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik cukup tinggi, maka keragaman karakter tersebut antar individu dalam populasinya akan tinggi pula, sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Oleh sebab itu, informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan seleksi, harus diketahui antar karakter agronomi, komponen hasil, sehingga seleksi terhadap satu karakter lebih dapat dilakukan (Zen, 2002).
Teknik kultur antera memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari teknik ini diantaranya adalah memperpendek siklus pemuliaan dengan memperoleh homozigositas secara cepat, menambah efisensi seleksi, memperluas variabilitas genetik melalui produksi variasi gametoklonal, mempercepat terekspresinya gen resesif, menyediakan sumber benih homozigos, dan menghemat waktu, biaya dan tenaga (Dewi dan Purwoko, 2001). Disamping keuntungan teknik kultur anter ini juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah pelaksanaan kultur anter menggunakan peralatan dan personil khusus, kecilnya persentase regenerasi, beragam ploidi tanaman yang dihasilkan, frekuensi haploid tidak dapat diprediksi dalam populasi, dan penampilan galur inbred turunan dihaploid mungkin lebih inferior dibanding penampilan galur inbred hasil pemuliaan konvensional (Dewi dan Purwoko, 2011 ; Masyhudi et al., 1997 ; Somantri et al., 2003).
Uji Daya Hasil
2003). Pada uji daya hasil pendahuluan jumlah galur yang diuji lebih banyak dibanding uji daya hasil lanjutan dan multilokasi, namun jumlah lokasi uji daya hasil pendahuluan lebih sedikit.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 – Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor sedangkan penanaman dilaksanakan di kebun percobaan IPB Sawah Baru, Babakan, Darmaga, Bogor. Jenis tanah tempat penelitian adalah latosol dan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah 10 galur dihaploid dari hasil kultur anter dan dua varietas pembanding yaitu Ciherang dan Inpari 13. Nama genotipe galur-galur harapan tersebut yaitu: KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, 1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44, IW56 dan B13-2e.
Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis 200 kg Urea /ha, 150 kg SP-36 /ha, dan 100 kg KCl /ha. Pestisida yang dipakai adalah insektisida, dan moluscisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat yang umum digunakan pada budidaya padi sawah, timbangan, plastik, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Model rancangan yang digunakan adalah model Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) : Yij = µ + αi + βj + εij
dimana :
Yij = nilai pengamatan galur ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai rataan umum
αi = pengaruh galur ke-i
βj = pengaruh ulangan ke-j
εij = pengaruh galat percobaan dari galur ke-i dan ulangan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil percobaan dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 1 % dan 5 %. Jika diantara galur berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 1 % dan 5 %. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai tengah semua perlakuan (Gomez dan Gomez, 1995). Sidik ragam disajikan pada Lampiran 1 - 12. Deskripsi varietas Inpari 13 dan Ciherang disajikan pada Lampiran 13 - 14. Data iklim disajikan pada Lampiran 15.
Pelaksanaan Penelitian Pra tanam
9
Penanaman dan Pemeliharaan
Bibit yang telah berumur 21 hari dipindahtanam pada petak percobaan yang berukuran 3 m x 3 m. Sebelum dilakukan penanaman bibit, petakan percobaan diolah. Proses pengolahan tanah terdiri atas pembajakan, garu, dan perataan yang dilakukan pada saat benih masih di persemaian. Benih ditanam 2 bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Setiap petak terdiri atas 12 baris, pada tiap baris terdapat 12 lubang tanam sehingga pada satu petak terdapat 144 lubang tanam.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah pemupukan, pengaturan air sesuai dengan fase pertumbuhan, penyulaman, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit. Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk SP-36 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam, sedangkan urea 200 kg/ha diberikan 3 kali yaitu pada waktu tanam dengan 1/3 dosis, pada saat tanaman berumur 28 hari setelah tanam (HST) dengan 1/3 dosis dan pada saat tanaman berumur 49 HST dengan 1/3 dosis.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual yang dilakukan pada saat tanaman berumur 22 HST. Pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan pestisida. Pestisida yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan intensitas hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian hama burung dilakukan dengan cara memasang jaring di sekeliling lokasi percobaan
Panen
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap lima rumpun tanaman contoh dan pengamatan hasil produksi. Peubah yang diamati adalah : 1. Tinggi tanaman, tinggi tanaman maksimum (cm) pada fase vegetatif diukur
dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang diukur 45 HST pada tiap tanaman contoh. Tinggi tanaman fase generatif diukur pada saat menjelang panen (satu minggu sebelum panen) diukur dari permukaan tanah sampai malai terpanjang pada tiap tanaman contoh.
2. Jumlah anakan total (batang/rumpun), pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan total tiap tanaman contoh pada 45 HST.
3. Jumlah anak produktif (batang/rumpun), pengamatan dengan menghitung jumlah anakan yang bermalai pada saat tanaman menjelang panen.
4. Umur berbunga, umur berbunga dihitung dari saat benih disebar sampai bunga terbentuk 50 % dalam satu rumpun.
5. Umur panen, umur panen dihitung dari saat benih disebar sampai malai 80 % menguning.
6. Panjang malai (cm), pengamatan panjang malai dilakukan dengan mengukur dari leher sampai ujung malai.
7. Jumlah gabah total per malai (butir), dilakukan dengan menghitung jumlah total gabah (gabah isi + gabah hampa) dari lima malai dalam satu rumpun. 8. Jumlah gabah isi dan hampa per malai (butir), dilakukan dengan menghitung
jumlah gabah isi dan gabah hampa secara terpisah dari lima malai dalam satu rumpun.
9. Persentase gabah isi per malai (%), dilakukan dengan membandingkan antara jumlah gabah isi per malai dengan jumlah gabah total per malai.
10.Bobot 1,000 butir (g) dengan kadar air ± 14 %, diperoleh dengan menimbang 1,000 butir gabah bernas dari masing-masing petak percobaan dalam setiap galur.
11
12. Produktivitas setiap galur dan pembanding. Penghitungan produktivitas dilakukan dengan dua cara. Cara pertama yaitu menghitung produktivitas berdasarkan petak bersih dihitung dengan mengkonversikan ke luasan satu hektar dengan menggunakan rumus = 10,000/luas petak bersih x hasil gabah per petak (kg). Cara kedua yaitu menghitung komponen hasil dengan menggunakan rumus (Yoshida, 1981) :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertumbuhan tanaman pada awal fase vegetatif kurang baik. Hal ini disebabkan oleh serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata). Serangan keong ini mulai terjadi satu hari tanaman telah dipindahtanam ke petak percobaan sampai tanaman berumur empat minggu setelah tanam (MST). Tingkat serangannya cukup tinggi, mengakibatkan tanaman banyak yang disulam.
Penyulaman tanaman ini dibatasi sampai tanaman berumur 4 MST. Bibit yang ditanam terlalu tua akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatifnya dan menyebabkan ketidakseragaman pada pertumbuhan populasi. Serangan hama keong ini diatasi secara kultur teknis dan kimia. Secara kultur teknis dilakukan dengan mengatur air, sedangkan secara kimia menggunakan moluskisida. Di samping serangan hama keong, tanaman juga terserang hama belalang (Valanga nigricornis). Belalang ini memakan daun padi yang masih muda yang mengakibatkan daun menjadi berlubang. Hama belalang diatasi secara kimia dengan menggunakan pestisida.
Serangan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi pada fase generatif. Hama ini mulai menyerang pada awal muncul malai sampai bulir padi matang susu. Walang sangit menghisab cairan pada bulir padi sehingga menyebabkan gabah berubah warna dan mengapur, hingga gabah menjadi kosong (hampa). Serangan hama burung (Ploceus sp.) terjadi pada saat bulir masak susu sampai tanaman akan dipanen. Pengendalian hama burung ini dilakukan deng