• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kekeringan Hidrologi pada Wilayah Kalimantan Bagian Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Kekeringan Hidrologi pada Wilayah Kalimantan Bagian Barat"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KEKERINGAN HIDROLOGI PADA

WILAYAH KALIMANTAN BAGIAN BARAT

PIPIT PUTRI AJI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kekeringan Hidrologi pada Wilayah Kalimantan Bagian Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PIPIT PUTRI AJI. Karakteristik Kekeringan Hidrologi pada Wilayah Kalimantan Bagian Barat. Dibimbing oleh MUH. TAUFIK

Kekeringan hidrologi merupakan kekeringan yang berpengaruh terhadap ketersediaan air pada badan-badan air termasuk groundwater. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik kekeringan hidrologi dan menganalisis hubungan kejadian kekeringan hidrologi dengan El Niño (ENSO) di wilayah Kalimantan bagian barat. Penelitian ini menggunakan model neraca air tanah yang disusun untuk menduga nilai groundwater recharge bulanan dengan inputan data suhu udara dan curah hujan bulanan periode 1901-2009. Analisis kekeringan dibedakan berdasarkan dua tipe tanah utama yaitu tanah mineral dan tanah gambut dengan penutupan hutan alam. Analisis kekeringan hidrologi pada groundwater recharge diidentifikasi dengan metode ambang batas bervariasi bulanan (monthly varying threshold). Berdasarkan hasil analisis selama periode 1901-2009, kekeringan hidrologi pada tipe tanah gambut dan mineral lebih sering terjadi di wilayah bagian selatan dengan frekuensi kejadian kekeringan pada tanah gambut 53 kejadian sedangkan tanah mineral hanya 33 kejadian. Durasi kekeringan pada kedua tipe tanah yaitu dua sampai lima bulan berurutan yang dibedakan dengan volume defisit pada tanah gambut lebih besar dibanding tanah mineral. Pada kondisi ekstrim terdapat satu kejadian kekeringan hidrologi dengan durasi sebelas bulan berturut-turut untuk tanah gambut yang menunjukkan kekeringan hidrologi berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kekeringan meteorologi. Temuan lain berupa kekeringan yang bertepatan dengan El Niño kuat menyebabkan volume defisit kekeringan yang semakin besar.

(5)

ABSTRACT

PIPIT PUTRI AJI. Hydrological Drought Characteristic in the Western Part of Kalimantan. Supervised by MUH. TAUFIK

Hydrological drought is a drought type, which influences the availability of water bodies including groundwater. This study aimed to analyze the characteristics of hydrological drought and their relationship with El Niño (ENSO) in the western part of Kalimantan. This study used a soil water balance model to estimate monthly groundwater recharge with an input of monthly air temperature and rainfall for 1901-2009. The model was run for two different two soil types (mineral and peat) under natural forest. Hydrological drought on groundwater recharge was identified using monthly varying threshold method. We found that drought duration was about two to five consecutive months either in peat or mineral soil. The southern part of the region was more prone to drought particularly for peat soil. Furthermore, our study confirmed that hydrological drought are more severe than meteorological drought as indicated by the largest duration of drought in recharge until eleven months, whereas meteorological drought only nine months. In strong El Niño years, drought occurences are more severe as indicated by high deficit volume.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

KARAKTERISTIK KEKERINGAN HIDROLOGI PADA

WILAYAH KALIMANTAN BAGIAN BARAT

PIPIT PUTRI AJI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakteristik Kekeringan Hidrologi pada Wilayah Kalimantan Bagian Barat

Nama : Pipit Putri Aji NIM : G24100052

Disetujui oleh

Muh Taufik, S.Si, M.Si. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Tania June, M. Sc. Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Karakteristik Kekeringan Hidrologi pada Wilayah Kalimantan Bagian Barat”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Muh. Taufik, S.Si, M.Si selaku pembimbing atas segala bantuan, bimbingan, kritik dan saran.

2. Keluarga tercinta, Bapak Harjito dan Ibu Eni Kusrini serta kakak Kaswari Niviaji dan adik Chanari Rizki Aji atas dukungan, doa dan kasih sayangnya.

3. Ibu Dr Ir Tania June, M. Sc. selaku Ketua Departemen, Bapak Bregas Budianto, Ass.dpl. selaku dosen pembimbing akademik, serta seluruh dosen dan staf Departemen Geofisika dan Meteorologi yang memberikan dukungan.

4. Taufiq Yuliawan, Teungku Haikal, dan Rifqi Naufaldi atas bantuan yang luar biasa.

5. Muhamad Nurfajri atas semangat, bantuan, motivasi dan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat Gembelle (Yadisti E.P, Anggi R, Annisa N, Shailla R dan Irza A.N) dan DORTE (Farha, Nursinta, dan Ginna) yang selalu memberi keceriaan, semangat dan dukungan.

7. Sahabat-sahabat GFM 47 (Tri A, Alan, Jeffry, Taufiq Rizki, Syafei, Frimadi, Hasby, Linda, Ilmina, Wahyu SD, Dewi S, Srimani, Deti, Roni, Himma, Hasan, Duwi, Sri M, Jeanny, Putri, Andrini, Aden, Ryan, Dirgha, Iftah, Muhjidin, Murni, Givo, Adi, Ryco, Ichakar, Firdaus, Basit dan lain lain) yang memberikan cerita indah pada masa kuliah.

8. Seluruh keluarga besar GFM baik itu kakak atau adik kelas dan semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

Perhitungan Evapotranspirasi Potensial 3

Perhitungan Neraca Air 4

Metode Ambang BatasKekeringan 5

Karakteristik Kekeringan Hidrologi 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Gambaran Umum Kondisi Daerah Penelitian 6

Kondisi Iklim 6

Curah hujan dan Evapotranspirasi Potensial 7

Sebaran Gambut 8

Variabilitas Recharge RCH 8

Ambang Batas Kekeringan Hidrologi 10

Karakteristik Kekeringan Hidrologi 11

Durasi Kekeringan 11

Volume Defisit Recharge 12

Perbandingan Kejadian Kekeringan Tanah Gambut dengan Tanah Mineral 13 Pengaruh ENSO terhadap Kejadian Kekeringan 14

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(12)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik soil moisture tanah gambut dan tanah mineral 2 2 Faktor koreksi berdasarkan letak lintang dan waktu 4 3 Profil iklim lokasi penelitian meliputi suhu udara (ºC), curah hujan

(mm/thn), dan ETp (mm/thn) 6

4 Nilai ambang batas kekeringan untuk dua jenis tanah yang berbeda

(mm/bulan) 10

5 Frekuensi kejadian kekeringan tanah gambut 11 6 Frekuensi kejadian kekeringan tanah mineral 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian: Pontianak, Ketapang, Sintang, Pangkalan

Bun dan Palangkaraya 3

2 Diagram alir prosedur penelitian 6

3 Sebaran curah hujan bulanan (kiri) dan nilai evapotranspirasi

potensial (kanan) pada lokasi kajian periode 1901-2009 7 4 Sebaran recharge (RCH) rataan bulanan tanah gambut ( ) dan

tanah mineral ( ) periode 1901-2009 9

5 Hubungan volume defisit kekeringan dengan durasi kekeringan

pada tanah gambut periode 1901-2009 12

6 Hubungan volume defisit kekeringan dengan durasi kekeringan

pada tanah mineral periode 1901-2009 13

7 Hubungan defisit recharge (x), durasi (p) dengan SOI periode

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Pontianak

untuk tanah gambut 19

2 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Sintang untuk

tanah gambut 20

3 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Ketapang

untuk tanah gambut 21

4 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Pangkalan

Bun untuk tanah gambut 22

5 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Palangkaraya

untuk tanah gambut 23

6 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Pontianak

untuk tanah mineral 24

7 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Sintang untuk

tanah mineral 25

8 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Ketapang

untuk tanah mineral 26

9 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Pangkalan

Bun untuk tanah mineral 27

10 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Palangkaraya

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejadian bencana alam terkait iklim yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir dan kekeringan. Secara umum kekeringan merupakan pasokan air yang kurang pada suatu daerah selama periode tertentu. Sedangkan dalam perspektif hidrologi kekeringan merupakan kondisi cadangan air tanah yang berkurang pada badan-badan air. Van Loon dan Van Lanen (2013) berpendapat bahwa kekeringan berbeda dengan kelangkaan air (water scarcity), kekeringan merupakan fenomena alami, sedangkan kelangkaan air berasal dari faktor antropogenik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kekeringan adalah curah hujan. Curah hujan di wilayah tropis secara umum terpengaruh oleh fenomena El Niño. Wooster et al. (2012) mempelajari hubungan antara El Niño dengan kekeringan dan kebakaran hutan selama periode 1980-2000. Selama periode tersebut El Niño memberikan pengaruh terhadap curah hujan yang berkurang sehingga mengakibatkan kekeringan dan kebakaran hutan.

Batasan kekeringan sulit untuk ditentukan, sebab kekeringan memiliki definisi berbeda berdasarkan bidang ilmu, daerah, kebutuhan dan sudut pandang. Sebagai contoh definisi kekeringan berdasarkan daerah yaitu Bali terjadi kekeringan ketika tidak terjadi hujan selama enam hari berturut-turut (Suryanti 2008). Berdasarkan sudut pandang, kekeringan didefinisikan sebagai defisit curah hujan, kondisi saat hutan mudah terbakar, hasil panen pertanian kurang dari yang diharapkan serta kelembaban tanah yang menunjukkan pada titik kritis (Fleig 2004).

Fleig et al. (2006) berpendapat tipe kekeringan dibedakan berdasarkan defisit air yang mempengaruhi siklus hidrologi. Kekeringan yang berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim disebut kekeringan meteorologi. Jika kekeringan meteorologi diperparah dengan defisit kandungan air dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu, maka kekeringan ini disebut kekeringan pertanian. Setelah itu, kekeringan yang berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah disebut kekeringan hidrologi. Kekeringan hidrologi terdiri dari kekeringan debit sungai (streamflow drought) dan air bumi (groundwater drought) (Fleig et al. 2006). Kejadian kekeringan dapat dijelaskan dengan analisis karakteristik kekeringan suatu wilayah. Fleig (2004) menyatakan karakteristik kekeringan hidrologi meliputi “durasi kekeringan, waktu kejadian, tanggal awal dan akhir, defisit, dan aliran minimum suatu sungai”.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.menganalisis karakteristik kekeringan hidrologi,

2.menganalisis hubungan kejadian kekeringan hidrologi dengan ENSO di Kalimantan bagian barat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk kepentingan perencanaan, desain, manajemen dan pengembangan sumber daya air.

METODE

Penelitian ini terdiri dari pengolahan data iklim sekunder (curah hujan dan suhu) untuk perhitungan neraca air bulanan. Merujuk pada Gambar 2, hasil perhitungan neraca air bulanan digunakan untuk analisis kekeringan hidrologi pada komponen groundwater recharge di lokasi yang dipilih. Metode ambang batas bervariasi bulanan (monthly varying threshold) digunakan untuk analisis kekeringan pada recharge. Karakteristik kekeringan yang dianalisis terdapat dua komponen yaitu durasi kekeringan dan volume defisit dari kejadian kekeringan. Selanjutnya, kejadian kekeringan dikaitkan dengan kejadian El Niño.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

1. Data curah hujan bulanan dan suhu bulanan dalam kurun waktu 109 tahun (1901-2009) yang merupakan data CRU TS3.10. Menurut Harris et al. (2014) Data ini merupakan data stasiun hasil pemetaan satu set data iklim dari observasi bulanan di seluruh daratan stasiun meteorologi di dunia.

2. Komponen soil water retention (Tabel 1) berupa: SMfc (soil moisture at field capacity), SMwp (soil moisture at wilting point), dan SMcp (soil moisture at critical point) tanah gambut dan tanah mineral. Tabel 1 Karakteristik soil moisture tanah gambut dan tanah mineral

Konstanta Jenis Tanah

Gambut Mineral

Soil moisture content (mm) Kapasitas lapang (SMfc)

Titik kritis (SMcp) Titik layu permanen (SMwp)

472.0*

(17)

3. Data SOI bulanan periode 109 tahun. Tersedia dari situs Bureau of Meteorology http://www.bom.gov.au/climate/current/soihtm1.shtml.

Area wilayah kajian terdiri dari lima grid pewakil yang mewakili Kalimantan bagian barat (Gambar 1). Grid pertama yaitu Pontianak yang terletak pada 00009’ LS - 109024’ BT, selanjutnya Sintang (0004’ LU - 111028’48” BT). Kedua grid tersebut, dalam analisis dikelompokkan ke dalam wilayah bagian utara. Untuk wilayah bagian selatan meliputi Ketapang (01053’60” LS - 110000’ BT), Pangkalan Bun (02042’ LS - 111042’ BT), dan Palangkaraya (02013’48” LS - 113056’24” BT).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian: Pontianak, Sintang, Ketapang, Pangkalan Bun dan Palangkaraya

Alat

Penelitian ini menggunakan Microsoft Office Excel 2007 Student Edition berlisensi IPB Microsoft Open Value Subscription for Education Solution dan memanfaatkan fitur Visual Basic on Application.

Prosedur Analisis Data

Model Neraca Air

Perhitungan Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung dengan menggunakan metode Thornthwaite yang merujuk pada Thornthwaite (1948). Pendugaan ETp berdasarkan persamaan:

ETpx = 16 * (10T/I)a…(1)

ETp = ETpx*(f) …(2)

(18)

4

T : suhu rata-rata bulanan (oC)

f : faktor koreksi berdasarkan letak lintang dan waktu di areal Kalimantan bagian barat (Tabel 2)

I : jumlah nilai i (indeks panas) dalam setahun, dengan

i = (T/5)1.514 … (3)

a : 0.49 + (0.01792*I) + (0.77x 10-4* I2) + (0.675X10-6* I3) … (4) Tabel 2 Faktor koreksi berdasarkan letak lintang dan waktu

Lintang Bulan

Model neraca air pada penelitian ini merupakan model recharge air tanah pada tutupan lahan hutan alam. Masukan yang digunakan meliputi curah hujan (CH) dan evapotranporasi acuan (ETo) dalam menduga nilai evapotranspirasi aktual (ETa), soil moisture storage (SM), dan recharge air tanah (RCH). Formulasi perhitungan recharge menggunakan persamaan Van Lanen et al.

(2013).

Tanah Mineral

Untuk kondisi tanah mineral, perhitungan neraca air yang digunakan sebagai berikut:

SMt = SMt-1 + CHt - ETat - RCHt (5) ETo diasumsikan sama dengan ETp yang diduga menggunakan metode Thornthwaite. Sedangkan ETa diduga berdasarkan kondisi SMt.

ETat = ETot * kc jika SMcp≤ SMt < SMfc (6) ETat = * ETot * kc jika SMwp < SMt < SMcp (7)

ETat = 0 jika SMt≤ SMwp (8)

SMfc adalah Soil Moisture Storage pada kapasitas lapang, SMcp adalah Soil Moisture Storage pada critical point, SMwp adalah Soil Moisture Storage pada titik layu permanen

Recharge adalah besarnya aliran air menuju air tanah. Penghitungan recharge mengikuti kondisi soil moisture pada waktu tertentu (SMt).

(19)

RCH = * b* kfc jika SMcp < SMt < SMfc (7)

RCH = 0 jika SMt≤ SMcp (8)

kfc merupakan unsaturated hydraulic conductivity pada kapasitas lapang, b merupakan konstanta yang terbentuk dari kurva soil moisture retention dan unsaturated hydraulic conductivity.

Tanah Gambut

Kondisi water table di tanah gambut tergolong dangkal dengan kedalaman kurang dari 200 cm. Nilai kadar air tanah yang terukur pada tanah gambut akan selalu mendekati kapasitas lapang. Sehingga tanah gambut memiliki rumusan soil moisture dan recharge sebagai berikut:

SMt = SMfc (9)

ETat = ETot *kc (10)

RCHt = CHt– Eta (11)

Metode Ambang Batas Kekeringan

Karakteristik kekeringan hidrologi dapat diidentifikasi dengan metode ambang batas kekeringan (threshold level method). Ambang batas dapat bernilai tetap (fixed threshold) atau bervariasi (varying threshold). Penelitian ini menggunakan metode ambang batas bervariasi (varying threshold) yaitu ambang batas bervariasi bulanan (monthly varying threshold). Data recharge diolah untuk memperoleh ambang batas (Q0). Jika nilai recharge (RCH) berada di bawah Q0 maka dinyatakan kekeringan dan ditentukan durasi dan volume defisit. Secara umum, ambang batas yang digunakan untuk kriteria aliran yaitu 70%sampai 95% (Fleig et al. 2006). Ambang batas yang digunakan pada penelitian ini adalah 80%, yaitu RCH melampaui 80 persen dari panjang data, sehingga exceedance probability hanya sebesar 20 persen dari data keseluruhan.

Karakteristik Kekeringan Hidrologi

(20)

6

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kondisi Daerah Penelitian

Kondisi Iklim

Secara umum daratan Kalimantan bagian barat merupakan daratan rendah yang bersuhu bulanan rata-rata berkisar antara 26-27˚C (Tabel 3). Curah hujan tahunan berkisar 2300-3500 mm/tahun dan rata-rata curah hujan bulanan 193-294 mm/bulan. Menurut klasifikasi Koppen secara umum Kalimantan bagian barat termasuk tipe iklim tropika basah (Af). Hal ini dicirikan dengan suhu udara bulanan yang lebih dari 18˚C serta curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 60 mm (Handoko 1994).

Tabel 3 Profil iklim lokasi penelitian meliputi suhu udara (˚C), curah hujan (mm/thn), dan ETp (mm/thn)

No Grid Suhu Udara Curah Hujan ETp

max min mean max min mean

1 Pontianak 27.9 26.5 27.2 4653 1713 3122 1789 2 Sintang 27.,0 25.7 26.3 4501 2576 3524 1596

3 Ketapang 28.0 26.7 27.4 4652 1783 3126 1835

4 Pangkalan Bun 27.8 26.4 27.1 3813 1667 2709 1762

(21)

Curah Hujan dan Evapotranspirasi Potensial

Lokasi penelitian wilayah Kalimantan bagian barat dibagi menjadi dua yaitu utara dan selatan. Pembagian wilayah dibagi berdasarkan pada pola curah hujan yang terjadi. Wilayah utara yang diwakikan oleh Pontianak dan Sintang memiliki pola hujan ekuatorial, dicirikan dengan pola curah hujan bentuk bimodal (dua puncak) yang terjadi sekitar Bulan April dan November. Sedangkan wilayah selatan yang diwakilkan Ketapang, Pangkalan Bun, dan Palangkaraya memiliki pola hujan monsunal, dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan sekitar Bulan Desember).

(22)

8

Selama periode 1901-2009 rata-rata curah hujan untuk wilayah Kalimantan bagian barat sebesar 2958 mm/tahun. Curah hujan minimum secara umum terjadi pada bulan Juni-Agustus (81 mm) dan curah hujan maksimum pada bulan Desember-Februari (384 mm). Rata-rata suhu udara pada Kalimantan bagian Barat sebesar 26.9˚C yang berkisar dari 26.2-27.6 ˚C (periode 1901-2009). Suhu udara yang tinggi akan mengakibatkan nilai ETp semakin meningkat. Perhitungan evapotranspirasi potensial dilakukan dengan menggunakan metode Thornthwaite. Hasil perhitungan menunjukkan nilai ETp rata-rata tahunan sebesar 1730 mm/tahun. ETp bulanan maksimum sebesar 167 mm pada bulan Mei dan minimum sebesar 118 mm pada bulan Februari.

Sebaran Gambut

Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 20.6 juta hektar atau sekitar 10.8 persen dari luas daratan Indonesia, dari luasan tersebut sekitar 5.7 juta ha atau 27.8 persen terdapat di Kalimantan (Wahyunto et al 2004). Lahan gambut di Kalimantan mempunyai tingkat kematangan yang berbeda meliputi Fibrik (belum melapuk), Hemik (setengah melapuk), dan Saprik (sudah melapuk). Luas lahan gambut di Kalimantan bagian barat memiliki areal gambut seluas 4.7 juta ha atau 80 persen dari luas total gambut Kalimantan. Menurut Wahyunto et al (2004), tanah gambut yang mendominasi di Kalimantan bagian barat yaitu gambut jenis Hemik (setengah melapuk) dengan kedalaman sedang yaitu hingga 100-200 cm.

Variabilitas Recharge (RCH)

RCH adalah besarnya aliran air menuju air tanah. Pada penelitian ini RCH bulanan telah dihitung untuk kondisi tanah gambut dan tanah mineral. Variabilitas RCH bulanan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara umum variabilitas RCH mengikuti pola curah hujan. Nilai RCH pada tanah gambut berbeda dengan RCH pada tanah mineral. RCH pada tanah gambut bernilai lebih kecil dibandingkan dengan RCH tanah mineral yaitu berkisar antara -68 mm sampai 220 mm hal ini dikarenakan terjadi evapotranspirasi yang tinggi saat water table dekat dengan permukaan, sedangkan variasi nilai RCH tanah mineral terlihat konstan yaitu berada pada kisaran 0-233 mm. Tinggi rendah nilai RCH akan mempengaruhi jumlah volume defisit yang akan terjadi saat kekeringan. Semakin tinggi nilai RCH akan berdampak pada jumlah volume defisit yang semakin sedikit untuk dinyatakan sebagai kekeringan. Sebaliknya semakin kecil nilai RCH akan berdampak pada volume defisit yang semakin besar ketika terjadi kekeringan. Penurunan nilai RCH pada kedua jenis tanah secara umum terjadi pada bulan Juni-Agustus, hal ini diakibatkan oleh curah hujan yang terjadi pada bulan-bulan tersebut berada di bawah normal.

(23)
(24)

10

Ambang Batas Kekeringan Hidrologi

Ambang batas kekeringan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ambang batas bervariasi bulanan (monthly varying treshold). Nilai ambang batas akan berbeda setiap bulan dan pada tipe tanah yang berbeda (Tabel 4). Perbedaan nilai ambang batas kekeringan dipengaruhi oleh evapotranspirasi tanaman (hutan alam), curah hujan, dan kemampuan tanah dalam menyimpan air (water soil retention).

Tabel 4 Nilai ambang batas kekeringan untuk dua jenis tanah yang berbeda (mm/bulan)

Bulan Bagian Utara Bagian Selatan

Pontianak Sintang Ketapang Pangkalan Bun Palangkaraya Gambut Mineral Gambut Mineral Gambut Mineral Gambut Mineral Gambut Mineral 1 18.45 33.06 108.45 121.47 88.64 103.11 17.21 32.07 53.64 66.73

Pada tipe tanah gambut dan mineral, tanah mineral memiliki nilai ambang batas kekeringan yang lebih besar dibandingkan dengan tanah gambut (Tabel 4). Hal ini dikarenakan kedalaman water table pada tanah gambut tergolong dangkal. Sehingga air di groundwater mudah terangkat ke permukaan oleh gaya capilary rise dan berkurang secara signifikan melalui proses evapotranspirasi. Berdasarkan Tabel 4, ambang batas untuk wilayah utara lebih besar dibanding wilayah selatan. Hal ini dapat disebabkan oleh pola curah hujan yang berbeda untuk kedua wilayah. Secara umum, pada Tabel 4 ambang batas pada bulan-bulan November-April bernilai tinggi yang dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi. Sedangkan untuk bulan-bulan Juni-September nilai ambang batas menunjukkan angka 0 bahkan negatif, hal ini dapat disebabkan curah hujan pada bulan-bulan tersebut di bawah normal. Nilai 0 pada tanah mineral dan negatif pada tanah gambut mengartikan bahwa sebagian besar nilai recharge di tiap lokasi memiliki nilai kurang dari sama dengan nol.

(25)

Karakteristik Kekeringan Hidrologi Durasi Kekeringan

Tanah Gambut

Secara umum durasi kekeringan yang terjadi di wilayah Kalimantan bagian barat untuk tipe tanah gambut berkisar antara dua sampai lima bulan (Tabel 5). Durasi kekeringan terpanjang terjadi pada wilayah utara yaitu Pontianak sebesar sebelas bulan dengan frekuensi satu kali kejadian. Semakin panjang durasi, maka peluang terjadi kekeringan semakin sedikit. Berdasarkan hasil analisis, kekeringan dengan durasi sebelas bulan terjadi pada Maret 1940-Januari 1941 yang bersamaan dengan terjadinya kekeringan meteorologi. Hal ini diperkuat dengan hasil perhitungan bahwa pada tahun 1940 terjadi kekeringan meteorologi selama 9 bulan. Fenomena ini menunjukkan kekeringan hidrologi terjadi lebih parah dari kekeringan meteorologi. Begitupun pada lokasi yang lain seperti Palangkaraya, kejadian kekeringan hidrologi dengan durasi panjang disebabkan oleh kekeringan meteorologi pada waktu yang bersamaan. Frekuensi kejadian kekeringan terbanyak selama 109 tahun (1901-2009) terjadi pada wilayah bagian selatan dengan rata-rata kejadian kekeringan sebanyak 53 kejadian. Sedangkan untuk wilayah utara yang memiliki pola curah hujan bimodal cenderung mengalami sedikit kekeringan hidrologi dibanding wilayah bagian selatan yang memiliki pola curah hujan unimodal. Frekuensi kejadian kekeringan rata-rata wilayah utara sebanyak 42 kejadian.

Tabel 5 Frekuensi kejadian kekeringan tanah gambut

Durasi Bagian Utara Bagian Selatan

Pontianak Sintang Ketapang Pangkalan Bun Palangkaraya

2 32 25 33 33 28

(26)

12

periode analisis pada wilayah utara rata-rata sebanyak 32 kali. Sedangkan wilayah selatan frekuensi kejadian rata-rata sebanyak 33 kali.

Tabel 6 Frekuensi kejadian kekeringan tanah mineral

Durasi Utara Selatan

Pontianak Sintang Ketapang Pangkalan Bun Palangkaraya

2 19 26 17 31 24

3 5 8 9 5 7

4 1 4 - 4 -

5 - - 2 - 1

Total 25 38 28 40 32

Volume Defisit Recharge Tanah Gambut

Jumlah defisit recharge dipengaruhi oleh lama durasi dan jumlah kejadian kekeringan yang terjadi selama periode waktu yang ditentukan. Volume defisit recharge akan bernilai semakin besar dengan durasi kejadian yang semakin lama (Gambar 5). Hal ini dikarenakan semakin lama durasi kekeringan, maka volume defisit akan terakumulasi.

Gambar 5 Hubungan volume defisit kekeringan dengan durasi kekeringan pada tanah gambut periode 1901-2009

(27)

Palangkaraya berturut-turut sebesar 392 mm/bulan (Lampiran 1), 443 mm/ bulan (Lampiran 2), 331 mm/bulan (Lampiran 3), 463 mm/bulan (Lampiran 4), dan 384 mm/bulan (Lampiran 5).

Tanah Mineral

Berbeda dengan tanah gambut, volume defisit pada tanah mineral secara umum memiliki nilai di bawah 300 mm/bulan (Gambar 6). Defisit recharge pada tanah mineral tidak begitu besar dibandingkan pada tanah gambut. Hal ini disebabkan jarak antara permukaan dengan watertable pada tanah mineral tergolong cukup jauh (deep). Pada penelitian ini, volume defisit kekeringan maksimum tanah mineral untuk lokasi Pontianak, Sintang, Ketapang, Pangkalan Bun, dan Palangkaraya berturut-turut sebesar 250 mm/bulan (Lampiran 6), 292 mm/ bulan (Lampiran 7), 191 mm/bulan (Lampiran 8), 187 mm/bulan (Lampiran 9), dan 156 mm/bulan (Lampiran 10).

Gambar 6 Hubungan volume defisit kekeringan dengan durasi kekeringan pada tanah mineral periode 1901-2009

(28)

14

dan 32). Kekeringan hidrologi di Kalimantan bagian barat secara umum lebih sering terjadi pada tipe tanah gambut. Hal ini disebabkan oleh tanah gambut yang berada di permukaan dangkal, sehingga saat pasokan air curah hujan kurang dan evapotranspirasi meningkat maka tanah yang akan terkena dampak terlebih dahulu adalah tanah gambut yang berada di permukaan dangkal. Sedangkan penyebab lain tanah gambut lebih mudah mengalami kekeringan yaitu karena memiliki sifat mengering tidak balik (reversible drying). Gambut yang sudah mengering dengan kadar air <100% tidak bisa menyerap air kembali saat dibasahi (Agus dan Subiksa 2008). Durasi kejadian kekeringan untuk tanah mineral dan gambut secara umum berkisar antara dua sampai lima bulan. Namun, pada kondisi ekstrim pada tanah gambut, terdapat satu kejadian kekeringan hidrologi dengan durasi sebelas bulan berturut-turut. Hal ini diakibatkan karena pada waktu yang sama sedang terjadi kekeringan meteorologi dengan durasi sembilan bulan. Dengan demikian kejadian kekeringan hidrologi akan lebih parah dibandingkan dengan kekeringan meteorologi. Volume defisit maksimum pada tanah gambut lebih dari 300 mm/bulan. Sedangkan volume defisit maksimum tanah mineral di bawah 300 mm/bulan.

Pengaruh El Niño-Southern Oscillation (ENSO) terhadap Kejadian Kekeringan

Fenomena ENSO adalah peristiwa anomali pemanasan laut pasifik katulistiwa bagian timur berupa El Niño dan La Niña dengan waktu kejadian yang tidak teratur. Secara meteorologis kejadian El Niño dan La Niña dapat ditunjukan oleh nilai Southern Osccilation Index (SOI) dan perubahan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik. Dalam penelitian ini, kekeringan recharge akan dihubungkan dengan kejadian El Niño yang ditunjukan oleh nilai SOI. Nilai SOI sangat bervariasi menurut bulan atau dalam periode waktu yang lebih singkat akibat perubahan perbedaan tekanan udara antara Darwin dan Tahiti. Pada kejadian E l Niño, nilai SOI turun di bawah kisaran normal (negatif) dan akan bernilai postif pada kejadian La Niña (Irawan 2006). Menurut Kousky dan Higgins (2007), El Niño kuat terjadi pada tahun 1957, 1965, 1972, 1982, 1991, 1997, dan 2009.

(29)
(30)

16

Gambar 7 menunjukkan untuk tipe tanah gambut, semakin tinggi volume defisit berhubungan dengan nilai SOI yang semakin negatif. Nilai negatif pada SOI bukan sebagai faktor terjadinya kekeringan untuk wilayah Kalimantan bagian barat. Namun dampak yang diberikan akan mempengaruhi karakteristik kekeringan hidrologi di walayah tersebut. El Niño memberikan pengaruh terhadap jumlah curah hujan di wilayah Kalimantan bagian barat sehingga berdampak pada keseimbangan neraca air tanah pada daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mulyana (2002) bahwa ENSO berpengaruh kuat di Kalimantan terutama pada masa transisi musim hujan-kemarau dan musim kemarau.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekeringan hidrologi di wilayah Kalimantan bagian barat lebih sering terjadi untuk tipe tanah gambut. Secara umum kekeringan hidrologi untuk tipe tanah gambut maupun tanah mineral dengan tutupan lahan hutan alam lebih sering terjadi di wilayah bagian selatan. Selama periode 1901-2009 Frekuensi kejadian kekeringan yang terjadi untuk tanah gambut lebih banyak (53 kejadian) dibandingkan tanah mineral (33 kejadian). Durasi kekeringan pada tanah gambut dan mineral secara umum berkisar antara dua sampai lima bulan, namun terdapat satu kejadian ekstrim pada tanah gambut yaitu durasi kekeringan selama sebelas bulan berturut-turut yang disebabkan oleh kejadian kekeringan meteorologi (sembilan bulan). Sehingga kekeringan hidrologi akan terjadi lebih lama dibandingkan kekeringan meteorologi. Temuan lain berupa, kekeringan hidrologi di bagian utara yang memiliki curah hujan bimodal lebih sedikit dibanding wilayah selatan yang berpola curah hujan unimodal. Volume defisit maksimum tanah gambut lebih dari 300 mm/bulan sedangkan untuk tanah mineral volume defisit maksimum kurang dari 300 mm/bulan. Secara umum El Niño memberikan pengaruh terhadap volume defisit dan jumlah kejadian kekeringan pada Kalimantan bagian barat. El Niño kuat akan berpengaruh signifikan pada kondisi defisit curah hujan yang akan menghasilkan volume defisit maksimum.

Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Agus F dan IG. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Fleig A. 2004. Hydrological drought –A comparative study using daily discharge series from around the world. [disertasi]. Freiburg (DE): Univesitas Albert Ludwigs.

Fleig AK, Tallaksen LM, Hisdal H, Demunth S. 2006. A global evaluation of streamflow drought characteristics. Hydrol. Earth Syst. Sci. 10: 535:552. Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID) : PT Pustaka Jaya

Harris, Jones PD, Osborn TJ, dan Lister DH. 2014.Updated high-resolution grids of monthly climatic observations–the CRU TS3.10 Dataset. Int. J. Climatol. 34: 623–642.

Irawan B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Niño dan La Niña: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi 24(1): 28-45.

Kousky VE, Higgins RW. 2007. An alert classification system for monitoring and

assessing the ENSO cycle. Weather and Forecasting 22(2): 353–371. doi:

10.1175/waf987.1

Mulyana E. 2002. Hubungan antara ENSO dengan Variasi Curah Hujan di Indonesia. J. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 3(1): 1-4.

Sayok AK, Nik AR, Melling L, Samad RA, Efransjah E 2008. Some characteristics of peat in Loagan Bunut National Park, Sarawak, Malaysia. In: International Symposium, Workshop and Seminar on Tropical Peatland, Yogyakarta, Indonesia, 27-31 August 2007. [tersedia di: CARBOPEAT website (www.geog.le.ac.uk/carbopeat/yogyaproc.html].

Shaliha JA, Arifin A, Hazandy AH, Latib A, Majid NM, Shamshuddin J. 2012. Emphasizing the properties of soils occuring in different land use types of tropical rainforest in Sarawak, Malaysia. African J. Agric. Res. 7(48) : 6479-6487. doi: 10.5897/AJAR11.1785.

Suryanti I. 2008. Analisis Hubungan Antara Sebaran Kekeringan Menggunakan Indeks Palmer dengan Karakteristik Kekeringan (Studi Kasus: Provinsi Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Taufik M, Murdiyarso D, Van Lanen HAJ. 2013: Climate variability in the Kapuas River basin (Kalimantan): impact on groundwater recharge. In: 2nd International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INAFOR), 27-28 August 2013.

Thornthwaite CW. 1948. An Approach toward a Rational Classification of Climate. Geographical Review 38(1):55-94.

Van Lanen HAJ, Wanders N, Tallaksen LM, Van Loon AF. 2013. Hydrological drought across the world: impact of climate and physical catchment structure. Hydrol. Earth Syst. Sci. 17: 1715–1732. doi: 10.5194/hess-17-1715-2013.

(32)

18

Wahyunto S, Ritung, Subagjo H. Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan Karbon di Kalimantan/ map of Peatland distribution area and Carbon content in kalimantan, 2000-2002. Werlands International- Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC).

(33)
(34)

20

(35)
(36)

22

(37)
(38)

24

Lampiran 6 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Pontianak untuk tanah mineral

No Awal Akhir Durasi Volume Intensitas SOI

1 Apr-06 May-06 2 50.1 25.05 -3.7

2 Mar-08 May-08 3 50.21 16.74 5.3

3 Dec-08 Jan-09 2 11.63 5.82 -4

4 Mar-10 Apr-10 2 28.73 14.37 9

5 Nov-16 Dec-16 2 67 33.5 12.6

6 Mar-18 Apr-18 2 36.97 18.49 7.4

7 Mar-19 Apr-19 2 36.97 18.49 -7.9

8 Dec-36 Jan-37 2 105.8 52.9 5

9 Mar-39 May-39 3 50.19 16.73 6.6

10 Nov-39 Jan-40 3 103.28 34.43 -5.5

11 Apr-40 May-40 2 50.2 25.1 -12.0

12 Oct-40 Jan-41 4 249.62 62.41 -16.0

13 Nov-56 Jan-57 3 129.12 43.04 5.9

14 Oct-59 Nov-59 2 18.78 9.39 7.6

15 Oct-63 Nov-63 2 86.02 43.01 -11.1

16 Dec-64 Jan-65 2 81.23 40.62 -3.5

17 Mar-71 May-71 3 41.94 13.98 17

18 Dec-71 Jan-72 2 49.6 24.8 2.9

19 Mar-74 Apr-74 2 10.1 5.05 15.7

20 Dec-77 Jan-78 2 51.72 25.86 -6.8

21 Oct-78 Nov-78 2 47.67 23.84 -4.1

22 Oct-81 Nov-81 2 89.25 44.63 -1.2

23 Mar-83 Apr-83 2 36.84 18.42 -22.5

24 Mar-89 Apr-89 2 36.78 18.39 13.8

(39)
(40)

26

Lampiran 8 Tabulasi data karakteristik kekeringan hidrologi grid Ketapang untuk tanah mineral

No Awal Akhir Durasi Volume Intensitas SOI

1 Jan-01 Feb-01 2 117.64 58.82 1.4

2 Feb-04 Mar-04 2 85.17 42.59 12.8

3 Mar-08 May-08 3 91.2 30.4 5.3

4 Feb-11 Apr-11 3 119.63 39.88 2.3

5 Jan-16 Feb-16 2 111.91 55.96 1

6 Feb-18 Apr-18 3 119.67 39.89 10.4

7 Dec-36 Jan-37 2 122.4 61.2 5

8 Apr-39 May-39 2 33.12 16.56 4.1

9 Jan-40 Feb-40 2 118.17 59.08 -2.1

10 Nov-40 Dec-40 2 65.96 32.98 -18.0

11 Nov-44 Dec-44 2 79.75 39.88 -1.2

12 Nov-46 Dec-46 2 120.24 60.12 -3.4

13 Jan-53 May-53 5 139.46 27.89 -8.4

14 Jan-55 Mar-55 3 157.65 52.55 4.2

15 Nov-56 Jan-57 3 187.97 62.66 5.9

16 Feb-67 Apr-67 3 64.37 21.46 5.9

17 Feb-70 Mar-70 2 66.41 33.21 -4.4

18 Feb-71 Apr-71 3 100.92 33.64 19.1

19 Nov-74 Dec-74 2 72.42 36.21 -1.1

20 Feb-76 Mar-76 2 36 18 13.0

21 Dec-80 Jan-81 2 191.42 95.71 0.9

22 Dec-81 Apr-82 5 187.19 37.44 2.6

23 Nov-82 Dec-82 2 65.37 32.68 -26.2

24 Jan-86 Feb-86 2 124.02 62.01 -1.3

25 Apr-86 May-86 2 34.46 17.23 -2.7

26 Nov-88 Dec-88 2 187.59 93.79 15.9

27 Mar-89 May-89 3 91.2 30.4 14.1

(41)
(42)

28

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 15 Juli 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Harjito dan Ibu Eni Kusrini. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Tangerang dan melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian: Pontianak, Sintang, Ketapang, Pangkalan Bun
Gambar 2  Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 3  Sebaran curah hujan bulanan (kiri) dan nilai evapotranspirasi potensial (kanan) pada lokasi kajian periode 1901-2009
Gambar 4  Sebaran recharge (RCH) rataan bulanan tanah gambut (
+5

Referensi

Dokumen terkait

Setiap fitur yang ada dalam sebuah game harus seimbang, contohnya jika terdapat sebuah senjata yang lebih kuat dari pada senjata lain, maka senjata tersebut hanya bisa

-Reflex tendon achiles , tungkai pasien ditekuk pada sendi lutut, kaki didorsoflexikan tendon achiles diketuk, positif terjadi plantar flexi kaki, negatif pada kerusakan S1..

i. &amp;azimnya, istilah sol digunakan untuk menyatakan sistem koloid yang terbentuk dari fase terdispersi berupa zat padat di dalam medium pendispersi berupa zat 'air

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN LOYALITAS KONSUMEN BAKSODI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Harapan dari Pengadilan Agama di Kabupaten Banyuwangi bahwa untuk eksekutif mengadakan penyuluhan hukum yang berkoordinasi dengan pemerintah Kebupaten Banyuwangi

Di Negara-negara miskin yang mana tanah atau iklim tidak ramah terhadap pertanian, system tanam hidroponik memberikan solusi cara untuk menumbuhkan tanaman pangan dengan

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul: “Analisis Anggaran Biaya Operasional sebagai