POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA ─ CINA
(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik
Ebta Winarnda Zalukhu Nim: 100906076
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA
(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)
Rincian sikripsi, 120 halaman, 1 Tabel, 29 bku, 5 situs internet, 5 surat kabar, 5 Jurnal. (Kisaaran buku dari tahun 1983-2013)
ABSTRAK
Penelitian ini menggambarkan bagaimana perbandingan politik pembangunan yang dilaksanakan Indonesia khususnya pemerintahan Soeharto dan Cina di masa pemerintahan Deng Xiaoping, serta menjelaskan apa saja pembangunan yang telah dibuat dimasa pemerintahan selama kepemimpinan yang menjadi tolak ukur suksesnya kepemimpinan dalam masa pemerintahan. Selain menilai hasil dari implementasi dari pembangunan yang telah dilaksanakan dalam masa pemerintahan baik pada pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Politik Pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Warjio dalam politik pembangunan dan implementasinya, yang menjelaskan pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang dibuat.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITICAL DEVELOPMENT-CHINA INDONESIA
(Case Study: Comparison Against the Reign of Suharto and Deng Xiaoping) Details sikripsi, 120 pages, 1 table, 29 BKU, 5 websites, 5 newspapers, 5 Journal. (Range of book from the year 1983-2013)
ABSTRACT
This study describes how the construction carried out comparative politics Indonesia and China in particular Soeharto government in the reign of Deng Xiaoping, as well as explain what development has been made during the reign of leadership are cornerstones of successful leadership in the reign. In addition to assessing the results of the implementation of the development which has been implemented in both the reign of Soeharto’s rule and reign of Deng Xiaoping.
The theory used in this research is to explain Political Development Theory as expressed by Warjio in political development and implementation, which describes the construction is basically the way or the best way to achieve the goals set by the platform originally made.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh:
Nama : Ebta Winarnda Zalukhu
Nim : 100906076
Judul : POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA
(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)
Dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Tim Penguji:
Ketua :
NIP. ( )
PengujiUtama :
NIP. ( )
PengujiTamu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh
Nama : Ebta Winarnda Zalukhu
Nim :100906076
Judul : POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA
(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)
Menyetujui:
KetuaDepartemenIlmuPolitik DosenPembimbing
Dra. T. Irmayani, M.Si Warjio MA, Ph.D
(NIP. 19680630199403200) (NIP. 197408062006041003)
Mengetahui, Dekan FISIP USU
Karya ini saya persembahkan untuk
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah
memberikan berkat dan rahmatnya sehinggah penulis mampuh menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA
(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng
Xiaoping)” sehinggah dapat dislesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan karya
ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh sarjana pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Didalam penulisan skripsi ini penulis mencoba menggambarkan dan
menganalisis tetang Politik Pembangunan Indonesia-Cina terutama dalam masa
pemerintahan Soeharto dan masa pemerintahan Deng Xiaoping. Pada Bab I
penulisan skripsi ini berisikan tentang latar belakang pemilihan masalah
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian sampai dengan sistematika
penulisan, pada bab ini penulis mencoba mengarahkan alur cerita ini ketitik
permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini. Disini penulis juga
memaparkan secara umum gambaran-gambaran kondisi politik pembagunan
dimasa pemerintahan Soeharto maupun Deng Xiaoping serta kondisi
perekonomian Indonesia dan Cina sebelum dan sampai dengan era Soeharto dan
Deng Xiaoping, sehinggah gambaran-gambaran itu penulis menarik suatu fokus
penelitian yang akan diteliti.
Kemudian isi tulisan pada Bab II skripsi ini lebih melihat kepada
gambaran umum politik pembangunan masa pemerintahan soeharto dan Deng
Xiaoping serta memaparkan profil dari kedua pemimpin. Bab ini penulis juga
menjelaskan aspek pada bidang politik dari dua masa pemerintahan baik dimasa
Pada Bab III penulisan skripsi ini, penulis mencoba menguraikan politik
pembangunan apa saja yang telah dibuat pada masa pemerintahan Soeharto
maupun masa Deng Xiaoping, penulis juga melakukan suatu studi perbandingan
analisis dari rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini, dengan mencoba
mengkombinasikan dengan teori-teori yang sudah dipilih oleh penulis pada Bab I
skripsi ini, disini penulis mengungkapkan berbagai fakta-fakta sosial, ekonomi,
dan politik di RRC dan Indonesia, sehinggah melahirkan sebuah politik
pembangunan di Indonesia dan reformasi pembangunan yang dipelopori Deng
Xiaoping, dan didalam reformasi pembangunan itu mengarah dalam reformasi
ekonomi yang berlandaskan dari sosialisme komunis yang sudah mapan kearah
ekonomi kapitalisme.
Sejalan dengan gambaran umum isi skripsi diatas pada Bab IV isi skripsi
ini penulis mencoba menarik kesimpulan, yang berisikan tentang politik
pembangunan yang dibuat oleh Soeharto dan Deng Xiaoping yang memiliki
tujuan politik pembangunan yang sama, tetapi dari beberapa pembangunan
tersebut terlihat berbeda dengan pelaksanaan ataupun implementasinya yang tidak
sejalan. Hal ini yang membedakan bahwa pembangunan dimasa pemerintahan
Deng Xiaoping lebih baik dan terencana yang selalu dilaksanakan dengan
berkesinambungan dan sistematis, sehinggah memilki dampak yang sangat luar
biasa dan membawa Cina sukses sampai sekarang, sedangkan masa pemerintahan
Soeharto politik pembangunan cukup sukses namun dalam pembangunan
ekonomi dalam implementasinya tidak merata masih memiliki banyak kelemahan
akibat dari kekuasaan yang dimiliki yang berdampak pada kesejahteraan
masyarakat, dan pembangunan yang baik pada masa itu tidak dilanjutkan lagi
dengan pemimpin berikutnya bahkan beberapa kebijakan pembangunan yang
telah dihapus dan tidak dilaksnakan kembali.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.
Dr. Badarudin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ibu T.
Irmayani M.si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik, Bapak Warjio M.A, Ph.D
selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, pikiran dan
masukan-masukan dalam membimbing dan mengarahkan dengan sabar dari awal hinggah
selesainya skripsi ini.
Tidak lupa buat ayahanda (Yas. Zalukhu) dan Ibunda (Yus. Gulo) tercinta,
saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya buat segala jerih payah dari
saya kecil sampai saat ini untuk menjadikan saya orang yang berhasil melalui doa,
kasih sayang, perhatian semangat, dukungan dan biaya selama ini. Itu semua tidak
dapat saya balas selain memanjatkan doa kepada Allah Yang Maha Esa untuk
memberikan umur yang panjang dan kesehatan sehinggah kelak melihat saya
menjadi anak yang berhasil dan lebih berbakti untuk Ayah dan Ibu.
Tidak lupa pula buat abang, kakak dan adik saya yang memberikan
semangat untuk cepat menyelesaikan skripsi ini, terimakasih banyak untuk
semuanya, teman-teman seperjuangan seluruh anak politik stambuk 2010, dan
terlebih organisasi saya ForMaN-USU. Saya juga berterimakasih kepada teman
seperjuangan saya Muhammad Arif Zebua, dan teman saya Syarif Hidayatullah,
Damelisa Pratiwi, Ester Zega, Rida Zega, bng Timo Zendrato, Endi Zebua dan
orang yang khusus buat yang disana Marwati Telaumbanua terimakasih atas
dukungan dan motivasinya, semangat juga ya dalam kuliahnya, dan masih banyak
Tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak, seandainya dalam
penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan, penulis sangat mengharapkan
saran dan kritiknya agar penulisan isi skripsi ini dapat lebih baik dan bermanfaat.
Medan, Agustus 2014
Ebta Winarnda Zalukhu
Nim: 100906076
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ……… i
Abstrak ……… ii
Abstract ……….. iii
Halaman Pengesahan ……… iv
Halaman Persetujuan ……… v
Lembar Persembahan ………... vi
Kata Pengantar ………. vii
Daftar Isi ……… viii
Daftar Tabel ……….……. viiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2 Rurumusan Masalah ………. 14
1.3 Pembatasan Masalah ………... 15
1.4 Tujuan Penelitian ………... 15
1.5 Manfaat Penelitian ……… 15
1.6.1 Teori Politik Pembangunan ……….. 16
1.7 Metodologi Penelitian ………... 22
1.7.1 Metode Penelitian ……… 22
1.7.2 Jenis Penelitian ……… 23
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ……….. 23
1.7.4 Teknik Analisis Data ……… 24
1.8 Sistematika Penulisan ……… 25
BAB II GAMBARAN KEBIJAKAN POLITIK PEMBANGUNAN SERTA PROFIL MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING II.1 Biografi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Soeharto ..… 27
II.2 Gambaran Politik Pembangunan Soeharto ……….….. 29
II.2.1 Trilogi Pembangunan ……….. 30
II.2.2 Membuat Konsep GBHN ………... 32
II.2.3 Melaksanakan Repelita ………..…. 33
II.2.4 Delapan Jalur Pemerataan ……….. 34
II.3 Bidang Politik ……… 36
II.4 Biogafi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Deng Xiaoping. 37 II.5 Gambaran Politik Pembangunan Deng Xiaoping ………….. 40
II.5.2 Strategi Pembangunan ………. 42
II.5.3 Pembangunan RRC ……….. 43
II.5.4 Negara Dalam Industrialisasi ……… 45
II.5.5 Reformasi Negara Membuka Diri ……… 46
II.5.6 Pembangunan Dalam Reformasi Ekonomi ………….. 49
II.6 Bidang Politik ………. 51
BAB III PERBANDINGAN POLITIK PEMBANGUNAN MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING III.1 Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Soeharto ………. 53
III.1.1 Trilogi Pembangunan ………. 55
III.1.2 Melaksanakan Repelita ………. 58
III.1.3 Membuat Konsep GBHN ………. 63
III.1.4 Delapan Jalur Pemerataan ………. 66
III.2 Bidang Politik ……… 70
III.2.1 Sikap Politik Bebas Aktif ………. 70
III.2.2 Diplomasi Internasional ……… 71
III.3 Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Deng Xiaoping.. 73
III.3.1 Konsep Reformasi ……… 73
III.3.2.1 Penghapusan Komune Rakyat ……… 79
III.3.2.2 Penghapusan Monopoli Negara …………. 82
III.3.2.3 Liberalisasi Usaha dan Manajemen ……… 86
III.3.2.4 Pembukaan Diri Terhadap Modal Asing .... 90
III.3.2.5 Integrasi Dalam Ekonomi Internasional …. 93
III.3.3 Kunci Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Cina 104
III.3.3.1 Stabilitas Politik ………... 105
III.3.3.2 Upah Buruh Yang Rendah ………... 106
III.3.3.3 Investasi di Bidang Pendidikan ………... 107
III.3.3.4 Semangat Wirausaha ……… 108
III.3.3.5 Pembangunan Infrastruktur ………. 110
III.4 Analisis Perbandingan ……… 111
BAB IV PENUTUP
VI.1 Kesimpulan ……….. 118
VI.2 Saran ……… 120
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA
(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)
Rincian sikripsi, 120 halaman, 1 Tabel, 29 bku, 5 situs internet, 5 surat kabar, 5 Jurnal. (Kisaaran buku dari tahun 1983-2013)
ABSTRAK
Penelitian ini menggambarkan bagaimana perbandingan politik pembangunan yang dilaksanakan Indonesia khususnya pemerintahan Soeharto dan Cina di masa pemerintahan Deng Xiaoping, serta menjelaskan apa saja pembangunan yang telah dibuat dimasa pemerintahan selama kepemimpinan yang menjadi tolak ukur suksesnya kepemimpinan dalam masa pemerintahan. Selain menilai hasil dari implementasi dari pembangunan yang telah dilaksanakan dalam masa pemerintahan baik pada pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Politik Pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Warjio dalam politik pembangunan dan implementasinya, yang menjelaskan pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang dibuat.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITICAL DEVELOPMENT-CHINA INDONESIA
(Case Study: Comparison Against the Reign of Suharto and Deng Xiaoping) Details sikripsi, 120 pages, 1 table, 29 BKU, 5 websites, 5 newspapers, 5 Journal. (Range of book from the year 1983-2013)
ABSTRACT
This study describes how the construction carried out comparative politics Indonesia and China in particular Soeharto government in the reign of Deng Xiaoping, as well as explain what development has been made during the reign of leadership are cornerstones of successful leadership in the reign. In addition to assessing the results of the implementation of the development which has been implemented in both the reign of Soeharto’s rule and reign of Deng Xiaoping.
The theory used in this research is to explain Political Development Theory as expressed by Warjio in political development and implementation, which describes the construction is basically the way or the best way to achieve the goals set by the platform originally made.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, dan organisasi pokok
dari kekuasaan politik. Negara merupakan alat (agency) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala-gejaka kekuasaan dalam masyarakat. Manusia
hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonis dan penuh
pertentangan. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat
memaksakan kekuasaanya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya
dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu, serta
menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat
dipergunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan atau
asosiasi, maupun oleh negara sendiri.1
Namun dalam hal ini negara tidak terlepas dari sebuah politik yang
berorientasi kepada masyarakat, kekuasaan yang di dapatkan berawal dari
kedaulatan rakyat yang mempunyai hak untuk pengambilan atau keputusan yang
berdampak kepada kesejahteraan. politik adalah sistem konsep resmi yg menjadi
landasan atau pedoman perilaku (dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak) dalam perpolitikan negara.
Demokrasi yang dianut indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila,
masih dalam perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat
pelbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam
Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen. Selain itu
Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah
1
itu, dan di catumkan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai
Sistem Pemerintahan Negara yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara
indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2. Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi
(Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (Kekuasaan yang tidak
terbatas).
Berdasarkan dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa
demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945 yang belum
diamandemen ialah demokrasi kontitusional. Disamping itu corak khas demokrasi
indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar.
Demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaanya,
suatu Negara Hukum (Rechtsstaat) yang tunduk kepada rule of law. Sebaliknya,
demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan pemerintah
yang tidak boleh dibatasi kekuasaanya (machsstaat), dan yang bersifat totaliter.2
Republik Rakyat Cina (RRC) adalah sebuah negara komunis yang terdiri
dari hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis. Sejak didirikan
pada tanggal 1 Oktober 1949 Cina telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina
(PKC), Hal ini yang menjadi kekuatan penuh dalam menjalankan sistem politik
bahwa Partai Komunis Cina akan mengambil langkah-langkah lebih terbuka dan
menjalankan sistem yang lebih demokratis atau pluralistis. Namun, pada
kenyataannya PKC dewasa ini adalah satu-satunya kekuatan politik di Cina yang
terorganisir dengan baik. Pada masa Revolusi Kebudayaan, politik menjadi
komando dalam segala segi kehidupan. Keputusan-keputusan yang berkaitan
2
dengan politik dan ekonomi harus disesuaikan dengan perangkat-perangkat
ideologis.
Deng Xiaoping muncul dan mengganti tujuan nasional menjadi pembangunan
ekonomi dan ideologi baru yang disebut “melihat kebenaran dari
kenyataan-kenyataan”.3
Akan tetapi setiap negara, terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa
minimun fungsi yang mutlak perlu, yaitu:
1. Melaksanakan penertiban (law and order). Untuk mencapai tujuan
bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, negara
harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara dapat
bertindak sebagai stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dewasa ini fungsi
ini sangat penting, terutama bagi negara-negara baru.
3. Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari
luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan
peradilan.4
Negara strukturalis klasik yang sering diklaim sebagai basis
teoritis-konseptual negara modern dengan bapak pembangunannya Max Weber, selalu
menganggap bahwa negara merupakan agen yang berhak melakukan monopoli
penggunaan kekerasan fisik dan mampuh memaksakan kehendaknya atas
masyarakat, karena negara memiliki kekuasaan otoritatif yang sah. Tugas utama
negara adalah menjamin ketertiban masyarakat melalui agen-agennya yaitu,
polisi, tentara, dan birokrasi dengan usaha sungguh-sungguh untuk menciptakan
lahirnya kepatuhan masyarakat terhadap negara. Konsep-konsep negara yang lahir
dari kajian terhadap negara ini yang kurang mendukung demokrasi adalah negara
3
Umar Suryadi Bakri. 1996. Pasca Deng Xiaoping, Cina Quo Vadis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 5 4
birokratis (bureaucratic state) yang dikembangkan oleh Riggs, negara organik
(organic state) yang dicetuskan oleh stepan dan negara korporatis (corporatise
state). Tipe negara korporatis, melihat negara dalam posisi yang sangat otonom
karena masyarakat dianggap sebagian dari negara, sedangkan negara organik dan
negara korporatis melihat negara sebagai representasi kepentingan publik. Baik
negara birokratis, negara organik, maupun negara korporatis merupakan kategori
negara otoritarian yang bercorak masif dan represif. Tipe negara ini paling rentan
menghadapi gempuran krisis, walaupun dipermukaan tampaknya negara ini sangat
otonom dan mampuh mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi setiap
persoalan.
Negara Orde Baru dalam banyak hal bersinggungan langsung dengan
ketiga corak dan bentuk negara tersebut dengan kemenonjolannya yang unik
terhadap peran besar Soeharto sebagai pelaku utama yang beridiri diatas
instrumentarium kekuasaan. Dalam negara birokratik Orde Baru, peran birokrasi
sebagai aparatur negara cenderung diterjemahkan sebagai alat Soeharto yang
melakukan regulasi dan pengaturan yang ketat terhadap kehidupan publik. Disini
Soeharto bertindak sebagai sang administrator yang memainkan peran sentral
dengan menyelipkan kepentingan terselubung dalam pemanfaatan tugas-tugas
birokrasi, tetapi juga Soeharto sangat tergantung kepada struktur birokratik yang
mampuh memberikan lisensi jaminan kepada Soeharto untuk menanggulangi
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh proses difererensiasi sebagai salah satu hasil
modernisasi yang dapat membawa malapetaka bagi kekuasaan Soeharto sendiri.
Golkar sebagai kekuatan legitimatif untuk memperbaharui kekuasaan Soeharto,
justru mendapatkan kesemuan legitimasi itu dalam setiap Pemilu Orde Baru,
walaupun secara eksplisit diatas kertas tertulis kemenangan besar Golkar dalam
pemilihan.5
5
Tentara sendiri (ABRI) yang seharusnya merupakan alat negara yang
bertugas menjaga pertahanan dan keamanan, memberikan perlindungan kepada
masyarakat, dan menjamin hak-hak- politik masyarakat, justru terjebak dalam
permainan politik Orde Baru dengan tidak malu-malu menghalau para perwira
potensialnya untuk menduduki jabatan politis seperti menjadi Gubernur, Bupati
atau menjadi Kepala Desa dengan tujuan untuk menegakkan Pancasila dan UUD
1945, menjaga stabilitas politik dan mengawasi jalannya pembangunan sesuai
dengan instruksi Soeharto sebagai komandernya.
Dalam kenyataanya, tentara, birokrasi, dan Golkar justru menjadi mesin
yang tangguh bagi kekuasaan Soeharto. Melalui mesin-mesin ini, Soeharto
memekarkan struktur kekuasaanya memperluas patron bisnisnya dan menghalau
para penentangnya dengan jaminan konsensi, lisensi dan kontrak politik berupa
pangkat, jabatan, dan kedudukan yang seimbang dengan pola kerja dan
mesin-mesin ini.6
Sejak awal sudah disadari oleh militer bahwa keikutsertaan partai-partai
politik pada masa demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin pada masa
Soekarno, hanya sebagai mesin pelindung bagi kepentingan sebagian kelompok
masyarakat saja, bahkan tak jarang menimbulkan instabilitas politik. Oleh karena
itu, militer pada dasarnya adalah sangat antipartai. Pihak militer berpendapat
bahwa kesadaran militer untuk memberikan kekuasaan pada partai-partai politik
justru akan membuat instabilitas politik. Namun demikian, Harold Crouch dalam
buku “Militer dan Politik di Indonesia” menyebutkan bahwa pandangan pihak
militer terpecah menjadi dua kelompok meskipun mereka sama-sama anti partai.
Kelompok pertama adalah kelompok militan atau berhaluan keras yang
ingin mengubah struktur politik dengan sistem dwigrup (dwi partai). Kelompok
ini terdiri dari sekelompok perwira senior yang terpengaruh oleh anggota Partai
Sosialis Indonesia (PSI) serta erat hubungannya dengan para mahasiswa dan para
6
cendekiawan yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
dan Kesatuan Sarjana Indonesia (KASI). Mereka berpendapat bahwa harus
diambil tindakan tegas untuk mencgah timbulnya kembali partai-partai sebagai
kekuatan lokal dan nasional, serta militer harus bersandar pada kesatuan aksi
untuk mendapat dukungan.
Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok moderat. Meskipun mereka
juga anti partai, mereka tetap ingin mempertahankan sistem politik yang ada tanpa
perubahan yang radikal, tetapi secara bertahap dan alami. Kelompok moderat
sangat menyadari pengaruh besar partai di kalangan masyarakat. Mereka
menyadari bahwa partai-partai yang telah mapan itu mempunyai dukungan massa
yang kuat dan mengakar dimasyarakat. Jika mereka ditindak mereka bisa
menghimpun oposisi rakyat untuk melawan pemerintah sehinggah sulit bagi
militer untuk menyingkirkannya.
Pertarungan dua kelompok tersebut akhirnya dimenangkan oleh kelompok
moderat pro-stabilitas keamanan yang menginginkan perubahan secara bertahap.
Presiden Soeharto tetap memilih jalan demokratis, tidak akan mengubah struktur
politik dengan paksaan, lebih-lebih dengan membubarkan partai-partai politik.
Tindakan demikian, apapun alasannya, bukanlah langkah yang baik dan bijaksana
karena dapat menimbulkan kesan bahwa pemerintah Orde Baru mengarah pada
diktatorisme. Soeharto berpendapat bahwa penguatan sistem dan kehidupan
politik harus dijalankan dengan jalan demokratis, yaitu lewat pemilihan umum.7
Orde Baru telah berhasil dalam mengentaskan rakyat Indonesia dari
kemiskinan. Banyak program modenisasi yang ditempuh, berbagai bentuk
pembangunan sarana-sarana umum, berikut pesatnya penanaman modal asing di
Indonesia, merupakan tanda akan betapa suksesnya Orde Baru dalam membangun
bangsa. Ditengah “sukses” itu pemerintah Orde Baru merasa perlu dan wajib
7
untuk mengangkat Presiden Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan”.
8
Pembangunan dipandang sebagai kata kunci yang membawa kemakmuran
masyarakat. Lahirnya berbagai simbol modernitas dan terciptanya segala bentuk
kemudahan yang terjadi selama Orde Baru dirasakan sebagai bukti keberhasilan
rezim tersebut. Angka pertumbuhan ekonomi yang dikatakan mencapai tujuh
persen per tahun menjadi tolak ukur yang populer mengenai kejayaan Orde Baru.
Demikianlah, Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia
dan secara dramatis mengubah luar negeri dari jalan yang di tempuh oleh
Soekarno pada masa akhir jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh nya melalui
struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli
ekonomi didikan barat.9
Untuk membangun bangsa indonesia dari keterpurukan, Soeharto tentu
memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Soeharto
memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I.
Soeharto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal
dengan “Akselarasi Pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan
konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila
pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan
ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat
dilaksanakan. Karena itu bagi Soeharto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas
nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan di segala bidang, hinggah bermuara pada pemerataan hasil-hasil
pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia.
8
Asvi Warman Adam. 2006. Soeharto Sehat. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 22 9
Ini karena Soeharto menetapkan Trilogi pembangunan, yaitu (1)
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
dan (3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah pada
kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Soeharto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui
Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai starategi untuk tinggal
landas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional
dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah
adanya pertumbuhan ekonomi maka dapat dilakukan pemerataaan. Maka menurut
Soeharto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga
untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi
dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada
pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Stabilitas Pembangunan─Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pemerataan ─ adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan
dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita
seperti Singapura dan Malaysia yang sangat efektif dalam melaksanakan
demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hinggah kini terus mengalami
kemajuan.10
Sekarang kita melihat Republik Rakyat Cina (RRC) yang disanjung
sebagai sebuah negara penerap eksperimen pembangunan sosialis yang berhasil.
Negara tersebut menerapkan sistem dengan pengerahan tenaga kerja yang besar
atau sistem padat karya dalam praktik pembangunannya, sehinggah
diidentifikasikan sebagai model pembangunan yang mendukung partisipasi
10
rakyat. Strategi pembangunan berdikari RRC yang bersumber dari prinsip
swadayanya Mao Zedong, dikenal secara umum oleh masyarakat dunia.
Pembangunan RRC yang bertujuan dasar memberantas kemiskinan absolut,
dengan memusatkan perhatian terhadap upaya pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat dan penciptaan kesempatan kerja penuh dalam ekonominya. Ternyata
mencapai tingkat pemerataan yang lebih baik dari negara sedang berkembang
pada umumnya.
Pada tahun 1949 kaum komunis mulai berkuasa, segala bentuk kegiatan
ekonomi diluar jalur resmi dalam skala kecil apapun, dianggap sebagai kegiatan
diluar hukum dan mendapat cap sebagai “ekor kapitalis”. Dalam hal penguasaan
pemerintah atas segala kegiatan ekonomi masyarakat ini pemerintah Republik
Rakyat Cina (RRC) terutama pada masa Mao Zedong (1949-1976) bertindak lebih
ekstrim. Bukan hanya kegiatan ekonomi saja yang diatur pemerintah, tetapi segala
macam kehidupan masyarakat di Cina. Sistem ini lebih diperketat lagi
pelaksanaanya dengan berlakunya hukum besi “politik sebagai panglima” yang
ditekan oleh Mao Zedong sebagai pendiri RRC dan seorang yang revolusioner.
Dalam hal ini ia berpendapat bahwa yang paling terpenting dalam kehidupan
Rakyat Cina adalah “kesadaran politik yang benar” hanya dengan kesadaran
politik yang benar itulah tugas bisa dijalankan dengan benar. Tetapi terlepas dari
hal itu bahwa masa kepemimpinannya tidak berjalan dengan benar, terlalu
mementingkan politik dan menelantarkan pembangunan ekonomi.11
Reformasi ekonomi Cina dimulai era Deng Xiaoping pada tahun 1976
dimana memiliki pemikiran yang berbeda dengan Mao Zedong mengenai strategi
pembangunan yang selayaknya dijalankan RRC. Deng Xiaoping memandang
prioritas pemerataan ekonomi seperti yang digariskan Mao, memperlambat RRC
dalam mencapai kemajuan yang diharapkan. Strategi pembangunan Mao yang
radikal telah mengakibatkan biaya sosial yang besar dan membawa pengaruh
11
buruk pada terhambatnya gerak laju pembangunan RRC. Deng Xiaoping seorang
komunis tulen tetapi berbeda dengan Mao Zedong. Deng tidak menganggap
politik sebagai panglima. Bagi Deng, pandangan politik haruslah komunis, tetapi
ekonomi tidak harus. Sebab tujuan pembangunan ekonomi China adalah
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tidak peduli apakah jalan yang ditempuh
untuk itu ditempuh jalan kapitalis. Berkat pandangan-pandangan Deng yang
kapitalis itulah reformasi ekonomi China Daratan begemuruh.
Sesuatu hal yang baru dalam pemikiran Deng Xiaoping untuk membawa
Cina lebih maju dan bebas dari keterpurukan, dengan menerapkan emansipasi
pikiran rakyat yang hanya dipahami oleh konteks waktu. Hampir 1 milliar
manusia terbelah dalam pertarungan kelas harus disatukan dalam satu tujuan
bersama untuk mentransformasi bangsa. Kekuatan destruktif revolusi kebudayaan
harus diubah menjadi energi konstruktif untuk membangun China baru. China
pada bulan Mei 1978, dimana Deng Xiaoping mengambil langkah pertama dan
penting bagi perjalanan China menuju modernitas serta ekonomi pasar saat dia
berseru kepada rakyatnya “Kita perlu menjalankan emansipasi besar dalam pola
pikir kita.”
Perkembangan dinamika arahan top-down dan pemerintah China dan
inisiatif bottom-up, itulah sistem yang diterapkan oleh Deng Xiaoping untuk
membentuk rakyatnya dengan model yang baru yang disebut “demokrasi
vertikal.” Orang China percaya bahwa kita semua dilahirkan saling berhubungan,
dan setiap individu adalah bagian dari keseluruhan. Harmoni dengan orang lain
adalah kunci hidup ditengah masyarakat tradisional China. Akuntabilitas personal
tidak sepenting kualitas hubungan anda dengan orang disekitar anda. Dalam
gambaran ini, politik tidak dijalankan oleh partai atau politisi yang saling
bersaingan, tetapi mulai musyawarah dengan proses top-down dan botton-up.
mengalami perubahan mendasar. Dengan dimulainya emansipasi pikiran, opini
perlahan mulai beragam, dan suara dari bawah mulai didengar.12
Deng Xiaoping sangat kreatif dikembangkan dan diperkaya prinsip hidup
berdampingan secara damai dan mengembangkan hubungan persahabatan dan
kerjasama dengan semua negara-negara lain dengan meningkatkan perbedaan
antara sistem sosial dan ideologi. Deng Xiaoping diusulkan untuk membangun
tatanan internasional yang baru untuk membangun, tidak hanya tatanan ekonomi
baru internasional, tetapi orde baru politik internasional yang membangkitkan
dampak yang luar biasa dalam komunitas internasional . Ini akan menjadi tatanan
internasional yang baru yang secara diametral bertentangan dengan hegemonisme
dan politik kekuasaan dan yang bertujuan untuk mereformasi tatanan lama saat
tidak adil dan tidak masuk akal. Disini menujukkan hegemonisme dalam bentuk
apapun sekarang harus berakhir , dan harus dilakukan upaya untuk membangun
tipe baru negara -negara ke hubungan. Urusan berbagai negara harus ditangani
oleh orang-orang mereka sendiri, dan berbagai negara di dunia harus
berpartisipasi dalam urusan internasional pada pijakan yang sama. Dia
menganjurkan menggunakan ide-ide baru dan metode untuk menyelesaikan
perbedaan dan perselisihan antara negara-negara dan menentang beralih ke
penggunaan atau ancaman kekerasan.13
Reformasi ekonomi RRC pasca 1978 dibawah pemerintahan Deng
Xiaoping telah memberikan dampak kepada masyarakat untuk untuk terjun
kedalam kenyataan agar dapat menemukan cara untuk memodernisasikan
negerinya. Maka langkah yang yang dikemukakannya tersebut, sudah mantap dan
tidak akan tergoyahkan, sekalipun ia menyadari akan menghadapi berbagai
tantangan. Tetapi bagi Deng, apa yang dijalankan sekarang memang
12 Jhon & Doris Naisbitt. 2010. China’s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 34-35
13 Chinese Party Journal Stresses Role of Deng Xiaoping Theory in Development dalam
membutuhkan ketabahan, dan bila tidak dilaksanakan masa depan RRC akan lebih
sulit lagi. Jadi, pembaharuan ekonomi RRC yang diterapkan oleh Deng Xiaoping
adalah:
1. Penghapusan Komune Rakyat
2. Penghapusan Monopoli Negara
3. Liberalisasi Usaha dan Manajemen
4. Pembukaan Diri Terhadap Modal Asing
5. Integrasi dalam Perekonomian Internasional.14
Inilah konsep Deng Xiaoping mengenai sosialisme yang dijalankan dengan
karakteristik China. Prioritas diletakkan pada pembangunan ekonomi, dengan
menggeser tekanan pada terminologi sosialisme China dengan pertumbuhan
ekonomi dan tujuan akhir kemakmuran bersama. Dalam hal ini, prinsip ekonomi
pasar adalah netral secara ideologis dan reformasi ekonomi merupakan sebuah
orientasi. Karenanya, Deng dalam pemikirannya mempromosikan peran sektor
non negara dan perdangangan, dan menjalankan secara gencar pintu terbuka
untuk menarik modal asing dan teknologi.
Unsur penting lain di luar kata kunci pembangunan dan ekonomi pasar,
adalah rasionalisasi politik dan bukan demokratisasi. Deng mendesak perbaikan
efesiensi sistem politik tanpa perubahan secara mendasar. Deng berpikir,
demokrasi yang didasarkan atas perbedaan politik akan memecah-belah RRC dan
mempersulit transisi menuju ekonomi pasar. Tetapi, otoritasme dibutuhkan.
Dalam hal ini, Deng menginginkan bentuk otoriterisme yang probisnis, sebagai
bentuk kombinasi negara yang kuat dan soft economy, dengan keberadaan partai
yang elitis untuk mendorong reformasi dan menangkal tekanan-tekanan dari
kelompok-kelompok sosial tertentu dan kepentingan-kepentingan partisipan.15
14
Poltak Partogi Nainggolan, Ibid. Hal. 142 15
Deng Xiaoping berhasil dengan berbagai yang dibuat saat melakukan
reformasi ekonomi yang mencakup ruang lingkup aspek ekonomi makro,
perubahan pertanian, kinerja industri, energi, investasi asing, perdangangan luar
negeri dan konsumsi serta standar hidup di Cina. Hal ini yang menjadi faktor-fator
penting dalam pertumbuhan ekonomi Cina untuk meningkatkan pembangunan
dalam semua dimensi kehidupan dan menjadikan masyarakat Cina lebih
merasakan kesejahtraan dan kemakmuran. ini tidak terlepas dari badan
pemerintahan di Cina terutama dalam masa kepemimpinan Deng Xiaoping yang
menjadikan tolak ukur demi kemajuan dan perkembangan Cina jauh kedepan.16
Selain itu, adanya kekuatan penuh didalam Partai Komunis Cina (PKC)
yang dianggap sebagai partai tunggal yang memberikan pengaruh besar dalam
pemerintahan, dimana partai ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat besar
terhadap jalannya politik di China sebagai kekuatan penuh. Partai ini selalu
mengambil langkah-langkah yang terbuka dalam menjalankan sistem yang lebih
demokratis atau pluralistis. Dimana PKC itu sendiri merupakan kekuatan penuh
yang berada dalam tubuh pemerintahan RRC yang selalau terorganisir dengan
baik. Militer juga merupakan sebagai pertahanan nasional, dimana militer China
mempunyai dua kekuatan militer yaitu militer yang dimiliki oleh kaum komunis
bernama Tentara Pembebasan Rakyata (TPR) dan militer dibawah aliran
nasionalis dengan nama Tentara Revolusioner Nasioalis. Tetapi yang menjadi
kekuatan dalam pertahanan China adalah Tentara Revolusioner Nasionalis sebagai
kekuatan utama. Hubungan Sipil-militer tidak jauh berbeda karena pemimpin
militer mempunyai jabatan di partai, begitu pula pemimpin partai mempuyai
pengalaman militer. Jadi tidak membedakan posisi militer dan sipil, bahkan
militer ikut dalam pembuatan nasional. Keterlibatan militer dalam arena politik
akan mengakibatkan terjadinya perpecahan yang berdampak pada instabilitas
16
China Stays on Path of Reform, Opening up in post Deng Xiaoping dalam
http://search.proquest.com/docview/460928356/24A7F94F8EC94282PQ/18?accountid=50257, Pada 28 Mei 2014
politik. Ketika masa Deng Xiaoping tahun 1977, militer malakukan penarikan diri
dari dunia politik dan kembali kepada tugas militer yang berpolitik pasif. Hal ini
yang diterapakan oleh Deng, supaya tidak terlalu ikut dalam masalah-masalah
politik-ekonomi dan lebih memperkuat kekuatan nasional atau fungsi militer
daripada fungsi politik.17
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, Peneliti memiliki
ketertarikan untuk membahas perbandingan dan analisis untuk mengenal
bagaimana politik pembangunan yang dibuat oleh Indonesia dan China, terutama
di masa Soeharto dan Deng Xiaoping. Dimana kedua-duanya memiliki kekuatan
dalam menjalankan roda pemerintahan. Dimana Soeharto yang lebih menekankan
kepada pertumbuhan ekonomi dengan mempunyai beberapa elemen sebagai
kekuatan sehinggah lahirnya Orde Baru, dan dimasa Deng Xiaoping sebagai
reformasi ekonomi China. Maka dalam hal ini peneliti mengangkat judul
penelitian ini dengan “ Politik Pembangunan Indonesia-China (Studi kasus:
Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto-Deng Xiaoping)”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimana Perbandingan
Politik Pembangunan Indonesia-China di Masa pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping?”
17
1.3Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah berfungsi untuk membatasi pembahasan yang
diangkat dalam sebuah karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap pada
jalur permasalahan yang akan diteliti. Yang menjadi batasan masalah dalam
penelitian ini adalah objek penelitian yang dilakukan fokus pada:
1. Menggambarkan Politik Pembangunan yang telah dibuat dimasa
pemerintahan serta bidang politik, dan ekonomi oleh Soeharto dan
Deng Xiaoping.
2. Analisis pengguna dan pembedah masa pemerintahan Soeharto dan
Deng Xiaoping.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai atau didapatkan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui politik Pembangunan yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia khususnya di masa pemerintahan Soeharto, dan politik
Republik Rakyat Cina dimasa pemerintahan Deng Xiaoping.
2. Untuk mengetahui perbandingan diantara keduanya, baik dimasa
pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampuh memberikan masukan bermanfaat, baik
bagi peneliti maupun kepada semua pihak yang secara umum, yaitu:
1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi
dan menambah wawasan berpikir dikalangan mahasiswa, khususnya
Departemen Ilmu Politik – FISIP USU.
2. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan
melihat fenomena yang terjadi, terutama dalam melihat politik
pembangunan serta perbandingannya.
3. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tentang politik pembangunan yang dilakukan oleh Indonesia terutama
dimasa pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping, serta menjadi
sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian
mengenai politik pembangunan dan perbandingan.
1.6Kerangka Teori
Landasan teori merupakan suatu yang sangat penting dalam penulisan
karya ilmiah. Fungsi dari teori itu sendiri digunakan sebagai suatu landasan
berpikir dalam menganalisis sebuah fenomena yang sedang diteliti. Teori
merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi defensi dan proposis untuk
menerangkan sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara
konsep. Dengan kata lain, teori adalah hubungan suatu konsep dengan konsep
lainnya untuk menjelaskan fenomena tertentu.18 Dalam penelitian ini, teori yang
digunakan adalah:
1.6.1 Teori Politik Pembangunan
Teori-teori pembangunan pada umumnya berhubungan dengan
pengalaman negara-negara maju dengan menitikberatkan pada kemajuan dan
perubahan masyarakat yang dianggap mampuh menyelesaikan berbagai persoalan,
khususnya kemiskinan. Proyek-proyek pembangunan yang dilakukan oleh
negara-negara maju atau donor, biasanya ditransformasikan ke negara-negara-negara-negara
berkembang. Karena itulah perspektif-perspektif pembangunan tradisional
dinegara-negara yang kurang berkembang biasanya mengasumsikan kemungkinan
18
pembangunan di setiap tempat, modal dan teknologi mungkin dapat disaring dari
pengalaman negara maju untuk negara kurang berkembang. Penyebaran
kapitalisme dipercayai, akan memecahkan masalah kemiskinan, kelaparan,
kesehatan, dan sebagainya. Dimana inti dari teori pembangunan adalah persoalan
perubahan sosial.19
Disamping persoalan perubahan sosial, pembangunan juga dimaknai
sebagai sebuah proses dalam demokrasi yang menekankan peran institusi dan
partai politik. Dalam kaitan ini, Burnell & Randal menegaskan bahwa
proses-proses politik yang terjadi khususnya di negara-negara berkembang sangat
berpengaruh terhadap apa dan bagaimana pembangunan direncanakan ataupun
dihasilkan. Kelompok-kelompok kepentingan, termasuk partai politik dan gerakan
civil society, para elit, pemerintahan berperanan dalam menentukan arah tujuan
pembangunan yang ingin dicapai. Dimana proses demokrasi ataupun tidak
demokrasi yang dijalankan di negara berkembang mempengaruhi bagaimana
keberhasilan dalam pembangunan.
Pandangan yang demikian, menegaskan bahwa konsep pembangunan
banyak difahami sebagai proses tahap demi tahap menuju “modernitas”.
Modernitas itu tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi seperti
yang dilakukan oleh negara-negara industri maju. Mansour Faqih menjelaskan
konsep pembangunan sebagai bentuk modernitas dan adopsi dari pengalaman
barat karena menurutnya hal ini berakar pada sejarah barat melalui apa yang
disebut Revolusi Industri. Sedangkan konsep pembangunan di Dunia ketiga,
difahami sebagai perbaikan umum dalam standar hidup. Pembangunan juga di
fahami sebagai sarana memperkuat negara, terutama melalui proses industrialisasi
yang mengikuti pola yang beragam satu negara kenegara lainnya.
19
Menurut Warjio (2013), peran pemerintah menjadi subjek utama
pembangunan yakni memperlakukan rakyat sebagai objek, resipient atau
penerima. Pemahaman yang demikian tentang pembangunan memberikan satu
kesimpulan bahwa pembangunan sangat terkait erat dengan proses dan
kepentingan politik lembaga-lembaga internasional ataupun kepentingan negara.
Pembangunan juga merupakan hasil dari proses ataupun kepentingan elit politik
pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam satu negara.20
Menurut Todaro, pembangunan adalah sebuah proses multi dimensional
yang mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat
dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi, pertumbuhan
ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan kemiskinan.
Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan
partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai
kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan
dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih
besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.
Menurut Warjio (2013), Strategi pembangunan pada dasarnya adalah cara
atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula
berdasarkan platform yang di buat. Karena itu strategi pembangunan yang baik
akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien dan
efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi, potensi yang
dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber daya yang tersedia
yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.21
Pada hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan sosial total
suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa
mengabaikan keragaman kebutuhan dan keinginan individu atau
kelompok- 20
Warjio. Ibid. Hal. 12 21
kelompok sosial yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi
kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spritual.
Politik pembangunan sebagai satu konsep diperlukan untuk menjelaskan
bagaimana cara-cara (politik) atau strategi-strategi/aliran tertentu yang digunakan
dalam konteks pembangunan mencapai sasarannya. Cara atau strategi tertentu ini
dapat dilakukan oleh negara, institusi/organisasi ataupun partai politik. Oleh
demikian, sesungguhnya pembangunan pada nya adalah hasil dari proses politik
baik yang dilakukan oleh pemerintah dengan perang-perangkat lain seperti
lembaga, partai politik atau bahkan kelompok masyarakat. Politik pembangunan
juga diartikan sebagai cara, arah, untuk mencapai tujuan pembangunan, yang
dipilih oleh pemerintah dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih
baik berasaskan nilai-nilai yang dianut suatu negara tertentu dan pada waktu
tertentu (time specifik).22
Politik pembangunan adalah satu terminologi yang merupakan gabungan
antara konsep politik dan pembangunan. Konsep politik selama ini banyak
diartikan sebagai perebutan kekuasaan. Menurut para pakar, inti pati politik
adalah distribusi kekuasaan. Morgenthau mengistilahkan asas politik dengan the
struggle for power, perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Namun demikian,
dari pengertian diatas, politik sesungguhnya merupakan cara atau strategi untuk
meraih kekuasaan dan dengan itu ia dapat menginplementasikan ide, gagasan atau
ideologi perjuangan baik secara secara individu, kelompok atau negara.
Sama dengan konsep politik, pembangunan juga merupakan satu konsep
yang masih diperdebatkan dan menuai banyak kritik. Misalnya, sekelompok
pemikir yang tergabung Dag Hammarsjkjold Foundation (Swedia) mengajukan
apa yang disebut “Pembangunan yang lain” (Another Delopment).
22
Mereka percaya pembagunan harus berorientasi kebutuhan, sanggup
mempertemukan keperluan materi dan non materi manusia, berasal dari hati
masyarakat, percaya kepada diri sendiri, yang secara tidak langsung menyatakan
bahwa setiap masyarakat intinya mengandalkan kekuatan dan sumberdayanya
sendiri, mempunyai pertimbangan ekologis, pemanfaatan secara rasional
sumberdaya biophere, dan didasarkan pada transformasi struktural serta
keseluruhan yang terpadu. Dalam satu hal, kelompok ini menolak gagasan jalan
pembangunan yang universal dan menganjurkan bahwa setiap masyarakat
memiliki strateginya sendiri.23
Tidak dapat dipungkiri, peran pemerintah, sangat besar dalam proses
pembangunan. Merujuk pada kenyataan seperti ini, pembangunan seringkali
dihubungkan dengan nasionalisme, dan akhir-akhir ini dihubungkan dengan
merujuk pada negara-negara yang sedang bangkit seperti Afrika, Asia dan
Amerika Latin. Di negara-negara ini, dapat disaksikan satu “nasionalisme baru”,
ia menjadi satu loyalitas politik umum dari satu kelompok yang berjuang untuk
memperoleh kemandirian dan lingkungan kebangsaan. Disamping pembangunan
dihubungkan dengan proses politik dan nasionalisme, pembangunan juga
dihubungkan dengan modernisasi. pembangunan yang dihubungkan dengan
modernisasi diasaskan pada asumsi pertumbuhan.
Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner
(perubahan cepat dari tradisi ke modern), berwatak kompleks, menjadi gerakan
global dan bertahap menjadi satu homogenisasi dan bersifat progresif. Ada
kepercayaan melalui modernisasi, pertumbuhan dapat dicapai dengan penerapan
ilmu-ilmu dan teknologi Barat kepada problem produksi. Disisi lain, ia juga
memberikan kesempatan yang luas atas bangkitnya institusi atau lembaga modern
seperti partai politik, yang menggantikan institusi nasional.24
23
Warjio. Politik Pembangunan Islam Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana Publishing. Hal. 70-71 24
Visi pembagunan adalah kondisi objektif pembagunan yang dicita-citakan
dimasa depan dapat diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam periode
tertentu. Bryson (1955) menjelaskan bahwa visi pembangunan didefinisikan
sebagai kondisi yang ingin dicapai dimasa depan setelah menyampaikan strategi
dan kegiatan pembangunan. Visi pembangunan yang baik adalah mengakomodasi
masalah pokok yang sangat mendasar bagi masyarakat yang dirumuskan secara
konkrit dan jelas serta dapat diwujudkan dalam kenyataan (operasinalnya) dan
bukan hal yang muluk-muluk atau sulit untuk mewujudkannya.
Dari pemahaman seperti itu dapat disimpulkan bahwa visi pembangunan
memberikan paduan mengenai apa yang hendak dicapai pada masa depan. Masa
depan yang ingin dicapai serta yang dicita-citakan. Namun demikian visi
pembangunan adalah sebuah gambaran awal yang harus berpijak pada kenyataan
yang diformulasikan dalam satu perancangan yang jelas akan menyebabkan
ketidak tercapaian tujuan pembangunan.25
Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional
memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut
merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna
sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna
mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen
nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan
siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan
kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial
yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan
ketertiban sosial, politik, dan administrasi.26
25
Ibid. Hal. 90 26
1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah
metode penelitian perbandingan (comparative). Metode perbandingan dapat
didasarkan atas keempat metode dalam ilmu politik seperti metode deskripsi,
analisa, teori, dan penilaian dimana objek yang ingin diperbandingkan sudah
diketahui sebelumnya. Perbandingan tersebut diadakan antara dua objek atau lebih
untuk menambah atau memperdalam pengetahuan tentang objek yang diselidiki.
Salah satu syarat utama dalam metode perbandingan adalah harus memiliki kedua
objek atau lebih yang ingin diperbandingkan dan memiliki persamaan-persamaan
tertentu disamping perbedaan yang ada27.
Studi perbandingan adalah bidang di dalam Ilmu Politik yang acap kali
mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan studi intensif untuk
mengurangi kekakuan dalam sistem politik yang ada. Perbandingan melibatkan
sebuah abstraksi situasi atau proses konkrit yang tidak pernah dibandingkan
semata, setiap fenomena diharapkan merupakan peristiwa yang unik setiap
manifestasi adalah unik, setiap individu dan perilakunya adalah unik. Melakukan
perbandingan dalam studi politik, hanya akan memberikan sebuah teori politik
yang secara umum, tetapi secara perlahan melalui berbagai proses akan terjadi
pengembangan kondisi. Singkatnya pendekatan yang nantinya dilakukan dalam
proses memperbandingkan juga akan menentukan deskripsi pendekatan, apakah
akan terbatas pada pendekatan lembaga pemerintahan yang dibentuk secara
formal atau lebih pada sebuah kontekstual dalam pembongkaran
kekuatan-kekuatan politik yang melatarbelakangi yaitu ideologi.28
Secara garis besar tinjauan didalam perbandingan ilmu politik dari awal
perkembangannya sampai dengan kondisi politik yang mutakhir, terdapat
27
F. Isjwara. 1974. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Bina Cipta. Hal. 57 28
beberapa teori yang mendukung yakni, Teori sistem, seperti apa yang diuatarakan
David Easton didalam bukunya “The Political System), yang memuat mengenai
konsep input dan out put politik, tuntutan dan dukungan serta umpan balik
terhadap keseluruhan sistem yang saling berhubungan. Kedua, Teori Budaya,
berangkat dari karya tradisional tentang budaya dalam dunia antopologi, studi
sosialisasi dan kelompok-kelompok kecil dalam sosisologi, serta konsep
kebudayaan yang dikaitkan dengan konsep negara dan budaya-budaya nasional.
Ketiga, Teori Pembangunan, kemunculan negara di dunia ketiga mendorong
kemunculan teori ini, yang tercurahkan pada wawasan keterbelakangan dan
potensi untuk memajukan diri untuk tumbuh dan berkembang menjadi sebuah
bangsa, yang kesemua terkait dalam pola modernisasi politik.29
1.7.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode perbandingan. Dengan
metode kualitatif, selain untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu hal yang
baru dan sedikit diketahui, metode kualitatif juga akan memberikan rincian
tentang suatu fenomena yang sulit diungkap oleh penelitian kuantitatif30.
Penelitian kualitatif dalam perbandingan masa pemerintahan Soeharto dan masa
pemerintahan Deng Xiaoping dalam menentukan arah politik pembangunan yang
akan diambil dalam masa pemerintahan.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan data
sekunder yang merupakan data primer, dimana data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan
29 Ronald Chilcote. 2002. Teori Perbandingan Politik. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada. Hal. 11-13 30
kedua). Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang dibutuhkan.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini data sekunder nantinya didapatkan
dari literatur, buku dan media cetak lainnya atau internet. Adapun literatur yang
dianggap relevan adalah buku-buku politik yang berkaitan dengan masa
pemerintahan Indonesia khususnya pemerintahan Soeharto dan pemerintah Deng
Xiaoping.
1.7.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi
yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis data deskriptif, dimana teknik ini melakukan analisa
atas masalah yang ada sehinggah di peroleh gambaran yang jelas tentang objek
1.8Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka
penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat
penelitian ilmiah, maka dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan dan menjelaskan mengenai latar
belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA SERTA PROFIl MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO-DENG XIAOPING.
Bab ini akan mendeskripsikan bagaimana politik pembangunan
yang telah dibuat oleh Indonesia terutama dalam masa
pemerintahan Soeharto, dan politik pada masa pemerintah Deng
Xiaoping, serta dibidang ekonomi, dan politik.. Selain itu, dalam
bab ini akan memaparkan biografi dari kedua tokoh tersebut untuk
mengetahui awal karir sehinggah masuk dalam badan
pemerintahan dan menjadi orang yang berpengaruh dalam masa
pemerintahan sehinggah menjadi seorang pemimpin.
Dalam bab ini akan lebih mendalam membahas bagaimana politik
pembangunan masa pemerintahan Soeharto dan masa
pemerintahan Deng Xiaoping serta analisis perbandingannya dalam
membuat politik pembangunan.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini akan berisi kesimpulan, saran dan implikasi teoritis
BAB II
GAMBARAN POLITIK PEMBANGUNAN SERTA PROFIL MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING
II.1 Biografi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Soeharto
Jenderal TNI Purnawirawan H.M Soeharto adalah Presiden Republik
Indonesia yang kedua. Lahir di desa Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta pada
tanggal 8 Juni 1921 dari pasangan Kertosudiro (ayah) dan Sukirah (ibu). Soeharto
dari keluarga petani miskin, yang kedua orang tuanya bercerai. Kemudian, ia
dititipkan kepada bulik dan pamannya, Prawirodihardjo, yang adalah seorang
pegawai mantri tani di kawedan Wuryantoro. Soeharto disekolahkan dan
dibesarkan bersama dengan saudara-saudaranya, putra Pak Prawirodihardjo.
Sewaktu masih di Kemusuk, sebagaimana juga anak-anak desa lainnya,
Soeharto saat kecil sangat senang bermain disawah. Ia pandai menangkap belut
dan tak pernah melewatkan kesempatan mencicipi nikmatnya belut panggang.
Permainan kesukaanya dimasa kanak-kanak ialah plinteng dan bandil, bikinannya
sendiri.
Soeharto menikah dengan Siti Hartinah yang lebih dikenal dengan nama
Ibu Tien pada tanggal 26 Desember 1947, di Solo. Pasangan ini dikarunia tiga
orang putra dan tiga orang putri yaitu: Siti Hardijanti Hastuti (Tutut), Sigit
Harjojudanto (Sigit), Bambang Trihatmodjo (Bambang), Siti Hediati Harjadi
(Titik), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih
(Mamiek).31
31
Pendidikan umum yang pernah ditempuh Soeharto adalah Sekolah Dasar
(Ongko Loro), di Kemusuk (1929-1931), Sekolah Rakyat di Wuryantoro
(1931-1935), SMP di Yogyakarta (1935-1939), dan SMA di Semarang (1956).
Jalan panjang dan berliku memang dilalui Soeharto. Karirnya dimulai dari
lapis terbawah hinggah kelapis tertinggi. Riwayat pekerjaan dan jabatan Soeharto
begitu panjang, bahkan sempat pula bekerja sebagai pegawai saat belum
memasuki militer yang kemudian membawanya kejenjang karirnya yang lebih
tinggi, yaitu pada tahun 1940, Soeharto bekerja sebagai pembantu klerk bank desa
di Wuryantoro.
Kemudian karir Soeharto Sebagai militer dimulai ketika jaman Belanda, ia
memasuki Sekolah Dasar Militer (1940), Sekolah Kader Kopral (1940), Sekolah
Kader Sersan (1941), kemudian dijaman jepang menjadi Anggota Kepolisian di
Yogyakarta (1942), Shodancho PETA (1943), Tjudancho PETA (1944). Selama
tahun 1945-1950, Soeharto terlibat secara langsung dalam perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Selama kurun waktu itu, Soeharto memegang jabatan sebagai Komandan
Kompi, Komandan Batalion A, Komandan Brigade, Komandan WK (Wehr
Kreise) Yogyakarta. Pada tahun 1950 Soeharto menjabat sebagai Komandan
Brigade Pragola Solo (1951-1953) dan Komandan Resimen 15 (1953-1956).32
Pada tahun 1956 Soeharto menjabat sebagai Perwira Menengah yang
diperbantukan Kastaf untuk mengikuti Planning SUAD. Kemudian Soeharto
ditunjuk untuk menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial IV, Semarang (1956).
Jabatan selanjutnya adalah Pejabat Panglima Teritorial IV/Png Terr.IV Semarang
(1956-1959) sekaligus merangkap sebagai Dewan Kurator AMN (1957-1959),
Deputy I Kasad (1960-1961), Deputy I Kasad merangkap Ketua Adhoc Retolong
Depad, merangkap Panglima Korsp Tentara I Tjaduad. Merangkap Panglima
32
Konud AD (1961), Panglima Konud AD (1961). Panglima Mandala (1962-1963),
Panglima KOSTRAD (1963-1965). Menteri Pangad/Kastaf KOTI dan Menteri
Panglima AD pada tanggal 1 Juli 1966.
Usai menangani pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965, Soeharto
tampil bagaikan sebuah sinar terang. Karena keberaniannya, seluruh bangsa
Indonesia pada waktu itu melihat Soeharto sebagai sosok yang layak dan pantas
untuk menjadi pemimpin bangsa. Soeharto pun akhirnya menuju kepuncak
karirnya, setelah melewati kepemimpinan secara tahap demi tahap. Langkah demi
langkah, penuh perjuangan yang tidak mudah, namun ia lakoni terus dengan bijak.
Pada Tanggal 12 Maret 1967 Soeharto dipercaya menjabat sebagai pejabat
Presiden RI sampai tanggal 27 Maret 1968, sebelum kemudian dipercaya menjadi
Presiden RI secara definitip. Pada pemilihan umum berikutnya, tahun 1971,
Soeharto kembali dipercaya rakyat untuk memimpin bangsa sebagai Presiden RI.
Selanjutnya secara berturut-turut pada pemilu tahun 1977, pemilu tahun 1982,
pemilu tahun 1987, pemilu tahun 1992 dan pemilu tahun 1997 terpilih sebagai
Presiden RI hinggah akhirnya, ia mengundurkan diri secara konstitusional sebagai
Presiden RI pada 21 Mei 1998.33
II.2 Gambaran Politik Pembangunan Soeharto
Pembangunan merupakan usaha kita untuk hidup terhormat sebagai
manusia dan sebagai bangsa yang berada di tengah-tengah kehidupan dan
pergaulan antar bangsa. Karena itu usaha kita bukan sekedar perwujudan sikap
pragmatis melainkan benar-benar merupakan perwujudan semangat idealisme.
Dengan demikian, apa yang kita lakukan bukan dimaksudkan hanya untuk
mempertahankan hidup melainkan untuk mengisi dan memberi makna pada hidup
kita , baik sebagai manusia maupun sebagai bangsa.
33
Ungkapan pandangan yang falsafi ini diutaraan oleh Soeharto kepada
tokoh-tokoh pemuda perserta penataran p4 tingkat nasional di jakarta pada tanggal
27 Juni 1978.
Dalam pandangan Soeharto diatas terdapat beberapa esensi pembangunan
bangsa kita. Pertama, kehormatan sebagai manusia dan sebagai bangsa. Kedua,
pragmatisme dan idealisme. Ketiga, mengisi dan memberi makna hidup manusia
dan bangsa Indonesia. Pembangunan adalah usaha manusia di muka bunmi untuk
mencapai tujuan hidupnya. Kesejahteraan lahir dan batin. Bagi bangsa Indonesia ,
hal ini telah dengan sadar dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai salah satu tujuan nasionalnya mewujudkan kesejahteraan umum.34
II.2.1 Trilogi Pembangunan
Untuk membangun bangsa indonesia dari keterpurukan, Soeharto tentu
memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Soeharto
memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I.
Soeharto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal
dengan “Akselarasi Pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan
konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan
Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila
pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan
ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat
dilaksanakan. Karena itu bagi Soeharto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas
nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan di segala bidang, hinggah bermuara pada pemerataan hasil-hasil
pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia.
34
Soeharto menetapkan Trilogi pembangunan, yaitu:
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah
pada kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Soeharto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui
Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai starategi untuk tinggal
landas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional
dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah
adanya pertumbuhan ekonomi maka dapat dilakukan pemerataaan. Maka menurut
Soeharto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga
untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi
dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada
pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Trilogi Pembangunan, Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan
Pemerataan, adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan
dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita
seperti Singapura dan Malaysia yang sangat efektif dalam melaksanakan
demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hinggah kini terus mengalami
kemajuan.
Di Singapura, misalnya, pada awal pertumbuhannya hanya terdapat sebuah
koran saja guna mengamankan stabilitas di dalam negeri. Sementara itu, Malaysia
di bawah kepemimpinan Mahatir Mohammad sangat mengutamakan stabilitas