• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nonparametric stability analysis and performance of chili pepper (Capsicum annuum L) genotypes at eight environments

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nonparametric stability analysis and performance of chili pepper (Capsicum annuum L) genotypes at eight environments"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STABILITAS NONPARAMETRIK DAN

KERAGAAN GALUR-GALUR HARAPAN CABAI

(

Capsicum annuum

L.)PADA 8 LINGKUNGAN

Vitria Puspitasari Rahadi

A253090081

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS STABILITAS NONPARAMETRIK DAN KERAGAAN

GALUR-GALUR HARAPAN CABAI (Capsicum annuum L.)

PADA 8 LINGKUNGAN

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

. Bogor, Februari 2012

(3)

ABSTRACT

VITRIA PUSPITASARI RAHADI. Nonparametric Stability Analysis and Performance of Chili Pepper (Capsicum annuum L.) Genotypes at eight environments. Supervised by MUHAMAD SYUKUR, SRIANI SUJIPRIHATI, and RAHMI YUNIANTI.

The objectives of this study were to compare nonparametric stability measures, and to identify promising high yield and stable of chili pepper (Capsicum annuum L.) genotypes at the eight environments. In every environment, the design was Randomized Complete Block Design with three replications. The method of Nassar and Huehn, Kang, Fox, and Thennarasu were used to analysis the stability and high yield. Spearman’s correlation and Principal Component analysisdistinguishes methods base on two different concept of stability : the static (biological) and dynamic (agronomic) concepts. Top method was categorized in the concept of dynamic stability. While the methods of Si1, Si2, Si3, Si6, Npi1, NPi2, NPi3 and NPi4 were categorized in the concept of static stability. Based on the ranking frequency stability of the nonparametric method, genotypes which have the highest frequency of static stability ranking were genotypes IPB002003, IPB002046, IPB009019 and Tit Super, whereas IPB009002 and Tombak were categorized as dynamic stability. Genotype IPB120005 and IPB019015 wereless adaptable in multiple environments tested. It shows that the genotypes were specific in certain environments. IPB120005 has high yield and specific location at Boyolali dry season withan average yield of 872.0 g and IPB019015 genotype was specific at Bogor wet season.

(4)

RINGKASAN

VITRIA PUSPITASARI RAHADI. Analisis Stabilitas Nonparametrik dan Keragaan Galur-galur Harapan Cabai (Capsicum annuum L.) pada 8 Lingkungan.Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR, SRIANI SUJIPRIHATI dan RAHMI YUNIANTI.

Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk salah satu komoditas unggulan sayuran di Indonesia,dengan areal pertanaman terluas diantara tanaman sayuran lainnya.Produktivitas cabai secara nasional tahun 2011 yaitu5.89ton per hektar.Angka tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi produktivitasnyayang dapat mencapai 20 ton per hektar.Rendahnya produktivitas ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya varietas berdaya hasil tinggi dan adaptif terhadap lingkungan.

Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan tempat tumbuh, serta interaksi antara genotipe dan lingkungan.Pertumbuhan tanaman merupakan fungsi dari genotipe dan lingkungan.Stabilitas daya hasil yang dikaji melalui interaksi genotipe x lingkungan dengan metode parametrik telah banyak dilakukan.Pengujian stabilitas daya hasil genotipe-genotipe harapan cabai bersari bebas dalam penelitian ini menggunakan metode nonparametrik. Metode nonparametrik yang dikemukakan oleh Huehn (1990), Nassar dan Huehn (1987), Kang (1988), Fox et al. (1990), dan Thennarasu (1995) didasarkan pada peringkat genotipe di setiap lingkungan.

Pengujian stabilitas daya hasil cabai dilaksanakan di empat lokasi (Bogor, Boyolali, Riau dan Sumedang) dan dua musim tanam (Juli 2010 - Januari 2011, Februari - Juli 2011). Pelaksanaan pengujian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang diulang sebanyak tiga kali pada setiap lokasi percobaan, ulangan tersarang dalam lokasi.Sebanyak 20 genotipe digunakan sebagai bahan pengujian, yang terdiri dari 15 genotipe cabai bersari bebas dan 5 varietas komersil bersari bebas sebagai pembanding.Setiap lokasi terdiri dari 60 satuan percobaan dimana setiap satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman.Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis ragam, kemudian dilanjutkan dengan analisis stabilitas nonparametrik dengan 10 metode Si1, Si2, Si3 dan Si6 (Nassar dan Huehn),Rank-Sum (Kang), Top(Fox) dan NPi1, NPi2, NPi3 dan NPi4 (Thennarasu).

(5)

Berdasarkan frekuensi ranking dari berbagai metode stabilitas. Genotipe IPB002003, IPB002046 dan IPB009019 dan varietas Tit Super dikategorikan stabil statis. Genotipe yang dikategorikan sebagai stabil dinamis adalah IPB009002 dan Tombak.Genotipe IPB120005 dan IPB019015 merupakan genotipe yang kurang adaptif terhadap beberapa lingkungan yang diuji.Hal tersebut menunjukkan bahwa genotipe tersebut spesifik pada lingkungan tertentu. Berdasarkan potensi produktivitas genotipe IPB120005 cocok ditanam pada lingkungan Boyoloali musim kemaraudengan produktivitas rata-rata 872.0 g/tanaman, sedangkan IPB019015 cocok ditanam pada lingkungan Bogor musim hujan dengan produksi rata-rata per tanaman sebesar 912.2 g/tanaman.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

ANALISIS STABILITAS NONPARAMETRIK DAN

KERAGAAN GALUR-GALUR HARAPAN CABAI

(

Capsicum annuum

L.)PADA 8 LINGKUNGAN

Vitria Puspitasari Rahadi

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul : Analisis Stabilitas Nonparametrik dan Keragaan Galur-galur Harapan Cabai (Capsicum annuum L.) pada 8 Lingkungan Nama : Vitria Puspitasari Rahadi

NRP : A253090081

Program Studi : Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Muhamad Syukur, SP., M.Si. Dr. Rahmi Yunianti, SP., M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT semata yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.Judul tesis adalah Analisis Stabilitas Nonparametrik dan Keragaan Galur-galur Harapan Cabai (Capsicum annuumL.) pada 8 Lingkungan, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Dengan terselesaikanya penulisan tesis ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Muhamad Syukur, SP. M.Si., Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. (Alm), dan Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si. selaku komisi pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan dan masukannya selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis.

2. Dr. Ir. Sobir, M.S. selaku dosen penguji luar komisi dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.,selakuperwakilan program studi atas masukan, kritik dan saran untuk kesempurnaan penyusunan tesis.

3. Progam I-MHERE B2c IPB 2010 atas pendanaan dan bantuan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini (Dr. Muhamad Syukur, SP. M.Si sebagai ketua peneliti).

4. Kedua orang tua tercinta dan keluarga atas segala doa dan motivasi selama saya menempuh pendidikan.

5. Teman-teman S2 PBT angkatan 2009 atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.

6. Tiara, Abdul, Arya, Yunandra, Alfa, Feby, Lia (Plant breeding family) atas kebersamaan dan dukungan kalian.

7. Mba Vina, Mba Cori, Bang Nazar, Mba Ima, Andra,Yogo, Ka Asep dan Mba Indri yang telah membantu dalam kegiatan penelitian ini.

8. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.

Bogor, Februari 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 17 November 1986 dari Bapak Amin Bagus Rahadi dan Ibu Atih Sri Niswati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga saudara.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 5

Pemuliaan Tanaman Cabai ... 6

Analisis Stabilitas Daya Hasil ... 7

Pendekatan Nonparametrik ... 8

BAHAN DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Pelaksanaan ... 11

Analisis data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Kondisi Umum ... 18

Keragaan Cabai Bersari Bebas ... 21

Umur berbunga... 23

Umur panen ... 24

Diameter batang ... 25

Tinggi dikotomus ... 26

Tinggi tanaman ... 27

Lebar kanopi... 28

Panjang dan lebar daun ... 29

Bobot buah ... 30

Panjang buah ... 32

Diameter buah ... 33

Tebal daging buah ... 34

Produksi per tanaman ... 35

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(14)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Sidik ragam tiap lokasi berdasarkan Singh dan Chaudhary(1979) ... 14

2. Sidik Ragam Gabungan dari 4 Lokasi Pengujian Genotipe-genotipe Cabai di 2 musim yang berbeda ... 15

3. Rekapitulasi analisis sidik ragam pada semua karakter yang diamatipada 8 lingkungan ... 22

4. Umur berbunga 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 23

5. Umurpanen 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 24

6. Diameter batang 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 25

7. Tinggi dikotomus 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 26

8. Tinggi tanaman 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 27

9. Lebar kanopi 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 28

10. Panjang daun 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan. ... 29

11. Lebar daun 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 30

12. Bobot buah 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 31

13. Panjang buah 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan ... 32

14. Diameter buah 15 genotipe cabai pada 8 lingkungan ... 33

15. Tebal daging buah 15 genotipe cabai pada 8 lingkungan ... 34

16. Produksi per tanaman 15 genotipe cabai pada 8 lingkungan ... 37

17. Analisis ragam gabungan produksi per tanaman genotipe cabai pada8 lingkungan ... 38

18. Rata-rata produksi dan nonparametrik stabilitas dari 12 genotipepada 8Lingkungan. ... 40

19. Korelasi Spearman’s parameter stabilitas nonparametrik terhadap hasil 12 genotipe cabai pada 8 lingkungan ... 41

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Diagram alir kegiatan penelitian ... 12

2. Serangan hama ... 19

3. Tanaman yang terserang penyakit layu fusarium ... 20

4. Serangan penyakit antraknosa ... 20

5. Gejala serangan gemini virus dan hama ulat grayak ... 21

6. Panjang buah pada genotipe dengan kriteria mutu I ... 33

7. Bobot buah rata-rata per tanaman 15 genotipe cabai pada setiaplingkungan. ... 36

8. Respon interaksi genotipe x lingkungan (GxE) ... 39

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data iklim lokasi Bogor ... 51

2. Data iklim lokasi Sumedang ... 51

3. Data iklim lokasi Riau... 52

4. Data iklim lokasi Boyolali ... 52

5. Deskripsi genotipe IPB110005 ... 53

6. Deskripsi genotipe IPB019015 ... 54

7. Deskripsi genotipe IPB009002 ... 55

8. Deskripsi varietas Tombak ... 56

9. Deskripsi genotipe IPB002003 ... 57

10. Deskripsi genotipe IPB002046 ... 58

11. Deskripsi genotipe IPB009019 ... 59

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk salah satu komoditas unggulan sayuran di Indonesia, dengan areal pertanaman terluas diantara tanaman sayuran lainnya. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), produktivitas cabai nasional Indonesia tahun 2011 adalah 5.89 ton per hektar. Angka tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi produktivitasnya. Syukur et al. (2010) menyatakan bahwa produktivitas cabai dapat mencapai 20 ton per hektar.

Penyebab rendahnya produktivitas cabai di Indonesia berkaitan dengan kualitas benih, teknik budidaya, serangan hama penyakit serta sedikitnya varietas berdaya hasil tinggi. Penggunaan varietas unggul menjadi faktor yang sangat penting pada program intensifikasi agar diperoleh produksi tinggi dan kualitas produknya sesuai dengan keinginan pengguna. Upaya pengembangan teknologi yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui program pemuliaan tanaman. Program yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan dapat diterima oleh petani.

Stabilitas hasil menjadi hal yang sangat substansial dalam pembentukan varietas unggul (Aryana 2009). Stabilitas hasil perlu diperhatikan secara sistematis dan kontinyu, mulai dari pembentukan populasi dasar sampai pengujian varietas. Pengukurannya memerlukan rentang wilayah yang luas agar dapat menentukan efisiensi pemuliaan (Nor dan Cady 1979). Indonesia memiliki lingkungan tumbuh sangat beragam baik dari tipe lahan yang digunakan, jenis tanah, cara budidaya, pola tanam maupun musim tanam, sehingga pengujian stabilitas pada berbagai lingkungan perlu dilakukan. Keragaman lingkungan tumbuh tersebut akan berpengaruh terhadap hasil persatuan luas.

(18)

tanaman yang bervariasi. Kondisi tersebut memberikan petunjuk adanya variasi ciri-ciri dan potensi-potensi khusus dari suatu wilayah yang perlu dimanfaatkan secara baik serta karakter khusus tanaman dari setiap wilayah ataupun secara keseluruhan yang perlu dicermati sebagai indikator dalam menyeleksi genotipe yang stabil.

Pada prinsipnya pertumbuhan tanaman merupakan fungsi dari genotipe dan lingkungan (Allard 1960). Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan tempat tumbuh, serta interaksi antara genotipe dan lingkungan. Respon tanaman yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (G x L), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi faktor genetik dalam penampilan akhir (Gomez dan Gomez 1985). Oleh karena itu, pengembangan tanaman diarahkan untuk mendapatkan varietas yang dapat beradaptasi luas dengan kondisi lingkungan yang beragam.

Pengujian stabilitas hasil melalui serangkaian uji mulitilokasi merupakan suatu tahapan penting sebelum varietas dilepas. Hasil uji multilokasi diharapkan dapat diperoleh genotipe-genotipe yang dapat beradaptasi baik di lingkungan tertentu dan stabil pada beberapa lingkungan (Sujiprihati et al. 2006).

Stabilitas daya hasil yang dikaji melalui interaksi genotipe x lingkungan telah banyak dikemukakan antara lain Finlay-Wilkinson (1963), Eberhart-Russell (1966), Francis-Kannenberg (1978), dan Gauch (1992). Allard dan Bradsaw (1964) melaporkan bahwa interaksi genotipe dan lingkungan bersifat kompleks karena adanya variasi komponen lingkungan. Adanya interaksi genotipe dan lingkungan juga dapat menghambat kemajuan seleksi, mengganggu pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas (Eberhart-Russell 1966), dan menyulitkan proses pengambilan kesimpulan secara tepat jika suatu percobaan genotipe dilakukan dalam kisaran lingkungan yang luas (Nasrullah 1981).

(19)

berbagai asumsi yang seharusnya mendasari penggunaan suatu metode pengujian. Metode statistika nonparametrik dapat digunakan pada kondisi dimana asumsi mengenai sebaran yang mendasari data yang dipakainya lemah. Huehn (1990) mengemukakan prosedur nonparametrik memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan metode stabilitas parametrik yaitu dapat mengurangi bias yang disebabkan oleh data pencilan, tidak ada asumsi yang diperlukan tentang distribusi nilai-nilai yang diamati, mudah untuk digunakan dalam menafsirkan, dan penambahan atau penghapusan genotipe satu atau beberapa tidak menyebabkan banyak variasi hasil. Dalam pengujian varietas di beberapa lokasi yang memiliki heterogenitas ragam yang tinggi, dapat digunakan skoring dalam analisisnya, karena statistika nonparametrik menggunakan cacahan, pangkat, rangking, atau bahkan tanda dari selisih pengamatan yang berpasangan, sehingga teknik ini cepat dan mudah dalam penerapannya. Pada penelitian stabilitas daya hasil galur-galur harapan cabai bersari bebas diuji dengan menggunakan metode pengujian nonparametrik

Beberapa prosedur nonparametrik yang dikemukakan yaitu Nassar dan Huehn (1987), Kang (1988), Fox et al. (1990), dan Thennarasu (1995) didasarkan pada genotipe di setiap lingkungan dan genotipe dengan peringkat serupa di lingkungan yang diklasifikasikan sebagai stabil. Empat langkah stabilitas fenotipe nonparametrik (1) Si(1) adalah nilai tengah dari perbedaan peringkat mutlak genotipe pada n lingkungan, (2) Si(2) adalah varians diantara rangking dalam n lingkungan, (3) Si(3) dan Si(6) adalah jumlah deviasi absolut dan jumlah kuadrat peringkat untuk setiap genotipe relatif terhadap nilai tengah peringkat (Nassar dan Huehn 1987).

(20)

Thennarasu (1995) mengemukakan pengukuran stabilitas nonparametrik yaitu NPi (1), NPi(2), NPi(3), dan NPi(4) berdasarkan pada ranking dari genotipe pada masing-masing lingkungan dan genotipe didefinisikan stabil bila genotipe tersebut berada pada rangking yang sama di berbagai lingkungan.

Metode nonparametrik dalam analisis stabilitas dapat memberikan gambaran pola respon suatu genotipe terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat memudahkan dalam pemilihan varietas yang sesuai dengan lingkungan dan memberikan daya hasil yang optimal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk 1) membandingkan dan mempelajari berbagai metode analisis stabilitas nonparametrik, 2) mengidentifikasi genotipe cabai bersari bebas yang memiliki stabilitas hasil yang baik dan potensi hasil yang tinggi.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat genotipe cabai yang memiliki daya adaptasi dan daya hasil yang stabil di 8 lingkungan.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Cabai termasuk dalam divisio Magnoliophyta, kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan termasuk diantara 20-30 spesies pada genus Capsicum. Di dunia terdapat lima spesies utama yang dibudidayakan, yaitu: C. annum (cabai merah), C. frustescens (cabai rawit), C. chinense, C. baccatum dan C. pubescens (cabai gendot) (Greenleaf 1986). Tanaman cabai merupakan tanaman setahun pada daerah tropika, berbentuk semak, batangnya berkayu dengan tipe percabangan tegak atau menyebar (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Tanaman cabai memiliki banyak cabang dan pada setiap percabangan akan muncul buah cabai (Samadi 1997).

Tanaman cabai memiliki akar tunggang (akar primer) yang kemudian tumbuh akar rambut kesamping (akar lateral), kuat dan dalam. Panjang akar primer berkisar 35 – 50 cm dan akar lateral berkiras 35 – 45 cm. Perakaran cabai umumnya berkembang sempurna (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Bagian ujung akar pada tanaman ini mampu menembus tanah hingga kedalaman 25-30 cm (Samadi 1997), dengan mempertahankan aerase dan drainase tanah, tanaman ini akan membuat perkembangan akar menjadi lebih sempurna sesuai dengan kedalaman jelajah akar.

Bunga tanaman cabai termasuk tanaman lengkap berbentuk terompet yang terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik (Berke 2000). Bunga cabai keluar dari ketiak daun, menurut Greenleaf (1986) tanaman cabai mulai berbunga pada umur 23-31 hari setelah tanam (HST). Buah cabai mulai masak setelah 45 hari setelah terjadi penyerbukan.

(22)

kepala putik yang reseptif sebelum tepung sari anthesis, dapat menyebabkan stigma menerima serbuk sari dari tanaman cabai lainnya.

Secara umum tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dengan aerase dan drainase yang baik. Tanaman cabai dapat dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian tempat hingga 2000 m dpl. Pertumbuhan tanaman cabai lebih baik pada tanah lempung berdrainase baik dengan pH tanah 5.5-6.8 dan mengandung bahan organik sedikitnya 1.5%. Suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai adalah 18-27 oC. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16oC pada malam hari dan minimum 23oC pada siang hari. Bila suhu udara malam hari di bawah 16oC dan siang hari di atas 32oC, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai akan gagal. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), penyerbukan dan pembuahan optimum berada pada suhu 20-25oC. Intensitas cahaya berpengaruh pada pertumbuhan bibit karena bibit akan mengalami etiolasi pada penyinaran cahaya yang kurang (Samadi 1997). Lokasi penanaman cabai sebaiknya pada tempat ruang terbuka dan tidak ternaungi agar cabai berproduksi optimal. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 600-1 250 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan tanaman, namun curah hujan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kelembaban udara meningkat dan mendorong pertumbuhan penyakit tanaman (Pitojo 2003).

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemulian tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai dengan kebutuhan manusia. Syukur et al. (2009) mengemukakan pemuliaan tanaman merupakan aktifitas perbaikan dan peningkatan potensi genetik tanaman sehingga diperoleh varietas baru dengan hasil dan kualitas yang lebih baik.

(23)

Prosedur dari pemuliaan mencakup (1) introduksi dan koleksi plasmanutfah, (2) seleksi dan koleksi plasma nutfah, (3) pengembangan keragaman genetik, (4) seleksi setelah pengembangan, (5) evaluasi dan pengujian dan (6) pelepasan varietas. Salah satu tahap kegiatan pemuliaan adalah pengujian multilokasi yang merupakan suatu tahapan penting sebelum varietas dilepas. Ketentuan pengujian adaptasi antara lain adalah (1) materi genetik yang akan diuji keunggulannya, (2) lokasi pengujian merupakan wilayah agroekologi yang paling sesuai untuk budidaya dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentra produksi, (3) jumlah varietas yang diuji minimal 4 yang terdiri dari 1 varietas yang diuji dan 3 varietas pembanding, (4) pengamatan dilakukan terhadap semua karakter yang diunggulkan, dan (5) analisis data kuantatif meliputi analisis ragam gabungan antar lokasi dan antar musim, selanjutnya dilakukan uji lanjut (Direktorat Perbenihan Hortikultura 2011).

Analisis Stabilitas Daya Hasil

Pada program pemuliaan tanaman, interaksi genotipe x lingkungan dapat digunakan untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lingkungan atau beradaptasi luas. Jika interaksi genotipe x lingkungan tinggi, maka diperlukan pengembangan varietas yang spesifik lokasi, sebaliknya jika interaksi genotipe dan lingkungan rendah maka perlu pengembangan varietas yang beradaptasi luas. Interaksi genotipe x lingkungan terkait dengan penciptaan varietas unggul yang menunjukkan stabilitas bila ditanam pada lingkungan yang berbeda. Genotipe-genotipe yang ditanam pada lingkungan yang beda dievaluasi untuk mendapatkan genotipe yang stabil.

(24)

sejajar dengan rataan umum respon dari semua genotipe yang diuji pada suatu percobaan (Kang 2002).

Stabilitas suatu genotipe adalah kemampuan genotipe untuk hidup pada berbagai lingkungan yang beragam, sehingga fenotipenya tidak banyak mengalami perubahan pada tiap-tiap lingkungan tersebut. Sedangkan stabilitas fenotipe disebabkan oleh kemampuan organisme untuk dapat mengetahui dirinya terhadap lingkungan beragam sehingga tanaman tidak banyak mengalami perubahan sifat fenotipenya. Adanya mekanisme penyangga individu (individual buffering) dan penyangga populasi (population buffering) merupakan penyebab stabilitas hasil. Genotipe dengan hasil tinggi dan stabil akan berpenampilan baik di semua lingkungan.

Dua tipe adaptasi suatu genotipe dalam kaitannya dengan interaksi genetik dan lingkungan, yaitu (1) spesifik lokasi, membagi lokasi ke dalam zone-zone agroklimat yang relatif seragam dan mengembangkan varietas yang spesifik lokasi; 2) adaptasi luas, membuat varietas yang penampilannya stabil dalam semua lingkungan yang bervariasi, dengan perkataan lain mengembangkan varietas stabil.

Pendekatan Nonparametrik

Pengukuran stabilitas dengan pendekatan nonparametrik berdasarkan ranking genotipe dalam setiap lingkungan dan tidak memerlukan asumsi tertentu. Genotipe-genotipe yang berada pada posisi (ranking) yang sama dalam setiap lingkungan diklasifikasikan sebagai genotipe yang stabil. Empat pengukuran stabilitas fenotifik nonparametrik menurut Nassar dan Huehn (1987) adalah sebagai berikut :

1. S1(1) yaitu nilai tengah dari perbedaan posisi absolut sebuah genotipe pada n lingkungan

(

)

[

]

∑ ∑

− + = − − = 1 1 ' ' ) 1 ( 1 2 n j n j j ij ij

i r r n n

S

(25)

2. Si (2) yaitu ragam diantara rangking dalam n lingkungan

(

)

= − − = n j i ij

i r r n

S 1 2 ) 2 ( 1 ) (

3. Si(3) yaitu jumlah deviasi absolut

(

)

i n j i ij i r r r S

= − = 1 2 . ) 3 (

4. Si(6) yaitu jumlah kuadrat rangking untuk setiap genotipe relatif terhadap nilai tengah rangking

Dimana n adalah jumlah lingkungan, rijadalah rangking genotipe ke-i dalam lingkungan ke-j, ri adalah rataan rangking semua lingkungan untuk genotipe ke-i.

Selain itu pendugaan stabilitas nonparametrik yang lain adalah ranking-jumlah (RS) (Kang 1988). Indeks stabilitas Kang dihitung berdasarkan peringkat hasil dan peringkat ragam Shukla. Peringkat hasil diurutkan dari yang tertinggi dan peringkat ragam Shukla diurutkan dari yang terkecil. Ragam Shukla merupakan ragam sebuah genotipe diberbagai lingkungan yang berdasarkan pada residual dalam analisis dua arah. Ragam Shukla dirumuskan dengan :

Dengan g adalah banyaknya genotipe dan l adalah banyaknya lingkungan. Klasifikasi genotipe dengan metode Kang ditentukan berdasarkan nilai stabilitas yang diperelah. Semakin kecil nilai stabilitas genotipe maka semakin stabil genotipe tersebut.

Pendugaan stabilitas nonparametrik yang lain adalah pendugaan menurut Fox et al. (1990). Terdapat tiga indeks stabilitas yaitu indeks Top, Mid dan low. Perhitungan indeks stabilitas dimulai dari membagi tiap lingkungan menjadi tiga lapisan yang sama besar yaitu lapisan Top, Mid dan low. Lapisan Top adalah lapisan yang berisi genotipe dengan peringkat hasil terbesar pertama. Proporsi

i n j i ij i r r r S

= − = 1 ) 6 ( ) 1 )( 2 )( 1 ( 2 ) .. . . ( 1 1 1 2 .. . . ) 1 )( 2 ( 2 ) ( + + + = ∑ = ∑ = − − ∑ + + + −

= g xijg xi lx j x

l j g i l

j ij i j

l g

g

i x x x x

(26)

banyaknya tiap genotipe berada pada lapisan Top merupakan nilai indeks Top. Indeks Top digunakan untuk mengidentifikasi genotipe yang stabil dinamis. Sedangkan indeks Mid dan Low dapat digunakan untuk mengidentifikasi genotipe yang stabil tetapi tidak memiliki hasil yang tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya indeks Top yang digunakan dari metode Fox untuk memperoleh klasifikasi genotipe. Klasifikasi genotipe ditentukan berdasarkan indeks stabilitas yang diperoleh. Semakin besar indeks stabilitas genotipe maka semakin stabil genotipe tersebut.

Thennarasu (1995) mengemukakan empat pengukuran indeks stabilitas nonparametrik berdasarkan peringkat rangking terkoreksi dari data genotipe yaitu sebagai berikut :

Keempat pergukuran tersebut dihitung berdasarkan peringkat rijdan rij*; rijadalah peringkat genotipe ke-i dan lingkungan ke-j sedangkan *

ij

r adalah peringkat data terkoreksi dengan rataan genotipe tiap lingkungan. *

ij

r ditentukan dari nilai fenotipe terkoreksi (xij* =xijxi*), xi* adalah rata-rata genotipe ke-i. Peringkat diperoleh dari nilai *

ij

x yang di pengaruhi interaksi G x E dan galat. Genotipe yang memiliki indeks akhir paling tinggi maka semakin stabil genotipe tersebut.

n M r NP n j di ij i

= − = 1 * * ) 1 ( n M M r NP n j di di ij i

= − = 1 * * ) 2 ( ) / ( i i ij i r n r r

NP ( ) /

2 * * ) 3 ( =

∑ ∑

− + = − − = 1 1 ' * ' * ) 4 ( ) 1 ( 2 n j n j j i ij ij

i r r r

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di empat lokasi (Bogor, Boyolali, Riau dan

Sumedang) dan dua musim tanam (Juli 2010 - Januari 2011 dan

Februari - Juli 2011).

Bahan dan Alat

Sebanyak 20 genotipe digunakan sebagai bahan pengujian, yang terdiri

dari 15 genotipe cabai bersari bebas yaitu IPB120005, IPB110005, IPB001004,

IPB002003, IPB002005, IPB002046, IPB015002, IPB002001, IPB009002,

IPB009003, IPB009004, IPB009015, IPB 009019, IPB015008, IPB019015 dan 5

varietas komersil bersari bebas sebagai pembanding yaitu Gelora, Tit Super,

Tombak, Lembang dan Trisula. Bahan lain yang digunakan adalah media semai

komersial steril, pupuk kandang, pupuk NPK Mutiara, Gandasil B, Gandasil D,

Curacron, Antracol, pupuk kandang, kapur, dan karbofuran. Alat yang digunakan

dalam penelitian adalah MPHP (Mulsa Plastik Hitam Perak), tray semai, cangkul,

sprayer, gembor, tali, alat pelubang mulsa (cemplong), gunting dan alat tulis.

Pelaksanaan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok

Langkap Teracak (RKLT) dengan 3 ulangan pada setiap lokasi percobaan,

ulangan tersarang dalam lokasi. Setiap lokasi terdiri dari 60 satuan percobaan

dimana setiap satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman. Alur kegiatan penelitiaan

secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 1.

Persemaian. Benih cabai ditanam pada tray yang berisi campuran media

semai steril. Pupuk campuran antara NPK Mutiara (10 g) dan Gandasil D (2 g)

diberikan dalam bentuk larutan dalam 1 liter air seminggu sekali. Insektisida

Curacron (2 cc/liter) dan fungisida Antracol (2 g/liter) digunakan untuk

pengendalian hama dan penyakit, diaplikasikan dengan metode semprot dua kali

(28)

Keragaan Galur-galur Harapan

Uji Daya Hasil Lokasi Sumedang Musim I

15 Galur Cabai Bersari

Uji Daya Hasil Lokasi Bogor Musim I

Uji Daya Hasil Lokasi Boyolali Musim I

Uji Daya Hasil Lokasi Riau Musim I

Uji Stabilitas Daya Hasil Nonparametrik

Metode Thennarasu

(1995)

Pemilihan genotipe cabai yang mempunyai daya stabilitas yang baik

dan potensi hasil tinggi Metode Huehn and Nasser (1987) Metode Kang (1988) Metode Fox et al.

(1990) Uji Daya Hasil Lokasi

Bogor Musim II

Uji Daya Hasil Lokasi Boyolali Musim II

Uji Daya Hasil Lokasi Riau Musim II

Uji Daya Hasil Lokasi Sumedang Musim II

Gambar 1. Diagram Alir Kegiatan Penelitian

Persiapan Lahan. Pengolahan lahan dilakukan satu bulan sebelum

penanaman dengan menggunakan cangkul yang dilanjutkan dengan

penggemburan dan perataan tanah. Setiap petakan besar tersebut dibagi menjadi

20 bedengan dengan ukuran 1 x 5 m dengan tinggi bedengan 20 cm dengan jarak

antar bedengan 50 cm untuk setiap genotipe. Selanjutnya dilakukan pengapuran

dengan dosis 1.5 ton/ha dan pupuk dasar (Urea 150 kg/ha, SP-18 300 kg/ha dan

KCl 200 g/ha) kemudian bedengan ditutup dengan MPHP (mulsa plastik hitam

perak) dan dibuat lubang tanam menggunakan cemplong dengan jarak 50 cm x 50

cm dengan kedalaman 20 cm.

Penanaman. Pemindahan bibit ke lapang dilakukan setelah bibit berumur

7 minggu setelah semai atau sudah memiliki 4-5 pasang daun.jarak tanam yang

digunakan 50 cm x 50 cm sehingga per bedangan diperoleh 20 tanaman.

Penanaman dilakukan pada mulsa yang telah dilubangi sebanyak satu tanaman per

lubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan ajir pada setiap lubang tanam,

(29)

Pemeliharaan. Pemiliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman,

penyiraman, pemupukan, penyiangan, pewiwilan dan pengendalian hama dan

penyakit. Penyulaman dilakukan pada tanaman cabai mengalami pertumbuhan

yang abnormal dalam hal ini layu, terserang hama atau penyakit, dilakukan satu

minggu setelah tanam. Pemupukan dilakukan satu minggu sekali dalam bentuk

larutan pupuk NPK Mutiara (10 g) dan gandasil (2 g/liter) dalam 1 liter air dengan

dosis 250 ml per tanaman. Pupuk Gandasil D diaplikasikan saat pertumbuhan

vegetatif (daun) dan Gandasil B saat pertumbuhan generatif (bunga). Pewiwilan

dilakukan dengan memotong tunas air yang tumbuh dibah titik

dikotomus.Pengendalian hama dan penyakit dilakukan 1 minggu sekali dengan

penyemprotan menggunakan insektisida Curacron (2 cc/liter), dan fungisida

Antracol (2 g/liter).

Panen. Panen dilakukan setelah populasi mencapai 75% buah matang.

Pemanenan dilakukan dua kali dalam satu minggu. Ciri-ciri buah yang siap

dipanen adalah bila 70 % bagian buah sudah berwarna merah.

Pengamatan. Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh setiap

satuan percobaan. Peubah yang diamati berupa peubah kuantitatif yaitu :

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh

tertinggi, diukur setelah panen kedua.

2. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang

dikotomus. Pengukuran dilakukan setelah panen kedua.

3. Diameter batang (mm), diukur ± 5 cm dari permukaan batang setelah panen

kedua.

4. Lebar kanopi (cm), diukur pada tajuk terlebar setelah panen pertama.

5. Ukuran daun (cm) meliputi panjang daun dan lebar daun. Pengukuran

dilakukan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan utama.

6. Umur berbunga (HST) dihitung saat populasi 50% mulai berbunga.

7. Umur panen (HST), dihitung saat 50% populasi telah panen.

8. Tebal daging buah (mm), diukur dari rata-rata 10 buah masak pada panen

kedua.

(30)

10. Diameter buah (mm), diukur pada bagian pangkal buah pada rata-rata 10

buah masak dari panen kedua.

11. Tebal daging buah (mm), dihitung dari rata-rata tebal kulit buah dari 10 buah

segar pada saat panen kedua.

12. Produksi/tanaman (g), dihitung dari total bobot buah dari 10 tanaman contoh

selama delapan kali panen.

Analisis Data

1. Analisis ragam tiap lokasi

Model linear untuk RKLT faktor tunggal menurut Steel dan Torrie

(1989) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + βj + εij ;

i = 1,2,3,…..12 ; j = 1,2,3,4

Dimana Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, dan ulangan ke-j

µ : nilai rata-rata umum

τi : pengaruh genotipe ke-i

βj : pengaruh ulangan ke-j

εij : pengaruh acak pada genotipe ke-i, ulangan ke-j

Sidik ragam berdasarkan metode yang dipakai oleh Singh dan

[image:30.595.123.514.574.679.2]

Chaudhary 1979 (Tabel 1).

Tabel 1. Sidik ragam tiap lokasi berdasarkan Singh dan Chaudhary (1979)

Sumber Keragaman

db Jumlah

Kuadrat

Kuadrat Tengah Nilai F

Ulangan r - 1 JK 3 M3=JK3/(r-1) M3/M1

Genotipe g - 1 JK 2 M2=JK2/(g-1) M2/M1

Galat

(r-1)(g-1) JK 1

(31)

2. Analisis ragam gabungan

Analisis gabungan dari semua lokasi pengujian untuk RKLT diduga

dengan model linear sebagai berikut :

Y

ijk

= µ + α

i

+ β

j/k

+ τ

k

+ (ατ)

ik

+ ε

ijk

;

i = 1,2,3,…..12 ; j = 1,2,3,4 ; k = 1,2,3,……8

dimana

Y

ijk : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j, lokasi

ke-k

µ

: nilai rata-rata umum

α

i : pengaruh perlakuan ke-i

β

j/k : pengaruh ulangan ke-j dalam lokasi ke-k

τ

k : pengaruh lokasi ke-k

ε

ijk : pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j, lokasi [image:31.595.126.511.358.484.2]

ke-k

Tabel 2. Sidik Ragam Gabungan dari 4 Lokasi Pengujian Genotipe-gentotipe Cabai di 2 musim yang berbeda (Annicchiarico 2002).

Sumber Keragaman db Kuadrat Tengah F hitung

Lokasi (L) (l-1) M5 M5/M4

Ulangan/LM (r-1) lm M4 -

Genotipe (G) (g-1) M3 M3/M1

L x G (l-1) (m-1) (g-1) M2 M2/M1

Galat (g-1) (r-1) lm M1 -

Keterangan : l (jumlah lokasi), r (jumlah ulangan), m (musim), g (jumlah genotipe)

3. Analisis Stabilitas Daya Hasil Nonparamerik

Metode Nassar dan Huehn

Prosedur nonparametrik berdasarkan posisi genotipe dalam setiap

lingkungan. Genotipe-genotipe yang berada pada posisi (ranking) yang sama

dalam setiap lingkungan diklasifikasikan sebagai stabil. Empat pengukuran

stabilitas fenotifik nonparametrik menurut Nassar and Huehn (1987):

a. Si(1) yaitu nilai tengah dari perbedaan posisi absolut sebuah genotipe pada n

lingkungan

(

)

[

]

∑ ∑

− + = − − = 1 1 ' ' ) 1 ( 1 2 n j n j j ij ij

i r r nn

(32)

b. Si(2) yaitu ragam diantara rangking dalam n lingkungan

(

)

= − − = n j i ij

i r r n

S 1 2 ) 2 ( 1 ) (

c. S1(3) yaitu jumlah deviasi absolut

(

)

i n j i ij i r r r S

= − = 1 2 . ) 3 (

d. S1(6) yaitu jumlah kuadrat rangking untuk setiap genotipe relatif terhadap

nilai tengah rangking

Dimana n adalah jumlah lingkungan, rij adalah rangking genotipe ke-i

dalam lingkungan ke-j, i

r adalah rataan rangking semua lingkungan untuk

genotipe ke-i. Genotipe diklasifikasikan sesuai dengan ketentuan bahwa

semakin rendah indeks stabilitas maka semakin stabil genotipe tersebut.

Metode Kang

Stabilitas nonparametrik menurut Kang (1988) adalah

rangking-jumlah (RS). Kang menggabungkan antara nilai hasil dan ragam stabilitas

Shukla. Nilai tengah hasil (yield) yang paling tinggi diberi ranking 1,

sedangkan ragam paling rendah diberi rangking 1. Jumlah dari 2 rangking

tersebut menghasilkan indeks akhir. Genotipe dengan indeks akhir paling

rendah maka semakin stabil genotipe tersebut.

Metode Fox

Pendugaan stabilitas nonparametrik menurut Fox et al. (1990) adalah

setiap genotipe dibuat rangking produksi tiap lingkungan dari yang terbesar

yaitu 1 s.d 12. Tiap lingkungan diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Top,

Mid dan Low. Bagian Top adalah bagian yang berisi genotipe dengan hasil

peringkat hasil terbesar pertama (peringkat 1 s.d 4). Lapisan Mid memuat

(33)

peringkat 9 s.d 12. Proporsi keberadaan genotipe ke i dalam tiap lapisan di 8

lingkungan dihitung, kemudian menghitung indeks stabilitasnya. Genotipe

diklasifikasikan sesuai ketentuan bahwa semaki besar indeks stabilitas Top

maka semakin stabil genotipe tersebut.

Metode Thennarasu

Thennarasu (1995) menyampaikan pendugaan indeks stabilitas non

parameterik (NPi(1), NPi(2), NPi(3) dan NPi(4)) berdasarkan pada rangking dari

rata-rata terkoreksi genotipe dalam masing-masing lingkungan. Rangking

terkoreksi, rij* ditentukan dari nilai fenotipe terkoreksi (xij* =xijxi*), xi* adalah rata-rata genotipe ke-i. Peringkat diperoleh dari nilai xij* yang di

pengaruhi interaksi G x E dan galat Genotipe dikatakan stabil jika posisinya

selalu tetap pada lingkungan uji. Thennarasu mengusulkan empat

langkah-langkah berikut stabilitas nonparametrik yaitu :

Berdasarkan rumus tersebut rij* adalah ranking dari xij, ri* dan Mdi* adalah

rata-rata dan nilai tengah terkoreksi. Sedangkan ri dan Mdi adalah nilai

rata-rata dan nilai tengah. Klasifikasi genotipe dengan metode Thennarasu

ditentukan berdasarkan indeks stabilitas yang diperoleh. Semakin besar indeks

genotipe maka semakin stabil genotipe tersebut.

n M r NP n j di ij i

= − = 1 * * ) 1 ( n M M r NP n j di di ij i

= − = 1 * * ) 2 ( ) / ( i i ij i r n r r

NP ( ) /

2 * * ) 3 ( =

∑ ∑

− + =

=

1 1 ' * ' * ) 4 (

)

1

(

2

n j n j j i ij ij

i

r

r

r

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilakukan pada dua musim di empat lokasi, sehingga

terdapat 8 lingkungan pada penelitian ini. Musim pertama berlangsung pada bulan

Juli 2010 sampai dengan bulan Januari 2011, sedangkan musim kedua

berlangsung pada bulan Januari – Juli 2011. Lokasi yang digunakan pada

penelitian ini adalah Riau, Bogor, Boyolali, dan Sumedang.

Karakterisasi lokasi Riau memiliki ketinggian tempat berkisar antara 5-30

mdpl dengan jenis tanah lempung berpasir, curah hujan rata-rata 150 mm/bulan,

suhu rata-rata 28 0C dan kelembaban yang rendah. Pada lokasi Bogor merupakan

kebun percobaan IPB yaitu lahan percobaan Leuwikopo dengan jenis tanah

latosol, memiliki ketinggian 250 m dpl, curah hujan cukup tinggi (200-400 mm

per bulan) dan suhu rata-rata 25 0C. Daerah Boyolali dan Sumedang merupakan

lahan sawah milik petani. Boyolali merupakan sentra produksi cabai dengan

ketinggian tempat 50 m dpl, curah hujan rata-rata 200-350 mm per bulan dan suhu

rata-rata 24-25 0C. Pada lokasi Sumedang memiliki jenis tanah latosol dengan

ketinggian tempat 550 m dpl, curah hujan rata- rata per bulan 150-200 mm per

bulan dan suhu rata-rata 24.5 0C.

Selama masa pembibitan, penyakit layu bakteri, rebah batang dan

serangan hama thrips (Thrips sp.), menghambat pertumbuhan bibit tanaman. Bibit

tanaman yang normal dan sehat mulai dipindah ke lokasi percobaan setelah

berumum 7-8 MSS. Penanaman dilakukan pada sore hari untuk menghindari

panas matahari dan menghindari stres berlebihan pada bibit tanaman. Setelah bibit

tanaman ke lapangan, sering kali tanaman mengalami gangguan seperti suhu dan

curah hujan tinggi, sehingga banyak tanaman yang mati. Selain itu, posisi

tanaman yang berukuran kecil lebih dekat dengan mulsa, sehingga tanaman akan

layu kemudian tanaman tersebut akan mati. Penyulaman dilakukan pada tanaman

yang rusak atau mati agar jumlah tanaman tiap bedeng tetap.

Pada awal penanaman, tanaman diserang hama keong dan belalang. hama

tersebut menyerang tanaman yang masih muda dan memakan pangkal batang

(35)

dan pada saat penyulaman batang bawah dari bibit cabai dilapisi dengan sedotan.

Hama lain yang menyerang pertanaman thrips (Thrips sp.), kutu daun (Myzus

persicae), tungau menyerang daun tanaman sehingga menyebabkan daun kering

dan kriting (Gambar 2). Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan

penyemprotan pestisida curacon dan kelthane yang dilakukan seminggu sekali.

[image:35.595.114.504.186.325.2]

Gambar 2. Serangan hama, Kutu daun (A), Lalat buah (B) dan Tungau (C)

Hama lalat buah (Dacus dorsalis) menyerang pada fase generatif yang

menyebabkan buah cabai menjadi busuk dan rontok, untuk mengendalikan lalat

buah digunakan pestisida petrogenol sebagai perangkap hama lalat buat

(Gambar 2). Buah cabai yang terserang lalat buah ditandai dengan adanya lubang

titik hitam pada bagian pangkal buah, tempat serangga betina meletakkan telurnya

(Direktorat Jenderal Hortikultura 2007).

Penyakit yang menyerang pertanaman antara lain layu fusarium (Fusarium

oxysporum), antraknosa (Colletotrichum spp), dan penyakit kuning (gemini virus).

Penyakit yang banyak merusak tanaman percobaan dan sangat besar pengaruhnya

terhadap penurunan produksi adalah layu fusarium dan antraknosa. Gambar 3

menunjukkan gejala penyakit layu fusarium yaitu layunya daun-daun bagian

bawah menjalar ke ranting-ranting muda, kemudian mati berwarna coklat

(Suryaningsih et al. 1996). Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan segera

mencabut tanaman yang terserang dan membuangnya agar tanaman lain tidak ikut

terserang.

(36)
[image:36.595.98.496.80.798.2]

Gambar 3. Tanaman yang terserang penyakit layu fusarium

Penyakit antraknosa merupakan penyakit yang sulit dikendalikan dan

penyebarannya relatif cepat jika curah hujan cukup tinggi. Gejala serangan awal

antraknosa awal berupa bercak cokelat kehitaman pada permukaan buah,

kemudian menjadi busuk lunak (Semangun 2000). Penyakit antraknosa

menyerang baik pada buah muda maupun buah matang dan serangan cukup

banyak menyerang buah pada saat mendekati panen akhir. Pengendalian

dilakukan dengan menggunakan pestisida antracol mulai dari berbunga sampai

panen minggu ketujuh. Gambar 4 menunjukkan serangan antraknosa pada buah

cabai.

Gambar 4. Serangan penyakit antraknosa

Hama dan penyakit lainnya yang menyerang pada tanaman adalah ulat

gerayak dan gemini virus (Gambar 5). Ulat gerayak menyerang tanaman mulai

dari daun hingga buah. Hama ini dapat menyebabkan produksi tanaman dan

kualitas buah menjadi turun. Penyakit kuning yang disebabkan oleh virus gemini

[image:36.595.244.380.85.243.2]
(37)

virus gemini menimbulkan gejala bintik kuning pada daun muda, yang

selanjutnya akan menyebar ke daun tua sehingga bintik menjadi berada pada

seluruh bagian daun (Ganefianti 2010).

Gambar 5. Gejala serangan, (A) Gemini virus dan (B) hama Ulat grayak

Keragaan Cabai Bersari Bebas

Rekapitulasi sidik ragam karakter yang diamati pada 8 lingkungan

disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotype

berpengaruh sangat nyata terhadap karakter diameter batang, tinggi dikotomus,

tinggi tanaman, lebar tajuk, bobot buah, panjang buah, diameter buah dan

produksi per tanaman pada semua lingkungan. Hasil analisis ragam juga

menunjukan bahwa genotype tidak berpengaruh nyata terhadap karakter karakter

waktu berbunga pada lingkungan Bogor 1 dan Sumedang 2, lebar tajuk pada

Bogor 1, waktu panen pada Sumedang 1, lebar dan panjang daun pada Riau 1.

Nilai koefisien keragaman (KK) yang didapatkan berkisar antara 0.6%

hingga 29.5%. Gomez dan Gomez (1985) menyatakan bahwa nilai KK

menunjukkan tingkat ketepatan dan merupakan indeks yang baik dari keadaan

percobaan. Nilai KK yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat validasi

suatu percobaan akan semakin rendah. Koefisien keragaman paling kecil

dihasilkan oleh karakter waktu panen (0.6%) pada lokasi Boyolali. Hal ini

menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan pada karakter tersebut adalah kecil.

Sebaliknya, Sebaliknya, koefisien keragaman paling kecil dihasilkan oleh karakter

produksi per tanaman (27.5%) pada lingkungan Sumedang 1.

(38)
[image:38.842.113.770.106.339.2]

Tabel 3. Rekapitulasi analisis sidik ragam pada semua peubah yang diamati pada 8 lingkungan

Karakter Bogor 1 Bogor 2 Boyolali 1 Boyolali 2 Sumedang 1 Sumedang 2 Riau 1 Riau 2 F hit KK F hit KK F hit KK F hit KK F hit KK F hit KK F hit KK F hit KK Umur berbunga 1.39tn 12.5 7.7** 6.4 13.4** 1.3 4.3** 6.2 4.1** 6.4 1.1tn 14.6 - - 5.7** 5.6 Umur panen 75.0** 3.0 7.1** 4.3 16.6** 0.6 5.0** 5.7 1.8tn 4.7 3.4** 3.5 - - 12.5** 3.5 Diameter batang 3.4** 9.1 4.4** 6.2 4.0** 7.3 2.8** 11.7 2.0* 13.4 3.6** 8.1 - - 7.2** 14.3 Tinggi dikotomus 24.6** 7.0 28.7** 5.6 15.6** 3.4 16.7** 7.4 5.6** 15.4 17.5** 8.6 - - 4.6** 21.8 Tinggi tanaman 9.7** 11.8 10.8** 9.8 18.4** 2.4 7.7** 9.6 6.4** 10.7 10.3** 7.8 - - 13.8** 18.3 Lebar kanopi 1.1tn 22.8 3.9** 7.2 8.8** 2.8 2.8** 12.3 3.7** 11.4 11.2** 6.8 - - 5.1** 18.1 Panjang daun 3.2** 9.0 10.9** 5.6 5.0** 3.1 2.2* 11.4 3.1** 8.3 12.2** 3.2 - - 1.9tn 8.4 Lebar daun 4.5** 9.5 11.9** 7.3 2.3** 5.1 3.9** 11.5 5.1** 8.5 22.7** 3.4 - - 0.9tn 17.5 Bobot buah 30.2** 10.6 45.0** 9.2 47.9** 2.8 10.5** 16.5 7.2** 19.8 3.1** 19.7 10.3** 19.3 96.4** 5.2 Panjang buah 14.6** 5.9 18.3** 6.4 120.5** 1.5 4.3** 8.1 8.7** 8.4 13.1** 5.5 4.9** 10.8 6.5** 13.4 Diameter buah 39.3** 5.7 27.7** 7.1 95.8** 3.5 13.9** 8.7 9.3** 11.3 40.0** 4.8 16.7** 9.1 5.1** 18.8 Tebal daging buah 9.7** 9.5 2.1** 18.5 205.6** 2.9 10.0** 7.8 5.5** 9.7 2.5** 16.7 - - 2.5** 26.2 Produksi per

tanaman 1.9

*

27.5 2.6** 18.7 12.8** 17.7 2.1** 21.4 1.9* 29.5 3.4** 27.2 13.8** 7.1 31.6** 10.7 Ket : * berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn=tidak nyata. KK(%)= koefisien keragaman

(39)

Umur Berbunga

Perhitungan umur berbunga dilakukan saat 50% populasi tanaman pada

suatu unit percobaan telah memiliki bunga yang mekar sempurna. Umur berbunga

tanaman pada penelitian ini berkisar pada 29-31 hari setelah pindah tanam.

Genotipe IPB002005 lebih genjah dibandingkan dengan Gelora, dengan umur

berbunga 29.8 hari, namun tidak berbeda nyata dengan Lembang dan Trisula.

Lingkungan Riau 2 (24.7 hari) menghasilkan umur berbunga yang lebih cepat

dibandingkan lingkungan Sumedang 2 (Tabel 4). Hal ini diduga karena terjadi

[image:39.595.111.513.278.631.2]

perbedaan suhu pada setiap lingkungan (Bostland dan Votava 2000).

Tabel 4. Umur berbunga 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan

Genotipe Bgr1 Bgr2 Byl1 Byl2 Riau2 Smd1 Smd2 Rata-rata

genotipe

………..hari………

IPB110005 29.0 31.3a 34.0bc 29.3def 25.7bc 31.7bcde 36.3 31.1bcd IPB120005 30.3 26.3bcdef 33.7bcd 32.0cde 24.0cd 31.7bcde 26.7 31.1bcd IPB001004 28.7 25.0def 33.0def 33.7abcd - 32.3bcd 31.0 30.6cde IPB002003 32.0 25.7cdef 34.0bc 32.7bcde 24.3bcd 28.3ef 38.0 30.7cde IPB002005 28.3 25.7cdef 32.7ef 30.7cdef 24.0cd 30.7cde 37.7 29.8de IPB002046 29.0 24.7defg 35.0a 30.3def 26. 3bc 26.7f 39.0 30.1cde IPB015002 29.0 25.7cdef 31.3g 33.7abcd 24.0cd 32.7bcd 38.0 30.6cde IPB002001 24.3 24.0efg 33.0def 34.0abcd 25.0bc 32.3bcd 40.7 30.5cde IPB009002 32.0 27.3bcde 33.0def 31.0cdef 22.0de 29.7def 37.7 30.5cde IPB009003 30.3 31.7a 33.0def 36.0ab 27.0ab 31.7bcde 39.3 32.7ab IPB009004 32.3 25.3def 33.3cde 28.0f 24.0cd 30.3cdef 39.0 30.3cde IPB009015 30.0 28.0bcd 34.0bc - 25.3bc 30.7cde 38.0 31.0cd IPB009019 32.0 26.7bcdef 34.3ab 32.0cde 25.0bc 33.7bc 39.3 31.9abc IPB015008 27.3 29.3ab 34.0bc 34.3abc 24.0cd 31.0bcde 37.7 31.1bcd IPB019015 30.3 28.7abc 33.0def 32.0cde 25.0bc 31.3bcde 40.0 31.5bcd Gelora 28.0 23.7fg 33.0def 36.0ab 29.0a 30.3cdef 39.7 31.4bcd Lembang 30.7 27.3bcde - 33.7abcd 24.0cd 29.7def 39.7 30.8cde Tit Super 24.0 21.7g 32.3f 36.3ab 24.0cd 28.3ef 38.0 29.2e Tombak 31.7 31.7a 32.7ef 32.7bcde 27.0ab 37.3a 39.0 33.1a Trisula 25.3 24.3efg 31.3g 37.0a 20.0e 34.7ab 39.0 30.2cde Rata-rata

lingkungan 29.2C 26.7E 33.2B 32.9B 24.7F 31.3C 38.3A

Ket : Bgr1 (Bogor musim 1), Bgr 2(Bogor musim 2), Byl 1 (Boyolali musim 1), Byl 2 (Boyolali musim 2), Riau 2 (Riau musim 2), Smd 1 (Sumedang musim 1), Smd 2 (Sumedang musim 2).

(40)

Umur berbunga cabai yang lebih cepat dapat menyebabkan umur panen

yang lebih cepat pula (Syukur et al. 2010). Menurut Hilmayanti et al. (2006),

dalam rangka perbaikan hasil panen, maka perbaikan karakter umur berbunga

melalui program pemuliaan juga perlu dilakukan. Karakter umur berbunga awal

(genjah) merupakan salah satu karakter unggul dari suatu tanaman.

Umur Panen

Umur panen dihitung setelah 50% populasi tanaman pada suatu unit

percobaan menghasilkan buah masak. Rata-rata umur panen tanaman pada

penelitian ini berkisar 75-87 hari setelah tanam. Umur panen genotipe IPB002005

lebih genjah dibandingkan dengan pembanding Gelora dan Tombak. Namun tidak

[image:40.595.97.514.350.647.2]

berbeda nyata dengan genotipe IPB009004 dan IPB009015 (Tabel 5).

Tabel 5. Umur panen 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan

Genotipe Bgr 1 Bgr2 Byl1 Byl2 Riau2 Smd1 Smd2 Rata-rata genotipe ………..hari………

IPB110005 80.0fgh 77.7bc 96.0ab 100.3a 67.3i 78.0bc 77.3efg 80.3ef IPB120005 91.7b 76.7bcd 95.7ab 100.0a 79.0bcd 79.7bc 84.7abc 85.7ab IPB001004 75.0i 72.0cde 94.0cde 100.0a - 81.3ab 74.7g 82.8cd IPB002003 81.3ef 71.3de 95.7ab 100.0a 73.7efg 76. 3bc 76.7gf 81.7def IPB002005 78.3fghi 71.0de 92.7fg 100.0a 68.0hi 76.0bc 78.0defg 77.6gh IPB002046 85.7cde 73.0cde 96.7a 96.7a 75.0def 77.7bc 82.7acde 82.0cde IPB015002 85.7cde 69.0ef 92.0g 95.7ab 71.0efghi 79.7bc 79.7bcdefg 81.5def IPB002001 75.7hi 72.0cde 95.0bc 95.0ab 68.7hi 79.7bc 78.7defg 81.5def IPB009002 104.7a 75.0bcde 93.0efg 93.3abc 69.0ghi 73.3c 79.0defg 83.7bcd IPB009003 80.0fgh 79.7ab 93.3dfe 93.3abc 80.0abc 81.0ab 83.0abcd 84.3bc IPB009004 82.3def 70.0ef 94.3cd 93.3abc 72.7efgh 78.7bc 77.3efg 79.6fg IPB009015 86.3cd 69.0ef 95.0bc - 71.0efghi 76.3bc 79.3cdefg 79.5fg IPB009019 80.3fg 72.0cde 96.0ab 93.3abc 71.3efghi 78.0bc 81.3abcdef 82.0cde IPB015008 88.7bc 75.0bcde 95.7ab 92.3abcd 70.3fghi 79.3bc 81.7abcdef 83.4bcd IPB019015 76.7ghi 80.0ab 94.0cde 91.7abcd 75.7cde 79.0bc 80.0abcdefg 82.7cde Gelora 87.0c 71de 94.3cd 85.7bcde 84.0a 81.7ab 85.3a 85.6ab Lembang 79.7fgh 80.7ab - 84.0ced 72.7efgh 81.3ab 82.0abcdef 82.7cd Tit Super 59.7j 64.3f 92.7fg 83.0de 69.7ghi 78.0bc 77.7defg 75.1i Tombak 75.0i 84.7a 94.0cde 81.7e 83.0ab 87.3q 85.0ab 87.1a Trisula 43.3k 72.0cde 92.0g 79.0e 66.7i 81.3ab 81.0abcdef 76.6hi Rata-rata

lingkungan 79.9C 73.8D 94.3A 92.5B 73.1D 79.2C 80.3C

Ket : Bgr1 (Bogor musim 1), Bgr 2(Bogor musim 2), Byl 1 (Boyolali musim 1), Byl 2 (Boyolali musim 2), Riau 2 (Riau musim 2), Smd 1 (Sumedang musim 1), Smd 2 (Sumedang musim 2).

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan angka yang diikuti dengan huruf kapital pada baris artinya tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5%.

Genotipe IPB120005 dan Tombak memiliki umur panen yang lebih lama

dibandingkan dengan semua cabai bersari bebas yang diujikan. Lamanya umur

(41)

dibandingkan genotype lainnya. Genotipe Tombak memiliki ukuran buah yang

lebih besar dibandingkan dengan genotype lainnya, sehingga memerlukan umur

yang lebih lama untuk pemasakan buah. Hartuti dan Sinaga (2006)

mengemukakan umur panen cabai bervariasi tergantung pada jenis cabai dan

lokasi penanamannya. Kirana (2006) juga menyatakan bahwa cabai yang dipanen

lebih cepat (genjah) lebih diminati petani. Oleh karena itu, salah satu sasaran

pemuliaan cabai adalah mendapat cabai yang berumur genjah.

Diameter Batang

Diameter batang pada genotipe yang diuji berkisar antara 7.5-10.3 mm

(Tabel 6). Varietas Tombak memiliki diameter batang tertinggi. Galur IPB015002

memiliki diameter batang lebih besar dibandingkan dengan genotipe lainnya,

namun lebih kecil dibandingkan dengan Tombak. Tanaman yang mempunyai

diameter batang yang besar umumnya akan lebih kokoh dalam menahan tanaman

[image:41.595.111.509.382.689.2]

pada saat tanaman sudah dewasa dan berbuah.

Tabel 6. Diameter batang 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan

Genotipe Bgr1 Bgr2 Byl1 Byl2 Riau2 Smd1 Smd2 Rata-rata genotipe ..………..cm………

IPB110005 12.6ab 11.4cdef 0.9bcd 9.4a-e 8.5bcde 11.5abc 10.0bc 9.2b-f IPB120005 12.4abc 10.9def 0.9bcd 9.9abc 6.8def 9.3bc 11.5a 8.8c-h IPB001004 11.1bc 10.6ef 0.9cd 9.2a-e - 9.4bc 10.0bc 8.5efgh IPB002003 11.9bc 11.4cdef 0.9bcd 8.5cde 6.1f 11.1bc 9.4bcd 8.5fgh IPB002005 10.4cd 10.7def 0.9cd 8.5cde 7.6b-f 10.7bc 8.1ed 8.1h IPB002046 10.9bc 11.8bcde 1.0bcd 8.8bcde 9.2bc 11.1bc 9.7bcd 8.9b-g IPB015002 8.7d 10.3f 0.9bcd 8.0cde 7.5b-f 9.3bc 7.8e 7.5i IPB002001 11.2bc 10.6ef 1.2a 8.7cde 6.8def 11.5abc 10.4ab 8.6d-h IPB009002 11.4bc 10.5ef 0.9bcd 8.9bcde 5.8f 10.8bc 8.9bcde 8.2h IPB009003 11.6bc 10.9def 0.9bcd 7.9cde 6.7def 10.8bc 9.7bc 8.4gh IPB009004 12.2abc 10.7def 1.0bcd 10.7ab 7.1cdef 11.0bc 9.6bcd 8.9b-g IPB009015 12.3abc 12.7ab 1.0bc - 9.3b 12.0ab 9.0bcde 9.4bc IPB009019 11.6bc 11.8bcde 0.9d 8.0cde 7.2b-f 10.0bc 9.6bcd 8.4gh IPB015008 13.0ab 10.6ef 1.0bc 7.5e 11.5a 14.2a 9.1bcde 9.6b IPB019015 14.2a 12.1abcd 1.0bcd 9.8abcd 6.9def 11.5abc 9.5bcd 9.3bcd Gelora 12.6ab 11.7bcde 1.0cb 8.6cde 6.3ef 10.4bc 10.3ab 8.7c-h Lembang 11.2bc 10.2f - 8.1cde 8.6bcd 9.1c 8.5ecd 9.3bcd Tit Super 12.2abc 10.5ef 0.9bcd 7.8de 9.1bc 10.9bc 9.0bcde 8.63d-h Tombak 12.7ab 13.1a 1.1b 10.9a 12.2a 11.9abc 10.4ab 10.3a Trisula 12.8ab 12.4abc 0.9bcd 7.5e 9.4b 11.6abc 9.8bc 9.2bcde Rata-rata

lingkungan 11.9A 11.25B 0.96F 8.75D 8.02E 10.89B 9.53C

Ket : Bgr1 (Bogor musim 1), Bgr 2(Bogor musim 2), Byl 1 (Boyolali musim 1), Byl 2 (Boyolali musim 2), Riau 2 (Riau musim 2), Smd 1 (Sumedang musim 1), Smd 2 (Sumedang musim 2).

(42)

Tinggi Dikotomus

Genotipe Tombak menghasilkan tinggi dikotomus yang tertinggi (29.3

cm) dibandingkan genotype lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan genotipe

IPB009004 (Tabel 7). Genotipe IPB009004 memiliki tinggi dikotomus tertinggi di

Bogor 1, Boyolali 1 dan Sumedang 1 masing-masing dengan nilai 32.8, 29.3, dan

36.0 cm. Menurut Rubitzky dan Tamaguchi (1999), tinggi dikotomus yang ideal

tanaman cabai berkisar adalah 20 cm. Tinggi dikotomus yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan lebar kanopi semakin lebar dan menurunkan potensi hasil pada

tanaman cabai. Tinggi dikotomus yang terlalu pendek dapat menyebabkan buah

tanaman cabai lebih rentan terserang penyakit akibat buah lebih mudah terkena

percikan air. Menurut Cerkauskas (2004), buah yang berada di dekat permukaan

tanah dapat terinfeksi oleh cendawan Colletotrichum spp yang terbawa oleh

percikan air hujan. Tabel 7 menunjukkan bahwa genotipe IPB002001 memiliki

[image:42.595.103.513.401.682.2]

tinggi dikotomus yang ideal sebesar 20.0 cm.

Tabel 7. Tinggi dikotomus 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan

Genotipe Bgr 1 Bgr 2 Byl 1 Byl2 Riau2 Smd1 Smd 2 Rata-rata genotipe ………..cm………

IPB110005 26.3b 23.9fe 28.3ab 21.8fgh 23.7abc 25.1bcd 22.3ef 24.5c IPB120005 21.4de 22.6f 25.0e 23.9cdefg 12.6efg 25.8bcd 31.4b 23.2cd IPB001004 24.3bc 23.0f 25.3e 26.7bc - 21.7cd 25.9cde 24.5c IPB002003 24.8bc 23.3fe 27.3bcd 22.7defgh 19.6cde 21.0cd 23.9def 23.2cd IPB002005 16.2g 24.1def 21.0f 17.2i 18.5cdef 21.74d 15.9g 19.2ghi IPB002046 22.2ce 19.6g 26. 7cde 21.8fgh 17.7cdefg 19.3de 28.4bc 22.2de IPB015002 19.2ef 19.5gh 27. 3bcd 16.7i 11.6fg 20.3de 16.2g 18.8hi IPB002001 17.6fg 17.6ghi 26.0cde 16.7i 15.7defg 24.0bcd 22.6ef 20.0fgh IPB009002 25.4b 22.6f 26. 7cde 20.1h 18.6cdef 26.2bcd 27.3cd 23.8cd IPB009003 25.7b 27.9b 25.0e 24.8cdef 14.1defg 36.4a 21.2f 25.0c IPB009004 32.8a 26.3bcd 29.3a 28.2ab 15.4defg 27.7bc 36.0a 28.0ab IPB009015 26.6b 27.0 26cde - 21.5bcd 24.8bcd 206.f 24.4c IPB009019 26.6b 25.4cde 25.3e 22.4efgh 10.5g 19.7de 20.9f 21.5ef IPB015008 31.3a 27.4cb 25.7de 25.5bcd 28.1ab 29.00b 23.0ef 27.1b IPB019015 21.0e 17.8ghi 26.0cde 20.7gh 18.9cdef 19.5de 20.0f 20.6fg Gelora 25.1bc 22.6f 27.7bc 23.1defgh 19.6cde 25.7bcd 25.5cde 24.2c Lembang 25.6b 24.1def - 25.1cde 18.4cdef 24.8bcd 25.2cde 23.9cd Tit Super 18.0fg 17.2hi 21.3f 21.6fgh 17.3cdefg 19.1de 20.0f 19.2ghi Tombak 30.2a 30.5a 25.7de 30.2a 30.0a 30.9ab 27.4cd 29.3a Trisula 15.91g 15.87i 25.7de 16.3i 19.4cdef 13.7e 20.0f 18.1i Rata-rata

lingkungan 23.8B 22.9BC 25.9A 22.4C 18.5D 23.8B 23.7B

Ket : Bgr1 (Bogor musim 1), Bgr 2(Bogor musim 2), Byl 1 (Boyolali musim 1), Byl 2 (Boyolali musim 2), Riau 2 (Riau musim 2), Smd 1 (Sumedang musim 1), Smd 2 (Sumedang musim 2).

(43)

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman cabai pada penelitian ini berkisar 81-50 cm. Genotipe

IPB015008 memiliki keragaan tanaman tertinggi sebesar 81.3 cm dibandingkan

dengan genotipe lainnya. Namun tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding

Tombak. Keragaan tanaman tertinggi genotipe IPB015008 dicapai di Bogor pada

musim pertama yaitu 95.2 cm dan terendah di Riau yaitu 53.8 cm (Tabel 8).

Tinggi tanaman cabai berkisar 50-150 cm dengan tinggi ideal berkisar 100 cm

[image:43.595.107.514.276.587.2]

(Rubatzky dan Yamaguchi 1999).

Tabel 8. Tinggi tanaman 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan

Genotipe Bgr1 Bgr2 Byl1 Byl2 Riau2 Smd1 Smd2 Rata-rata genotipe ………..cm………

IPB110005 77.7bc 79.0bcd 77.8cde 84.4abc 59.9b 68.7bcd 63.9cde 73.0b IPB120005 68.1cde 64.7efg 80.8bc 89.7ab 28.5efg 65.9bcde 81.6a 68.5c IPB001004 68.2cde 66.3ef 73.2gh 78.8abcd - 54.5efgh 66.7cd 68.0c IPB002003 79.8bc 81.2bc 77.1ef 76.6bcde 28.9efg 62.4cdefg 67.9bcd 67.7cd IPB002005 45.1gf 63. 4efg 67.0i 76.8bcde 33.6def 68.3bcd 50.0g 57.7g IPB002046 59.3de 59.3fgh 80.6bcd 76.2bcde 29.5efg 57.2defgh 76.00ab 62.6ef IPB015002 39.7g 50.1hi 81.2abc 60.6gh 22.5fg 49.0h 53.3fg 50.9h IPB002001 54.4ef 52.7ghi 828.ab 64.4efgh 30.3defg 70.5bcd 63.4cde 59.8fg IPB009002 65.8cde 66.8def 77.8cde 81.7abc 36.4de 66.7bcde 69.8bc 66.4cde IPB009003 64.9cde 67.1def 78.2cde 67.5defg 27.9efg 78.3b 58.4defg 63.2def IPB009004 83.3ab 71.6cdef 84.5a 92.6a 35.7de 69.4bcd 81.0a 74.0b IPB009015 67.3cde 81.4bc 77.4de - 37.2de 69.7bcd 53.2fg 64.4cde IPB009019 76.0bc 87.1ab 72.5gh 76.9bcde 20.2g 57.6defgh 63.3cde 64.8cde IPB015008 95.2a 94.2a 83.5ab 85.9abc 53.8bc 91.3a 65.5cd 81.3a IPB019015 66.1cde 65.9ef 71.8h 86.0abc 36.7de 63.4cdef 63.0cde 64.7cde Gelora 65.0cde 63.4efg 73.8fgh 62.6fgh 26.4efg 59.9cdefgh 657.cd 59.5fg Lembang 69.7bcd 74.9bcde - 75.4cedf 31.2defg 64.4cdef 61.5cdef 62.8ef Tit super 43.1gf 44.2i 74.0fgh 53.3h 34.5def 49.8gh 54.9efg 50.6h Tombak 77.2bc 80.7bc 75.7efg 90.1ab 80.6a 72.5bc 79.3a 79.5a Trisula 54.1ef 58.7fgh 72.9gh 57.7gh 43.00cd 51.3fgh 55.1efg 56.1g Rata-rata

lingkungan 66.0C 68.6B 77.0A 75.7A 36.7D 64.5C 64.7C

Ket : Bgr1 (Bogor musim 1), Bgr 2(Bogor musim 2), Byl 1 (Boyolali musim 1), Byl 2 (Boyolali musim 2), Riau 2 (Riau musim 2), Smd 1 (Sumedang musim 1), Smd 2 (Sumedang musim 2).

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan angka yang diikuti dengan huruf kapital pada baris artinya tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5%.

Tinggi tanaman memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman. Tanaman yang tajuknya tinggi akan saling menaungi sehingga intensitas

cahaya yang didapatkan akan lebih rendah. Oleh karena itu, fotosintesis yang

terjadi akan lebih rendah pula sehingga produksi tidak optimum. Kirana dan

(44)

dengan ketahanan terhadap penyakit busuk tanah, dimana buah dari tanaman yang

lebih tinggi tidak menyentuh tanah sehingga dapat mengurangi percikan air dari

tanah ke buah yang merupakan sumber infeksi jamur.

Lebar Kanopi

Hasil pengamatan lebar kanopi disajikan pada Tabel 9. Lebar kanopi di

lingkungan Bogor 1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada untuk semua

cabai bersari bebas yang diujikan. Pada lingkungan Bogor 2, Boyolali 2 dan Riau

2 cabai pembanding Tombak memiliki lebar kanopi terluas, diikuti dengan

genotipe IPB015008. Hal ini menunjukkan bahwa lebar tajuk yang semakin luas

[image:44.595.106.509.327.610.2]

akan diikuti dengan pertambahan tinggi dikotomus tanaman cabai.

Tabel 9. Lebar kanopi 15 genotipe cabai pada 7 lingkungan

Genotipe Bgr1 Bgr2 Byl1 Byl2 Riau2 Smd1 Smd2 Rata-rata genotipe ………..cm………

IPB110005 94.3 99.7abc 67.4cde 67.0a 52.0abc 68.6bc 68.4b-f 73.9abcd IPB120005 94.4 97.0bcd 70.6abc 60.1abcd 32.0def 66.3bc 80.9a 71.6a-f IPB001004 90.8 94.2cd 62.8fg 60.3abcd - 55.7bc 72.6bc 72.7a-e IPB002003 86.4 98.3bcd 64.2ef 57.4abcd 34.7def 60.7bc 65.7c-h 66.8d-h IPB002005 69.1 91.7de 60.6g 64.7abc 37.7def 71.2bc 55.6ij 64.4fgh IPB002046 85.0 97.9bcd 66.6de 61.1abcd 34.8def 64.1bc 66.4c-g 68.0c-g IPB015002 127.9 85.7de 70.3abc 47.5d 27.2f 55.9bc 46.1k 65.8efgh IPB002001 83.3 91.1cde 72.8a 50.6cd 36.4def 71.bc 62.8e-i 66.9defgh IPB009002 93.9 94.6cd 66.2def 60.4abcd 35.9def 70.2bc 68.7b-f 70.0b-g IPB009003 92.2 91.2cde 68.9bcd 52.1bcd 30.6ef 78.3ab 58.1hij 67.3c-h IPB009004 93.6 89.6cde 71.1ab 69.0a 39.9cdef 68.1bc 69.4bcde 71.5a-f IPB009015 68.1 85.7de 67.3cde - 39.d2ef 71.2bc 55.9ij 64.6fgh IPB009019 90.5 108.1ab 65.73def 57.0abcd 28.5f 57.7bc 60.8f-j 66.9d-h IPB015008 100.8 98.4bcd 70.6abc 63.3abc 55.4ab 88.8a 60.1ghij 76.8ab IPB019015 104.1 100.0abc 70.7abc 65.7ab 44.6bcd 66.7bc 71.3bcd 74.7abc Gelora 86.4 79.3e 65.8def 47.7d 29.1f 57.5bc 53.4j 59.9h Lembang 99.2 101.0abc - 56.9abcd 36.5def 63.8bc 59.5ghij 69.5b-g Tit Super 90.3 86.1de 69.1bcd 51.4cd 34.5def 57.2bc 57.1ij 63.7gh Tombak 90.1 112.2a 66.6de 69.8a 60.4a 71.7bc 76.5ab 78.2a Trisula 86.0 96.2bcd 64.1ef 52.0bcd 44.0bcde 59.0bc 63.9d-i 66.5d-h Rata-rata

lingkungan 91.3A 94.9A 67.4B 58.6C 38.6D 66.2B 63.7B

Ket : Bgr1 (Bogor musim 1), Bgr 2(Bogor musim 2), Byl 1 (Boyolali musim 1), Byl 2 (Boyolali musim 2), Riau 2 (Riau musim 2), Smd 1 (Sumedang musim 1), Smd 2 (Sumedang musim 2).

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan angka yang diikuti dengan huruf kapital pada baris artinya tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5%.

Pada lingkungan Sumedang 1 genotipe IPB015008 memiliki lebar kanopi terluas

dibandingkan dengan genotipe lainnya. Pada lingkungan Sumedang 2 IPB120005

memiliki lebar kanopi yang lebih luas dibandingkan dengan genotype IPB009015

(55.9 cm), IPB002005 (55.7 cm) dan Tit Super (57.1 cm). Genotipe Tombak di

(45)

genotipe IPB015008. Genotipe IPB110005 dan IPB009004 memiliki lebar tajuk

terluas dibandingkan dengan genotipe lain di lingkungan Boyolali 2. Sedangkan

pada lingkungan Boyolali 1, genotipe IPB002001 (72.8 cm) memiliki lebar tajuk

yang lebih luas dibandingkan dengan genotipe IPB002005 (60.6 cm).

Panjang dan Lebar Daun

Genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap karakter panjang dan lebar

daun pada lingkungan Riau 2 (Tabel 10 dan 11). Panjang daun pada genotipe yang

diuji berkisar antara 7.7-9

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Kegiatan Penelitian
Tabel 1. Sidik ragam tiap lokasi berdasarkan Singh dan Chaudhary (1979)
Tabel 2. Sidik Ragam Gabungan dari 4 Lokasi Pengujian Genotipe-gentotipe  Cabai di  2 musim yang berbeda (Annicchiarico 2002)
Gambar 2. Serangan hama, Kutu daun (A), Lalat buah (B) dan Tungau (C)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rawe 5 Kec.Medan Labuhan Pada Dinas Bina Marga Kota Medan, maka bersama ini kami mengundang Saudara untuk hadir pada:.. Hari/Tanggal : Kamis/03

SUPERVISI ADMINISTRASI PERENCANAAN PEMBELAJARAN ( Berdasarkan Standar Proses ).. Nama Sekolah

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi yang selanjutnya disebut pengguna Jasa mengundang penyedia barang/jasa untuk mengikuti Pelelangan Umum Pekerjaan Konstruksi

Diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Pejabat Pengadaan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan menetapkan

inggih mênikå teks Sêrat Wédyå Praståwå. Sêrat Wédyå Praståwå katêmtokakên dados sumber data panalitèn adhêdhasar tigang pawadan, kados ingkang

Diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Pejabat Pengadaan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa dilingkungan Dinas Pekerjaan

Selanjutnya Pokja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Jawa Barat akan melakukan evaluasi dokumen kualifikasi. berdasarkan hasil keseluruhan evaluasi

tentang kegiatan pembelajaran Seni Budaya di SMK Negeri 1 Kalasan. Kegiatan observasi pembelajaran dilakukan sebelum pelaksanaan PPL. Hal ini dimaksudkan agar praktikan mendapat