• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis Niloticus Linnaeus, 1758) Di Sungai Cimanuk Lama Indramayu Dan Di Media Uji Laboratorium Yang Terpapar Kromium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis Niloticus Linnaeus, 1758) Di Sungai Cimanuk Lama Indramayu Dan Di Media Uji Laboratorium Yang Terpapar Kromium"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KERUSAKAN HATI IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

Linnaeus, 1758) DI SUNGAI CIMANUK LAMA INDRAMAYU

DAN DI MEDIA UJI LABORATORIUM YANG TERPAPAR

KROMIUM

NANIK MUSTIKANING TYAS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) Di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji Laboratorium yang Terpapar Kromium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NANIK MUSTIKANING TYAS. Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji Laboratorium yang Terpapar Kromium. Dibimbing oleh DJAMAR T. F. LUMBAN BATU dan RIDWAN AFFANDI

Pemanfaatan logam berat kromium pada saat ini telah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Selama kurun waktu beberapa tahun, kromium telah banyak digunakan di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang industri batik. Logam berat kromium yang terkandung dalam limbah cair batik apabila dibuang tanpa adanya pengolahan akan mengakibatkan pencemaran Sungai Cimanuk Lama, Indramayu. Hal ini dikarenakan logam berat kromium akan terlarut di dalam air, terendap di dalam sedimen, dan terakumulasi di dalam tubuh ikan. Ikan yang telah terpapar logam berat kromium tidak layak untuk dikonsumsi karena membahayakan kesehatan manusia. Ikan yang banyak ditemukan di Sungai Cimanuk Lama adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan nila yang hidup di sekitar Sungai Cimanuk Lama berpotensi terkontaminasi logam berat kromium dari limbah cair batik dan mengakibatkan kerusakan jaringan serta pertumbuhannya akan terganggu.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji kandungan logam berat kromium pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan air, serta mempelajari tingkat kerusakan spesifik organ hati ikan nila (Oreochromis niloticus) di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu dan membandingkannya dengan skala laboratorium. Informasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh masyarakat dalam mengkonsumsi ikan nila dan dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan Sungai Cimanuk Lama, Indramayu.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Selain itu juga, dilaksanakan penelitian di laboratorium untuk melakukan uji pendahuluan, uji toksisitas letal dan toksisitas subletal dari logam berat kromium terhadap ikan nila. Pengambilan contoh dilakukan di tiga stasiun yang terletak di badan sungai yaitu : sebelum kegiatan industri (stasiun 1), di badan sungai sekitar kegiatan industri (stasiun 2), dan di badan sungai setelah kegiatan industri (stasiun 3). Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan contoh air dan ikan nila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium di dalam air berkisar 0.012-0.11 ppm, tubuh ikan nila (daging) 1.24-2.80 mg kg-1, hati ikan nila 3.08-3.82 mg kg-1. Nilai toksisitas letal (LC50-96 jam) Cr6+ pada

ikan nila yaitu sebesar 61.2 ppm. Hati ikan nila pada Sungai Cimanuk Lama memiliki tingkat kerusakan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ikan yang dipelihara di media uji.

Kata kunci: Ikan nila, logam berat kromium, LC50-96 jam, deposit logam berat

(5)

SUMMARY

NANIK MUSTIKANING TYAS. Liver Damage Nile Tilapia (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) in the Cimanuk Lama River, Indramayu and Laboratory Test that Exposed Chromium. Supervised by DJAMAR T.F. LUMBAN BATU and RIDWAN AFFANDI.

Utilization of chromium heavy metal at this time cover all aspects of human life and the environment. Over a period of several years, chromium has been widely used in various fields, one of them in batik industry. The heavy metal chromium which contained in batik wastewater will cause the water gets polluted if it is discharged directly to the Cimanuk Lama River, Indramayu without any treatment. This is happened because the heavy metal chromium dissolved in the water, settled in sediment, and accumulated in fish body. The fish have been exposed to chromium heavy metal so it is not feasible consumed by the humans because harmfull for health. The fish that are found in the Cimanuk Lama River was Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Nile Tilapia that live around in the Cimanuk Lama River potentially contaminated by chromium heavy metal from wastewater batik and cause tissue damage and impaired growth.

The objectives of the study were to investigate and review the content of the chromium heavy metal in nile tilapia fish (Oreochromis niloticus) and water, and to study the levels specific damage of liver nile tilapia fish (Oreochromis niloticus) in the Cimanuk Lama River, Indramayu and compare it to a laboratory scale. This information can be used as a reference to consume Nile Tilapia and to manage the Cimanuk Lama River, Indramayu by the community.

This study was conducted in April 2015 in the Cimanuk Lama River, Indramayu District. In addition, research continued in the laboratory for preliminary test, lethal toxicity and sublethal toxicity of chromium heavy metal to nile tilapia. Sampling was conducted at three stations i.e. before the industrial activity (Station 1), in the vicinity industrial activity (Station 2), and after the industrial activity (Station 3). At each station conducted water sampling and nile tilapia.

The result showed that content of chromium in the water was range from 0.012-0.11 ppm, in body fish (meat) was 1.24-2.80 mg kg-1, in the liver of nile tilapia was 3.08-3.82 mg kg-1. LC

50-96h of Cr6+ on nile tilapiawas 61.2 ppm. The

liver of nile tilapia in the Cimanuk Lama River have higher levels of damage when compared to fish that are kept in the experiment.

Keywords: Nile Tilapia fish, chromium heavy metal, LC50-96 h, chromium heavy

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

KERUSAKAN HATI IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

Linnaeus, 1758) DI SUNGAI CIMANUK LAMA INDRAMAYU

DAN DI MEDIA UJI LABORATORIUM YANG TERPAPAR

KROMIUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji

Laboratorium yang Terpapar Kromium Nama : Nanik Mustikaning Tyas

NIM : C251130081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Djamar TF Lumban Batu, MAgr Ketua

Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul

“Kerusakan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) di Sungai Cimanuk Lama Indramayu dan di Media Uji Laboratorium yang Terpapar Kromium”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Pascarasarjana IPB.

2. Beasiswa BPPDN DIKTI yang telah menjadi sponsor dana pendidikan dalam studi di Sekolah Pascarasarjana IPB

3. Prof Dr Ir Djamar TF Lumban Batu, MAgr selaku ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyusunan hasil penelitian ini. 4. Dr Ir Isdradjat Setyobudiandi, MSc selaku penguji luar komisi, atas saran dan

masukan yang sangat berarti.

5. Seluruh dosen dan staf pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB

6. Staf di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB serta Departemen Budidaya Perairan, FPIK, IPB yang telah membantu pelaksanaan penelitian

7. Orang Tua, Bapak Anwar yang telah memberikan motivasi, semangat dan doanya. Serta untuk Almh. Ibu, karya ilmiah ini saya dedikasikan untuk mu, Ibu.

8. Seluruh teman-teman SDP 13 dan kawan-kawan semuanya atas segala doa dan motivasinya. Serta kepada semua pihak yang telah mendukung hingga terselesaikannya penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 METODE 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Rancangan Penelitian 4

Prosedur Penelitian 5

Prosedur Kerja di Lapangan 5

Prosedur Kerja di Laboratorium 5

Analisis Data 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Kualitas Air Sungai Cimanuk Lama 11

Batas Maksimum Berat Daging Ikan Nila yang Ditolerir untuk Dikonsumsi dalam Waktu Satu Minggu (Maximum Tolerable Intake / MTI) 13

Kondisi Kualitas Air Media Uji 14

Uji Pendahuluan 15

Uji Toksisitas Letal (LC50 96 Jam) 16

Uji Toksisitas Subletal 17

Deposit Logam Kromium Pada Hati Ikan Nila 19

Deposit Cr Pada Hati di Sungai Cimanuk Lama 19

Kerusakan Organ Hati Ikan Nila 24

Upaya Pengelolaan Sungai Cimanuk Lama 28

4 SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 33

(12)

DAFTAR TABEL

Baku mutu logam berat kromium 7

Nilai probit LC50 96 jam ikan nila 8

Parameter fisika dan kimia dari Sungai Cimanuk Lama 11

Parameter fisika dan kimia media uji 14

Mortalitas ikan nila pada uji pendahuluan 15

Pengamatan deposit Cr pada jaringan hati ikan nila 23

DAFTAR GAMBAR

Skema perumusan masalah 3

Stasiun pengambilan contoh 4

Batas maksimum konsumsi ikan nila di Sungai Cimanuk Lama 13

Nilai total ammonia nitrogen (TAN) 15

Persentase kematian ikan nila pada uji toksisitas LC50-96 jam 16

Perbandingan Nilai Cr6+ dan Total Kromium 17

Kandungan total kromium di media uji pada awal dan akhir 18

Kandungan kromium di daging dan hati ikan nila 19

Mikroanatomi ikan nila normal 19

Deposit Cr pada hati ikan nila 20

Deposit Cr pada hati ikan nila minggu kedua 21

Deposit Cr pada hati ikan nila minggu keempat 22

Luasan deposit logam berat kromium 23

Kerusakan sel hati ikan nila di Sungai Cimanuk Lama 25 Kerusakan sel hati ikan nila pada media uji minggu kedua 26 Kerusakan sel hati ikan nila pada media uji minggu keempat 27

DAFTAR LAMPIRAN

Skema prosedur pembuatan preparat histologis 33

Skema pewarnaan deposit logam berat 34

Tabel finney’s 35

Lokasi penelitian 35

Pengukuran karakteristik biometrik ikan nila (Oreochromis niloticus) 36

Rancangan penelitian di Laboratorium 37

Hasil uji pendahuluan 38

Perhitungan LC50-96 jam menggunakan “Analisis Probit” 38

Perhitungan maximum tolerable intake (MTI) 39

Kualitas air media uji 40

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai Cimanuk merupakan sungai yang berada di bagian timur Provinsi Jawa Barat. Sungai Cimanuk berhulu di kaki Gunung Papandayan di Kabupaten Garut pada ketinggian 1200 di atas permukaan laut, mengalir ke arah timur laut sepanjang 180 km dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu. Kawasan di sepanjang Sungai Cimanuk menjadi salah satu pusat aktivitas masyarakat di antaranya adalah industri penyamakan kulit di Garut, industri batik di Indramayu, pemukiman, dan pertanian.

Industri batik rumahan di Kabupaten Indramayu tersebar di beberapa kelurahan, salah satunya di Kelurahan Paoman yang terdapat 17 unit industri (400 kain batik/unit industri/minggu) dan dalam produksinya setiap bulan menggunakan 200 kg pewarna untuk per unit industri (Diskoperindag Kabupaten Indramayu 2014). Keberadaan industri batik di sekitar badan Sungai Cimanuk Lama berpotensi mencemari lingkungan perairan sungai. Industri batik merupakan industri yang aktif menghasilkan limbah cair yang mengandung logam berat Cr (Sari et al 2014), Co (Sasongko dan Tresna 2010), serta bahan tersuspensi lainnya seperti fenol, minyak/lemak (Kep. Gubernur Kepala DIY./ No:281/KPTS/1998).

Kromium merupakan logam yang penggunaannya sangat luas, namun berbahaya bagi lingkungan (Huheey et al. 1993). Kromium termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam Cr ditentukan oleh valensi ionnya. Sifat racun yang dibawa oleh logam Cr juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan kronis. Keracunan akut yang disebabkan oleh senyawa K2Cr2O7 pada manusia ditandai dengan terjadinya

pembengkakan pada hati, sedangkan keracunan kronis dari Cr umumnya merupakan hasil dari percobaan yang pernah dilakukan terhadap hewan. Beberapa di antaranya dilakukan pada kucing dan marmut. Percobaan yang menggunakan kucing sebagai hewan percobaan adalah dengan memberikan perlakuan dengan Cr3(PO4)2 melalui jalur makanan dengan dosis 3,75-83 gram. Berdasarkan

percobaan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi kelebihan kandungan Cr di tulang, urin, dan darah kucing dengan kisaran 0,04-0,34µgCr/gram. Pada marmut perlakuannya berupa pemberian H2CrO4, dengan hasil yang menunjukkan adanya

luka yang ditemukan pada selaput lendir dari jalur pernapasan dan juga terjadi perubahan pada limpa dan ginjal (Palar 2008). Selain itu, kromium juga dapat masuk ke dalam badan perairan dan membahayakan bagi organisme didalamnya.

(14)

2

Ikan sering digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat pada ekosistem perairan karena ikan menempati tingkat trofik tinggi dan merupakan sumber makanan penting (Blasco et al. 1998; Agah et al. 2009). Akumulasi logam berat pada ikan di lingkungan perairan, terjadi melalui respirasi (insang), pencernaan (makanan) atau kontak langsung dengan air yang terkontaminasi. Pada tingkat tertentu, akumulasi ini dapat mencapai jumlah yang membahayakan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Ikan yang banyak terdapat di sepanjang Sungai Cimanuk Lama yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) dan masyarakat sekitar sungai sering mengkonsumsinya.

Ikan nila yang hidup di sekitar Sungai Cimanuk Lama berpotensi terkontaminasi logam berat kromium dari limbah cair batik. Ikan nila memiliki penyebaran yang luas di sungai, mulai dari hulu sampai mendekati muara sungai. Apabila ikan yang mengandung logam berat kromium dikonsumsi oleh manusia maka akan berdampak akut dan kronis pada kesehatan manusia. Mengingat banyaknya industri batik yang berdiri dan aktif membuang limbahnya ke perairan serta belum tersedianya informasi mengenai dampak kromium terhadap lingkungan perairan dan kesehatan manusia, maka perlu dilakukan penelitian tentang bioakumulasi Cr pada tubuh dan pengaruhnya terhadap kerusakan jaringan ikan nila di Sungai Cimanuk Lama.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan industri batik di sekitar Sungai Cimanuk Lama akan terus bertambah seiring meningkatnya permintaan terhadap batik Indramayu yang diikuti oleh peningkatan volume limbah cair. Hal ini akan mengakibatkan Sungai Cimanuk Lama akan tercemar limbah cair batik yang mengandung logam Cr. Kandungan kromium yang tinggi akan terakumulasi dalam tubuh organisme akuatik seperti pada Ikan nila yang banyak hidup di Sungai Cimanuk Lama.

(15)

3

Keterangan : Tidak dilakukan pada penelitian ini Gambar 1 Skema perumusan masalah

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan logam Cr pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan air, serta tingkat kerusakan spesifik organ hati ikan nila (Oreochromis niloticus) di Sungai Cimanuk Lama, Indramayu dan membandingkannya dengan yang dipelihara di media uji laboratorium.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang status pencemaran logam kromium dalam air dan kandungan kromium pada ikan nila (Oreochromis niloticus) di Sungai Cimanuk Lama Indramayu, serta batas aman konsumsi ikan nila bagi kesehatan manusia. Selain itu, untuk memberikan informasi tentang perlunya mengelola limbah cair batik sebelum dibuang ke Sungai Cimanuk Lama, Indramayu.

Kegiatan Indutri Batik

Limbah Cair Cr

Sungai Cimanuk Lama

 Terakumulasi di Tubuh Ikan Nila

 Kerusakan Jaringan

 Produksi Ikan Nila Menurun

 Ikan Nila Terkontaminasi Logam Cr

Depurasi Kromium Pengendalian

Limbah

Kegiatan Penangkapan

Ikan

(16)

4

Gambar 2 Stasiun pengambilan contoh

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu (Gambar 2). Analisis logam berat kromium dan kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Analisis kerusakan jaringan hati ikan nila dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan. Adapun untuk melakukan uji pendahuluan, uji toksisitas letal dan uji toksisitas subletal dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Penelitian

(17)

5 Penelitian di Laboratorium terbagi menjadi tiga tahapan yaitu uji pendahuluan, uji toksisitas letal, uji toksisitas subletal. Uji pendahuluan dan uji toksisitas letal menggunakan enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Sedangkan uji toksisitas subletal menggunalan lima perlakuan dan tiga kali ulangan.

Prosedur Penelitian

Prosedur Kerja di Lapangan

Contoh air diambil pada lapisan permukaan dari tiap stasiun dengan menggunakan ember kemudian dimasukkan ke dalam botol polyetilen. Contoh air yang telah diambil, digunakan untuk menganalisis kandungan logam berat yang selanjutnya ditambahkan dengan pengawet HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga

pH contoh air berada di bawah 2. Kemudian contoh air tersebut dimasukkan ke dalam cool box. Parameter yang diukur selama penelitian mencakup parameter fisika-kima perairan. Parameter in situ meliputi suhu, pH dan oksigen terlarut. Parameter ex situ yaitu kandungan logam Cr.

Contoh ikan nila dengan panjang 10-16 cm diambil menggunakan alat pancing dan jaring angkat (anco) dengan ukuran mata jaring 1.5 inci. Ikan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mencegah kontaminasi dari logam selama pengangkutan ke laboratorium dan dimasukkan ke dalam cool box. Analisis kandungan logam berat kromium dalam tubuh (daging, hati, dan ginjal) ikan nila dilakukan di Laboratorium.

Prosedur Kerja di Laboratorium

Prosedur kerja di Laboratorium terdiri atas lima prosedur, yaitu uji pendahuluan, uji toksisitas letal, uji toksisitas subletal, pembuatan preparat histologis organ hati ikan nila untuk mengetahui kerusakan jaringan yang terjadi (tersaji pada Lampiran 1), serta pengukuran logam berat kromium (tersaji pada Lampiran 11). Ikan nila yang digunakan untuk pengamatan di Laboratorium didapatkan dari petani ikan di Ciseeng dengan panjang 10-13 cm. Ikan nila diaklimatisasi selama 5 hari.

1. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan ini bertujuan untuk memperkirakan kisaran konsentrasi ambang batas bawah dan atas Cr yang akan digunakan pada uji definitif. Tahap uji ini menggunakan sebanyak 180 ekor ikan nila yang dibagi menjadi enam perlakuan, setiap perlakuan diulang tiga kali. Lama perlakuan dua hari (48 jam). Uji pendahuluan dilakukan dengan cara menyediakan 18 akuarium, masing-masing diisi 40 L media uji dan 10 ekor ikan nila.

(18)

6

tersebut dilakukan berdasarkan cara Quantal Responses menurut cara Finney’s (1964).               n a log k n N Log x N ... ... ... d x = c d = b c = a b = n a Keterangan :

N = Konsentrasi ambang atas n = Konsentrasi ambang bawah

a = Konsentrasi terkecil di dalam deret konsentrasi yang digunakan b = Konsentrasi di dalam deret konsentrasi yang digunakan

k = Jumlah interval konsentrasi yang diuji

2. Uji Toksisitas Letal

Tahap ini dipergunakan untuk menentukan toksisitas Cr. Langkah yang dilakukan adalah menyediakan sebanyak 18 akuarium dan 180 ekor hewan uji, dibagi menjadi enam perlakuan setiap perlakuan diulang tiga kali, masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ekor ikan nila. Pengamatan mortalitas hewan uji dilakukan pada periode waktu pemaparan 24, 48, 72, dan 96 jam. Hewan uji yang telah mati pada saat pengamatan, dikeluarkan dari setiap akuarium, dan dicatat. Penentuan nilai LC50 dengan menggunakan analisis probit (Conell dan Miller 1995).

3. Uji Toksisitas Subletal

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Cr pada jaringan tubuh (histologis) ikan nila. Pada penelitian ini digunakan lima perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda dan tiga kali ulangan dengan menyediakan 15 buah akuarium, masing-masing diisi dengan 40 L media uji dan ikan nila yang telah diaklimatisasi sebanyak 10 ekor. Konsentrasi perlakuan yang digunakan untuk uji toksisitas subletal yaitu 0 ppm, 3.06 ppm, 6.12 ppm, 9.18 ppm, dan 12.24 ppm. Setiap akuarium yang digunakan baik pada perlakuan maupun kontrol diberi label.

Pada uji toksisitas subletal ikan diberi pakan dan dilakukan penyiponan apabila akuarium terlihat kotor. Selain itu, untuk mengurangi sisa pakan dilakukan penambahan filter pada akuarium. Pengamatan dilakukan selama empat minggu untuk dapat melihat apakah terjadi bioakumulasi oleh Cr antara kontrol dengan perlakuan pada organ hati ikan nila dan diakhir pengamatan diambil sampel hati untuk dibuat preparat histologisnya.

4. Pembuatan Preparat Histologis Organ Hati Ikan Nila

(19)

7 Masing-masing perlakuan diambil satu organ hati untuk dibuat peparat histologis. Pembuatan preparat histologis ini dilakukan menggunakan metode Histoteknik dengan penguat (Embedding material) paraffin (Kiernan 1990) dan menggunakan pewarnaan logam berat berupa Eosin (tersaji pada Lampiran 2).

5. Pengukuran Logam Berat Kromium

Sampel air yang diperoleh dari lapangan dan laboratorium kemudian disaring dengan peralatan penyaring yang steril, sebelumnya direndam dengan HCl 0,5 N atau HNO3 1 N selama 1 jam kemudian dibilas dengan akuades. Hasil

penyaringan tersebut kemudian diawetkan dengan HNO3 pekat sampai pH larutan

< 2 dan kemudian diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).

Ikan nila yang tertangkap di Sungai Cimanuk Lama maupun yang dipelihara di Laboratorium kemudian dibedah untuk mendapatkan organ-organ dalamnya (daging dan hati). Pengukuran logam berat kromium dalam daging ikan nila dikarenakan daging merupakan bagian tubuh yang dikonsumsi oleh manusia, sedangkan untuk organ hati merupakan organ yang berperan dalam proses metabolisme di dalam tubuh ikan nila, selain itu juga organ hati sangat rentan terkena bahan toksik.

Sampel daging, hati, dan ginjal yang akan di uji ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas beker. Kemudian sampel uji dikeringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam. Setelah sampel uji dikeringkan selanjutnya sampel uji tersebut ditanur pada suhu 600 °C selama 3 jam, kemudian digerus dengan menggunakan mortar dan alu hingga halus. Sampel uji kemudian ditimbang sebanyak ± 0,5 g, dimasukkan dalam gelas beker, kemudian didestruksi dengan menambahkan 1 mL HNO3 pekat. Suspensi dipanaskan pada hot plate hingga

kering. Setelah itu ditambahkan 5 mL HCl pekat dan campuran dipanaskan kembali. Larutan sampel yang tersisa didinginkan dan disaring, kemudian diencerkan dengan akuades hingga volumenya tepat 50 mL. Setelah itu sampel uji diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang 357,9 nm (Rice et al. 2012).

Analisis Data

1. Pengukuran Logam Berat Kromium

Hasil analisis data kandungan logam berat kromium pada Sungai Cimanuk Lama dan laboratorium dibandingkan dengan kriteria baku mutu yang telah ditetapkan menggunakan analisis deskriptif komparatif dengan bantuan diagram batang.

Tabel 1 Baku mutu logam berat kromium

Logam Baku Mutu

Air Ikan

Cr 1 ppm* 1 mg kg-1**

(20)

8

2. Uji Toksisitas Letal

Hasil data uji toksisitas letal dianalisis dengan menggunakan analisis probit untuk menentukan nilai LC50-96 jam. Analisis probit digunakan pada uji toksisitas suatu bahan kimia, sementara besarnya konversi dalam bentuk logaritma dianggap sebagai bentuk transformasi yang kuat dengan nilai sebarannya relatif valid. Analisis probit umumnya digunakan pada toksikologi untuk menentukan toksisitas relatif dari bahan kimia untuk organisme hidup. Hal ini dilakukan dengan menguji respon organisme di bawah berbagai konsentrasi masing-masing bahan kimia tersebut dan kemudian membandingkan konsentrasi hingga didapatkan hasilnya (Vincent 2008).

Rumus perhitungan nilai LC50 :

Hubungan nilai logaritma dari konsentrasi bahan uji dengan nilai probit dari prosentase mortalitas hewan uji merupakan fungsi linier dari y = a + bx. Nilai LC50-96 jam didapat dari hasil antilog nilai uji m. Nilai m merupakan nilai x pada persamaan dan nilai y merupakan probit mortalitas sebesar 50% (Rand dan Petrocelli 1985 in Hendri et al. 2010). Secara matematis, perhitungan untuk menentukan nilai LC50-96 jam adalah sebagai berikut.

(

X

)

...(1) n 1 -X Y X n 1 -XY = b

∑ ∑

2 2

(

Y-b X

)

...(2) n

1 =

a

Tabel 2 Nilai probit LC50 96 jam ikan nila

d n r p x y x2 xy

d1 n1 r1 p1 x1 y1 x21 xy1

d2 n2 r2 p2 x2 y2 x22 xy2

d3 n3 r3 p3 x3 y3 x23 xy3

d4 n4 r4 p4 x4 y4 x24 xy4

d5 n5 r5 p5 x5 y5 x25 xy5

d6 n6 r6 p6 x6 y6 x26 xy6

Keterangan:

d = Konsentrasi perlakuan n = Jumlah hewan uji r = Jumlah mortalitas p = Persentase mortalitas x = Log dari nilai d

(21)

9

(3) ... ... ... ... b

a -5 = m

Persamaan regresinya adalah: y = a + bx LC50 = antilog m, dengan :

Keterangan:

y = Probit kematian hewan uji, x = Logaritma konsentrasi uji, a = Konsentrasi regresi, b = Slope/kemiringan regresi, m= Logaritma konsentrasi (x) n = Jumlah perlakuan

3. Penilaian Deposit Logam Berat Kromium

Pengamatan deposit logam Cr dalam jaringan hati dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Selanjutnya pada lensa okuler dipasang mikrometer yang sebelumnya sudah dikalibrasi terlebih dahulu. Luasan deposit hati = jumlah strip pada mikrometer dikalikan dengan angka kalibrasi sebesar 0.97 µ. Pengamatan deposit Cr dilakukan dengan pemberian skor yang dikelompokkan ke dalam 6 tingkatan. Semakin tinggi skor berarti semakin banyak jumlah deposit Cr dalam jaringan yang diamati. Berikut ini adalah kriteria dalam pemberian skor :

1. Skor 0, jika tidak terdapat deposit Cr

2. Skor 1, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 0 < x < 157.10-6 mm2

3. Skor 2, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 157.10-6 ≤ x < 314.10-6 mm2 4. Skor 3, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 314.10-6≤ x < 471.10-6 mm2 5. Skor 4, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 471.10-6 ≤ x < 628.10-6 mm2 6. Skor 5, jika rata-rata total luasan Cr berukuran 628.10-6 ≤ x < 785.10-6 mm2 7. Skor 6, jika rata-rata total luasan Cr berukuran x ≥ 785.10-6 mm2

4. Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI)

Logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi dalam tubuh, baik dalam jaringan, darah, tulang maupun gigi. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan perlu dilakukan pembatasan konsumsi. Batas maksimum konsentrasi dari bahan pangan terkonsentrasi logam berat yang boleh dikonsumsi per minggu (Maximum Weekly Intake) menggunakan angka ambang batas yang diterbitkan oleh organisasi dan lembaga pangan internasional World Health Organization (WHO) dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive (JEFCA). Perhitungan maximum weekly intake menggunakan rumus :

MWI (g) = Berat badan a) x PTWIb) Keterangan :

(22)

10

b) = PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) (angka toleransi batas maksimum per minggu) yang dikeluarkan lembaga pangan terkait dalam

satuan μg kg-1. Angka toleransi batas konsumsi maksimum per minggu

yang diterbitkan badan WHO untuk Cr sebesar 23.3 μg kg-1 (WHO in

Zazouli et al. 2006).

Setelah mengetahui nilai maximum weekly intake dan mengetahui konsentrasi logam berat pada masing-masing biota konsumsi, maka dapat dihitung berat maksimal dalam mengkonsumsi ikan setiap mingguannya. Untuk mengetahui batasan berat tersebut, maka nilai maximum tolerable intake (MTI) dihitung dengan rumus sebagai berikut (Turkemen et al. 2008 in Azhar et al. 2012) :

Ct MWI = MTI

MWI = Maximum Weekly Intake (mg untuk orang dewasa dengan berat badan 60 kg dan anak-anak 15 kg per minggu)

Ct = Konsentrasi logam berat yang ditemukan di dalam daging ikan (mg Kg-1)

(23)

11

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kualitas Air Sungai Cimanuk Lama

Pengukuran kondisi kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia air yaitu suhu, pH, oksigen terlarut dan kandungan logam kromium. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan nilai dari parameter fisika dan kimia perairan di Sungai Cimanuk Lama yaitu Stasiun 1 (sebelum kegiatan industri), Stasiun 2 (di badan sungai sekitar kegiatan industri), dan Stasiun 3 (setelah kegiatan industri). Hasil pengamatan parameter fisika dan kimia dari Sungai Cimanuk Lama tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Parameter fisika dan kimia air Sungai Cimanuk Lama

Parameter Stasiun Baku Mutu

1 2 3

Fisika

Suhu (oC) 31.8 32.4 32 25 – 32a

Kimia

Oksigen Terlarut (ppm) 3.8 4 5.1 > 5b

pH 6.5 7 7 6-9c

Kandungan Kromium:

 Daging (mg kg-1) 2.13 1.24 2.80

1.00d

 Hati (mg kg-1) 3.08 3.62 3.82

 Air (ppm) 0.11 0.01 0.012 1e

aGusrina (2008); bEffendi (2003); cAlamanda et al. (2007); d FAO (1983); ePermen LH No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah tekstil

Kandungan oksigen terlarut di Sungai Cimanuk Lama pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 di bawah standar baku mutu perairan. Hal ini dikarenakan waktu pengukuran kandungan oksigen terlarut pada Stasiun tersebut antara pukul 07.00-10.00 WIB, berbeda halnya dengan Stasiun 3 yaitu pukul 12.00 WIB yang merupakan puncak terjadinya fotosintesis. Menurut Amri dan Khairuman (2003) kandungan oksigen yang baik bagi pertumbuhan ikan nila minimal 4 ppm. Kandungan oksigen yang rendah dapat menyebabkan ikan bernafas dengan cepat, sehingga mengakibatkan gerakan membuka dan menutupnya insang lebih cepat. Hal tersebut dapat menyebabkan masuknya ion logam melalui insang (Kordi 2004).

(24)

12

toksisitas logam berat. Hal ini terjadi karena suhu tinggi akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme perairan (Sorensen 1991).

Nilai pH pada masing-masing Stasiun masih dalam kisaran standar baku mutu perairan yaitu 6.5-7. Menurut Santoso (1996), pH optimum bagi pertumbuhan nila yaitu antara 7-8. Nilai pH akan berpengaruh terhadap kandungan logam berat yang terdapat di perairan. Perubahan pH akan mempengaruhi tingkat toksisitas dari logam berat yang akan berpengaruh terhadap kadar kandungan logam yang ada di dalam daging ikan nila. Apabila pH asam maka akan meningkatkan kadar kandungan logam berat yang ada di perairan yang kemudian diserap oleh ikan, sehingga kandungan logam berat dalam tubuh ikan akan tinggi (Kordi 2004).

Berdasarkan hasil pengujian kandungan logam berat kromium di air pada masing-masing Stasiun masih berada di bawah baku mutu perairan. Kandungan logam berat kromium di dalam air menurun dari Stasiun 1 sampai 3, akan tetapi berbeda halnya pada organ hati ikan nila yang mengalami peningkatan. Kandungan kromium pada hati ikan nila di Sungai Cimanuk Lama didapatkan hasil untuk Stasiun 1 adalah 3.08 mg kg-1, Stasiun 2 sebesar 3.62 mg kg-1 dan Stasiun 3 sebesar 3.82 mg kg-1. Besarnya kandungan logam berat kromium pada

hati dapat terjadi karena hati ikan berfungsi untuk melakukan biotransformasi terhadap bahan-bahan toksik menjadi bahan-bahan polar dan mudah diekskresi oleh ginjal. Namun, kemampuan hati untuk mendetoksikasi logam berat sangat terbatas sehingga terjadi penumpukan di hati bila bergabung dengan lemak.

Kandungan kromium pada daging ikan nila di Sungai Cimanuk Lama telah melampaui ambang batas aman yang telah ditetapkan FAO (1983), yaitu sebesar 1.00 mg kg-1. Kandungan kromium tertinggi pada Stasiun 3 yaitu sebesar 2.80 mg kg-1. Hal ini dikarenakan sampel ikan yang didapat pada Stasiun 3 merupakan ikan yang ditangkap oleh masyarakat kemudian mereka pelihara di Anco. Berbeda halnya pada Stasiun 1 sebesar 2.13 mg kg-1 dan Stasiun 2 sebesar 1.24 mg kg-1,

ikan yang diperoleh dengan cara memancing di Sungai Cimanuk Lama. Logam berat kromium yang terdeteksi pada daging ikan nila disebabkan oleh adanya zat pencemar yang terdapat pada tempat hidup ikan. Zat pencemar itu diperoleh dari hasil buangan limbah industri batik yang berada di sekitar Sungai Cimanuk Lama yang mengandung logam berat kromium dari proses produksinya.

(25)

13 Batas Maksimum Berat Daging Ikan Nila yang Ditolerir untuk Dikonsumsi dalam Waktu Satu Minggu (Maximum Tolerable Intake / MTI)

Ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang menerima dampak secara langsung dari pencemaran di perairan. Disisi lain, ikan juga merupakan sumber protein yang dibutuhkan oleh manusia (Oktaviatun 2004). Apabila manusia mengkonsumsi ikan yang hidup di habitat yang telah tercemar maka akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Seperti halnya masyarakat di sekitar Sungai Cimanuk Lama yang telah mengkonsumsi ikan yang tercemar logam kromium, maka akan berdampak negatif terhadap kesehatan seperti keracunan logam berat kromium.

Dampak yang akan terjadi apabila telah mengalami keracunan logam berat kromium seperti mual, sakit perut, bisul, masalah pernafasan, sistem kekebalan yang lemah, ginjal dan kerusakan hati, perubahan materi genetik, kanker paru-paru dan jika terakumulasi secara terus menerus mengakibatkan kematian. Terakumulasinya logam kromium dalam jumlah besar dalam tubuh manusia akan mengganggu kesehatan manusia. Kromium memiliki dampak negatif terhadap organ hati, ginjal serta bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu juga berdampak sebagai karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan janin) dan mutagen (Schiavon et al. 2008 in Darmawan 2011).

Salah satu cara untuk menghindari resiko keracunan logam berat kromium adalah dengan menentukan berat maksimal daging ikan nila yang dapat ditolerir oleh tubuh manusia dengan menghitung Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI). Menurut WHO, PTWI merupakan sebuah cara yang digunakan untuk mengukur kontaminan, seperti logam berat pada makanan yang sifatnya kumulatif. Ikan nila merupakan salah satu organisme perairan yang mampu mengakumulasi logam berat kromium di dalam tubuhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat kromium dalam tubuh ikan nila telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan. Oleh karenanya konsumsi daging ikan nila tersebut harus sesuai dengan batasan yang dapat dikonsumsi.

Gambar 3 Batas maksimum konsumsi ikan nila di Sungai Cimanuk Lama 656.3 1127.4 499.3 164.1 281.8 124.8 0 200 400 600 800 1000 1200

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

(26)

14

Batas maksimum berat daging ikan nila yang ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu (Maximum Tolerable Intake/ MTI) untuk orang dewasa (60 kg bb) sebesar 499.3-1127.4 g daging minggu-1dan anak-anak (15 kg bb)

sebesar 124.8-281.8 g daging minggu-1. Apabila logam berat kromium yang masuk dalam tubuh orang dewasa dan anak-anak melebihi nilai MTI tersebut, maka logam berat kromium akan bersifat toksik di dalam tubuhnya.

Kondisi Kualitas Air Media Uji

Pengukuran kondisi kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi parameter fisika dan kimia air yaitu suhu, pH dan oksigen terlarut. Pengukuran suhu dan pH dilakukan di awal, tengah, dan akhir penelitian, sedangkan pengukuran oksigen terlarut dilakukan di awal dan akhir penelitian. Pengukuran ini bertujuan untuk memantau kondisi kualitas air bagi ikan nila selama penelitian. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian diperoleh kisaran nilai yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter yang meliputi suhu, pH, dan oksigen terlarut diketahui bahwa secara umum kualitas air selama penelitian pada masing-masing perlakuan masih dalam batas toleransi atau memenuhi syarat bagi kehidupan ikan. Namun, untuk pH cenderung lebih asam dari baku mutu yang telah ditentukan untuk kelangsungan hidup ikan yaitu berkisar antara 6-9. pH yang asam dapat memudahkan reaksi kimia pada logam berat untuk terurai menjadi ion-ion. Ion-ion tersebut akan lebih mudah terserap tubuh pada kondisi pH rendah (Fardiaz 1992).

Total Amonia Nitrogen terdiri dari amoniak bebas (NH3) dan amonia ion

(NH4+). Pada konsentrasi tinggi amonia bebas beracun bagi biota air sedangkan

amonia ion tidak beracun bagi biota air. Pengukuran TAN bertujuan untuk mengetahui kematian ikan dikarenakan logam berat kromium atau karena ammonia. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa untuk semua perlakuan kecuali kontrol masih di bawah baku mutu maksimum, sedangkan nilai TAN pada kontrol telah melebihi baku mutu. Hal ini dikarenakan perilaku makan ikan pada kontrol berbeda dengan perilaku makan pada perlakuan yang telah diberi kromium. Pada ikan kontrol, ikan cenderung aktif untuk makan, berbeda halnya

Tabel 4 Parameter fisika dan kimia media uji

Parameter Nilai Kisaran Baku Mutu

Fisika

Suhu (oC) 27.5 – 28.2 25 – 32a

Kimia

Oksigen Terlarut (ppm) 5 – 6.4 >5b

pH 5.5 – 6.5 6-9c

Total Amonia Nitrogen (ppm) 0.021 – 0.531 0.5d

aGusrina (2008); bEffendi (2003); cAlamanda et al. (2007); dPP RI No. 82 Tahun

(27)

15 dengan ikan yang telah terpapar kromium yang cenderung pasif. Selain itu, adanya perbedaan jumlah ikan di akhir pengamatan antara kontrol dan perlakuan, turut mempengaruhi nilai TAN.

Uji Pendahuluan

Konsentrasi yang digunakan pada uji pendahuluan 0, 45, 55, 65, 75, dan 85 ppm. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa pada konsentrasi terendah sebesar 45 ppm dengan kematian hewan uji sebanyak enam ekor, sedangkan konsentrasi tertinggi sebesar 85 ppm dengan kematian hewan uji sebanyak 20 ekor. Hasil uji pendahuluan Cr6+ terhadap ikan nila dapat dilihat pada Tabel 5. Dari data

ditentukan konsentrasi Cr6+dengan nilai ambang bawah 45 ppm dan nilai ambang atas 85 ppm yang dijadikan menjadi suatu kisaran konsentrasi Cr untuk menentukan konsentrasi di perlakuan pada uji toksisitas LC50-96 jam.

Tabel 5 Mortalitas ikan nila pada uji pendahuluan

No. Konsentrasi (ppm) Mortalitas Ikan Jumlah

24 jam 48 jam

1. 0 - - -

2. 45 1 5 6

3. 55 2 7 9

4. 65 2 11 13

5. 75 - 15 15

6. 85 4 16 20

(28)

16

Uji Toksisitas Letal (LC50 96 Jam)

Konsentrasi yang digunakan pada uji letal merupakan hasil dari perhitungan logaritma pada uji pendahuluan. Konsentrasi untuk uji letal yaitu 0, 45, 52.8, 61.8, 72.5, 85 ppm. Secara umum untuk mengetahui hasil uji toksisitas LC50-96 jam,

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan rata-rata persentase kematian ikan nila pada setiap perlakuan, mengalami peningkatan mulai dari kontrol sampai konsentrasi tertinggi yaitu 85 ppm. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi Cr6+, maka tingkat

kematian ikan nila semakin tinggi. Pada kontrol, tidak mengalami kematian karena hewan uji tidak terpapar Cr6+, sedangkan pada perlakuan dengan pemberian Cr6+ kematian hewan uji bervariasi. Pada perlakuan dengan konsentrasi

Cr6+ terendah yaitu sebesar 45 ppm, ikan nila mengalami kematian sebanyak lima ekor (17%). Perlakuan dengan konsentrasi Cr6+ sebesar 52.8 ppm, ikan nila mengalami kematian sebanyak 10 ekor (33%). Perlakuan dengan konsentrasi Cr6+ sebesar 61.8 ppm, ikan nila mengalami kematian sebanyak 15 ekor (50%), sedangkan perlakuan dengan konsentrasi Cr6+ sebesar 72.5 ppm, ikan nila mengalami kematian sebanyak 22 ekor (73%) dan perlakuan dengan konsentrasi tertinggi yaitu 85 ppm, ikan mas mengalami kematian sebanyak 25 ekor (83%).

Kematian ikan nila pada uji toksisitas letal disebabkan oleh masuknya kromium ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu pencernaan, penetrasi melalui kulit, dan saluran pernapasan (pengambilan dari air melalui membran insang) (Darmono 2010).

Hal ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan enzim karbonik anhidrase dan transport ATP-ase terutama pada mitokondria akson parasinaptik dan sedikit pada endoplasmik retikulum. Menurut Tarumingkeng (1992) in Yosmaniar (2009), penghambatan ATP-ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmitter. Disamping itu, diduga kematian ikan juga disebabkan

Gambar 5 Persentase kematian ikan nila pada uji toksisitas LC50-96 jam

0 17 33 50 73 83 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 45 52.8 61.8 72.5 85

P ros en tas e k em at ian ik an ( % )

Konsentrasi Cr6+(ppm)

(29)

17 C6+ mampu menimbulkan rangsangan pada sistem syaraf sehingga menyebabkan

ikan kehilangan keseimbangan.

Tingkah laku ikan nila yang terpapar Cr6+selama percobaan ditandai dengan operculum terbuka lebar, sering berada di permukaan air, berenang tidak teratur dan kemudian mati. Menurut Shah (2010) ikan yang terpapar toksikan dapat diketahui dari tingkah laku ikan tersebut yaitu dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, dan lumpuh. Hal ini diduga sebagai suatu cara untuk memperkecil proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek letal yang terjadi lebih lambat.

Berdasarkan hasil dari analisis probit didapatkan nilai LC50-96 jam pada

ikan nila adalah 61.2 ppm, artinya pada konsentrasi 61.2 ppm Cr6+ 50% hewan uji

mati dalam waktu pemaparan 96 jam. Semakin rendah nilai LC50-96 jam,

menunjukkan semakin tinggi toksisitas suatu bahan beracun. EPA (1999) in Kinasih et al. (2013) menyatakan apabila nilai LC50-96 jam berkisar 10-100 ppm

maka bahan racun tersebut digolongkan dalam daya racun yang sedang, sehingga dalam penelitian ini Cr6+ digolongkan ke dalam kategori racun yang sedang (Medium toxic).

Uji Toksisitas Subletal

Tujuan dari uji toksisitas subletal untuk melihat adanya deposit logam kromium pada hati ikan nila. Konsentrasi yang digunakan pada uji toksisitas subletal merupakan hasil perhitungan dari nilai LC50-96 jam, dimana konsentrasi

yang digunakan merupakan hasil perhitungan dari Cr6+ yang terkandung di dalam K2Cr2O7. Perbandingan Cr6+ dan total kromium pada awal penelitian dapat dilihat

pada Gambar 6. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai total kromium lebih tinggi dibandingkan dengan nilai Cr6+.

Pengukuran total kromium pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Pengukuran ini diperlukan untuk mengetahui kandungan kromium di akhir pengamatan. Gambar 7 menunjukkan bahwa adanya penurunan kandungan

Gambar 6 Perbandingan Nilai Cr6+ dan Total Kromium 0 3,06 6,12 9,18 12,24 0,02 5,91 9,03 11,43 14,17 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kontrol Cr 2 (3.06 ppm)

Cr 3 (6.12 ppm)

Cr 4 (9.18 ppm)

(30)

18

kromium di air. Hal ini dikarenakan ikan mengakumulasi logam berat kromium sehingga kandungan dalam tubuh ikan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan media uji. Akumulasi logam berat pada ikan dapat terjadi karena adanya kontak antara medium yang mengandung toksik dengan ikan. Kontak berlangsung dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau permukaan tubuh ikan (Sahetapy 2011). Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota perairan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan (insang), saluran pencernaan (usus, hati, ginjal), maupun penetrasi melalui kulit. Jika biota laut yang telah terkontaminasi tersebut dikonsumsi oleh manusia dalam jangka waktu tertentu akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Setiawan 2013).

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kandungan logam kromium tertinggi pada hati ikan nila yaitu sebesar 2.05-477.20 mg Kg-1. Kandungan logam kromium baik di hati maupun di daging telah melampaui baku mutu menurut FAO (1983) yaitu sebesar 1.00 mg Kg-1. Meskipun kadar logam berat kromium di

daging lebih kecil jika dibandingkan dengan di hati, namun bagian inilah yang sering dikonsumsi oleh manusia. Akumulasi logam berat pada daging lebih rendah dibanding hati dan insang, hal ini sesuai dengan peran fisiologi dalam metabolisme ikan dimana jaringan pada hati yang diserang oleh logam berat (Squadron et al. 2013).

[image:30.595.109.481.361.548.2]

Darmono (2010) menyatakan akumulasi logam tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia (toksikan). Hal ini disebabkan sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap sel epitel usus halus akan dibawa ke hati oleh vena porta hati. Karena itulah organ hati sangat rentan terhadap pengaruh berbagai zat kimia dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kerusakan (Lu 1995). Kandungan logam berat pada ikan bersifat akumulasi yang berarti kandungan logam berat pada tubuh ikan bertambah setiap waktunya tergantung lama paparan yang terlihat dari umur ikan tersebut.

Gambar 7 Kandungan total kromium di media uji pada awal dan akhir pengamatan 0,02 5,91 9,03 11,43 14,17 0,07 3,39 6,67 9,35 12,82 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00

Kontrol Cr 2 (3.06 ppm)

Cr 3 (6.12 ppm)

Cr 4 (9.18 ppm)

(31)

19

Deposit Logam Kromium Pada Hati Ikan Nila

1. Deposit Cr Pada Hati di Sungai Cimanuk Lama

Kromium merupakan salah satu logam berat yang mudah diabsorbsi dan terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Hati merupakan jaringan yang rentan terhadap akumulasi kromium. Akumulasi kromium tersebut dapat berupa deposit yang dapat mengganggu kerja hati.

Gambar 9 Mikroanatomi ikan nila normal. Perbesaran 40 x 10. Pewarnaan eosin

[image:31.595.74.516.64.842.2]

Keterangan : 1. Sinusoid 2. Inti 3. Hepatosit

Gambar 8 Kandungan kromium di daging dan hati ikan nila 0 2,05 2,14 2,05 4,28 22,76

25,74 58,27 244,02 477,20 0 100 200 300 400 500 600

Kontrol Cr 2 (3.06 ppm)

Cr 3 (6.12 ppm)

Cr 4 (9.18 ppm)

Cr 5 (12.24 ppm) Ka n d u n gan K rom iu m ( m g K g -1) Perlakuan Daging Hati

1

(32)
[image:32.595.34.485.79.552.2]

20

Gambar 10 Deposit Cr pada hati ikan nila, a. Kontrol, b. Stasiun 1, c. Stasiun 2, d. Stasiun 3. Perbesaran 40 x 10. Pewarnaan eosin

Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa deposit kromium di hati lebih besar terdapat pada Stasiun 3 yang diikuti dengan Stasiun 2 dan Stasiun 1. Luasan deposit logam kromium pada Stasiun 1 sebesar 17.10 x 10-6 mm2, Stasiun 2 sebesar 49.22 x 10-6 mm2, dan Stasiun 3 sebesar 785.8 x 10-6 mm2. Besarnya luasan deposit logam kromium pada preparat histologis hati ikan nila yang berasal dari Stasiun 3 dikarenakan ikan pada Stasiun tersebut dipelihara dalam anco, berbeda halnya dengan Stasiun 1 dan Stasiun 2 yang hidup liar. Oleh karena itu, ikan yang ada di Stasiun 1 dan 2 memiliki kesempatan menghindar lebih banyak dibanding ikan yang berada di Stasiun 3. Ikan pada Stasiun 3 secara terus menerus mengakumulasi logam kromium yang ada di lingkungan perairan.

2. Deposit Cr Pada Hati di Media Uji

Pengamatan deposit logam kromium di hati ikan nila dilakukan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4. Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa deposit kromium di hati lebih besar terdapat pada perlakuan Cr 5 yang diikuti dengan Cr 4, Cr 3 dan Cr 2. Luasan deposit logam berat kromium pada perlakuan Cr 2 sebesar 29.04 x 10-6 mm2, Cr 3 sebesar 33.58 x 10-6 mm2, Cr 4 sebesar 119.47 x 10-6 mm2, dan perlakuan Cr 5 sebesar 200.33 x 10-6 mm2. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa hati ikan nila pada perlakuan Cr 5 mengalami kerusakan yang lebih parah jika dibandingkan dengan perlakuan Cr 4, Cr 3 dan Cr 2.

a

b

d

c

Cr

(33)
[image:33.595.59.516.62.767.2]

21

Gambar 11 Deposit Cr pada hati ikan nila minggu kedua, a. Kontrol, b. Cr 2, c. Cr 3, d. Cr 4, e. Cr 5. Perbesaran 40 x 10. Pewarnaan eosin

Pada Gambar 12 menunjukkan deposit logam kromium pada minggu ke-4. Luasan deposit logam kromium di hati ikan nila terbesar yaitu pada perlakuan Cr 4. Luasan deposit logam berat kromium pada perlakuan Cr 2 sebesar 38.09 x 10-6 mm2, Cr 3 sebesar 44.18 x 10-6 mm2, Cr 4 sebesar 277.94 x 10-6 mm2, dan perlakuan Cr 5 sebesar 30.79 x 10-6 mm2. Luasan deposit logam berat kromium

pada minggu ke 4 mengalami peningkatan, kecuali pada perlakuan Cr 5. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut inti sel dari hati ikan nila telah berubah warna menjadi coklat kehitaman apabila dibandingkan dengan perlakuan Cr 2, Cr 3 dan Cr 4.

a

d

b

c

e

Cr

Cr

Cr

(34)

22

Gambar 12 Deposit Cr dalam hati ikan nila pada minggu keempat, a. Kontrol, b. Cr 2, c. Cr 3, d. Cr 4, e. Cr 5. Perbesaran 40 x 10. Pewarnaan eosin.

Pada Gambar 12 dapat dilihat perbandingan luasan deposit logam berat kromium di Sungai Cimanuk Lama dengan yang dipelihara di Media Uji. Meskipun kandungan logam berat di Sungai Cimanuk Lama lebih kecil dibandingkan dengan media uji, namun luasan deposit logam berat kromium di Sungai Cimanuk Lama lebih besar. Rata-rata luasan deposit logam berat di Sungai Cimanuk Lama sebesar 284.04x10-6 mm2 dan media uji sebesar 78.2x10-6 mm2.

Hal ini dikarenakan, ikan yang hidup di Sungai Cimanuk Lama secara terus-menerus mengakumulasi logam berat kromium, dari mulai awal siklus hidup ikan, ikan sudah terpapar logam berat kromium. Berbeda halnya dengan ikan yang dipelihara di media uji yang hanya terpapar logam berat kromium selama empat minggu. Faktor yang mempengaruhi tingkat bioakumulasi logam berat adalah konsentrasi bahan pencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur, dan ukuran), lamanya pemaparan serta kondisi lingkungan perairan (suhu, pH, dan salinitas) (Rahman et al. 2012).

b

a

c

d

e

Cr

Cr

Cr

[image:34.595.34.488.67.586.2]
(35)

23

[image:35.595.105.532.74.641.2]

Pada Tabel 6 dapat dilihat skor nilai tertinggi yaitu enam pada Stasiun 3. Hal ini mengindikasikan bahwa pada Stasiun tersebut memiliki rata-rata luasan deposit logam kromiun terbesar dibandingkan yang lain. Seperti yang telah dijelaskan di atas pada Stasiun 3 ikan hidup di daerah yang terbatas dalam artian ikan tersebut dipelihara di Anco (Jaring Angkat). Menurut Darmono (1995) ikan-ikan yang daerah hidupnya terbatas, pada kondisi tercemar akan lebih cepat mengakumulasi bahan tercemar karena kemampuan berpindah tempat untuk menghindarikan diri dari pengaruh pencemaran sangat terbatas.

Gambar 13 Luasan deposit logam berat kromium

0 17,1 49,22

785,8

0 38,09 44,18

277,94 30,79 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Kontrol Stasiun 1 (0.11 ppm) Stasiun 2 (0.01 ppm) Stasiun 3 (0.012 ppm)

Kontrol Cr 2 (3.39 ppm) Cr 3 (6.68 ppm) Cr 4 (9.35 ppm) Cr 5 (12.82 ppm) Minggu Ke-4

Sungai Cimanuk Lama Media Uji

L u as an De p os it ( .10 -6 mm 2)

Sungai Cimanuk Lama Media Uji

Tabel 6 Deposit Cr (mm2) dalam jaringan hati ikan nila di Sungai Cimanuk Lama dan di Media Uji pada minggu kedua dan keempat

Jenis Media

Air Pengamatan

Kandungan Cr di Air (ppm)

Rata-Rata Luasan Deposit Logam Cr

(x10-6 mm2)

Skor Nilai

Sungai Cimanuk

Lama

Kontrol - - 0

Stasiun 1 0.11 17.10 1

Stasiun 2 0.01 49.22 1

Stasiun 3 0.012 785.8 6

Media Uji Minggu Ke-2

Kontrol

-

- 0

Cr 2 29.04 1

Cr 3 33.58 1

Cr 4 119.47 1

Cr 5 200.33 2

Media Uji Minggu Ke-4

Kontrol 0.07 - 0

Cr 2 3.39 38.09 1

Cr 3 6.68 44.18 1

Cr 4 9.35 277.94 2

Cr 5 12.82 30.79 1

(36)

24

Kerusakan Organ Hati Ikan Nila

Organ hati sangat penting untuk diteliti kerena merupakan organ yang sering mengalami kerusakan. Kerusakan pada hati menyebabkan terganggunya berbagai fungsi hati. Struktur utama hati adalah sel hati atau hepatosit yang bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Kerusakan hepatosit menurut Ressang (1984) dapat dibagi menjadi dua yaitu taksohepatik dan trofohepatik. Kerusakan akibat taksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung dari agen yang toksik, baik berupa zat kimia maupun kuman. Kerusakan akibat trofopatik disebabkan adanya kekurangan faktor-faktor penting untuk kehidupan sel seperti oksigen atau zat makanan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada Gambar 14 menunjukkan adanya kerusakan sel hati ikan nila berupa nekrosis dan kongesti. Nekrosis adalah terjadinya kematian sel hati. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Kongesti adalah pembendungan darah yang disebabkan karena gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Kongesti pada hati, dimulai dari vena sentralis yang kemudian meluas sampai sinusoid yang tersusun tidak teratur dan di dalamnya terdapat eritrosit yang diduga akibat pecahnya dinding sinusoid. Vena sentralis juga dipenuhi oleh banyak eritrosit akibat adanya penyumbatan pada vena hepatica (Ressang 1984).

Pada Gambar 15 dan 16 dapat menunjukkan adanya kerusakan sel hati ikan nila berupa nekrosis, kongesti dan cloudy swelling. Takashima dan Hibiya (1995) menyatakan perubahan histologis pada hati ikan adalah terjadinya cloudy swelling yaitu sel hati terlihat agak keruh, sitoplasma keruh dan bergranular. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya butir hyalin eosinefil dalam sitoplasma, atropi pada sel hati, pengerutan sel, nukleus dan nukleulus seringkali menjadi mengecil, nekrosis, degenerasi vakuola, degenerasi lemak, stagnasi empedu dan gangguan aliran darah pada sinusoid atau vena.

(37)
[image:37.595.79.531.52.751.2]

25

Gambar 14 Kerusakan sel hati ikan nila di Sungai Cimanuk Lama Perbesaran 40 x10. Pewarnaan eosin

1

c. Stasiun 2 1. Kongesti b. Stasiun 1 1. Nekrosis

d. Stasiun 3 1. Nekrosis

1

1

1

a

b

c

d

a. Kontrol

(38)
[image:38.595.29.484.60.781.2]

26

Gambar 15 Kerusakan sel hati ikan nila pada media uji minggu kedua Perbesaran 40 x10. Pewarnaan eosin

a

b

c

d

a. Cr 2 1. Nekrosis

1

1

2

b. Cr 3

1. Cloudy swelling (Sel hati tampak keruh)

2. Kongesti

c. Cr 4 1. Nekrosis

1

d. Cr 5

1. Cloudy swelling (Sel hati tampak keruh)

(39)
[image:39.595.89.515.50.764.2]

27

Gambar 16 Kerusakan sel hati ikan nila pada media uji minggu keempat Perbesaran 40 x10. Pewarnaan eosin

a

b

c

d

a. Cr 2

1. Cloudy swelling (Sel hati tampak keruh)

1

b. Cr 3

1. Cloudy swelling (Sel hati tampak keruh)

2. Kongesti

1

2

c. Cr 4 1. Nekrosis

1

1

(40)

28

Upaya Pengelolaan Sungai Cimanuk Lama

Keberadaan logam berat di lingkungan perairan menimbulkan dampak negatif baik secara langsung terhadap organisme akuatik maupun tidak langsung terhadap manusia. Kandungan logam berat kromium di Sungai Cimanuk Lama masih berada di bawah baku mutu perairan. Namun, kandungan logam berat kromium di daging telah melebihi baku mutu. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya pencemaran yang akan memperburuk kualitas perairan serta merugikan masyarakat yang hidup di sekitar Sungai Cimanuk Lama maka perlu dilakukan suatu pengelolaan.

Pengelolaan yang dapat dilakukan diantaranya perlu adanya monitoring limbah kromium secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai dasar dalam upaya pencegahan bila kondisi perairan semakin buruk. Selain itu perlu dilakukannya pengontrolan terhadap sumber limbah cair batik yang mengandung kromium yang masuk ke sungai agar limbah tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah penataan sistem pengolahan limbah batik yang lebih baik sehingga limbah yang dibuang ke perairan lebih aman untuk kehidupan organisme akuatik.

Berdasarkan kandungan logam berat kromium di tubuh ikan nila yang telah melampaui baku mutu, maka perlu sosialisasi kepada masyarakat dari pemerintah setempat untuk melarang masyarakat untuk mengkonsumsi langsung ikan yang berasal dari Sungai Cimanuk Lama sebelum dilakukan pretreatment terhadap ikan nila, salah satu upaya pretreatment dengan cara depurasi kromium terhadap ikan nila. Namun, apabila masyarakat telah mengkonsumsi ikan nila yang berasal dari Sungai Cimanuk Lama secara langsung tanpa dilakukan upaya pretreatment maka pemerintah perlu memberikan sosialisasi mengenai Maximum Tolerable Intake (MTI) untuk orang dewasa (60 kg bb) sebesar 499.3-1127.4 g daging minggu-1 dan anak-anak (15 kg bb) sebesar 124.8-281.8 g daging minggu-1. Hal ini guna mencegah terjadinya bioakumulasi logam berat kromium di dalam tubuh manusia, sehingga tidak akan terjadi toksisitas akut dan kronis akibat paparan logam berat kromium yang dapat dialami oleh manusia.

(41)

29

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kandungan logam Cr pada daging ikan di Sungai Cimanuk Lama dan di media uji telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan oleh FAO, sedangkan dalam air di Sungai Cimanuk Lama belum melampaui ambang batas yang telah ditentukan oleh Permen LH No. 5 Tahun 2014. Kandungan logam berat kromium di Media (Sungai dan Laboratorium) menyebabkan kerusakan jaringan dan terbentuknya deposit kromium di hati ikan nila. Nilai MTI untuk orang dewasa (60 kg bb) sebesar 499.3-1127.4 g daging minggu-1dan anak-anak (15 kg bb) sebesar 124.8-281.8 g daging minggu-1.

Saran

(42)

30

DAFTAR PUSTAKA

Agah H, Leermakers M, Elskens M, Fatemi SMR, and Baeyens W. 2009. Accumulation Of Trace Metals In The Muscles And Liver Tissues Of Five Fish Species From The Persian Gulf. Environ. Monit. Assess. 157: 499-514. Alamanda IE, Noor SH, Agung B. 2007. Penggunaan Metode hematologi dan

Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. J Biodiversitas. 8 : 34-38.

Amri K, Khairuman 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Depok. 75 hlm.

APHA (American Public Health Assosiation). 2010. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water 22th Edition. APHA.AWWA.WPOF, Washington DC.

Azhar H, Widowati I, Suprijanto J. 2012. Studi Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, Cr pada Kerang Simping (Amusium pleuronectes), Air dan Sedimen di Perairan Wedung, Demak Serta Analisis Maximum Tolerable Intake pada Manusia. Journal Of Marine Research. 1(2): 35-44.

Blasco J, Rubio JA, Forja J, Gomez-Parra A, and Establier R. 1998. Heavy Metals In Some Fishes Of The Muglidae Family From Salt-Pounds Of Codiz Bay SW Spain. Ecotox. Environ. Res. 1: 71-77.

Conell DW, Miller JG. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerjemah Yanti Koestoer. UI. Press, Jakarta. 520 p.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting & M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 305 hlm.

Darmawan ARB. 2011. Pengaruh Penggunaan Lumpur Industri Penyamakan Kulit Terhadap Penyerapan Krom pada Tanaman Sawi. Banjarbaru : Universitas Lambung Mangkurat.

Darmono. 1995. Logam: Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press, Jakarta. 140 hlm.

Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI-Press, Jakarta.

Dinas Koperasi dan Perdagangan Kabupaten Indramayu. 2014. Laporan tahunan. Indramayu. Jawa Barat.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1983. Compilation of Legal Limits for Hazardous Substances in Fish and Fishery Products. FAO Fisheries Circular No. 464: 5-100.

Fardiaz S. 1992. Polusi air dan udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Finney DJ. 1964. Statistical Method in Biological Assay. London: Charles Griffin & Company Limited.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. 499 hlm.

(43)

31 Sungai Winongo Yogyakarta. [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Hendri M, Gusti D, Jetun T. 2010. Konsentrasi Letal (LC50-48 jam) Logam Tembaga (Cu) dan Logam Kadmium (Cd) Terhadap Tingkat Mortalitas Juwana Kuda Laut (Hippocampus spp). Jurnal Penelitian Sains, 13 (1): 26-30

Huheey JE, Keiter EA, Keiter RL. 1993. Inorganic Chemistry : Principles of Structure and Reactivity. Fourth Eddition. Harper Collins College Publisher. Keputusan Gubenur DIY Nomor 28. 1998. Baku mutu limbah cair untuk industri

tekstil. (diunduh 20 April 2014). Tersedia pada http://bapedalda.go.id. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods : Theory and Practice.

Oxford: Pergamon Pr.

Kinasih I, Supriyatna A, Rusputa RN. 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides Linn) terhadap Ikan Mas ( Cyprinus carpio Linn.) sebagaiOrganisme Non-Target. J UINSGD. 7(2): 121-132. Kordi K. 2004. Penanggulangan hama dan penyakit ikan. Rineka Cipta Bina

Adiaksara. Jakarta.

Lu CF. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta, Universitas Indonesia

Oktaviatun. 2004. Akumulasi dan Depurasi Timbal pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Final Exam of Environmental Engineering. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Palar H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. 152 hlm.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Deputi Sekretariat Bidang Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia. Jakarta.

Ressang 1984. Patologi Khusus Veteriner. Denpasar : Bali Press.

Rahman A, Fina S, Utami I. 2012. Kandungan kromium (Cr) pada Gondang (Pila scutata) di Perairan Sungai Riam Kanan Kabupaten Banjar. J Bioscientiae. 9 (2): 26-39.

Rice EW, Baird RB, Eaton AD, Clesceri LS. 2012. APHA (American Public Health Association): Standard Method for The Examination of Water and Wastewater 22th ed. Washington DC (US): AWWA (American Water Works Association) andWEF (Water Environment Federation).

Sahetapy JM. 2011. Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Pengaruhnya pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Juvenil Ikan Kerapu Macan. Thesis. Pasca Sarjana IPB, Bogor

Santoso B. 1996. Budidaya Ikan Nila. Kasinius. Yogyakarta. 68 hlm.

Setiawan H. 2013. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat pada Vegetasi Mangrove di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan. J Ilmu Kehutanan. 7 (1): 12-24.

(44)

32

Shah LS. 2010. Hematological changes in Tinca tinca after exposure to lethal and Sublethal doses of Mercury, Cadmium and Lead. Iranian Journal of Fisheries Sciences, 9 (3): 434-443.

Sorensen EM. 1991. Metal poisoning in fish. CRC Press. New York. 95 – 109 pp. Squadron S, M Prearo, P Bizio, S Gavinelli, M Pellegrino, T Scanzio, S Guarise,

A Benedetto, MC Abete. 2013. Heavy Metals Distribution in Muscle, Liver, Kidney, an Gill of European Catfish (Silurus glanis) from Italian Rivers. Chemophere. 9(2): 358-365.

Takashima F. and T. Hibiya. 1995. An Atlas of Fish Histologi, Normal and pathological Features. Tokyo : Kodansyah Ltd

Vincent K. 2008. Probit Analysis. http://userwww.sfsu.edu/~efc/ classes/biol710/probit/ProbitAnalysis.pdf.

Yılmaz, S. Cemal Turan and Tahsin Toker. 2010. Uptake and distribution of

hexavalent chromium in tissues (gill, skin and muscle) of a freshwater fish Oreochromis aureus. Journal of Environmental Chemistry and Ecotoxicology. 2(3):28-33.

Yosmaniar. 2009. Toksisitas Niklosamida Terhadap Pertumbuhan, Hematologi dan Histopatologi Juvenil Ikan Mas (Cyprinus carpio). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(45)

33

LAMPIRAN

Lampiran 1 Skema prosedur pembuatan preparat histologis

Larutan Waktu BNF

Alkohol 70 %

Alkohol 80 %

Alkohol 90 %

Alkohol Absolut

Xylol I, II, dan III

Parafin I dan II

Parafin III

Penanaman dalam blok parafin

Pemotongan dengan mikrotom (5 mikron)

Masing-masing 30 menit

Masing-masing 30 menit

Masing-masing 30 menit 24 jam

24 jam 24 jam 24 jam

(46)

34

Lampiran 2 Skema pewarnaan deposit logam berat

Larutan Waktu

Eosin +

Deionized water +

Alkohol absolut

Alkohol 95 %

Alkohol absolut I

Alkohol absolut II

Xylol

Penutupan dengan gelas penutup

2 jam

5 detik

5 detik 1 detik

Gambar

Gambar 1  Skema perumusan masalah
Gambar 2  Stasiun pengambilan contoh
Gambar 3  Batas maksimum konsumsi ikan nila di Sungai Cimanuk Lama
Tabel 4  Parameter fisika dan kimia media uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studi potensi bakteri saluran pencernaan ikan nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai kandidat probiotik berbasis enzim bertujuan untuk memperoleh bakteri dari organ

Pengaruh kromium dengan konsentrasi 59,94 ppm menyebabkan kerusakan mikroanatomi hati ikan nila berupa melano macrophages center (MMC), seperti yang terlihat pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kromium terhadap tingkah laku dan kadar albumin daging pada ikan nila ( Oreochromis niloticus ) dan mengetahui mulai

Pengaruh kadar subletal phosphainidon terhadap gam- baran kerusakan jaringan telah dipelajari pada ikan nila (Oreochromis niloticzrs Trew.) di Laboratorium Satwa Aku-

Sebagai Immunostimulan Pada Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)” adalah asli karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perendaman larva ikan nila Oreochromis niloticus (L) dalam media pemeliharaan yang mengandung beberapa dosis madu sumbawa

Studi potensi bakteri saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai kandidat probiotik berbasis enzim bertujuan untuk memperoleh bakteri dari organ

Pemeriksaan Ektoparasit Pada Benih Ikan Nila Pemeriksaan ektoparasit pada benih ikan nila Oreochromis niloticus meliputi organ luar, yaitu insang dan kulit Kabata, 1985.Pemeriksaan