ANALISIS KOORDINASI PROTEKSI RELAI ARUS LEBIH PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DI PT. PERTAMINA
(PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP
TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh:
MUHAMMAD IKHFAN SYAFI’I 20130120045
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ANALISIS KOORDINASI PROTEKSI RELAI ARUS LEBIH PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DI PT. PERTAMINA
(PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP
TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh:
MUHAMMAD IKHFAN SYAFI’I 20130120045
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 21 Desember 2016 Penulis,
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih pada
Sistem Distribusi Tenaga Listrik di PT. Pertamina (Persero) Refenery Unit IV
Cilacap”.
Penulisan Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam jenjang perkuliahan Strata 1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, saran dan kerjasama dari berbagai pihak, khususnya pembimbing, maka segala hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini tentunya tidak lepas dari kekurangan. Semua ini didasarkan pada keterbatasan yang ada pada penulis. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan pendidikan dimasa yang akan datang.
Penulisan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga
segala usaha penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir dapat berjalan dengan baik.
2. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang tak pernah henti dalam memberikan
dukungan baik berupa moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Strata 1 dengan tanpa ada kendala yang berarti.
3. Kakak dan semua saudara yang selalu memberi dorongan dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan tepat waktu.
4. Bapak Dr. Ramadani Syahputra selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak
penulis dapat menyelesaikan berbagai macam kendala yang penulis hadapi selama proses pembuatan Tugas Akhir.
5. PT. Pertamina (Persero) RefeneryUnit IV Cilacap yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk dapat melakukan penelitian di unit utilities,
sehingga penulis dapat mengolah data hasil penelitian menjadi bahan analisis pada Tugas Akhir ini.
6. Seluruh dosen dan staff laboratorium Teknik Elektro Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang bermanfaat dan juga telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir dengan tepat waktu.
7. Seluruh Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Fakultas
Teknik, seluruh teman-teman dari Teknik Elektro 2013 pada umumnya dan seluruh teman-teman dari Teknik Elektro 2013 kelas A pada khususnya yang telah memberikan dorongan semangat dan motifasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan penuh percaya diri.
8. Berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan serta berbagi
pengalaman pada proses penyusunan skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dapat menjadi amal sholeh serta senantiasa mendapat ridho Allah SWT. Sehingga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pendidikan khususnya di bidang Teknik Elektro.
Yogyakarta, 21 Desember 2016
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Batasan Masalah ... 1.4 Tujuan ... 1.5 Manfaat Penelitian ... 1.6 Sistematika Penelitian ... BAB II ... 2.1 Tinjauan Pustaka ... 2.2 Landasan Teori ... 2.2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik ... 2.2.2 Sistem Proteksi Tenaga Listrik ... 2.2.3 Hubung Singkat ... 2.2.4 Sumber Arus Gangguan ... 2.2.5 Relai Arus Lebih (OCR) ... BAB III ... 3.1 Metode Penelitian ... 3.2 Perangkat Penelitian ... 3.3 Langkah – Langkah Kerja Peneltian ... BAB IV ... 4.1 Unjuk Kerja Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Jaringan Distribusi Tenaga
4.1.3 Data Setting Relai Arus Lebih ... 4.1.4 Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Berdasarkan Data Lapangan ... 4.2 Resetting Koordinasi Relai Arus Lebih Menggunakan Perhitungan Manual ... 4.2.1 Perhitungan Impedansi ... 4.2.2 Perhitungan Arus Hubung Singkat ... 4.2.3 Perhitungan Arus Beban Penuh (FLA) ... 4.2.4 Perhitungan Resetting Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih berdasarkan
perhitungan manual ... 4.2.5 Unjuk Kerja Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Hasil Resetting Menggunakan Perhitungan Manual ... 4.3 Resetting Koordinasi Relai Arus Lebih Menggunakan Data Arus Hubung Singkat Hasil dari Simulasi Software ETAP ... 4.3.1 Data Arus Hubung Singkat Hasil Simulasi Software ETAP ... 4.3.2 Selisih Antara Arus Hubung Singkat Hasil Perhitungan Manual Dengan Arus
Hubung Singkat Hasil Simulasi Software ETAP ... 4.3.3 Perhitungan Resetting Koordinasi Relai Arus Lebih Berdasarkan Data Arus
Hubung Singkat Hasil Simulasi Software ETAP ... 4.3.4 Unjuk Kerja Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Hasil Resetting Menggunakan Perhitungan Manual ... 4.4 Analisis Perbandingan dari Masing-Masing Settingan Koordinasi Proteksi Relai
Arus Lebih ... 4.4.1 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 1
... 4.4.2 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 2
... 4.4.3 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 3
... 4.4.4 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 4
... 4.4.5 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 5
... 4.4.6 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 6
... 4.4.7 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 7
... 4.4.8 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 8
4.4.9 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 9 ... 4.4.10 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 10
... 4.4.11 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 11
... 4.4.12 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 12
... 4.4.13 Perbandingan Settingan Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih Zona Proteksi 13
... 4.4.14 Perbandingan Selisih Waktu Kerja Relai Pada Setiap Zona Proteksi Ketika
Terjadi Gangguan Hubung Singkat ... BAB V ... 5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prinsip Kerja Trafo Arus ... Gambar 2.2 Prinsip Kerja Trafo Tegangan ... Gambar 2.3 Model Air Circuit ... Gambar 2.4 Model Vacum Circuit Breaker... Gambar 2.5 Model Gas Circuit Breaker ... Gambar 2.6 Model Oil Circuit Breaker ... Gambar 2.7 Model Sekring ... Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat Tiga Fasa ... Gambar 2.9 Hubungan Jala-Jala Urutan untuk Hubung Singkat Tiga Fasa ... Gambar 2.10 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ... Gambar 2.11 Hubungan Jala-Jala Urutan untuk Hubung Singkat Dua Fasa... Gambar 2.12 Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah... Gambar 2.13 Hubungan Jala-Jala Urutan untuk Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah ... Gambar 2.14 Kontribusi Arus Hubung Singkat ... Gambar 2.15 Karakteristik Relai Arus Lebih Sesaat ... Gambar 2.16 Karakteristik Relai Arus Lebih Waktu Tertentu ... Gambar 2.17 Karakteristik Relai Arus Lebih Waktu Terbalik ... Gambar 2.18 Rangkaian Pengawatan Relai Arus Lebih (OCR) ...
Gambar 3.7 Fungsi Star View ... 48
Gambar 4. 1 Single Line Diagram Proteksi Relai Arus Lebih ... 51
Gambar 4.2 Single Line Zona Proteksi 1 ... 57
Gambar 4.3 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 1 ... 57
Gambar 4.4 Single Line Zona Proteksi 2 ... 58
Gambar 4.5 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 2 ... 59
Gambar 4.6 Single Line Zona Proteksi 3 ... 60
Gambar 4.7 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi ... 60
Gambar 4.8 Single Line Zona Proteksi 4 ... 61
Gambar 4.9 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 4 ... 61
Gambar 4.10 Single Line Zona Proteksi 5 ... 62
Gambar 4.11 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 5 ... 62
Gambar 4.12 Single Line Zona Proteksi 6 ... 63
Gambar 4.13 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 6 ... 64
Gambar 4.14 Single Line Zona Proteksi 7 ... 65
Gambar 4.15 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 7 ... 65
Gambar 4. 16 Single Line Zona Proteksi 8 ... 66
Gambar 4. 17 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 8 ... 67
Gambar 4. 18 Single Line Zona Proteksi 9 ... 68
Gambar 4. 19 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 9 ... 68
Gambar 4. 20 Single Line Zona Proteksi 10 ... 69
Gambar 4. 21 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 10 ... 69
Gambar 4. 22 Single Line Zona Proteksi 11 ... 70
Gambar 4. 23 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 11 ... 71
Gambar 4. 24 Single Line Zona Proteksi 12 ... 72
Gambar 4. 25 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 12 ... 72
Gambar 4. 26 Single Line Zona Proteksi 13 ... 74
Gambar 4. 27 Simulasi Koordinasi Zona Proteksi 13 ... 74
Gambar 4. 29 Single Line Diagram Impedansi Gangguan Hubung Singkat di level tegangan 13,8 kV ... 85 Gambar 4. 30 Single Line Diagram Impedansi Gangguan Hubung Singkat di
level tegangan 3,45 kV ... 85 Gambar 4. 31 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 1 ... 86 Gambar 4. 32 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 87 Gambar 4. 33 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 2 ... 88 Gambar 4. 34 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 88 Gambar 4. 35 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 3 ... 90 Gambar 4. 36 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 90 Gambar 4. 37 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 4 ... 92 Gambar 4. 38 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 92 Gambar 4. 39 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 5 ... 94 Gambar 4. 40 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 94 Gambar 4. 41 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 6 ... 96 Gambar 4. 42 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 96 Gambar 4. 43 Ilustrasi gangguan hubung singkat 7 ... 98 Gambar 4. 44 Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 98 Gambar 4. 45 Ilustrasi gangguan hubung singkat 8 ... 100 Gambar 4. 46 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Disederhanakan ... 100 Gambar 4. 47 Ilustrasi gangguan hubung singkat 9 ... 102 Gambar 4. 48 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah
Gambar 4. 49 Ilustrasi Gangguan Hubung Singkat 10 ... 104
Gambar 4. 50 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah Disederhanakan ... 104
Gambar 4. 51 Ilustrasi gangguan hubung singkat 11 ... 106
Gambar 4. 52 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah Disederhanakan ... 106
Gambar 4. 53 Ilustrasi gangguan hubung singkat 12 ... 108
Gambar 4. 54 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah Disederhanakan ... 108
Gambar 4. 55 Ilustrasi gangguan hubung singkat 13 ... 110
Gambar 4. 56 (a) Rangkaian Ekivalen Satu Fasa (b) Rangkaian yang Sudah Disederhanakan ... 110
Gambar 4. 57 Skema Perhitungan FLA ... 112
Gambar 4. 58 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 1 ... 129
Gambar 4. 59 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 2 ... 129
Gambar 4. 60 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 3 ... 130
Gambar 4. 61 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 4 ... 130
Gambar 4. 62 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 5 ... 130
Gambar 4. 63 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 6 ... 131
Gambar 4. 64 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 7 ... 131
Gambar 4. 65 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 8 ... 131
Gambar 4. 66 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 9 ... 132
Gambar 4. 67 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 10 ... 132
Gambar 4. 68 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 11 ... 132
Gambar 4. 69 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 12 ... 133
Gambar 4. 70 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 13 ... 133
Gambar 4. 71 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 1 ... 153
Gambar 4. 72 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 2 ... 153
Gambar 4. 73 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 3 ... 154
Gambar 4. 74 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 4 ... 154
Gambar 4. 76 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 6 ... 155
Gambar 4. 77 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 7 ... 155
Gambar 4. 78 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 8 ... 155
Gambar 4. 79 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 9 ... 156
Gambar 4. 80 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 10 ... 156
Gambar 4. 81 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 11 ... 156
Gambar 4. 82 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 12 ... 157
Gambar 4. 83 Simulasi Resetting Koordinasi Zona Proteksi 13 ... 157
Gambar 4. 84 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 163
Gambar 4. 85 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 164
Gambar 4. 86 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 164
Gambar 4. 87 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 166
Gambar 4. 88 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 167
Gambar 4. 89 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 167
Gambar 4. 90 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 169
Gambar 4. 91 Grafik TCC Resetting Perhitungan ManuaL ... 170
Gambar 4. 92 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 170
Gambar 4. 93 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 172
Gambar 4. 94 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 172
Gambar 4. 95 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 173
Gambar 4. 96 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 174
Gambar 4. 97 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 175
Gambar 4. 98 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 175
Gambar 4. 99 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 177
Gambar 4. 100 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 178
Gambar 4. 101 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 178
Gambar 4. 102 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 180
Gambar 4. 103 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 181
Gambar 4. 104 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 181
Gambar 4. 105 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 184
Gambar 4. 107 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 185
Gambar 4. 108 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 186
Gambar 4. 109 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 187
Gambar 4. 110 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 187
Gambar 4. 111 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 189
Gambar 4. 112 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 190
Gambar 4. 113 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 190
Gambar 4. 114 Grafik TCC Setting di Lapangan ... 192
Gambar 4. 115 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 193
Gambar 4. 116 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 193
Gambar 4. 117 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 195
Gambar 4. 118 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 196
Gambar 4. 119 Grafik TCC Resetting Data Hasil Simulasi ETAP ... 196
Gambar 4. 120 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 198
Gambar 4. 121 Grafik TCC Resetting Perhitungan Manual ... 199
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat (Sidabutar, 2010) ... 22 Tabel 2.2 Karakteristik Relai sesuai standar ANSI/IEEE dan IEC ... 38
Tabel 4. 1 Data Arus Gangguan Hubung Singkat Hasil Simulasi Software ETAP ... 135 Tabel 4. 2 Selisih Antara Arus Hubung Singkat 3 Fasa ½ Cycle Hasil Perhitungan Manual dan Arus Hubung Singkat 3 ½ Cycle Fasa Hasil Simulasi Software ETAP ... 136 Tabel 4. 3 Selisih Antara Arus Hubung Singkat 2 Fasa 30 Cycle Hasil
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
ANALISIS KOORDINASI PROTEKSI RELAI ARUS LEBIH PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DI PT. PERTAMINA
(PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP
Disusun Oleh: Muhammad Ikhfan Syafi’i
20130120045
Telah Diperiksa dan Disetujui
Dosen Pembimbing I
Dr. Ramadoni Syahputra, S.T., M.T. NIK. 19741010201010123056
Dosen Pembimbing II
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang menangani kebutuhan bahan bakar dan gas bumi di Indonesia. PT. Pertamina (Persero) saat ini memiliki 6 unit pengolahan aktif yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Unit-unit pengolahan tersebut bertanggung jawab mengolah minyak mentah menjadi produk bahan bakar dan gas bumi yang selanjutnya diserahkan kepada unit pemasaran untuk didistribusikan di dalam maupun luar negeri. PT. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap atau biasa disebut dengan PT. Pertamina
(Persero) RU IV Cilacap adalah salah satu unit pengolahan yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero). PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap adalah unit pengolahan terbesar yang menghasilkan bahan bakar sebanyak 348.000 barel/hari. PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar dan gas bumi di dareah Jawa dan Bali.
PT. Pertamina RU IV Cilacap dituntut untuk selalu menjaga kualitas dan kontinuitas produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dan gas bumi yang semakin meningkat. Kualitas dan kontinuitas bahan bakar dan gas bumi yang diproduksi PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap sangat bergantung dengan pasokan energi listrik yang dihasilkan oleh unit penyediaan energi listrik. Jika unit penyediaan energi listrik dapat mempertahankan kualitas dan kontinuitas energi listrik yang dihasilkan, maka unit pengolahan juga akan menghasilkan kualitas dan kontinuitas produk yang baik. Oleh sebab itu, unit penyediaan energi listrik adalah salah satu unit penting yang selalu dijaga keandalannya.
PT. Pertamina RU IV Cilacap memiliki enam kilang yang dibagi menjadi dua unit penyediaan energi listrik. Unit penyediaan energi listrik pertama menyuplai energi listrik untuk kilang lama, kilang baru, kilang paraxylene, kilang debotlenecking, dan kilang Sulfur Recovery Unit. Unit penyediaan energi listrik
Sedangkan untuk unit penyediaan energi listrik kedua hanya dikhususkan menyuplai energi listrik untuk kilang Residue Fuel Catalytic Cracking (RFCC).
Unit penyediaan energi listrik kedua memiliki 3 buah generator dengan total pembangkitan sebesar 45 MW. Kedua unit penyediaan energi listrik tersebut dituntut untuk tetap andal dalam pendistribusian tenaga listrik ke masing-masing kilang.
Keandalan dalam pendistribusian tenaga listrik di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap terkadang mengalami kendala yang disebabkan oleh gangguan hubung singkat. Hubung singkat dapat menyebabkan proses produksi di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap terganggu dan dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan penunjang produksi. Untuk meminimalisir kerusakan yang disebabkan gangguan hubung singkat digunakan relai arus lebih. Namun pemasangan relai arus lebih terkadang justru membuat proses produksi menjadi terganggu. Hal ini disebabkan karena relai arus lebih tidak bekerja sesuai dengan semestinya. Kendala yang terkadang terjadi adalah relai arus lebih pada suatu zona proteksi mengisyaratkan circuit breaker untuk melakukan trip yang diakibatkan
gangguan yang terjadi di luar zona proteksi tersebut tanpa terjadi koordinasi dengan relai yang terpasang pada daerah yang terjadi gangguan. Kondisi tersebut membuat dampak gangguan menjadi meluas dan mengganggu kualitas dan kontinuitas produk bahan bakar dan gas bumi yang dihasilkan PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis berusaha untuk menulis tugas akhir dengan judul “Analisis Koordinasi Proteksi Relai Arus Lebih pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.”
1.2 Rumusan Masalah
Berikut adalah rumusan masalah yang akan menjadi bahasan dalam penelitian tugas akhir ini:
1. Bagaimana unjuk kerja dari koordinasi proteksi relai arus lebih yang terpasang pada PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap khususnya pada jaringan distribusi tenaga listrik 150SS1 pembangkitan generator 152-G-501A kilang RFCC?
2. Bagaimana hasil perhitungan arus hubung singkat pada jaringan distribusi tenaga listrik 150SS1 pembangkitan generator 152-G-501A kilang RFCC sebagai parameter yang digunakan untuk setting relai?
3. Bagaimana hasil resetting koordinasi proteksi relai arus lebih
menggunakan perhitungan manual dan resetting koordinasi proteksi relai
arus lebih menggunakan data arus hubung singkat hasil simulasi software
ETAP 12.6?
4. Bagaimana perbandingan dari koordinasi proteksi relai arus lebih hasil perhitungan manual dan perhitungan menggunakan software ETAP 12.6
dengan koordinasi proteksi relai arus lebih yang terpasang di lapangan?
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui unjuk kerja dari koordinasi proteksi relai arus lebih yang terpasang pada PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap, khususnya pada jaringan distribusi tenaga listrik 150SS1 pembangkitan generator 152-G-501A kilang RFCC.
2. Mendapatkan perhitungan arus gangguan hubung singkat pada jaringan distribusi tenaga listrik 150SS1 pembangkitan generator 152-G-501A kilang RFCC sebagai parameter yang digunakan untuk setting relai. 3. Mengetahui hasil resetting koordinasi proteksi relai arus lebih
menggunakan perhitungan manual dan resetting koordinasi proteksi relai
arus lebih menggunakan data arus hubung singkat hasil simulasi software
ETAP 12.6.
4. Mendapatkan perbandingan koordinasi proteksi relai arus lebih hasil perhitungan manual dan perhitungan menggunakan software ETAP 12.6
dengan koordinasi proteksi relai arus lebih yang terpasang di lapangan.
1.5 Manfaat Penelitian
Ada bebarapa manfaat dari penulisan tugas akhir ini yaitu sebagai berikut: 1. Sebagai masukan untuk PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dalam melakukan setting relai arus lebih agar tercipta koordinasi proteksi relai arus lebih yang lebih baik.
2. Sebagai landasan dalam studi bidang koordinasi proteksi sistem tenaga listrik .
3. Menambah kepustakaan ketenagalistrikan tentang koordinasi proteksi sistem tenaga listrik pada distribusi tenaga listrik di Industri.
1.6 Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan dalam penulisan dan pembahasan studi kasus, maka penulis menyusun laporan tugas akhir dalam 5 bab berdasarkan sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan berisi mengenai latar belakang, tujuan penulisan, perumusan masalah, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Tinjuan pustaka berisi mengenai landasan teori yang mendukung penulisan dari pustaka-pustaka yang telah dipublikasikan.
BAB III : Metode Penelitian
Metode penelitian berisi mengenai metode dalam melakukan studi literatur, pengambilan data, alat dan bahan penelitian, analisis terhadap data yang diperoleh.
BAB IV : Analisis dan Pembahasan
Berisi analisis serta pembahasan terhadap masalah yang diajukan dalam tugas akhir.
BAB V : Penutup
Berisi mengenai kesimpulan dan saran-saran dari studi kasus yang telah dilakukan.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Rujukan Penelitian Yang Pernah Dilakukan untuk mendukung penulisan tugas akhir ini antara lain:
(Hardiansyah, 2016) melakukan penelitian mengenai Analisis Koordinasi
Proteksi Pada Sistem Distribusi Radial. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa prinsip kerja relai arus lebih akan bekerja apabila relai tersebut merasakan besar arus yang melebihi setting arus dari relai tersebut, maka dari itu relai akan bekerja dengan memerintahkan CB untuk trip.
(Afandi, 2009) melakukan penelitian mengenai Analisis Setting Relai Arus Lebih dan Relai Gangguan Tanah Pada Penyulang Sadewa di GI Cawang. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa besarnya arus hubung singkat dipengaruhi oleh jarak titik gangguan, semakin jauh jarak titik gangguan maka semakin kecil arus gangguan hubung singkatnya, begitu pula sebaliknya.
(Sidabutar, 2010) melakukan penelitian mengenai Analisis Hubung
Singkat dan Motor Starting dengan Menggunakan ETAP Power Station 4.0.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi tenaga listrik adalah bagian dari sistem perlengkapan elektrik antara sumber daya besar (bulk power source, BPS) dan peralatan hubung
pelanggan (customers service switches). Sistem distribusi tenaga listrik dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Sistem Distribusi Primer
Sistem distribusi primer adalah bagian dari sistem perlengakapan elektrik antara gardu induk distribusi dan transformator distribusi, atau biasanya disebut “sistem primer”. Dalam rangkainnya, sistem primer dikenal sebagai penyulang primer atau penyulang distribusi primer.
2. Sistem distribusi sekunder
Sistem distribusi sekunder adalah bagian dari sistem perlengkapan elektrik antara sistem distribusi primer dan beban. Sistem distribusi sekunder biasa disebut sistem sekunder. Sistem distribusi sekunder meliputi transformator distribusi yang berfungsi sebagai penurun tegangan (step-down).
(Syahputra: Transmisi Distribusi, 2005).
2.2.2 Sistem Proteksi Tenaga Listrik
2.2.2.1 Pengertian Sistem Proteksi Tenaga Listrik
2.2.2.2 Tujuan Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Berikut adalah tujuan dari sistem proteksi tenaga listrik:
1. Untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat gangguan pada peralatan yang terganggu atau peralatan yang dilalui oleh arus gangguan. 2. Untuk melokalisir (mengisolir) daerah gangguan menjadi sekecil
mungkin.
3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen.
4. Meminimalisir bahaya bagi manusia.
2.2.2.3 Persyaratan Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Sistem proteksi tenaga listrik yang baik adalah sistem proteksi yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Kepekaan (Sensitivity)
Sensitivitas adalah istilah yang sering dikaitkan dengan harga besaran penggerak minimum, seperti level arus minimum, tegangan, daya dan besaran lain dimana relai atau skema proteksi masih dapat bekerja dengan baik.
Pada prinsipnya relai arus lebih harus cukup peka sehingga dapat mendeteksi gangguan di daerah proteksinya, termasuk daerah proteksi cadangan jauhnya. Untuk relai arus lebih yang memiliki tugas tambahan sebagai relai cadangan jauh untuk daerah proteksi lain, relai tersebut harus dapat mendeteksi arus gangguan hubung singkat dua fasa yang terjadi pada ujung jaringan daerah proteksi lain dalam kondisi pembangkitan minimum.
b. Keandalan (Reliability)
Suatu sistem proteksi dapat dikatakan andal jika selalu berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Sistem proteksi disebut tidak andal bila gagal bekerja pada saat dibutuhkan dan bekerja pada saat proteksi itu tidak seharusnya bekerja. Keandalan relai dikatakan baik bila mempunyai harga 90-99 %.
Keandalan relai = % ... (2.1) Dimana :
x = Jumlah gangguan yang terjadi pada jaringan, y = Jumlah relai bekerja ketika terjadi gangguaan.
(Alawiy: Proteksi Sistem Tenaga Listrik Seri Relay Elektromagnetis, 2006).
Ada 3 aspek keandalan yang harus dipenuhi dalam sistem proteksi, aspek keandalan tersebut adalah :
a. Dependability
Dependabilty adalah tingkat kepastian dari kemampuan suatu pengaman dalam
bekerja. Pada prinsipnya pengaman tidak diperbolehkan gagal dalam bekerja ketika terjadi gangguan.
b. Security
Security adalah tingkat kepastian pengaman untuk tidak mengalami kesalahan
dalam bekerja. Salah bekerja adalah kondisi dimana pengaman bekerja pada kondisi yang tidak seharusnya untuk bekerja, misalnya bekerja ketika terjadi gangguan di luar daerah proteksinya, bekerja ketika tidak terjadi gangguan sama sekali, bekerja terlalu cepat, dan bekerja terlalu lambat.
c. Availability
Availabity adalah perbandingan antara waktu pada saat pengaman dalam
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi keandalan sistem proteksi tenaga listrik, yaitu sebagai berikut:
a. Perancangan
Desain atau perancangan sistem proteksi adalah tahapan atau proses yang sangat penting dalam menentukan baik tidaknya suatu sistem proteksi. Pada waktu perancangan, sistem proteksi harus dapat dipastikan bahwa sistem proteksi bekerja sesuai parameter operasi dan konfigurasi jaringan yang telah ditetapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada waktu perancangan sistem proteksi adalah semua parameter sistem tenaga, karakteristik sumber daya, sistem pentanahan, jenis-jenis gangguan, metode operasi dan jenis prangkat proteksi yang akan digunakan.
b. Setelan Relai
Setelan relai (arus dan waktu) juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penerapan sistem proteksi tenaga listrik. Seorang teknisi sistem proteksi tenaga listrik harus mampu menentukan setelan yang tepat terhadap setiap relai proteksi sesuai dengan daerah proteksinya dan mampu memperhitungkan semua parameter sistem tenaga, seperti level arus gangguan, beban normal, dan berbagai parameter lain yang dibutuhkan sistem kinerja dinamis. Secara periodik relai proteksi harus ditinjau secara berkala dan ditata ulang mengikuti perkembangan sistem sehingga proteksi senantiasa siap kerja sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
c. Instalasi
Instalasi sistem proteksi harus dilakukan secara benar dan rapi mengikuti prosedur instalasi sesuai standar instalasi yang berlaku. Instalasi harus dibuat dengan menggunakan gambar dan diagram yang menunjukan setiap fungsi
wiring, sehingga operator tidak mengalami kesulitan pada waktu pengetesan
(commissioning) dan pemeliharaan. Instalasi sistem proteksi harus dipastikan
bahwa wiring dalam kondisi benar dan dipastikan bahwa alat proteksi yang
d. Pengetesan
Pengetesan sistem proteksi harus dilakukan secara lengkap mencakup semua aspek skema proteksi khususnya sebelum jaringan sistem tenaga dioperasikan. Pengetesan harus dilakukan pada kondisi yang mirip dan mendekati keadaan sebenarnya pada jaringan yang akan diproteksi. Pengetesan meliputi relai, trafo arus, trafo tegangan, dan semua perangkat penunjang lain yang menjadi komponen proteksi sistem tenaga listrik.
e. Pemburukan
Seiring perjalanan waktu, peralatan proteksi mengalami penurunan kinerja yang disebabkan periode waktu kerja peralatan proteksi yang dapat berlangsung dalam waktu tahunan. Oleh karena itu peralatan proteksi selama periode tersebut bisa mengalami kerusakan yang tidak terdeteksi. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pengetesan secara periodik untuk mengantisipasi kegagalan kerja yang disebabkan oleh kerusakan yang tidak terdeteksi.
f. Kinerja Proteksi
Kinerja sistem proteksi perlu dinilai secara statistik dan dilakukan secara periodik. Gangguan pada sistem tenaga listrik yang mungkin terjadi harus diklasifikasikan. Klasifikasi gangguan digunakan sebagai parameter dalam penentuan setting peralatan proteksi, sehingga diharapkan kinerja proteksi dapat bekerja dengan baik dan benar.
(Pandjaitan: Praktik-Praktik Proteksi Sistem Tenaga Listrik, 2012)
c. Kecepatan (Speed)
Fungsi dari kecepatan pada sistem proteksi tenaga listrik adalah sebagai berikut:
a. Menghindari kerusakan secara thermis pada peralatan yang dilalui arus gangguan serta membatasi kerusakan pada alat yang terganggu.
b. Mempertahankan kestabilan sistem.
c. Membatasi ionasi (busur api) pada gangguan disaluran udara yang akan memperbesar kemungkinan berhasilnya penutup balik PMT (reclosing) dan
mempersingkat dead time (interval waktu antara buka dan tutup).
d. Selektifitas dan Diskriminatif
Selektif adalah kemampuan sistem proteksi untuk dapat memisahkan daerah yang terganggu sekecil mungkin, yaitu daerah yang hanya terjadi gangguan saja. Diskriminatif berarti suatu sistem proteksi harus mampu membedakan antara kondisi normal dan kondisi abnormal. Ataupun membedakan apakah kondisi abnormal tersebut terjadi di dalam atau di luar daerah proteksinya. Dengan demikian, segala tindakannya akan tepat dan akibatnya gangguan dapat diminimalisir menjadi sekecil mungkin. Selektifitas dan diskriminatif pada suatu sistem proteksi dapat tercapai dengan mengatur peningkatan waktu (time grading),
peningkatan setting arus (current grading), atau gabungan dari keduanya. Selain
itu, selektifitas dan diskriminatif dapat tercapai dengan melakukan pemilihan karakteristik relai yang tepat, spesifikasi trafo arus yang benar, serta penentuan setting relai yang terkoordinasi dengan baik.
e. Ekonomis
2.2.2.4 Peralatan Proteksi Sistem Tenaga Listrik
Peralatan yang dibutuhkan dalam proteksi sistem tenaga listrik adalah sebagai berikut:
1. Trafo Arus (Current Transformer / CT)
Trafo arus adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi menurunkan arus yang besar menjadi arus dengan ukuran yang lebih kecil. Trafo arus di gunakan karena dalam pengukuran arus pada sistem tenaga listrik tidak mungkin di lakukan langsung pada arus beban atau arus gangguan, hal ini di sebabkan arus sangat besar dan bertegangan sangat tinggi. Karakteristik trafo arus di tandai oleh current transformer ratio (CT) yang merupakan perbandingan antara arus yang di lewatkan
oleh sisi primer dengan arus yang di lewatkan oleh sisi sekunder.
Gambar 2.1 Prinsip Kerja Trafo Arus
2. Trafo Tegangan (Potential Transformer / PT)
Potensial Transformer adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi menurunkan tegangan yang tinggi menjadi tegangan yang lebih rendah. Trafo tegangan dapat memungkinkan relai dapat mendeteksi tegangan yang sangat tinggi tanpa merusak komponen dari relai itu sendiri. Trafo ini juga memiliki angka perbandingan lilitan/tegangan primer dan sekunder yang menunjukkan kelasnya.
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Trafo Tegangan
Prinsip kerja trafo tegangan ditunjukan gambar 2.2. Trafo tegangan bekerja berdasarkan prinsip elektromagnetik. Jika pada kumparan primer mengalir arus Ip, maka pada kumparan primer timbul gaya gerak magnet. Gaya gerak magnet ini memproduksi fluks pada inti, kemudian membangkitkan gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan sekunder. Jika terminal kumparan sekunder tertutup, maka pada kumparan sekunder mengalir arus Is, arus ini menimbulkan gaya gerak magnet pada kumparan sekunder.
3. Relai Proteksi
a. Merasakan adanya gangguan pada jaringan sistem tenaga listrik. b. Mengukur besarnya gangguan yang terjadi pada sistem jaringan.
c. Memerintahkan pemutus tenaga (PMT) untuk membuka agar gangguan
tidak semakin meluas.
Relai proteksi yang terpasang pada sistem tenaga listrik, diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu:
a. Berdasarkan prinsip kerjanya: 1. Relai elektromagnetik
Relai elektromagnetik adalah jenis relai yang mengunakan gaya elektromagnetik untuk membuka atau menutup switch. Bila suatu kumparan diberi listrik maka akan timbul gaya elektromagnetik yang akan menarik armatur sehingga terjadi kontak dengan switch.
2. Relai thermis
Relai thermis adalah jenis relai yang menggunakan energi panas untuk membuka atau menutup switch.
3. Relai Mikroprosesor
Relai mikroprosesor adalah jenis relai yang menggunakan mikroprosesor untuk membuka atau menutup switch.
b. Berdasarkan fungsinya:
1. Relai arus lebih (Overcurrent Relai)
Relai arus lebih adalah relai yang bekerja terhadap arus lebih. Relai arus lebih akan bekerja apabila arus yang mengalir pada sistem melebihi nilai arus yang disetting pada relai arus lebih.
2. Relai tegangan jatuh (Undervoltage Relai)
Relai tegangan jatuh adalah relai yang bekerja terhadap tegangan jatuh. Relai tegangan jatuh akan bekerja apabila tegangan yang ada pada sistem kurang dari tegangan yang disetting pada relai tegangan jatuh.
3. Relai jarak (Distance Relai)
impedansi pada sistem lebih kecil dari nilai impedansi yang disetting pada relai jarak, maka relai jarak akan bekerja.
4. Relai frekuensi jatuh (Underfrequency Relai)
Relai frekuensi jatuh adalah relai yang bekerja terhadap frekuensi jatuh. Relai frekuensi jatuh akan bekerja apabila frekuensi yang ada pada sistem kurang dari frekuensi yang disetting pada relai frekuensi jatuh
5. Relai Arah (Directional Relai)
Relai arah adalah relai yang digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan hubung singkat pada sistem yang mempunyai sumber lebih dari satu dan mempunyai jaring yang membentuk loop.
3. Circuit Breaker (CB)
Circuit Breaker (CB) adalah salah satu peralatan pemutus daya yang
berguna untuk memutuskan dan menghubungkan rangkaian listrik dalam kondisi terhubung ke beban secara langsung dan aman, baik pada kondisi normal maupun saat terdapat gangguan.
Berikut ini adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu peralatan untuk menjadi pemutus daya :
a. Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara kontinu.
b. Mampu memutuskan atau menutup jaringan dalam keadaan berbeban ataupun
dalam keadaan hubung singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada pemutus daya itu sendiri.
c. Mampu memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan tinggi.
Klasifikasi Circuit Breaker berdasarkan prinsip kerja adalah sebagai
berikut :
a. CB Thermal
Prinsip kerja CB thermal adalah saat terjadi arus berlebih, temperatur bimetal
b. CB Magnetic
Prinsip kerja dari CB Magnetic adalah saat arus mengalir dituas kontak akan
timbul magnet pada tuas tersebut. Namun pada keadaan normal kuat medan magnet masih lemah. Pada saat terjadi arus lebih, medan magnet menguat dan menarik tuas penghubung terminal sehingga hubungan antar terminal terputus. c. CB Solid State atau Electronic
Prinsip kerja dari CB Solid State atau Electronic saat terjadi arus berlebih
adalah mengandalkan trafo arus. CB akan mendeteksi arus yang dialirkan dari sisi sekunder trafo arus. Mikroprosesor akan mengevaluasi berdasarkan karakteristik yang telah disetting. Output dari mikroprosesor akan mengirim
arus ke koil. Koil akan menghasilkan medan magnet yang kemudian menarik tuas penghubung terminal sehingga hubungan antar terminal terputus.
Klasifikasi Circuit Breaker berdasarkan media pemutus listrik / pemadam
bunga api adalah sebagai berikut: a. Air Circuit Breaker (ACB)
Air Circuit Breaker adalah circuit breaker yang memadamkan busur api
menggunakan media udara. ACB tergolong sebagai circuit breaker thermal.
ACB digunakan untuk memutus arus hingga 40 kA dan digunakan pada rangkaian hingga tengangan 765 kV.
b. Vacum Circuit Breaker (VCB)
Vacum Circuit Breaker (VCB) adalah circuit breaker yang memadamkan
busur api menggunakan media berupa vakum. VCB tergolong circuit breaker
thermal. VCB digunakan untuk memutus rangkaian bertegangan hingga 38 kV.
Gambar 2.4 Model Vacum Circuit Breaker
c. Gas Circuit Breaker (GCB)
Gas Circuit Breaker (GCB) adalah circuit breaker yang memadamkan busur
api menggunakan media berupa gas SF6. GCB tergolong circuit breaker thermal. GCB digunakan untuk memutus arus hingga 40 kA dan digunakan
pada rangkai bertegangan hingga 765 kV.
d. Oil Circuit Breaker (OCB)
Oil Circuit Breaker (OCB) adalah circuit breaker yang memadamkan busur
api menggunakan media minyak. OCB tergolong circuit breaker thermal. OCB
digunakan untuk memutus arus hingga 10 kA dan pada rangkaian bertegangan hingga 500 kV.
Gambar 2.6 Model Oil Circuit Breaker
4. Fuse Cut Out (Sekring)
Fuse cut out atau sekring adalah perangkat pengaman yang melindungi
jaringan terhadap arus beban lebih (over load current) yang mengalir melebihi dari
batas maksimum, yang disebabkan karena hubung singkat (short circuit) atau beban
lebih (over load).
Prinsip kerja sekring adalah ketika terjadi arus lebih pada sistem, kawat perak didalam tabung porselin akan terputus. Pasir putih yang berada didalam porselin akan menyerap panas dan memadamkan busur api. Pasir putih berfungsi untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya ledakan yang disebabkan proses pemutusan jaringan. Busur api menimbulkan hentakan yang membuat tabung porselin akan terlempar keluar dari kontaknya.
Pemilihan sekring untuk pelindung motor harus dilakukan dengan teliti. Kesalahan pemilihan kapasitas sekring untuk pelindung motor akan mengakibatkan sekring mudah terputus ketika motor melakukan starting. Hal ini disebabkan arus
yang mengalir pada saat starting motor adalah lebih besar dibanding dengan arus
yang digunakan untuk melindungi motor harus memiliki kemampuan menahan arus sebesar 150 persen, 175 persen, 225 persen, atau sekitar 300 hingga 400 persen dari arus nominal motor yang akan dilindungi. (Mullin & Simmons: Electrical Wiring Commercial, 2012).
Gambar 2.7 Model Sekring
5. DC System Power Supply
DC System Power Supply merupakan pencatu daya cadangan yang terdiri
dari Battery dan Charger. Charger berfungsi sebagai peralatan yang mengubah
tegangan AC ke DC dan Battery berfungsi sebagai penyimpan daya cadangan.
Sebagai peralatan proteksi, DC System Power Supply merupakan peralatan yang
sangat vital karena jika terjadi gangguan dan kontak telah terhubung, maka DC System Power Supply akan bekerja yang menyebabkan CB membuka. Charger
adalah sumber utama dari DC system power supply, karena charger adalah alat
untuk merubah AC power menjadi DC power (rectifier).
2.2.2.5 Jenis-Jenis Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik
1. Gangguan Beban Lebih
berlangsung maka gangguan ini dapat merusak peralatan yang terhubung pada sistem tenaga listrik.
2. Gangguan Hubung Singkat
Gangguan hubung singkat adalah gangguan yang mengakibatkan adanya lonjakan arus sangat besar yang terjadi pada sistem tenaga listrik. Ditinjau dari lama berlangsungnya, gangguan hubung singkat terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Gangguan Hubung Singkat Permanen
Gangguan hubung singkat permanen adalah gangguan hubung singkat yang berlangsung dengan waktu yang lama. Gangguan hubung singkat ini disebabkan oleh hubung singkat pada kabel, belitan trafo, dan generator.
b. Gangguan Hubung Singkat Temporer
Gangguan hubung singkat temporer adalah gangguan hubung singkat yang berlangsung sementara. Gangguan hubung singkat ini disebabkan oleh flashover karena sambaran petir, flashover dengan pohon, dan pada SUTM dapat disebabkan karena tiupan angin.
3. Gangguan Tegangan Lebih
Gangguan tegangan lebih adalah gangguan yang menyebabkan tegangan pada sistem bernilai lebih dari tegangan yang seharusnya. Gangguan tegangan lebih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tegangan lebih dengan power frekuensi dan
tegangan lebih transient. Penyebab gangguan tegangan lebih dengan power
frekuensi disebabkan oleh pembangkit yang kehilangan beban, over speed pada
generator, dan gangguan pada AVR. Sedangkat penyebab gangguan tegangan lebih
transient disebabkan oleh surja petir atau surja hubung.
4. Gangguan Frekeunsi Jatuh
2.2.3 Hubung Singkat
2.2.3.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat
Gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi pada sistem tenaga listrik terdiri dari gangguan hubung singkat 3 fasa, hubung singkat 2 fasa, hubung singkat 2 fasa ke tanah, dan hubung sinkat 1 fasa ke tanah. Berdasarkan analisis gangguan hubung singkat, Arus gangguan hubung singkat 3 fasa adalah gangguan hubung singkat yang menghasilkan arus hubung singkat terbesar. Tabel 2.1 berikut menunjukan berbagai jenis gangguan hubung singkat dalam sistem tenaga listrik
Tabel 2.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat
No. Jenis Gangguan
Hubung Singkat Gambar Rangkaian
1 3 Fasa
2 2 Fasa
3 2 Fasa ke tanah
2.2.3.3 Perhitungan Arus Hubung Singkat
Penentuan rating peralatan pengaman (proteksi) pada suatu sistem tenaga listrik dimulai dengan studi hubung singkat. Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk menghasilkan peralatan proteksi dengan rating pengamanan yang tepat dan akurat.
Semua gangguan hubung singkat dihitung dengan menggunakan rumus
dasar yaitu:
I
... (2.2) Dimana:I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (A) V = Tegangan Sumber (V)
Z = Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam jairngan dari sumber tegangan sampai titik gangguan (Ohm)
(Heri: Proteksi Penyulang Tegangan Menengah, 2004).
Hal yang membedakan antara gangguan hubung singkat tiga fasa, hubung singkat dua fasa, dan hubung singkat satu fasa ke tanah adalah impedansi ekivalen yang terbentuk. Impedansi ekivalen yang terbentuk dapat ditunjukan seperti berikut ini:
Z untuk gangguan tiga fasa, Z = Z1
Z untuk gangguan dua fasa, Z = Z1 + Z2
Z untuk gangguan satu fasa ke tanah, Z = Z1 + Z2 + Z3 ... (2.3) Dimana:
a. Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa
Rangkaian gangguan tiga fasa pada suatu jaringan dengan hubungan transformator tenaga YY pada gambar 2.8 dan gambar 2.9.
Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Hubung Singkat Tiga Fasa
Dari gambar 2.7 dan gambar 2.8 didapatkan persamaan arus hubung singkat tiga fasa adalah:
I
. ... (2.4) Dimana:I3fasa = Arus gangguan hubung singkat tiga fasa (A)
Vln = Tegangan fasa-netral (V)
Z1eki = Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm)
C = Faktor Tegangan (1.05 untuk tegangan kurang dari 1kV, 1.1 untuk
tegangan lebih dari 1kV)
(IEC 60909: Calculation Of Short-Circuit Currents).
b. Perhitungan Arus Hubung Sngkat Dua Fasa
Rangkaian hubungan singkat dua fasa pada saluran tenaga dengan hubungan transformator YY ditunjukan pada gambar 2.10 dan gambar 2.11.
Z
Gambar 2.10 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa
Gambar 2.11 Hubungan Jala-Jala Urutan untuk Hubung Singkat Dua Fasa Persamaan pada kondisi gangguan hubung singkat 2 fasa adalah sebagai berikut:
Vs = Vt ... (2.5) Is = -It ... (2.6) Ir = 0 ... (2.7) Sehingga arus gangguan hubung singkat dua fasa dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
I
....
(2.8)Karena Z
1eki= Z
2eki, maka :
I
....
(2.9)I
√ . ....
(2.10)I
, . ....
(2.11)Dimana:
I2fasa = Arus gangguan hubung singkat dua fasa (A) I3fasa = Arus gangguan hubung singkat tiga fasa (A)
Vll = Tegangan fasa-fasa (V)
Vln = Tegangan fasa-netral (V)
Z1eki = Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm)
Z2eki = Impedansi ekivalen urutan negatif (Ohm)
C = Faktor Tegangan (1.05 untuk tegangan kurang dari 1kV, 1.1 untuk
tegangan lebih dari 1kV)
(IEC 60909: Calculation Of Short-Circuit Currents).
c. Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Rangkaian hubung singkat satu fasa ke tanah pada sistem tenaga dengan hubungan transformator YY dengan netral ditanahkan ditunjukan pada gambar 2.12 dan gambar 2.13.
Gambar 2.12 Gangguan Hubung Singkat Satu Fasa ke Tanah
Persamaan pada kondisi gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah adalah sebagai berikut :
I
...
(2.13)Karena Z
1eki= Z
2eki, maka :
I
...
(2.14)Dimana:
I1fasa = Arus gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah (A)
Vln = Tegangan fasa-netral (V)
Z1eki = Impedansi ekivalen urutan positif (Ohm)
Z2eki = Impedansi ekivalen urutan negatif (Ohm)
Z0eki = Impedansi ekivalen urutan nol (Ohm)
(Heri: Proteksi Penyulang Tegangan Menengah, 2004).
2.2.3.4 Perhitungan Impedansi
a. Impedansi Generator
Pada perhitungan impedansi generator nilai yang dipakai adalah harga reaktansi subtransient (X”d). Langkah pertama untuk mencari nilai reaktansi subtransient adalah dengan mencari nilai impedansi pada 100%, yaitu menggunakan persamaan:
Xg pada % ... (2.15) Dimana:
Xg = Impedansi Generator (Ohm)
kV2 = Tegangan Pembangkitan Generator (kV)
MVA = Kapasitas Daya Pembangkitan Generator (MVA) (Mets-Noblat et al: Cahier Technique Schneider Electric, 2005).
Untuk menghitung reaktansi urutan positif dan negatif (Xg1 = Xg2) dihitung menggunakan persamaan:
Dimana:
Xg = Impedansi Generator (Ohm)
%X”d = Presentase Reaktansi Sub Transient pada spesifikasi (%) (Mets-Noblat et al: Cahier Technique Schneider Electric, 2005).
Sedangkan untuk nilai resistansi dari generator, diperoleh menggunakan persamaan sebagai berikut:
Rg "
Dimana:
Rg = Resistansi dari generator (Ohm)
X/R = Rasio X/R, 20 untuk kapasitas generator 100MVA, 14.29 untuk
kapasitas generator 100MVA, dan 6.67 untuk semua generator yang memiliki tegangan 1kV.
(IEC 60909: Calculation Of Short-Circuit Currents).
b. Impedansi Trafo
Pada perhitungan impedansi trafo nilai yang dipakai adalah harga reaktansi. Langkah pertama untuk mencari nilai reaktansi adalah dengan mencari nilai impedansi pada 100%, yaitu menggunakan persamaan:
Xt pada % ... (2.17) Dimana:
Xt = Impedansi Trafo (Ohm)
kV2 = Tegangan sisi primer/sekunder trafo (kV)
MVA = Kapasitas Daya Trafo (MVA)
(Heri: Proteksi Penyulang Tegangan Menengah, 2004).
Untuk menghitung reaktansi urutan positif dan negatif (Xt1 = Xt2) dihitung menggunakan persamaan:
Xt % " % ... (2.18) Dimana:
Xt = Impedansi Trafo (Ohm)
c. Impedansi Motor Induksi
Perhitungan impedansi, reaktansi dan resistansi dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
Z ∅ ... (2.19)
Rm = ∅ ∅ ... (2.20)
Xm = ... (2.21) Dimana :
Zm = Nilai impedansi motor (Ohm).
Xm = Reaktansi motor (Ohm).
Rm = Resistensi motor (Ohm).
ILRC = Nilai arus lock rotor motor (A).
IFLC = Nilai arus full load (beban penuh) motor (A).
Vm = Nilai tegangan nominal motor (V).
Pm = Nilai rating daya motor (W).
Cos ∅m = Nilai faktor daya motor saat beban penuh. Cos ∅s = Nilai faktor daya motor saat starting.
(IEC 60909: Calculation Of Short-Circuit Currents).
d. Impedansi Penyulang
Untuk perhitungan impedansi penyulang, perhitungan tergantung dari besarnya impedansi per km dari penyulang yang akan dihitung. Besar nilai impedansi tergantung pada jenis bahan, diameter dan panjang penghantar. Persamaan dari impedansi penyulang adalah sebagai berikut:
.... (2.22)
Dimana:
Z1 = Impedansi urutan positif
Z2 = Impedansi urutan negatif
2.2.4 Sumber Arus Gangguan
Besar arus hubung singkat bergantung pada besar sumber yang membangkitkan sistem, nilai resistansi peralatan dan nilai reaktansi sistem keseluruhan sampai ke titik gangguan. Sumber arus hubung singkat dapat berasal dari sistem pembangkit (PLN), generator, motor sinkron dan motor induksi.
Gambar 2.14 Kontribusi Arus Hubung Singkat
1. Sistem Pembangkit PLN
2. Generator
Generator adalah alat pembangkit energi listrik yang bekerja mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Selain mendapat suplai daya dari PLN sebagai sistem pembangkit listrik utama, beberapa industri besar juga memiliki suplai daya sendiri dari generator yang dapat berfungsi :
a. Sebagai unit cadangan (emergency) yang dijalankan pada saat keadaan
darurat atau saat terjadi pemadaman pada sistem pembangkit utama (PLN).
b. Sebagai unit pembangkit bantuan yang dapat membantu suplai daya listrik dari PLN pada saat beban puncak (peak load).
Pada saat terjadi gangguan hubung singkat, generator memberi kontribusi terhadap besar arus hubung singkat yang terjadi. Generator digerakkan oleh penggerak mula (prime mover). Ketika hubung singkat terjadi, generator akan terus
dikendalikan oleh prime mover dan tetap menghasilkan tegangan selama medan
eksitasinya tetap dipertahankan dan selama putaran generator pada kecepatan normal. Tegangan yang dihasilkan ini menghasilkan arus besar yang mengalir ke titik gangguan. Arus yang mengalir ini hanya dibatasi oleh impedansi generator dan impedansi rangkaian dari generator sampai ke titik gangguan.
Reaktansi generator berganti secara transient seiring dengan waktu setelah
awal terjadinya gangguan. Adapun jenis nilai reaktansinya adalah sebagai berikut: a. X”d = Reaktansi Sub transient / Sub transient Reactance
X”d adalah nilai reaktansi yang menentukan besar arus hubung singkat sesaat setelah terjadi ganguan.
b. X’d = Reaktansi Transient / Transient Reactance
X’d berlangsung sekitar 2 detik dan meningkat hingga mencapai nilai reaktansi akhir.
c. Xd = Reaktansi Sinkron / Synchronous Reactance
3. Motor Sinkron
Motor Sinkron memiliki karakteristik yang hampir sama dengan generator sinkron. Ketika gangguan terjadi, tegangan sistem menurun hingga menjadi sangat kecil. Motor sinkron berhenti mencatu daya dari sistem untuk berputar menggerakkan bebannya dan mulai melambat. Tetapi momen inertia dari beban cenderung mencegah motor melambat secara cepat. Inersia ini mengambil peran sebagai prime mover dan dengan eksitasi yang tetap disuplai, menjadikan motor
berfungsi sebagai generator yang juga mensuplai arus hubung singkat untuk beberapa cycle setelah hubung singkat terjadi.
Sama seperti generator, besarnya arus hubung singkat juga ditentukan oleh nilai reaktansi X”d, X’d dan Xd Motor Sinkron. Besarnya arus hubung singkat yang dikontribusi oleh motor sinkron juga bergantung pada besar dayanya (HP), rating tegangan serta reaktansi sistem sampai ke titik gangguan.
4. Motor Induksi
Motor induksi juga memberikan kontribusi arus hubung singkat akibat inersia beban dan rotor tetap berputar menggerakkan motor setelah terjadinya gangguan. Tetapi ada perbedaan kontribusi arus hubung singkat antara motor induksi dengan mesin sinkron. Medan fluksi motor induksi dihasilkan oleh induksi di stator dan bukan berasal dari medan fluks DC. Karena fluksi ini tiba – tiba menghilang setelah terjadi gangguan, kontribusi arus hubung singkat dari motor induksi juga drop secara cepat setelah beberapa cycle. Sehingga tidak ada kontribusi
arus gangguan steady state. Besar arus hubung singkat yang terbesar adalah terjadi
pada saat 1 ½ cycle pertama dan selanjutnya menurun setelah beberapa cycle
2.2.5 Relai Arus Lebih (OCR)
2.2.5.1 Pengertian Relai Arus Lebih (OCR)
Relai arus lebih atau yang lebih dikenal dengan OCR (Over Current Relay)
merupakan peralatan yang mensinyalir adanya arus lebih, baik yang disebabkan oleh adanya gangguan hubung singkat atau overload yang dapat merusak peralatan
sistem tenaga yang berada dalam wilayah proteksinya.
2.2.5.2 Jenis Relai Arus Lebih Berdasarkan Karakteristrik Waktu
Berdasarkan karakteristrik waktu, relai arus lebih dibagi menjadi 3 jenis. Jenis-jenis relai tersebut adalah:
1. Relai Arus Lebih Sesaat (Instantaneous)
Relai arus lebih sesaat adalah relai arus lebih yang tidak mempunyai tunda waktu dalam bekerja. Relai bekerja pada gangguan yang paling dekat dengan lokasi.
Gambar 2.15 Karakteristik Relai Arus Lebih Sesaat
2. Relai Arus Lebih Waktu Tertentu (Difinite Time)
Keuntungan dari relai arus lebih waktu tertentu yaitu:
a. Relai arus lebih waktu tertentu mudah dikoordiasikan.
b. Waktu kerja relai arus lebih tidak tergantung pada kapasitas pembangkit.
Kelemahan dari relai arus lebih waktu tertentu yaitu:
a. Terjadi akumulasi waktu pada relai dihulu. Akumulasi waktu tidak direkomendasikan untuk sistem tenaga listrik besar.
b. Bila diterapkan pada pengaman gangguan tanah jaringan distribusi radial, bisa menimbulkan simpatetik tripping.
3. Relai Arus Lebih Waktu Terbalik (Invers Time)
Relai arus lebih waktu terbalik adalah relai yang memiliki karakteristik dengan tunda waktu yang dipengaruhi oleh besar arus hubung singkat yang terjadi. Hubungan antara tunda waktu dan arus hubung singkat adalah terbalik. Jadi semakin besar arus gangguan maka waktu kerja relai akan semakin cepat, dan juga sebaliknya.
2.2.5.3 Prinsip Kerja Relai Arus Lebih
Prinsip kerja relai arus lebih adalah berdasarkan adanya arus lebih yang dirasakan relai. Arus lebih yang dirasakan relai adalah arus lebih yang disebabkan oleh gangguan hubung singkat dan arus lebih yang disebabkan beban lebih (overload). Jika relai arus lebih merasakan adanya arus lebih, maka relai arus lebih
akan memberikan perintah trip kepada PMT sesuai dengan karakteristik waktunya.
Gambar 2.18 Rangkaian Pengawatan Relai Arus Lebih (OCR)
Sesuai dengan gambar 2.19, prinsip kerja relai arus lebih dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pada kondisi normal, arus beban (Ib) mengalir pada SUTM / SKTM. Arus
beban mengalir melewati trafo arus dan ditransformasikan ke besaran sekunder (Ir). Arus (Ir) mengalir pada kumparan relai, tetapi karena arus yang mengalir pada kumparan relai masih lebih kecil dari nilai setting dari relai, maka relai tidak bekerja.
2.2.5.4 Setting Relai Arus Lebih
Untuk melakukan setting pada relai arus lebih, maka perlu dilakukan perhitungan sebagai berikut:
1. Setting Arus Lebih Instantaneous
Relai arus lebih instan akan bekerja seketika jika ada arus lebih yang mengalir melebihi batas yang diizinkan. Dalam menentukan setelan pickup instan
ini digunakan Isc minimum yaitu arus hubung singkat 2 fasa pada pembangkitan minimum (Makruf et al: Studi Koordinasi Proteksi Sistem Kelistrikan di Project Pakistan Deep Water Container Port, 2014). Persamaan yang digunakan untuk
setting relai arus lebih instantaneous adalah sebagai berikut:
a. Setting Primer
Iset primer 0,8 Isc Minimum ... (2.23) (Gers & Holmes: Protection of electricity distribution 2nd Edition, Juan M. Gers and Edward J. Holmes, 2004).
b. Setting Sekunder
Iset sekunder = Iset primer ... (2.24) (Gers & Holmes: Protection of electricity distribution 2nd Edition, Juan M. Gers and Edward J. Holmes, 2004).
c. Setting Waktu
Relai pengaman utama dan relai backup tidak boleh bekerja secara
bersamaan. Oleh karena itu diperlukan adanya time delay antara relai
utama dan relai backup. Time delay ini sering dikenal sebagai setting
kelambatan waktu (Δt) atau grading time. Berdasarkan IEEE std
242-1986, perbedaan waktu kerja minimal antara relai utama dan relai backup
adalah 0.2 – 0.35 detik.
2. Setting Arus Lebih Invers
Pada dasarnya batas penyetelan relai arus lebih adalah relai tidak boleh bekerja pada saat beban maksimum. Arus settingnya harus lebih besar dari arus beban maksimumnya. Arus penyetelan harus memperhatikan kesalahan pick up
Persamaan yang digunakan untuk setting relai arus lebih invers adalah
sebagai berikut.
a. Setting Primer
Iset primer = 1.05 s/d 1.3 FLA ... (2.25) (Hawitson et al: Practical Power System Protection, 2004).
FLA adalah arus maksimum beban yang mengalir pada sistem.
b. Setting Sekunder
Iset sekunder = Iset primer × 1/(Ratio CT) ... (2.26) (Gers & Holmes: Protection of electricity distribution 2nd Edition, Juan M. Gers and Edward J. Holmes, 2004).
c. Setting Waktu (Time Multiplier Setting / TMS)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan settingan waktu pada relai invers adalah:
L, dan memiliki nilai yang berbeda tergantung dari karakteristik relai yang digunakan. Nilai setiap karakteristik ditunjukan oleh tabel 2.2.
(Gers & Holmes: Protection of electricity distribution 2nd Edition, Juan M. Gers and Edward J. Holmes, 2004).
Langkah-langkah dalam menghitung TMS dari suatu koordinasi proteksi relai arus lebih adalah sebagai berikut:
2. Menentukan nilai TMS pada relai 1 dengan nilai TMS terkecil yang bisa disetting pada relai 1 dan selanjutnya menghitung waktu kerja yang dibutuhkan relai 1 (tb1) untuk memberikan isyarat kepada PMT.
3. Menentukan waktu mulai relai 2 untuk bekerja (ta2) dengan memberikan
time gradding dari lama waktu bekerja relai sebelumnya (tb1). Setelah nilai
ta2 didapatkan selanjutnya menghitung TMS pada relai 2 dengan parameter besar arus gangguan hubung singkat pada zona proteksi relai 1 yang juga dirasakan pada relai 2.
4. Setelah nilai TMS didapatkan, langkah selanjutnya adalah menghitung waktu kerja yang dibutuhkan relai 2 (tb2) untuk memberikan isyarat PMT
trip dengan parameter arus gangguan hubung singkat pada zona proteksi
relai 2 yang dirasakan oleh relai 2.
5. Untuk setting relai selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama hingga relai yang terletak paling dekat dengan sumber daya.
(Gers & Holmes: Protection of electricity distribution 2nd Edition, Juan M. Gers and Edward J. Holmes, 2004).
Tabel 2.2 Karakteristik Relai sesuai standar ANSI/IEEE dan IEC Curve Decription Standar a b L
Moderately Inverse IEEE 0,02 0,0515 0,114
Very Inverse IEEE 2 19,61 0,491
Inverse IEEE 2 28,2 0,1217
Extermely Inverse CO8 2 5,95 0,18
Short-time Inverse CO2 0,02 0,0239 0,0169
Standar Inverse IEC 0,02 0,14 0
Very Inverse IEC 1,0 13,5 0
Extermely Inverse IEC 2,0 80 0
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan perumusan, analisis dan pemecahan masalah, penulis perlu melakukan pengumpulan data dan fakta yang lengkap, relevan dan objektif, serta dapat dipercaya kebenarannya. Oleh sebab itu, penulis mengumpulkan data, menganalisis studi kasus dan menyusun laporan tugas akhir ini dengan menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari bacaan berupa karya ilmiah, tugas akhir, dan buku yang terkait dengan koordinasi proteksi arus lebih.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dan diperoleh dari data standar perlatan yang ditetapkan oleh ANSII/IEC.
c. Konsultasi
3.2 Perangkat Penelitian
Pada penelitian analisis koordinasi proteksi relai arus lebih digunakan
perangkat laptop dan software untuk membantu penulis dalam melakukan
penelitian. Software yang digunakan pada penelitian ini adalah ETAP versi 12.6.
Diharapkan dengan bantuan perangkat dan software ini penelitian dapat dilakukan
dengan mudah dan tepat sasaran.
3.3 Langkah – Langkah Kerja Peneltian
Pada penelitian ini digunakan langkah-langkah kerja untuk memberikan penelitian yang sistematis dan terarah. Langkah-langkah penelitian digambarkan
dalam sebuah flow chart. Flow Chart ini berisikan langkah awal, sampai
didapatkannya nilai koordinasi proteksi relai arus lebih yang diharapkan. Flow
Chart langkah kerja penelitian ditunjukan pada gambar 3.1 dan untuk Flow Chart
a.
Flow Chart
Langkah Kerja Penelitian dan Alur Pembahasan
Proteksi yang telah diresetting
Gambar 3.1Flow Chart Langkah Kerja Penelitian
A
B
A
Input data pada ETAP 12.6 sesuai
data lapangan
Input data pada ETAP 12.6 sesuai data perhitungan
manual
Input data pada ETAP 12.6 sesuai
data perhitungan menggunakan etap
Analisis Analisis Analisis
Analisis Perbandingan
B
Simulasi Simulasi Simulasi
Keasimpulan