• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi In Vitro untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Abaka (Musa textilis, Nee)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi In Vitro untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Abaka (Musa textilis, Nee)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)

SELEKSI

IN

VITRO UNTUK KETAHANAN TERHADAP

PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN

ABAKA

(Musa

textilis

Nee)

Oleh

FlTRl DAMAYANTI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(72)

"Seiia&6aiJ+&

iahh orang yang

&denen

pa yang umur tibn umuryang panjang

mantusia ahrlbh orang y a q di6eri T i n

umurpanjang tetapi umurparyaq ztu dia

gunakan unt@ehut (gabtan tibn ~

~

n

saja

"

(H

-

R A h d

~

n

cihn

limidzi)

UOrizngyang

sangat ~ i p a d i

b r i

&nut

ialbti mere&yang 6&sempatun

menuntut $mu

di

dunia lhlu tid2kmau menuntut $mu. a n

orang yang

meqqajarI&an ilinu

(&pad2

orang-mang) lblu orang y a q &jar

memperolih

nun fmt h r i ilinunya sedbngkan diriya sendiiri

(X

16nu

Bsyakir)

Wrya ini kupersem6ahkan unt&Mamh dan Papah tercintu

Setiap

d m . t

nadi

dun nufmya d a h h

do

'a, &sihnya d a b 6 tiarapan,

Peluh dun lbng<ahnya adalith juaq untukanu&ana~nyu

? k r u n t u k a d i i - d i yang ~ c i n t u

Ti&

h n

Tin&
(73)

ABSTRAK

FITRI DAMAYANTI. Seleksi in vitn, untuk ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium pada tanaman abaka (Musa textiles Nee). Dibimbing oleh SUHARSONO dan IKA MARISKA.

13ermasalahan yang dihadapi dalam usaha pertanaman abaka adalah serangan penyakit layu Fusarium yang disebabkan deh jamur

Fusarium

oxysporum. Varietas yang tahan penyakii tersebut sampai saat ini belum ada. Perbaikan tanaman tenrlama sifat ketahanan terhadap penyakit dapat dilakukan melalui peningkatar? keragaman somaklonal yang diikuti dengan seleksi in vitro.

llntuk mendapatkan metode seleksi dalam rangka memperoleh tanaman abaka yang tahan terhadap penyakit layu Fusarium dilakukan seleksi in vitm dengan menggunakan komponen seleksi asam fusarat dengan konsentrasi: 0,15,30,45,60 dan 75 mgA. Konsentrasi 45 mgn asam fusarat merupakan konsentrasi yang letal untuk tanaman abaka yang tidak tahan terhadap Fusarium, sehingga dosis ini digunakan untuk menyeleksi tunas dari kalus yang telah diradiasi.

F'eningkatan keragaman somaklonal tanaman abaka dilakukan dengan menlggunakan mutagen fisik yaitu radiasi sinar gamma dengan dosis radiasi 0, 0.5, 1, 1.5, 2, dan 3 Krad yang dilakukan pada kalus embriogenik. Semakin tinggi dosis radia~si maka semakin rendah kemampuan kalus untuk beregenerasi. Pada dosis radia~si 3 Krad kalus tidak dapat beregenerasi dan mengalami kematian.

diperoleh pada kisaran dosis 1-1.5 Krad.

Sieleksi in vifm dilakukan melalui dua tahap berurutan, dimana pada seleksi tahap II konsentrasi asam fusarat dinaikkan satu tingkat dari seleksr I. Seleksi I

pade tunas yang dihasilkan dari kalus yang telah diradiasi 0.5, 1, 1.5, dan 2 Krad dalarn media yang mengandung 45 mgll asam fusarat menunjukkan semakin tinggi dosisi radiasi semakin rendah daya hidup tunas. Pada seleksi II, tunas dari kalus hasil radiasi 0.5 dan 1 Krsd dapat hidup pada media seleksi yang mengandung 63

ppm asam fusarat. Dalam media seleksi yang mengandung 50% filtrat F.

oxysporum, tunas yang tahan asam fusarat tahan juga terhadap filtrat.

(74)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

SELEKSI

IN

WTRO

UNTUK KETAHANAN TERHADAP

PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN ABAKA

(Musa textilis

Nee)

adalah benar mempakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah dipublikasikan. Sernua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas darl dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2002

Firi

d,

mayanti
(75)

SELEKSI

IN VITRO

UNTUK KETAHANAN TERHADAP

PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN

ABAKA

(Musa textilis

Nee)

FlTRl DAMAYANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(76)

Judul Tesis : Seleksi in Wtm untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Abaka (Musa textilis, Nee)

I\lama : Fitri Damayanti

NRP : 99707

Program Studi : Biologi

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suharsono DEA

-

Ketua

2. Ketua Program Studi Biologi

L

--

DFI. Ir. Deddv Duwadi Solihin, DEA

-

Dr. Ir. Ika Mariska APU Anggota

Mengetahui,

(77)

Penulis dilahirkan di kota minyak Balikpapan Kalimantan Timur pada tanggal 20

September 1974, sebagai anak pertama dengan dua orang adik laki-laki dari

seorang ibu teranta Maliir dengan ayah Djamaluddin Basja.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 004 Balikpapan.

Kennudian karena mengikuti orang tua, penulis pindah ke kota hujan Bogor, maka

penulis menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN I Bogor dan

sek~olah menengah atas di SMU I Bogor. Pada tahun 1999 penulis memperoleh gels~r Sarjana Sains dari JUNM~ Biologi Fakultas Matematika dan llmu

Penlgetahuan Alam Universitas Sriwijaya, Palembang. Pada tahun yang sama

penulis memperoleh beasiswa dari Proyek DUE untuk program Magister dan penulis

dite~ima sebagai mahasiswa

&

pada Program Studi Biologi, Sub Program Botani di

Pragram Pascasajana IPB. Pada saat ini, penulis merupakan salah satu staf

penlgajar di Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam, Universitas

(78)

PRAKATA

Bisinj/ahimhmanirrohiim

Alhamdullilah atas berkah, rahmat dan hidayah Allah SWT akhimya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul 'Seleksi in Vitm untuk Ketahanan Terhadap Per~yakit Layu Fusarium pada Tanaman Abaka (Musa textilis, Nee). Tesis ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program

Pascasarjana IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih kepada:

1. IDr. Ir. Suharsono, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Ika Mariska,

APU sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran, kritikan dan

lnasukan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan

lesis.

2. Ilirektur Program Pascasarjana IPB beserta para Asisten Direktur dan staf yang

telah menerima penulis menjadi warga PPs-IPB.

3. Ketua Program Studi Biologi dan staf pengajar PPs-IPB yang telah membirnbing

clan menularkan sebagian ilmunya.

4. Kepala Balai Penelitian Bideknologi Tanaman Pangan yang telah mengijinkan

penulis untuk melakukan penelian di Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman

F'angan, Bogor.

5. Staf Kelti Reproduksi dan Pertumbuhan: Pak Ali Husni, Mba' Sri Utami, Mba' Ika

(79)

5. :Staf Kelti Reproduksi dan Pertumbuhan Balitbio: Pak Ali Husni, Mba' Sri Utami,

Mba' lka Roostika, Mba' Ragapadmi, Mba' Mia Kosmiatin, Mba' Suci Rahayu, I'ak Yadi, Pak Deden, Ibu Atun, Ibu Novi, Ibu Sri Hutami, Mba' Mama, Mas Joko

'ramami, Pak Mujiman, Pak Murtado, Mas Sukmawan, Pak Saefudin, Pak

Sanusi, Pak Tatang, dan Pak Darrnawan yang telah banyak membantu, memberi

saran, diskusi dan dorongan.

6. E3apak Sutoro yang telah banyak meluangkan waktu, diskusi dan saran-saran

=lama perkuliahan dan penelitian.

7. Dr. Mesak Tombe, APU dan Bang Zulhisnaen di Kelti Hama dan Penyakii Balai

F'eneliiian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor yang telah banyak membantu dalam penyedian filtrat dan konidia F. oxyspomm, memberi saran dan diskusi.

8. Filekan-rekan mahasiswa di PPs-IPB khususnya di Sub Program Biologi

angkatan 99: Rohayati, Ibu Yennita, Jusmaldi, Yanti, Asri, Pak Teguh, Hety, Mba' Yusnaini, dan T i n atas diskusi dan kebersamaannya selama menempuh

plendidikan S2.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak dengan yang lebih baik. Penulis berharap semoga tesis ini dapai berguna bagi pihak-pihak yang

berkecimpung dalam bidang pemuliaan tanaman.

Bogor, Juli 2002

(80)

DAFTAR IS1

Halaman

DAF'TAR TABEL

...

xii

DAFZTAR GAMBAR

...

xiii

PEFJDAHULUAN

...

I-atar Belakang

.

. 1

'Tujuan Peneli~an

...

5 I-iipotesis

...

5

TINJAUAN PUSTAKA

...

. 'ranaman Abaka

...

I'enyakii Layu Fusarium

Metaboli yang Terdapat dalam Ekstrak F

.

oxysponm

...

...

Asam Fusarat

...

Gejala akibat asam fusarat

...

Keragaman Somaklonal

. .

...

Seleksi m Wtm

...

f'enggunaan Radiasi Pada Sistem Biologi

BAHIAN DAN METODE

...

WaMu dan Tempat

.

. 19

...

E3ahan Peneli~an

...

.

.

.

19

F'elaksanaan Penelitian

...

19 Penentuan konsentrasi asam fusarat untuk seleksi in vitro

...

21 Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap daya regenerasi dari

kalus

...

21 Seleksi in vitm pada tunas hasil dari kalus yang diradiasi untuk

...

ketahanan terhadap asam fusarat 22

Pengujian tanaman hasil seleksi in vitm dengan suspensi konidia

F

. oxysponrm di rumah kaca

...

23

HASlL DAN PEMBAHASAN

...

F'enentuan Konsentrasi Asam Fusarat untuk Seleksi in Vitm 25 F'engaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Daya Regenerasi dari

Kalus

...

27 Sieleksi in Vitm pada Tunas Hasil dari Kalus yang Diradiasi untuk

Ketahanan Terhadap Asam Fusarat

...

Seleksi tahap I 30

...

Seleksi tahap II 32

(81)

F3engujian Tanaman Hasil Seleksi in Vifm dengan Suspensi Konidia F .

...

cxysporum di Rumah Kaca 37

...

KESIMPULAN DAN SARAN 41

...

(82)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengaruh asam fusarat terhadap jumlah dan tinggi tunas abaka pada

umur delapan minggu setelah tanam

...

26

2 Pengaruh radiisi sinar gamma pada kalus embriogenik terhadap jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan pada umur delapan minggu

setelah tanam

...

29

3 .iumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan pada media seleksi I yang

rnengandung 45 mgA asam fusarat delapan minggu setelah tanam..

...

32

4 .lumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan pada media seleksi II yang

rnengandung 60 mgA asam fusarat delapan minggu setelah tanam

...

34

5 Jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan dari seleksi silang 50% filtrat

...

1:. oxysporum delapan minggu setelah tanam 36

6 F'ersentase hidup dan rerata penilaian gejala penyakit dari tanaman t~asil seleksi in vitm, yang diinokulasi dengan suspensi konidia F.

...

(83)

Halaman

...

Bagan alir tahapan penelitian 20

Kalus embriogenik tanaman abaka

...

22

Tanaman hasil seleksi in V&D yang siap untuk pengujian di rumah

kaca

...

23

Daya- hidup tunas abaka pada media seleksi asarn fusarat delapan

minggu setelah tanam

...

26

Daya tahan kalus embriogenik setelah radiasi pada media regenerasi

umur delapan minggu

...

27

Penampakan tunas dari kalus yang d i r a d i i pada berbagai dosis radiasi. a=O Krad, b=0.5 Krad, c=1 Krad, dz1.5 Krad, e=2 Krad, dan

f=3 Krad

...

30

Daya tahan tunas yang didapat dari kalus yang diradisi pada berbagai dosis dalam media seleksi I yang mengandung 45 mgA asam fusarat dan media pemulihan delapan minggu setelah

tanam..

...

31

Daya tahan tunas yang didapat dari kalus yang diradisi pada berbagai dosis dalam media seleksi II yang mengandung 60 mgn

asam fusarat dan media pemulihan delapan minggu setelah tanam..

..

33

Daya tahan tunas yang dihasilkan dari kalus yang diradisi dengan berbagai dosis pada media seleksi yang mengandung 50% filtrat F.

oxysporum delapan minggu setelah tanam

...

35

Penampakan tunas yang dihasilkan oleh kalus yang diradisi dengan rberbagai dosis pada media seleksi yang mengandung 50% liltrat F.

loxysponrm. a=O Krad, b=0.5 Krad, dan c=l Krad

...

36

IPenampakan tanaman yang tahan hasil pengujian dengan suspensi konidia F. oxysponrm 30 hari setelah inokulasi di rumah kaca hasil seleksi in v h dengan 15-30 mgA asam fusarat. a=kontrol tanpa

(84)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Abaka (Musa textilis Nee) yang dikenal secara intemasional dengan nama

"Manila Hemp* adalah komodii pertanian yang berasal dari Filipina (Wardlaw 1972;

DAAPDP 1988). Abaka merupakan salah satu jenis pisang penghasil serat yang

banyak digunakan sebagai bahan pernbuatan taliitemali dan bahan baku kertas

khutsus (PCARRD 1988).

!Serat abaka dimanfaatkan untuk tali kapal laut karena kuat, tahan terhadap air

asin dan kelembaban tinggi (PCARRD 1988). Pulp abaka baik digunakan untuk

bahan baku kertas berkualitas tinggi misalnya kertas saring, kertas dasar stensil,

kerbs berharga (check, kertas dokurnen di bank), kertas uang (dollar Amerika),

tissue, kantung teh celup, bahan tekstil, kain jok, dan popok bayi (PCARRD 1977;

Wardiyati 1999).

F'ermintaan dunia terhadap bahan baku abaka dari tahun 1994 ke 1995

mennngkat 6,6%. Kebutuhan pasar dunia terhadap seiat abaka semakin tinggi dan

tidak dapat dipenuhi oleh negara-negara produsen yaitu Filipina dan Equador yang

selarna ini me~pakan pemasok utama. ProduMivitas yang telah dicapai oleh kedua

negara tersebut adalah masing-masing sebesar 80.000 ton dan 20.000 ton per

tahun. Sedangkan kebutuhan serat abaka dunia mencapai 600.000 ton.

Pern~intaan akan serat abaka terutarna datang dari Jepang, Amerika, Brazil,

Jerman, Prancis, dan lnggris (Wardiyati 1999). Keadaan ini memberikan peluang

(85)

dan iklim tropis yang sesuai bagi karakteristik komoditi pisang-pisangan, sehingga

abaka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan saat ini. Banyak

kalangan swasta yang akan mengembangkan secara luas dan pada tahun-tahun

men~datang kebutuhan bibii diproyeksikan lebih dari 6 juta.

I'ermasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan tanaman abaka

adalah serangan penyakii layu Fusarium yang disebaokan oleh jamur Fusarium

oxpporum Schlencht f. sp. cubense

(E.

F. Smith) Wr (PCARRD 1977). Pertanaman

abaka yang akan dikembangkan secara besar-besaran dapat mencapai ratusan ribu

hektar. Varietas yang ada tidak tahan penyakit layu Fusarium sehingga

dikhinrvatirkan dapat menimbulkan masalah penyebaran penyaki yang sangat cepat.

Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah antara lain

penggunaan varietas yang tahan penyakii disamping mempunyai sifat produktivitas

dan mutu yang tinggi. Perakitan varietas yang tahan penyakii memerlukan

keralgaman genetik yang tinggi. Di lain pihak, keragaman genetik tanaman abaka

relatif rendah tenrtama s ' M yang berhubungan dengan ketahanan terhadap

penyakit. Hal ini terjadi karena tanaman abaka diperbanyak secara vegetatif.

F'erbaikan tanaman secara in vitm dilakukan antara lain melalui keiagaman somiaklonal. Ketidakstabilan genetik pada keragaman somaklonal dapat diperoleh

melalui fase pertumbuhan yang dediferensiasi. Telah banyak dilaporkan bahwa

sejurnlah mutan dapat dihasilkan dari kalus dan sel bebas seperti tanaman yang

tahan terhadap penyakit, toleran terhadap garam, kekeringan dan herbisida (Duncan

dan Widholm 1990). Ahloowalia (1982) dan Van den Bulk (1991) menyatakan

(86)

pelu~ang baru untuk pengembangan seleksi in vifro yang berguna dalam menunjang

program pemuliaan tanaman.

13erubahan keragaman genetik tidak hanya terjadi secara spontan dalam sel

tetapi juga diinduksi dengan pemberian mutagen fisik maupun kimia. Menurut

Larkin dan Scowcroff (1 981), keragaman somaklonal dapat dihasilkan dari mutasi

genetik, perubahan epigenetik, atau kombinasi kedua proses tersebut. Salah satu

caral untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif adalah dengan menggunakan mutagen fisik yaitu radiasi sinar gamma.

Radiasi sinar gamma dapat digunakan untuk menghasilkan mutan sehingga dapat

meningkatkan keragaman genetik. Nagatomi (1996) melaporkan bahwa di Jepang

telah dihasilkan beberapa varietas yang memiliki sifat ketahanan terhadap penyakii

melalui keragaman somaklonal yang ditimbulkan oleh mutagen fisik.

Keragaman genetik yang relatif rendah, terutama untuk sifat ketahanan terhadap

penyakit, pada tanaman abaka menyebabkan perbaikan genetik secara

konvensional sulit dilakukan sehingga seleksi in vitm merupakan altematif yang

sangat menarik untuk dilakukan. Seleksi ketahanan terhadap penyakii melalui

keralgaman somaklonal lebih efisien bila menggunakan sel atau jaringan. Metode ini

telah terbukli dapat menghasilkan varietas baru yang tahan terhadap penyakit.

Tanaman yang tahan terhadap suatu penyakit yang diwariskan ke generasi

berikutnya telah didapatkan dari seleksi in vitm seperti pada tanaman seledri

(Pagliuso

ef

a/. 1988; Pagliuso dan Rappaport 1990; Evenor et a/. 1994), tembakau

(Toyoda et a/. 1989), gandum (Fadel dan Wenzel 1993; Ahmed et a/. 1996) dan

(87)

Micke et a/. (1987)' Nagatomi (1996)' dan Matsumoto et a/. (2000a, 2000b);

menyatakan bahwa perlakuan radiasi yang dikombinasi dengan seleksi in vitm

memperbesar peluang ontuk mendapatkan varietas yang tahan terhadap penyakit.

Has~il peneliian Epp (1986) dan Smith et a/. (1996)' menunjukkan bahwa perlakuan

radiasi sinar gamma dan seleksi in vitm dapat menghasilkan pisang caven-h yang

tahan terhadap penyakii layu Fusarium. Imelda et a/. (1997) melaporkan bahwa

radiasi sinar gamma pada dosis 200 rad dapat menghasilkan beberapa klon pisang

raja sereh yang toleran terhadap Banana Bunchy Top Virus (BBTV). Sedangkan

penelian Mathius dan Hans (1999) pada tanaman pisang nangka yang diradiasi

sinar gamma pada dosis 100 rad dan seleksi in vitro dengan 71.6 mgA asam fusarat

menghasilkan beberapa galur yang toleran terhadap asam fusarat.

Seleksi ketahanan tanaman terhadap penyakit layu Fusarium secara in vitm

dilakukan terhadap sel, kalus atau jaringan yang dikulturkan pada media yang

menlgandung toksin murni asam fusarat atau filtrat yang diisolasi dari patogen yang

menyerang tanaman abaka yang mempunyai virulensi tinggi. Menurut Arai dan

Takeuchi (1993)' toksin mumi asam fusarat dan filtrat Fusarium dapat digunakan

sebagai komponen seleksi karena adanya korelasi antara ketahanan terhadap

toksin dengan ketahanan terhadap penyakit. Melalui metode ini beberapa tanaman yang tahan terhadap penyaki layu Fusarium telah berhasil didapatkan seperti pada

camistion (Buiatti et a/. 1985; Arai dan Takeuchi 1993), gandum (Fade1 dan Wenzel

1993; Ahmed et a/. 1996)' dan pisang (Morpurgo et a/. 1994; Matsumoto et a/. 1995;

(88)

Tujuan Penelitian

I>eneliiian ini dilakukan untuk mendapatkan metode seleksi in vitm yang tepat

dan mendapatkan nomor-nomor harapan

baru

tanaman abaka yang tahan penyakit

layu Fusariurn.

Hipc~tesis

Iiipotesis yang melandasi penelitian ini adalah terdapat metode seleksi in vitm

yang dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap

F

usarium.

Radiasi sinar gamma dapat menghasilkan tanaman abaka yang tahan terhadap

penyakit layu Fusarium. Terdapat korelasi yang positif antara ketahanan massa sel

yang tahan terhadap toksin murni asam fusarat dengan ketahanan terhadap

(89)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Abaka

,4baka (Musa textilis Nee) adalah tanaman sejenis pisang yang termasuk dalam

genus Musa, suku Musaceae, bangsa Zingiberales dan tergolong tanaman

morlokotil (Wardlaw 1972). Tanaman ini merupakan tanaman asli Filipina,

khu:susnya dari Pulau Bicol, Visayas, dan Mindanao yang telah dikenal dan

dikembangkan sejak tahun 1519. Tanaman abaka terdapat juga di daerah di luar

Filip~~na, misalnya di Sabah Serawak, di Kepulauan Sangihe Talaud Sulawesi Utara,

dan di India. Bukti adanya plasma nutfah tanaman abaka di Pulau Sangihe yaitu

tanaman ini sudah lama digunakan sebagai bahan tenunan yang disebut 'kofo',

hanya tidak pernah dikembangkan secara komersial.

ili Indonesia, tanaman abaka sudah di tanam secara komersial sejak tahun 1905

yaitb~ di perkebunan Jawa dan Sumatera, pada tahun 191 1 telah dapat diekspor 200

ton serat abaka. Pada tahun 1916, di daerah Besuki Jawa Timur terdapat

pertanaman abaka seluas 200 ha, namun pada waktu itu komoditi ini kurang

menguntungkan. Di Sumatra Timur dan Lampung juga pemah diusahakan

pertanaman abaka. Di daerah Banyuwangi terdapat perkebunan sisa jaman

Belanda dari tahun 1928 yang sampai sekarang masih mempunyai tanaman seluas

300 iha. Pada tahun yang sama juga dibuka perkebunan abaka di Sumatra Selatan,

Kalimantan, dan Sulawesi.

P,baka mempunyai batang dan daun yang lebih ramping dari pisang biasa.

(90)

menutupi. Tingginya dapat mencapai 3.5-7.5 m dalam waMu 30 bulan, dengan

diameter batang antara 12-30 cm. Setiap upih daun disusun oleh tiga lapisan, yaitu

lapisIan teduar mengandung serat yang kuat, kasar dengan panjang 1.5-3 m yang

disetbut Wuxy" dimana serat "Manila Hempn dihasilkan; lapisan tengah, mengandung

sejum!eh kecil serat putih yang lebih lunak dari pada lapisan terluar dengan daya

rentang serat yang rendah; dan lapisan dalam yang tidak mengandung serat

(DAAPDP 1988).

F'ada tepi daun terdapat garis hitam yang merupakan pembeda antara pisang

bias3 dan abaka. Abaka mempunyai daun yang lebih sempit dan meruncing pada

bagiisn pucuk. Bunga abaka mirip dengan pisang pada umumnya, tetapi buahnya

lebih kecil dan tidak dapat dikonsumsi. Tandan dan rangkaian buah abaka lebih

pendek, berwama hijau, panjangnya sekitar 5-8 cm dengan penampang sekitar 2.5

cm (PCARRD 1977; Wardiyati 1999).

Jenis abaka yang tumbuh di Filipina sekiiar 100 varietas (PCARRD 1988).

Menl~rut Haroen (1999), terdapat tiga varietas tanaman abaka yang dibudidayakan

di lntlonesia yaitu: varietas Bongolanon, Manguindanao dan Tangongon. Tanaman

abaka tumbuh baik di daerah dengan ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan

laut, suhu 20' dan 25' C, rata-rata curah hujan 2000-3500 mm per tahun (DAAPDP

1988) dan kelembaban 78-88% (PCARRD 1977).

Penyakit Layu Fusarium

Penyaki layu Fusarium disebabkan oleh jamur F. oxyspomm f. sp cubense yang

(91)

dalam struktur klamidospora yang bersifat saprofi pada sisa-sisa tanaman yang

kernudian merupakan sumber inokulum yang dapat menyerang tanaman lain.

Pemyakit ini dapat menular karena perakaran tanaman sehat berhubungan dengan

spora yang dilepaskan oleh tanaman saki yang ada disekitamya, dapat juga melalui

bibit dan tanah yang terinfeksi (Bilgrami dan Dube 1976; Agrios 1988).

Gejala awal tanaman yang terinfeksi adalah berupa bercak kekuningan atau

garis-garis pada bagian bawah daun pertama atau kedua. Wama kekuningan akan

berkembang disepanjang tepi daun dan menyebar ke arah tulang daun yang

kemudian menjadi coklat dan mengering. Apabila te rjadi serangan

berat

tangkai

f

dautl patah disekeliling batang semu, kadang-kadang lapisan luar batang semu juga

merr~belah dimulai dari permukaan tanah (Wardlaw 1972; PCARRD 1977; Ploetz et

a/. 1 !394).

C3ejala yang paling khas dari penyakii ini adalah gejala dalam yaitu bila pangkal

batamg dibelah membujur akan terlihat garis-garis coklat atau h i m menuju ke

semua arah, dari bonggol ke pangkal dan tangkal daun melalui jaringan pembuluh.

Gejala infeksi lanjut akan terlihat pada bonggol. Bonggol menjadi berwama merah

gelap atau merah kecoklatan. Tunas yang tumbuh pada bagian bonggol yang

terserang akan berwama kuning atau merah (PCARRD 1977). Parenkhim pada

awal~iya tidak terserang, tetapi setelah gejala sekunder timbul pembusukan. Berkas

pembuluh akar tanaman saki umumnya berwama hitam dan membusuk (Wardlaw

1972; DAAPDP 1988).

Tandan buah yang terserang oleh F. oxyspomm akan terlihat beiwama kuning

(92)

serta batang semu pecah akan terlihat setelah 2-6 bulan tanaman terinfeksi. Daun

yansl menguning pada tanaman sehat dapat dibedakan dengan tanaman yang

terinfeksi sekitar dua minggu sebelum gejala penyakit layu Fusarium yang lebih

nyata muncul (Wardlaw 1972).

F'enyakii layu Fusarium disebabkan adanya pertumbuhan miselium di antara

jaringan inang. Patogen mampu menghasilkan enzim, toksin dan polisakarida

dalaln jaringan inang. Toksin menyebabkan kerusakan pada permeabilitas

merrlbran s d tanaman yang dapat mengakibatkan kematian sel.

F'atogen yang ada di tanah akan masuk ke dalam akar melalui lenti sel akar.

Patogen berkembang sangat cepat disepanjang akar dan menghasilkan miselium.

Kemudian miselium masuk ke dalam pembuluh xilem melalui noktah dan

menghasilkan mikrokonidium. Spora ini dapat terbawa oleh aliran zat cair ke atas,

tementi dan tersangkut pada dinding sel jaringan pembuluh xilem dan berkecambah

membentuk miselium. Polisakarida dan enzim yang dihasilkan patogen ini dapat

menyebabkan kerusakan pada sel-sel jaringan xilem dan menyebabkan

penyumbatan pembuluh. Selain itu adanya sekresi berupa massa koloidal serta

mengkerutnya sel-sel pembuluh menyebabkan aliran zat cair menjadi terhambat

sehir~gga tejadi proses penurunan laju aliran air dalam pembuluh dan akhimya

menimbulkan kelayuan (Agrios 1988).

Metabolit yang Terdapat dalam Ekstrak F. oxyspomm

Mletabol'i yang disintesis oleh F. oxyspomm antara lain zat pengatur tumbuh dari

(93)

oxyspomm adalah asam indol-3-asetat (IAA). Menurut Agrios (1988), meningkatnya

kandungan IAA menyebabkan peningkatan plastisitas dinding set sehingga pektin,

selulosa dan protein penyusun dinding sel lebih mudah dilewati dan tejadi

perombakan oleh enzim-enzim yang disekresi patogen. Selain itu kandungan IAA

yang tinggi menyebabkan peningkatan laju respirasi pada jaringan yang terinfeksi

dan mempengaruhi permeabiliis sel sehingga terjadi peningkatan transpirasi.

Gaumann (1957) dan Davis (1969) menyatakan bahwa asam fusarat adalah

penyebab penyakit layu. Menurut Page (1959) dan Vesonder dan Hessettine

(19811), asam fusarat dapat mempengaruhi fungsi organel, protein atau enzim

tertentu dari sel tanaman seperti mitokondria sehingga mempengaruhi respirasi,

menghambat enzim kristalin katalase, dan mengganggu membran sel yang dapat

mengakibatkan kebocoran set.

FZusarium menghasilkan enzim pektolitik yaitu pektinmetilesterase, depolimerase

atau poligalakturonase, pektin transeliminase (Gothoskar 1955; Trione 1960;

Heitefuss et a/. 1960), dan enzim selulase (Waggoner dan Dimond 1955; MacHardy

dan Beckman 1981). Enzim-enzim pektolitik memecah bahan pektin dalam dinding

set pembuluh kayu dan masuk ke dalam dinding parenkhim xilem.

Pektinmetilesterase memegang peranan penting penyebab penyumbatan pada

pembuluh dan pencoklatan (Winstead dan Walker 1954). Enzim tersebut dapat

mewlotong metil pada rantai pektin dan menghasilkan asam pektat. Depolimerase

mem~ecah rantai asam pektat menjadi poligalakturonida. Fragmen-fragmen asam

pektat masuk ke dalam pembuluh kayu dan membentuk massa koloidal yang dapat

(94)

dilepaskan dan mengalami polimerisasi menjadi melamin yang berwama coklat oleh

sisterri fen01 oksidase tumbuhan inang. Wama wklat tersebut merupakan ciri khas pada penyaki layu Fusarium (Gothoskar et a/. 1955; Waggoner dan Dimond 1955;

MacHardy dan Beckman 1981 ; Agrios 1988).

Asam Fusarat

Aaam fusarat pertama kali diisolasi oleh Yabuta, Kambe dan Hayashi pada tahun

1 934, merupakan produk metabolit yang dihasilkan oleh jamur Fusarium

hetert~spo~m, Nee. Jamur ini bersifat sapmfit atau non spesifik inang pada rumput,

ape1 clan tanaman lain. Tahun 1952 Gaumann, Naef-Roth dan Kobel menemukan

asam fusarat sebagai toksin penyebab layu pada F. lycope~sici, F. vasenfectum Alk

dan G;ibberella fujikuroi (Saw) Wr (Gaumann, 1 957).

S w r a kimia, asam fusarat disebut asam piridine karboksilat (5 butil asam

pikolir~at) dengan forrnulasi CloHI3O2N dan mempunyai berat molekul 179. Asam

fusarat mumi mempunyai titik lebur 98°-1000C, tetapi bila mengandung asam

dehidlFofusarat mempunyai tiik lebur di atas 1 Og°C.

'Pads jamur tertentu yang menghasilkan asam fusarat seperti G. fujikuroi, filtrat

menyebabkan klorosis pada daun muda tunas tomat yang tidak ditemukan pada

perwbaan layu dengan asam fusarat mumi. Ekstraksi dan pemumian dari filtrat

dapat menghasilkan asam dehidrofusarat mumi (5 butil asam enikpikolinat) dengan

forrnulasi CloHI1O2N, berat molekul 177, dan mempunyai tiik lebur 1 18-1 20'~.

Asam dehidrofusarat dapat berubah menjadi asam fusarat melalui proses

(95)

Asam fusarat dapat diperoleh dari filtrat pada pH 4 dan diekstrak dengan etil

asetat. Ekstrak etil asetat dievaporasi dan residu yang diperoleh dilarutkan dalam

sedikit air kemudin dibuat alkalin dengan menggunakan bikarbonat pada pH 8-8.5.

Pemurniaan dilakukan dengan cara diekstrak dengan eter kemudian dikristalkan

(Gaurrlann, 1957).

Gejala~ akibat asam fusarat

Jika tanaman tomat ditanam pada media yang mengandung M asam

fusarat, gejala pertama kali te Qadi pada batang kemudian pada daun. Pada batang,

pembuluh vaskular mengalami kerusakan, mengkerut berwama abu-abu hijau

terang dan secara gradual menyebar ke petiol. Pengkerutan pada batang dan petiol

adalatl umum tejadi akibat asam fusarat, kemudian petiol mulai membengkok.

Pada konsentrasi yang lebih tinggi, seluruh jaringan pada batang melemah sehingga

batang menjadi kurus. Gejala terlihat empat jam setelah kontak dengan toksin dan

setelalh dua hari perkembangan gejala menjadi sempuma.

Pa~aa daun dari tunas tomat, munculnya gejala lebih lambat dari batang. Daun

yang 1.erserang terdapat bercak-bercak yang tidak beraturan yang berukuran kecil,

berwarna abu-abu hijau dan transparan, kemudian nekrosis berkembang sepanjang

jaringan daun. Setelah 24 jam dari saat inokulasi, daun menjadi keriting dan layu.

Keragaman Somaklonal

Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan

(96)

regenerasi tidak langsung, kultur sel tunggal atau kultur protoplas (Earle dan Gracen

1985; Kwang dan KO 1986; Van den Bulk 1991). Ahloowalia (1986) menyatakan

bahwia keragaman somaklonal yang terjadi dapat berupa defisiensi klorofil,

ketahanan terhadap penyaki atau kadang-kadang muncul keragaman yang

sebelumnya tidak pernah ada di alam. Keragaman dapat juga terjadi pada sifat

tinggi tanaman, ketebalan batang, luas dan bentuk daun, vigor tanaman,

pembungaan, dan fertilitas.

Manurut D'Amarato (1 986) dan George dan Sherrington (1 984), keragaman

somalklonal tejadi karena perubahan genetik yang meliputi perubahan gen atau

kromosom yang terjadi pada saat induksi kalus atau selama pertumbuhan sel dan

jaringan in vitm. Earle dan Gracen (1985) menyatakan bahwa perubahan genetik

dapat menimbulkan perubahan penampilan, baik untuk perubahan sifat yang

menguntungkan ataupun merugikan.

Mutasi secara umum dibedakan dalam dua kelompok, yaitu mutasi alami dan

mutasi buatan. Mutasi alami terjadi secara spontan dan berkaitan dengan faktor-

faktor lingitungan. Mutasi alami terjadi secara lambat, tetapi berlangsung secara

terus-menerus sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengakumulasikan

mutali dalam populasi alami. Menurut Micke et a/. (1987) mutasi secara alami

merupakan sumber keragaman tanaman yang sangat berguna terhadap populasi,

dan berperan dalam menimbulkan keragaman genetik yang berguna untuk

pemuliaan tanaman yang diperbanyak secara vegetatii.

Mutasi buatan adalah mutasi yang diinduksi yang dipakai sebagai salah satu

(97)

fisik ~nenggunakan radiasi atau dengan cam kimia menggunakan senyawa yang

bersilat mutagen.

Radiasi yang umum digunakan yaitu sinar-X atau gamma, sedangkan cara kimia

yaitu menggunakan colchicin dan etilmetan sulfonat (EMS). Penggunaan radiasi

sinar gamma telah dilakukan untuk meningkatkan keragaman tanaman pisang

cavertdish pada kisaran dosis 2.5 Krad (Krikorian dan Cronauer 1986). Pada

tanannan pisang ambon kuning yang berasai dari tunas yang diradiasi sinar gamma

pada dosis 1 dan 1.5 Krad terjadi peningkatan keragaman somaklonal (Sutarto et a/.

1998:l. Widyastuti (2000) menggunaan radiasi sinar gamma pada dosis 2.5-1 0 Krad

untuk mendapatkan keragaman yang tinggi pada tanaman pisang cavendish.

Seleksi in Vitro

Parbaikan tanaman secara in vitm dapat dilakukan melalui keragaman

somakionai. Epp (1986); Van den Bulk (1991); Brazoiot et

al.

(1994); Nagatomi

(1996) menyatakan bahwa penggunaan mutagen kimia atau radiasi yang

dikonlbinasi dengan seleksi in vitro dapat menghasilkan keragaman genetik dan

mempercepat terjadinya mutasi yang berpotensi untuk perbaikan sifat genetik

tananian.

Seleksi in vitm ditujukan untuk memilih mutan secara efektif dan efisien yang

mempunyai sifat sesuai dengan yang diinginkan. Seleksi in v i m pada stadium sel,

kalus dan jaringan dapat menghasiikan varietas baru yang tahan terhadap penyakit,

toleran terhadap salinitas, kekeringan dan herbisida (Duncan dan Widholm 1990;

(98)

Toyoda et a/. (1989) berhasil mendapatkan tanaman tembakau yang tahan

terhadap tobacco mosaic vims melalui seleksi in vitm pada kalus tembakau.

Hutatmat (1991) telah berhasil memperoleh galur-galur mutan padi varietas sentani

yang toleran terhadap aluminium melalui radiasi sinar gamma pada dosis 1 dan 2

Krad yang diikuti dengan seleksi in vitm. Penelitian ECFiki (1997) menghasilkan

bahwa perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis 4 dan 5 Krad yang diikuti dengan

seleksi in vitm terhadap garam menghasilkan tanaman kentang yang toleran

terhadap garam. Nagatomi (1996) berhasil mendapatkan tanaman pir (Pynrs

semtina Rhed) 'Gold Nijisseiki" yang tahan penyaki black spot melalui radiasi sinar

gamma yang diikuti dengan seleksi in vifro. Ochatt et a/. (1999) melaporkan bahwa

seleksi in vitm dapat menghasilkan kalus kentang yang toleran terhadap garam.

Yoshioka et al. (1999) menyatakan bahwa penggunaan radiasi sinar gamma pada

dosis 250 rad yang diikuti dengan seleksi menggunakan toksin spesifik inang

Altemaria altemata (AK-toksin) menghasilkan tanaman persik yang tahan penyakii

black spot.

Seleksi in v i h untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakii dilakukan

dengan menggunakan

filtrat

dari patogen yang menyerang tanaman dan toksin

mumi (Earle 1983). Penggunaan toksin dan filtrat dari patogen sebagai komponen -*

selekrsi telah banyak dilakukan untuk mendapatkan sifat ketahanan terhadap

penyakit. Toyoda et a/. (1984a, 1984b) menggunakan filtrat F. oxyspomm f. sp.

lycop"~!~si dan toksin mumi asam fusarat untuk mendapatkan sifat ketahanan

terhatlap penyakit layu Fusarium pada kalus tomat. Hammerschlag (1988)

(99)

Xanft~omonas campestris pv. pmni

lo6

kolonilml pada tanaman persik. Arai dan

Takel~ci (1993), menggunakan filtrat yang diisolasi dari patogen dan asam fusarat

untuk mendapatkan sifat ketahanan terhadap penyaki layu Fusarium pada kalus

carnation. Pada tanaman gandum, Ahmed et a1 (1 996) menggunakan filtrat sebagai

komponen seleksi.

Penggunaan Radiasi Pada Sistem Biologi

Radiasi adalah pemberian sinar, biasanya radioaktif, pada suatu objek dengan

konsentrasi tertentu selama periode waMu tertentu (Ismachin 1988). Sinar radioaktif

yang biasa dipakai untuk menimbulkan mutasi adalah sinar4 dan sinar gamma.

Salah~ satu sifat dari radioaktii tersebut adalah kemampuannya untuk menghasilkan

radiasi pengion yaitu radiasi dengan energi tinggi yang dapat bereaksi dengan objek

yang dikenai radiasi dengan cara pengionan. Molekul objek akan mengalami

ionisasi dan tereksitasi. lonisasi tejadi bila elektron terlepas dari orbiinya,

sedarigkan eksitasi adalah keadaan dimana satu elektron ditingkatkan

kedutlukannya dari tempat semula menggunakan energi yang lebih tinggi. Elektron

yang terlepss akibat ionisasi akan ditangkap oleh molekul lain yang kemudian dapat

membentuk radikal bebas yang sangat reaktii. Pembentukan radikal bebas tersebut

akan mempengaruhi air yang merupakan komponen terbesar di dalam sel atau

dalarri sistem biologi.

Radikal bebas yang bereaksi dengan molekul-molekul di dalam sistem biologi

(100)

mengganggu homeostatis sel. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan molekul-

molekul di dalam sel tidak dapat beke ja seperti semula (Ismachin 1988).

Pemberian radiasi untuk menimbulkan mutasi harus mempengaruhi DNA sel

objek., karena DNA merupakan komponen utama dari gen. Mutasi tersebut

selanjutnya akan membentuk keragaman genetik baru (Djojosoebagio 1988).

Perul~ahan genetik di dalam sel somatik dapat diwariskan dan dapat menyebabkan

tejadinya perubahan fenotipe. Perubahan tersebut dapat terjadi pada tingkat sel

atau sekelompok sel sehingga individu dapat mengalami khimera (Micke et a/.

1987).

Di dalam jaringan yang diradiasi dengan mutagen radioaktii akan terjadi ionisasi

molekul air, kemudian mengoksidasi gula dalam DNA sehingga rangkaian

nukleotidanya rusak atau susunan nukleotidanya berubah. Perubahan susunan

nukleotida dapat menyebabkan terganggunya replikasi, transkripsi dan translasi

(Crowder 1990). Menurut Djojosoebagio (1988) radiasi dapat menyebabkan

te jadinya perubahan dalam komposisi basa, dapat menyebabkan putusnya rantai

DNA. Pengaruh radiasi terhadap basa nukleotida menyebabkan terjadinya rnutasi

gen seperti subsitusi, penambahan atau hilangnya basa dalam molekul DNA.

Radiasi dapat juga menginduksi perubahan krornosom. Perubahan kromosom

yang tejadi dapat berupa perubahan struktur atau jumlah kromosom sehingga

menyebabkan perubahan dalam susunan dan jumlah bahan genetik (Crowder 1990;

Djojosoebagio 1988). Perubahan struktur kromosom meliputi delesi, inversi,

duplik.asi atau translokasi (Crowder 1990; Griffihs et a/. 1993). Perubahan jumlah

(101)

(1988), poliploidi yang disebabkan oleh radiasi sebagian besar karena pengaruh

sekuinder akibat aberasi kromosom yang menyebabkan tidak dapat terjadinya

(102)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2000 sampai April 2002

bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman

Pangan, Bogor. Perlakuan radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi lsotop

dan Ftadiasi (PAIR), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta.

Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman abaka

(Musa textilis Nee) varietas Tangongon. Komponen seleksi yang digunakan adalah

toksirl murni asam fusarat. Filtrat F. oxyspomm yang digunakan untuk seleksi in

vitro berasal dari kultur F. oxyspomm selama empat hari, dalam satu lier media

PDB (Potato Dextose Broth) yang diekstraksi menjadi 600 ml filtrat (Tombe M 20

Agustus 2001, komunikasi pribadi). Pengujiin ketahanan tanaman di rumah kaca

menggunakan suspensi konidia F. oxyspomm yang diperoleh dari Laboratorium

Hama dan Penyakit Balai Peneliian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu (1) Penentuan konsentrasi asam

fusarifi untuk seleksi in vitro, (2) Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap daya

regen~erasi dari kalus, (3) Seleksi in vitm pada tunas hasil dari kalus yang diradiasi

(103)

vitro ~clengan suspensi konidia F. oxyspomm di rumah kaca. Tahapan penelitian

disajikan pada Gambar 1.

P'enentuan konsentrasi asam lusarat untuk seleksi in vitm

I

Konsentrasi terpilih

I

embriogenik

Tunas

n

Pemulihan tahap 1

1

Pemulihan tahap II

I

Seleksi dengan media yang mengandung 50% filtrat F. oxyspomm

Pengujian dengan suspensi konidia F. oxyspomm di rumah kaca

(104)

Peneman konsentrasi asam fusarat untuk seleksi in v h

Tahap ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang menyebabkan kematian

tunas Konsentrasi yang diperoleh digunakan untuk menyeleksi tunas yang

dihasilkan oleh kalus yang telah diradiasi. Eksplan yang digunakan adalah tunas

berurr~ur dehpan minggu. Tunas ditanam di media dasar Murashige dan Skwg

(1962) ditambah dengan zat pengatur tumbuh yaitu 5 mgll BAP (Benzil Amino Purin)

+

0.4 mgn thidiazuron

+

100 mgA asam askorbat serta asam fusarat pada berbagai

konsentrasi: 0, 15, 30, 45, 60, dan 75 mgll. Penelitian disusun berdasarkan

rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan pada umur

delapn minggu setelah tanam yang meliputi persentase hidup eksplan, L D ~ , L D , ,

jumlah dan tinggi tunas.

Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap daya regenerasi dari kalus

Alat yang digunakan untuk radiasi adalah Irradiator Gammacell 220 (sumber Co

60) dctngan dosis radiasi 0, 0.5, 1, 1.5, 2, dan 3 Krad. Eksplan yang diradiasi adalah

kalus embriogenik tanaman abaka yang berukuran 5 mm (Gambar 2). Setelah

radiasi kalus ditanam di dalam media regenerasi yaitu media MS yang diperkaya

dengan 5 mgn BAP

+

0.4 mgll thidiazuron

+

100 mgll asam askorbat selama

delapan minggu. Penelitian disusun berdasarkan ran'cangan acak lengkap.

Penelitian ini menggunakan 10 kalus tiap perlakuan dan dilakukan empat ulangan.

Parameter yang diamati adalah persentase hidup kalus, jumlah dan tinggi

(105)

I

Gambar 2. Kalus embriogenik tanaman abaka

S s l e b i in v i h pada tunas hasil dari kalus yang d i r a d i i i untuk ketahanan terhadap asam fusarat

Seleksi ketahanan tanaman terhadap Fusarium dilakukan dalam dua tahap yang

berurutan. Seleksi tahap I dilakukan pada tunas yang dihasilkan oleh kalus yang

telah diradiasi dalam media seleksi yang mengandung asam fusarat dengan

konsentrasi berdasarkan hasil yang dipemleh dari penelitian sebelumnya. lnkubasi

pada media seleksi dilakukan selama delapan minggu. Tunas yang tahan

disubkultur pada media bebas toksin asam fusarat selama delapan minggu untuk

proses pemulihan I dan multiplikasi yaitu media MS

+

5 mgll BAP

+

0.4 mgtl

thidiazumn + 100 mgll asam askorbat. Selanjutnya dilakukan seleksi tahap II pada

media yang mengandung asam fusarat dengan konsentrasi yang dinaikkan satu

tingkat dari seleksi tahap I. Setelah delapan minggu tunas yang tahan dilakukan

pemulihan II dan multiplikasi. Tunas yang tetap hidup kemudian diseleksi dengan

media yang mengandung filtrat F. oxyspomm dengan konsentrasi 50% selama

(106)

perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Parameter yang diamati adalah persentase

hidup tunas, jumlah dan tinggi tunas.

Pengujimn tanaman hasil seleksi in v h dengan suspensi konklia

F.

oxysporum dl rumah kaca

Untuk mengetahui hubungan ketahanan tanaman terhadap asam fusarat yang

diperoleh dari sebksi in vitro dan ketahanan tanaman terhadap Fusarium maka

dilakukan pengujian dengan menggunakan suspensi konidia F. oxysporum di rumah

kaca. Tunas yeng diperoleh dari perlakuan seleksi in vitro diakarkan pada media

perakaran yaitu media MS yang diperkaya dengan 0.5 mgA NAA selama enam minggu (Gambar 3).

[image:106.579.76.388.372.712.2]

1

Gambar 3. Tangman hasil seleksi in v i h yang siap untuk pengujian di rumah kaca

(107)

Tanaman diuji dengan suspensi konidia F. oxysponm dengan metode dipping

(Peg13 dan Langdon 1986) yaitu dengan mencelupkannya dalam suspensi konidia F. oxyspomm dengan kerapatan konidia 1 03, 1

o4

dan 10' Iml air steril selama 30 menit, selarlljutnya ditanam pada tanah steril dan diinkubasi di rumah kaca. Penilaian

terhadap gejala penyakii yang timbul dilakukan pada 30 hari setelah inokulasi.

Penilaian dilaku kan berdasarkan Epp (1 986) dengan skala 1-5 dimana 1 =tidak ada

yang menguning; 2=sediki menguning pada daun terbawah; 3-fejadi penguningan

yang meluas dengan kelayuan yang nyata; 4=terjadi penguningan pada daun yang

belurn dan baru membuka; 5=tanam mati. Parameter yang diamati yaitu persentase

(108)

Penentuan Konsentasi Asam Fusarat untuk Seleksi in V i i

$;emakin tinggi asam fusarat yang diberikan ke dalam media tumbuh semakin

rendah persentase hidup tunas yang ditanam di media tersebut (Gambar 4). LOQ

dipe~~oleh pada konsentrasi 30 mgn asam fusarat. Setelah delapan minggu, semua

tunas mati pada dosis 45 mgtl asam fusarat (LOfoo), sehingga untuk memilih

tanaman yang tahan terhadap Fusarium, seleksi dilakukan di dalam media yang

mengandung 45 mgA asam fusarat. Penelitian Toyoda et a/. (1984b) pada kalus

tanaman tomat yang diseleksi pada media yang mengandung asam fusarat dengan

konsentrasi 0.5, 1, 5, 10, 50, 100, 500, dan 1000 mgll menghasilkan LDlw pada

konsentrasi 10 mg/l asam fusarat, sedangkan LD50 diperoleh pada konsentrasi 5

mgn.

Tunas yang mati pada awalnya menunjukkan gejala busuk pada pangkal batang

kemudian menjalar ke bagian atas dan berwarna coklat kehitaman. Gejala tersebut

menyerupai gejala penyaki l a y Fusarium yang menyerang pertanaman di

laparigan. Asam fusarat dapat menghambat pertumbuhan sel. Menurut Van den

Bulk (1991) penghambatan pertumbuhan sel disebabkan karena asam fusarat

menghambat respirasi pada mitokondria, menurunkan ATP pada membran plasma

(109)

u

0 15 30 45 60 75

Konsentrasi Asam Fusarat (rng~l)

Gamtmr 4. Daya hidup tunas abaka pada media seleksi asam fusarat delapan minggu setelah tanam

Konsentrasi asam fusarat yang diberikan berpengaruh terhadap jumlah dan

tingg~i tunas yang dihasilkan (Tabel 1). Jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan dari

perlakuan 15 dan 30 rngA asam fusarat tidak berbeda dengan kontrol. Hasil

penelitian Matsumoto et a/. (1995) pada tunas tanaman pisang kultivar 'Maca' dan

'Nanicao' yang ditanam dalam media yang rnengandung asam fusarat dengan

konsentrasi 8.95, 17.90, 89.50, dan 35.80 mgn menyebabkan penurunan berat

segar seiring dengan peningkatan konsentrasi asam fusarat.

Ketlerangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan

Tabel 1. Pengaruh asam fusarat terhadap jumlah dan tinggi tunas abaka pada umur delapan minggu setelah tanam

Ko~nsentrasi Asam Fusarat (mgll)

i

0

15 30 45 60 75

Rerata Jumlah Tunas

1.24 a

1.33 a

1.00 a

0.00 b

0.00 b

0.00 b

Rerata Tinggi Tunas (cm)

1.26 a

1.44 a

0.53 ab

0.00 b

0.00 b

[image:109.574.71.494.72.759.2]
(110)

Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Daya Regenerasi dari Kalus

Ftadiasi berpengaruh terhadap daya regenerasi kalus. Semakin tinggi dosis

radiasi, semakin rendah kemampuan kalus untuk melakukan regenerasi untuk

menlbentuk tunas. Setelah delapan minggu di media tanam, semua kalus yang

tidak diradiasi dapat beregenerasi. Pemberian radiasi pada dosis 0.5, 1, 1.5, 2 ,dan

3 Kriad rnenyeba b k ~ n daya regenerasi kalus secara berturut-turut adalah 85, 64.36,

43.64, 12.5, dan 0%. Pada radiasi 3 Krad kalus tidak dapat beregenerasi dan

menlgalami kematian. LDS diperoleh pada kisaran radiasi 1.0

-

1.5 Krad (Gambar

5)-

u.

0 0.5 1 1.5 2 3

[image:110.572.75.480.43.767.2]

Dosis Radiasi (Krad)

Gambar 5. Daya tahan kalus embriogenik setelah radiasi pada media regenerasi umur

delapan minggu

i.

Hesil peneliian Smith et a/. (1997) pada tunas tanaman pisang cavendish yang

diradiasi dengan sinar gamma menghasilkan LDm pada dosis 4 Krad. Imelda et a/.

(199'7) melaporkan bahwa persentase tunas hidup dari tunas apikal pisang raja sere

yang diradiasi pada dosis 1-4 Krad adalah 80%, sedangkan pada dosis 5 Krad hanya 64%. Pada tunas tanaman kentang LDm diperoleh pada kisaran dosis radiasi

(111)

benilr manggis diperoleh pada kisaran dosis 2 dan 4 Krad. Menurut Nagatomi

(1998), dosis terbaik untuk menghasilkan mutan terletak di bawah LDS0, walaupun

padai dosis tersebut menyebabkan lebih banyak kenrsakan pada stadia awal.

F'enampakan wama tunas yang terbentuk dari perlakuan radiasi bervariasi

antala putih kehijauan dan putih kekuningan, sedangkan pada kontrol tunas yang

dihaaiilkan berwama hijau (Gam~ar 6). Tunas yang diperoleh dari kalus yang

mentlapat perlakuan radiasi dig unakan untuk seleksi in vitro ketahanan terhadap

penyaki layu Fusarium dengan menggunakan toksin murni asam fusarat.

Perlakuan radiasi yang diberikan pada kalus sebelumnya berpengaruh terhadap

jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan (Tabel 2). Semakin tinggi dosis radiasi yang

diberikan semakin rendah kemampuan kalus untuk beregenerasi membentuk tunas

adventi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Novak et a/. (1990) pada tunas

pucuk pisang dari klon SH 3142, Grand Nain, Highgate, SH 3436, AVP 67, Saba

dan Pelipita yang diradiasi dengan sinar gamma 1.5, 3, 4.5, dan 6 Krad

memperlihatkan jumlah tunas dan berat segar semakin menurun seiring dengan

penin~gkatan dosis radiasi yang diberikan. Demikian juga pada ka!us padi indica

menghasilkan penurunan laju pertumbuhan dan jumlah tunas yang dihasilkan

denglan semakin tingginya dosis radiasi yang diberikan, dimana pada dosis 0.5-1.0

Krad menghasilkan keragaman genetik yang tinggi (Gao dan Liang 1992).

Sebaliknya pada batang tanaman kentang kultivar Atlantik yang diradiasi sinar

gamnna pada beberapa taraf yaitu 0.1,1,2,3 dan 4 Krad temyata pada dosis 4 Krad

meng~hasilkan jumlah tunas lebih banyak dengan planlet yang lebih tinggi, berbatang

(112)

Tabell 2. Pengaruh radiasi sinar gamma pada kalus embriogenik terhadap jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan pada umur delapan minggu setelah tanam

7

Dosis Radiasi (Krad) ( Rerata Jumlah Tunas tiap

I

Rerata Tinggi Tunas (cm) tiap

1

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan

-

0.0

12erlakuan radisi 3 Krad menyebabkan tidak satupun kalus yang menghasilkan

tunas. Proses regenerasi yang terhambat karena radiasi dapat menyebabkan Kalus yang Beregenerasi

3.61 a

rusaknya DNA sehingga proses sintesis protein atau enzim terganggu. Gangguan Kalus yaG Beregenerasi

2.32 a

pada sintesis protein menyebabkan gangguan metabolisme sehingga proses

morfogenesis pada kalus embriogenik terganggu yang menyebabkan proses

regerierasinya terganggu.

F'erlakuan radiasi pada jaringan dapat menyebabkan perubahan pada jumlah

dan struktur kromosom (Djojosoebagio 1988; Larkin dan Scrowcroft 1981).

Pemlberian radiasi yang diharapkan adalah yang mempunyai pengaruh fisiologi

rendah namun berpengaruh terhadap perubahan-perubahan sifat tanaman ke arah

(113)

Gambar 6. Penampakan tunas dari kalus yang diradiasi pada berbagai dosis radiasi a=O Krad, b=0.5 Krad, c=l Krad, d=1.5 Krad, e=2 Krad, dan f=3 Krad

Seleksi in VHm Pada Tunas Hasil dari Kalus yang Diradiasi untuk Ketahanan Terhadap Asam Fusarat

Seleksi tahap I

Seleksi in vim tahap I pada tunas hasil dari kalus yang diradiasi 0.5, 1, 1.5 dan L

Krad dalam medii yang mengandung komponen seleksi 45 mgn asam fusarat

menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis radiasisemakin rendah daya hidup tunas,

yaitu bertunrt-turut sebesar 46.67, 38.89, 16.67, dan 0% (Gambar 7). Pada

perlakuan radiasi 2 Krad tidak ada tunas yang tahan dalam media seleksi, yang

[image:113.564.69.499.67.767.2]
(114)

dosis l:inggi pada kalus mengakibatkan kerusakan DNA dari tunas yang dihasilkan

yang rnempengaruhi pertumbuhan bahkan dapat mengakibatkan kematian sel dari

tunas 'tersebut. Ketahanan tunas hasil regenerasi dari kalus yang diradiasi terhadap

asam fusarat, diduga karena tunas tersebut telah mengalami mutasi.

Seleksi Tahap l

Pemulihan Tahap I

d 0.5 1 1.5

[image:114.570.67.484.21.771.2]

Dosis Radiasi (Krad)

Gambar 7. Daya tahan tunas yang didapat dari kalus yang diradiasi pada berbagai dosis dalam media seleksi I yang mengandung 45 mgll asam fusarat dan media pemulihan delapan minggu setelah tanam

Dosis radiasi yang diberikan berpengaruh nyata terhadap parameter

perturnbuhan (Tabel 3). Pada radiasi 0.5, 1 dan 1.5 Krad tunas dapat melakukan

perbanyakan pada media seleksi kecuali radiasi 2 Krad. Tunas yang berasal dari

perlak~uan radiasi 1 Krad menghasilkan tunas yang paling banyak yaitu rata-rata

2.33 tunas tiap tunas yang tumbuh demikian juga tintuk tinggi tunas adalah yang

paling1 tinggi yaitu 0.90 cm.

Setelah tahapan seleksi I dilakukan perbanyakan tunas pada media bebas toksin

untuk proses pemulihan sebelum memasuki seleksi tahap selanjutnya. Hal ini

dilakilkan untuk menghindari penurunan kemampuan multiplikasi karena diinkubasi

pada media yang mengandung toksin. Menurut Van den Bulk (1991) periode kuttur

(115)

keman~puan set untuk beregenerasi. Brazolot et al. (1994) melaporkan bahwa

subkultur yang berulang pada media bebas toksin dapat meningkatkan ketahanan

tanamian alfafa terhadap toksin.

Tabel 2;. Jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan pada media seleksi I yang mengandung 45 mgll asam fusarat delapan minggu setelah tanam

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan

*) tidak ada eksplan yang hidup dari seleksi tahap I Dosis Radiasi

(Krad)

F

0.5

1 1.5

2

Tunas yang dihasilkan dari radiasi 1 Krad dapat tumbuh semua pada media

pemulihan, sedangkan yang dihasilkan dari radiasi 0.5 Krad hanya 50% yang

tumbuh (Gambar 7). Tunas yang dihasilkan dari kalus yang diradiasi 1.5 Krad tidak

Seleksi Tahap I

dapat diperbanyak pada media pemulihan sehingga tidak dapat diseleksi pada tahap

11.

Rerata Jumlah Tunas

1.44 ab

2.33 a 1 .OO bc 0.00 c.

Pemulihan Tahap I

Pejrlakuan radiasi 0.5 dan 1 Krad pada kalus tidak berbeda pengaruhnya

Rerata Tinggi Tunas (crn)

0.81 a 0.90 a 0.05 ab 0.00 b

Rerata Jumlah Tunas

3.67 a 3.94 a 0.00 b

terhaclap jumlah tunas yang dihasilkan. Namun demikian perlakuan radiasi 1 Krad

Rerata Tinggi Tunas (cm)

2.08 a 2.24 a 0.00 a

*

menglrlasilkan jumlah tunas yaitu rata-rata 3.94 tunas dan tinggi tunas rata-rata 2.24

cm yang cenderung lebih tinggi dari perlakuan lainnya (Tabel 3).

Seleksi tahap II

Tunas yang tahan hasil seleksi tahap I setelah melalui proses pemulihan diseleksi

[image:115.572.72.492.33.774.2]
(116)

menjiidi 60 mgn. Seleksi bertahap dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang

tahan secara konsisten.

Pa~da seleksi tahap II tunas hasil radiasi 0.5 dan 1 Krad dapat hidup pada media

seleksi dengan persentase hidup sebesar 18.89 dan 20.37 % (Gambar 8).

Pengaruh radiasi 0.5 dan 1 Krad tidak berbeda terhadap jumlah tunas yang

dihasilkan pada media seleksi yang mengandung 60 mgll asam fusarat, namun

berpe!ngaruh terhadap tinggi tunas yang dihasilkan (Tabel 4). Jumlah dan tinggi

tunas tertinggi dihasilkan dari perlakuan radiasi 1 Krad yaitu sebesar 1.75 dan 2.33

cm.

Seleksi Tahap II

Pemulihan Tahap II

0.5 1

Dosis Radiasi (Krad)

Gamtlar 8. Daya tahan tunas yang didapat dari kalus yang diradiasi pada berbagai dosis di dalam media seleksi II yang mengandung 60 mgll asam fusarat dan media pemulihan delapan minggu setelah tanam

Setelah tahapan seleksi II dilakukan proses pemulihan pada media bebas toksin

sebellum memasuki seleksi tahap selanjutnya. Tunas yang dihasilkan dari radiasi

0.5 Krad dapat tumbuh 50%, sedangkan yang dihasilkan dari radiasi 1 Krad hanya

45.45% yang tumbuh (Gambar 8).

Pada media pemulihan setelah seleksi II, perlakuan radiasi berpengaruh

(117)

berperrgaruh tethadap tinggi tunas. Perlakuan radiasi 1 Krad menghasilkan jumlah

tunas 'terbanyak yaitu rata-rata 2.57 (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah dan tinggi tunas yang dihasilkan pada media seleksi II yang mengandung 60 mg/i asam fusarat delapan minggu setelah tanam

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama rnenunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan

tidak ada eksplan yang hidup pada pemulihan setelah seleksi I *) tidak ada eksplan yang hidup dari seleksi tahap I

Seleksi dengan Filtrat F. oxysporum

Seileksi dengan filtrat F. oxyspomm dilakukan untuk mengetahui ketahanan tunas

terhadap asam fusarat dan terhadap filtrat yang diisolasi dari F. oxyspomm.

Tanarnan yang tahan terhadap toksin tidak menjamin tahan sepenuhnya terhadap

penyakii. Menurut Van den Bulk (1991) toksin non spesifik dapat meningkatkan

gejala penyakit tetapi tidak terlibat dalam interaksi primer. Filtrat selain mengandung

toksin juga menghasilkan produk metabolisme sekunder yang mempunyai pengaruh

fisiologis pada tingkat selular yang sama dengan auksin yang dapat memacu

pertu~nbuhan. Penggunaan metode seleksi ini merupakan salah satu cara untuk

mendapatkan kepatiian hasil yang tinggi dari metode seleksi yang digunakan.

Hasil seleksi dengan media yang mengandung 50% filtrat F. oxyspomm

memlwrlihatkan bahwa tunas yang tahan terhadap asam fusarat tahan juga

r;;;iasi

1 1.5

Seleksi Tahap II

Rerata Jumlah Tunas

1.60 a 2.57 b

PemulihanTahap I1

2

Rerata Tinggi Tunas (cm)

0.6 a 0.5 a Rerata Jumlah

Tunas 1.25 a 1.75 a

Rerata Tinggi Tunas (cm)

1.00 a 2.33 b

*

*)

[image:117.570.69.489.31.774.2]
(118)

terhadap filtrat F. oxyspomm. Perlakuan radiasi 0.5 Krad pada kalus menghasilkan

tunas yang semuanya dapat hidup di media seleksi dengan 50% filtrat F. oxyspomm

selama delapan minggu, sedangkan perlakuan radiasi 1 Krad hanya menghasilkan

80% tunas yang bertahan hidup pada kondisi yang sama. Pada tunas yang

dihasiHkan dari kalus yang tidak diradiasi hanya 13.33% tunas yang dapat hidup

pada media yang mengandung 50% filtrat F. oxyspomm (Gambar 9).

0.5

Dosis Radiasi (Krad)

Gztmbar 9. Daya tahan tunas yang dihasilkan oleh kalus yang diradiasi dengan berbagai dosis pada media seleksi yang mengandung 50% filtrat F. oxysporum delapan minggu setelah tanam

Perlakuan radiasi pada kalus dapat meningkatkan persentase daya tahan tunas

dalarr~ media seleksi yang mengandung 50% filtrat dibandingkan kontrol. Hal ini

didugla telah te jadi mutasi pada s

Gambar

Gambar 3. Tangman hasil seleksi in v i h  yang siap untuk pengujian di rumah kaca
Tabel 1. Pengaruh asam fusarat terhadap jumlah dan tinggi tunas abaka pada umur delapan
Gambar 5. Daya tahan kalus embriogenik setelah radiasi pada media regenerasi umur
Gambar 6. Penampakan tunas dari kalus yang diradiasi pada berbagai dosis radiasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik membuktikan bahwa Ha diterima pada penggunaan sari wortel terhadap kualitas uji jenjang yang meliputi kualitas eksternal volume (mengembang)

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan bagi klinik untuk menyediakan media edukasi seperti leaflet, atau lembar balik yang ada kaitannya dengan

Sedangkan analisa yang dilakukan pada data seismik adalah analisa hasil inversi secara vertikal untuk mengetahui nilai Impedansi Elastik zona target dan analisa

Berdasarkan pra survay yang dilakukan di Desa Pulau Komang Sentajo terlihat masih kurang berjalannya koordinasi atau hubungan kerja antara Kepala Desa Pulau

Dilihat dari akses untuk mem- peroleh air bersih itu sendiri, warga dapat menikmati air bersih dengan tanpa bersusah payah dalam pengam- bilan air yang seperti

Perntimbang Majelis Hakim menyatakan bahwa perkara tersebut merupakan penganiayaan ringan maka pengajuan perkara ini ke Pengadilan oleh Penuntut Umum dengan acara biasa

Jika benar apa yang dikatakan Noldeke dan Hartwig Hirschfeld bahwa al-h } urûf al- muqat } t } a‘ah adalah inisial atau kesepakatan Rasulullah dengan para sahabat, bagaimana