SKRIPSI
PENGARUH PERENDAMAN INSEKTISIDA PERMETRIN TERHADAP DAYA TETAS TELURArgulus japonicus
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh : RATIH KUSUMI KEDIRI- JAWA T
Oleh :
DEVY AGUSTIA PRATIWI SURABAYA–JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PENGARUH PERENDAMAN INSEKTISIDA PERMETRIN TERHADAP DAYA TETAS TELURArgulus japonicus
Sebagai Salah Satu untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
DEVY AGUSTIA PRATIWI NIM. 141011066
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama, Pembimbing Serta,
Dr. Kismiyati, Ir, M.Si Sudarno, Ir. M. Kes
SKRIPSI
PENGARUH PERENDAMAN INSEKTISIDA PERMETRIN TERHADAP DAYA TETAS TELURArgulus japonicus
Oleh :
DEVY AGUSTIA PRATIWI NIM. 141011066
Telah diujikan pada
Tanggal : 18 September 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA Anggota : Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.
Abdul Manan, S. Pi. M. Si Dr. Kismiyati, Ir., M.Si. Sudarno, Ir. M. Kes
Surabaya, 2 Oktober 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga Dekan,
v RINGKASAN
Devy Agustia Pratiwi. Pengaruh Perendam Insektisida Permetrin Terhadap Daya Tetas Telur Argulus japonicus. Dosen pembimbing Dr. Kismiyati, Ir., M.Si dan Ir. Sudarno, M.Kes.
Parasit adalah organisme yang bergantung pada inang sebagai habitatnya dan mengambil makanan dari inang tersebut. Infestasi parasit merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh pembudidaya ikan hias.Argulus japonicusmerupakan ektoparasit yang menginfestasi ikan air tawar dibagian sirip, kulit, insang dan operkulum. Pengendalian Argulus japonicusyang efisien dapat dilakukan dengan memotong daur hidup terutama pada stadium telur dengan insektisida permetrin. Prinsip kerja insektisida pyretroid berfungsi sebagai racun axonik yang merusak serabut saraf. Tosisitas yang ditimbulkan oleh insektisida permetrin menyebabkan embrio tidak dapat berkembang dan mengalami kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk munurunkan daya tetas telur Argulus japonicus. Menurunnya daya tetas telur Argulus japonicus dapat terjadi akibat terikatnya sejenis protein di dalam saraf yang dikenal sebagai voltage-gated sodium channel sehingga menyebabkan embrio dalam telur tidak dapat berkembang. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari lima perlakuan dan empat ulangan. Konsentrasi yang diberikan adalah Kontrol, 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, dan 1 ppm. Parameter utama yang diamati adalah menghitung daya tetas telur Argulus japonicus. Parameter pendukung meliputi DO, pH, suhu. Data dianalisis dengan ANOVA.
SUMARRY
Devy Agustia Pratiwi. The influence diping insecticide permetrhin against hatching rate Argulus japonicas eggs. Supervising lecturer dr. Kismiyati, Ir., M.Si and Ir. Sudarno, M.Kes.
Parasite is an organism that depends on a host as their habitats and takes food from the host. Parasite’s infestation is the biggest problem facing the cultivator of the ornamental fish. Argulus japonicus is ectoparasite that infest freshwater fish fin, to the skin gills and operculum. Argulus japonicus efficient Control can be done by cutting life cycle especially on stage permetrin eggs with insecticide. The working principle of the insecticide pyretroid serves as the poison axonik that damage nerve fibers. Tosisitas inflicted by an insecticide permetrin cause embryo cannot have developed and experienced the death.
This study aimed to decrease hatching rate ofArgulus japonicuseggs. The decrease hatching rate of Argulus japonicus eggs it can result from a kind of protein in nervous known as voltage-gated sodium channel so as to cause an embryo in the egg cannot have developed. The study method was done by experiment with the experimental design was used Completely Randomized Design (CRD). Five treamental and four replicates. The treatment consists the addition solution insecticide permetrin with concentration control, 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, 1 ppm. The main parameter is counting of hatching rate of japonicus eggs. The supporting parameter on the research were temperature, pH and DO. Data analysis was by ANOVA.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Pemrendaman Insektisida Permetrin Terhadap Daya Tetas Telur Argulus japonicus dapat terselesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium pendidikan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga pada bulan Juli 2014.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.
Surabaya, Agustus 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak melibatkan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar. Tidak lupa rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.
2. Dosen Wali Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.
3. Ibu Dr. Kismiyati, Ir., M.Si Dosen Pembimbing pertama dan Bapak Ir. Sudarno, M.Kes Dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingannya sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian skripsi. 4. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M. Si, Ibu Prof. Dr Subekti, drh., DEA., dan
Bapak Abdul Manan S. Pi., M. Si. sebagai dosen penguji yang memberikan saran dan evaluasi demi perbaikan skripsi.
5. Orang tua dan keluarga besar yang memberikan doa dan motivasi hingga selesainya skripsi
6. Seluruh staf Pengajar dan staf kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan
7. Mbak Anita, Mbak Dini, Mbak Is, Mbak Irma yang telah membantu dalam memberikan informasi selama penelitian dan pembuatan skripsi.
ix
9. Keluarga besar Piranha 2010 dan KKN BBM 49.
10. Semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini.
Surabaya, Agustus 2014
DAFTAR ISI
2.1.1 KlasifikasiArgulus japonicus... 4
2.1.2 MorfologiArgulus japonicus... 4
2.1.3 Habitat dan Penyebaran ... 6
2.1.4 Reproduksi... 7
2.1.5 Daur HidupArgulus japonicus... 7
2.1.6 TelurArgulus japonicus... 8
2.2 Insektisida Permetrin... 9
2.3 PengendalianArgulus japonicusdengan Insektisida Permetrin ... 10
III. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 12
3.1 Kerangka Konseptual ... 12
xi
IV. Metodologi Penelitian ... 15
4.1 Tempat dan Waktu ... 15
4.2 Materi Penelitian ... 15
4.3 Metodologi Penelitian... 15
4.3.1 Metodologi Penelitian... 15
4.3.2 Penelitian Pendahuluan... 16
4.3.3 Rancangan Percobaan... 16
4.3.4 Prosedur Kerja ... 17
V. Hasil dan Pembahasan... 22
5.1 Hasil... 22
5.1.1 Daya Tetas TelurArgulus japonicus... 22
5.1.2 Kualitas Air... 25
5.2 Pembahasan... 26
VI. Kesimpulan dan Saran ... 30
6.1 Kesimpulan ... 30
6.2 Saran... 30
Daftar Pustaka ... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. MorfologiArgulus japonicus... 6
2. Daur hidupArgulus japonicus... 8
3. Struktur Senyawa Permetrin ... 10
4. Skema Kerangka Konseptual ... 14
5. Denah penempatan perlakuan ... 19
6. Prosedur Kerja Penelitian... 21
7. TelurArgulus japonicus... 23
xiii DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme
lain dan mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya (Subekti dan
Mahasri, 2010). Berdasarkan predileksi parasit dibagi menjadi dua yaitu
ektoparasit dan endoparasit (Kabata, 1985). Menurut Levine (1978), ektoparasit
merupakan parasit yang habitatnya atau hidup pada permukaan tubuh inangnya
sedangkan endoparasit merupakan parasit yang habitatnya pada bagian dalam
organ tubuh inangnya.
Argulus japonicusmerupakan salah satu ektoparasit yang sering ditemukan pada budidaya ikan hias air tawar di Indonesia khususnya di Jawa Timur
(Kismiyati dan Mahasri, 2012). Argulus ditemukan menginfestasi ikan koi di Tulungangung dengan prevalensi sebesar 14% (Azmi dkk, 2013). Argulus japonicus ditemukan menginfestasi ikan hias Platy Koral (Xyphophorus maculatus) dengan prevalensi sebesar 50% (Nurfatimah, 2001). Menurut Taylor et al (2006) Argulus ditemukan di Inggris dengan prevalensi 29% yang menyebabkan kerugian ekonomi melalui penurunan jumlah peminat.
Predileksi Argulus japonicus adalah pada sirip, kulit, insang dan operkulum. Infestasi Argulus japonicus pada inang ditandai dengan luka pada permukaan tubuh, pendarahan, berenang tidak teratur dan kehilangan
sekunder yang disebabkan oleh bakteri dan jamur, dan membuat inang menjadi
lemah (Yildiz and Kumantas, 2002). Argulus japonicusmemiliki ukuran tubuh 4 sampai 8 mm sehingga dapat dilihat dengan kasat mata. Argulus japonicus betina memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan yang jantan (Alas et al, 2010).
Argulus japonicus memiliki daur hidup secara langsung yang hanya membutuhkan satu inang untuk berkembang dari nimfa sampai dengan dewasa.
Menurut Steckler and Yanong (2012), telur Argulus japonicus menetas dalam waktu 10 hari pada suhu 350C tetapi memerlukan waktu 61 hari pada suhu 150C. Argulus japonicus memiliki tingkat reproduksi yang tinggi, sehingga mudah sekali bertelur. Pemutusan rantai daur hidup Argulus japonicusdapat dimulai dari stadium telur, sehingga populasinya dapat dihentikan sebelum menetas menjadi
individu baru.
Pengendalian Argulus japonicus dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida yaitu organophosphates, potassium permanganat 2-5 mg/l (Oge, 2002)
; pyrethrum (20-100 ppm selama 10-20 menit), dipterex (100 ppm selama 1 jam),
malathion (0,25 ppm selama 6 jam), trichlorfon 0,25 ppm (Kabata, 1985).
Pengendalian terhadap daya tetas telurArgulus japonicus dapat dilakukan dengan pemberian NaCl (Fatiza dkk., 2011).
Penggunaan insektisida sintetis dalam mengatasi permasalahan akibat
parasit pada ikan terutama yang disebabkan olehArgulus japonicusmasih banyak digunakan. Berdasarkan keputusan Mentri Pertanian Republik Indonesia Nomor
teknik pestisida mentri pertanian pasal 2 menyatakan bahwa bahan teknis
permetrin mengandung kadar bahan aktif minimum dan diperbolehkan di
Indonesia. Permetrin merupakan salah satu insektisida pyretroid, berfungsi sebagai racun axonik yang beracun terhadap serabut saraf. Pyretroid digunakan karena memiliki efek melumpuhkan yang cepat, terdegradasi di lingkungan cepat
membutuhkan waktu 6-10 hari (Sastroutomo, 1992). Pada penelitian ini
digunakan insektisida permetrin sebagai pengendali daya tetas telur Argulus japonicusyang diharapkan dapat memotong daur hidupnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah permetrin mempengaruhi daya tetas telurArgulus japonicus? 2. Berapa konsentrasi optimal permetrin untuk mengendalikan daya tetas
Argulus japonicus?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh insektisida permetrin terhadap daya tetas telur
Argulus japonicus.
2. Untuk mengetahui konsentrasi insektisida permetrin yang tepat untuk
mengendalikan daya tetas telurArgulus japonicus.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Argulus japonicus 2.1.1 Klasifikasi
Menurut Kabata (1985) klasifikasi Argulus japonicus adalah sebagai berikut:
Morfologi Argulus berbeda pada setiap spesies. Organ tubuh yang digunakan sebagai kunci identifikasi antara lain adalah bentuk carapace, abdomen, antena, maksila II, kaki dan respiratori area (Kismiyati dan Mahasri,
2012). Tubuh dari parasit ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu cephalothorax,
thorax, dan abdomen (Walker, 2008). Bagian dorsal tertutup carapace mulai chepal hingga thorax. Sedangkan Argulus foliaceus carapace berbentuk subobicular dari anterior sampai pangkal uropoda yang ke empat.
menghisap sari makanan dari inang dan Stylet berada di anterior mulut. Respirasi
area ada dua pasang kecil dan besar, yang kecil jauh di anterior yang besar
(Kismiyati, 2009). Argulus japonicus memiliki antena pertama terdiri dari dua segmen yang dilengkapi dengan spina posterior serta prosesus pada bagian basal
spina, antena kedua terdiri dari empat segmen dimana segmen basal berukuran
paling besar (Seng, 1986).
Pada bagian abdomen berbentuk pipih dan terbelah menjadi dua bagian.
Belahan abdomen Argulus japonicus mencapai pertengahan, sedangkan Argulus foliaceusbelahan abdomennya tidak mencapai pertengahan hanya seperempat dari panjang abdomen. Menurut Yildiz and Kumantas (2002), abdomen Argulus japonicus lebih runcing daripada Argulus foliaceus. Pada Argulus japonicus jantan dipangkal abdomen terdapat testis, tidak memiliki kantung telur selain itu
Gambar 2.1. MorfologiArgulus japonicus(Everts, 2010) Keterangan:
1. an : Antennae 7. bp : Basal plate 2. ar : Anterior respirator area 8. ms : Maxillules 3. as : Antennule 9. mt : Probocis 4. pr : Posterior respirator area 10. mx : Maxillae 5. si : Biramous swimming legs 11. ps : Stylet 6. sp : Spermatheca
2.1.3 Habitat dan Penyebaran
Argulus japonicus memiliki distribusi luas di seluruh dunia. Menurut McLaughlin et al(2005), parasit ini juga ditemukan di sebelah tenggara Amerika Serikat, California, Hawaii, Washington dan Wisconsin. Seiring berkembangnya
waktu dan didukung transportasi atau distribusi ikan maka di indonesia juga
ditemukan. Bahkan di Jawa Timur, hampir semua yang menyerang ikan budidaya
2.1.4 Reproduksi Argulus japonicus
Reproduksi Argulus japonicus adalah secara seksual. Sistem reproduksi jantan lebih kompleks (Everts, 2010). Organ reproduksi betina terdiri dari
ovarium yang terletak di bagian tengah dan spermathecae di bagian anterior
abdomen (Debaisieux dalam Everts, 2010). Kopulasi Argulus japonicus terjadi pada saat menempel pada inang, tetapi ada pula kopulasi yang terlepas dari tubuh
inangnya atau berenang bebas di air (Pasternaket al, 2004). Proses kopulasi dapat terjadi melalui transfer sperma jantan langsung ke betina, sel sperma kemudian
disimpan dalam spermathecae betina sampai terjadi pembuahan (Walker, 2008),
kemudian betina melakukan oviposisi. Telur Argulus japonicus diletakkan pada subtrat keras (batu) (Kearn, 2004). Setelah Argulus japonicus bertelur terdapat tiga tahap perkembangan yaitu pertama adalah perkembangan bintik mata, kedua
perkembangan pelengkap thorax, tahap ketiga meliputi pergerakan embrio
biasanya terjadi 24-48 jam sebelum menetas (Tayloret al, 2005).
2.1.5 Daur HidupArgulus japonicus
TelurArgulus japonicusmenetas dalam waktu 17 hari pada suhu 230C dan 30 hari pada suhu 200C (Kearn, 2004). Menurut Kismiyati dan Mahasri (2012), telur Argulus japonicus dapat menetas setelah 10 hari pada 350C dan setelah 61 hari pada suhu 150C. Menurut Mikheev (2001), telur Argulus japonicus dapat hidup pada suhu ekstrim yaitu 100C. Keseluruhan daur hidup berlangsung selama 40-100 hari bergantung pada suhu air dan spesiesnya. Menurut Iskhaq (2010),
mengalami retakan secara tidak teratur, setelah menetas langsung menjadi nimfa.
Nimfa Argulus japonicus mencari inang untuk diinfestasi agar dapat bertahan hidup sampai dewasa (Kismiyati dan Mahasri, 2012). Stadium nimfa memiliki
ukuran 0,6 mm, kemudian akan moulting selama delapan kali sebelum mencapai
dewasa dengan ukuran 3-3,5 mm, berlangsung dalam waktu lima minggu
(Rusthon-Mellor, 1994dalam Walkeret al, 2011). Daur hidup Argulus japonicus dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Daur HidupArgulus japonicus(Walker, 2004)
2.1.6 TelurArgulus japonicus
Telur Argulus japonicus berbentuk oval dan dilapisi oleh kapsul gelatin sehingga mampu menempel dengan kuat pada subtrat dan sangat keras (Hoffman,
1997). Telur Argulus japonicus yang terbuahi akan mengalami tiga tahap perkembangan yaitu pertama adalah perkembangan bintik mata, kedua
perkembangan pelengkap thorax, tahap ketiga meliputi pergerakan embrio
biasanya terjadi 24-48 jam sebelum menetas (Tayloret al, 2005). Menurut Fatiza Inang
Argulus japonicus betina Nimfa
dkk (2011), telur Argulus japonicus yang rusak dapat dilihat dengan hilangnya lendir yang menyelimuti lapisan luar telur serta kerapatan dinding sel telur
semakin berkurang.
2.2 Insektisida Permetrin
Insektisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia dapat
digunakan untuk mematikan semua jenis serangga (Wudianto, 2010). Pyretroid merupakan racun saraf yang mempengaruhi sistem saraf (Sastroutomo, 1992).
Menurut Djojosumarto (2008), dinyatakan bahwa golongan pyretroid memiliki beberapa keunggulan, spektrum pengendaliannya luas, tidak resisten, memiliki
efek melumpuhkan yang sangat baik, dan masa terdegradasi di lingkungan
singkat. Salah satu insektisida yang temasuk dalam golongan pyretroid adalah permetrin. Permetrin merupakan senyawa insektisida pyretroid pertama yang digunakan di lahan pertanian. Berfungsi sebagai rancun saraf pada serangga. Di
indonesia diperdagangkan dengan namaPounce®,Corsair®danPerigen®. Nama Umum : Permetrin
Nama IUPAC : 3-Phenoxybenzyl (1RS)-cis,trans-3-(2,2-dichlorovinyl)
-2,2-dimethylcyclopropanecarboxylate
Rumus molekul : C21H20Cl2O3 Berat molekul : 391,28 g/mol
2.3 PengendalianArgulus japonicusdengan Insektisida Permetrin
Pengendalian Argulus japonicus dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida golongan pyretroid yaitu permetrin. Permetrin memiliki empat isomer yaitu cis-permetrin dan trans-permetrin. Isomer cis-permetrin adalah isomer
paling beracun. Struktur senyawa permetrin dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur senyawa permetrin (Zilfa, 2007)
Insektisida pyretroid adalah racun axonik, yaitu beracun terhadap serabut saraf. Proses penghambat daya tetas telur terjadi karena masuknya cairan
permetrin ke dalam membran plasma dari telur dan merusak sistem saraf. Sifat
saraf Arthropoda adalah tangga tali yang saraf pusat otaknya berhubungan dengan
alat indera (Chapman, 1997 dalam Puspitasari dkk, 2012). Cara kerja pyretroid yang terikat pada suatu protein di dalam saraf yang dikenal sebagai voltage-gated
sodium channel. Pada keadaan normal protein ini membuka untuk memberikan
rangsangan pada saraf dan menutup untuk menghentikan sinyal saraf. Pyretroid terikat pada sodium channel (saluran natrium) ini mencegah penutupan secara
normal yang menghasilkan rangsangan saraf berkelanjutan sehingga
III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Inang yang terinfestasi oleh Argulus japonicus menunjukkan gejala klinis ikan berenang tidak menentu, lesu, nafsu makan hilang, sisik terkelupas, luka
berdarah yang berkembang menjadi hiperplasia dan nekrosis. Infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri dan jamur pada Argulus japonicus akibat dari penempelan stylet yang menimbulkan bekas luka. Infeksi sekunder inilah yang dapat menjadikan ikan mati secara massal. Menurut Poulin and Fitzgerald, 1998
dalam Taylor et al (2005), ikan yang telah terinfestasi oleh Argulus japonicus lebih rentan terinfestasi kembali dari pada ikan yang tidak pernah terinfestasi
sama sekali.
Argulus japonicus merupakan ektoparasit yang menyerang pada permukaan tubuh inang yang hidup di air tawar. Argulus japonicusmemiliki daur hidup secara langsung yang hanya membutuhkan satu inang untuk berkembang
dari nimfa sampai dengan dewasa. Menurut Steckler and Yanong (2012), telur
Argulus japonicus menetas dalam 10 hari pada 350C tetapi memerlukan 61 hari pada suhu 150C. Menurut Kismiyati dan Mahasri, (2012) bahwa semakin dingin suhu perairan telur parasit semakin lama menetas sebaliknya semakin panas suhu
Pengendalian terhadap parasit ini dimulai dari stadia telur dengan
menggunakan insektisida golongan pyretroid yaitu permetrin. Permetrin bekerja melumpuhkan sel saraf (Sigit dkk, 2006), yang berhubungan dengan inervating membran yang terletak di lateral carapace(Wilson, 1902). Fungsi dariinervating membran adalah mempengaruhi saraf untuk bekerja. Akibat dari inervating membran yang lumpuh menyebabkan embrio tidak berkembang dan telur tidak
Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Keterangan :
: yang diteliti : yang tidak diteliti
3.2 Hipotesis
H1 : Terdapat perbedaan pengaruh perendaman insektisida permetrin terhadap
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga pada bulan Juli 2014.
4.2 Meteri Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan komet (Carassius auratus)
sebagai inang, insektisida permetrin dan Argulus japonicus jantan dan betina, batu sebagai substrat penempelan telur. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah
akuarium (15 x 15 x 30 cm3) sebanyak 20 buah, selang aerasi, termometer, pH meter, DO meter, mikroskop, object glass, cover glass,handcounter.
4.3 Metodologi Penelitian 4.3.1 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yang bertujuan
untuk mengetahui kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara memberikan satu
atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan kontrol yang tidak
diberikan perlakuan (Narbuko dan Achmadi, 2004). Penelitian ini dilakukan di dalam
ruangan terkontrol. Penelitian dilakukan dengan akuarium yang telah diberi batu
sebagai substrat diisi air, kemudian dimasukkan inang danArgulus japonicusjantan dan betina sampai bertelur. Tahap selanjutnya adalah merendam telur dalam larutan
insektisida permetrin 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm; 1 ppm, kemudian diamati di
4.3.2 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan konsentrasi
perendaman insektisida permetrin untuk mengendalikan daya tetas telur Argulus japonicus. Pada penelitian pendahuluan penetasan telur Argulus japonicus dilakukan dengan perbandingan Argulus japonicus jantan dan betina 15:15. Konsentrasi yang digunakan adalah kontrol, 0,10 ppm, 0,20 ppm, 0,30 ppm 0,40 ppm, 0,50 ppm, 0,60
ppm, 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, 1 ppm. Dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Penelitian Pendahuluan Penetasan TelurArgulus japonicus No Konsentrasi
Hasil penelitian pendahuluan didapatkan konsentrasi insektisida permetrin
tertinggi yang dapat mempengaruhi daya tetas telur Argulus japonicus adalah 1 ppm. Pada penelitian digunakan konsentrasi 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, 1 ppm dan
4.3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL). RAL digunakan bila media atau bahan percobaan seragam
(Kusriningrum, 2008).
Penelitian ini dilakukan dari lima perlakuan, yaitu insektisida permetrin dan
kontrol, sedangkan ulangan dilakukan sebanyak empat kali untuk setiap perlakuan.
Prosedur kerja dapat dilihat pada gambar 4.1.
4.3.4 Prosedur Kerja a. Tahap Penelitian
1. Sterilisasi Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan harus dibersihkan dari debu dan kotoran yang
menempel dengan cara dicuci dengan sabun hingga bersih, kemudian dikeringkan.
2. PemilihanArgulus japonicusJantan dan Betina
Jenis kelamin dapat di amati melalui mikroskop. Dilihat melalui bagian
posterior dari tubuhArgulus japonicus. Jenis kelamin Argulus japonicusdapat dilihat dari ukuran tubuhnya. Ukuran tubuh Argulus japonicus jantan lebih kecil yaitu 6 mm dan betina lebih besar 8-9 mm (Kimura, 1970). Selain itu, dapat juga dibedakan dengan
melihat adanya bulatan telur berwarna putih pada ovarium di sepanjang garis tengah
tubuhnya (Walker, 2008).
3. Persiapan TelurArgulus japonicus
Menyiapkan akuarium dan diberi batu sebagai tempat perlekatan telur kemudian
akan menempel pada batu. Setelah itu, batu yang tertempeli telur Argulus japonicus diambil dan dimasukkan dalam media perlakuan.
4. Perendaman TelurArgulus japonicusdalam Larutan Insektisida permetrin Telur-telur Argulus japonicus yang menempel pada batu di pindahkan dalam konsentrasi larutan insektisida permetrin dan direndam sesuai konsentrasi dan waktu
yang telah ditetapkan. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
penelitian Pendahuluan. Pembuatan larutan stok insektisida dengan konsentrasi 10 ppm
dari insektisida permetrin dengan cara mencampurkan 10 ml permetrin ke dalam 1 liter
air tawar. Larutan insektisida permetrin yang digunakan untuk perlakuan adalah 0,70
ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, 1 ppm dan kontrol. Pemberian stok insektisida permetrin
pada masing-masing perlakuan dengan cara pengenceran. Prosedur kerja penelitian
dapat dilihat pada gambar 4.1 Perlakuan dilakukan sebagai berikut.
Penyediaan Telur: ikan komet + sepasangArgulus japonicus+ objek batu. Telur-telur yang dihasilkan setelah itu dipindahkan ke dalam setiap perlakuan.
Perlakuan A (Kontrol) : 1 liter Air + 50 butir telur
Perlakuan B : 50 butir telur + insektisida permetrin 0,70 ppm
Perlakuan C : 50 butir telur + insektisida permetrin 0,80 ppm
Perlakuan D : 50 butir telur + insektisida permetrin 0,90 ppm
Perlakuan E : 50 butir telur + insektisida permetrin 1 ppm
Penempatan perlakuan-perlakuan penelitian ke dalam tempat percobaan setelah
A1 K4 C4 A4 C1
D2 C3 K3 B3 D4
B1 D3 A2 C2 K1
D1 B2 K2 B4 A3
Gambar 4.2. Denah Penempatan Perlakuan pada (RAL)
5. Daya Tetas TelurArgulus japonicus
Daya tetas telur Argulus japonicus berkurang disebabkan telur parasit tersebut rusak sehingga tidak menetas. Telur tersebut tidak menetas karena pengaruh dari
permetrin yang berkerja sebagai racun axonik, yang menyebabkan rangsangan saraf
pada embrio tidak normal singga terjadi penghambatan penetasan telur. Sesuai dengan
pernyataan Sigit dkk (2006), bahwa pyretroid bersifat racun axonik menyebabkan kelumpuhan pada makhluk hidup dan akirnya menimbulkan kematian.
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya tetas dari telur Argulus japonicusadalah:
Daya tetas telur = Argulus japonicusstadia Metanauplius X 100% Jumlah Telur
6. Parameter
Parameter utama dalam penelitian ini adalah menentukan persentase daya tetas
Argulus japonicus setelah direndam insektisida permetrin dan sebelum direndam. Parameter penunjang dalam penelitian ini adalah kualitas air, pH, pengukuran suhu, dan
7. Analisis Data
Data yang diperoleh berupa telur Argulus japonicus yang telah direndam pada larutan insektisida permetrin. Menentukan telur yang menetas maupun yang tidak
Gambar 4.1. Prosedur Kerja Penelitian Persiapan telurArgulus Japonicus
Telur direndam dalam insektisda permetrin
0,70 ppm 0,80 ppm 0,90 ppm 1 ppm Kontrol(tanpa
insektisida permetrin)
Daya tetas telurArgulus japonicus
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Hasil penelitian yang diperoleh adalah daya tetas telur Argulus japonicus yang
direndam dalam larutan insektisida permetrin 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, 1 ppm
dan kontrol (tanpa insektisida permetrin). Perlakuan tersebut dilakukan selama 18 hari.
Masing-masing ulangan terdapat 50 butir telur Argulus japonicus. Kondisi telur Argulus
japonicus diamati di mikroskop sebelum dilakukan perlakuan. Daya tetas telur dapat
diketahui dari struktur terluar telur apabila selaput dari telur tersebut rusak atau yang
disebut dengan eclosi. Daya tetas telur Argulus japonicus dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Daya tetas telur Argulus japonicus terbesar terdapat pada perlakuan E (3%), D (8%), C
(12%) , B (19,5%)dan A kontrol (44%). Dari data diatas menunjukkan bahwa
konsentrasi 1ppm pada perlakuan E merupakan konsentrasi optimal untuk dapat
mengurangi daya tetas telur Argulus japonicus.
5.1.1 Daya Tetas Telur Argulus japonicus
Hasil dari penelitian menunjukkan daya tetas telur Argulus japonicus yang
berbeda-beda. Pengamatan terhadap daya tetas Argulus japonicus pertama yang
dilakukan adalah memastikan apakah didalam telur tersebut terdapat embrio sebelum
dilakukan perlakuan. Telur Argulus japonicus rusak berwarna putih pucat. Terdapatnya
embrio di dalam telur ditandai dengan adanya bintik hitam di dalam telur, sedangkan
telur yang menetas ditandai dengan sobeknya selaput telur yang disebut eclosi dan telur
yang tidak menetas dapat ditandai dengan perubahan warna telur dari coklat kehitaman
a b
c
Gambar 5.1. Telur Argulus japonicus
Keterangan a. Telur Argulus japonicus rusak (tanda panah) b. Telur Argulus japonicus berembrio (tandah panah) c.Telur Argulus japonicus menetas (tanda panah)
Pengendalian daya tetas telur Argulus japonicus terbesar terdapat pada
perlakuan E (3%), D (8%), C (12%), B (19,5%) dan kemudian pada perlakuan A
sebagai kontrol (44%). Hasil statistik menggunakan ANOVA menunjukkan F hitung >
dengan pemberiaan insektisida permetrin terhadap hasil pengamatan yaitu penetasan
daya tetas telur Argulus japonicus. Daya tetas telur Argulus japonicus dapat dilihat
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Rata-rata Daya Tetas Telur Argulus japonicus dengan berbagai perlakuan Perlakuan Daya Tetas Telur (%) + SD
A, B, C, D, E : Konsentrasi larutan insektisida permetrin (Kontrol (tanpa perlakuan), 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm, 1 ppm).
Superscript : Superscript menunjukkan adanya perbedaan (p<0,01) sangat nyata antar perlakuan.
SD : Standart deviasi
Pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa pemberian insektisida permetrin
berpengaruh terhadap daya tetas telur Argulus japonicus. Terlihat pada tabel 5.1 bahwa
dari kelima perlakuan kontrol(tanpa insektisida permetrin), 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90
ppm dan 1 ppm terdapat perbedaan sangat nyata. Daya tetas tertinggi terdapat pada
perlakuan A sementara daya tetas terendah terdapat pada perlakuan E, hal ini
disebabkan konsentrasi pemberian insektisida permetrin pada perlakuan E lebih besar
dari pada perlakuan lainnya, sedangkan pada perlakuan A tanpa dipengaruhi oleh
pemberian insektisida permetrin. Grafik persentase daya tetas telur Argulus japonicus
Gambar 5.2 Grafik Daya Tetas Telur Argulus japonicus
Data daya tetas telur Argulus japonicus dapat dilihat pada lampiran 1.
Perhitungan statistik daya tetas telur Argulus japonicus terdapat pada lampiran 2.
5.1.2 Kualitas Air
Pengamatan terhadap kualitas air selama penelitian meliputi suhu, pH dan DO
(oksigen terlarut). Hasil pengamatan terhadap parameter kualitas air dilakuakn selama
penelitian pada setiap perlakuan dan ulangan. Data yang diperoleh yaitu suhu 29-30 0C,
DO 8 mg/L, sedangkan pH 7. Pada saat penelitian berlangsung pengamatan terhadap pH
menggunakan pH meter, pengamatan terhadap suhu menggunakan thermometer dan
pengamatan terhadap DO menggunakan Do meter. Data rata-rata kualitas air saat
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.2.
0
kontrol 0.70 ppm 0.80 ppm 0.90 ppm 1 ppm
Tabel 5.2 Data Kualitas Air Saat Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata dalam perlakuan
pendahuluan yang telah dilakukan. Hasil tersebut didapat bahwa pemberian insektisida
permetrin dengan konsentrasi 0,70 ppm, 0,80 ppm, 0,90 ppm dan 1 ppm dapat
berpengaruh terhadap daya tetas telur Argulus japonicus.
Pengamatan terhadap daya tetas telur Argulus japonicus dilakukan dengan
menggunakan mikroskop stereo karena telur menempel pada batu sangat keras sehingga
sulit diambil dari permukaan batu tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan , Hoffman,
(1997) telur dilapisi oleh kapsul gelatin sehingga mampu menempel pada substrat dan
sangat keras. Telur Argulus japonicus yang menetas ditandai dengan rusaknya selaput
terluar telur yang disebut dengan eclosi, sedangkan untuk telur yang rusak ditandai
dengan perubahan warna dari semula telur berwarna coklat kehitaman menjadi putih
pucat.
Hasil pengamatan didapatkan persentase daya tetas telur Argulus japonicus
tertinggi terdapat pada perlakuan A (kontrol) (44%), kemudian diikuti dengan perlakuan
B konsentrasi 0,70 ppm (19,5%), perlakuan C konsentrasi 0,80 ppm (12%), perlakuan D
Pada uji jarak berganda duncan pada setiap perlakuan dari mulai A (kontrol)
sampai dengan perlakuan E konsentrasi 1 ppm disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang sangat nyata antar perlakuan. Hal ini dikarenakan konsentrasi insektisida
permetrin yang diberikan lebih besar pada setiap perlakuan. Menyebabkan telur yang
diberi perlakuan insektisida permetrin mengalami kerusakan, karena keluarnya cairan di
dalam telur serta masuknya insektisida permetrin menyebabkan telur tersebut rusak dan
embrio tidak berkembang sehingga tidak menetas.
Dari beberapa permedaan konsentrasi insektisida permetrin yang digunakan,
jumlah penetasan telur Argulus japonicus terendah terdapat pada perlakuan E sebanyak
3 % yang berarti pengendalian terdapat pada perlakuan ini. Daya tetas yang rendah
disebabkan karena konsentrasi yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya, selain itu konsentrasi 1 ppm pada perlakuan E merupakan
konsentrasi optimal untuk mengurangi daya tetas telur Argulus japonicus.
Menurut Pasternak (2000) menjelaskan bahwa penetasan telur Argulus
japonicus normal sebesar 66%. Daya tetas Daphnia (Crustacea) pada keadaan normal
berkisar antara 40 – 50 % (Pancella and Stroos, 1963), sedangkan menurut Branstrator
et al (2013), daya tetas normal dari Bythotrephes longimanus (Crustacea) berkisar
antara 49- 67%.Data yang didapat bahwa penetasan kontrol persentasenya 44%. Karena
menurut Taylor et al (2005) menyatakan bahwa, penetasan terbaik Argulus japonicus
terdapat pada suhu 250C.
Perendaman telur Argulus japonicus dalam insektisida permetrin memberikan
perbedaan yang sangat nyata terhadap persentase daya tetas telur Argulus japonicus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman telur Argulus japonicus dalam
dibuktikan dengan perhitungan statistik pada lampiran 2. Hal tersebut dikarenakan
insektisida permetrin memiliki fungsi sebagai racun axonik yang melumpuhkan serabut
saraf (Valles and Koehler, 2003).
Sistem saraf Argulus japonicus seperti tangga tali yang saraf pusatnya
berhubungan dengan alat indera. Saraf tersebut terdiri dari enam gangglia otak dorsal
dan ventral. Saraf dari ganglia pertama berhubungan dengan sucker. Saraf dari ganglia
kedua berhubungan dengan maxillae kedua dan innervating membran di karapas
(Wilson, 1902).
Pemberian larutan insektisida permetrin pada telur Argulus japonicus
menyebabkan embrio dalam telur rusak. Cara kerja permetrin merusak telur dengan
merusak sistem saraf dalam embrio. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djojosumarto
(2008), bahwa pyretroid merupakan racun saraf yang cara kerjanya mengikat sejenis
protein yang ada pada saraf. Pada perkembangan embrio di dalam telur, sistem saraf
rusak pada saat pembentukan thorax karena pada saat bersamaan juga terjadi
pembentukan karapas. Di karapas terdapat inervating membran yang berfungsi
merangsang bagian saraf, otot untuk bertindak, karena pengaruh pemberian insektisida
permetrin yang dapat merusak saraf sehingga innervating membran rusak. Hal tersebut
membuat embrio tidak dapat berkembang secara normal sehingga mempengaruhi
keberhasilan dalam penetasan.
Kualitas air merupakan salah satu faktor pendukung yang harus diperhatikan
selama penelitian berlangsung. Parameter kualitas air dalam penelitian ini memiliki
kisaran yang sama, yaitu pada suhu berkisar antara 29-30 0C, DO sebesar 8 mg/l, pH 7.
Suhu sangat mempengaruhi daya tetas dari telur Argulus japonicus semakin tinggi suhu
media penetasan maka daya tetas semakin lambat. Hal ini mengacu pada pernyataan
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian insektisida permetrin terhadap
daya tetas telur Argulus japonicus telah didapatkan:
1. Terdapat perbedaan insektisida permetrin pada media penetasan berpengaruh
terhadap daya tetas telur Argulus japonicus.
2. Konsentrasi optimal insektisida permetrin dalam menghambat daya tetas telur
Argulus japonicus adalah 1 ppm (daya tetas Argulus japonicus sebanyak 3 %).
6.2 Saran
1. Dapat meneliti Ld 50 untuk ikan komet sehingga penerapan dilapangan tidak
DAFTAR PUSTAKA
Alas, A., A. Oktener., and K. Solak. 2010. A Study on the Morphology of Argulus foliaceus Lin.,1758 (Crustacea; Branchiura) procured from Cavuscu Lake (Central Anatolia-Turkey) with scanning electron microscopy. Tubitak, 34 (1): 147-151.
Azmi, H., D. Rini dan N, Kariada. 2013. Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan Koi (Cyprinus carpio L) di Pasar Ikan Hias Jurnatan Semarang. Jurnal MIPA 2 (2).
Branstator, D. K., L. J Shannon, M. E. Brown., and M. T. Kitson. 2013. Effect of Chemical and Physical Condition on Hatching Success of Bythotrephes longimanus Resting eggs. Lim Nol. Oceanogr. 58(6): 2171-2184.
Cesare, Levina Catherina. 1986. Taksonomie, Ekologie en Morfologie Van Die Argulus muller, 1785 (Crustacea: Branchiura) in Afrika. University of Randse Afrikaanse. 26-70 page.
Dadang. 2007. Bahan Kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi (Insektisida). Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Everst, L. A. M. 2010. Aspect of the Reproductive Biology of Argulus japonicus and Morphology of Argulus caregoni from Malaysia. University of Johannesburg South Africa.
Fatiza, R. N., Kismiyati., K. Rahayu. 2011. Pengaruh Pemberian garam (NaCl) Terhadap Kerusakan Telur Argulus japonicus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3 (1): 113-115.
Gault, N.F.S., Kilpatrick, D.j. and Stewart, M.t. 2002. Biological Control of the Fish Louse in a Rainbow Trout Fishery. Fish Biol, 60 (1): 226-237.
Hoffman, G. L. 1997. Argulus branchiura Parasiter of Freshwater Fish. United States Departement of the Interior. Fish Disease Leaflet. 49 page.
Iskhaq, N. M., Kismiyati., J. Triastuti. 2010. Objek Kesukaan untuk Penempelan Telur (Oviposisi) Ektoparasit Argulus japonicus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2 (2).
Kimura, S. 1970. Notes on the Reproduction of water lice (Argulus japonicus). Bull. Freshwater Fish Reb Lab. 20, 109-126.
Kismiyati. 2009. Infestasi Ektoparasit Argulus japonicus Pada Ikan Maskoki (Carassius auratus) dan Upaya Pengandalian dengan Ikan Sumatera. Disertasi Universitas Airlangga. Surabaya.
Kismiyati dan G. Mahasri. 2012. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan I. Global Persada Press. Surabaya. 33-37 Hal.
Kusriningrum. 2008. Perancangan Percobaan Airlangga University Press. Surabaya. 23-24 Hal.
Kearn, G. C. 2004. Leeches, Lice and Lamprey. A Natural History of Skin and Gill Parasiter of Fishes. Spinger. Netherland. 432p.
Levine, D. N. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Mikheev, V. N. 2001. Spatial Distribution and Hatching of Overwintered Eggs of a Fish Ektoparasite, Argulus caregoni (Crustacean: Branchiura). Dis Aquatic Org. 46: 123-128.
Menezes, J., M. A. Ramos., T. G. Pereira., Moreira and A. Silva. 1990. Rainbow Trout Culture Failure in a Small Lake as a Result of Massive Parasitosis Related to Careles Introduction. Aquaculture 89: 123-126.
McLaughlin, P.A., D.K. Camp, M.V., and T.T. Turgeon. 2005. Common and scientific names of aquatic invertebrates from the United States and Canada: crustaceans. American Fisheries Society. Special Publication 31, Bethesda, Maryland.
Narbuko, C. dan A. Achmadi. 2004. Metodologi Penelitian. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 51-52.
Nurfatimah, A. 2001. Inventarisasi Parasit Pada Ikan Hias Koral Platy (Xyphophorus maculatus), Ikan Gupi Kobra (Poecilia reticulata), Ikan Red Nose Tetra (Hemigrammus rhodostomus) dan Ikan Serpe Minor (Hyphessobrycon serpae) yang Dilalulintaskan Melalui Balai Karantina Ikan Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal.
Oge, S. 2002. Chemotherapy for parasites of freshwater fish. J. Turkish Parazitol., 26: 113-118.
Pasternak, A. F., V. N. Mikheev and E. T. Valtonen. 2000. Life history characteristics of Argulus foliacceus L. (Crustacea: Branchiura) population in Central Finland. Ann. Zool. Fennici 37: 25-35.
Pasternak, A. F., V. N. Mikheev and E. T. Valtonen. 2004. Growth and Development of
Argulus coregoni (Crustacea: Branchiura) on Salmonid and Cyprinid host Dist. Aqust. Org. 58. 203-207.
Puspitasari, P., Kismiyati dan L. Sulmartiwi. 2012. Perasan Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Pengendali Infestasi Argulus Pada Ikan Komet. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4(1):48-52.
Philip, D. 2004. The Common Fish Louse-Argulus Springer. Netherlands. Page Sci. 17 page.
Sastroutomo, S, S. 1992. Pestisida, Dasar-dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia Pustaka. Jakarta. 45 Hal
Sigit, S. H, Koesharto, F. X, Hadi, U. K, Gunandi, D. J, Soviana, S., Wirawan, I. A, Chalidapura, M., Rivai, M. 2006. Hama Permukiman Indonesia (Biologi dan Pengendalian). Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Fakultas Kedokteran Hewan Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Subekti, S dan G, Mahasri. 2010. Parasit Penyakit Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Seng, L. T. 1986. Two Ectoparasitic Crustacea Belonging Two the Fa,ily Argulidae (Crustacea: Branchiura) in Malaysian Freshwater Fishes. Malayan Nature Journal. 39: 157-164 page. Occuringin UK Freshwater Agency. Bristol.
Taylor, N. G. H., C. Sommerville and R. Wootten. 2006. The Epidemiology of Argulus spp. (Crustacea: Branchiura) infections in Stillwater Trout Fisheries. Journal of Fish Diseases, 29: 193-200.
Wadeh, H and J. W. Yang. 2007. Ultrastructure of Argulus japonicus (Crustacea: Branchiura) Collected from Guangdong China Collage of Veterinary Medicine. South China Agricultural University, Guangzhou 510642, China.
Walker, P.D, G. Flik and S. E. W. Bonga. 2004. The biology of parasites from the genus
Argulus and a review of the interactions with their host. Symposia of the Society for Experimental Biology 55, 107-29. University Nijmegen. Netherlands.
Walker, P. D. 2008. Argulus The Ecology of Fish Pest Doctoral Thesis University Nijmegen. 134-138 page.
Walker, P. D., J. Russon., R. Doijf., G. V. D. Velde and S. E. W. Bonga. 2011. The Off. Host Survival and Viability of a Native and Non Native Fish Louse (Argulus, Crustacea: Branchiura). Current Zool 57 (6): 828-835.
Wilson, C. B. 1902. A New Species of Argulus, With a More Complete Account of Two Species Already Described. Prod. U.S National Museum, XXVII (1368): 627-655.
Wudianto, R. 2010. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yildiz, K and A. Kumantas. 2002. Argulus foliaceus Infection in a Goldfish (Carassius auratus). Israeel. 57 (3) : 118-120
Zilfa, H. Suyani, Safni dan N. Jamarun. 2007. Degradasi Senyawa Permetrin secara Fotolisis dengan TiO2-ANATASE sebagai Katalis. Skripsi. Jurusan Kimia
Lampiran 1. Daya Tetas Telur Argulus japonicus
Telur Argulus japonicus yang menetas
Lampiran 2. Perhitungan Statistik Daya Tetas Telur Argulus japonicus.
Transformasi arcsin
Ulangan Perlakuan Total
A B C D E
= 2372,83945 – 2314,56033 = 58,27912
SK db JK KT F.Hit F.Tab
Uji jarak berganda Duncan :
s.e = 0,985
LSR = SSR X s.e
Perlakuan x Beda P SSR LSR
(x-E) (x-D) (x-C) (x-B)
A 41,55 31,71* 25,18* 21,31* 15,41* 5 3,31 3,26
B 26,14 16,3* 9,77* 5,9* 4 3,25 3,20
C 20,24 10,4* 3,87* 3 3,16 3,11
D 16,37 6,53* 2 3,01 2,96
E 9,84
Lampiran 3. Kunci Identifikasi Argulus japonicus
Argulus japonicus (Thiele, 1900 and Fryer 1959 dalam Cesare, 1986)
a. Argulus japonicus Betina dorsal b. Argulus japonicus Jantan dorsal c. Antenulle dan Antennae
d. supporting rod terdiri dari enam sampai tujuh bagian e. Kaki Argulus japonicus
f. Respiratori area