• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM ARAB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM ARAB"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM ARAB

Oleh Irma Susanti

Ayam arab merupakan ayam petelur unggul karena memiliki kemampuan memproduksi telur yang tinggi yaitu mencapai 230—250 butir/ekor/tahun. Umumnya ayam arab dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan tidak digunakan sebagai ayam pedaging. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas telur adalah lama penyimpanan telur. Penelitian bertujuan untuk (1) mengkaji pengaruh lama penyimpanan telur ayam arab terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas, (2) menentukan lama penyimpanan telur ayam arab yang terbaik terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas.

Penelitian dilaksanakan pada 13 Desember 2014—08 Januari 2015 bertempat di peternakan ayam arab milik bapak Ilham di Desa Tegal Rejo, Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari tiga perlakuan lama penyimpanan dengan enam ulangan, yaitu P1 (2 hari), P2 (4 hari), dan P3 (6 hari). Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 9 butir telur ayam arab. Rata-rata bobot awal berkisar antara 41,18±2,18 g/butir dengan koefesien keragaman ± 5,31%. Data yang diperoleh dari percobaan ini dianalisis dengan asumsi sidik ragam pada taraf nyata 5%. Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata pada suatu peubah tertentu

(P฀0,05), maka analisis akan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukan lama penyimpanan telur tetas memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap daya tetas dan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap fertilitas, susut tetas, dan bobot tetas telur ayam arab.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF STORAGE DURATION TO FERTILITY, WEIGHT LOSS, HATCHING EGGS, AND HATCHING WEIGHT OF THE ARABIC

CHICKEN EGG By

Irma Susanti

The Arabic chicken is superior layer chicken, that has high ability to produce egg, i.e 230—250 eggs/chicken/year . Generally, the Arabic chicken was use as layer chicken and not to use as broiler chicken. One the effecting factor to fertility, weight loss, hatching eggs, and hatching weight is storage duration.

The purpose of this research are (1) to assest the effect storage duration of the Arabic chicken egg to fertility, weight loss, hatching eggs, and hatching weight and (2) to determine the best storage duration to fertility, weight loss, hatching eggs, and hatching weight. This research was done on December 13th, 2014 until January 8th, 2015 at Ilham hatchery, Tegal Rejo village, Gadingrejo subdistrict, Pringsewu regency.

This research use the complete randomize design with 3 treatments and 6 times replication. Every treatment use 9 of the Arabic chicken eggs. The beginning weight average is 41,18 ± 2,18 g/egg with ± 5, 31% uniformity coeffisien. The treatment given the significant effect to definite variable (P<0,05), the analyzed be continue with Duncan test. The research result shown that storage duration have significant effect (P,0,05) to hatching eggs, but have not significant effect

(P>0,05) to fertility, weight loss, and hatching weight of the Arabic chicken egg. Keywords : Egg storage duration, fertility, weight loss, hatching eggs, hatching

(3)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

FERTILITAS, SUSUT TETAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT

TETAS TELUR AYAM ARAB

Oleh

IRMA SUSANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukaraja, Lampung Selatan pada 13 Juni 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak Purnomo (Alm) dan Ibu Ely Purwatminingsih.

Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar pada 2004 di Sekolah Dasar Negeri 7 Bagelan, Gedong Tataan, Pesawaran. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gedong Tataan, Pesawaran, diselesaikan pada 2007. Pada 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gedong Tataan, Pesawaran. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM) pada 2010.

Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Jaya, Negeri Besar, Way Kanan pada Januari—Maret 2015 dan Praktik Umum di peternakan broiler Janu Firdaus Farm, Desa Serdang 11 Tanjung Bintang,

(7)

Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil

‘alamin…. Alhamdulllahirabbil’alamin….

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan

kesabaran untuk ku dalam mengerjakan karya kecil dan

sederhana ini.

Dengan kerendahan hati karya kecil ini kupersembahkan

kepada orang-orang yang selalu menyayangiku

dalam suka maupun duka

Bapak, ibu, kakak, adik serta saudara-saudaraku yang telah

lama menanti keberhasilanku dan selalu memberikan

do’a, dukungan dan selalu

menjadi motivasi dan inspirasi

untuk ku.

(8)

“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang

dikehendaki-Nya.

Barang siapa yang mendapat hikmah itu, sesungguhnya ia

telah mendapat kebajikan yang banyak.

Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang- orang

yang berakal”

(Q.S. Al-Baqarah: 269)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”

(Q.S Al-Insyirah 6-7)

“Bersabar, Berusaha, dan Bersyukur

Bersabar dalam berusaha, berusaha dengan tekun dan pantang

menyerah serta bersyukur atas apa yang telah diperoleh”

(Irma Susanti)

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu

Sebagai penolongmu,

sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Fertilitas, Susut Tetas, Daya Tetas, dan

Bobot Tetas Telur Ayam Arab”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S—selaku Pembimbing utama—atas bimbingan, motivasi, saran, serta nasihatnya;

2. Ibu Dian Septinowa, S.Pt., M.T.A.—selaku Pembimbing anggota—atas bimbingan, saran, dan arahannya;

3. Ibu Dr. Ir. Riyanti, M.P.—selaku Pembahas—atas saran dan perbaikan serta motivasinya;

4. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.—selaku Pembimbing Akademik—atas bimbingan, saran, nasihat dan bantuanya;

5. Bapak Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.—selaku Sekertaris Jurusan Peternakan—atas izin, saran, dan bimbingannya;

(10)

7. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung—atas izin yang diberikan;

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, saran, dan motivasi yang diberikan;

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas segala limpahan kasih sayang, doa, dukungan, nasehat, kesabaran, serta semua yang telah diberikan kepada penulis;

10. Kakak, adik beserta keluarga besarku tersayang—atas kebersamaan, keceriaan, bantuan, dukungan, do’a, dan kasih sayang selama ini;

11. Keluarga bapak Ilham—atas izin dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian berlangsung;

12. Sahabat-sahabatku tersayang Sekar, Nurma, Dian, Sherly, Nani, Aini, Tiwi, Widi, Lasmi, Fitri, dan Ade—atas bantuan, saran, semangat dan nasihatnya; 13. Teman-teman Peternakan angkatan 2010, 2011 sahabat seperjuangan selama

kuliah—atas kebersamaan, bantuan, perhatian, motivasi, dan semangat yang diberikan;

Semoga semua yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan harapan penulis karya ini dapat bermanfaat. Amin

Bandar lampung, Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Ayam Arab ... 7

B. Lama Penyimpanan Telur Tetas ... 9

C. Fertilitas ... 11

D. Susut Tetas (weight loss) ... 12

E. Daya Tetas ... 14

(12)

G. Manajemen Penetasan Menggunakan Mesin Tetas ... 18

1. Suhu ... 18

2. Kelembapan... 19

3. Sirkulasi udara ... 20

4. Pemutaran telur (turning) ... 20

5. Peneropongan telur (candling) ... 21

III. BAHAN DAN METODE KERJA ... 23

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 23

1. Bahan penelitian ... 23

2. Alat penelitian ... 24

C. Rancangan Percobaan ... 24

1. Rancangan lingkungan ... 24

2. Rancangan perlakuan ... 25

3. Rancangan respon ... 25

D. Pelaksanaan Penelitian ... 25

E. Parameter Penelitian ... 27

1. Fertilitas ... 27

2. Susut tetas ... 27

3. Daya tetas ... 28

4. Bobot tetas ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

(13)

B. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Tetas terhadap Fertilitas ... 30

C. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Tetas terhadap Susut Tetas .. 33

D. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Tetas terhadap Daya Tetas ... 37

E. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Tetas terhadap Bobot Tetas . 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap daya tetas ayam buras 11

2. Pengaruh berat telur terhadap bobot tetas telur ayam arab ... 18

3. Kandungan zat nutrisi bahan pakan ... 30

4. Rata-rata fertilitas telur ayam arab ... 31

5. Rata-rata susut tetas telur ayam arab ... 33

6. Rata-rata daya tetas telur ayam arab ... 37

7. Rata-rata bobot tetas telur ayam arab ... 39

8. Data transformasi arcsin pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap fertilitas telur ayam arab ... 51

9. Analisis ragam pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap fertilitas telur ayam arab ... 51

10.Data transformasi arcsin pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap susut tetas telur ayam arab ... 52

11. Analisis ragam pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap susut tetas telur ayam arab... 52

12.Data transformasi arcsin pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap daya tetas telur ayam arab ... 53

13.Analisis ragam pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap daya tetas telur ayam arab ... 53

(15)

15.Analisis ragam pengaruh lama penyimpanan telur tetas

terhadap bobot tetas telur ayam arab ... 54 16.Data fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas

telur ayam arab (P1) ... 55 17.Data fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas

telur ayam arab (P2) ... 55 18.Data fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas

telur ayam arab (P3) ... 55 19. Suhu dan kelembapan mesin tetas... 56

20. Data bobot awal, bobot setelah penyimpanan, bobot umur 18 hari,

dan bobot tetas telur ayam arab (P1) ... 57 21. Data bobot awal, bobot setelah penyimpanan, bobot umur 18 hari,

dan bobot tetas telur ayam arab (P2) ... 58 22. Data bobot awal, bobot setelah penyimpanan, bobot umur 18 hari,

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ayam arab silver ... 8

2. Ayam arab golden ... 8

3. Warna telur ayam arab ... 34

(17)

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Usaha peternakan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat saat ini salah satunya yaitu peternakan unggas. Hal ini terjadi karena peternakan unggas merupakan usaha yang dapat dimulai dari skala usaha rumah tangga hingga skala usaha besar. Salah satu usaha peternakan unggas yang saat ini dibudidayakan oleh masyarakat adalah peternakan ayam arab. Hal ini karena ayam arab memiliki beberapa keunggulan diantaranya dapat memproduksi telur yang tinggi yaitu sebesar 230—250 butir/ekor/tahun (Sartika dan Iskandar, 2008).

Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam pendatang yang asalnya dari ayam lokal Eropa, Belgia. Secara genetik ayam arab

merupakan ayam petelur unggul karena memiliki kemampuan memproduksi telur

yang tinggi. Umumnya ayam arab dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan tidak

(18)

2

Angka permintaan ditingkat konsumen terhadap semua jenis telur ayam

cenderung meningkat tiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani semakin meningkat, sehingga telur ayam dijadikan sebagai salah satu pilihan protein hewani yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Konsumsi rata-rata telur per kapita pada tahun 2013 sebesar 6.153 butir,

permintaan tersebut mengalami rata-rata pertumbuhan dari tahun ke tahun sebesar 1,61% (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2009—2013). Semakin tinggi

permintaan telur tiap tahunnya menyebabkan masyarakat tertarik untuk

mengembangkan usaha budidaya ayam arab. Ayam arab tergolong unggas yang memiliki ciri produksi telur yang tinggi dengan berat telur 35—42,5 g (Sartika dan Iskandar, 2008). Salah satu pengembangan usaha tersebut dapat dilakukan melalui teknik penetasan buatan menggunakan mesin tetas. Prinsip dasar penetasan menggunakan mesin tetas adalah menciptakan suasana yang sesuai dengan kondisi atau keadaan induk pada saat mengerami telurnya.

Pada tingkat peternak, telur yang akan ditetaskan umumnya memiliki lama

penyimpanan telur tetas yang berbeda, karena telur tetas tidak langsung ditetaskan di dalam mesin tetas melainkan dikumpulkan sampai dengan jumlah yang cukup untuk ditetaskan. Lama penyimpanan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi fertilitas dan daya tetas.

Berdasarkan hasil penelitian Adnan (2010), lama penyimpanan telur 3, 4, 5, 6 hari tidak

berpengaruh terhadap fertilitas dan berat tetas anak ayam buras, tetapi lama penyimpanan

(19)

3

terlalu lama persentase daya tetasnya akan rendah. Menurut Winarno dan Koswara

(2002), lama penyimpanan telur tetas yang semakin lama akan menurunkan kualitas telur

akibat penguapan CO2 dan H2O. Menurunnya kualitas telur akan menghambat

perkembangan embrio sehingga dapat menurunkan fertilitas dan daya tetas.

Lama penyimpanan telur tetas juga akan berpengaruh pada susut tetas dan bobot tetas. Telur yang disimpan terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penguraian zat organik. Menurut Iskandar (2003), penguraian zat organik tersebut

menyebabkan penyusutan berat telur yang berdampak pada bobot tetas.

Sampai saat ini informasi mengenai pengaruh lama penyimpanan terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas telur ayam arab belum diketahui secara jelas, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh lama

penyimpanan (2, 4, dan 6 hari) telur ayam arab terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

1. mengkaji pengaruh lama penyimpanan telur ayam arab terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas;

(20)

4

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan petunjuk kepada peternak ayam arab dan masyarakat mengenai lama penyimpanan telur ayam arab yang terbaik terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas.

D. Kerangka Pemikiran

Ayam arab merupakan salah satu jenis ayam petelur yang mempunyai keunggulan bertelur yang tinggi. Saat ini banyak peternak yang memelihara ayam arab

karena produktivitasnya mencapai 230—250 butir/ekor/tahun dengan berat telur 35—42,5 g (Sartika dan Iskandar, 2008). Selain produktivitas telurnya yang

tinggi, ayam arab juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging, namun daging ayam ini kurang disukai oleh konsumen karena warna dagingnya agak kehitaman dan juga lebih tipis dibandingkan dengan ayam kampung (Sulandari et al., 2007).

Penetasan dengan menggunakan mesin tetas lebih menguntungkan dibandingkan dengan penetasan alami. Meskipun demikian, mesin tetas perlu

mempertimbangkan hal-hal vital seperti seleksi mutu telur tetas (lama penyimpanan telur, berat telur, dan indeks bentuk telur), stabilitas suhu dan kelembapan, sirkulasi udara dan ventilasi, pemutaran, dan pendinginan telur sehingga mengurangi tingkat kegagalan (Djanah, 1984 yang disitasi Iskandar 2003).

(21)

5

Menurut Kelly (2006), bentuk telur yang baik untuk ditetaskan adalah tidak terlalu bulat juga tidak terlalu lonjong dengan lama penyimpanan berkisar antara 7—10 hari. Hal ini tidak sejalan dengan Asep (2000) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan telur tetas sebaiknya tidak lebih dari satu minggu.

Keberhasilan suatu usaha penetasan ditentukan oleh fertilitas dan daya tetas. Salah satu faktor yang memengaruhi fertilitas dan daya tetas adalah lama penyimpanan telur. Lama penyimpanan telur tetas merupakan faktor penting dalam menjaga kualitas telur. Menurut Rasyaf (1991), semakin lama

penyimpanan telur maka semakin buruk kualitas kerabangnya sehingga pori-pori kerabang akan bertambah besar, buruknya kualitas kerabang akan memengaruhi kualitas telur sehingga menghambat perkembangan embrio dan menurunkan fertilitas dan daya tetas.

Menurut North dan Bell (1990), fertilitas yang tinggi diperlukan untuk

(22)

6

Selain fertilitas dan daya tetas, lama penyimpanan telur tetas juga dapat

memengaruhi bobot tetas. Menurut Iskandar (2003), telur yang disimpan terlalu lama akan menyebabkan terjadinya penguraian zat organik sehingga

menyebabkan penurunan berat telur yang berdampak pada penurunan bobot tetas. Hal ini sesuai dengan Hasan etal. (2005), yang menyatakan bahwa bobot tetas berkorelasi positif dengan berat telur tetas.

Penyusutan berat telur merupakan perubahan yang nyata di dalam telur, lama penyimpanan telur juga dapat memengaruhi susut tetas (weigh loss). Telur yang terlalu lama disimpan akan meningkatkan susut tetas (weigh loss) yang

disebabkan oleh adanya pengaruh suhu dan kelembapan selama masa penetasan yang dapat memengaruhi daya tetas dan kualitas DOC yang dihasilkan (Tullet dan Burton, 1982). Penyimpanan telur tetas yang baik adalah pada suhu 12,8°C dengan kelembaban relatif 60—70% (Williamson dan Payne, 1993).

E. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas telur ayam arab pada perlakuan lama penyimpanan 2, 4, dan 6 hari.

(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Ayam Arab

Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam lokal pendatang yang asalnya dari ayam lokal Eropa, Belgia. Secara genetik ayam arab merupakan ayam petelur unggul karena memiliki kemampuan memproduksi telur yang tinggi. Umumnya ayam arab dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan tidak digunakan sebagai ayam pedaging. Hal ini karena ayam arab memiliki warna kulit yang kehitaman dan daging yang tipis daripada ayam lokal biasa, sehingga tingkat kesukaan pada masyarakat lebih rendah (Sulandari et al., 2007).

Menurut Sartika dan Iskandar (2008), ada dua jenis ayam arab yaitu ayam arab

silver (braekel kriel silver) dan ayam arab golden (braekel kriel gold). Dalam lingkungan masyarakat, ayam arab silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan dibandingkan dengan ayam arab golden. Kedua jenis ayam ini dibedakan pada warna bulunya.

(24)

8

mudah ribut, dan lari beterbangan jika ketenangan terganggu. Ayam arab silver

mulai bertelur umur 18 minggu. Ayam ini memiliki berat dewasa berkisar antara 1,4—2,3 kg pada jantan dan 0,9—1,8 kg pada betina. Ayam arab silver dapat memproduksi telur cukup tinggi yaitu sebesar 230—250 butir/ekor/tahun (Sartika dan Iskandar 2008). Berat telurnya yaitu sebesar 35—42,5 g. Ayam ini

merupakan ayam arab yang banyak dikembangkan di Indonesia (Sulandari et al.,

2007).

Ayam arab golden memiliki warna bulu merah lurik kehitaman dan bulu leher berwarna merah seperti jilbab (Gambar 2). Warna hitam dapat dijumpai pada lingkar mata, shank, kulit, dan paruh. Berat dewasa ayam ini sekitar 1,4—2,1 kg pada jantan dan 1,1—1,6 kg pada betina. Ayam ini juga memiliki keunggulan dalam produksi telur namun kurang dikembangkan di Indonesia (Sulandari et al.,

2007). Jenis ayam arab silver dan golden dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Ayam arab silver Gambar 2. Ayam arab golden

(25)

9

B. Lama Penyimpanan Telur Tetas

Telur yang masih segar merupakan telur yang baik untuk ditetaskan. Menurut Rasyaf (1991), telur tetas yang baik memiliki bentuk oval, kualitas kulit telur baik dan bersih, berat telur normal dan lama penyimpanan telur tidak terlalu lama. Lama penyimpanan telur tetas memiliki peranan penting dalam menjaga kualitas telur. Menurut Sudaryani (1996), menurunnya kualitas telur dapat dilihat dari rongga udara yang bertambah lebar, pH meningkat, volume kuning telur berkurang, letak kuning telur bergeser, kadar air berkurang, terjadi penguapan karbondioksida, dan berkurangnya kemampuan dalam mengikat protein.

Menurut North (1984), telur yang terlalu lama disimpan dapat mengakibatkan terjadinya kematian embrio pada hari ke-2 sampai hari ke-4. Hal ini sejalan dengan pendapat Rasyaf (1991) bahwa semakin lama penyimpanan telur maka semakin buruk kualitas kerabangnya sehingga pori-pori kerabang akan bertambah besar. Buruknya kualitas kerabang akan memengaruhi kualitas telur sehingga menghambat perkembangan embrio dan menurunkan fertilitas dan daya tetas.

Lama penyimpanan telur tetas juga dapat memengaruhi bobot tetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan et al. (2005), bobot tetas berkorelasi positif dengan berat telur tetas. Semakin besar berat telur maka semakin besar pula bobot tetas yang dihasilkan.

(26)

10

sehingga dapat menurunkan fertilitas dan daya tetas. Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa meskipun pada kondisi yang baik, telur akan turun daya tetasnya bila periode penyimpanan lebih dari 7 hari. Demikian pula sejalan dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1999) bahwa penyimpanan telur sebaiknya tidak lebih dari 6 atau 7 hari agar daya tetasnya tidak menurun.

Menurut Card dan Nesheim (1979), semakin lama telur tetas disimpan maka serabut protein yang membentuk jala (ovomucin) akan rusak dan pecah akibat kenaikan pH yang terjadi karena adanya penguapan karbondioksida. Hal ini mengakibatkan air terlepas dari putih telur dan putih telur menjadi encer.

Menurut Rasyaf (1991), selain itu semakin lama telur ada di dalam kandang maka semakin besar pula kemungkinan bibit penyakit masuk kedalam telur tetas, oleh karena itu pengambilan telur tetas harus dilakukan sesering mungkin untuk memperkecil kemungkinan masuknya bakteri ke dalam telur (penetrasi bakteri).

(27)

11

Tabel 1. Pengaruh lama penyimpanan telur tetas terhadap daya tetas pada telur ayam buras

Rata-rata 80±0 73,33±2,42 73,33±2,42 60,02±9,45 Sumber : Adnan (2010)

C. Fertilitas

Fertilitas adalah jumlah telur yang bertunas dari sekian banyaknya telur yang dieramkan, dan dinyatakan dalam persentase (Djanah, 1984). Menurut Suprijatna

et al. (2008), fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang digunakan dalam suatu penetasan. Fertilitas diartikan sebagai persentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa memperhatikan telur tersebut menetas atau tidak (Sinabutar, 2009).

(28)

12

jantan dan betina, umur telur, dan kebersihan telur. Kondisi telur juga memengaruhi fertilitas dan daya tetas (North dan Bell, 1990).

Fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan dan meningkatkan daya tetas. Menurut Jull (1982), persentase telur fertil dapat dihitung dangan cara jumlah telur fertil (butir) dibagi dengan jumlah telur yang ditetaskan (butir) kemudian dikalikan 100%. Umur induk berpengaruh pada fertilitas. Fasenco et al. (1992) menyatakan bahwa ayam pada umur 43—46 minggu memiliki fertilitas sebesar 91,23%, pada umur 47—50 minggu memiliki fertilitas 85,99%, dan pada umur 51—54 memiliki fertilitas 83,22%.

Untuk mengetahui telur yang fertil pada suatu penetasan perlu dilakukan

peneropongan dengan bantuan sumber cahaya, alat ini disebut candler (Suprijatna

et al., 2008). Menurut Setiadi et al. (1994), sampai saat ini belum diketahui cara yang tepat dalam usaha penetasan telur untuk menentukan tingkat daya tunas kecuali meneropong (candling). Tujuan dilakukannya peneropongan untuk mengetahui telur yang mengandung zigot (bakal anak) atau tidak (Sakti, 2000). Untuk mendapat fertilitas yang tinggi menurut (Sukardi dan Mufti, 1989) adalah jantan berbanding 8—10 ekor betina, maka telur yang sudah keluar dari tubuh induk sudah terjadi pembuahan, dan pada saat ditetaskan yang terjadi adalah perkembangan embrio hingga terbentuk anak ayam dan akhirnya menetas.

D. Susut Tetas

(29)

13

suhu, kelembapan, perkembangan embrio, tebal kerabang, jumlah pori-pori kerabang, luas permukaan telur dan lama penyimpanan telur sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas (Rusandih, 2001).

Hilangnya berat telur yang terjadi selama penetasan disebabkan oleh adanya penyusutan telur. Menurut Tullet dan Burton (1982), penyusutan berat telur diakibatkan karena pengaruh suhu dan kelembapan selama masa penetasan yang dapat memengaruhi daya tetas dan kualitas DOC yang dihasilkan.

Penyusutan berat telur merupakan perubahan yang nyata di dalam telur. Romanoff dan Romanoff (1963) dalam Lestari (2013) menyatakan bahwa air adalah bagian terbesar dan unsur biologis di dalam telur yang sangat menentukan proses perkembangan embrio di dalam telur. Penyusutan berat telur dapat

diakibatkan karena berkurangnya persediaan cairan allantois (Buhr dan Wilson, 1991).

Menurut Shanawany (1987), selama perkembangan embrio di dalam telur akan terjadi penyusutan telur sebesar 10—14% dari berat telur karena penguapan air, selanjutnya setelah menetas menyusut sebesar 22,5—26,5%. Penyusutan berat telur selama masa penetasan tersebut menandakan adanya perkembangan dan metabolisme embrio yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur (Peebles dan Brake, 1985).

(30)

14

menyebabkan telur kurang terpengaruh oleh suhu penetasan sehingga penguapan air dan gas sangat kecil, sedangkan telur yang berkerabang tipis mengakibatkan telur mudah pecah sehingga tidak baik untuk ditetaskan. Koswara (1997) menambahkan bahwa kerabang telur dilapisi oleh lapisan kutikula yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak. Fungsi dari kutikula yaitu untuk mencegah penetrasi mikroba dan penguapan air yang terlalu cepat (Rusandih, 2001).

Pori-pori kerabang telur unggas merupakan saluran komunikasi yang penting antara perkembangan embrio di dalam telur dengan lingkungan di luar telur (Rahn

et al., 1987). Semakin banyak pori-pori kerabang telur laju susut tetas yang terjadi akan semakin lebih cepat. Bagian ujung telur yang tumpul mempunyai konsentrasi pori-pori yang lebih besar daripada di bagian tengah ataupun di bagian ujung yang runcing, sehingga konsentrasi pori-pori akan memberikan kesempatan gas dan air menguap lebih banyak daripada bagian ujung yang runcing (Peebles dan Brake, 1985).

Imai (1986) menyatakan bahwa pada penyimpanan telur itik selama 0, 3, 7, 14, 21, dan 28 hari diperoleh penurunan berat telur berturut-turut 0; 0,94; 1,82; 2,99; 4,34; dan 5,90%. Menurut North dan Bell (1990), cara menghitung susut tetas adalah dengan membagi persentase kehilangan berat telur selama penetasan dengan jumlah hari inkubasi.

E. Daya Tetas

Daya tetas adalah persentase telur yang menetas dari telur yang fertil (Suprijatna

(31)

15

memengaruhi penetasan. Sebelum ditetaskan sebaiknya telur disimpan pada suhu 12°C dengan kelembapan relatif 70—75% (Lyons, 1998).

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi daya tetas yaitu kesalahan-kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas/seleksi telur tetas (bentuk telur, berat telur, keadaan kerabang, ruang udara dalam telur, dan lama penyimpanan telur) dan kesalahan-kesalahan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembapan, sirkulasi udara, dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk sebagai sumber bibit (Djanah, 1994 yang disitasi

Iskandar 2003).

Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), faktor-faktor yang memengaruhi daya tetas adalah

1. Breeding

a. Inbreeding : perkawinan yang mempunyai hubungan darah yang dekat berkali-kali tanpa seleksi yang efektif akan menurunkan daya tetas.

b. Crossbreeding : daya tetas hasil persilangan yang hubungan darahnya jauh akan meningkatkan daya tetas.

2. Letal dan semi letal gen : suatu gen yang dapat menyebabkan kematian atau abnormalitas, hal ini dapat menurunkan daya tetas.

3. Persentase produksi telur : semakin baik produksi individu, daya tetas juga semakin baik.

(32)

16

a. Sistem kandang : pemeliharaan pada kandang yang terlalu panas/dingin sangat berpengaruh terhadap daya tetas yang dihasilkan. Temperatur 85°F dalam kandang daya tetas tidak baik.

b. Ransum : bila terjadi defisiensi zat makanan dalam ransum akan

memengaruhi kandungan zat-zat makanan dalam telur yang mengakibatkan menurunnya daya tetas.

Pattison (1993) menyatakan bahwa telur yang kotor tidak layak untuk ditetaskan. Telur yang kotor banyak mengandung mikroorganisme sehingga akan mengurangi daya tetas (Srigandono, 1997). Ukuran telur juga ada hubungannya dengan daya tetas (Gunawan, 2001). Menurut Sainsbury (1984), telur yang terlalu besar atau terlalu kecil tidak baik untuk ditetaskan karena daya tetasnya rendah.

Telur yang terlalu kecil mempunyai luas permukaan telur per unit yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang besar, akibatnya penguapan air di dalam telur akan lebih cepat sehingga telur cepat kering (North dan Bell, 1990). Telur yang terlalu besar mempunyai rongga udara yang kecil untuk ukuran embrio yang dihasilkan sehingga embrio kekurangan oksigen (Nuryati et al., 2002).

(33)

17

Menurut Blakely dan Bade (1998), meskipun pada kondisi optimum, telur akan turun daya tetasnya yang tinggi bila periode penyimpanan sebelumnya lebih dari 7 hari.

F. Bobot Tetas

Bobot tetas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan DOC yang menetas. Menurut Jayasamudera dan Cahyono (2005), penimbangan dilakukan setelah bulu DOC kering, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan akibat pengaruh DOC yang masih basah bulunya bila ditimbang akan memengaruhi beratnya. Bobot tetas sering digunakan sebagai seleksi awal untuk menentukan unggas yang baik (Etches, 1996).

Menurut Nuryati et al. (2002), suhu yang terlalu tinggi dan kelembapan ruang yang terlalu rendah bisa menyebabkan berat tetas yang dihasilkan menurun karena mengalami dehidrasi selama proses penetasan. Paimin (2003), menambahkan bahwa untuk menjaga bobot tetas tidak mengalami dehidrasi yang berlebihan perlu ditambah kelembapan ruang penetasan beberapa hari sebelum telur menetas.

(34)

18

Tabel 2. Pengaruh berat telur terhadap bobot tetas ayam arab

Berat telur (g) Bobot tetas (g) ≤ 40,9 30,25 41—44,9 31,33 ≥ 45 31,41 Sumber : Salombe (2012)

Menurut North dan Bell (1990), antara berat telur tetas dengan bobot tetas yang dihasilkan terdapat korelasi yang tinggi. Hasan et al. (2005) menyatakan bahwa semakin besar berat telur tetas maka semakin besar pula DOC yang dihasilkan.

G. Manajemen Penetasan Menggunakan Mesin Tetas

Penetasan merupakan suatu proses biologis yang kompleks yang berlangsung secara kontinue untuk spesies unggas (Kurtini dan Riyanti, 2011). Menurut Suprijatna et al. (2008), penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai menetas. Ada dua cara penetasan telur yaitu penetasan secara alami dan penetasan secara buatan.

Menurut Kurtini et al. (2010), terdapat beberapa faktor penting dalam sistem kerja mesin tetas, antara lain adalah pengaturan suhu, kelembaban, sirkulasi udara, dan pemutaran telur di dalam mesin tetas. Pengawasan suhu dan kelembapan di dalam mesin tetas sangat penting, karena pertumbuhan embrio di dalam mesin tetas sangat sensitif terhadap suhu lingkungan

1. Suhu

(35)

19

dalam telur itu sendri maupun dari lingkungan (Bachari, 2006). Menurut Kurtini

et al. (2010), suhu yang baik untuk pertumbuhan embrio ayam berkisar antara 98,6—102,75°F (37,6°C). Suharno dan Amri (2003) menyatakan bahwa suhu mesin tetas pada minggu pertama sebesar 101,5°F (38,6°C), pada minggu kedua sebesar 102°F (38,9°C), pada minggu ketiga sebesar 102,5°F (38,6°C), dan pada minggu kempat sebesar 103°F (39,4°C).

Menurut Oluyemi dan Robert (1980), suhu yang terlalu rendah menyebabkan telur lambat menetas dan pertumbuhan yang tidak proporsional sedangkan suhu yang tinggi dapat mempercepat penetasan telur, gangguan syaraf, jantung,

pernafasan,ginjal, dan membran embrio mengering sehingga dapat membunuh embrio.

2. Kelembapan

Sama halnya dengan suhu, kelembapan juga memiliki peranan penting dalam proses penetasan. Menurut Kurtini et al. (2010), kelembapan berfungsi untuk mengurangi kehilangan cairan dari dalam telur selama proses penetasan, membantu pelapukan kulit telur pada saat akan menetas sehingga anak unggas memecahkan kulit telurnya. Kelembapan yang baik di dalam mesin tetas untuk penetasan ayam yaitu 55—60%.

(36)

20

Paimin (2003), mesin tetas yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya penguapan air di dalam telur. Kelembapan dapat diukur dengan hygrometer atau dengan menggunakan thermometer basah (wetbulb temperature) (Jasa, 2006).

3. Sirkulasi udara

Sirkulasi udara di dalam mesin tetas dapat diatur melalui ventilasi yang baik. Ventilasi berfungsi untuk penukaran udara, yaitu mengeluarkan udara kotor dan memasukkan udara yang bersih (Kurtini et al., 2010). Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi ventilasi yaitu suhu dan kelembapan, jumlah telur yang ditetaskan, periode inkubasi, dan pergerakan udara dalam mesin tetas (Paimin, 2003).

Ketersediaan oksigen dapat dicapai dengan pengaturan sirkulasi udara yang baik. Selama proses penetasan embrio membutuhkan oksigen untuk perkembangan dan mengeluarkan karbondioksida melalui pori-pori kerabang telur sehingga di dalam mesin tetas harus tersedia cukup oksigen. Kebutuhan karbondioksida dalam proses penetasan tidak lebih dari 0,5% dan kebutuhan oksigen tidak kurang dari 21% (Paimin, 2003).

4. Pemutaran telur (turning)

(37)

21

dengan paruh berada di bawah sayap kanan. Ujung paruh menghadap ke rongga udara yang terletak di ujung tumpul telur (Srigandono, 1997).

Pemutaran telur minimal dilakukan 3 kali sehari. Untuk pemutaran telur pada ayam dilakukan setiap hari dimulai pada hari kelima dan diakhiri pada 3 hari menjelang menetas (Kurtini dan Riyanti, 2011). Harianto (2010) menyatakan bahwa jangan membalik telur sama sekali pada 3 hari terakhir menjelang telur menetas, karena pada saat itu embrio di dalam telur sedang bergerak pada posisi penetasannya. Pengaruh frekuensi pemutaran telur meningkatkan daya tetas sebesar 9,72% (Daulay et al., 2008).

5. Peneropongan telur

Faktor lain yang menentukan daya tetas adalah peneropongan telur (candling). Menurut Kurtini et al. (2010) peneropongan untuk telur ayam dilakukan 2 kali yaitu pada hari ke-7 dan hari ke-14, sedangkan untuk telur itik, kalkun, bebek manila dilakukan 3 kali yaitu pada hari ke-7, ke-14, dan ke-21. Tujuan dari

peneropongan telur yaitu untuk menentukan apakah telur tetas itu fertil atau tidak. Menurut Lukman (2008), alat yang digunakan untuk peneropongan telur

dinamakan candler.

(38)

22

perkembangan pembuluh darah yang memencar dari sentrumnya, dan pada peneropongan minggu kedua, telur fertil menunjukan gambaran gelap.

(39)

23

III. BAHAN DAN MATERI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014—Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,

Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

(1) telur ayam arab yang berasal dari induk ayam berumur ± 11 bulan dengan sex ratio 1:8 dan dipelihara menggunakan sistem pemeliharaan intensif. Ransum yang diberikan terdiri dari dedak 30%, konsentrat 30%, dan jagung 40%. Jumlah telur yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 162 butir dengan rata-rata bobot awal telur berkisar antara 41,18± 2,18g/butir dengan koefesien keragaman sebesar ± 5,31%;

(2) desinfektan rodalon digunakan untuk membersihkan telur tetas; (3) alkohol digunakan untuk membersihkan mesin tetas;

(40)

24

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini :

(1) satu buah mesin tetas semi otomatis dengan kapasitas tampung maksimal 300 butir telur;

(2) satu buah mesin pengering bulu untuk mengeringkan bulu saat DOC menetas; (3) enam buah eggtray untuk meletakan telur tetas;

(4) enam buah keranjang telur dengan kapasitas 30 butir telur dan serutan bambu untuk menyimpan telur tetas;

(5) satu buah thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan di dalam mesin tetas;

(6) satu buah timbangan digital dengan ketelitian 0,01g untuk menimbang telur dan DOC yang baru menetas;

(7) satu buah candler untuk meneropong telur tetas; (8) tray hathcer (rak telur) untuk tempat menetaskan telur; (9) dua buah spons untuk membersihkan telur;

(10) nampan sebagai wadah air; (11) kawat kasa untuk penyekat telur; (12) alat tulis untuk mencatat data.

C. Rancangan Penelitian

1. Rancangan lingkungan

(41)

25

11 bulan, jenis ransum terdiri atas dedak 30%, konsentrat 30%, jagung 40%, dan berat telur 41,18±2,81 g/butir yang masing-masing relatif sama.

2. Rancangan perlakuan

Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan lama penyimpanan telur tetas ayam arab yaitu P1 (2 hari), P2 (4 hari), dan P3 (6 hari), masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali, setiap satu satuan percobaan terdiri dari 9 butir telur ayam arab.

3. Rancangan respon

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan bobot tetas telur ayam arab.

Seluruh data yang diperoleh dari percobaan ini dianalisis sesuai dengan asumsi sidik ragam pada taraf nyata 5%. Jika suatu perlakuan berpengaruh nyata pada suatu peubah tertentu (P ฀ 0,05), maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%, untuk data persentase jika hasil yang diperoleh <30 atau >70 ditransformasi dengan Archin (Steel dan Torrie, 1991). Tata letak telur tetas penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 halaman 50.

D. Pelaksanaan Penelitian

a. Seleksi telur tetas. Seleksi dilakukan terhadap ukuran, bobot telur (35—45 g), keutuhan, dan kualitas telur sedangkan dari segi kualitas telur dinilai dari segi kebersihan, warna, ketebalan kerabang, dan bentuk telur (oval).

(42)

26

6 hari, pengumpulan kedua untuk lama penyimpanan telur tetas 4 hari, dan pengumpulan ketiga untuk lama penyimpanan telur tetas 2 hari. Setiap perlakuan disimpan di dalam keranjang telur yang dilapisi dengan serutan bambu.

c. Membersihkan telur. Telur dibersihkan dengan menggunakan air hangat yang dicampur desinfektan cara pembersihannya menggunakan spons.

d. Menimbang dan menandai telur. Penimbangan dilakukan untuk mendapatkan bobot awal telur dan penandaan bertujuan untuk memperjelas masing-masing perlakuan.

e. Membuat sekat-sekat menggunakan kawat kasa untuk tiap perlakuan pada mesin tetas.

f. Menyiapkan mesin tetas. Mesin tetas yang digunakan terlebih dahulu dicek kebersihan, suhu dan kelembapan. Selain itu mesin tetas juga di strerilkan menggunakan alkohol 3 hari sebelum digunakan. Mesin tetas dinyalakan dan diatur suhu dan kelembapannya 24 jam sebelum telur masuk ke dalam mesin tetas dengan menggunakan thermohygrometer.

g. Memasukkan telur ke mesin tetas dengan posisi horizontal untuk

mempermudah pembalikan telur tetas. Hal ini dilakukan karena pembalikan menggunakan tangan.

h. Candling. Candling pertama dilakukan pada saat telur berumur 7 hari dan

candling kedua dilakukan pada saat telur berumur 14 hari, untuk mendapatkan data fertilitas. Candling dilakukan dengan menggunakan candler dan

(43)

27

i. Pengontrolan harian. Pengontrolan harian dilakukan terhadap suhu,

kelembapan dan pemutaran telur. Pemutaran telur dilakukan 3 kali sehari pada pukul 08.00 WIB, 13.00 WIB, dan 18.00 WIB. Pemutaran telur di mulai pada hari kelima dan diakhiri pada 3 hari menjelang menetas.

j. Menimbang telur. Pada umur 18 hari telur ditimbang untuk mendapatkan data susut tetas selama proses penetasan (Wicaksono, 2012).

k. Menimbang DOC. Setelah telur-telur menetas dilakukan penimbangan DOC

untuk mendapatkan data bobot tetas. Penimbangan dilakukan ketika bulu-bulu

DOC sudah mengering.

E. Parameter Penelitian

1. Fertilitas

Fertilitas adalah persentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang dieramkan tanpa memperlihatkan apakah telur itu dapat atau tidak dapat menetas (Kurtini dan Riyanti, 2011). Fertilitas didapat pada candling hari ke-14. Rumus fertilitas sebagai berikut :

Jumlah telur fertil

Fertilitas = x 100%

2. Susut tetas

Susut tetas adalah bobot telur yang hilang selama penetasan berlangsung sampai telur menetas (didapat dari penimbangan telur hari ke-18).

(Tullet dan Burton, 1982)

(44)

28

Bobot awal telur – bobot akhir telur

% Susut tetas = x 100%

3. Daya tetas

Daya tetas diartikan sebagai persentase telur yang menetas dari telur yang fertil (Suprijatna etal., 2008).

Jumlah telur yang menetas

Daya Tetas = x 100%

4. Bobot tetas

Bobot tetas DOC ditimbang setelah anak ayam menetas 1 hari dengan bulu yang sudah kering 95% (Jayasamudra dan Cahyono, 2005).

Bobot awal telur

(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Lama penyimpanan telur tetas (2, 4, dan 6 hari) memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya tetas dan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap fertilitas, susut tetas, dan bobot tetas telur ayam arab

2. Lama penyimpanan telur tetas ayam arab 4 dan 6 hari memberikan daya tetas yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan lama penyimpanan 2 hari.

B. Saran

(46)

43

DAFTAR PUSTAKA

Asep. 2000. Pengaruh Bobot dan Indeks Telur terhadap Jenis Kelamin Anak Ayam Kampung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Adnan, M. 2010. Pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras terhadap fertilitas, daya tetas telur dan berat tetas. Jurnal Agrisistem, Vol 6, No 2 : 1858-4330

Bachari, I. 2006. Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan Doc Ayam Kampung. Skripsi. FP-USU. Medan

Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI-01-3929-2006. Pakan Ayam Ras Petelur. Badan Standarasai Nasional. Jakarta

Bell, D.D. and W.D. Weaver, 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Academic Pub-lisher, United States of America.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.

Blakely, J. Dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Buhr, R.J. dan J.L. Wilson. 1991. Incubation relative humidity effect on allantoic fluid volume and hatchability. Poultry Sci. 70 (Suplement 1) 1-188. Card, L.E. dan M.C. Nesheim. 1979. Poultry Production. Edisi ke-12. Lea and

Febiger. Philadelphia.

Christensen, V.L. 2001. Factors associated with early embryonic mortality.

World’s Poultry.Sci Journal, Vol. 57 : 359-372.

(47)

44

Djanah, D. 1984. Beternak Ayam dan Itik. Edisi ke-11. C.V Yasaguna. Jakarta.

Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. Edisi ke-3. CAB International. Wallingford.

Fasenco, G.M., R.T. Hardin and F.E. Robinson. 1992. Relationship of hen age and egg squence position with fertility, hatchabilyty, viability, and pre uncubation embrionic development in broiler breeders. Poultry Science. 1. (71):1374-1384.

Fathul, F., N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Buku Ajar. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Gunawan, H. 2001. Pengaruh Bobot Telur terhadap Daya Tetas serta Hubungan antara Bobot Telur dan Bobot Tetas Itik Mojosari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Harianto. A. 2010. Manajemen Penetasan Telur Itik. http://Itik Mojosari. Cara mudah menetaskan telur-itik. Html. (22 November 2014).

Hasan, S.M.A., A. Siam, M.E. Mady and A.L. Cartwright. 2005. Physiology, endocrinology, and reproduction: egg storage period and weight effect on hatchability. J. Poultry Sci. 84 (1): 1908-1912

Hodgetts. 2000. Incubation The Psichal Requiments. Abor Acress service Bulletin No 15, August 1.

Imai, C. A. 1986. Storage stability of japanese quail (Cortunix-cortunix Japonica) eggs at room temperature. Journal. 43 (2): 432-439

Iskandar. R. 2003. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur dan Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Telur Puyuh. Skripsi. FP- USU. Medan.

Jasa, L. 2006. Pemanfaatan Mikrokontroler Atmega 163 pada Prototipe Mesin Penetasan Telur Ayam. FTE- Udayana. Bali.

Jayasamudra, D.J dan B. Cahyono. 2005. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jazil, N., A. Hintono., dan S. Mulyani. 2012. Penurunan kualitas telur ayam ras dengan intensitas warna cokelat kerabang berbeda selama penyimpanan. Jurnal. Vol. 2. No.1 :43-47.

(48)

45

Karnama, I. K. 1996. Studi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Daya Tetas Telur Itik Bali Pada Penetasan Tradisional Dengan Gabah. Tesis. Program studi pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kelly, S. 2006. Membuat Mesin Tetas Elektronik. Kanisius. Yogyakarta. Kholis, S., dan M. Sitanggang. 2002. Ayam Arab dan Poncin Petelur Unggul.

Edisi ke-1. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Koswara, S. 1997. Teknik Pengawetan Telur Segar. Poultry Indonesia 113: 18-19.

Kurtini, T. dan R. Riyanti. 2011. Teknologi Penetasan. Buku Ajar. Universitas Lampung, Lampung

Kurtini, T., R. Riyanti, dan D. Septinova. 2010. Teknologi Penetasan Unggas. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Lampung

Lestari, E. 2013. Korelasi Antara Bobot Telur dengan Bobot Tetas dan

Perbedaan Susut Bobot pada Telur Entok. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Lukman, H. 2008. Alternatif penggunan alat peneropongan telur (candler)

sederhana untuk mengetahui kualitas internal dan kerabnag telur bagi para pembuat telur asin. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat. 2. (45): 1410-0770.

Lyons, J. 1998. Incubation of Poultry. Agricultural Publications, University of Missoauri.

Nataamijaya, A.G., H. Resnawati, T. Antawijaya, I. Barchia dan D. Zainuddin, 1989. Produktivitas Ayam Buras di Dataran Tinggi dan Dataran Rendah. Balitnak, Ciawi, Bogor.

North, M. O. 1984. Breeder management. In commercial chicken production manual. The Avi. Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. J. 2. 240-243, 298-321 pp.

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Edisi ke-4. By Van Nestrod Rainhold. New York.

Nurcahyo, E, M., dan Y.E. Widyastuti. 2001. Usaha Pembesaran Ayam Kampung Pedaging. Edisi ke-5. Penebar Swadaya. Jakarta. Nuryati, T., Sutarto, M. Khamin, dan P.S. Hardjosworo. 2002. Sukses

(49)

46

Oluyemi, J.A. dan F. A Roberts. 1980. Poultry Production in Warm Wet Climates. Macmillan Tropical Agriculture, Horticulture and Aplied Ecology Series. The Macmillan Press Ltd, London and Basingstoke. Paimin, F.B. 2003. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Edisi ke-16. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Pattison, M. 1993. The Health of Poultry. Longman Scientific and Technical Peebles, E.D dan J. Brake. 1985. Relationship of egg shell porosity of stage of

embrionic development in broiler breeders. Poult. Sci. 64 (12): 2388 Pribadi, A. 2015. Pengaruh Probiotik dari Mikroba Lokal terhadap Kualitas

Indeks Albumen, Indeks Yolk, dan Warna Yolk pada Umur Telur 10 Hari. Rahn, H., C.V. Paganelli., dan A.R. Amos. 1987. Pores and gas exchange of

avian eggs: A review. The journal of experimental zoology suplement 71 (1): 165-172.

Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Penetasan. Edisi ke-2. Kanisius. Yogyakarta. Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas Di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Rusandih, 2001. Susut Tetas dan Jenis Kelamin Itik Mojosari Berdasarkan

Kasifikasi Bobot dan Nisbah Kelamin. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sainsbury, D. 1984. Poultry Health of Management. Edisi ke-2. Granada Publishing. New York

Salombe, J. 2012. Fertilitas, Daya Tetas, dan Berat Tetas Telur Ayam Arab pada Berat Telur yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Sartika, T dan S. Iskandar. 2008. Mengenal Plasma Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya. KEPRAKS. Sukabumi.

Sakti, S.W. 2000. Beternak Itik Tanpa Air. Edisi ke-20. Penebar Swadaya, Jakarta.

Septiwan, 2007. Respon Produktivitas Dan Reproduktivitas Ayam Kampung dengan Umur Induk yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian. Bogor.

Setiadi, P.,A.P Sinurat, A.R. Setioko, dan A. Lasmini. 1994. Perbaikan sanitasi untuk meningkatkan daya tetas telur itik di pedesaan. Prosiding. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Peternakan. Pusat Penelitian dan

(50)

47

Shanawany, M.M. 1987. Hatching weight in relation to egg weight in domestic

birds. World’s Poultry Sci. Journal. 43 (2): 107-114

Sinabutar, 2009. Pengaruh Frekuensi Inseminasi Buatan terhadap Daya Tetas Telur Itik Lokal yang di Inseminasi Buatan dengan Semen Entok. Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.

Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Edisi ke-3. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta.

Steel, R.G.D. dan J. Torrie. 1991. Prinsif dan Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. Gramedia. Jakarta. Suarez, M. E., H. R. Wilson, B. N. Mcpherson, F. B. Mather, and C. J. Wilcox.

1996. Low temperatureeffect on embrionic development and hatch time. Poultry Sci. 75 (2) :1321--1331.

Sudaryani, T.H. 1996. Kualitas Telur. Edisi ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta Sudaryani, T.H dan Santoso. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Edisi ke-4 . Penebar

Swadaya. Jakarta

Suharno, B. dan K., Amri. 2003. Beternak Itik Secara Intensif. Edisi ke-8. Penebar Swadaya. Jakarta

Sukardi dan M. Mufti, 1989. Penampilan prestasi ayam buras di kabupaten banyumas dan pengembangannya. Procendings Seminar Nasional tentang Unggas Lokal, Semarang. 52 (1): 543-551

Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Paryanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E. Sujana, S.Darana, I. Setiawan, dan D. Garnida. 2007. Sumber daya genetik loka Indonesia. Dalam: Keragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia : Manfaat dan Potensi. LIPI Press. Bogor.

Suprijatna, E.,U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Edisi ke-2. Penebar Swadaya. Jakarta.

Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia, 2009-2013.

http://www.pertanian.go.id/indikator/tabe-15b-konsumsi-rata, diakses tanggal 25 Juni 2015.

(51)

48

Wicaksono, D. 2012. Perbandingan Fertilitas, Susut Tetas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas Ayam Kampung pada Peternakan Kombinasi. Skripsi. Jurusan Peternakan. Universitas Lampung.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi ke-3. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman
Gambar 1.  Ayam arab silver
Tabel 2.  Pengaruh berat telur terhadap bobot tetas ayam arab

Referensi

Dokumen terkait

Pada gastritis terjadi respons inflamasi baik akut maupun kronik. Terjadi aktivasi sitokin-sitokin yang menyebabkan terjadinya inflamasi mukosa.. IL-6 dan IL-8 mukosa

[r]

Untuk program EMAS sebaiknya direplikasikan ke seluruh puskesmas PONED yang ada di Kabupaten Deli Serdang sehingga tidak ada kesenjangan mutu pelayanan yang diberikan oleh semua

Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk kompos akan memberikan pengaruh sifat fisik dan biologi tanah yang menjadi lebih gembur, sehingga tata ruang dalam

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala atas berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik guna memperoleh

Jika karyawan telah memiliki komitmen maka karyawan akan mencurahkan segala kemampuan dan sumber daya untuk meningkatkan kemajuan perusahaan tentunya ini akan berdampak positif

Variabel komitmen organisasi terbukti sebagai variabel intervening dari budaya manajemen syariah ke kinerja karyawan, tetapi tidak untuk gaya kepemimpinan dan

1) Dampak Kognitif, adalah yang timbul pada komunikasi yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualnya. 2) Dampak Afektif lebih tinggi kadarnya dari