EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA
MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA
PENAMBANGAN TIMAH
SKRIPSI
NOVRIDA MAULIDESTA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NOVRIDA MAULI DESTA. D24101066. 2005. Efek Pemberian Mikoriza dan Pembenah Tanah Terhadap Produksi Leguminosa pada Media Tailing Liat dari Pasca Penambangan Timah.Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MSi. Pembimbing Anggota : Ir. Sri Harini I.S, MS
Tailing adalah limbah ekstraksi bijih tambang yang menumpuk di lahan pasca
penambangan yang memiliki sifat fisik, kimia, biologis dan nutrisi yang sangat rendah sehingga dapat menurunkan produktivitas lahan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut perlu diatasi dengan melakukan usaha rehabilitasi agar dampaknya tidak berlanjut. Salah satu upaya tersebut adalah pemberian top soil (tanah lapisan atas) dan pembenah tanah berupa humega. Humega merupakan produk pembenah tanah konsentrat yeng mengandung bahan organik dan asam humik. Upaya lainnya adalah revegetasi dengan menanam vegetasi pionir yang dapat tumbuh pada kondisi marginal, menjaga kesuburan tanah dan merupakan tanaman penutup tanah yang dapat mengkonservasi tanah. Vegetasi yang cocok tersebut adalah dari famili leguminosa. Agar tanaman tumbuh cepat, sehat dan berproduksi lebih banyak maka usaha pemberian CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) dirasakan perlu untuk hal tersebut karena mikoriza merupakan asosiasi simbiotik bersifat mutualistik antara cendawan dengan perakaran tanaman yang membantu tanaman dalam pengambilan unsur hara dan melindungi tanaman dari serangan patogen akar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi faktor mikoriza dan faktor pembenah tanah terhadap produksi tanaman Pueraria javanica, Centrosema
pubescens, dan Calopogonium mucunoides yang ditanam pada tailing liatdari pasca
penambangan timah dan mencari alternatif pembenah tanah pengganti top soil. Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (2x6) dengan empat ulangan, dan dua faktor yaitu faktor CMA dan faktor pembenah tanah. Faktor CMA terdiri atas Tanpa CMA (M0) dan Dengan CMA (M1), faktor pembenah tanah terdiri atas Kontrol (H0), Top soil (H1), Humega Cair (H2), Humega Bubuk (H3), Top soil ditambah Humega Cair (H4), dan
Top soil ditambah humega Bubuk (H5). Peubah yang diamati adalah berat kering
tajuk periode I dan II, persentase infeksi akar, jumlah spora dan identifikasi spora. Hasil yang diperoleh adalah interaksi antara mikoriza dan pembenah tanah nyata (p<0,05) meningkatkan bobot kering tajuk periode I pada tanaman P.javanica
dengan hasil terbaik adalah pada pemberian humega bubuk saja tanpa CMA. interaksi tersebut juga nyata (p<0,05) meningkatkan bobot kering tajuk periode II pada tanaman C.pubescens dengan hasil terbaik pada perlakuan humega cair tanpa CMA. Secara umum interaksi antara faktor mikoriza dengan pembenah tanah sangat nyata (p<0,01) meningkatkan infeksi akar pada semua jenis tanaman. Alternatif pembenah tanah yang dapat menggantikan top soil adalah humega bubuk.
ABSTRACT
Effects of Mychorrizae and Soil conditioner for Production of Legume on Clay Tailing from Tin Mining.
N.Maulidesta ., P.D.M.H.Karti ., and S.Harini
Mychorrizae is a mutualism symbiotic association between fungi and root system assisting crop to grow better, especially at marginal soil. Top Soil and soil conditioner (Humega liquid and powder) representing substance that contains of organic, humic acid and also nutrient substance to assisting growth of crop in marginal land like clay tailing. This experiment was conducted to study the effect of mychorrizae, top soil, and humega on the herbage production of P.javanica,
C.pubescens, and C.mucunoides on clay tailing and to find the alternative to
substitute top soil. A completely randomized factorial design was used in this experiment. Mychorrizae was the first factor, consisted of M0: without AMF (Arbuscula Mycorrhizal Fungi) and M1: with AMF. Soil conditioner was the second factor, consisted of H0: control, H1: Top soil, H2: Humega liquid, H3: Humega powder, H4: Top soil plus Humega liquid, and H5: Top soil plus Humega powder. The parameters were shoot dry weight from first and second cutting, root infection, spore number and spore identification.
The result shown that AMF significantly (p<0.01) increased the root infection and spore number but decrease shoot dry weight of first and second cutting of
P.javanica, C.pubescens and C.mucunoides. Top soil and humega powder increased
the production of P.javanica and C.pubescens, while C.mucunoides only increased the root infection. Interaction between AMF and soil conditioner only increased the root infection but not influence significantly shoot dry and spore number. Spore identification did not shown other species but mycofer.
Keywords: Tailing, Soil conditioner, AMF, and Legume.
EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA
MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA
PENAMBANGAN TIMAH
NOVRIDA MAULIDESTA
D24101066
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA
MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA
PENAMBANGAN TIMAH
Oleh
NOVRIDA MAULIDESTA
D24101066
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MSi
Pembimbing Anggota
Ir. Sri Harini I.S, MSi
Dekan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc
Ketua Departeman
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1982 di Panjang-Bandar
Lampung. Penulis adalah anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak
Humayun Nawawi dan Ibu Risdaniar Arifin.
Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN 2 Panjang
Selatan-Bandar Lampung, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun
1998 di SLTPN 16 Bandar Lampung dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 10 Bandar Lampung.
Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER), Fakultas Peternakan,
KATA PENGANTAR
Skripsi yang berjudul Efek Pemberian Mikoriza dan Soil Conditioner
Terhadap Produksi Leguminosa pada Media Tailing Liat dari Pasca Penambangan
Timah ini merupakan karya tulis yang berisi tentang upaya bagaimana membenahi
kondisi lahan pasca penambangan timah yang disebabkan oleh tailing agar dapat
kembali seperti sebelum dilakukan kegiatan penambangan. Tailing merupakan
limbah dari pemurnian bijih tambang yang dapat menimbulkan masalah seperti erosi,
penurunan produktivitas lahan dan peningkatan suhu udara. Pemberian top soil,
humega bubuk, humega cair dan mikoriza dapat merehabilitasi lahan tailing, karena
bahan-bahan tersebut merupakan pembenah dan pembantu penyerapan hara tanah
untuk tanaman. Selain merehabilitasi upaya lainnya adalah revegetasi yaitu dengan
menanam tanaman leguminosa sebagai vegetasi pionir yang tumbuh pada lahan
pasca penambangan, karena leguminosa ini tahan hidup di tanah marjinal dan
mampu menjaga kesuburan tanah.
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca laboratorium lapang Agrostologi
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tailing dan top soil yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari lokasi penambangan timah di Pulau Bangka.
Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dari itu sangat
mengharapkan sekali saran dan masukan yang membangun agar karya ini menjadi
lebih baik. Akhir kata Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang
memerlukannya.
Bogor, September 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Rekapitulasi Analisis Ragam ... 14
P. javanica ... 15
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama ... 16
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua ... 17
Jumlah Spora ... 18
C. pubescens ... 19
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama ... 19
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua ... 21
Persentase Infeksi Akar ... 22
Jumlah Spora ... 23
C. mucunoides ... 23
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama ... 23
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua ... 25
Persentase Infeksi Akar ... 25
Jumlah Spora ... 26
Identifikasi Spora ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
Kesimpulan ... 28
Saran ... 28
UCAPAN TERIMAKASIH ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Analisis Ragam 3 Jenis Leguminosa ... 14
2. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II,
Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada P.javanica ... 15
3. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II,
Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada C.pubescens ... 20
4. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II,
EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA
MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA
PENAMBANGAN TIMAH
SKRIPSI
NOVRIDA MAULIDESTA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
NOVRIDA MAULI DESTA. D24101066. 2005. Efek Pemberian Mikoriza dan Pembenah Tanah Terhadap Produksi Leguminosa pada Media Tailing Liat dari Pasca Penambangan Timah.Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MSi. Pembimbing Anggota : Ir. Sri Harini I.S, MS
Tailing adalah limbah ekstraksi bijih tambang yang menumpuk di lahan pasca
penambangan yang memiliki sifat fisik, kimia, biologis dan nutrisi yang sangat rendah sehingga dapat menurunkan produktivitas lahan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut perlu diatasi dengan melakukan usaha rehabilitasi agar dampaknya tidak berlanjut. Salah satu upaya tersebut adalah pemberian top soil (tanah lapisan atas) dan pembenah tanah berupa humega. Humega merupakan produk pembenah tanah konsentrat yeng mengandung bahan organik dan asam humik. Upaya lainnya adalah revegetasi dengan menanam vegetasi pionir yang dapat tumbuh pada kondisi marginal, menjaga kesuburan tanah dan merupakan tanaman penutup tanah yang dapat mengkonservasi tanah. Vegetasi yang cocok tersebut adalah dari famili leguminosa. Agar tanaman tumbuh cepat, sehat dan berproduksi lebih banyak maka usaha pemberian CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) dirasakan perlu untuk hal tersebut karena mikoriza merupakan asosiasi simbiotik bersifat mutualistik antara cendawan dengan perakaran tanaman yang membantu tanaman dalam pengambilan unsur hara dan melindungi tanaman dari serangan patogen akar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi faktor mikoriza dan faktor pembenah tanah terhadap produksi tanaman Pueraria javanica, Centrosema
pubescens, dan Calopogonium mucunoides yang ditanam pada tailing liatdari pasca
penambangan timah dan mencari alternatif pembenah tanah pengganti top soil. Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (2x6) dengan empat ulangan, dan dua faktor yaitu faktor CMA dan faktor pembenah tanah. Faktor CMA terdiri atas Tanpa CMA (M0) dan Dengan CMA (M1), faktor pembenah tanah terdiri atas Kontrol (H0), Top soil (H1), Humega Cair (H2), Humega Bubuk (H3), Top soil ditambah Humega Cair (H4), dan
Top soil ditambah humega Bubuk (H5). Peubah yang diamati adalah berat kering
tajuk periode I dan II, persentase infeksi akar, jumlah spora dan identifikasi spora. Hasil yang diperoleh adalah interaksi antara mikoriza dan pembenah tanah nyata (p<0,05) meningkatkan bobot kering tajuk periode I pada tanaman P.javanica
dengan hasil terbaik adalah pada pemberian humega bubuk saja tanpa CMA. interaksi tersebut juga nyata (p<0,05) meningkatkan bobot kering tajuk periode II pada tanaman C.pubescens dengan hasil terbaik pada perlakuan humega cair tanpa CMA. Secara umum interaksi antara faktor mikoriza dengan pembenah tanah sangat nyata (p<0,01) meningkatkan infeksi akar pada semua jenis tanaman. Alternatif pembenah tanah yang dapat menggantikan top soil adalah humega bubuk.
ABSTRACT
Effects of Mychorrizae and Soil conditioner for Production of Legume on Clay Tailing from Tin Mining.
N.Maulidesta ., P.D.M.H.Karti ., and S.Harini
Mychorrizae is a mutualism symbiotic association between fungi and root system assisting crop to grow better, especially at marginal soil. Top Soil and soil conditioner (Humega liquid and powder) representing substance that contains of organic, humic acid and also nutrient substance to assisting growth of crop in marginal land like clay tailing. This experiment was conducted to study the effect of mychorrizae, top soil, and humega on the herbage production of P.javanica,
C.pubescens, and C.mucunoides on clay tailing and to find the alternative to
substitute top soil. A completely randomized factorial design was used in this experiment. Mychorrizae was the first factor, consisted of M0: without AMF (Arbuscula Mycorrhizal Fungi) and M1: with AMF. Soil conditioner was the second factor, consisted of H0: control, H1: Top soil, H2: Humega liquid, H3: Humega powder, H4: Top soil plus Humega liquid, and H5: Top soil plus Humega powder. The parameters were shoot dry weight from first and second cutting, root infection, spore number and spore identification.
The result shown that AMF significantly (p<0.01) increased the root infection and spore number but decrease shoot dry weight of first and second cutting of
P.javanica, C.pubescens and C.mucunoides. Top soil and humega powder increased
the production of P.javanica and C.pubescens, while C.mucunoides only increased the root infection. Interaction between AMF and soil conditioner only increased the root infection but not influence significantly shoot dry and spore number. Spore identification did not shown other species but mycofer.
Keywords: Tailing, Soil conditioner, AMF, and Legume.
EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA
MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA
PENAMBANGAN TIMAH
NOVRIDA MAULIDESTA
D24101066
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH
TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA
MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA
PENAMBANGAN TIMAH
Oleh
NOVRIDA MAULIDESTA
D24101066
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MSi
Pembimbing Anggota
Ir. Sri Harini I.S, MSi
Dekan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc
Ketua Departeman
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1982 di Panjang-Bandar
Lampung. Penulis adalah anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak
Humayun Nawawi dan Ibu Risdaniar Arifin.
Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SDN 2 Panjang
Selatan-Bandar Lampung, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun
1998 di SLTPN 16 Bandar Lampung dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2001 di SMUN 10 Bandar Lampung.
Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER), Fakultas Peternakan,
KATA PENGANTAR
Skripsi yang berjudul Efek Pemberian Mikoriza dan Soil Conditioner
Terhadap Produksi Leguminosa pada Media Tailing Liat dari Pasca Penambangan
Timah ini merupakan karya tulis yang berisi tentang upaya bagaimana membenahi
kondisi lahan pasca penambangan timah yang disebabkan oleh tailing agar dapat
kembali seperti sebelum dilakukan kegiatan penambangan. Tailing merupakan
limbah dari pemurnian bijih tambang yang dapat menimbulkan masalah seperti erosi,
penurunan produktivitas lahan dan peningkatan suhu udara. Pemberian top soil,
humega bubuk, humega cair dan mikoriza dapat merehabilitasi lahan tailing, karena
bahan-bahan tersebut merupakan pembenah dan pembantu penyerapan hara tanah
untuk tanaman. Selain merehabilitasi upaya lainnya adalah revegetasi yaitu dengan
menanam tanaman leguminosa sebagai vegetasi pionir yang tumbuh pada lahan
pasca penambangan, karena leguminosa ini tahan hidup di tanah marjinal dan
mampu menjaga kesuburan tanah.
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca laboratorium lapang Agrostologi
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tailing dan top soil yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari lokasi penambangan timah di Pulau Bangka.
Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dari itu sangat
mengharapkan sekali saran dan masukan yang membangun agar karya ini menjadi
lebih baik. Akhir kata Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang
memerlukannya.
Bogor, September 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Rekapitulasi Analisis Ragam ... 14
P. javanica ... 15
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama ... 16
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua ... 17
Jumlah Spora ... 18
C. pubescens ... 19
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama ... 19
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua ... 21
Persentase Infeksi Akar ... 22
Jumlah Spora ... 23
C. mucunoides ... 23
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama ... 23
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua ... 25
Persentase Infeksi Akar ... 25
Jumlah Spora ... 26
Identifikasi Spora ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
Kesimpulan ... 28
Saran ... 28
UCAPAN TERIMAKASIH ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Analisis Ragam 3 Jenis Leguminosa ... 14
2. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II,
Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada P.javanica ... 15
3. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II,
Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada C.pubescens ... 20
4. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II,
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tailing Liat Pasca Penambangan Timah ... 3
2. P.javanica ... 13
3. C.pubescens ... 13
4. C.mucunoides ... 14
5. Akar yang Tidak Terinfeksi Mikoriza ... 18
6. Hifa dan Vesikel pada Akar yang terinfeksi Mikoriza ... 18
7. Mycofer ... 27
8. Acaulospora sp ... 27
9. Glomus etinucatum ... 27
10. Gigaspora margarita ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Gambar Tanaman P.javanica pada Tiap Perlakuan ... 33
2. Gambar Tanaman C.mucunoides pada Tiap Perlakuan ... 33
3. Gambar Tanaman C.pubescens pada Tiap Perlakuan ... 34
4. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk periode I P.javanica ... 34
5. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk periode II P.javanica ... 34
6. Analisis Ragam Persentase Infeksi Akar P.javanica ... 35
7. Analisis Ragam Jumlah Spora P.javanica ... 35
8. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk periode I C.pubescens ... 35
9. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk periode II C.pubescens ... 35
10. Analisis Ragam Persentase Infeksi Akar C.pubescens ... 36
11. Analisis Ragam Jumlah Spora C.pubescens ... 36
12. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk periode I C.mucunoides ... 36
13. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk periode II C.mucunoides ... 36
14. Analisis Ragam Persentase Infeksi Akar C. mucunoides ... 37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu dampak dari penambangan adalah sisa pengolahan bahan tambang
(tailing). Menurut Balkema (1997) tailing merupakan komposit mineral-mineral atau
logam berat yang berasal dari kegiatan penambangan, memiliki tekstur berpasir.
Komposit-komposit tersebut merupakan sampah dari penambangan dan tidak
bernilai ekonomis. Tailing ini menumpuk dan dapat mengganggu lingkungan seperti
tidak adanya vegetasi yang tumbuh, meningkatnya erosi tanah, pencemaran air dan
peningkatan suhu udara. Upaya rehabilitasi lahan pasca penambangan perlu
dilakukan untuk mengurangi dan mencegah kejadian-kejadian diatas. Salah satu
upaya rehabilitasi yang mungkin dapat dilakukan adalah pemberian top soil, humega
bubuk dan humega cair sebagai bahan pembenah tanah serta mikoriza (CMA)
dengan pemanfaatan leguminosa sebagai vegetasi pionir yang diharapkan dapat
membantu mereklamasi lahan tailing pasca penambangan timah.
Top soil merupakan tanah lapisan atas yang mengandung humus dan bahan
organik yang berperan penting bagi tanaman untuk melakukan aktivitas hidupnya.
Penambahan top soil pada lahan bekas tambang dapat memperbaiki kondisi tanah,
sehingga pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik (Ekyastuti, 1998), namun
saat ini penggunaan top soil dirasakan kurang efisien dalam hal pengangkutan yang
membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang cukup tinggi. Oleh karena itu diperlukan
alternatif lain yang potensinya sama dengan top soil tetapi lebih efisien, misalnya
penggunaan pembenah tanah seperti humega cair dan humega bubuk. Humega
merupakan salah satu produk pembenah tanah yang mengandung bahan organik dan
asam humik yang membantu meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara penting
yang tidak larut dalam tanah. Perbedaan humega cair dan humega bubuk yaitu pada
komposisinya, humega cair mengandung asam humik dan bahan organik, sedangkan
humega bubuk mengandung asam humik dan bahan organik yang berasal dari
pelapukan batuan mineral leonardite, serta mengandung zeolit bubuk
Mikoriza merupakan pupuk hayati yang membantu penyerapan unsur-unsur
hara bagi tanaman terutama pada tanah-tanah marjinal (Gunawan, 1993).
Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula diharapkan membantu tanaman inang
Leguminosa Pueraria javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium
mucunoides merupakan vegetasi pionir yang mungkin cocok untuk rehabilitasi lahan
karena mampu bertahan hidup pada tanah marjinal dan merupakan tanaman cover
crop atau penutup tanah yang berguna mencegah erosi dari proses pencucian yang
disebabkan oleh air hujan. Tanaman leguminosa juga dapat menjaga kesuburan tanah
dan merupakan tanaman makanan ternak yang potensial.
Perumusan masalah
Dampak dari penambangan adalah sisa pengolahan bahan tambang (tailing)
yang dapat mengganggu ekosistem lingkungan karena tidak ada vegetasi yang
tumbuh. Oleh karena itu perlu dilakukan revegetasi atau penghijauan kembali dengan
menanam vegetasi yang mampu hidup dan tumbuh pada tailing pasca penambangan,
permasalahannya adalah selain miskin unsur hara karena hilangnya lapisan tanah atas
dan karakteristik dari tailing ini adalah liat. Sifat liat pada tailing menyulitkan
tanaman mendapatkan unsur hara karena banyak yang terjerap, maka dari itu perlu
merehabilitasi lahannya terlebih dahulu dengan memberikan tanah lapisan atas atau
top soil. Kesulitan akan pengangkutan serta biaya dan tenaga kerja yang cukup tinggi
menjadi kendala, oleh karena itu perlu dicari pembenah tanah alternatif sebagai
pengganti top soil atau yang dapat mengurangi penggunaan top soil. Peranan
mikoriza juga diharapkan membantu tanaman dalam menyerap unsur hara lebih
cepat.
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh interaksi antara mikoriza (CMA) dan pembenah tanah
yang terbaik dalam meningkatkan produksi tanaman.
2. Mengetahui pengaruh mikoriza (CMA) dalam meningkatkan produksi
tanaman.
3. Mengetahui pembenah tanah terbaik dalam meningkatkan produksi tanaman.
TINJAUAN PUSTAKA
Penambangan Timah
Secara geologis pulau Bangka ditumbuhi vegetasi hutan alam dataran rendah
yang menyimpan deposit timah. Jenis penambangan yang dilakukan oleh PT. Timah
Tbk atas dasar letak geografisnya dapat dibedakan penambangan darat seluas ±300
ha/th dan dilepas pantai seluas ±130 ha/th. Kegiatan penambangan didarat
merupakan jenis penambangan terbuka dan untuk mendapatkan lapisan bijih yang
mengandung timah tertinggi tidak dapat menghindari kegiatan pembukaan,
pengupasan dan penimbunan tanah hutan. Pengupasan lapisan tanah hutan dapat
memusnahkan hutan itu sendiri, karena keberadaan mahluk hidup penyusun hutan
terletak pada horison tanah lapisan atas A dan B. Kegiatan penambangan juga dapat
menurunkan keanekaragaman spesies tumbuhan dan hewan, meningkatkan erosi
yang dapat mencemarkan perairan dan perubahan kondisi iklim mikro (Latifah,
2000)
Gambar 1. Tailing Liat Pasca Penambangan Timah
Lahan Kritis
Siregar dan Butarbutar (1998) menyatakan bahwa karakteristik yang paling
menonjol pada lahan-lahan kritis yang rusak berat (seperti lahan pasca tambang,
lahan bekas penggembalaan, lahan tererosi berat dan lahan pasca kebakaran) adalah
lapisan tanah atas yang tipis bahkan hilang, selain itu kondisi tanah yang kompak
karena pemadatan dapat menyebabkan buruknya sistem tata air dan aerasi yang
secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan
akar. Rusaknya struktur juga menyebabkan tanah tidak mampu untuk menyimpan
terlihat pada Gambar 1. Tipis dan kurangnya lapisan tanah atas (top soil) dan bahan
organik dianggap sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada
lahan-lahan kritis terutama pada tanah tambang. Selain itu hilangnya lapisan atas
tanah merupakan penyebab utama menurunnya populasi dan aktivitas mikroba tanah
yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur hara.
Reklamasi Lahan
Upaya mengurangi kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan
penambangan agar tidak berlanjut adalah perlunya dilakukan reklamasi yang
mengarah pada kegiatan revegetasi dan rehabilitasi ekosistem. Reklamasi adalah
usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat
kegiatan usaha penambangan, agar dapat kembali berfungsi secara optimal sesuai
dengan kemampuannya. Sasaran akhir dari reklamasi adalah memperbaiki lahan
bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat
dimanfaatkan kembali (Departemen Kehutanan dan Pertambangan Umum, 1997).
Tujuan dari rehabilitasi ekosistem yaitu untuk menyediakan, mempercepat dan
melangsungkan proses suksesi alami, menambah produktivitas biologis, mengurangi
laju erosi tanah, menambah kesuburan tanah (termasuk bahan organik) dan
menambah kontrol biotik terhadap ekosisistem yang ditutupi tanaman (Parrotta,
1993). ” Revegetasi ” (penghijauan ) merupakan salah satu teknik vegetatif dalam
upaya reklamasi lahan bekas tambang yang bertujuan memperbaiki
lahan-lahan labil, mengurangi erosi permukaan tanah, dalam jangka panjang dapat
memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan kondisi lahan kearah yang lebih
produktif (Lamb, 1994).
Bahan Organik
Bahan organik merupakan salah satu pengikat butir primer tanah yang akan
membentuk butiran yang lebih besar dengan agregat yang mantap, keadaan ini besar
pengaruhnya terhadap porositas tanah atau pengaliran air tanah, penyimpanan,
penyediaan air, aerasi dan suhu tanah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Stevenson
(1982) dari segi kimia tanah, meskipun bahan organik secara kuantitatif sedikit
mengandung hara N, tetapi peranannya dalam penyediaan hara untuk tanaman sangat
Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik berada pada top
soil yang mempengaruhi sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman yaitu : (1)
sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, (2) sumber unsur hara N,P,S,
unsur mikro dan lain-lain, (3) menambah kemampuan tanah untuk menahan air, (4)
menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara ( KTK tanah menjadi
tinggi) dan (5) sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 2003)
Manfaat Bahan Organik
Bahan organik dapat menambah kemampuan tanah dalam menahan air, air
tidak akan mudah hilang meninggalkan tanah karena penguapan dan aliran
permukaan sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Bahan organik didalam tanah
berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba tanah, oleh karena itu kekurangan
bahan organik akan menyebabkan dinamika biologis dalam tanah terganggu sehingga
dapat menurunkan dinamika hara tanaman (Hardjowigeno, 2003).
Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang kemampuan daya
menyangga pupuk anorganik, sehingga efisiensinya menurun karena sebagian besar
pupuk akan hilang melalui pencucian, fiksasi atau penguapan (Soepardi, 1983).
Penggunaan bahan organik pada tanah marginal atau yang diusahakan secara intensif
dapat menghindari kekurangan unsur mikro yang biasanya terlupakan didalam
pemberian pupuk anorganik. Peranan bahan organik yang cukup penting yaitu dapat
meningkatkan KTK dan anion tanah, kedua hal ini sangat penting dalam peningkatan
efisiensi penggunaan pupuk.
Asam Humik
Asam humik merupakan material organik/fraksi yang dianggap sebagai hasil
akhir dekomposisi bahan tanaman dan hewan yang kuno dan memfosil dalam selang
waktu jutaan tahun didalam tanah (Tan,1993). Menurut Obreza et al. (1989) secara
fisik asam humat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kemampuan tanah
mengikat air kapiler, secara biologis berpengaruh terhadap aktivitas mikroba, secara
kimiawi asam humat mampu menyerap dan mengikat kompleks unsur-unsur nutrisi
tanaman dan secara nutritif menyediakan nitrogen, fosfor dan sulfur bagi tanaman
dan mikroorganisme. Secara langsung, bahan-bahan humat telah dilaporkan
proses respirasi dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan
hormon pertumbuhan dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya.
Humegatm (6% Liquid Humic Acid Extract)
Salah satu produk asam humat adalah Humegatm yang berfungsi utama untuk
mempermudah ketersediaan hara makro dan mikro serta meningkatkan serapan hara
oleh tanaman. Produk ini juga mengurangi leaching atau pencucian hara tanaman
sehingga efisiensi penggunaan pupuk kimia akan ditingkatkan, meningkatkan
perkembangan akar tanaman, laju serapan hara, toleransi terhadap kekeringan dan
kadar garam tinggi, membantu menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan
aerasi sehingga dapat mengurangi run off dan erosi.
Humegatm mengandung ” 6% Humic ” yang diekstrak dari batuan leonardite
dan 94% campuran inert organik, yang dapat meningkatkan laju fotosintesis
tanaman, menetralkan pH, meningkatkan KTK dan mengurangi serangan patogen
tanah sehingga penggunaannya dapat sebagai bio protection yang dapat mengurangi
penggunaan pestisida. Produk ini mempunyai fungsi yang menonjol dibandingkan
dengan produk-produk organik lainnya, yaitu karena kemampuan dan fungsi
gandanya sebagai pupuk biologis (bio fertilizer), bio stimulan, bio protection dan soil
conditioner.
Mikoriza
Berdasarkan struktur dan cara infeksinya terhadap tanaman inang, mikoriza
dikelompokkan kedalam 3 golongan besar yaitu : ektomikoryza, endomikoryza dan
ektendomikoryza. Endomikoriza lebih dikenal dengan mikoriza arbuskula. Mikoriza
arbuskula dicirikan dengan adanya struktur hifa, arbuskula dan vesikula. Hifa
intraseluler adalah hifa yang menembus kedalam sel korteks (Gunawan, 1993).
Manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza
adalah meningkatkan penyerapan unsur hara terutama unsur P, meningkatkan
ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan patogen akar. CMA
membantu pertumbuhan tanaman tersebut menjadi lebih baik, terutama pada
tanah-tanah yang kurang subur (Tan, 1994). Manfaat mikoriza yaitu: (1). Meningkatkan
serapan unsur hara dengan mekanisme membentuk selubung hifa yang tebal, jaring
hartig dan peningkatan areal permukaan karena hypertrofi yang memungkinkan
akar yang bermikoriza lebih tinggi, (2). Meningkatkan ketahanan terhadap
kekeringan, kerusakan jaringan kortek akibat kekeringan pada perakaran bermikoriza
tidak bersifat permanen. Hal ini disebabkan pada saat akar tanaman sudah kesulitan
untuk menyerap air pada pori-pori tanah, hifa fungi masih mampu. Selain itu
penyebaran hifa didalam tanah sangat luas sehingga dapat mengambil air relatif lebih
banyak dan (3). Memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auxin,
sitokinin, giberelin dan vitamin kepada inangnya (Setiadi, 1989)
Leguminosa
Leguminosa diandalkan sebagai hijauan sumber protein untuk pakan ternak
ruminansia di daerah tropika. Leguminosa mempunyai bintil akar yang berfungsi
dalam pemanfaatan nitrogen dari udara dan mengkonversi nitrogen tersebut menjadi
protein. Oleh karena itu leguminosa dapat memenuhi kebutuhan nitrogen untuk
hidupnya dan tumbuh dengan subur walaupun persediaan nitrogen dalam tanah
sedikit, melalui bakteri khusus (Rhizobium) menginfeksi rambut akar dan berasosiasi
dengan bintil akar (Allen dan Allen, 1981)
Vincent et al. (1976) mengemukakan bahwa kegunaan dari tanaman
leguminosa tidak hanya terbatas untuk makanan manusia dan ternak saja melainkan
leguminosa memiliki kegunaan yang lainnya yaitu untuk konservasi tanah dan
menjaga kesuburan tanah. Tanaman leguminosa atau tanaman kacang-kacangan
berguna sebagai salah satu sumber bahan organik tanah, dimana sisa tanaman ini bila
dikembalikan kedalam tanah sebagai pupuk hijau maka akan diperoleh keuntungan
yang besar karena dapat menambah kandungan zat lemas (nitrogen) didalam tanah
disamping unsur hara lainnya (Sosroatmodjo, 1980).
Centrosema pubescens
Umumnya sering disebut Centro, berasal dari Amerika Utara dan Tengah,
tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang penyebarannya terbesar di daerah
tropika basah. Centro dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan tanaman penutup
tanah dan juga merupakan salah satu hijauan yang disukai oleh ternak. Centro adalah
tanaman yang sesuai untuk daerah tropik yang memiliki jaringan perakaran yang luas
dan relatif tahan terhadap musim kemarau yang agak panjang. Masih dapat
memperlihatkan pertumbuhan yang memuaskan pada tanah-tanah asam dan agak
Calopogonium mucunoides
C.mucunoides merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada daerah
kelembaban tinggi dan berbatu. Tanaman ini sangat menguntungkan dan efektif
karena bagian akarnya mengandung nodul-nodul yang dapat bersimbiosis dengan
Rhizobium untuk mengikat nitrogen dan mengadakan dekomposisi yang dapat
menambah kesuburan tanah penutup tanah yang kegunaannya untuk mencegah erosi
tanah (Allen dan Allen,1981)
Pueraria javanica
Puero mempunyai stolon yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas
batangnya yang bersinggungan dengan tanah. Perakarannya dalam dan
bercabang-cabang, sehingga puero dapat berfungsi sebagai pencegah erosi, tahan musim
kemarau yang tak terlalu panjang. Puero tahan pula terhadap tanah masam dan tanah
kekurangan kapur dan fosfor, tahan pemukaan air yang tinggi, dapat hidup di tanah
yang liat maupun berpasir (Reksohadiprodjo, 1985). Jenis legum ini tergolong
tanaman pioner dan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menekan
pertumbuhan gulma, dapat dijadikan tanaman penutup tanah dan dapat digunakan
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk masa penanaman dan di
Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Bioteknologi
Kehutanan dan Lingkungan PAU, Institut Pertanian Bogor untuk pengambilan data
bobot kering tajuk, jumlah spora dan persentasi infeksi akar. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Agustus 2004 – April 2005.
Materi
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan: benih semai C.pubescens,
C.mucunoides dan P.javanica yang masing-masing sebanyak 48 benih semai yang
diperoleh dari kebun koleksi laboratorium Agrostologi, inokulum CMA (mycofer)
terdiri dari empat spesies yaitu (1) Glomus manihotis, (2) Glomus etunicatum, (3)
Gigaspora margarita, dan (4) Acaulospora Sp, humegatm cair (6% humic + 94%
inert organik), humega bubuk, pupuk Hyponex Red (N-P-K 25:5:20), tailing liat dari
pasca penambangan timah di pulau Bangka, top soil 0-20cm dari permukaan atas
tanah di pulau Bangka, dan gelas aqua berwarna sebanyak 144 buah, KOH 2,5%,
HCl 2%, sukrosa 60%, pewarna tryphan blue, glicerol, asam laktat, desinfektan dan
aquades.
Peralatan yang digunakan adalah: meteran, gunting, gentong, timbangan,
oven, set saringan bertingkat (mesh 1mm, 500µ, 355µ, 125µ, dan 45µ), sentrifuse,
mikroskop, cawan petri, gelas obyek, cover glass, pinset, pipet, gelas ukur, gelas
piala dan tabung film.
Metode
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan RAL faktorial 2 x 6 dengan empat kali ulangan.
Dua faktor perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor M , terdiri atas dua perlakuan yaitu:
1. M0 = tanpa CMA
2. M1 = dengan CMA
1. H0 = Tailing liat (Kontrol)
2. H1 = Tailing liat + Top soil
3. H2 = Tailing liat + humega cair
4. H3 = Tailing liat + Humega bubuk
5. H4 = Tailing liat + Top soil + Humega cair
6. H5 = Tailing liat + Top soil + Humega bubuk
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut (Steel dan Torrie, 1993)
Y
ijk= µ + α
i+ β
j+ (αβ)
ij+ ε
ijkdimana
Yijk : Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ke-j
µ : Nilai tengah umum
αi : Pengaruh aditif faktor pertama taraf ke-i
βj : Pengaruh aditif faktor kedua taraf ke- j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor pertama dan taraf ke-j faktor kedua
εijk : Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ke-i dan ke-j
Penelitian ini dilakukan pada tiga jenis legum yaitu:
1. P. javanica
2. C. pubescens
3. C. mucunoides
Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) dan jika memberikan hasil
yang berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie,
1993).
Prosedur Pelaksanaan
1. Persiapan Media Tanam dan Penanaman
Pertama yang dilakukan adalah menimbang tailing sebanyak 170g kemudian
dimasukkan kedalam gelas aqua (pot), lalu perlakuan diberikan sesuai faktor
pertama dan kedua. Perlakuan yang menggunakan top soil diberikan setinggi dua
sebanyak 10ml tiap gelas, sedangkan untuk humega bubuk diberikan sebanyak tiga
gram, untuk perlakuan campuran top soil dan humega diberikan sesuai dengan
pemberian yang dilakukan diatas. Tailing yang sudah ditimbang dimasukkan
kedalam gelas, kemudian top soil dan pembenah tanah (humega) dimasukkan
terlebih dahulu diatas permukaan tailing, inokulum CMA diberikan terakhir setelah
itu siap untuk ditanami benih. Benih terlebih dahulu diskarifikasi dan sterilisasi
dengan bantuan bahan aktif 5,25% NaClO (bayclin) lalu direndam air hangat selama
24 jam disebar diatas media zeolit untuk disemai, setelah tumbuh benih semai itu
dipindahkan ke gelas aqua (pot).
2. Pemeliharaan
Tailing yang sudah ditanami dengan benih semai setiap hari disiram sebanyak
satu sampai tiga kali tergantung cuaca. Tanaman dipupuk dua kali seminggu
sebanyak 25ml per gelas. Pupuk dilarutkan dengan konsentrasi 0,5g Hyponex/l.
3. Pemanenan
Pemanenan dilakukan dua kali yaitu pada umur dua bulan pertama setelah
tanam dan dua bulan kedua setelah awal panen, yang dipanen adalah biomassa tajuk
untuk mengetahui bobot keringnya, akar untuk mengetahui infeksi akarnya, tanah
untuk mengetahui jumlah spora dan identifikasi spora.
Peubah yang Diamati
1. Bobot Kering Tajuk
Tajuk dipanen lalu dikeringkan udara selama tiga hari kemudian di oven
selama dua hari pada suhu 700C. Setelah di oven ditimbang bobotnya dengan neraca
timbangan.
2. Persentase Infeksi Akar
Metode yang digunakan untuk mengetahui adanya infeksi akar yaitu dengan
metode pewarnaan (Koske dan Gemma, 1989 yang telah dimodifikasi). Pertama
yang dilakukan adalah mengambil sampel akar dari lima titik pot tanaman, kemudian
akar dicuci dengan air hingga bersih dan dimasukkan kedalam botol film, akar
direndam dalam larutan KOH 2,5% hingga tampak jernih. Bila akar telah berwarna
kuning jernih, beri HCl 2%. Setelah itu dibiarkan 24 jam, kemudian larutan HCl
diamati dipotong-potong sepanjang satu centimeter, diletakkan diatas kaca obyek,
dan ditutup cover glass. Infeksi mikoriza arbuskula diamati dengan cara memeriksa
potongan akar dengan menggunakan mikroskop compound perbesaran 10x10.
Pengamatan secara visual tersebut dilakukan dengan memperhatikan ada tidaknya
infeksi pada akar yang diperiksa. Setiap preparat mendapatkan nilai positif jika
terinfeksi dan negatif jika tidak terinfeksi untuk satu kali pandangan.
Persentase infeksi mikoriza arbuskula pada akar dihitung dengan rumus :
Jumlah pandangan akar terinfeksi x 100%
Jumlah total pandangan akar yang diamati
3. Jumlah Spora
Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah spora adalah metode tuang
saring basah (Gerdermann dan Nicolson, 1963 yang telah dimodifikasi). Hal pertama
yang dilakukan adalah mengambil sampel tanah sebanyak 50g berat kering udara
diairi sampai homogen, kemudian dibiarkan beberapa detik agar partikel – partikel
besar mengendap. Suspensi tersebut kemudian disaring. Partikel–partikel halus
berikut spora yang ditampung pada saringan 125μ dan 45µ dimasukan pada botol
sentrifuse kemudian ditambahkan larutan sukrosa 60% dan disentrifuse dengan
kecepatan 2500rpm selama 10 detik. Supernatan disaring dengan saringan 45µ dan
dicuci dengan air mengalir. Spora yang tertahan di tampung dalam cawan petri.
Penghitungan populasi spora dilakukan dengan mikroskop binokuler perbesaran 3X.
4.Identifikasi Spora
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi spora dilakukan berdasarkan
metode Schenck dan Perez (1990). Cara mengidentifikasi spora yaitu dengan
mengisolasi spora yang diduga berbeda atau sama dengan species dari mycofer
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Secara umum dari penyemaian ketiga benih leguminosa yaitu C.pubescens,
P.javanica dan C.mucunoides sudah menghasilkan kecambah yang sudah dapat
dipindahkan ke dalam pot (gelas) pada umur dua minggu. Beberapa tanaman
C.mucunoides ada yang mati setelah dipindahkan kedalam pot diduga tanaman masih
belum mampu beradaptasi. Umur empat minggu daun C.pubescens banyak yang
menguning dan lama kelamaan menjadi kering. Ketiga jenis leguminosa dapat dilihat
pada Gambar 2, 3 dan 4.
Gulma ada yang tumbuh pada pot yang diberi perlakuan top soil, sedangkan
pada perlakuan yang tidak ada top soil gulma tidak tumbuh sama sekali. Hal ini
diduga benih gulma sudah ada dan ikut terbawa pada top soil. Pemberantasan gulma
ini dilakukan seminggu sekali dengan cara mencabutnya satu persatu.
Gambar 2. P.javanica
Gambar 4. C.mucunoides
Rekapitulasi Analisis Ragam
Adapun rekapitulasi hasil analisis ragam dari ketiga jenis tanaman dengan
peubah dan perlakuan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam 3 jenis Leguminosa
Jenis tanaman Peubah Perlakuan
CMA Pembenah Tanah Interaksi
P. javanica Bobot Kering Tajuk I ** * *
Bobot Kering tajuk II tn * tn
Infeksi Akar ** ** **
Jumlah Spora ** * tn
C. pubescens Bobot Kering Tajuk I ** * tn
Bobot Kering tajuk II ** tn *
Infeksi Akar ** ** **
Jumlah Spora ** tn tn
C.mucunoides Bobot Kering Tajuk I ** tn tn
Bobot Kering tajuk II ** tn tn
Infeksi Akar ** ** **
Jumlah Spora tn tn tn
P. javanica
Hasil analisis ragam setiap peubah dari tanaman P.javanica dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II, Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada tanaman P.javanica
Peubah CMA Pembenah Tanah Rata2
H0 H1 H2 H3 H4 H5
Spora M0 18,00 191,50 11,00 310,00 162,00 118,50 135,17± 228,20B M1 169,75 754,50 465,25 210,75 483,25 261,25 390,79± 290,90A
Keterangan: Rataan dengan huruf besar menunjukkan berbeda (p<0,01) Rataan dengan huruf kecil menunjukkan berbeda (p<0,05)
M0: Tanpa CMA dan M: Dengan CMA
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA sangat nyata (p<0,01)
mempengaruhi bobot kering tajuk I, faktor pembenah tanah serta interaksi antara
CMA dan pembenah tanah nyata (p<0,05) untuk bobot kering tajuk I.
Kombinasi terbaik yang meningkatkan bobot kering tajuk periode pertama
pada P.javanica yaitu perlakuan tanpa CMA dengan humega bubuk (M0H3) karena
nyata lebih tinggi dari M0H0, M0H1, M0H2, M0H4, M1H0, M1H1, M1H2, M1H3,
M1H4 dan M1H5. Perlakuan tanpa CMA dengan humega bubuk (M0H3)
menghasilkan rataan bobot kering tajuk lebih tinggi dibandingkan dengan
penambahan inokulum CMA dengan humega bubuk (M1H3). Hal ini diduga CMA
belum dapat bekerjasama dengan humega bubuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman karena mikoriza pada awal pertumbuhannya membutuhkan nutrisi, air,
udara dan pH yang stabil. Tekstur tailing yang liat menghambat perkembangbiakan
cendawan karena liat tidak berpori atau tidak berongga sehingga cendawan tidak
mendapatkan udara yang dibutuhkan. Tailing ini diduga masih mengandung
unsur-unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman karena merupakan sedimentasi
yang dihasilkan dari pemisahan tailing pasir dengan bijih timah, sehingga
unsur-unsur hara terakumulasi pada sedimentasi ini, namun demikian tanaman sulit untuk
menyerap unsur hara karena pH tailing yang asam menyebabkan unsur hara menjadi
tidak tersedia dan agregat yang padat serta kompak menyulitkan akar tanaman
menenbus dan mengambil unsur hara. Humega bubuk membantu memperbaiki
agregat tailing dengan meningkatkan pertukaran udara (aerasi), meningkatkan
penyerapan air serta meningkatkan KTK tanah sehingga unsur hara yang tidak
tersedia menjadi tersedia. Hal ini diduga kandungan asam humik, bahan organik, dan
zeolit bubuk meningkatkan KTK tanah sehingga dapat menjerap unsur hara. Menurut
Obreza et al, (1989) efek asam humik terhadap kesuburan tanah mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung ataupun tidak langsung karena
adanya gugus hidroksil dan karboksil pengikat kation yang dibutuhkan oleh tanaman.
Peranan bahan organik yang cukup penting yaitu dapat meningkatkan KTK dan
anion tanah, kedua hal ini sangat penting dalam peningkatan efisiensi penggunaan
pupuk. Sarief dan Arifin (1990) menyatakan bahwa zeolit meningkatkan
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA tidak nyata mempengaruhi
bobot kering tajuk periode kedua, faktor pembenah tanah nyata (p<0,05)
mempengaruhi bobot kering tajuk periode kedua serta interaksi antara mikoriza dan
pembenah tanah tidak memberikan pengaruh terhadap bobot kering tajuk periode
kedua.
Pembenah tanah terbaik yang meningkatkan bobot kering tajuk periode kedua
adalah humega bubuk (H3) dan top soil (H1) karena nyata lebih tinggi dari (H0),
(H2), (H4) dan (H5). Pembenah tanah humega cair memiliki rataan bobot kering
tajuk yang lebih rendah dibanding humega bubuk dan top soil. Hal ini diduga
humega cair mempunyai kelemahan yaitu mudah menguap dan tercuci oleh aliran air
karena bentuknya yang larutan, sedangkan humega bubuk dan top soil tidak mudah
menguap dan tercuci karena mudah meresapkan air, sehingga akan terus
meningkatkan ketersediaan unsur hara, pH dan bahan organik. Tanah dengan kadar
liat tinggi yang mempunyai bahan organik akan selalu gembur, mudah pecah, mudah
diolah, dapat membuat daya lekat liat menurun, distribusi dan memegang air yang
efektif serta memudahkan penetrasi akar (Herujito dan Djojoprawiro,1985).
Pemberian CMA tidak nyata mempengaruhi bobot kering tajuk periode kedua
pada P.javanica, artinya tanaman bermikoriza atau tanpa mikoriza menghasilkan
bobot kering tajuk yang hampir sama. Berdasarkan perbedaan selisih rataan bobot
kering tajuk periode pertama antara M0 dan M1 yaitu 0,32g pada periode kedua
menurun sebesar 0,05g penurunan tersebut membuktikan adanya laju peningkatan
terbukti M0 pada bobot kering tajuk periode pertama dan periode kedua tetap
konstan dibanding M1 yang pada periode pertama rendah tetapi terjadi peningkatan
pada periode kedua. Hal ini juga diduga agregat tanah sudah mulai membaik,
aerasinya meningkat menyebabkan perkembangbiakan cendawan mikoriza tidak
terhambat lagi sehingga mikoriza dapat membantu tanaman mengambil dan
menyerap unsur hara.
Persentase Infeksi Akar
Akar yang terinfeksi mikoriza mengandung miselium internal, eksternal, dan
spora (Gunawan, 1993). Akar yang tidak terinfeksi dan yang terinfeksi mikoriza
Gambar 5 Gambar 6
Gambar 5. Akar yang tidak Terinfeksi Mikoriza
Gambar 6. Hifa dan Vesikel pada Akar yang Terinfeksi Mikoriza
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA, pembenah tanah dan interaksi
antara faktor CMA dan pembenah tanah sangat nyata (p<0,01) mempengaruhi
persentase infeksi akar.
Interaksi antara faktor CMA dan pembenah tanah sangat nyata meningkatkan
persentase infeksi akar adalah M0H5, M0H1, M0H4, M1H0, M1H1, M1H2, M1H3
dan M1H5 yang nyata lebih tinggi dari M0H0, M0H2, M0H3 dan M1H4. Perlakuan
tanpa CMA dengan gabungan top soil dan humega bubuk (M0H5) menghasilkan
rataan persentase infeksi akar yang paling tinggi dan termasuk kategori kelas lima
yaitu 76-100% (Setiadi et al., 1992) hal tersebut diduga top soil sudah mengandung
mikoriza endogen, kemudian top soil dan humega bubuk meningkatkan ketersediaan
unsur hara bagi tanaman sehingga menstimulir mikoriza untuk membentuk hifa dan
melakukan infeksi akar untuk membantu penyerapan unsur hara. Mikoriza
menghasilkan jalinan hifa dan menginfeksi akar untuk meningkatkan kapasitas
tanaman dalam menyerap unsur hara dan air (Djaya, 2003).
Infeksi akar bukanlah suatu parameter yang menjadi tolak ukur yang pasti
bahwa perlakuan itu adalah yang terbaik, tetapi hanya menunjukkan akar tersebut
terinfeksi mikoriza. Ditemukannya akar terinfeksi mikoriza pada perlakuan kontrol
(M0H0) diduga berasal dari endogen yang terdapat di dalam tanah.
Jumlah Spora
Spora merupakan bentuk pertahanan diri dari mikoriza pada kondisi stress
kering. Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA sangat nyata (p<0,01)
mempengaruhi jumlah spora, faktor pembenah tanah nyata (p<0,05) mempengaruhi
jumlah spora serta interaksi antara faktor CMA dan pembenah tanah tidak nyata
Pemberian CMA (M1) meningkatkan jumlah spora pada tanaman P.javanica
karena nyata lebih tinggi dibandingkan dengan M0 (tanpa CMA). Propagul-propagul
dari inokulum ini berkecambah membentuk hifa eksternal atau miselia yang
kemudian di daerah perakaran tanaman (rizosfer) melakukan penginfeksian
membentuk hifa internal sebagai alat transport hara dari rizosfer ke tanaman inang
dan alat transfer nutrisi dari inang ke mikoriza. Mikoriza membantu meningkatkan
daya penyerapan fosfat ke inang tanaman untuk meningkatkan pertumbuhannya,
yang juga berarti meningkatkan suplai nutrisi untuk perkembangbiakan mikoriza
membentuk miselia lebih banyak. Miselia ini pada akhirnya akan membentuk spora
disaat pertumbuhan akar terhenti atau pada masa kering. Gunawan (1993)
menjelaskan bahwa kolonisasi dan sporulasi CMA berkaitan dengan varietas
tanaman, species CMA dan kondisi lingkungan misalnya cahaya matahari dan suhu.
Hal ini disebabkan karena cahaya matahari berperan dalam pembentukan karbohidrat
melalui asimilasi karbon yang selanjutnya CMA akan menggunakan karbon tersebut
sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya (Fakuara, 1988).
Faktor pembenah tanah yang menghasilkan jumlah spora tertinggi yaitu pada
perlakuan top soil (H1) karena nyata lebih tinggi dari kontrol (H0), humega cair
(H2), humega bubuk (H3), gabungan top soil dengan humega cair (H4) dan
gabungan top soil dengan humega bubuk (H5), tetapi perlakuan H2, H3 dan H4
hampir sama dengan H1, hal ini diduga top soil, humega cair dan humega bubuk
mengandung unsur hara, bahan organik yang tinggi dan memiliki KTK yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dalam tanah yang kemudian
ditransfer oleh hifa mikoriza ke tanaman sehingga tanaman dapat melakukan proses
metabolismenya yaitu fotosintesis dan menghasilkan karbohidrat yang kemudian
dimanfaatkan mikoriza untuk perkembangbiakannya dan membentuk spora sewaktu
mengalami stress kering.
C. pubescens
Hasil analisis ragam setiap peubah dari tanaman C.pubescens dapat dilihat
pada Tabel 3.
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA sangat nyata (p<0,01)
mempengaruhi bobot kering tajuk I dan tidak ada interaksi antara taraf pemberian
mikoriza denganpembenah tanah untuk bobot kering tajuk I.
Tabel 3. Rataan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II, Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada C.pubescens
Keterangan : Rataan dengan huruf besar menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) Rataan dengan huruf kecil menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) M0 : Tanpa CMA, dan M1 : Dengan CMA
Perlakuan M0 (tanpa CMA) sangat nyata lebih tinggi daripada M1 (dengan
CMA) untuk bobot kering tajuk periode pertama. Hal ini diduga tailing masih
mengandung unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman karena merupakan
sedimentasi, dengan adanya cendawan mikoriza hasil fotosintesis yang dilakukan
tanaman tidak dipergunakan untuk pertumbuhan tanaman tetapi digunakan untuk
perkembangbiakan CMA terlebih dahulu. CMA mengambil karbon dari tanaman
untuk berkecambah dan membentuk spora. Oleh karena itu pemberian CMA (M1)
pada tailing liat tidak efektif dikarenakan mikoriza belum cukup berkembangbiak
sehingga mikoriza tidak dapat membantu tanaman inang menyerap unsur hara.
Pemberian top soil dan humega bubuk mampu meningkatkan berat kering
tajuk diduga kandungan asam humik, zeolit dan bahan organiknya memperbaiki
struktur dan tekstur dari tailing liat sehingga menghasilkan agregat tanah yang
mantap, aerasi meningkat dan ketersediaan unsur hara meningkat. Zeolit berperan
sebagai slow release agent dimana kation-kation dapat dilepaskan kembali kedalam
larutan tanah kemudian diserap oleh tanaman (Sarief dan Arifin, 1990). Top soil kaya
akan bahan organik berfungsi sebagai granulator memperbaiki struktur tanah, sumber
unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain, menambah kemampuan tanah untuk
menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK
tanah menjadi tinggi) dan sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno,
2003).
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA sangat nyata (p<0,01)
mempengaruhi bobot kering tajuk II, faktor pembenah tanah tidak nyata
mempengaruhi bobot kering tajuk II dan interaksi antara faktor CMA dengan
pembenah tanah nyata (p<0,05) mempengaruhi bobot kering tajuk II.
Kombinasi terbaik yang meningkatkan bobot kering tajuk periode II yaitu
perlakuan M0H2 (tanpa CMA dengan humega cair) karena nyata lebih tinggi dari
M0H0, M0H4, M1H0, M1H1, M1H2, M1H3, M1H4 dan M1H5, perlakuan M0H1,
M0H3 dan M0H5 tidak berbeda dengan M0H2. Hal ini diduga adanya asam humik
didalam humega cair, humega bubuk dan top soil mengandung asam humik dan
bahan organik yang membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara karena dapat
hanya meningkatkan ketersediaannya. Tanaman C.pubescens yang diberi inokulum
CMA dengan humega cair (M1H2) memiliki rataan bobot kering tajuk yang rendah
bila dibandingkan dengan tanaman tanpa CMA dengan humega cair (M0H2). Hal ini
diduga pada awalnya CMA dan humega belum dapat bekerjasama, karena kondisi
tailing yang bertekstur liat pertumbuhan mikoriza terhamabt sehingga sulit
melakukan pengambilan unsur hara, oleh karena itu mikoriza melakukan mekanisme
perbanyakan diri terlebih dahulu dengan memanfaatkan nutrisi dari tanaman
inangnya. Humega cair dengan kandungan asam humik dan bahan organiknya
memperbaiki agregat tailing dengan meningkatkan aerasi tanah sehingga terjadi
pertukaran udara, dengan demikian sedikit berkurang faktor yang menghambat
perkembangbiakan mikoriza. Cendawan mikoriza arbuskula membutuhkan nutrisi
untuk perkembangbiakannya, sehingga tanaman yang diberi inokulum CMA (M1)
memiliki rataan bobot kering tajuk yang rendah bila dibandingkan dengan tanaman
tanpa CMA (M0), walaupun demikian jika dilihat dari perbedaan selisih rataan bobot
kering tajuk periode pertama antara M0 dan M1 yaitu 1,06g dan pada periode kedua
turun sebesar 0,58g. Penurunan selisih tersebut dikarenakan adanya laju peningkatan
pada bobot kering tajuk tanaman bermikoriza di periode II dibandingkan periode I
sedangkan pada tanaman tidak bermikoriza selalu konstan pada periode pertama dan
periode kedua. Hal tersebut berarti sesuai dengan pendapat Gunawan (1993)
mikoriza membantu pertumbuhan tanaman tersebut menjadi lebih baik.
Persentase Infeksi Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA, faktor pembenah tanah serta
interaksi antara faktor CMA dan pembenah tanah sangat nyata (p<0,01)
meningkatkan persentase infeksi akar.
Kombinasi antara faktor CMA dan pembenah tanah sangat nyata
meningkatkan persentase infeksi akar dengan kombinasi terbaik yaitu M1H2,
M0H1, M0H5, M1H0, M1H1, M1H2, M1H3, M1H4 dan M1H5 karena nyata lebih
tinggi dari perlakuan M0H0, M0H2, M0H3, dan M0H4. Perlakuan CMA dengan
humega cair (M1H2) menghasilkan rataan persentase infeksi akar yang paling tinggi
dan termasuk kategori kelas lima yaitu 76-100% (Setiadi et al., 1992). Hal ini diduga
asam humik dan bahan organik pada humega cair meningkatkan ketersediaan unsur
selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan CMA. Mikoriza akan selalu terus
menginfeksi sistem perakaran tanaman selama ada pasokan nutrisi dari tanaman
inang, selain itu juga diduga ada pengaruh dari pemupukan. Intensitas infeksi CMA
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor meliputi pemupukan, nutrisi tanaman,
pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH, kepadatan inokulum dan
tingkat kerentanan tanaman (Fakuara, 1988).
Jumlah Spora
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA sangat nyata (p<0,01)
mempengaruhi jumlah spora, faktor pembenah tanah tidak mempengaruhi jumlah
spora dan tidak ada interaksi antara faktor CMA dengan pembenah tanah
Faktor CMA sangat nyata meningkatkan jumlah spora pada tanaman
C.pubescens yaitu pada perlakuan M1 (dengan CMA). Pemberian inokulum mikoriza
jelas meningkatkan jumlah spora dibanding tanpa mikoriza, hal ini sesuai dengan
pendapat Gunawan (1993) mikoriza yang diintroduksikan lebih efektif dari mikoriza
endogen.
Faktor pembenah tanah tidak mempengaruhi jumlah spora diduga ada
hubungannya dengan kesuburan tanah, tailing yang mendapat perlakuan penambahan
soil conditioner perlahan meningkat kesuburannya. Gunawan (1993) melaporkan
bahwa sporulasi yang maksimum terjadi pada lahan-lahan yang kurang subur.
C.mucunoides
Hasil analisis ragam setiap peubah dari tanaman C.mucunoides dapat dilihat
pada Tabel 4.
Bobot Kering Tajuk Periode Pertama
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA memberikan pengaruh yang
sangat nyata (p<0,01) untuk bobot kering tajuk I, faktor pembenah tanah tidak
mempengaruhi bobot kering tajuk I serta tidak ada interaksi antara CMA dan
pemebenah tanah.
Bobot kering tajuk periode pertama pada perlakuan M0 nyata lebih tinggi
daripada M1, hal ini diduga karena tailing liat merupakan sedimentasi, nutrisi sudah
cukup sehingga pemberian CMA belum efektif meningkatkan bobot kering tajuk.
Keefektifan CMA ditentukan oleh kemampuan beradaptasi pada keadaan tanah yang
Tabel 4. Hasil Pengamatan Bobot Kering Tajuk I, Bobot Kering Tajuk II, Infeksi Akar dan Jumlah Spora pada C.mucunoides
Peubah CMA Pembenah Tanah Rata2
Spora M0 56,50 401,50 84,25 96,75 178,25 383,50 200,13 ±198,12 M1 152,50 259,50 522,25 280,00 232,75 245,75 282,13
±251,64
Keterangan : Rataan dengan huruf besar menunjukkan berbeda (p<0,01) Rataan dengan huruf kecil menunjukkan berbeda (p<0,05) M0 : Tanpa CMA, dan M1 : Dengan CMA
H0 : Kontrol (Tailing), H1: Tailing + Top soil, H2: Tailing + Humega cair, H3: Tailing + Humega bubuk, H4: Tailing + Top soil + Humega cair, dan H5: Tailing + Top soil + Humega bubuk
Pemberian bahan pembenah tanah pada tanaman C.mucunoides tidak
berpengaruh terhadap bobot kering tajuk I, ini berarti tanaman C.mucunoides dapat
tumbuh pada berbagai kondisi tanah baik yang subur atau tidak. Hal ini diduga
jenis legum ini sudah mampu menghasilkan bahan organik sendiri. C.mucunoides
tanaman yang menguntungkan dan efektif karena mampu mengadakan dekomposisi
yang dapat menambah kesuburan tanah (Allen dan Allen, 1981)
Bobot Kering Tajuk Periode Kedua
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA memberikan pengaruh yang
sangat nyata (p<0,01) untuk bobot kering tajuk II, faktor pembenah tanah tidak nyata
mempengaruhi bobot kering tajuk II serta tidak ada interaksi antara faktor CMA dan
pemebenah tanah.
Bobot kering tajuk periode kedua pada perlakuan M0 nyata lebih tinggi
dibandingkan M1, tetapi jika dilihat dari perbedaan selisih bobot kering tajuk periode
I antara M0 dan M1 yaitu sebesar 0,72g maka pada periode II selisihnya turun
menjadi 0,55g. Penurunan selisih tersebut dikarenakan adanya laju peningkatan pada
bobot kering tajuk tanaman bermikoriza di periode II dibandingkan periode I
sedangkan pada tanaman tidak bermikoriza selalu konstan pada periode pertama dan
periode kedua. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gunawan (1993) bahwa dalam
cendawan mikoriza arbuskula berkompetisi dengan cendawan mikoriza arbuskula
endogen dan berasosiasi dengan akar inang yang ditunjukkan dalam respon
pertumbuhan inang.
Bobot kering tajuk periode kedua C.mucunoides tidak nyata dipengaruhi oleh
taraf pemberian bahan pembenah tanah. Hal ini diduga karena tailing liat sudah
cukup nutrisi, selain itu karena tanaman leguminosa ini mampu menjaga dan
menambah kesuburan tanah.
Persentase Infeksi Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan faktor CMA, faktor pembenah tanah serta
interaksi CMA dan pembenah tanah sangat nyata (p<0,01) mempengaruhi persentase
infeksi akar.
Kombinasi terbaik antara faktor CMA dengan pembenah tanah yang
meningkatkan persentase infeksi akar yaitu pada M1H3, M1H0, M1H1, M1H2,
M1H4 dan M1H5, karena nyata lebih tinggi daripada M0H0, M0H2 dan M0H3.
Persentase infeksi akar yang dihasilkan oleh M1H3 adalah termasuk kategori kelas
lima yaitu 76-100% (Setiadi et al., 1992). Persentase infeksi akar yang dihasilkan