67
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S. 2010. Pengaruh Limbah Serbuk Besi Sebagai Pengganti Sejumlah Agregat
Halus Terhadap Campuran Aspal. UNIB. Bengkulu.
Departemen Pekerjaan Umum, 2006, “Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal
Panas”, Direktorat Jenderal Bina Marga.
Departemen Pekerjaan Umum. 2009. “Modul Pengendalian Mutu Pekerjaan Aspal dan
Agregat”.Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.
Departemen Pekerjaan Umum, 2010, “Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal
Panas”, Direktorat Jenderal Bina Marga.
Departemen P.U., 1989, SK SNI 1728-1989 (Pedoman Penggunaan Agregat Slag Besi
dan Baja untuk Campuran Beraspal Panas).
Departemen P.U., 1989, SK SNI 03-1973-1989 (Tata Cara Pelaksanaan Lapis Laston
Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya), LPMB: Bandung.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah,
68
Fatmawati, L. 2013. Karakteristik Marshall Dalam Aspal Campuran Panas AC-WC
Terhadap Variasi Temperatur Perendaman. Politeknik Negeri Semarang.
Semarang.
Martina, N. 2013. Karakteristik Beton Aspal dengan Substitusi Agregat Limbah Industri
Pengelolahan Biji Besi (STEEL SLAG). Politeknik Negeri Jakarta. Jakarta.
Priambodo, A. 2003. Kajian Laboratorium Penggunaan Pasir Besi Sebagai Agregat
Halus pada Campuran Aspal Panas HRA (Hot Rolled Asphalt) Terhadap Sifat
Marshall dan Durabilitas. UNDIP. Semarang.
Sukirman, S. 1999. “Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Bandung: Nova.
Sukirman S. 2003, “Beton Aspal Campuran Panas”.Jakarta: Granit.
Tabash, O. 2013. Study the Effect of Crushed Waste Iron Powder as Coarse Sand and
Filler in the Asphalt Binder Course. University of Malaya. Malaysia.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian ini, banyak hal yang perlu diperhatikan
sebagai persiapan dalam melakukan penelitian ini. Tujuannya agar memperkecil
(meminimalisir) kesalahan dalam pengerjaan dari awal hingga akhir. Metode
penelitian disusun untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan sebuah
penelitian sehingga berjalan lebih tepat efektif dan efisien. Tahapan prosedur
pelaksanaan ini tergambar dalam suatu bagan alir metode penelitian. Penelitian
dilakukan di Laboratorium AMP Karya Murni Patumbak. Bahan-bahan yang
diambil berupa agregat diambil dari PT.Karya Murni Patumbak.
Tahap yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan properties aspal pen 60/70
dan agregat yang digunakan. Semua pengujian sesuai dengan standart pengujian
bahan modul praktikum jalan raya Departemen Teknik Sipil USU yang mengacu
pada SNI (Standart Nasional Indonesia) dan ASTM (American Society For
Testing Material). Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini
digunakan aspal penetrasi 60/70.
Pemeriksaan agregat baik agregat kasar maupun agregat halus meliputi:
a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
c. Analisis Butiran
Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan
43
Pemeriksaan sifat fisik aspal yang dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan penetrasi aspal
b. Pemeriksaan titik lembek
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar
d. Pemeriksaan penurunan berat minyak dan aspal
e. Pemeriksaan kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida (CCL4)
f. Pemeriksaan daktalitas
g. Pemeriksaan berat jenis bitumen
Tahap selanjutnya adalah perancangan dan pembuatan benda uji atau
campuran aspal berdasarkan variasi kadar aspal. Kadar aspal yang digunakan
sebagai sampel adalah 5%,5.5%, 6%, 6.5%, dan 7% masing-masing sebanyak tiga
sampel. Dari keseluruhan sampel di atas, kemudian di cari satu komposisi
campuran yang paling sesuai atau ideal dengan mempertimbangkan nilai
stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan parameter lainnya setelah sebelumnya
dilakukan uji marshall.
44
3.2 Bagan Alir
Mulai
Studi Pustaka
Persiapan Bahan dan Alat
Aspal 60/70 Agregat
Pengujian :
1. Berat Jenis 2. Penetrasi 3. Daktalitas 4. TFOT
5. Kelarutan Aspal 6. Softening 7. Flash Point
Pengujian :
1. Analisa Saringan 2. Los Angeles 3. Berat Jenis 4. Kelekatan Agregat
Memenuhi Syarat
Perencanaan Gradasi Agregat Gabungan AC-WC
Penentuan KAO Variasi Kadar Aspal 5%, 5.5%, 6%, 6.5%, dan 7%,Sebanyak 15 Buah
45 A
Uji Marshall PRD
6 bricket KAO
didapatkan
Pembuatan benda uji dengan variasi serbuk besi dari agregat halus 0%, 10%, 15%, 20% sebanyak 12 bricket.
Uji Marshall
Evaluasi Data
Hasil dan Kesimpulan
SELESAI
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
46
Penjelasan bagan alir penelitian:
a. Tahapan Penentuan Komposisi Campuran Aspal
• Mempersiapkan material atau bahan yang akan digunakan untuk
penelitian.
• Material penyusun (aspal dan agregat) dilakukan untuk menguji
kesesuaian dengan spesifikasi yang ditentukan (spesifikai Departemen
Pekerjaan Umum 2010). Pemeriksaan aspal terdiri dari aspal keras pen
60/70.
• Apabila memenuhi spesifikasi, kemudian dilanjutkan dengan
perancangan (mix design) dan pembuatan sampel benda uji dengan
variasi kadar aspal dan kandungan polimer untuk mendapatkan
komposisi campuran aspal yang ideal. Kadar aspal yang digunakan
5%,5.5%, 6%, 6.5%, dan 7%.
• Campuran aspal yang telah dibuat diuji dengan alat marshall sehingga
hasilnya dapat digunakan untuk menentukan komposisi campuran
aspal ideal.
b. Tahapan Pembuatan Sampel Campuran Aspal Ideal dan Pengujian
• Setelah didapat komposisi campuran aspal ideal, dibuat sampel benda
uji tersebut sebanyak 12 buah dengan variasi Limbah Serbuk Besi
0%,10%,15%,dan 20% dari Agregat Halus.
• Kemudian diuji dengan alat Marshall untuk mendapatkan data
karakteristik campuran seperti nilai stabilitas campuran, kelelahan,
47
c. Tahapan Analisis Data Hasil Penelitian
• Setelah didapatkan semua data hasil penelitian, data tersebut kemudian
dilakukan pengolahan data dan analisis baik dalam bentuk analisis
statistik deskriptif, maupun analisis korelasi antar faktor/variabel.
3.3 Pelaksanaan
3.3.1 Spesifikasi Bahan Baku Penelitian
Spesifikasi bahan baku penelitian yang meliputi aspal, agregat kasar, agregat
halus, dan filler adalah :
• Aspal pen 60/70 dari Iran
• Agregat halus
§ Tipe
§ Ukuran
:abu batu
:0,075 mm – 4,75 mm
§ Berat jenis :minimum 2500 kg/m3
• Agregat kasar
§ Tipe :batu pecah (split)
§ Ukuran
§ Berat jenis
:maksimum 25,4 mm (1 inch)
: minimum 2500 kg/m3
• Filler
3.3.2 Perancangan Campuran dengan Metode Marshall
• Setelah semua pengujian material pembentuk campuran aspal yaitu aspal
penetrasi 60/70 dan agregat, serta material tersebut memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah merancang dan
48
membuat sampel yang akan digunakan untuk penelit ian dengan metode
marshall. Pengujian standart terhadap benda uji untuk marshall sesuai
dengan prosedur yang ditentukan dalam SNI 06-2489-1991 (PA-0305-76,
AASHTO T-44-81, ASTM D-2042-76).
• Seperti telah dibahas pada rencana penelitian bahwa jumlah sampel yang
dibutuhkan untuk mencari kadar aspal ideal dengan variasi kadar aspal
5%, 5.5%, 6%, 6.5%, dan 7%. Setelah didapat komposisi campuran aspal,
kemudian dibuat sampel benda uji. Temperatur pencampuran bahan aspal
dengan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas
kinematis sebesar 170±20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah
temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis sebesar
280±30 centistokes. Pemadatan untuk kondisi lalu-lintas berat, dilakukan
penumbukan sebanyak 75 kali tumbukan, dengan menggunakan alat
marshall comapaction hammer. Benda uji setelah dipadatkan, disimpan
pada temperatur ruang selama 24 jam, kemudian di ukur tinggi dan di
timbang berat dalam kondisi kering. Benda uji direndam selama 24 jam di
dalam air, kemudian ditimbang berat dalam air dan dalam kondisi jenuh
air permukaan (saturated surface dry). Sampel kemudian direndam dalam
waterbath pada temperature 600 � selama 30 menit, setelah itu di uji
dengan alat marshall untuk didapatkan data empiris (stabilitas, kelelehan,
dan marshall quetion). Setelah didapatkan data hasil uji marshall berupa
stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan marshall quetion, kemudian di
analisis untuk mendapatkan komposisi campuran aspal ideal. Lalu buat
49
• Selanjutnya setelah didapatkan Kadar Aspal Optimum, maka dengan kadar
tersebut kita variasikan limbah Serbuk Besi 0%,10%,15%,dan 20% dari
berat Agregat Halus. Langkah selanjutnya sama dengan sebelumnya untuk
mendapatkan karakteristik yang dicari dari uji marshall ini adalah nilai
stabilitas (stability), kelelehan (flow), marshall quotient, VIM, dan VMA.
3.3.3 Analisis dan Pembahasan
Setelah dilakukan serangkaian penelitian dan didapatkan data, maka tahapan
selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis hasil pemeriksaan material campuran aspal yaitu agregat dan
aspal, apakah sesuai dengan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010.
b. Menganalisis pengaruh atau memplot data nilai stabilitas, kelelehan, marshall
quotient, void in mix VIM, void in mineral agregate VMA, void filled aspal
VFA, pada penggunaan limbah Serbuk Besi.
c. Menganalisis nilai parameter Marshall terhadap jenis limbah Serbuk Besi
tersebut.
3.4 Kesimpulan dan Saran
Setelah diperoleh perbandingan grafik karakteristik marshall dengan Agregat
Halus Biasa dan limbah Serbuk Besi, maka kita dapat menarik kesimpulan dan
pemberian usulan terhadap pemanfaatan penggunaan limbah Serbuk Besi sebagai
alternatif agregat halus dalam campuran Laston.
50
No Jenis Pemeriksaan Unit Metode Uji Spesifikasi Hasil
Pemeriksaan
Min Max
1
0
gr, 5 detik
0,1
mm SNI-06-2456-1991 60 79 74.57
2 0 ℃ SNI-06-2434-1991 48 58 48
3 Titik Nyala ℃ SNI-06-2433-1991 232 - 323
4 Titik Bakar ℃ SNI-06-2433-1991 347
5 Kehilangan Berat
(dengan TFOT) % SNI-06-2440-1991 - 0.4 0.086
6 Kelarutan dalam
C2HCL3 % SNI-06-2438-1991 99 - 99.689
7 Daktalitas cm SNI-06-2432-1991 100 - 100
8 Penetrasi Setelah
TFOT % SNI-06-2456-1991 75 - 78
9 Berat Jenis gr/cc SNI-06-2441-1991 1 - 1.051
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-19910) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002)
10 0 % SNI 06-2456-1991 54 - 71.2
11 0 cm SNI 2432:2011 100 - 100
BAB IV
ANALISIS DATA
4.1 Pengujian Material
4.1.1 Hasil dan Analisis Pengujian Aspal
Dalam penelitian ini, aspal yang digunakan adalah aspal keras dengan
penetrasi 60/70 yang berasal dari Negeri Iran berasal dari AMP PT Karya Murni
Patumbak.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Penetrasi 60/70
Penetrasi 25 ��, 100
Titik Lembek5 �
Penetrasi pada 25 �
Daktilitas pada 25 �
51
163
a. Pemeriksaan Penetrasi Aspal
Pengujian ini didasarkan pada PA-0301-76, AASHTO T-49-80, ASTM D-5-
97 atau SNI-06-2456-1991. Dari hasil pengujian didapatkan nilai penetrasi 74.57
yang menunjukkan termasuk aspal penetrasi 60/70. Nilai penetrasi ini memenuhi
Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yaitu nilai penetrasi aspal
pada rentang 60-79.
Hasil yang didapatkan setelah pemeriksaan penetrasi setelah TFOT didapatkan
penurunan angka penetrasi sebesar 78 dari penetrasi sebelum TFOT. Nilai ini
telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang
disyaratkan nilai TFOT nya sebesar 75%. Ini terjadi penurunan nilai penetrasi
disebabkan karena pengaruh pemanasan pada suhu 0� selama 5 jam pada
pengujian TFOT yang mengakibatkan fraksi minyak ringan banyak hilang dalam
kandungan aspal. Pengerasan aspal dapat terjadi karena oksidasi, penguapan dan
perubahan kimia lainnya. Reaksi kimia dapat mengubah bahan kimia pembentuk
aspal yaitu resin menjadi aspalten dan oils menjadi resin, yang secara keseluruhan
akan meningkatkan viskositas aspal dimana aspal menjadi lebih keras (penetrasi
rendah).
b. Pemeriksaan Titik Lembek
Pengujian ini di dasarkan PA-0302-76, AASHTO T-53-81, ASTM D 36-95
atau SNI-06-2434-1991. Nilai yang didapatkan dari hasil pemeriksaan titik
lembek aspal sebesar 480C. Nilai ini telah memenuhi Spesifikasi Departemen
Pekerjaan Umum tahun 2010 yang telah menetapkan persyaratan titik lembek
sebesar 480 −
52
53
347 323
c. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
Pengujian ini di dasarkan PA-0303-76, AASHTO T-48-81, ASTM D-92-02
atau SNI-06-2433-1991. Dari hasil pemeriksaan aspal pen 60/70 titik bakarnya
adalah sebesar 0�dan nilai titik nyala yaitu sebesar 0�
ini telah memenuhi
dalam Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010.
d. Pemeriksaan Kehilangan Berat
Pengujian ini di dasarkan PA-0304-76, AASHTO T-47-82, ASTM D 6-95 atau
SNI-06-2440-1991. Pada pemeriksaan kehilangan berat ini menggunakan sampel
yang sama untuk pemeriksaan penetrasi, yaitu setelah aspal dilakukan TFOT.
Hasil pemeriksaan kehilangan berat menunjukkan aspal kehilangan berat
menunjukkan aspal kehilangan berat sebesar 0.086, hasil ini sama seperti
Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang menetapkan
persyaratan maksimal sebesar 0.4%.
e. Pemeriksaan Kelarutan Aspal Dalam Karbon Tetraklorida (C2HCL3)
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0305-76, AASHTO T-44-81,
ASTM D-2042-97 atau SNI-06-2438-1991. Nilai pemeriksaan kelarutan
menunjukkan kemurnian aspal dan normalnya bebas dari air. Pengujian ini
didasarkan pada nilai kelarutan dalam C2HCL3 adalah sebesar 99.69%, yang
masih memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang
menetapkan persyaratan minimalnya sebesar 99%.
54
f. Pemeriksaan Daktilitas
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0306-76, AASHTO T-51-81,
ASTM D-113-79. Dalam uji daktilitas ini menggunakan 2 sampel yang disusun
sejajar yang diletakkan pada alat penarik dengan kecepatan tarik 5 cm/menit pada
suhu 25°C. Berdasarkan hasil uji laboratorium, didapatkan hasil diatas 100 cm,
sehingga aspal memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010
yang menetapkan batas minimum 100 cm.
g. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Di dalam pengujian ini didasarkan pada PA-0307-76, AASHTO T-228-79,
ASTM D-70-03 atau SNI-06-2441-1991. Dari hasil pengujian ini didapatkan berat
jenis aspal sebesar 1.051gr/cc, dimana hasil ini telah memenuhi Spesifikasi
Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 yang menetapkan batas minimum berat
jenis aspal sebesar 1 gr/cc.
4.1.2 Hasil Dan Analisis Pengujian Agregat
Untuk mengetahui sifat-sifat atau karakteristik agregat, pada penelitian ini
pengujian agregat yang dilakukan dari coarse agregat, medium agregat, stone
dust, serta natural sand. Hal ini dikarenakan agregat yang digunakan bersumber
atau diambil dari cold bin. Adapun data hasil pengujian agregat tersebut
merupakan agregat yang digunakan berasal dari AMP PT.Karya Murni Patumbak
yang diambil dari quarry di daerah Patumbak, Medan, Sumatera Utara. Pengujian
55
ditinjau di dasarkan pada gradasi laston lapis permukaan (ac-wc) dari spesifikasi
Dept.PU tahun 2007.
a. Pemeriksaan Berat Jenis
Dari data yang kita dapat hasil-hasil uji fisik agregat untuk tiap-tiap gradasi
telah memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010. Seperti
contoh nilai yang didapat setelah pengujian pada medium agregat (tertahan no.4),
yaitu sebesar 2.618 untuk berat jenis (bulk). Untuk berat jenis semu (apparent)
yaitu sebesar 2.721. Nilai pada hasil pengujian berat jenis SSD yaitu sebesar
2.656, sedangkan untuk nilai pengujian penyerapan (absorption)% yaitu sebesar
1.445 %. Pada Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 nilai
toleransi yang dizinkan untuk penyerapan air oleh agregat maksimum adalah
sebesar 3%.
b. Pemeriksaan Abrasi
Selanjutnya pada penelitian ini juga dilakukan pengujian abrasi dengan
menggunakan mesin los angeles untuk mengetahui nilai keausan sesuai dengan
SNI 03-2417-1991. Contoh gradasi yang di uji sebesar 5000 gr. Berat contoh yang
tertahan saringan no.12 sebanyak 3827 gr. Nilai hasil dari keausan didapat
sebesar 23.46%. Nilai hasil pengujian abrasi ini menunjukkan bahwa nilai tersebut
telah memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010. Pada
Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2010, nilai toleransi yang
dizinkan untuk pengujian keausan adalah maksimal 30%.
56
c. Pengujian Analisis Saringan
Pada penelitian ini, pengujian analisis saringan yang dilakukan terdiri dari
coarse agregat, medium agregat, stone dust, serta natural sand. Penggunaan
saringan pada pengujian ini di susun berdasarkan susunan saringan yang
diperuntukan untuk ac-wc yang di mulai dengan ¾” sampai ayakan no.200.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui persentase masing-masing
agregat yang tertahan dan yang lolos di tiap-tiap no. saringan ayakan guna untuk
mengetahui persentase agregat untuk perencanaan campuran ac-wc. Pengujian ini
dilakukan sesuai dengan SNI 1968-1990-F.
4.2 Perumusan Campuran Benda Uji Marshall
Perumusan atau penentuan proporsi agregat di buat dari data-data hasil
analisis butiran masing-masing agregat yang tertahan di masing-masing saringan.
Jenis campuran yang digunakan adalah gradasi kasar yang sesuai dengan
peruntukan campuran AC-WC berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan
Umum tahun 2010, menunjukkan komposisi spesifikasi sebaran agregat yang
digunakan untuk AC-WC.Digunakan Gradasi Kasar pada Laston (AC) Lapisan
Wearing Course (WC).
Pada penelitian ini, cara menentukan proporsi campuran agregat untuk
benda uji tidaklah sama seperti yang diterangkan pada Spesifikasi Departemen
Pekerjaan Umum tahun 2010. Pada penelitian ini, cara pencampuran agregat
dilakukan dengan cara penggabungan agregat tiap nomor saringan. Untuk
mengetahui penentuan berapa banyak proporsi persentase agregat yang digunakan
57
agregat yang digunakan dengan dasar perhitungan total berat untuk tiap-tiap
campuran harus sebesar 1200 gr sesuai Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum
tahun 2010 serta proporsi agregat harus berada pada rentang yang di izinkan
dalam spesifikasi. Tujuan digunakan cara ini adalah agar proporsi campuran
senantiasa berada pada rentang pertengahan Spesifikasi Departemen Pekerjaan
Umum tahun 2010 atau dengan kata lain untuk mendapatkan campuran agregat
yang ideal sesuai spesifikasi.
Pada tabel 4.2 serta gambar 4.1 (terlampir) dapat dilihat hasil pengujian
dalam mencari KAO. Nilai ini didapat berdasarkan nilai hasil perpotongan antara
nilai vim Marshall dengan nilai vim PRD. Pada spesifikasi departemen pekerjaan
umum tahun 2010 mensyaratkan nilai minimum untuk vim marshall sebesar 3,
dan maksimum sebesar 5. Untuk nilai vim PRD minimum
Tabel 4.2 Data Marshall Dalam Mencari KAO
M A R S H A L L T E S T
Tipe Campuran : AC - Wearing Coarse
Penetrasi Aspal : 60 / 70
No Sampel
Aggregate AC Mixes Berat (Gram) Volume Berat Jenis ( gr/cc ) V M A V I M V F B
Bacaan Arloji Stability Stability Kelelehan Marshall Quotient Kadar Asphalt Effektif Kering Jenuh Dalam Air Aktual Teoritis Kalibrasi Correlation
( % ) ( % ) ( cc ) ( % ) ( % ) ( % ) ( kg ) ( kg ) ( mm ) ( kg/mm ) ( % )
a b c d e f = d - e g = c / f h I j k l m n = m * scr o p = n / o q
1 1180.9 1188.1 659.8 528.3 2.235 26 767 737 2.45
2 1185.8 1194.0 662.8 531.2 2.232 25 738 708 2.35
3 1183.9 1191.3 661.4 529.9 2.234 26 767 737 2.50
5.00 2.234 2.423 18.03 7.81 56.67 727 2.43 299 4.68
1 1182.5 1190.4 666.7 523.7 2.258 31 915 878 2.80
2 1171.8 1179.5 661.7 517.8 2.263 33 974 974 2.70
3 1178.9 1185.2 663.3 521.9 2.259 33 974 974 2.75
5.50 2.260 2.406 17.51 6.07 65.35 942 2.75 343 5.19
1 1188.1 1196.5 675.2 521.3 2.279 35 1033 1033 3.40
2 1181.8 1188.4 670.5 517.9 2.282 37 1092 1092 3.45
3 1185.6 1193.0 673.1 519.9 2.280 36 1062 1062 3.40
6.00 2.280 2.389 17.20 4.54 73.62 1062 3.42 311 5.69
1 1191.2 1200.8 680.8 520.0 2.291 38 1121 1121 3.80
2 1187.1 1194.4 676.0 518.4 2.290 40 1180 1180 3.75
3 1189.8 1196.7 676.6 520.1 2.288 39 1151 1151 3.75
6.50 2.289 2.372 17.32 3.48 79.88 1151 3.77 306 6.19
1 1179.6 1184.2 663.0 521.2 2.263 34 1003 1003 3.55
2 1183.8 1188.2 666.1 522.1 2.267 34 1003 1003 3.50
3 1181.2 1187.3 665.3 522.0 2.263 35 1033 1033 3.35
7.00 2.264 2.356 18.66 3.86 79.29 1013 3.47 292 6.69
Bj. Bulk 2.589 Bj. Asphalt : 1.0241 Gmm 2.409 Bj. Eff Agg : 2.611 Absp Asphalt: 0.33
Keterangan :
a = % Asphalt terhadap batuan * GMM ditentukan dengan cara AASTHO T 209 h = Bj Maksimum campuran ( teoritis ) j = Persen rongga terhadap campuran 100 - ( 100 g/h ) b = % Asphalt terhadap campuran pada kadar asphalt optimum perkiraan Gmm = 100 k = Persen rongga terisi asphalt 100 - ( l - j ) / i c = Berat contoh kering ( gr )
Pb = 0.035 ( %CA ) + 0.045 ( %FA) + 0.18 ( %FF ) + % Agg % Asphalt l = Pembacaan arloji stability
d = Berat contoh dalam keadaan jenuh K = 0.5 - 1.0 untuk Laston Bj. Eff Agg Bj. Asphalt m = Stabilitas ( l x Kalibrasi Prov ing Ring ) (kg)
e = Berat contoh dalam air 2.0 - 3.0 untuk Lataston n = Stabilitas ( m x l x Koreksi benda uji ) (kg)
f = Isi contoh ( d - e ) o = Kelelehan (mm)
g = Berat ( c / f ) ** Bj. Eff Agg i = % Rongga di antara Aggregate p = Hasil bagi Marshall (kg/mm) 100 KA
100 ( 100 - b ) g q = Kadar asphalt effektif
100 KA Bj. Bulk aggregate
Gmm Bj. Asphalt *** Absorpsi asphalt terhadap aggregate
100 x Bj. Eff - Bj. Bulk x Bj. Asphalt
# kalibrasi Proving Ring : 29.51 Bj. Eff x Bj. Bulk
q = b - Absp Asphalt ( 100 - b ) 100
Di Periksa Oleh : Laboratorium PT. KARYA MURNI PERKASA
( )
56
57
'\11M WRSHAt.l.· .f,,?7
J.t71
VIII
5. VF8
4:0
74.70
6. liMA 17.18
320
8. PRO 2.60
9. 6 12
""
-
...
b ::to
€
I
'
'
"
"
••
"
"
.
.
•
",
I
"
''
"
"
"..
" "
I
""
..
-
7. II
....
.
"
"
••
!
..
3
Gambar4.1 Gambar Hasil Marshall Test
HOT MIX DESIGN BY MARSHALL METHOD TEST PROPERTY CURVES AC - WC
I
!
u"
,.,
"
.I
""
r;';i;1....
;:...
""'
::eo
...
I""
"
• ::10 :;;I
u:o,. ,
..
•
., !!..
,
I
"
uoou
"'
"'
., , .,
K.o... A. Ifl't) K-lao A>,.J
I
"
..
r
I,..
"
i
,
S.
'
If"
..
....
a..
lI
•
VIM PAl '2M..
.,"
..
"
,, 0,.
,•
•
u ,.kao;;l.u A.o,...i K.o... A>,.Ifl't)
"
.
..
I II
I
<
"
..
i
"
..
> 0
u ,
..
u ,. .,...A..p.J ... koocLu A•f•ol flot)
l "
..
'
.
KadarAsptlroom rt..)6.12
I
L ""' J•
,.
"'
•
•o
•
MO
"
"
"..
.,
" "
•
"'
I • VMA•
t:•• •A.o,.lf"l
2. Slalilty 1105
..
""'
•
\liM
1. BI.Jik Density 2283
"""'
Pl w 33 FlOw 3.47 $trblhty 1
....,...,
"
!ulkO.NIIy"
"
0"
"
58
'
·
'
DiPcrlk!AJ Oleh :
lob«otorl\m Pf.K.AAYA MURNIPERKASA
59
Pada penelitian ini, seperti yang telah dibahas pada bab metodologi
penelitian bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan untuk mencari kadar aspal ideal
sebanyak 15 buah dengan variasi kadar aspal 5, 5.5, 6, 6.5, 7. Sampel benda uji
dibuat dengan metode marshall. Temperatur pencampuran aspal dan agregat
adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar
170±20 centistokes dan temperatur pemadatan adalah temperatur sebesar 140±15
det s.f. Pemadatan dilakukan dengan penumbukan sebanyak 2 × 75 kali, dengan
menggunakan alat marshall compaction hammer centistokes. Setelah dilakukan
pengujian marshall dengan tujuan untuk mendapatkan kadar aspal optimum di
tiap-tiap variasi kadar aspal, didapatkan hasil yang ideal untuk kadar aspal
optimum yang akan digunakan untuk pembuatan benda uji yaitu sebesar 6.12 serta
menggunakan anti stripping agent Derbo-401 sebesar 0.3% dari berat aspal yaitu
seberat 0.22 gram.
4.3 Pembuatan Benda Uji Marshall
Pada penelitian ini benda uji digunakan sebanyak total 39 sampel. Dari 39
sampel dibagi untuk masing-masing sampel yang menggunakan 15 sampel biasa,
6 sampel prd dan 6 sampel marshall sisa. Dari data yang didapat menggunakan
limbah serbuk besi, diperoleh nilai kadar aspal yang akan digunakan dalam variasi
kadar limbah serbuk besi sebanyak 12 sampel biasa. Pada penggunaan limbah
Serbuk Besi, divariasikan antara 0%,10%,15%, dan 20% dimana masing-masing
variasi dibuat 3 benda uji. Aspal yang digunakan sebesar 6.12% dan anti stripping
60 S ta b ilit y ( K g )
Pada penelitian ini ditetapkan jumlah sampel untuk satu jenis pengujian
sebanyak tiga sampel. Setelah ditetapkan kadar aspal optimum, cara pembuatan
benda uji sama halnya seperti diatas pada perumusan campuran benda uji
marshall, temperatur pemadatan adalah temperatur sebesar 140±15 det s.f.
Pemadatan dilakukan dengan penumbukan sebanyak 2 × 75 kali, dengan
menggunakan alat marshall compaction hammer.
4.4 Hasil Pengetasan Benda Uji Marshall Sebuk Besi
Data pengetesan benda uji menggunakan limbah Serbuk Besi, dapat dilihat
hasil yang diperoleh memenuhi seluruh sifat karakteristik pengujian Marshall
Test. Antara lain :
a. Pengaruh variasi limbah Serbuk Besi terhadap Stabilitas
Dapat dilihat pada Gambar 4.4 nilai Stabilitas yang dihasilkan dari variasi
kadar serbuk besi semuanya memenuhi batas minimum persyaratan yaitu
800 kg. Nilai stabilitas semakin tinggi seiring bertambahnya kadar serbuk
besi yang dipakai. Nilai tertinggi dicapai pada saat penggunaan abu
sebesar 20% yaitu senilai 1375 kg. Besarnya nilai ini mencapai lebih dari
nilai standart yang diharapkan.
Gambar 4.2 Grafik Nilai Stabilitas Variasi Serbuk Besi
1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
61 Ma rs h a ll Q u oti e n t (% ) F lo w ( m m)
b. Pengaruh variasi limbah Serbuk Besi terhadap Marshall Quotient (MQ)
Nilai MQ merupakan hasil bagi antara nilai stabilitas dengan nilai
kelelehan.Berdasarkan hasil uji semua variasi serbuk besi yang memenuhi
Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 adalah 0% sebesar
322 kg/mm , 10% sebesar 337 kg/mm , 15% sebesar 351 kg/mm , 20%
sebesar 367 kg/mm. Adapaun persyaratan minimal sebesar 250 kg/mm.
Gambar 4.3 Grafik Nilai MQ Variasi Serbuk Besi
600 500 400 300 200 100
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
c. Pengaruh variasi limbah Serbuk Besi terhadap Kelelehan
Gambar grafik kelelehan dapat dilihat bahwa nilai kelelehan campuran
aspal meningkat seiring peningkatan kadar serbuk besi. Secara
keseluruhan memenuhi persyaratan nilai kelelehan yang ditetapkan
minimal sebesar 2 mm dan sebesar 4 mm.
Gambar 4.4 Grafik Nilai Flow Variasi Serbuk Besi
5 4 3 2 1
62
V
IM
(%)
d. Pengaruh variasi limbah Serbuk Besi terhadap nilai Void in Mixture
(VIM)
Dapat terlihat bahwa nilai rongga dalam campuran (VIM) menurun seiring
peningkatan kadar serbuk besi dalam campuran. Hal ini disebabkan karena
makin banyak kadar serbuk besi dalam campuran, serbuk besi tersebut
akan makin banyak mengisi rongga-rongga dan menyelimuti agregat
sehingga rongga yang tersisa dalam campuran semakin sedikit. Setelah
pengujian terlihat bahwa seluruh variasi serbuk besi nilai VIM
nyamemenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 revisi
3 yang menetapkan syarat maksimal untuk nilai VIM sebesar 3%-5%.
Gambar 4.5 Grafik Nilai VIM Variasi Serbuk Besi
6 5 4 3 2 1
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
e. Pengaruh variasi limbah Serbuk Besi terhadap nilai void in mineral
aggregate (VMA)
Terlihat bahwa semakin besar kadar serbuk besi yang diberikan, nilai
VMA cenderung menurun. Secara keseluruhan nilai VMA ini semua kadar
serbuk besi memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun
2010 revisi 3 yang menetapkan persyaratan minimal sebesar 15%.
63 V F B ( %) V M A ( % )
Gambar 4.6 Grafik Nilai VMA Variasi Serbuk Besi
18
17
16
15
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
f. Pengaruh variasi limbah Serbuk Besi terhadap nilai void filled asphalt
(VFA/VFB)
Rongga udara terisi aspal, VFA/VFB merupakan persentase rongga antar
agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA/VFB tidak termasuk aspal
yang terserap agregat minimal 65%. Pada gambar menunjukkan seluruh
serbuk besi memenuhi persyatan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum
tahun 2010 revisi 3.
Gambar 4.7 Grafik Nilai VFB Variasi Serbuk Besi
83 82 81 80 79 78 77 76 75 74 73
64 Bu lk D en sit y (Gr /cc) Ma rs h a ll Q uo ti en t ( % ) V M A ( % ) V IM (%) S ta b ility ( K g ) V F B ( %) F lo w ( mm)
Gambar 4.8 Gambar Hasil Marshall Test
COLD BIN DESIGN BY MARSHALL METHOD TEST PROPERTY CURVES AC - WC
2.350 1600
2.330 2.310 2.290 2.270 2.250 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
% SERBUK BESI
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
6 5 4 3 2 1
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
83 82 81 80 79 78 77 76 75 74 73
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
18 5
4 17 3 16 2 15
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
1
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 % SERBUK BESI
600 500 400 300 200 100 Keterangan : 0% 10% 15% 20%
-5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
% SERBUK BESI % Serbuk Besi Dari Agregat Halus ( FA )
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisis dan pembahasan terhadap hasil-hasil pengujian dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengujian karakteristik campuran aspal panas menggunakan aspal pen 60/70
menghasilkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6,12%.
2. Dari data Marshall Test yang didapatkan, semua variasi kadar serbuk besi
memenuhi persyaratan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010
revisi 3.
3. Persentase penambahan variasi serbuk besi dari berat agregat halus yang
menghasilkan perfoma terbaik (% optimum) untuk campuran aspal panas
adalah sebanyak 20%. Pada penambahan ini didapat nilai stabilitas sebesar
1375 kg, nilai flow sebesar 3,75 , nilai MQ sebesar 367 kg/mm, nilai VIM
sebesar 3,06% , nilai VMA sebesar 16,17%, dan nilai VFB nya sebesar
81,10%.
4. Nilai stabilitas pada campuran aspal dengan agregat halus pasir kali lebih
tinggi dengan nilai flow yang rendah jika dibandingkan dengan campuran
aspal dengan agregat halus serbuk besi, yang mempunyai nilai stabilitas yang
tinggi dengan nilai flow yang tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa gaya
gesek antar agregat pada campuran aspal dengan agregat halus serbuk besi
lebih rendah yang disebabkan oleh distribusi gradasi agregat halus serbuk besi
66
5. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa semakin banyak kadar limbah Serbuk
Besi yang ditambahkan maka semakin besar nilai stabilitas yang dihasilkan.
5.2 Saran
Beberapa hal yang dapat disarankan sehubungan dengan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa limbah Serbuk Besi
memenuhi persyaratan parameter Marshall sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif agregat halus dalam campuran aspal.
2. Perlu dikembangkan jenis-jenis penelitian alternative agregat lainnya untuk
pemanfaatan bahan-bahan yang ada.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Secara Umum
Campuran beraspal adalah campuran yang tersusun atas agregat, filler dan
aspal sebagai bahan pengikatnya. Pada umumnya digunakan dalam konstruksi
perkerasan lentur maupun perkerasan jenis komposit (beton beraspal). Kestabilan
suatu perkerasan jalan, sangat dipengaruhi antara lain jenis bahan, keadaan fisik
bahan serta kualitas bahan penyusun perkerasan jalan itu sendiri. Oleh karena itu,
bahan perkerasan yang akan digunakan dalam campuran aspal, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan di laboratorium dengan harapan, kekuatan dari struktur
perkerasan tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan
kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Fraksi agregat diperoleh dari ikatan antar
butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur
permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan.
Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan. Oleh
sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat
dan aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan
tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak
akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun
peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai.
Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal
(kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang
7
kurang memenuhi persyaratan teknis. Berdasarkan gradasinya campuran beraspal
panas dibedakan dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi
rapat, senjang dan terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing
campuran sangat tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan.
Tebal padat campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat
maksimum yang digunakan. Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum
digunakan di Indonesia antara lain :
- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)
- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)
Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat
dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Laston (AC) dapat
dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan,
yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-wearing course) dan untuk lapis
pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)).Lataston (HRS) juga
dapat digunakan sebagai lapisan aus atau lapis pondasi. Latasir (HRSS) digunakan
untuk lalu-lintas ringan ( < 500.000 ESAL).
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (AsphaltConcrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC – WC adalah 4 cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan dan
dirancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca,gaya geser, tekanan roda
bankendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk lapisan dibawahnya.
8
b. Laston sebagai lapisan pengikat,dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt
Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm. Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan
peningkatan atau pemeliharaan jalan.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt
Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6cm. Lapisan ini
tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas untuk
memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila
diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.
Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus
direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang
memenuhi kriteria :
a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban
lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan
deformasi plastis selama umur rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang
cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.
c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan
akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.
d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal
9
f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana.
g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan dan dipadatkan.
h) Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan
campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula
campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau
lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi
dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan
campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari
penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan
dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di
laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari hasil
percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah
memenuhi persyaratan.
Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikatnya. Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun
masa pemakaian saja. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan
yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan
dibawahnya. Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima
10
beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di bawahnya.
Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan semakin
kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada
dibawah lebih sedikit menahan beban.
lapis permukaan (surface)
lapis pondasi atas (base)
lapis pondasi bawah (subbase)
[image:35.596.124.518.192.333.2]tanah dasar (subgrade)
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan
pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas
yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang
berfungsi sebagai berikut:
1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus
mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa
layan.
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di
bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.
3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat
11
B. Perkerasan Kaku (Rigid Pavemet)
Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana
sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau
langsung di atas tanah dasar. Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan
perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu
material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan
harus benar. Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah
ini.
plat beton (concrete slab)
lapis pondasi bawah (subbase)
[image:36.596.123.497.286.419.2]tanah dasar (subgrade)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan
perkerasan lentur., tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan. Pada umumnya
perkerasan kaku dipakai pada jalan antar lintas provinsi karena arus lalu lintasnya
padat. Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis
gabungan (composite pavement).
C. Perkerasan Komposit (Composite Pavement)
Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan
perkerasan lentur.Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya.
12
lapis permukaan (surface)
plat beton (concrete slab)
lapis pondasi bawah (subbase)
[image:37.596.136.352.89.227.2]tanah dasar
Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit
D. Perbedaan Antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada
[image:37.596.109.528.386.661.2]tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku
Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
Bahan Pengikat Aspal Semen
Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur
roda)
Timbul retak-retak pada
permukaan
Penurunan Tanah
Dasar
Jalan bergelombang (mengikuti
tanah dasar)
Bersifat sebagai balok diatas
perletakan
Perubahan
Temperatur
Modulus kekakuan berubah. Timbul
tegangan dalam yang kecil
Modulus kekakuan tidak.
berubah timbul tegangan
dalam yang besar
13
2.2 Agregat
Agregat diartikan sebagai suatu kumpulan butiran batuan yang berukuran
tertentu yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan batu
besar ataupun agregat yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Seringkali
agregat diartikan pula sebagai suatu bahan yang bersifat keras dan kaku yang
digunakan sebagai bahan pengisi suatu campuran. Agregat dapat berupa berbagai
jenis butiran atau pecahan batuan, termasuk di dalamnya antara lain, pasir, kerikil,
agregat pecah, abu/debu agregat, dan lain-lain.
Agregat merupakan bahan pengisi dominan dalam suatu campuran aspal.
Presentase agregat dalam suatu campuran berkisar antar 75-85% dari volume total
atau 90-95% dari berat totsl (Silvia Sukirman, 1995). Oleh karenanya sebagai
lapisan wearing course atau lapisan permukaan, mutu dan kualitas agregat yang
akan digunakan harus lebih baik dari pada lapisan perkerasan dibawahnya. Hal ini
disebabkan, lapisan permukaan (wearing course) menerima repetisi beban secara
langsung sebagai akibat beban lalu-lintas dan pengaruh lingkungan serta
menerima beban lebih besar jika dibandingkan lapisan dibawahnya, oleh karena
itu suatu pegujian terhadap material yang akan digunakan sangat penting artinya
dalam perencanaan konstruksi perkerasan suatu jalan.
Menurut sumbernya atau cara mempersiapkannya, agregat dibagi atas tiga
jenis, yaitu:
1. Agregat Alam (Natural Agregate)
Agregat jenis ini, bisa diperoleh langsung di alam dan dapat langsung
digunakan sebagai bahan lapis perkerasan jalan. Jenis agregat alam yang
biasa digunakan mislanya krikil (gravel) dan sand (pasir kali).
14
1. Agregat Hasil Pengolahan (Manufactured Agregate)
Agregat jenis ini merupakan hasil pengolahan dengan mesin pemecah batu
(stone crusher). Diharapkan dari hasil pengolahan ini, ukuran agregat yang
dihasilkan sesuai dengan gradasi yang digunakan, serta mempunyai tekstur
yang kasar dengan bentuk agregat bersudut (anguler).
2. Agregat Buatan (Synthetic Agregate)
Agregat buatan merupakan agregat hasil perkerasan yang dibuat khusus
untuk tujuan tertentu. Agregat jenis ini, juga bisa diperoleh dari hasil
sampingan industri tertentu seperti pabrik baja yang menghasilkan limbah
logam (slag).
Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat
halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan
tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan
dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi
persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam buku
spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut
Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk
Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat
sebagai berikut :
15
Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal
Syarat
maks/min
Jenis pemeriksaan Standart
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
natrium dan magnesium sulfat.
SNI 3407:2008 Maks. 12 %
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 2417-2008 Maks. 30 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.2 %
Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat
Maks/Min
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60 %
Material lolos saringan No. 200 SNI ASTM C117:2012 Maks. 10 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
Kadar Lempung SNI 03-4141-1996 Maks. 1%
Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
[image:40.596.124.503.521.690.2]16
Gambar 2.4 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston yang Dimodifikasi (AC)
Sifat-sifat Campuran Laston Lapis Aus Lapis Antara Pondasi
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rasio particle lolos ayakan 0,075 mm dengan kadar aspal efektif
Min. Maks.
1,0 1,4 Rongga dalam campuran (%) Min.
Maks.
3,0 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi Aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 2250
Pelelehan (mm) Min.
Maks.
2 4
3 6 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
perendaman selama 24 jam 6 0 0 �
Min. 90
Rongga dalam campuran (%) pada kepatan membal (refusal)
Min. 2
Stabilitas Dinamis, lintasan/mm Min. 2500
Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
Sifat-sifat agregat yang sangat mempengaruhi kekuatan dan kualitas suatu
campuran aspal diantaranta adalah :
1. Ukuran dan Gradasi Agregat (Size and Grading)
Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregart sangat
berpengaruh pada besarnya rongga antar butiran yang akan menentukan
stabilitas dan keudahan dalma proses pelaksanaannya. Tujuannya dalam
pelaksanaan ukuran dan grdasi agregta natara lain:
• Ukuran agregat sangat terkait dengan pelaksanaan tebal penyebaran/
17
• Gradasi sangat terkait dalam pelaksanaan pemadatan antara lain,
kestabilan lapisan, kecepatan/waktu pemadatan.
2. Kebersihan
Agregat yang mengandung substansi asing perusak perkerasan seperti zat-zat
organik, lempung dan yang lainnya harus dihilangkan sebelum digunakan
dalam campuran perkerasan. Substansi ini akan menghalangi aspal terserap ke
dalampori-pori batuan, sehingga terjadi pengelupasan aspal dari agregat.
3. Keausan dan kekerasan
Proses kerusakan agregat dapat disebabkan oleh pengaruhh cuaca, pelaksanaan
yang kurang baik serta pengaruh beban lalu lintas. Oleh karena itu, agregat
yang digunakan harus cukup tahan terhadap pemecahan, penurunan mutu dan
penghancuran. Ketahanan agregat terhadap cuaca atau pengikisan dapat
diukur/ditentukan dengan menggunakan mesin Los Angeles atau dengan uji
penumbukan.
4. Tekstur permukaan
Tekstur permukaan juga berperan dalam mempengaruhi lekatan antara aspal
dan agregat. Selain itu, juga berpengaruh terhadap cara pengerjaan dan
kekuatan campuran aspal. Tekstur permukaan dari agregat sendiri dibagi atas
tiga macam yaitu :
a. Batuan kasar, tekstur permukaan yang kasar dan kasap akan
memberikan gaya gesek yang lebih besar sehingga dapat menahan
gaya-gaya pemisah yang bekerja pada agregat. Tekstur kasar juga
memberikan daya adhesi yang lebih baik antar aspal dan agregat.
18
b. Batuan halus, agregat yang halus lebih mudah terselimuti aspal namun
tidak membrikan kelekatan yang baik dengan aspal sehingga pada
batuan jenis ini lebih mudah dikerjakan namun sulit untuk dipadatkan.
c. Batuan mengkilat, batuan jenis memberikan internal friction yang
rendah dan sulit dilekati aspal.
5. Absorsi
Porositas suatu agregat mempengaruhi jumlah aspal yang dapat
diserap/terabsorbsi dalam campuran. Sehingga semakin tinggi porositasnya,
makin banyak aspal yang terabsorbsi sehingga campuran menjadi semakin
mahal. Umumnya agregat yang berpori banyak biasanya tidak dapat
digunakan, kecuali bilamana agregat tersebut mempunyai sifat-sifat lainnya
seperti abrasi, daya tahan terhadap pelapukan, dan lain-lain.
6. Kelekatan terhadap aspal
Adhesi antara aspal dan batu terjadi karena adanya penyerapan dan tarik-
menarik anatara molekul. Agregat yang mudah tergelincir biasanya
mempunyai sifat hidrofilik (suka air), jenis agregat ini tidak baik digunakan
dalam konstruksi lapis keras, agregat hidrofilik umumnya mengandung asam
atau silikat seperti kuarsa. Namun, sebaliknya agregat yang bersifat menolak
air (hidrofobik) akan mengikat aspal dengan baik dan akan mengusir air yang
mungkin dapat menyebbakan terjadinya penggelinciran, contoh agregat ini
19
2.2.1 Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar yang digunakan adalah agregat yang tertahan ayakan
No.4 (4,75 mm). Agregat ini harus dipastikan bersih, keras, awet dan bebas dari
lempung atau bahan yang tidak dikehendaki. Agregat kasar terdiri dari batu pecah
atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal tunggal. Agregat
kasar harus mempunyai angularitas yaitu persen terhadap berat agregat yang lebih
besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih.
2.2.2 Agregat Halus
Agregat halus yang digunakan merupakan pasir atau pengayakan batu pecah
yang lolos ayakan No.4 (4,75 mm). Dalam pencampuran aspal persentase
maksimum agregat halus yang disarankan untuk Laston (AC) adalah 15%. Sama
halnya dengan agregta kasar, agregat halus yang digunakan merupakan bahan
yang bersih, keras, bebas dari lempung ataupun bahan lainnya yang tidak
dikehendaki.
2.2.3 Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi atau filler adalah material berbutir halus yang lolos saringan no.
200 (diameter 0.075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya dan
mempunyai sifat non plastis. Filler dapat terdiri dari debu batu, kapur padam dan
semen Portland, atau bahan non plastis lainnya. Bahan pengisi harus kering dan
bebas dari bahan lain yang mengganggu.
20
2.2.4 Serbuk Besi
Biji besi merupakan limbah sisa hasil pengolahan bijih besi, secara visual
berbentuk bongkahan-bongkahan keras dan tidak beraturan berbentuk batuan,
memiliki berat jenis > 2,9 kg/��3 , biji besi termasuk agregat berat memiliki kadar
bagian yang hancur tembus ayakan 1,7 mm setalah agregat diuji dengan mesin
Los Angeles kurang dari 27% dan dapat digunakan sebagai agregat.
Pasir Besi adalah sejenis pasir dengan konsentrasi besi yang signifikan.
Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah
dimanfaatkan pada indsutri semen.
Serbuk besi adalah bagian dari hasil sisa potongan atau sisa pembubutan besi
tuang yang merupakan hasil pemakaian di industri. Pada penelitian ini serbuk besi
yang digunakan berupa agregat slag halus. Secara umum kandungan kimia
serbuk besi terdapat seperti tertera dalam tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kandungan Kimia Serbuk Besi Kandungan Kimia Persentasse (%)
Silikon ((Si) 1,5
Carbon (C) 2,7
Mangan (Mn) 0,8
Fospor (P) 0,1
Sulfur (S) 0,05
Agregat slag halus terdiri dari hasil pemecahan slag dengan ukuran lolos
saringan No.8 (2,36 mm). Agregat slag halus teridiri dari pertikel-partikel yang
bersih, keras tidak mengandung lempung ataupun bahan lain yang tidak
dikehendaki. Abu batu slag harus dihasilkan dari slag yang memenuhi persyaratan
dan tidak boleh mengandung bahan yang lolos saringan No.200 lebih dari 8% dan
21
Tabel 2.6 Spesifikasi Agregat Slag Kasar dan Halus
Sifat-sifat agregat slag Metode Pengujian Satuan Slag Besi
Berat Jenis -bulk -SSD -Apparent
SNI 03-1969-1990 Kg/��3 Maks 3
Penyerapan terhadap air SNI 03-1969-1990 % Maks 3
Keausan agregat dengan mesin Los Angeles
SNI 03-2417-1991 % Maks 40
Kelekatan terhadap aspal SNI 03-2439-1991 % Min 95
Nilai setara pasir (*) SNI 03-2439-1991 % Min 50
Partikel pipih dan lonjong ASTM D 4791 % Maks 10
Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 % Kasar maks 1 Halus maks 8 Catatan : (*) Sifat setara pasir untuk agregat slag halus
Sumber : (Pedoman Penggunaan Agregat Slag Besi dan Baja untuk Campuran
Beraspal Panas, Departemen P.U, 2005)
Agregat slag besi adalah salah satu bahan alternative pengganti untuk
perkerasan jalan apabila persediaan agregat standar terbatas. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Pusat Litbang Prasana Transportasi Badan Litbang
PU, agregat slag memenuhi persyaratan agregat standar dimana berat jenis slag
lebih tinggi dari pada agregat standar, sehingga menyebabkan volume pekerjaan
lebih kecil dari pada standar, untuk itu dilakukan upaya pencampuran sebagian
agregat slag dengan bahan lainnya. Pencampuran ini akan menurunkan berat jenis
campuran, sehingga volume pekerjaan akan tercapai, dan kekuatan campuran
perkerasan lebih baik.
Menteri Perindustrian Saleh Husein menyatakan slag dan scrap yang
merupakan limbah dari industri baja, tidak termasuk ke dalam limbah B3. “Slag dan scrap masih bisa digunakan untuk aktivitas produktif lainnya, seperti
22
pengerasan jalan misalnya,” ungkap Politisi Partai Hanura ini. Dan berdasarkan HS Code 7204100000 [Limbah Non-B3] sisa dan skrap dari besi tuang
menyatakan Limbah Non-B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang tidak
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun.
2.2.5 Anti Stripping Agent
Stabilitas bahan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan
dalam bentuk cairan kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa
penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Derbo-401
adalah jenis anti stripping yang berasal dari India. Anti Stripping ini telah diuji
oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang menghasilkan produk-
produk terbaik. Untuk campuran Hotmix, penggunaan anti stripping agent jenis
Derbo-401 ini berkisar 0.2%-0.4% dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan
jalan, penggunaannya berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.
2.3 Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang
bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup
pemanasan dan sebaliknya.
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
a. Aspal Keras/semen (AC)
Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari
campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu
23
30
sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin,
permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal
keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.
Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .
Aspal semen pada temperature ruang (250� − 0��) berbentuk padat. Aspal
semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis
minyak bumi asalnya.
Di indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya
yaitu:
1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50
2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70
3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100
4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150
5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300
b. Aspal Dingin/cair
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam
temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
2. MC (Medium Curing Cut Back)
3. SC (Slow Curing Cut Back)
c. Aspal Emulsi
24
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi.
Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap
cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis
yang baik.
1. Daya Tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan
sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran
dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini
dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.
2. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya
setelah jadi pengikatan.
25
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-
beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis
yang sama.
4. Kekerasan Aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
(viskositas bertambah tinggi).Peristiwa perapuhan terus berlangsung
setelah masa pelaksanaan selesai.Jadi selama masa pelayanan, aspal
mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh
ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.Semakin tipis lapisan aspal,
semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.4 Pengujian Properties Bahan
2.4.1 Aspal Properties
Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui
beberapa uji meliputi:
a. Uji Penetrasi
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek
(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,
26
30
200
beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan
dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum
berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature 250 ��. Besarnya penetrasi
di
ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi
nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan
jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue. Hasil pengujian ini
sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk
keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan j