Lampiran 1
1. Cicipilah sampel satu persatu
2. Pada kolom kode sampel berikan penilaian Anda dengan cara
memasukkan nomor (lihat keterangan yang ada di bawah tabel)
berdasarkan tingkat kesukaan.
3. Netralkan indra pengecap Anda dengan air putih setelah selesai mencicipi
sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Setelah selesai berikan komentar Anda pada kolom yang telah disediakan.
Indikator Kode Sampel Mi Basah
Lampiran 6.
Daftar Panelis Dalam Uji Organoleptik Mi Basah Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
27 Zuriatina Chairani Perempuan 22
28 Dahlia Ningsih Perempuan 22
29 Sahira Sahiba Perempuan 22
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10
Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Uji Organoleptik Warna, Aroma, Rasa, Dan Tekstur Pada Setiap Perlakuan Mi Basah
Rasa * Perlakuan Crosstabulation
Count
Perlakuan
Total Penambahan 0%
Penambahan
10%
Penambahan
20%
Rasa tidak suka 9 3 7 19
kurang suka 11 10 4 25
suka 10 17 19 46
Total 30 30 30 90
Tekstur * Perlakuan Crosstabulation
Count
Perlakuan
Total Penambahan 0%
Penambahan
10%
Penambahan
20%
Tekstur tidak suka 1 1 8 10
kurang suka 6 6 3 15
suka 23 23 19 65
Lampiran 11
Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Warna Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
a. Hasil uji normalitas
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Warna Penambahan 0% .292 30 .000 .772 30 .000
Penambahan 10% .389 30 .000 .624 30 .000
Penambahan 20% .350 30 .000 .725 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Hasil uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsb,c
Warna
Chi-Square 1.933
df 2
Asymp. Sig. .380
Monte Carlo Sig. Sig. .383a
95% Confidence Interval Lower Bound .374
Upper Bound .393
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1509375996.
b. Kruskal Wallis Test
Lampiran 12
Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Aroma Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
a. Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Aroma Penambahan 0% .256 30 .000 .787 30 .000
Penambahan 10% .407 30 .000 .656 30 .000
Penambahan 20% .395 30 .000 .669 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Hasil uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsb,c
Aroma
Chi-Square 5.476
Df 2
Asymp. Sig. .065
Monte Carlo Sig. Sig. .061a
95% Confidence Interval Lower Bound .057
Upper Bound .066
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 102891863.
b. Kruskal Wallis Test
Lampiran 13
Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Rasa Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
a. Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rasa Penambahan 0% .217 30 .001 .803 30 .000
Penambahan 10% .350 30 .000 .725 30 .000
Penambahan 20% .392 30 .000 .661 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Hasil Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsb,c
Rasa
Chi-Square 5.400
df 2
Asymp. Sig. .067
Monte Carlo Sig. Sig. .065a
95% Confidence Interval Lower Bound .060
Upper Bound .070
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 846668601.
b. Kruskal Wallis Test
Lampiran 14
Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Tekstur Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
a. Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Tekstur Penambahan 0% .462 30 .000 .559 30 .000
Penambahan 10% .462 30 .000 .559 30 .000
Penambahan 20% .395 30 .000 .651 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Hasil uji Kruskal Wallis
Test Statisticsb,c
Tekstur
Chi-Square 3.231
Df 2
Asymp. Sig. .199
Monte Carlo Sig. Sig. .196a
95% Confidence Interval Lower Bound .188
Upper Bound .204
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 490958494.
b. Kruskal Wallis Test
Lampiran 15
Perhitungan AKG Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Hasil analisis kandungan zat gizi mi basah dengan penambahan tepung
ikan gabus yang dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri
Medan yaitu pada sampel mi basah F1, F2, dan F3 dalam 100 gram bahan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1.1. Hasil Analisis Kandungan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
No. Parameter F1 F2 F3 Metode
hari yaitu 200 gram. Kandungan gizinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.2. Kandungan Gizi dalam 200 g Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
No. Zat Gizi F1 F2 F3
Kebutuhan Angka Kecukupan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Kebutuhan kalori per hari 1125-1600 kkal
1. Kebutuhan Protein adalah sebesar 10% dari total kebutuhan energi sehari.
Kebutuhan protein, 10% x 1600 : 4 gram = 40 gram
2. Kebutuhan Lemak adalah sebesar 20% dari total kebutuhan energi sehari.
(20% x total energi harian : 9 gram = ….. gram)
Kebutuhan lemak, 20% x 1125 : 9 gram = 25 gram
Kebutuhan lemak, 20% x 1600 : 9 gram = 35,5 gram
3. Kebutuhan Karbohidrat adalah sisa dari total energi harian dikurangi
persentase lemak dan protein, dapat dihitung dengan rumus (70% x total
energi harian : 4 gram= ……gram)
Kebutuhan karbohidrat yang dimiliki, 70% x 1125 : 4 gram = 196,8 gram.
Kebutuhan karbohidrat yang dimiliki, 70% x 1600 : 4 gram = 280 gram.
4. Kebutuhan Zat Besi (Fe) untuk anak usia sekolah (1-6 tahun) adalah mulai
dari 8-9 mg per orang per hari.
Angka Kecukupan Gizi Balita (1125 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F1, yaitu : Protein =
Tabel 1.3 Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) Pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F1)
Angka Kecukupan Gizi Balita (1600 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F1, yaitu : Protein = Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F1)
Zat Gizi %AKG *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 1600 kkal.
Angka Kecukupan Gizi (1125 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F2, yaitu :
Protein =
Tabel 1.5 Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) Pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F2)
Angka Kecukupan Gizi Balita (1600 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F2, yaitu : Protein = Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F2)
Zat Gizi %AKG *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 1600 kkal.
Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F3, yaitu :
Protein =
Tabel 1.7 Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) Pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F3)
Angka Kecukupan Gizi Balita (1600 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F3, yaitu : Protein = Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F3)
Lampiran 16
Dokumentasi Penelitian
ggg
Gambar 1. (A) Daun Pandan wangi (B) Ikan Gabus
Gambar 2. Daging Ikan Gabus yang sudah dipisahkan dari tulang, kepala, dan ekornya.
s gfs g G
Gambar 3. (A) Proses Pengeringan daging ikan gabus setelah di kukus (B) penghalusan daging ikan gabus setelah proses
pengeringan
(A) (B)
Gambar 5.(A) daun pandan wangi yang sudah dipotong, (B) Daun pandan yang sudah di blender dan di saring dan siap untuk diendapkan.
Gambar 6. Bahan bahan dalam pembuatan Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
(A)
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia, R., 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Ali, M., 1992. Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa.
Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Anonym. 2014. Cake Pandan Harum dan yummy.
http://www.justtryandtaste.com /2014/11/cake-pandan-harum-dan-yummy.html diakses 31 januari 2016
AOAC., 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry Inc, Vol. 2. Washington D.C : The Association Analytical Chemistry.
Ardianto, D., 2015. Buku Pintar Budi Daya Ikan Gabus. Yogyakarta : FlashBooks.
Astawan, M., 2008. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
Badan Ketahanan Pangan, 2013. Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan 2013. Badan Ketahanan Pangan Nasional.
Badan Standardisasi Nasional., 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2897-1992) tentang Mi Basah. Departemen Perindustrian dan Prdagangan Republik Indonesia, Jakarta.
Bloch, 1793. Species Fact Sheets Channa striata. FAO : Fisheries and Aquaculture Department
Budiarto, 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.
Courtenay, W.J., 2004. Snakeheads (Pisces, Channidae) – A biological Synopsis and Risk Assessment. US Geological Survey Circular ; 1251, series II.
Cheetangdee, V., Siree, C., 2006. Free Amino Acid and Reducing Sugar Composition of Pandan (Pandamus amarylifolius Roxh.) Leaves. Thailand : Department of Food Science and Technology, Faculty of Agroo-Industry. Kasetsart University.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta
Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak., 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional Kesehatan). Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Dokter Anak Indonesia., 2014. Kebutuhan Gizi dan Nutrisi Anak di Bawah 5 tahun. http://klinikgizi.com/2014/10/02/kebutuhan-gizi-dan-nutrisi-anak-di-bawah-5-tahun/ diakses pada tanggal 27 agustus 2016.
Donna, L., 2014. Pandan Extract. http://dapur-vanilla.blogspot.co.id/2014/07/ pandan-extract.html. diakses pada tanggal 27 juli 2015.
Fatmawati., 2014. Tepung Ikan Gabus Sebagai Sumber Protein (Food Supplement). Jurnal Bionature, Volume 15 No.1, April 2014. Hlm.54-60.
Gultom, Y.T., 2013. Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Mi Basah ynag Dimodifikasi dengan Tempe dan Wortel (Daucus carota L.). Skripsi, FKM USU, Medan
Koswara, S., 2009. Seri Teknologi Pangan Populer : Teknologi Pengolahan Mie. Ebook pangan.com. Teknologi Pangan UNIMUS
Kamadi, 2014. Pengelolaan Program Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di SDN Dersono Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kurnia, P., Sarbini, D., Rahmawaty, S., 2010. Efek Fortifikasi Fe dan Zn pada
Biskuit yang Diolah dari Kombinasi Tempe dan Bekatul untuk Meningkatkan Kadar Albumin Anak Balita Kurang Gizi dan Anemia. Eksplanasi volume 5. No. 2. Edisi Oktober 2010.
Kusumawardhani, T., 2006. Pemberian Diet Formula Tepung Ikan Gabus (Ophiocepalus Striatus) pada Penderita Sindrom Nefrotik. Sari Pediatri, Vol,8 No.3 Hlm : 251-256.
Legowo et al., 2003. Fractination Technology and Drying for Hen Egg`s Albumin Protein. J.Indon.Trop.Anim.Agric. Vol.28 No.2 pp : 83-89. Lubis, I.H., 2008. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu
Tepung Pandan. Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nofalina, Y, 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Terigu Terhadap Daya Terima, Kadar Karbohidrat dan Kadar Serat Kue Prol Bonggol Pisang (Musa paradisiaca). Skripsi. Universitas Jember.
Nugroho, 2013. Uji Biologi Ekstrak Kasar dan Isolat Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Berat Badan dan Kadar Serum Albumin Tikus Mencit. Jurnal Saintek Perikanan Vol.9 No.1 pp: 49-54.
Palupi, N.S., Zakaria, F.R., Prangdimurti, E., 2007. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-learning ENBP, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.
Pang, C.J., Noerhartati, E., Rejeki, F.S., 2013. Optimasi Proses Pengolahan Mi Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis). Jurnal REKA Agroindustri Vol I No.1.
PERMENKES No. 75 Tahun 2013 : Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Permitasari, W., 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Lele (Clarias Batracus) Pada Pembuatan Mie Basah Terhadap Kadar Kalsium, Elastisitas, Dan Daya Terima. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Rahayu, W.P., 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Risti, Y. 2013 Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kadar Protein, Serat, Tingkat Kekenyalan dan Penerimaan Mie Basah Bebas Gluten Berbahan Baku Tepung Komposit, (Tepung Komposit : Tepung Mocaf, Tepung Tapioka dan Maizena). Journal of Nutrition College, Vol.2 No.4 Hal 696-703.
Rohman dan Sumantri., 2013. Analisis Kimia Pangan. Universitas Gajah Mada Yogyakarta : UGM Press.
Rohmawati, S., 2010. Kandungan Albumin Ikan Gabus Berdasarkan Berat Badan Ikan. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Saparinto, C., 2006. Gizi dan Aneka Masakan dari Bahan Ikan Dilengkapi 190 Resep Masakan. Dahara Prize. Semarang.
Sumarmi, S., Andarina D., 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin. The Indonesian Journal of Public Health, Vol.3 No.1 pp : 19-23.
Suyanti., 2008. Membuat Mi Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suwandi, R., Nurjanah., Winem, M., 2014. Proporsi bagian tubuh dan kadar proksimat ikan gabus pada berbagai ukuran. JPHPI Vol. 17 No. 1 Hal. 22-28.
Wagiyono., 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Winarno, F.G., 1993. Pangan : Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan penambahan tepung ikan gabus yaitu
0%, 10%, dan 20% terhadap total berat adonan serta penambahan 20% sari daun
pandan disetiap perlakuan agar menghasilkan warna yang sama dan diulang
sebanyak 2 kali dengan tujuan untuk memperkecil kesalahan penimbangan dalam
proses pembuatan mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun
pandan wangi.
Adapun formulasi campuran penambahan tepung sebagai berikut.
Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Pada Pembuatan Mi Basah
Perlakuan Ulangan
10%, dan 20% sari daun pandan wangi
F3 : Mi Basah dengan penambahan tepung terigu 80%, tepung ikan gabus 20%, dan 20% sari daun pandan wangi
28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Pembuatan tepung ikan gabus dan uji daya terima dilakukan di
Laboratorium Gizi FKM USU. Pembuatan mi basah dan sari daun pandan wangi
dilakukan di rumah peneliti. Sedangkan pengujian zat gizi dilakukan di
Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Mei 2016 sampai dengan Agustus
2016.
3.3 Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah mi basah yang terbuat dari 3 perlakuan
penambahan tepung ikan gabus yaitu 0%, 10%, dan 20% terhadap total berat
adonan serta penambahan 20% sari daun pandan pada setiap perlakuan.
3.4 Definisi Operasional
1. Mi basah adalah mi yang dibuat dengan tepung terigu dan tepung ikan
gabus serta sari daun pandan wangi dengan proses perebusan.
2. Tepung ikan gabus adalah daging ikan gabus segar yang diolah menjadi
tepung melalui proses pencucian, pengukusan, pengeringan, dan
penghalusan.
3. Sari daun pandan wangi adalah hasil endapan daun pandan wangi yang
29
4. Kandungan gizi mi basah adalah komposisi zat gizi pada mi basah yang
meliputi energi, protein, dan zat besi (fe) yang akan di uji dengan
menggunakan uji laboratorium.
5. Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap cita rasa mi basah
dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi yang
meliputi aroma, warna, tekstur, dan rasa.
3.5 Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, loyang,
panci kukusan, blender, ampia/alat pencetak mi, pisau, gelas ukur, tirisan, baskom
atau wadah, timbangan, sendok, kompor, ayakan.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan gabus adalah dari
ikan gabus yang masih hidup dan segar yang diambil dari sungai Lae Soraya Kota
Subulussalam dan dibawa ke Kota Medan dengan menggunakan mobil. Ikan yang
dibawa masih dalam keadaan hidup dan proses pengolahan menjadi tepung
dilakukan di laboratorium FKM USU. Ikan yang dipilih adalah ikan yang
panjangnya ±50 cm dan lebar 7-12 cm, serta berat rentang 1,5 kg hingga 2 kg. Hal
ini dilakukan karena semakin besar ikan gabus yang digunakan maka akan
mempengaruhi rasa dan jumlah daging yang diperoleh.
Bahan tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu cakra kembar
dengan kadar protein 12% yang diperoleh dari pasar tradisional. Bahan yang
digunakan dalam pembuatan sari daun pandan wangi adalah daun pandan yang
diperoleh dan diolah di rumah peneliti di Kota Subulussalam. Kriteria daun
30
terletak dibarisan bawah tanaman. Karena semakin tua daun pandan yang diambil,
maka warna yang diperoleh juga akan lebih hijau, serta aroma yang lebih wangi.
Jenis dan ukuran bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Jenis dan ukuran bahan pembuatan mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi
Jenis bahan Kelompok Eksperimen
F1 F2 F3
Tepung ikan gabus 0 gr 50 gr 100 gr
Tepung terigu 500 gr 450 gr 400 gr
Sari daun pandan wangi Telur
Pada pembuatan mi basah, penulis telah melakukan beberapa
perbandingan perlakuan dimana hasil yang didapat menunjukkan perbedaan dari
tekstur yang akan lebih sulit untuk dibentuk menjadi lembaran-lembaran mi. Dari
hasil beberapa perbandingan tersebut maka dipilih penambahan tepung ikan gabus
10%, dan 20%. Begitu juga dengan perbandingan penambahan sari daun pandan
wangi. Semakin banyak penggunaan sari daun pandan wangi akan membuat
warna mi semakin hijau dan mempengaruhi daya terimanya. Penambahan sari
31
3.6 Tahapan Penelitian
3.6.1 Proses Pembuatan Tepung Mi Basah 3.6.1.1Tepung Ikan Gabus
Gambar 3.1. Diagram Alur Pembuatan Tepung Ikan Gabus
Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung ikan dimulai dari
tahap pembersihan ikan, disiangi (dibuang kepala, ekor, sisik, insang, isi perut dan
sirip). Selanjutnya dicuci dengan air bersih sebanyak 3 kali ulangan hingga daging
ikan sudah bersih dari darah dan sisiknya. Selanjutnya dikukus selama 30 menit.
Tujuan pengukusan ini untuk membunuh mikroba, dan memudahkan pelunakan Ikan Gabus
Dibersihkan, dan disiangi (buang kepala, ekor, sisik, insang, isi perut dan sirip)
Dikukus selama ±30 menit
Dihaluskan
Pengayakan
Tepung Ikan Gabus
32
daging, serta mengurangi bau amis. Berikutnya, pisahkan daging ikan dari tulang
ikan dan kulit. Lalu daging ikan tersebut di keringkan dengan oven pada suhu
500C selama ±9 jam. Setelah kering, dihaluskan dengan menggunakan alat
penggiling atau blender. Selanjutnya lakukan pengayakan agar diperoleh butiran
tepung yang halus dan sama.
3.6.1.2Sari Daun Pandan Wangi
Gambar 3.2. Diagram Alur Pembuatan Sari Daun Pandan Wangi
Bagan di atas menjelaskan, mula-mula daun pandan wangi dicuci, lalu
diperkecil ukurannya kemudian giling sebagian lalu peras airnya. Air hasil
perasan kemudian dicampurkan lagi untuk menghaluskan pandan berikutnya.
Begitu seterusnya hingga daun pandan habis. Selanjutnya rebus dengan api kecil
(500C) hingga mendidih. Tuang air jus pandan ke dalam gelas botol dan biarkan
sarinya mengendap (±12 jam).
Daun Pandan Wangi
Dibersihkan, diperkecil ukurannya.
Dihaluskan dan direbus hingga mendidih
Diendapkan selama ±12 jam
33
3.6.2 Proses Pembuatan Mi Basah
Gambar 3.3. Cara pembuatan Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi.
Bagan di atas menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan mi basah F1, F2,
dan F3. Proses pembuatan mi basah melalui beberapa tahap yaitu : tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
1) Tahap persiapan
Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan mi
basah.
Pengadukan bahan
Pembentukan lembaran mi dengan ampia
Perebusan dengan air (yang sudah ditambah dengan 10 gr minyak goreng) mendidih 1000C selama 2 menit.
34
2) Tahap pelaksanaan
- Untuk mi basah perlakuan F1, tuangkan tepung terigu dan garam dalam
baskom. Campurkan sari daun pandan dengan sedikit air lalu lalu
masukkan kedalam baskom yang sudah berisi tepung terigu dan garam.
Kocok telur sampai mengembang masukkan dalam adonan. Aduk bahan
hingga membentuk adonan. Seelanjutnya, adonan dibagi menjadi 3
bagian. Satu demi satu adonan ditipiskan dengan ampia dengan ukuran 5
mm. Kemudian digiling berbentuk mi dengan ampia.
- Untuk mi basah perlakuan F2, tuangkan tepung terigu, tepung ikan gabus
dan garam dalam baskom. Campurkan sari daun pandan dengan sedikit
air lalu lalu masukkan kedalam baskom yang sudah berisi tepung terigu
dan garam. Kocok telur sampai mengembang masukkan dalam adonan.
Aduk bahan hingga membentuk adonan. Selanjutnya adonan dibagi
menjadi 3 bagian. Satu demi satu adonan ditipiskan dengan ampia
dengan ukuran 5 mm. Kemudian digiling berbentuk mi dengan ampia.
- Untuk mi basah perlakuan F3 tuangkan tepung terigu, tepung ikan gabus
dan garam dalam baskom. Campurkan sari daun pandan dengan sedikit
air lalu lalu masukkan kedalam baskom yang sudah berisi tepung terigu
dan garam. Kocok telur sampai mengembang masukkan dalam adonan.
Aduk bahan hingga membentuk adonan. Selanjutnya adonan dibagi
menjadi 3 bagian. Satu demi satu adonan ditipiskan dengan ampia
35
3) Tahap penyelesaian
- Rrebus mi dengan air mendidih (suhu 1000C) yang sebelumnya sudah
ditambah dengan minyak goreng. Mi direbus selama 2 menit lalu
ditiriskan.
3.7 Uji Daya Terima
Penilaian daya terima mi basah dilakukan dengan uji organoleptik. Uji
organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik
yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik untuk menyatakan suka/tidaknya
terhadap suatu produk. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan menggunakan skala hedonik
Sembilan titik sebagai acuan. Namun untuk mempermudah panelis dalam menilai,
peneliti memperkecil skala ini menjadi 3 tingkatan dengan skor paling rendah
adalah 1 dan skor paling tinggi adalah 3 (Setyaningsih et al., 2010). Berikut
tingkatan skala hedonik disajikan dalam tabel 3.3.
Tabel 3.3. Tingkat penerimaan panelis
Organoleptik Skala hedonik Skala numerik
36
3.7.1 Pelaksanaan Penilaian 3.7.1.1Waktu dan Tempat
Penilaian uji daya terima terhadap mi basah dengan penambahan tepung
ikan gabus dan sari daun pandan wangi dilakukan di Laboratorium Gizi FKM
USU Kota Medan.
3.7.1.2Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah mi basah dengan penambahan tepung ikan
gabus dan tepung terigu serta sari daun pandan wangi dengan Perlakuan F1, F2,
dan F3. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis, dan
air minum dalam kemasan.
3.7.1.3Langkah – langkah Uji Daya Terima
a. Mempersilahkan panelis untuk diruangan yang telah disediakan.
b. Membagikan sampel sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir
penilaian dan alat tulis.
c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara
pengisian formulir.
d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan
penilaian pada lembar formulir penilaian.
e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.
f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
37
3.7.2 Panelis
Jenis panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak
terlatih sebanyak 30 Mahasiswa FKM USU yang akan memberi nilai mi basah
berdasarkan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada saat diminta
tanggapan dan penilaian, panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami
cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai, dan bersedia untuk menjadi
panelis.
3.8 Analisis Kandungan Gizi
Penentuan kandungan gizi mi basah tepung ikan gabus dan sari daun
pandan wangi dilakukan di laboratorium Balai Riset Standardisasi Industri
Medan. Penentuan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
3.8.1 Uji Kadar Protein
Uji kadar protein yang dilakukan dengan Metode Kjedahl-Mikro yaitu
sebagai berikut (Winarno, 1997) :
1. Timbang seksama ± 200 gram cuplikan/sampel dengan neraca analitik digital
kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 500 ml.
2. Tambahkan 1 tablet campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan
larutan menjadi jernih kehijau – hijauan.
4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dengan air dan masukkan ke dalam labu
ukur 250 ml, tepatkan sampai garis tanda dengan aquadest.
5. Pipa 50 ml larutkan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 30 ml
38
6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit (hingga terlihat letupan – letupan),
sebagai penampung gunakan 25 ml larutan asam borat 4% yang telah
dicampurkan indicator mengsel.
7. Bilasin ujung pendingin dengan air suling. Titrasi dengan larutan HCL 0,1 N
hingga warna larutan menjadi biru tua.
Kadar protein (N-Total) dapat dihitung dengan rumus :
Kadar N(%)=(ml HCl – ml HCl blanko) x Normalitas HCl x 14.007 x 100%
mg sampel
Kadar protein(%) = %N x faktor konversi
Keterangan : Faktor Konversi (5.95 untuk tepung beras dan 6.25 untuk bahan lain)
3.8.2 Uji Kadar Karbohidrat
Hidrolisis Karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu2+
menjadi Cu1+. Kelebihan Cu2+ dapat dititar secara iodometri yaitu menggunakan
cara kerja :
1. Timbang seksama lebih kurang 5 gram sampel ke dalam Erlenmeyer
500 ml
2. Tambahkan 200 ml larutan HCL 3% didihkan selama 3 jam dengan
pendingin tegak.
3. Dinginkan dan nettralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus
atau fenoltalein), dan tambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana
larutan sedikit asam.
4. Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 ml dan impitkan hingga tanda
39
5. Pipet 10 ml saringan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml
larutan luff (dengan pipet) dan beberapa butir baut didih serta 15 ml air
suling.
6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap. Usahakan agar
larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch),
didihkan terus selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai
mendidih dan gunakan stopwatch) kemudian dengan cepat dinginkan
dalam bak terisi es.
7. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan Kl 20% dan 25 ml H2SO4 25%
perlahan – lahan.
8. Titar secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan penunjuk larutan
kanji 0,5%)
9. Kerjakan juga blanko
Perhitungan : (Blanko-penitar) x N tio x 10 setara dengan terusi yang
tereduksi, kemudian lihat dalam daftar Luff Schoorl berapa mg gula yang
terkandung untuk ml tio yang dipergunakan.
Kadar glukosa = bobot cuplikan (mg) x Fpx 100%
W
Keterangan :
W = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan, dalam mg dari daftar
Fp = faktor pengenceran
40
3.8.3 Uji Kadar Lemak
Cara menganalisa kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet.
Keringkan labu lemak di dalam oven lalu dinginkan dalam desikator dan timbang.
Selanjutnya timbang 25 gram sampel dalam bentuk tepung dibungkus dengan
kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, lalu pasang alat
kondensor di bagian atas dan labu lemak di bagian bawah. Tuangkan pelarut
heksan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang
digunakan. Lakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut turun kembali
kedalam labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada dalam lemak dan
tamping pelarutnya, lalu labu lemak hasil ekstraksi panaskan dalam oven dengan
suhu 1050C sampai kering. Selanjutnya dinginkan dalam desikator, kemudian
timbang labu beserta lemaknya (AOAC, 1995).
Rumus untuk menghitung kadar lemak yaitu :
Kadar lemak =
x 100%
3.8.4 Perhitungan Kadar Energi
Analisa kadar energi dihitung dengan perhitungan kalori, sebagai berikut.
Energi (kkal) = 9 x gr (lemak) + 4 x gr (protein) + 4 x gr (karbohidrat)
3.8.5 Uji Kadar Besi
Pengukuran kadar zat besi dilakukan dengan menggunakan metode
Spektofometri Serapan Atom (SSA). Prinsip dari metode SSA ini dimulai dari
41
(Rohman dan Sumantri, 2013). Langkah – langkah tersebut dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Proses Pengabuan. Haluskan sampel lalu timbang sebanyak 50 gram dalam
krus porselen. Masukkan kedalam tanur dengan temperature awal 1000C
dan perlahan-lahan temperature dinaikkan hingga suhu 6000C dengan
interval 25 setiap 5 menit. Proses pengabuan ini dilakukan selama 40 jam
(dihitung saat suhu sudah dititik 6000C ). Selanjutnya tanur krus porselen
dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Tambahkan 5 ml
HNO3 (1:1) dan biarkan hingga dingin pada desikator.
2. Pelarutan sampel. Sampel hasil pengabuan dilarutkan kedalam 5 ml HNO3
(1:1), lalu dipindahkan kedalam labu ukur 50 ml. bilas krus dengan
porselen 10 ml akuabides sebanyak tiga kali dan cukupkan akuabides
hingga garis tanda. Saring dengan kertas saring Whatman no.42 dimana 5
ml filtrate pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian
filtrate selanjutnya ditampung ke dalam botol.
3. Membuat kurva kalibrasi. Pipet sebanyak 5 ml larutan baku besi dengan
konsentrasi 1000 μg/ml dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
dicukupkan dengan hingga garis tanda dengan akuabides konsentrasi 50
μg/ml. Lalu persiapkan larutan untuk dilakukan kurva kalibrasi. Larutan
ini dibuat dengan memipet 1,2,3,4, dan 5 ml larutan baku 50 μg/ml.
Masing-masing larutan itu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan
dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides dan ukur absorbansi pada
42
4. Perhitungan kadar besi. Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 4
ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan dicukupkan dengan
akuabides hingga garis tanda dengan faktor pengenceran 25 ml/4 ml 6,25
kali. Lalu ukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana
penetapan kadar besi dilakukan pada panjang gelombang 248,3 nm dengan
nyala udara asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam
rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel
ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Kadar besi (μg/g) =
Keterangan :
a = konsentrasi larutan sampel (μg/mL) b = konsentrasi larutan blanko (μg/mL) V = volume ekstrak (mL)
Fp = faktor pengenceran (25 ml/4 ml 6,25 kali)
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
Data dalam penelitian disajikan dalam tabel. Penyajian dalam bentuk tabel
merupakan penyajian data dalam bentuk angka yang disusun secara teratur dalam
kolom dan baris. Penyajian dalam bentuk tabel banyak digunakan pada penulisan
laporan penelitian yang dilakukan (Budiarto, 2003). Data yang diperoleh dari
panelis lebih dahulu dianalisis untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk
mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992).
%
=
Keterangan : % = skor presentase
43
Untuk mengubah skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,
analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu
sebagai berikut :
1. Nilai tertinggi = 3 (suka)
2. Nilai terendah = 1 (tidak suka)
3. Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria
4. Jumlah panelis = 30 orang
5. Nilai Skor
a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi= 30 x 3 = 90
b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah= 30 x 1 = 30
c. Persentase maksimum =
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval
persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.
Table 3.4 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan
Presentase Kriteria Kesukaan
78-100 Suka
56-77 Kurang suka
34-55 Tidak suka
Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap mi basah
44
yang dihasilkan. Analisis data menggunakan uji Anova One Way yang digunakan
untuk menguji perbedaan rata-rata lebih dari dua sampel dengan syarat populasi
yang diuji harus berdistribusi normal, varians populasi-populasi tersebut adalah
sama.
Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
Bila populasi tidak berdistribusi normal (p < 0,05) maka dapat digunakan
alternatif dari uji Anova One Way (uji parametrik), yaitu uji Kruskal Wallis (uji
non-parametrik) dengan tingkat signifikan 0,05.
Ho : Tidak ada perbedaan daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan
tekstur antara perlakuan F1, F2, dan F3.
Ha : Ada perbedaan daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur
antara perlakuan F1, F2, dan F3.
Apabila dari uji Anova One Way ditemukan adanya perbedaan yang nyata
(p<0,05) dari masing-masing perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan
untuk menentukan perbedaan tingkat kesukaan terhadap ketiga perlakuan mi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Berdasarkan tiga perlakuan terhadap mi basah dengan penambahan tepung
ikan gabus 0%, 10%, 20% dari berat total adonan dan 20% penambahan sari daun
pandan wangi pada setiap perlakuan, dihasilkan mi basah yang berbeda-beda.
Perbedaan ketiga mi basah yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.1 Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus (0%, 10%, 20%) dan Sari Daun Pandan Wangi 20% pada setiap perlakuan
Tabel 4.1 Karakteristik Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Karakteristik Mi Basah
F1 F2 F3
Warna Hijau kekuningan Hijau muda Hijau agak tua
Aroma Khas pandan Khas pandan Khas pandan
Rasa Khas pandan Khas pandan Khas pandan
Tekstur Basah dan kenyal Basah dan kenyal Basah dan sedikit kenyal
46
Keterangan
F1 : Tepung terigu 100% , tepung ikan gabus 0% dan sari daun pandan 20% F2 : Tepung terigu 90%, tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% F3 : Tepung terigu 80%, tepung ikan gabus 20% dan sari daun pandan 20%
4.2 Analisis Organoleptik Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
4.2.1 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Warna
Hasil analisis organoleptik warna mi basah yang menggunakan skala
hedonik dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Warna
Kriteria
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap warna mi basah adalah mi basah perlakuan penambahan
tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% yaitu 86,67% dengan kriteria
kesukaan adalah suka (60,00%). Sedangkan untuk nilai total skor terendah
menunjukkan warna mi basah yang kurang disukai oleh panelis yaitu mi basah
tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan jumlah persentasi skor
77,78%.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan
memiliki data yang tidak normal (nilai p<0,05) (Lampiran 9) sehingga dilanjutkan
dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dengan tingkat
47
artinya tidak ada perbedaan daya terima terhadap warna pada ketiga perlakuan mi
basah yang dihasilkan. Dengan kata lain, ketiga warna mi basah sama-sama
disukai oleh panelis.
4.2.2 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Aroma
Hasil analisis organoleptik aroma mi basah yang menggunakan skala
hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Aroma Kriteria
organoleptik terhadap aroma mi basah adalah mi basah perlakuan penambahan
tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% yaitu 86,67% dengan kriteria
kesukaan adalah suka (66,67%). Sedangkan untuk nilai total skor terendah
menunjukkan aroma mi basah yang kurang disukai oleh panelis yaitu mi basah
tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan jumlah persentasi skor
75,55%.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan
memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 10) sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal- Wallis dengan
tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (Lampiran 10) diperoleh nilai p sebesar
48
ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan. Dengan kata lain, ketiga aroma mi
basah sama-sama disukai oleh panelis.
4.2.3 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Rasa
Hasil analisis organoleptik rasa mi basah yang menggunakan skala
hedonik dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.4 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Rasa
Kriteria
organoleptik terhadap rasa mi basah adalah mi basah perlakuan penambahan
tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20%. Sedangkan untuk nilai total
skor terendah menunjukkan rasa mi basah yang kurang disukai oleh panelis yaitu
mi basah tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan jumlah
persentasi skor 67,77%.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan
memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 11) sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dengan
tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (Lampiran 11) diperoleh nilai p sebesar
(0,067) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan daya terima terhadap rasa pada ketiga
sama-49
4.2.4 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Tekstur
Hasil analisis organoleptik tekstur mi basah yang menggunakan skala
hedonik dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Tekstur Kriteria
perlakuan penambahan tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% dan mi
basah perlakuan penambahan tepung ikan gabus 20% dan sari daun pandan 20%
yaitu 91,11% dengan kriteria kesukaan adalah suka (76,67%). Sedangkan untuk
nilai total skor terendah menunjukkan tekstur mi basah yang kurang disukai oleh
panelis yaitu mi basah tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan
jumlah persentasi skor 78,89%.
Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan
memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 12) sehingga
dilanjutkan dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dengan
tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (Lampiran 12) diperoleh nilai p sebesar
(0,199) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan daya terima terhadap tekstur pada
ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan. Dengan kata lain, ketiga tekstur mi
50
4.2.5 Hasil Organoleptik Seluruh Indikator
Hasil organoleptik berdasarkan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur
pada 3 perlakuan mi basah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Persentase Hasil Organoleptik seluruh indikator pada mi basah tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi
Perlakuan Persentase hasil organoleptik Jumlah Rata-rata Kriteria Warna Aroma Rasa Tekstur
F1 77,78 75,55 67,77 91,11 312,22 78,05 Suka
F2 86,67 86,67 82,22 91,11 346,67 86,67 Suka
F3 82,22 86,66 80,00 78,89 327,78 81,94 Suka
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari ketiga perlakuan mi basah tepung ikan
gabus dan sari daun pandan wangi, memiliki kriteria yang disukai oleh panelis
berdasarkan warna, aroma, rasa, dan tekstur. Nilai rata-rata tertinggi ada pada
perlakuan penambahan tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan wangi 20%
(86,67%), hal ini menunjukkan bahwa mi basah perlakuan tersebut adalah mi
basah yang memiliki daya terima terbaik dari ketiga perlakuan mi basah.
4.3 Analisis Kandungan Gizi Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Hasil analisis uji kandungan Energi, protein dan zat besi yang telah
dilakukan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan pada mi
basah dengan tiga perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7. Hasil Analisis Kandungan Gizi dalam 100 g Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
51
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat hasil dari kandungan gizi mi basah
menunjukkan adanya peningkatan nilai gizi seiring perlakuan penambahan tepung
ikan gabus dan sari daun pandan wangi. Konsumsi bahan penukar sumber
karbohidrat normal untuk mi basah per hari yaitu 200 gram. Sesuai dengan
Permenkes No. 75 tahun 2013, maka angka kecukupan gizi yang dihasilkan dari 3
sampel mi basah dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Angka Kecukupan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi menurut konsumsi 200 g per setiap makan sesuai dengan Standar Permenkes no.75 Tahun 2013 Pada anak usia 1-6 tahun
Syarat pemberian makanan tambahan bagi anak balita adalah memenuhi
1/3 dari kebutuhan makanan pokok. Berdasarkan tabel 4.8, ketiga formula mi
basah sudah memenuhi 1/3 dari kebutuhan kalori dan protein serta zat besi (fe)
bagi anak balita.
Zat Gizi Standar AKG 1/3 AKG F1 F2 F3
Usia 1-3 tahun:
Protein 26 g 8,6 g 9,28 g 11,72 g 12,68 g
Energi 1125kkal 375 kkal 203,8 kkal 216,8 kkal 225,8 kkal
Fe 8 mg 2,6 mg 1,62 mg 3,02 mg 1,676 mg
Usia 4-6 tahun:
Protein 35 g 11,6 g 9,28 g 11,72 g 12,68 g
Energi 1600 kkal 533,3 kkal 203,8 kkal 216,8 kkal 225,8 kkal
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Mi Basah
Karakteristik mi basah tanpa penambahan tepung ikan gabus dan
penambahan 20% sari daun pandan menghasilkan warna hijau kekuningan, aroma
dan rasanya didominasi oleh sari daun pandan, serta bertekstur basah dan kenyal.
Pada mi basah penambahan tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20%,
menghasilkan warna hijau muda, aroma dan rasanya didominasi oleh sari daun
pandan, serta bertekstur basah dan kenyal. Mi basah penambahan tepung ikan
gabus 20% dan sari daun pandan 20%, menghasilkan warna hijau agak tua, aroma
dan rasanya didominasi oleh sari daun pandan, serta bertekstur basah dan sedikit
kenyal.
5.2 Daya Terima Panelis
Uji daya terima dilakukan di Laboratoium Gizi Kesehatan Masyarakat
FKM USU yang berlangsung pada hari selasa, 9 Agustus 2016 pukul 11.00
hingga 12.00 WIB. Pengujian daya terima dilakukan pada mahasiswa FKM USU
sebanyak 30 orang dan mi basah yang diberikan sebanyak 3 jenis.
Berdasarkan hasil uji daya terima panelis yaitu didapatkan hasil bahwa
ketiga perlakuan mi basah yang paling disukai panelis yaitu mi basah dengan
penambahan tepung ikan gabus 10% yang berada pada sampel F2. Hal ini dilihat
53
5.2.1. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Mi Basah
Warna merupakan tanda fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam
penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan
citarasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis warna dapat menentukan mutu
bahan pangan yang digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan, baik
tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Suatu bahan pangan yang disajikan
terlebih dahulu dinilai dari segi warna. Meskipun kandungan gizinya baik namun
jika warnanya tidak menarik dan menimbulkan kesan menyimpang dari warna
yang seharusnya, maka konsumen akan memberikan penilaian yang tidak baik
(Nofalina, 2013).
Hasil rata-rata penilaian uji kesukaan terhadap warna pada tabel 4.2
memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan
bahwa warna yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan
penambahan tepung ikan gabus 10%. Sedangkan warna mi basah yang kurang
disukai panelis yaitu pada perlakuan tanpa penambahan tepung ikan gabus.
Hasil analisis uji daya terima melalui uji Kruskal-Wallis dengan tingkat
signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya
terima terhadap warna pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini
ditunjukkan dari nilai p (0,380)> α (0,05).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna yang disukai oleh panelis adalah
warna hijau dari mi basah, semakin hijau warna mi basah semakin disukai panelis.
54
langsung dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Warna hijau pada daun
pandan merupakan karena adanya kandungan pigmen klorofil.
5.2.2. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Mi Basah
Indera Penciuman sangat sensitive terhadap bau dan kecepatan timbulnya
bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang
setiap bertambahnya umur satu tahun. penciuman diperkirakan berkurang oleh
adanya senyawa-senyawa tertentu misalnya formaldehida. Kelelahan daya
penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat (Winarno, 2004).
Menurut Setyaningsih et al., (2010) dalam Nofalina (2013) bau atau aroma
merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan,
karena ragamnya yang begitu besar, karena terdapat banyak sekali jenis bebauan
yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu sekitar 17.000 senyawa
volatile, dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi disbanding indera pencicipan
(10.000 kali).
Hasil dari penilaian uji kesukaan terhadap aroma mi basah dengan
penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi sebagaimana tersaji
pada tabel 4.3 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan
menunjukkan bahwa aroma yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah
dengan penambahan tepung ikan gabus dengan penambahan tepung ikan gabus
10% dan 20%. Sedangkan aroma mi basah yang kurang disukai panelis yaitu mi
basah tanpa penambahan tepung ikan gabus.
55
terima terhadap aroma pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini
ditunjukkan dari nilai p (0,065)> α (0,05).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa aroma yang ditunjukkan mi basah
perlakuan F1 tidak jauh berbeda dengan mi basah perlakuan F2 dan F3, yaitu
tidak terlalu menonjolkan aroma ikan gabus namun lebih menonjolkan aroma
daun pandan. Hal ini disebabkann oleh komponen aroma dasar dari daun pandan
wangi yang berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang
terdapat juga pada tanaman bunga melati, hanya saja konsentrasi ACPY pada
pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan bunga melati (Cheetangdee dan
Siree, 2006).
5.2.3. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Mi Basah
Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu
senyawa dapat dikenali rasanya. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar
masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan
threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang
ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa
(Winarno 2004).
Menurut Solihin (2005) dalam Nofalina (2013) umumnya bahan pangan
tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan dari berbagai
56
Hasil rata-rata penilaian uji kesukaan terhadap rasa mi basah pada tabel
4.4 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan
bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan penambahan
tepung ikan gabus 10% dan 20%. Sedangkan rasa mi basah yang kurang disukai
panelis yaitu mi basah tanpa penambahan tepung ikan gabus.
Hasil analisis uji daya terima melalui uji Kruskal-Wallis dengan tingkat
signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya
terima terhadap rasa pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini
ditunjukkan dari nilai p (0,067) > α (0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung ikan
gabus, maka semakin disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan penggunaan sari
daun pandan wangi yang dapat menetralkan aroma, rasa, dan warna dari mi basah.
5.2.4. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Mi Basah
Menurut Setyaningsih et al (2010) dalam Nofalina (2013) penilaian
terhadap tekstur produk dapat dilakukan perabaan dengan ujung jari tangan.
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga
elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometric (berpasir, beremah) dan
mouthfeel (berminyak, berair).
Berdasarkan penilaian uji kesukaan terhadap tekstur mi basah yang
ditunjukkan pada tabel 4.5 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap
perlakuan menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis adalah mi
57
Hal tersebut dikarenakan tekstur mi basah dengan penambahan tepung
ikan gabus 20% menunjukkan tekstur yang tidak kenyal dan mudah patah.
Pengurangan penggunaan tepung terigu dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan
pada mi. Tepung terigu mengandung gluten yang merupakan protein yang
terdapat pada beberapa bahan makanan golongan serealia. Gluten membentuk
tekstur mi menjadi kenyal dan mengembang. Semakin tinggi kadar gluten maka
semakin baik tekstur mi yang dihasilkan (Risti, 2013).
5.3 Hasil Analisis Kandungan Energi, Protein, dan Zat Besi (Fe) Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Hasil analisis kandungan energi, protein, dan zat besi pada mi basah
dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi yang
ditunjukkan pada tabel 4.6 menunjukkan peningkatan nilai gizi yang signifikan
dan peningkatan tersebut terjadi seiring dengan penambahan tepung ikan gabus
dan sari daun pandan wangi.
Peningkatan kadar protein dan energi yang terjadi pada mi basah
dipengaruhi oleh penambahan tepung ikan gabus, sedangkan peningkatan zat besi
yang terjadi pada mi basah dipengaruhi oleh kadar abu yang dikandung oleh
tepung ikan gabus. Kadar abu ikan gabus dipengaruhi oleh jenis makanan dan
habitat dari ikan tersebut, atau lebih tepatnya dipengaruhi oleh kandungan mineral
yang terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut (Wahyu et al, 2013
dalam Suwandi et al, 2014).
Hasil analisa kadar protein yang diperoleh pada tiga perlakuan mi basah
58
basah tanpa penambahan tepung ikan gabus dan mi basah dengan penambahan
tepung ikan gabus 10% terhadap mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus
10% dan 20%. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh proses pengolahan
tepung ikan gabus dan pengaruh proses pembuatan mi basah yaitu pada saat
pencucian, pengukusan, pengeringan, dan perebusan. Menurut Palupi et al (2007),
pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Diantara cara pengolahan
tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan
pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan.
Hasil analisis kadar lemak mi basah pada tiga perlakuan sesuai pada
gambar 4.7 menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar lemak seiring
penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi. Pada umumnya
setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang
terkandung didalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu
yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang
digunakan, maka kerusakan lemak akan intens. Perubahan tersebut akan
berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larut lemak)
produk (Palupi et al, 2007).
Hasil analisis kadar zat besi mi basah pada tiga perlakuan pada tabel 4.7
menunjukkan peningkatan yang tidak terkendali. Menurut Palupi et al (2007)
garam-garam mineral umumnya terpengaruh secara signifikan dengan perlakuan
59
Hasil analisa kadar karbohidrat menunjukkan adanya peningkatan kadar
karbohidrat seiring dilakukannya penambahan tepung ikan gabus dan sari daun
pandan wangi. Menurut Palupi et al (2007), pengaruh pemanggangan terhadap
karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis.
Konsumsi bahan penukar sumber karbohidrat normal untuk mi basah
dalam sekali makan adalah 200 gram. Untuk memenuhi syarat pemberian
makanan tambahan bagi anak balita baik pada laki-laki dan perempuan adalah
minimal memenuhi 1/3 dari kebutuhan makanan pokok. Berdasarkan tabel 4.8,
ketiga formula mi basah sudah memenuhi 1/3 dari kebutuhan kalori dan protein
serta zat besi (fe) bagi anak balita.
Mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan
wangi mengandung rendah energi, karbohidrat dan lemak, namun tinggi protein
dan zat besi yang cukup sehingga dapat dikonsumsi mulai dari balita hingga
dewasa. Selain itu, mi ini juga dapat menjadi salah satu pangan bagi masyarakat
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan :
1. Hasil uji kandungan gizi mi basah dalam 100 gram bahan berutut-turut adalah
protein 4,64%, 5,86%, 6,34%, energi 101,9 kkal, 108,43 kkal, 112,93 kkal,
dan Fe 0,81 mg, 1,51 mg, dan 0,838 mg. Berdasarkan kebutuhan energi balita,
konsumsi 200g mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari
daun pandan per hari dapat menyumbang 1/3 asupan protein, energi dan Fe
dari kebutuhan gizi balita setiap hari.
2. Hasil uji daya terima oleh panelis, secara statistik menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan daya terima dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur terhadap
ketiga perlakuan mi basah. Dengan kata lain, ketiga perlakuan sama-sama
disukai oleh panelis.
6.2. Saran
1. Disarankan untuk penelitian lanjutan meneliti umur simpan tepung ikan gabus
dan sari daun pandan wangi serta kadar albumin pada mi basah dengan
penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi.
2. Mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi
mengandung energi, lemak, dan karbohidrat yang rendah, namun tinggi
protein dan zat besi yang cukup sehingga dapat dikonsumsi mulai dari balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Gabus
Ikan gabus atau Snakehead (Family Channidae) merupakan salah satu
jenis ikan air tawar yang terdiri dari 2 jenis yaitu jenis Channa, terdapat 26 spesies
didaerah Asia, khususnya Malaysia dan Indonesia, dan Parachanna dengan 3
spesies yang hidup didaerah Afrika Tropis. Beberapa ikan gabus memiliki tubuh
yang kecil, sekitar 17 sentimeter. Namun banyak juga yang memiliki tubuh yang
besar, dan pernah dilaporkan memiliki panjang mencapai 1,8 meter. Beberapa
spesies dari ikan gabus sangat bernilai bila dijadikan makanan, terutama di India,
Asia tenggara, China, dan dataran kecil di Afrika (Courtenay, 2004).
Klasifikasi ikan gabus yaitu sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actynopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Channidae
Genus : Channa
Species : Channa striata
(Courtenay, 2004).
8
Channa striata merupakan jenis ikan gabus yang banyak ditemui dan
memiliki ukuran tubuh relatif kecil (lebih kecil dari 90 cm) dan spesiesnya
meningkat mulai dari tahun 1950 sampai dengan tahun 2010 (Bloch, 1793). Jenis
lain adalah gabus toman Channa micropeltes dan Channa pleuropthalmus. Gabus
toman merupakan jenis gabus yang berukuran tubuh besar, yang panjang
tubuhnya mencapai 1 meter dengan berat 5 kg (Ardianto, 2015).
Di Indonesia, ikan gabus channa striata banyak ditemukan di daerah
sungai, danau, dan rawa-rawa di Sumatera dan Kalimantan. Beberapa tahun
terakhir ini, keberadaan ikan gabus mulai ditemukan didaerah Pulau Jawa.
Nama-nama ikan gabus menurut wilayah yang ada di Indonesia antara lain haruan
(melayu dan banjar), bacek (subulussalam), kocolan (betawi), bayong, bogo,
licingan, kutuk (jawa), dan lain-lain (Ardianto, 2015).
Ikan gabus disebut snakehead atau ikan kepala ular karena memiliki
kepala besar dan agak gepeng, mulut besar dengan gigi-gigi besar dan tajam serta
memiliki sisik besar diatas kepalanya. Tubuhnya berbentuk bulat gilig memanjang,
seperti peluru kendali. Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di
ujungnya. Sisi atas tubuh dari kepala hingga ekor berwarna gelap, hitam
kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh berwarna putih, mulai dari dagu
sampai ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata, bercoret-coret)
yang agak kabur. Warna ini sering kali menyerupai lingkungan disekitarnya
(Ardianto, 2015).
Menurut Suwandi et al, (2014) kandungan protein yang diperoleh pada
9
besar. Kadar abu yang terkandung dalam daging ikan gabus dipengaruhi oleh
kandungan mineral yang terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut.
Kandungan zat gizi tiap 100 gram ikan gabus segar dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1 Kandungan zat gizi ikan gabus tiap 100 gram ikan gabus segar
Kandungan Zat Gizi Satuan Jumlah
Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2005
Ikan gabus diketahui mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan
jenis ikan lainnya. Kadar protein ikan gabus mencapai 25,5%, lebih tinggi
dibandingkan protein ikan bandeng (20,0%), ikan emas (16,05%), ikan kakap
(20,0%), maupun ikan sarden (21,1%). Kadar albumin ikan gabus bisa mencapai
6,22% (Carvalo, 1998; Nugroho, 2013).
Ikan gabus merupakan sumber albumin yang potensial. Para praktisi
kesehatan telah memanfaatkan ekstrak ikan gabus sebagai makanan tambahan
(menu ekstra) untuk penderita terindikasi hipoalbuminemia, luka bakar, dan diet
setelah operasi. Dari berbagai studi kasus dan penelitian diketahui bahwa ekstra
ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin pada kasus-kasus
albuminemia dan mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus pasca
10
Albumin merupakan fraksi protein didalam putih telur dan mempunyai
beberapa fungsional yang penting pada proses pengolahan pangan. Untuk
mendapatkan protein albumin yang awet antara lain dapat dilakukan dengan cara
pengeringan (Legowo et al, 2003). Pemanfaatan ikan gabus yang lebih optimal
yaitu dengan cara pembuatan tepung ikan gabus sebagai makanan tambahan
(Food Suplement) dan salah satu sumber pangan fungsional (Fatmawati, 2014).
Menurut Rohmawati (2010), Ada kecendrungan perbedaan kandungan albumin
berdasarkan berat badan ikan gabus. Semakin berat bobot badan ikan gabus, maka
kandungan albumin cenderung meningkat.
Pada tubuh manusia, albumin di produksi di hati (hepar) dalam bentuk
proalbumin. Kemudian sekresi oleh sel golgi dalam jumlah sekitar 60% cairan
berupa serum darah, dengan konsentrasi antara 30-50 gram/liter dengan kurun
waktu sekitar 20 hari yang dibutuhkan. Hal ini berfungsi untuk membentuk
jaringan baru dan pemulihan jaringan yang rusak karena bakteri dalam tubuh.
Dalam kondisi normal, hati dapat memproduksi albumin sekitar 11-15 gram/hari,
dan kadar normal albumin yang dibutuhkan dalam tubuh manusia berkisar antara
3-5 g/dl (Ardianto, 2015).
2.1.1 Tepung Ikan Gabus
Tepung ikan gabus merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan
dengan cara mengeluarkan cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang
terkandung di dalam daging ikan. Tepung ikan gabus awalnya hanya