• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Gizi dan Daya Terima Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata Sp) dan Sari Daun Pandan Wangi (Pandamus Amarylifolius Roxb)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Gizi dan Daya Terima Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata Sp) dan Sari Daun Pandan Wangi (Pandamus Amarylifolius Roxb)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

1. Cicipilah sampel satu persatu

2. Pada kolom kode sampel berikan penilaian Anda dengan cara

memasukkan nomor (lihat keterangan yang ada di bawah tabel)

berdasarkan tingkat kesukaan.

3. Netralkan indra pengecap Anda dengan air putih setelah selesai mencicipi

sampel.

4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.

5. Setelah selesai berikan komentar Anda pada kolom yang telah disediakan.

Indikator Kode Sampel Mi Basah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Lampiran 6.

Daftar Panelis Dalam Uji Organoleptik Mi Basah Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

27 Zuriatina Chairani Perempuan 22

28 Dahlia Ningsih Perempuan 22

29 Sahira Sahiba Perempuan 22

(7)

Lampiran 7.

(8)

Lampiran 8.

(9)

Lampiran 9.

(10)

Lampiran 10

Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Uji Organoleptik Warna, Aroma, Rasa, Dan Tekstur Pada Setiap Perlakuan Mi Basah

(11)

Rasa * Perlakuan Crosstabulation

Count

Perlakuan

Total Penambahan 0%

Penambahan

10%

Penambahan

20%

Rasa tidak suka 9 3 7 19

kurang suka 11 10 4 25

suka 10 17 19 46

Total 30 30 30 90

Tekstur * Perlakuan Crosstabulation

Count

Perlakuan

Total Penambahan 0%

Penambahan

10%

Penambahan

20%

Tekstur tidak suka 1 1 8 10

kurang suka 6 6 3 15

suka 23 23 19 65

(12)

Lampiran 11

Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Warna Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

a. Hasil uji normalitas

Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Warna Penambahan 0% .292 30 .000 .772 30 .000

Penambahan 10% .389 30 .000 .624 30 .000

Penambahan 20% .350 30 .000 .725 30 .000

a. Lilliefors Significance Correction

b. Hasil uji Kruskal-Wallis

Test Statisticsb,c

Warna

Chi-Square 1.933

df 2

Asymp. Sig. .380

Monte Carlo Sig. Sig. .383a

95% Confidence Interval Lower Bound .374

Upper Bound .393

a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1509375996.

b. Kruskal Wallis Test

(13)

Lampiran 12

Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Aroma Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

a. Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Aroma Penambahan 0% .256 30 .000 .787 30 .000

Penambahan 10% .407 30 .000 .656 30 .000

Penambahan 20% .395 30 .000 .669 30 .000

a. Lilliefors Significance Correction

b. Hasil uji Kruskal-Wallis

Test Statisticsb,c

Aroma

Chi-Square 5.476

Df 2

Asymp. Sig. .065

Monte Carlo Sig. Sig. .061a

95% Confidence Interval Lower Bound .057

Upper Bound .066

a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 102891863.

b. Kruskal Wallis Test

(14)

Lampiran 13

Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Rasa Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

a. Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Rasa Penambahan 0% .217 30 .001 .803 30 .000

Penambahan 10% .350 30 .000 .725 30 .000

Penambahan 20% .392 30 .000 .661 30 .000

a. Lilliefors Significance Correction

b. Hasil Uji Kruskal-Wallis

Test Statisticsb,c

Rasa

Chi-Square 5.400

df 2

Asymp. Sig. .067

Monte Carlo Sig. Sig. .065a

95% Confidence Interval Lower Bound .060

Upper Bound .070

a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 846668601.

b. Kruskal Wallis Test

(15)

Lampiran 14

Hasil Uji Statistik Penilaian Organoleptik terhadap Tekstur Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

a. Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Tekstur Penambahan 0% .462 30 .000 .559 30 .000

Penambahan 10% .462 30 .000 .559 30 .000

Penambahan 20% .395 30 .000 .651 30 .000

a. Lilliefors Significance Correction

b. Hasil uji Kruskal Wallis

Test Statisticsb,c

Tekstur

Chi-Square 3.231

Df 2

Asymp. Sig. .199

Monte Carlo Sig. Sig. .196a

95% Confidence Interval Lower Bound .188

Upper Bound .204

a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 490958494.

b. Kruskal Wallis Test

(16)

Lampiran 15

Perhitungan AKG Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Hasil analisis kandungan zat gizi mi basah dengan penambahan tepung

ikan gabus yang dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri

Medan yaitu pada sampel mi basah F1, F2, dan F3 dalam 100 gram bahan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1. Hasil Analisis Kandungan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

No. Parameter F1 F2 F3 Metode

hari yaitu 200 gram. Kandungan gizinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.2. Kandungan Gizi dalam 200 g Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

No. Zat Gizi F1 F2 F3

Kebutuhan Angka Kecukupan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Kebutuhan kalori per hari 1125-1600 kkal

1. Kebutuhan Protein adalah sebesar 10% dari total kebutuhan energi sehari.

(17)

Kebutuhan protein, 10% x 1600 : 4 gram = 40 gram

2. Kebutuhan Lemak adalah sebesar 20% dari total kebutuhan energi sehari.

(20% x total energi harian : 9 gram = ….. gram)

Kebutuhan lemak, 20% x 1125 : 9 gram = 25 gram

Kebutuhan lemak, 20% x 1600 : 9 gram = 35,5 gram

3. Kebutuhan Karbohidrat adalah sisa dari total energi harian dikurangi

persentase lemak dan protein, dapat dihitung dengan rumus (70% x total

energi harian : 4 gram= ……gram)

Kebutuhan karbohidrat yang dimiliki, 70% x 1125 : 4 gram = 196,8 gram.

Kebutuhan karbohidrat yang dimiliki, 70% x 1600 : 4 gram = 280 gram.

4. Kebutuhan Zat Besi (Fe) untuk anak usia sekolah (1-6 tahun) adalah mulai

dari 8-9 mg per orang per hari.

Angka Kecukupan Gizi Balita (1125 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F1, yaitu : Protein =

Tabel 1.3 Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) Pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F1)

(18)

Angka Kecukupan Gizi Balita (1600 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F1, yaitu : Protein = Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F1)

Zat Gizi %AKG *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 1600 kkal.

Angka Kecukupan Gizi (1125 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F2, yaitu :

Protein =

Tabel 1.5 Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) Pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F2)

(19)

Angka Kecukupan Gizi Balita (1600 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F2, yaitu : Protein = Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F2)

Zat Gizi %AKG *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 1600 kkal.

Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F3, yaitu :

Protein =

Tabel 1.7 Angka Kecukupan Gizi (1125kkal) Pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F3)

(20)

Angka Kecukupan Gizi Balita (1600 kkal) pada Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi F3, yaitu : Protein = Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi (F3)

(21)

Lampiran 16

Dokumentasi Penelitian

ggg

Gambar 1. (A) Daun Pandan wangi (B) Ikan Gabus

Gambar 2. Daging Ikan Gabus yang sudah dipisahkan dari tulang, kepala, dan ekornya.

(22)

s gfs g G

Gambar 3. (A) Proses Pengeringan daging ikan gabus setelah di kukus (B) penghalusan daging ikan gabus setelah proses

pengeringan

(A) (B)

(23)

Gambar 5.(A) daun pandan wangi yang sudah dipotong, (B) Daun pandan yang sudah di blender dan di saring dan siap untuk diendapkan.

Gambar 6. Bahan bahan dalam pembuatan Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

(A)

(24)
(25)

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia, R., 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Ali, M., 1992. Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa.

Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Anonym. 2014. Cake Pandan Harum dan yummy.

http://www.justtryandtaste.com /2014/11/cake-pandan-harum-dan-yummy.html diakses 31 januari 2016

AOAC., 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry Inc, Vol. 2. Washington D.C : The Association Analytical Chemistry.

Ardianto, D., 2015. Buku Pintar Budi Daya Ikan Gabus. Yogyakarta : FlashBooks.

Astawan, M., 2008. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.

Badan Ketahanan Pangan, 2013. Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan 2013. Badan Ketahanan Pangan Nasional.

Badan Standardisasi Nasional., 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2897-1992) tentang Mi Basah. Departemen Perindustrian dan Prdagangan Republik Indonesia, Jakarta.

Bloch, 1793. Species Fact Sheets Channa striata. FAO : Fisheries and Aquaculture Department

Budiarto, 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.

Courtenay, W.J., 2004. Snakeheads (Pisces, Channidae) – A biological Synopsis and Risk Assessment. US Geological Survey Circular ; 1251, series II.

Cheetangdee, V., Siree, C., 2006. Free Amino Acid and Reducing Sugar Composition of Pandan (Pandamus amarylifolius Roxh.) Leaves. Thailand : Department of Food Science and Technology, Faculty of Agroo-Industry. Kasetsart University.

(26)

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta

Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak., 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional Kesehatan). Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Dokter Anak Indonesia., 2014. Kebutuhan Gizi dan Nutrisi Anak di Bawah 5 tahun. http://klinikgizi.com/2014/10/02/kebutuhan-gizi-dan-nutrisi-anak-di-bawah-5-tahun/ diakses pada tanggal 27 agustus 2016.

Donna, L., 2014. Pandan Extract. http://dapur-vanilla.blogspot.co.id/2014/07/ pandan-extract.html. diakses pada tanggal 27 juli 2015.

Fatmawati., 2014. Tepung Ikan Gabus Sebagai Sumber Protein (Food Supplement). Jurnal Bionature, Volume 15 No.1, April 2014. Hlm.54-60.

Gultom, Y.T., 2013. Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Mi Basah ynag Dimodifikasi dengan Tempe dan Wortel (Daucus carota L.). Skripsi, FKM USU, Medan

Koswara, S., 2009. Seri Teknologi Pangan Populer : Teknologi Pengolahan Mie. Ebook pangan.com. Teknologi Pangan UNIMUS

Kamadi, 2014. Pengelolaan Program Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Di SDN Dersono Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kurnia, P., Sarbini, D., Rahmawaty, S., 2010. Efek Fortifikasi Fe dan Zn pada

Biskuit yang Diolah dari Kombinasi Tempe dan Bekatul untuk Meningkatkan Kadar Albumin Anak Balita Kurang Gizi dan Anemia. Eksplanasi volume 5. No. 2. Edisi Oktober 2010.

Kusumawardhani, T., 2006. Pemberian Diet Formula Tepung Ikan Gabus (Ophiocepalus Striatus) pada Penderita Sindrom Nefrotik. Sari Pediatri, Vol,8 No.3 Hlm : 251-256.

Legowo et al., 2003. Fractination Technology and Drying for Hen Egg`s Albumin Protein. J.Indon.Trop.Anim.Agric. Vol.28 No.2 pp : 83-89. Lubis, I.H., 2008. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu

Tepung Pandan. Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(27)

Nofalina, Y, 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Terigu Terhadap Daya Terima, Kadar Karbohidrat dan Kadar Serat Kue Prol Bonggol Pisang (Musa paradisiaca). Skripsi. Universitas Jember.

Nugroho, 2013. Uji Biologi Ekstrak Kasar dan Isolat Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Berat Badan dan Kadar Serum Albumin Tikus Mencit. Jurnal Saintek Perikanan Vol.9 No.1 pp: 49-54.

Palupi, N.S., Zakaria, F.R., Prangdimurti, E., 2007. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-learning ENBP, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.

Pang, C.J., Noerhartati, E., Rejeki, F.S., 2013. Optimasi Proses Pengolahan Mi Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis). Jurnal REKA Agroindustri Vol I No.1.

PERMENKES No. 75 Tahun 2013 : Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Permitasari, W., 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Lele (Clarias Batracus) Pada Pembuatan Mie Basah Terhadap Kadar Kalsium, Elastisitas, Dan Daya Terima. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Rahayu, W.P., 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Risti, Y. 2013 Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kadar Protein, Serat, Tingkat Kekenyalan dan Penerimaan Mie Basah Bebas Gluten Berbahan Baku Tepung Komposit, (Tepung Komposit : Tepung Mocaf, Tepung Tapioka dan Maizena). Journal of Nutrition College, Vol.2 No.4 Hal 696-703.

Rohman dan Sumantri., 2013. Analisis Kimia Pangan. Universitas Gajah Mada Yogyakarta : UGM Press.

Rohmawati, S., 2010. Kandungan Albumin Ikan Gabus Berdasarkan Berat Badan Ikan. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang.

Saparinto, C., 2006. Gizi dan Aneka Masakan dari Bahan Ikan Dilengkapi 190 Resep Masakan. Dahara Prize. Semarang.

(28)

Sumarmi, S., Andarina D., 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin. The Indonesian Journal of Public Health, Vol.3 No.1 pp : 19-23.

Suyanti., 2008. Membuat Mi Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suwandi, R., Nurjanah., Winem, M., 2014. Proporsi bagian tubuh dan kadar proksimat ikan gabus pada berbagai ukuran. JPHPI Vol. 17 No. 1 Hal. 22-28.

Wagiyono., 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.

Winarno, F.G., 1993. Pangan : Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan penambahan tepung ikan gabus yaitu

0%, 10%, dan 20% terhadap total berat adonan serta penambahan 20% sari daun

pandan disetiap perlakuan agar menghasilkan warna yang sama dan diulang

sebanyak 2 kali dengan tujuan untuk memperkecil kesalahan penimbangan dalam

proses pembuatan mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun

pandan wangi.

Adapun formulasi campuran penambahan tepung sebagai berikut.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Pada Pembuatan Mi Basah

Perlakuan Ulangan

10%, dan 20% sari daun pandan wangi

F3 : Mi Basah dengan penambahan tepung terigu 80%, tepung ikan gabus 20%, dan 20% sari daun pandan wangi

(30)

28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Pembuatan tepung ikan gabus dan uji daya terima dilakukan di

Laboratorium Gizi FKM USU. Pembuatan mi basah dan sari daun pandan wangi

dilakukan di rumah peneliti. Sedangkan pengujian zat gizi dilakukan di

Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Mei 2016 sampai dengan Agustus

2016.

3.3 Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah mi basah yang terbuat dari 3 perlakuan

penambahan tepung ikan gabus yaitu 0%, 10%, dan 20% terhadap total berat

adonan serta penambahan 20% sari daun pandan pada setiap perlakuan.

3.4 Definisi Operasional

1. Mi basah adalah mi yang dibuat dengan tepung terigu dan tepung ikan

gabus serta sari daun pandan wangi dengan proses perebusan.

2. Tepung ikan gabus adalah daging ikan gabus segar yang diolah menjadi

tepung melalui proses pencucian, pengukusan, pengeringan, dan

penghalusan.

3. Sari daun pandan wangi adalah hasil endapan daun pandan wangi yang

(31)

29

4. Kandungan gizi mi basah adalah komposisi zat gizi pada mi basah yang

meliputi energi, protein, dan zat besi (fe) yang akan di uji dengan

menggunakan uji laboratorium.

5. Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap cita rasa mi basah

dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi yang

meliputi aroma, warna, tekstur, dan rasa.

3.5 Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, loyang,

panci kukusan, blender, ampia/alat pencetak mi, pisau, gelas ukur, tirisan, baskom

atau wadah, timbangan, sendok, kompor, ayakan.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan gabus adalah dari

ikan gabus yang masih hidup dan segar yang diambil dari sungai Lae Soraya Kota

Subulussalam dan dibawa ke Kota Medan dengan menggunakan mobil. Ikan yang

dibawa masih dalam keadaan hidup dan proses pengolahan menjadi tepung

dilakukan di laboratorium FKM USU. Ikan yang dipilih adalah ikan yang

panjangnya ±50 cm dan lebar 7-12 cm, serta berat rentang 1,5 kg hingga 2 kg. Hal

ini dilakukan karena semakin besar ikan gabus yang digunakan maka akan

mempengaruhi rasa dan jumlah daging yang diperoleh.

Bahan tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu cakra kembar

dengan kadar protein 12% yang diperoleh dari pasar tradisional. Bahan yang

digunakan dalam pembuatan sari daun pandan wangi adalah daun pandan yang

diperoleh dan diolah di rumah peneliti di Kota Subulussalam. Kriteria daun

(32)

30

terletak dibarisan bawah tanaman. Karena semakin tua daun pandan yang diambil,

maka warna yang diperoleh juga akan lebih hijau, serta aroma yang lebih wangi.

Jenis dan ukuran bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jenis dan ukuran bahan pembuatan mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi

Jenis bahan Kelompok Eksperimen

F1 F2 F3

Tepung ikan gabus 0 gr 50 gr 100 gr

Tepung terigu 500 gr 450 gr 400 gr

Sari daun pandan wangi Telur

Pada pembuatan mi basah, penulis telah melakukan beberapa

perbandingan perlakuan dimana hasil yang didapat menunjukkan perbedaan dari

tekstur yang akan lebih sulit untuk dibentuk menjadi lembaran-lembaran mi. Dari

hasil beberapa perbandingan tersebut maka dipilih penambahan tepung ikan gabus

10%, dan 20%. Begitu juga dengan perbandingan penambahan sari daun pandan

wangi. Semakin banyak penggunaan sari daun pandan wangi akan membuat

warna mi semakin hijau dan mempengaruhi daya terimanya. Penambahan sari

(33)

31

3.6 Tahapan Penelitian

3.6.1 Proses Pembuatan Tepung Mi Basah 3.6.1.1Tepung Ikan Gabus

Gambar 3.1. Diagram Alur Pembuatan Tepung Ikan Gabus

Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung ikan dimulai dari

tahap pembersihan ikan, disiangi (dibuang kepala, ekor, sisik, insang, isi perut dan

sirip). Selanjutnya dicuci dengan air bersih sebanyak 3 kali ulangan hingga daging

ikan sudah bersih dari darah dan sisiknya. Selanjutnya dikukus selama 30 menit.

Tujuan pengukusan ini untuk membunuh mikroba, dan memudahkan pelunakan Ikan Gabus

Dibersihkan, dan disiangi (buang kepala, ekor, sisik, insang, isi perut dan sirip)

Dikukus selama ±30 menit

Dihaluskan

Pengayakan

Tepung Ikan Gabus

(34)

32

daging, serta mengurangi bau amis. Berikutnya, pisahkan daging ikan dari tulang

ikan dan kulit. Lalu daging ikan tersebut di keringkan dengan oven pada suhu

500C selama ±9 jam. Setelah kering, dihaluskan dengan menggunakan alat

penggiling atau blender. Selanjutnya lakukan pengayakan agar diperoleh butiran

tepung yang halus dan sama.

3.6.1.2Sari Daun Pandan Wangi

Gambar 3.2. Diagram Alur Pembuatan Sari Daun Pandan Wangi

Bagan di atas menjelaskan, mula-mula daun pandan wangi dicuci, lalu

diperkecil ukurannya kemudian giling sebagian lalu peras airnya. Air hasil

perasan kemudian dicampurkan lagi untuk menghaluskan pandan berikutnya.

Begitu seterusnya hingga daun pandan habis. Selanjutnya rebus dengan api kecil

(500C) hingga mendidih. Tuang air jus pandan ke dalam gelas botol dan biarkan

sarinya mengendap (±12 jam).

Daun Pandan Wangi

Dibersihkan, diperkecil ukurannya.

Dihaluskan dan direbus hingga mendidih

Diendapkan selama ±12 jam

(35)

33

3.6.2 Proses Pembuatan Mi Basah

Gambar 3.3. Cara pembuatan Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi.

Bagan di atas menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan mi basah F1, F2,

dan F3. Proses pembuatan mi basah melalui beberapa tahap yaitu : tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

1) Tahap persiapan

Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan mi

basah.

Pengadukan bahan

Pembentukan lembaran mi dengan ampia

Perebusan dengan air (yang sudah ditambah dengan 10 gr minyak goreng) mendidih 1000C selama 2 menit.

(36)

34

2) Tahap pelaksanaan

- Untuk mi basah perlakuan F1, tuangkan tepung terigu dan garam dalam

baskom. Campurkan sari daun pandan dengan sedikit air lalu lalu

masukkan kedalam baskom yang sudah berisi tepung terigu dan garam.

Kocok telur sampai mengembang masukkan dalam adonan. Aduk bahan

hingga membentuk adonan. Seelanjutnya, adonan dibagi menjadi 3

bagian. Satu demi satu adonan ditipiskan dengan ampia dengan ukuran 5

mm. Kemudian digiling berbentuk mi dengan ampia.

- Untuk mi basah perlakuan F2, tuangkan tepung terigu, tepung ikan gabus

dan garam dalam baskom. Campurkan sari daun pandan dengan sedikit

air lalu lalu masukkan kedalam baskom yang sudah berisi tepung terigu

dan garam. Kocok telur sampai mengembang masukkan dalam adonan.

Aduk bahan hingga membentuk adonan. Selanjutnya adonan dibagi

menjadi 3 bagian. Satu demi satu adonan ditipiskan dengan ampia

dengan ukuran 5 mm. Kemudian digiling berbentuk mi dengan ampia.

- Untuk mi basah perlakuan F3 tuangkan tepung terigu, tepung ikan gabus

dan garam dalam baskom. Campurkan sari daun pandan dengan sedikit

air lalu lalu masukkan kedalam baskom yang sudah berisi tepung terigu

dan garam. Kocok telur sampai mengembang masukkan dalam adonan.

Aduk bahan hingga membentuk adonan. Selanjutnya adonan dibagi

menjadi 3 bagian. Satu demi satu adonan ditipiskan dengan ampia

(37)

35

3) Tahap penyelesaian

- Rrebus mi dengan air mendidih (suhu 1000C) yang sebelumnya sudah

ditambah dengan minyak goreng. Mi direbus selama 2 menit lalu

ditiriskan.

3.7 Uji Daya Terima

Penilaian daya terima mi basah dilakukan dengan uji organoleptik. Uji

organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik

yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik untuk menyatakan suka/tidaknya

terhadap suatu produk. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan menggunakan skala hedonik

Sembilan titik sebagai acuan. Namun untuk mempermudah panelis dalam menilai,

peneliti memperkecil skala ini menjadi 3 tingkatan dengan skor paling rendah

adalah 1 dan skor paling tinggi adalah 3 (Setyaningsih et al., 2010). Berikut

tingkatan skala hedonik disajikan dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3. Tingkat penerimaan panelis

Organoleptik Skala hedonik Skala numerik

(38)

36

3.7.1 Pelaksanaan Penilaian 3.7.1.1Waktu dan Tempat

Penilaian uji daya terima terhadap mi basah dengan penambahan tepung

ikan gabus dan sari daun pandan wangi dilakukan di Laboratorium Gizi FKM

USU Kota Medan.

3.7.1.2Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah mi basah dengan penambahan tepung ikan

gabus dan tepung terigu serta sari daun pandan wangi dengan Perlakuan F1, F2,

dan F3. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis, dan

air minum dalam kemasan.

3.7.1.3Langkah – langkah Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk diruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir

penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara

pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan

penilaian pada lembar formulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan

(39)

37

3.7.2 Panelis

Jenis panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak

terlatih sebanyak 30 Mahasiswa FKM USU yang akan memberi nilai mi basah

berdasarkan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada saat diminta

tanggapan dan penilaian, panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami

cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai, dan bersedia untuk menjadi

panelis.

3.8 Analisis Kandungan Gizi

Penentuan kandungan gizi mi basah tepung ikan gabus dan sari daun

pandan wangi dilakukan di laboratorium Balai Riset Standardisasi Industri

Medan. Penentuan tersebut dipaparkan sebagai berikut.

3.8.1 Uji Kadar Protein

Uji kadar protein yang dilakukan dengan Metode Kjedahl-Mikro yaitu

sebagai berikut (Winarno, 1997) :

1. Timbang seksama ± 200 gram cuplikan/sampel dengan neraca analitik digital

kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 500 ml.

2. Tambahkan 1 tablet campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan

larutan menjadi jernih kehijau – hijauan.

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dengan air dan masukkan ke dalam labu

ukur 250 ml, tepatkan sampai garis tanda dengan aquadest.

5. Pipa 50 ml larutkan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 30 ml

(40)

38

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit (hingga terlihat letupan – letupan),

sebagai penampung gunakan 25 ml larutan asam borat 4% yang telah

dicampurkan indicator mengsel.

7. Bilasin ujung pendingin dengan air suling. Titrasi dengan larutan HCL 0,1 N

hingga warna larutan menjadi biru tua.

Kadar protein (N-Total) dapat dihitung dengan rumus :

Kadar N(%)=(ml HCl – ml HCl blanko) x Normalitas HCl x 14.007 x 100%

mg sampel

Kadar protein(%) = %N x faktor konversi

Keterangan : Faktor Konversi (5.95 untuk tepung beras dan 6.25 untuk bahan lain)

3.8.2 Uji Kadar Karbohidrat

Hidrolisis Karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu2+

menjadi Cu1+. Kelebihan Cu2+ dapat dititar secara iodometri yaitu menggunakan

cara kerja :

1. Timbang seksama lebih kurang 5 gram sampel ke dalam Erlenmeyer

500 ml

2. Tambahkan 200 ml larutan HCL 3% didihkan selama 3 jam dengan

pendingin tegak.

3. Dinginkan dan nettralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus

atau fenoltalein), dan tambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana

larutan sedikit asam.

4. Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 ml dan impitkan hingga tanda

(41)

39

5. Pipet 10 ml saringan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml

larutan luff (dengan pipet) dan beberapa butir baut didih serta 15 ml air

suling.

6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap. Usahakan agar

larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch),

didihkan terus selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai

mendidih dan gunakan stopwatch) kemudian dengan cepat dinginkan

dalam bak terisi es.

7. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan Kl 20% dan 25 ml H2SO4 25%

perlahan – lahan.

8. Titar secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan penunjuk larutan

kanji 0,5%)

9. Kerjakan juga blanko

Perhitungan : (Blanko-penitar) x N tio x 10 setara dengan terusi yang

tereduksi, kemudian lihat dalam daftar Luff Schoorl berapa mg gula yang

terkandung untuk ml tio yang dipergunakan.

Kadar glukosa = bobot cuplikan (mg) x Fpx 100%

W

Keterangan :

W = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan, dalam mg dari daftar

Fp = faktor pengenceran

(42)

40

3.8.3 Uji Kadar Lemak

Cara menganalisa kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet.

Keringkan labu lemak di dalam oven lalu dinginkan dalam desikator dan timbang.

Selanjutnya timbang 25 gram sampel dalam bentuk tepung dibungkus dengan

kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, lalu pasang alat

kondensor di bagian atas dan labu lemak di bagian bawah. Tuangkan pelarut

heksan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang

digunakan. Lakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut turun kembali

kedalam labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada dalam lemak dan

tamping pelarutnya, lalu labu lemak hasil ekstraksi panaskan dalam oven dengan

suhu 1050C sampai kering. Selanjutnya dinginkan dalam desikator, kemudian

timbang labu beserta lemaknya (AOAC, 1995).

Rumus untuk menghitung kadar lemak yaitu :

Kadar lemak =

x 100%

3.8.4 Perhitungan Kadar Energi

Analisa kadar energi dihitung dengan perhitungan kalori, sebagai berikut.

Energi (kkal) = 9 x gr (lemak) + 4 x gr (protein) + 4 x gr (karbohidrat)

3.8.5 Uji Kadar Besi

Pengukuran kadar zat besi dilakukan dengan menggunakan metode

Spektofometri Serapan Atom (SSA). Prinsip dari metode SSA ini dimulai dari

(43)

41

(Rohman dan Sumantri, 2013). Langkah – langkah tersebut dapat dilihat sebagai

berikut.

1. Proses Pengabuan. Haluskan sampel lalu timbang sebanyak 50 gram dalam

krus porselen. Masukkan kedalam tanur dengan temperature awal 1000C

dan perlahan-lahan temperature dinaikkan hingga suhu 6000C dengan

interval 25 setiap 5 menit. Proses pengabuan ini dilakukan selama 40 jam

(dihitung saat suhu sudah dititik 6000C ). Selanjutnya tanur krus porselen

dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Tambahkan 5 ml

HNO3 (1:1) dan biarkan hingga dingin pada desikator.

2. Pelarutan sampel. Sampel hasil pengabuan dilarutkan kedalam 5 ml HNO3

(1:1), lalu dipindahkan kedalam labu ukur 50 ml. bilas krus dengan

porselen 10 ml akuabides sebanyak tiga kali dan cukupkan akuabides

hingga garis tanda. Saring dengan kertas saring Whatman no.42 dimana 5

ml filtrate pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian

filtrate selanjutnya ditampung ke dalam botol.

3. Membuat kurva kalibrasi. Pipet sebanyak 5 ml larutan baku besi dengan

konsentrasi 1000 μg/ml dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan

dicukupkan dengan hingga garis tanda dengan akuabides konsentrasi 50

μg/ml. Lalu persiapkan larutan untuk dilakukan kurva kalibrasi. Larutan

ini dibuat dengan memipet 1,2,3,4, dan 5 ml larutan baku 50 μg/ml.

Masing-masing larutan itu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan

dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides dan ukur absorbansi pada

(44)

42

4. Perhitungan kadar besi. Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 4

ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan dicukupkan dengan

akuabides hingga garis tanda dengan faktor pengenceran 25 ml/4 ml 6,25

kali. Lalu ukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer

serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana

penetapan kadar besi dilakukan pada panjang gelombang 248,3 nm dengan

nyala udara asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam

rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel

ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Kadar besi (μg/g) =

Keterangan :

a = konsentrasi larutan sampel (μg/mL) b = konsentrasi larutan blanko (μg/mL) V = volume ekstrak (mL)

Fp = faktor pengenceran (25 ml/4 ml 6,25 kali)

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Data dalam penelitian disajikan dalam tabel. Penyajian dalam bentuk tabel

merupakan penyajian data dalam bentuk angka yang disusun secara teratur dalam

kolom dan baris. Penyajian dalam bentuk tabel banyak digunakan pada penulisan

laporan penelitian yang dilakukan (Budiarto, 2003). Data yang diperoleh dari

panelis lebih dahulu dianalisis untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk

mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992).

%

=

Keterangan : % = skor presentase

(45)

43

Untuk mengubah skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,

analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu

sebagai berikut :

1. Nilai tertinggi = 3 (suka)

2. Nilai terendah = 1 (tidak suka)

3. Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

4. Jumlah panelis = 30 orang

5. Nilai Skor

a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi= 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah= 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum =

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval

persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.

Table 3.4 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Presentase Kriteria Kesukaan

78-100 Suka

56-77 Kurang suka

34-55 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap mi basah

(46)

44

yang dihasilkan. Analisis data menggunakan uji Anova One Way yang digunakan

untuk menguji perbedaan rata-rata lebih dari dua sampel dengan syarat populasi

yang diuji harus berdistribusi normal, varians populasi-populasi tersebut adalah

sama.

Ho : Data berdistribusi normal

Ha : Data tidak berdistribusi normal

Bila populasi tidak berdistribusi normal (p < 0,05) maka dapat digunakan

alternatif dari uji Anova One Way (uji parametrik), yaitu uji Kruskal Wallis (uji

non-parametrik) dengan tingkat signifikan 0,05.

Ho : Tidak ada perbedaan daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan

tekstur antara perlakuan F1, F2, dan F3.

Ha : Ada perbedaan daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

antara perlakuan F1, F2, dan F3.

Apabila dari uji Anova One Way ditemukan adanya perbedaan yang nyata

(p<0,05) dari masing-masing perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan

untuk menentukan perbedaan tingkat kesukaan terhadap ketiga perlakuan mi

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Berdasarkan tiga perlakuan terhadap mi basah dengan penambahan tepung

ikan gabus 0%, 10%, 20% dari berat total adonan dan 20% penambahan sari daun

pandan wangi pada setiap perlakuan, dihasilkan mi basah yang berbeda-beda.

Perbedaan ketiga mi basah yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1 Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus (0%, 10%, 20%) dan Sari Daun Pandan Wangi 20% pada setiap perlakuan

Tabel 4.1 Karakteristik Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Karakteristik Mi Basah

F1 F2 F3

Warna Hijau kekuningan Hijau muda Hijau agak tua

Aroma Khas pandan Khas pandan Khas pandan

Rasa Khas pandan Khas pandan Khas pandan

Tekstur Basah dan kenyal Basah dan kenyal Basah dan sedikit kenyal

(48)

46

Keterangan

F1 : Tepung terigu 100% , tepung ikan gabus 0% dan sari daun pandan 20% F2 : Tepung terigu 90%, tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% F3 : Tepung terigu 80%, tepung ikan gabus 20% dan sari daun pandan 20%

4.2 Analisis Organoleptik Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

4.2.1 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Warna

Hasil analisis organoleptik warna mi basah yang menggunakan skala

hedonik dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Warna

Kriteria

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji

organoleptik terhadap warna mi basah adalah mi basah perlakuan penambahan

tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% yaitu 86,67% dengan kriteria

kesukaan adalah suka (60,00%). Sedangkan untuk nilai total skor terendah

menunjukkan warna mi basah yang kurang disukai oleh panelis yaitu mi basah

tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan jumlah persentasi skor

77,78%.

Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan

memiliki data yang tidak normal (nilai p<0,05) (Lampiran 9) sehingga dilanjutkan

dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dengan tingkat

(49)

47

artinya tidak ada perbedaan daya terima terhadap warna pada ketiga perlakuan mi

basah yang dihasilkan. Dengan kata lain, ketiga warna mi basah sama-sama

disukai oleh panelis.

4.2.2 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Aroma

Hasil analisis organoleptik aroma mi basah yang menggunakan skala

hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Aroma Kriteria

organoleptik terhadap aroma mi basah adalah mi basah perlakuan penambahan

tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% yaitu 86,67% dengan kriteria

kesukaan adalah suka (66,67%). Sedangkan untuk nilai total skor terendah

menunjukkan aroma mi basah yang kurang disukai oleh panelis yaitu mi basah

tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan jumlah persentasi skor

75,55%.

Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan

memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 10) sehingga

dilanjutkan dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal- Wallis dengan

tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (Lampiran 10) diperoleh nilai p sebesar

(50)

48

ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan. Dengan kata lain, ketiga aroma mi

basah sama-sama disukai oleh panelis.

4.2.3 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Rasa

Hasil analisis organoleptik rasa mi basah yang menggunakan skala

hedonik dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Rasa

Kriteria

organoleptik terhadap rasa mi basah adalah mi basah perlakuan penambahan

tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20%. Sedangkan untuk nilai total

skor terendah menunjukkan rasa mi basah yang kurang disukai oleh panelis yaitu

mi basah tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan jumlah

persentasi skor 67,77%.

Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan

memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 11) sehingga

dilanjutkan dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dengan

tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (Lampiran 11) diperoleh nilai p sebesar

(0,067) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan daya terima terhadap rasa pada ketiga

(51)

sama-49

4.2.4 Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Tekstur

Hasil analisis organoleptik tekstur mi basah yang menggunakan skala

hedonik dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Organoleptik Mi Basah terhadap Tekstur Kriteria

perlakuan penambahan tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20% dan mi

basah perlakuan penambahan tepung ikan gabus 20% dan sari daun pandan 20%

yaitu 91,11% dengan kriteria kesukaan adalah suka (76,67%). Sedangkan untuk

nilai total skor terendah menunjukkan tekstur mi basah yang kurang disukai oleh

panelis yaitu mi basah tanpa dilakukan penambahan tepung ikan gabus dengan

jumlah persentasi skor 78,89%.

Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa ketiga perlakuan

memiliki data yang tidak normal (nilai p < 0,05) (Lampiran 12) sehingga

dilanjutkan dengan uji Kruskal-wallis. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dengan

tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05 (Lampiran 12) diperoleh nilai p sebesar

(0,199) > 0,05 artinya tidak ada perbedaan daya terima terhadap tekstur pada

ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan. Dengan kata lain, ketiga tekstur mi

(52)

50

4.2.5 Hasil Organoleptik Seluruh Indikator

Hasil organoleptik berdasarkan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur

pada 3 perlakuan mi basah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.6 Persentase Hasil Organoleptik seluruh indikator pada mi basah tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi

Perlakuan Persentase hasil organoleptik Jumlah Rata-rata Kriteria Warna Aroma Rasa Tekstur

F1 77,78 75,55 67,77 91,11 312,22 78,05 Suka

F2 86,67 86,67 82,22 91,11 346,67 86,67 Suka

F3 82,22 86,66 80,00 78,89 327,78 81,94 Suka

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari ketiga perlakuan mi basah tepung ikan

gabus dan sari daun pandan wangi, memiliki kriteria yang disukai oleh panelis

berdasarkan warna, aroma, rasa, dan tekstur. Nilai rata-rata tertinggi ada pada

perlakuan penambahan tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan wangi 20%

(86,67%), hal ini menunjukkan bahwa mi basah perlakuan tersebut adalah mi

basah yang memiliki daya terima terbaik dari ketiga perlakuan mi basah.

4.3 Analisis Kandungan Gizi Mi Basah Dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Hasil analisis uji kandungan Energi, protein dan zat besi yang telah

dilakukan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan pada mi

basah dengan tiga perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.7. Hasil Analisis Kandungan Gizi dalam 100 g Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

(53)

51

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat hasil dari kandungan gizi mi basah

menunjukkan adanya peningkatan nilai gizi seiring perlakuan penambahan tepung

ikan gabus dan sari daun pandan wangi. Konsumsi bahan penukar sumber

karbohidrat normal untuk mi basah per hari yaitu 200 gram. Sesuai dengan

Permenkes No. 75 tahun 2013, maka angka kecukupan gizi yang dihasilkan dari 3

sampel mi basah dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Angka Kecukupan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi menurut konsumsi 200 g per setiap makan sesuai dengan Standar Permenkes no.75 Tahun 2013 Pada anak usia 1-6 tahun

Syarat pemberian makanan tambahan bagi anak balita adalah memenuhi

1/3 dari kebutuhan makanan pokok. Berdasarkan tabel 4.8, ketiga formula mi

basah sudah memenuhi 1/3 dari kebutuhan kalori dan protein serta zat besi (fe)

bagi anak balita.

Zat Gizi Standar AKG 1/3 AKG F1 F2 F3

Usia 1-3 tahun:

Protein 26 g 8,6 g 9,28 g 11,72 g 12,68 g

Energi 1125kkal 375 kkal 203,8 kkal 216,8 kkal 225,8 kkal

Fe 8 mg 2,6 mg 1,62 mg 3,02 mg 1,676 mg

Usia 4-6 tahun:

Protein 35 g 11,6 g 9,28 g 11,72 g 12,68 g

Energi 1600 kkal 533,3 kkal 203,8 kkal 216,8 kkal 225,8 kkal

(54)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Mi Basah

Karakteristik mi basah tanpa penambahan tepung ikan gabus dan

penambahan 20% sari daun pandan menghasilkan warna hijau kekuningan, aroma

dan rasanya didominasi oleh sari daun pandan, serta bertekstur basah dan kenyal.

Pada mi basah penambahan tepung ikan gabus 10% dan sari daun pandan 20%,

menghasilkan warna hijau muda, aroma dan rasanya didominasi oleh sari daun

pandan, serta bertekstur basah dan kenyal. Mi basah penambahan tepung ikan

gabus 20% dan sari daun pandan 20%, menghasilkan warna hijau agak tua, aroma

dan rasanya didominasi oleh sari daun pandan, serta bertekstur basah dan sedikit

kenyal.

5.2 Daya Terima Panelis

Uji daya terima dilakukan di Laboratoium Gizi Kesehatan Masyarakat

FKM USU yang berlangsung pada hari selasa, 9 Agustus 2016 pukul 11.00

hingga 12.00 WIB. Pengujian daya terima dilakukan pada mahasiswa FKM USU

sebanyak 30 orang dan mi basah yang diberikan sebanyak 3 jenis.

Berdasarkan hasil uji daya terima panelis yaitu didapatkan hasil bahwa

ketiga perlakuan mi basah yang paling disukai panelis yaitu mi basah dengan

penambahan tepung ikan gabus 10% yang berada pada sampel F2. Hal ini dilihat

(55)

53

5.2.1. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Mi Basah

Warna merupakan tanda fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam

penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan

citarasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis warna dapat menentukan mutu

bahan pangan yang digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan, baik

tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Suatu bahan pangan yang disajikan

terlebih dahulu dinilai dari segi warna. Meskipun kandungan gizinya baik namun

jika warnanya tidak menarik dan menimbulkan kesan menyimpang dari warna

yang seharusnya, maka konsumen akan memberikan penilaian yang tidak baik

(Nofalina, 2013).

Hasil rata-rata penilaian uji kesukaan terhadap warna pada tabel 4.2

memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan

bahwa warna yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan

penambahan tepung ikan gabus 10%. Sedangkan warna mi basah yang kurang

disukai panelis yaitu pada perlakuan tanpa penambahan tepung ikan gabus.

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Kruskal-Wallis dengan tingkat

signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya

terima terhadap warna pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini

ditunjukkan dari nilai p (0,380)> α (0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna yang disukai oleh panelis adalah

warna hijau dari mi basah, semakin hijau warna mi basah semakin disukai panelis.

(56)

54

langsung dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Warna hijau pada daun

pandan merupakan karena adanya kandungan pigmen klorofil.

5.2.2. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Mi Basah

Indera Penciuman sangat sensitive terhadap bau dan kecepatan timbulnya

bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang

setiap bertambahnya umur satu tahun. penciuman diperkirakan berkurang oleh

adanya senyawa-senyawa tertentu misalnya formaldehida. Kelelahan daya

penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat (Winarno, 2004).

Menurut Setyaningsih et al., (2010) dalam Nofalina (2013) bau atau aroma

merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan,

karena ragamnya yang begitu besar, karena terdapat banyak sekali jenis bebauan

yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu sekitar 17.000 senyawa

volatile, dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi disbanding indera pencicipan

(10.000 kali).

Hasil dari penilaian uji kesukaan terhadap aroma mi basah dengan

penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi sebagaimana tersaji

pada tabel 4.3 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan

menunjukkan bahwa aroma yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah

dengan penambahan tepung ikan gabus dengan penambahan tepung ikan gabus

10% dan 20%. Sedangkan aroma mi basah yang kurang disukai panelis yaitu mi

basah tanpa penambahan tepung ikan gabus.

(57)

55

terima terhadap aroma pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini

ditunjukkan dari nilai p (0,065)> α (0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa aroma yang ditunjukkan mi basah

perlakuan F1 tidak jauh berbeda dengan mi basah perlakuan F2 dan F3, yaitu

tidak terlalu menonjolkan aroma ikan gabus namun lebih menonjolkan aroma

daun pandan. Hal ini disebabkann oleh komponen aroma dasar dari daun pandan

wangi yang berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang

terdapat juga pada tanaman bunga melati, hanya saja konsentrasi ACPY pada

pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan bunga melati (Cheetangdee dan

Siree, 2006).

5.2.3. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Mi Basah

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu

senyawa dapat dikenali rasanya. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh

senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar

masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan

threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang

ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa

(Winarno 2004).

Menurut Solihin (2005) dalam Nofalina (2013) umumnya bahan pangan

tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan dari berbagai

(58)

56

Hasil rata-rata penilaian uji kesukaan terhadap rasa mi basah pada tabel

4.4 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan

bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan penambahan

tepung ikan gabus 10% dan 20%. Sedangkan rasa mi basah yang kurang disukai

panelis yaitu mi basah tanpa penambahan tepung ikan gabus.

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Kruskal-Wallis dengan tingkat

signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya

terima terhadap rasa pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini

ditunjukkan dari nilai p (0,067) > α (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung ikan

gabus, maka semakin disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan penggunaan sari

daun pandan wangi yang dapat menetralkan aroma, rasa, dan warna dari mi basah.

5.2.4. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Mi Basah

Menurut Setyaningsih et al (2010) dalam Nofalina (2013) penilaian

terhadap tekstur produk dapat dilakukan perabaan dengan ujung jari tangan.

Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga

elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometric (berpasir, beremah) dan

mouthfeel (berminyak, berair).

Berdasarkan penilaian uji kesukaan terhadap tekstur mi basah yang

ditunjukkan pada tabel 4.5 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap

perlakuan menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis adalah mi

(59)

57

Hal tersebut dikarenakan tekstur mi basah dengan penambahan tepung

ikan gabus 20% menunjukkan tekstur yang tidak kenyal dan mudah patah.

Pengurangan penggunaan tepung terigu dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan

pada mi. Tepung terigu mengandung gluten yang merupakan protein yang

terdapat pada beberapa bahan makanan golongan serealia. Gluten membentuk

tekstur mi menjadi kenyal dan mengembang. Semakin tinggi kadar gluten maka

semakin baik tekstur mi yang dihasilkan (Risti, 2013).

5.3 Hasil Analisis Kandungan Energi, Protein, dan Zat Besi (Fe) Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Hasil analisis kandungan energi, protein, dan zat besi pada mi basah

dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi yang

ditunjukkan pada tabel 4.6 menunjukkan peningkatan nilai gizi yang signifikan

dan peningkatan tersebut terjadi seiring dengan penambahan tepung ikan gabus

dan sari daun pandan wangi.

Peningkatan kadar protein dan energi yang terjadi pada mi basah

dipengaruhi oleh penambahan tepung ikan gabus, sedangkan peningkatan zat besi

yang terjadi pada mi basah dipengaruhi oleh kadar abu yang dikandung oleh

tepung ikan gabus. Kadar abu ikan gabus dipengaruhi oleh jenis makanan dan

habitat dari ikan tersebut, atau lebih tepatnya dipengaruhi oleh kandungan mineral

yang terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut (Wahyu et al, 2013

dalam Suwandi et al, 2014).

Hasil analisa kadar protein yang diperoleh pada tiga perlakuan mi basah

(60)

58

basah tanpa penambahan tepung ikan gabus dan mi basah dengan penambahan

tepung ikan gabus 10% terhadap mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus

10% dan 20%. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh proses pengolahan

tepung ikan gabus dan pengaruh proses pembuatan mi basah yaitu pada saat

pencucian, pengukusan, pengeringan, dan perebusan. Menurut Palupi et al (2007),

pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat

menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Diantara cara pengolahan

tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan

pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan.

Hasil analisis kadar lemak mi basah pada tiga perlakuan sesuai pada

gambar 4.7 menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar lemak seiring

penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi. Pada umumnya

setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang

terkandung didalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu

yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang

digunakan, maka kerusakan lemak akan intens. Perubahan tersebut akan

berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larut lemak)

produk (Palupi et al, 2007).

Hasil analisis kadar zat besi mi basah pada tiga perlakuan pada tabel 4.7

menunjukkan peningkatan yang tidak terkendali. Menurut Palupi et al (2007)

garam-garam mineral umumnya terpengaruh secara signifikan dengan perlakuan

(61)

59

Hasil analisa kadar karbohidrat menunjukkan adanya peningkatan kadar

karbohidrat seiring dilakukannya penambahan tepung ikan gabus dan sari daun

pandan wangi. Menurut Palupi et al (2007), pengaruh pemanggangan terhadap

karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis.

Konsumsi bahan penukar sumber karbohidrat normal untuk mi basah

dalam sekali makan adalah 200 gram. Untuk memenuhi syarat pemberian

makanan tambahan bagi anak balita baik pada laki-laki dan perempuan adalah

minimal memenuhi 1/3 dari kebutuhan makanan pokok. Berdasarkan tabel 4.8,

ketiga formula mi basah sudah memenuhi 1/3 dari kebutuhan kalori dan protein

serta zat besi (fe) bagi anak balita.

Mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan

wangi mengandung rendah energi, karbohidrat dan lemak, namun tinggi protein

dan zat besi yang cukup sehingga dapat dikonsumsi mulai dari balita hingga

dewasa. Selain itu, mi ini juga dapat menjadi salah satu pangan bagi masyarakat

(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan :

1. Hasil uji kandungan gizi mi basah dalam 100 gram bahan berutut-turut adalah

protein 4,64%, 5,86%, 6,34%, energi 101,9 kkal, 108,43 kkal, 112,93 kkal,

dan Fe 0,81 mg, 1,51 mg, dan 0,838 mg. Berdasarkan kebutuhan energi balita,

konsumsi 200g mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari

daun pandan per hari dapat menyumbang 1/3 asupan protein, energi dan Fe

dari kebutuhan gizi balita setiap hari.

2. Hasil uji daya terima oleh panelis, secara statistik menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan daya terima dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur terhadap

ketiga perlakuan mi basah. Dengan kata lain, ketiga perlakuan sama-sama

disukai oleh panelis.

6.2. Saran

1. Disarankan untuk penelitian lanjutan meneliti umur simpan tepung ikan gabus

dan sari daun pandan wangi serta kadar albumin pada mi basah dengan

penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi.

2. Mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi

mengandung energi, lemak, dan karbohidrat yang rendah, namun tinggi

protein dan zat besi yang cukup sehingga dapat dikonsumsi mulai dari balita

(63)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gabus

Ikan gabus atau Snakehead (Family Channidae) merupakan salah satu

jenis ikan air tawar yang terdiri dari 2 jenis yaitu jenis Channa, terdapat 26 spesies

didaerah Asia, khususnya Malaysia dan Indonesia, dan Parachanna dengan 3

spesies yang hidup didaerah Afrika Tropis. Beberapa ikan gabus memiliki tubuh

yang kecil, sekitar 17 sentimeter. Namun banyak juga yang memiliki tubuh yang

besar, dan pernah dilaporkan memiliki panjang mencapai 1,8 meter. Beberapa

spesies dari ikan gabus sangat bernilai bila dijadikan makanan, terutama di India,

Asia tenggara, China, dan dataran kecil di Afrika (Courtenay, 2004).

Klasifikasi ikan gabus yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actynopterygii

Ordo : Perciformes

Family : Channidae

Genus : Channa

Species : Channa striata

(Courtenay, 2004).

(64)

8

Channa striata merupakan jenis ikan gabus yang banyak ditemui dan

memiliki ukuran tubuh relatif kecil (lebih kecil dari 90 cm) dan spesiesnya

meningkat mulai dari tahun 1950 sampai dengan tahun 2010 (Bloch, 1793). Jenis

lain adalah gabus toman Channa micropeltes dan Channa pleuropthalmus. Gabus

toman merupakan jenis gabus yang berukuran tubuh besar, yang panjang

tubuhnya mencapai 1 meter dengan berat 5 kg (Ardianto, 2015).

Di Indonesia, ikan gabus channa striata banyak ditemukan di daerah

sungai, danau, dan rawa-rawa di Sumatera dan Kalimantan. Beberapa tahun

terakhir ini, keberadaan ikan gabus mulai ditemukan didaerah Pulau Jawa.

Nama-nama ikan gabus menurut wilayah yang ada di Indonesia antara lain haruan

(melayu dan banjar), bacek (subulussalam), kocolan (betawi), bayong, bogo,

licingan, kutuk (jawa), dan lain-lain (Ardianto, 2015).

Ikan gabus disebut snakehead atau ikan kepala ular karena memiliki

kepala besar dan agak gepeng, mulut besar dengan gigi-gigi besar dan tajam serta

memiliki sisik besar diatas kepalanya. Tubuhnya berbentuk bulat gilig memanjang,

seperti peluru kendali. Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di

ujungnya. Sisi atas tubuh dari kepala hingga ekor berwarna gelap, hitam

kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh berwarna putih, mulai dari dagu

sampai ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata, bercoret-coret)

yang agak kabur. Warna ini sering kali menyerupai lingkungan disekitarnya

(Ardianto, 2015).

Menurut Suwandi et al, (2014) kandungan protein yang diperoleh pada

(65)

9

besar. Kadar abu yang terkandung dalam daging ikan gabus dipengaruhi oleh

kandungan mineral yang terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut.

Kandungan zat gizi tiap 100 gram ikan gabus segar dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 2.1 Kandungan zat gizi ikan gabus tiap 100 gram ikan gabus segar

Kandungan Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2005

Ikan gabus diketahui mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan

jenis ikan lainnya. Kadar protein ikan gabus mencapai 25,5%, lebih tinggi

dibandingkan protein ikan bandeng (20,0%), ikan emas (16,05%), ikan kakap

(20,0%), maupun ikan sarden (21,1%). Kadar albumin ikan gabus bisa mencapai

6,22% (Carvalo, 1998; Nugroho, 2013).

Ikan gabus merupakan sumber albumin yang potensial. Para praktisi

kesehatan telah memanfaatkan ekstrak ikan gabus sebagai makanan tambahan

(menu ekstra) untuk penderita terindikasi hipoalbuminemia, luka bakar, dan diet

setelah operasi. Dari berbagai studi kasus dan penelitian diketahui bahwa ekstra

ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin pada kasus-kasus

albuminemia dan mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus pasca

(66)

10

Albumin merupakan fraksi protein didalam putih telur dan mempunyai

beberapa fungsional yang penting pada proses pengolahan pangan. Untuk

mendapatkan protein albumin yang awet antara lain dapat dilakukan dengan cara

pengeringan (Legowo et al, 2003). Pemanfaatan ikan gabus yang lebih optimal

yaitu dengan cara pembuatan tepung ikan gabus sebagai makanan tambahan

(Food Suplement) dan salah satu sumber pangan fungsional (Fatmawati, 2014).

Menurut Rohmawati (2010), Ada kecendrungan perbedaan kandungan albumin

berdasarkan berat badan ikan gabus. Semakin berat bobot badan ikan gabus, maka

kandungan albumin cenderung meningkat.

Pada tubuh manusia, albumin di produksi di hati (hepar) dalam bentuk

proalbumin. Kemudian sekresi oleh sel golgi dalam jumlah sekitar 60% cairan

berupa serum darah, dengan konsentrasi antara 30-50 gram/liter dengan kurun

waktu sekitar 20 hari yang dibutuhkan. Hal ini berfungsi untuk membentuk

jaringan baru dan pemulihan jaringan yang rusak karena bakteri dalam tubuh.

Dalam kondisi normal, hati dapat memproduksi albumin sekitar 11-15 gram/hari,

dan kadar normal albumin yang dibutuhkan dalam tubuh manusia berkisar antara

3-5 g/dl (Ardianto, 2015).

2.1.1 Tepung Ikan Gabus

Tepung ikan gabus merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan

dengan cara mengeluarkan cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang

terkandung di dalam daging ikan. Tepung ikan gabus awalnya hanya

Gambar

Tabel 1.1. Hasil Analisis Kandungan Gizi Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi
Gambar 1. (A) Daun Pandan wangi (B) Ikan Gabus
Gambar 4. Pengayakan Tepung Ikan Gabus
Gambar 5.(A) daun pandan wangi yang sudah dipotong, (B) Daun pandan yang sudah di blender dan di saring dan siap untuk diendapkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini, antara lain: umur responden rata-rata adalah 53,55 dengan umur terendah 18 tahun dan umur tertinggi 74 tahun, mayoritas jenis kelaminnya

Kelompok Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun Anggaran

Artinya semakin tinggi dukungan sosial maka kecemasan selama kehamilan makin rendah demikian sebaliknya .41 Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kusnawati tahun

Hal ini berarti bahwa H1 yang diajukan peneliti, yaitu ada hubungan kecerdasan emosi dengan kecemasan ibu hamil pertama dalam menghadapi persalinan di Samarinda

Indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas audit pada auditor KAP di Makassar adalah: melaporkan semua kesalahan klien, pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi

Dalam hal ini, data jumlah perkara gugat cerai di PA Wonogiri yang lebih besar dibanding cerai talak secara jelas menunjukkan bahwa perempuan semakin memiliki kekuatan dan

reproduksi remaja putri dengan perilaku personal hygiene menstruasi Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari setengah yaitu 36 remaja putri atau 60% memiliki pengetahuan