• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Daya Terima Panelis

5.2.1 Daya Terima Panelis Terhadap Warna Mi Basah

Warna merupakan tanda fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan citarasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis warna dapat menentukan mutu bahan pangan yang digunakan sebagai indikator kesegaran bahan makanan, baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Suatu bahan pangan yang disajikan terlebih dahulu dinilai dari segi warna. Meskipun kandungan gizinya baik namun jika warnanya tidak menarik dan menimbulkan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka konsumen akan memberikan penilaian yang tidak baik (Nofalina, 2013).

Hasil rata-rata penilaian uji kesukaan terhadap warna pada tabel 4.2 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa warna yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus 10%. Sedangkan warna mi basah yang kurang disukai panelis yaitu pada perlakuan tanpa penambahan tepung ikan gabus.

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Kruskal-Wallis dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya terima terhadap warna pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,380)> α (0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna yang disukai oleh panelis adalah warna hijau dari mi basah, semakin hijau warna mi basah semakin disukai panelis. Warna hijau mi basah yang ditimbulkan dari sari daun pandan wangi secara tidak

54

langsung dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Warna hijau pada daun pandan merupakan karena adanya kandungan pigmen klorofil.

5.2.2. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Mi Basah

Indera Penciuman sangat sensitive terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang setiap bertambahnya umur satu tahun. penciuman diperkirakan berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat (Winarno, 2004).

Menurut Setyaningsih et al., (2010) dalam Nofalina (2013) bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan, karena ragamnya yang begitu besar, karena terdapat banyak sekali jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu sekitar 17.000 senyawa volatile, dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi disbanding indera pencicipan (10.000 kali).

Hasil dari penilaian uji kesukaan terhadap aroma mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi sebagaimana tersaji pada tabel 4.3 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa aroma yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dengan penambahan tepung ikan gabus 10% dan 20%. Sedangkan aroma mi basah yang kurang disukai panelis yaitu mi basah tanpa penambahan tepung ikan gabus.

55

terima terhadap aroma pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,065)> α (0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa aroma yang ditunjukkan mi basah perlakuan F1 tidak jauh berbeda dengan mi basah perlakuan F2 dan F3, yaitu tidak terlalu menonjolkan aroma ikan gabus namun lebih menonjolkan aroma daun pandan. Hal ini disebabkann oleh komponen aroma dasar dari daun pandan wangi yang berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman bunga melati, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan bunga melati (Cheetangdee dan Siree, 2006).

5.2.3. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Mi Basah

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan

threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang

ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (Winarno 2004).

Menurut Solihin (2005) dalam Nofalina (2013) umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh.

56

Hasil rata-rata penilaian uji kesukaan terhadap rasa mi basah pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus 10% dan 20%. Sedangkan rasa mi basah yang kurang disukai panelis yaitu mi basah tanpa penambahan tepung ikan gabus.

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Kruskal-Wallis dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya terima terhadap rasa pada ketiga perlakuan mi basah yang dihasilkan hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,067) > α (0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung ikan gabus, maka semakin disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan penggunaan sari daun pandan wangi yang dapat menetralkan aroma, rasa, dan warna dari mi basah.

5.2.4. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Mi Basah

Menurut Setyaningsih et al (2010) dalam Nofalina (2013) penilaian terhadap tekstur produk dapat dilakukan perabaan dengan ujung jari tangan. Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometric (berpasir, beremah) dan

mouthfeel (berminyak, berair).

Berdasarkan penilaian uji kesukaan terhadap tekstur mi basah yang ditunjukkan pada tabel 4.5 memperlihatkan bahwa nilai skor tertinggi dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai oleh panelis adalah mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus 10% dan 20%.

57

Hal tersebut dikarenakan tekstur mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus 20% menunjukkan tekstur yang tidak kenyal dan mudah patah. Pengurangan penggunaan tepung terigu dapat mempengaruhi tingkat kekenyalan pada mi. Tepung terigu mengandung gluten yang merupakan protein yang terdapat pada beberapa bahan makanan golongan serealia. Gluten membentuk tekstur mi menjadi kenyal dan mengembang. Semakin tinggi kadar gluten maka semakin baik tekstur mi yang dihasilkan (Risti, 2013).

5.3 Hasil Analisis Kandungan Energi, Protein, dan Zat Besi (Fe) Mi Basah dengan Penambahan Tepung Ikan Gabus dan Sari Daun Pandan Wangi

Hasil analisis kandungan energi, protein, dan zat besi pada mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi yang ditunjukkan pada tabel 4.6 menunjukkan peningkatan nilai gizi yang signifikan dan peningkatan tersebut terjadi seiring dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi.

Peningkatan kadar protein dan energi yang terjadi pada mi basah dipengaruhi oleh penambahan tepung ikan gabus, sedangkan peningkatan zat besi yang terjadi pada mi basah dipengaruhi oleh kadar abu yang dikandung oleh tepung ikan gabus. Kadar abu ikan gabus dipengaruhi oleh jenis makanan dan habitat dari ikan tersebut, atau lebih tepatnya dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut (Wahyu et al, 2013 dalam Suwandi et al, 2014).

Hasil analisa kadar protein yang diperoleh pada tiga perlakuan mi basah meningkat namun tidak memiliki peningkatan perbandingan yang sama antara mi

58

basah tanpa penambahan tepung ikan gabus dan mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus 10% terhadap mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus 10% dan 20%. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh proses pengolahan tepung ikan gabus dan pengaruh proses pembuatan mi basah yaitu pada saat pencucian, pengukusan, pengeringan, dan perebusan. Menurut Palupi et al (2007), pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Diantara cara pengolahan tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan.

Hasil analisis kadar lemak mi basah pada tiga perlakuan sesuai pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar lemak seiring penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi. Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang terkandung didalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan intens. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi vitamin larut lemak) produk (Palupi et al, 2007).

Hasil analisis kadar zat besi mi basah pada tiga perlakuan pada tabel 4.7 menunjukkan peningkatan yang tidak terkendali. Menurut Palupi et al (2007) garam-garam mineral umumnya terpengaruh secara signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan.

59

Hasil analisa kadar karbohidrat menunjukkan adanya peningkatan kadar karbohidrat seiring dilakukannya penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi. Menurut Palupi et al (2007), pengaruh pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis.

Konsumsi bahan penukar sumber karbohidrat normal untuk mi basah dalam sekali makan adalah 200 gram. Untuk memenuhi syarat pemberian makanan tambahan bagi anak balita baik pada laki-laki dan perempuan adalah minimal memenuhi 1/3 dari kebutuhan makanan pokok. Berdasarkan tabel 4.8, ketiga formula mi basah sudah memenuhi 1/3 dari kebutuhan kalori dan protein serta zat besi (fe) bagi anak balita.

Mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi mengandung rendah energi, karbohidrat dan lemak, namun tinggi protein dan zat besi yang cukup sehingga dapat dikonsumsi mulai dari balita hingga dewasa. Selain itu, mi ini juga dapat menjadi salah satu pangan bagi masyarakat yang ingin menurunkan berat badan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan : 1. Hasil uji kandungan gizi mi basah dalam 100 gram bahan berutut-turut adalah

protein 4,64%, 5,86%, 6,34%, energi 101,9 kkal, 108,43 kkal, 112,93 kkal, dan Fe 0,81 mg, 1,51 mg, dan 0,838 mg. Berdasarkan kebutuhan energi balita, konsumsi 200g mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan per hari dapat menyumbang 1/3 asupan protein, energi dan Fe dari kebutuhan gizi balita setiap hari.

2. Hasil uji daya terima oleh panelis, secara statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan daya terima dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur terhadap ketiga perlakuan mi basah. Dengan kata lain, ketiga perlakuan sama-sama disukai oleh panelis.

6.2. Saran

1. Disarankan untuk penelitian lanjutan meneliti umur simpan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi serta kadar albumin pada mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi.

2. Mi basah dengan penambahan tepung ikan gabus dan sari daun pandan wangi mengandung energi, lemak, dan karbohidrat yang rendah, namun tinggi protein dan zat besi yang cukup sehingga dapat dikonsumsi mulai dari balita hingga dewasa. Selain itu, mi ini juga dapat menjadi salah satu pangan bagi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gabus

Ikan gabus atau Snakehead (Family Channidae) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang terdiri dari 2 jenis yaitu jenis Channa, terdapat 26 spesies didaerah Asia, khususnya Malaysia dan Indonesia, dan Parachanna dengan 3

spesies yang hidup didaerah Afrika Tropis. Beberapa ikan gabus memiliki tubuh

yang kecil, sekitar 17 sentimeter. Namun banyak juga yang memiliki tubuh yang besar, dan pernah dilaporkan memiliki panjang mencapai 1,8 meter. Beberapa

spesies dari ikan gabus sangat bernilai bila dijadikan makanan, terutama di India,

Asia tenggara, China, dan dataran kecil di Afrika (Courtenay, 2004). Klasifikasi ikan gabus yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actynopterygii Ordo : Perciformes Family : Channidae Genus : Channa

Species : Channa striata (Courtenay, 2004).

8

Channa striata merupakan jenis ikan gabus yang banyak ditemui dan

memiliki ukuran tubuh relatif kecil (lebih kecil dari 90 cm) dan spesiesnya meningkat mulai dari tahun 1950 sampai dengan tahun 2010 (Bloch, 1793). Jenis lain adalah gabus toman Channa micropeltes dan Channa pleuropthalmus. Gabus toman merupakan jenis gabus yang berukuran tubuh besar, yang panjang tubuhnya mencapai 1 meter dengan berat 5 kg (Ardianto, 2015).

Di Indonesia, ikan gabus channa striata banyak ditemukan di daerah sungai, danau, dan rawa-rawa di Sumatera dan Kalimantan. Beberapa tahun terakhir ini, keberadaan ikan gabus mulai ditemukan didaerah Pulau Jawa. Nama- nama ikan gabus menurut wilayah yang ada di Indonesia antara lain haruan (melayu dan banjar), bacek (subulussalam), kocolan (betawi), bayong, bogo, licingan, kutuk (jawa), dan lain-lain (Ardianto, 2015).

Ikan gabus disebut snakehead atau ikan kepala ular karena memiliki kepala besar dan agak gepeng, mulut besar dengan gigi-gigi besar dan tajam serta memiliki sisik besar diatas kepalanya. Tubuhnya berbentuk bulat gilig memanjang, seperti peluru kendali. Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya. Sisi atas tubuh dari kepala hingga ekor berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh berwarna putih, mulai dari dagu sampai ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata, bercoret-coret) yang agak kabur. Warna ini sering kali menyerupai lingkungan disekitarnya (Ardianto, 2015).

Menurut Suwandi et al, (2014) kandungan protein yang diperoleh pada ikan gabus dengan jenis kelamin yang berbeda tidak menunjukkan nilai yang

9

besar. Kadar abu yang terkandung dalam daging ikan gabus dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada habitat hidup dari ikan gabus tersebut.

Kandungan zat gizi tiap 100 gram ikan gabus segar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Kandungan zat gizi ikan gabus tiap 100 gram ikan gabus segar

Kandungan Zat Gizi Satuan Jumlah

Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Fe Vit A Vit B1 Vit C kkal g g g mg mg mg SI mg mg 74,00 25,20 1,70 0,00 62,00 176,00 0,90 150 0,04 0,0 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2005

Ikan gabus diketahui mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya. Kadar protein ikan gabus mencapai 25,5%, lebih tinggi dibandingkan protein ikan bandeng (20,0%), ikan emas (16,05%), ikan kakap (20,0%), maupun ikan sarden (21,1%). Kadar albumin ikan gabus bisa mencapai 6,22% (Carvalo, 1998; Nugroho, 2013).

Ikan gabus merupakan sumber albumin yang potensial. Para praktisi kesehatan telah memanfaatkan ekstrak ikan gabus sebagai makanan tambahan (menu ekstra) untuk penderita terindikasi hipoalbuminemia, luka bakar, dan diet setelah operasi. Dari berbagai studi kasus dan penelitian diketahui bahwa ekstra ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin pada kasus-kasus albuminemia dan mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus pasca operasi (Nugroho, 2013).

10

Albumin merupakan fraksi protein didalam putih telur dan mempunyai beberapa fungsional yang penting pada proses pengolahan pangan. Untuk mendapatkan protein albumin yang awet antara lain dapat dilakukan dengan cara pengeringan (Legowo et al, 2003). Pemanfaatan ikan gabus yang lebih optimal yaitu dengan cara pembuatan tepung ikan gabus sebagai makanan tambahan (Food Suplement) dan salah satu sumber pangan fungsional (Fatmawati, 2014). Menurut Rohmawati (2010), Ada kecendrungan perbedaan kandungan albumin berdasarkan berat badan ikan gabus. Semakin berat bobot badan ikan gabus, maka kandungan albumin cenderung meningkat.

Pada tubuh manusia, albumin di produksi di hati (hepar) dalam bentuk proalbumin. Kemudian sekresi oleh sel golgi dalam jumlah sekitar 60% cairan berupa serum darah, dengan konsentrasi antara 30-50 gram/liter dengan kurun waktu sekitar 20 hari yang dibutuhkan. Hal ini berfungsi untuk membentuk jaringan baru dan pemulihan jaringan yang rusak karena bakteri dalam tubuh. Dalam kondisi normal, hati dapat memproduksi albumin sekitar 11-15 gram/hari, dan kadar normal albumin yang dibutuhkan dalam tubuh manusia berkisar antara 3-5 g/dl (Ardianto, 2015).

2.1.1 Tepung Ikan Gabus

Tepung ikan gabus merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan cara mengeluarkan cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam daging ikan. Tepung ikan gabus awalnya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ikan karena mengandung protein yang cukup tinggi.

11

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, tepung ikan gabus sudah mulai disubtitusikan dalam makanan untuk dikonsumsi oleh manusia (Fatmawati, 2014). Kusumawardhani (2006) melakukan pemberian diet formula ikan gabus pada pasien sindrom nefrotik hipoalbuminemia selama 21 hari dengan konsentrasi 1,5 gr/kgbb/hari dan hasil penelitiannya menunjukkan terdapat peningkatan kadar albumin serum dalam darah pasien selama setiap minggu pemeriksaan pada pasien.

Fatmawati (2014) menyebutkan bahwa untuk membuat tepung ikan gabus dapat digunakan tiga metode yaitu dengan Perebusan, Pengukusan, dan Pengukusan serta ekstraksi lemak. Berikut perbandingan hasil kandungan kadar air dan protein ketiga metode tersebut.

Tabel 2.2 Perbandingan Kadar Air dan Kadar Protein, dalam Berbagai Metode Pembuatan Tepung Ikan Gabus

Metode Parameter (%)

Air Protein

Perebusan 9,18 2,34

Pengukusan 8,22 7,75

Pengukusan dan Ekstraksi Lemak 7,46 10,88

Sumber : Fatmawati (2014). Tepung Ikan Gabus Sebagai Sumber Protein

Ketiga metode pembuatan tepung ikan gabus secara keseluruhan memenuhi standar mutu nasional (Standar Nasional Indonesia (SNI) No.01-2175- 1992 tentang persyaratan mutu standar tepung ikan), yaitu kandungan air maksimum tepung ikan adalah 10%. Jika kadar air tepung ikan lebih dari 10% maka akan menurunkan mutu tepung ikan karena dapat meningkatkan aktivitas mekrooganisme khususnya bakteri Salmonella. Rata-rata kadar protein terlarut tepung ikan gabus berkisar antara 2,34% dan 10,88%. Adanya perbedaan kadar

12

protein terlarut pada pembuatan tepung ikan gabus disebabkan oleh protein yang larut dalam air panas mudah terkoagulasi sehingga terjadi penurunan kadar protein. Kadar protein terlarut pada tepung ikan gabus yang tertinggi diperoleh pada perlakuan pengukusan dan ekstraksi lemak, sedangkan kadar protein terlarut yang terendah diperoleh pada perlakuan perebusan (Fatmawati, 2014).

Cara membuat tepung ikan gabus dengan metode pengukusan yaitu, ikan gabus dibersihkan dan disiangi (dibuang kepala, ekor, sisik, insang, dan isi perut) kemudian dicuci menggunakan air bersih sebanyak 3 kali ulangan (Sari et al, 2014) hingga tidak ada darah dan lendir, lalu ditiriskan dan ditimbang. Selanjutnya ikan dikukus dengan perbandingan catatan antara ikan dan air kukusan yaitu 1:1/3 (Fatmawati, 2014). Menurut Sari et al, (2014) pengukusan selama 30 menit dengan suhu 85-900C dapat diperoleh kadar albumin tertinggi sebesar 24,25%. Tujuan pengukusan ini untuk menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba pembusuk yang berifat pathogen dan tidak membentuk spora (Sari et al, 2014). Setelah dingin daging ikan dipisahkan dari kulit dan tulang, lalu disuir-suir. Ikan dikeringkan dengan suhu 500 C selama ±9 jam. Selanjutnya ikan yang sudah dikeringkan dihaluskan dan diayak kemudian ditimbang (Fatmawati, 2014).

Proses pemasakan baik dengan cara perebusan ataupun pengukusan dapat mempengaruhi nilai organoleptik produk tepung ikan gabus, khususnya terhadap tekstur. Menurut Irawan (1997) dalam Fatmawati (2014) tujuan pemasakan baik perebusan maupun pengukusan dilakukan untuk mengurangi kadar air dan mempertahankan mutu daging ikan yaitu tekstur yang padat.

13

2.2 Daun Pandan Wangi

Tanaman Pandan Wangi (Pandamus amarylifolius Roxb) adalah jenis rerumputan yang tumbuh menjalar, kecil dan batang yang rendah serta berdaun hijau kekuning-kuningan. Daun pandan memiliki struktur ujung daun yang berbentuk segitiga lancip dengan bagian kiri dan kanan daun berduri. Tanaman ini dapat tumbuh didaerah yang cukup mengandung air walaupun didataran rendah ataupun dataran tinggi. Tanaman ini berkembang biak dengan tunas yang tumbuh diantara akar-akarnya (Agromedia, 2008).

Gambar 2.2 Daun Pandan Wangi (Pandanus amarylifolius)

Daun pandan wangi sering digunakan sebagai pengharum dan pewarna pada makanan hidangan Asia Tenggara. Hal ini disebabkan oleh komponen dasar aroma dalam daun pandan yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang juga terdapat pada bunga melati, hanya saja konsentrasi ACPY yang ada pada daun pandan lebih tinggi dari pada bunga melati (Cheetangdee dan Siree, 2006).

Kadar proksimat daun pandan wangi (Pandanus amarylifolius) dalam 100 gr daun pandan dapat dilihat pada tabel berikut :

14

Tabel 2.3. Komposisi Kimia Daun Pandan Wangi dalam 100 gram Bahan

Bahan Kadar (%)

Air Abu Karbohidrat Protein Lemak

Daun Puncak 85,35 0,95 8,37 2,26 0,73

Daun Sedang 81,74 1,25 10,92 3,15 0,58

Daun Tua 77,41 1,63 14,29 3,67 0,52

Sumber :www.lipi.go.id (2006) dalam Lubis (2008)

Semakin tua daun pandan yang diambil maka warna yang dihasilkan juga akan lebih hijau dan lebih harum. Warna hijau pada daun pandan menandakan adanya kandungan klorofil didalamnya. Dalam ilmu kesehatan, daun pandan bermanfaat untuk mengobati lemah saraf, pengobatan rematik dan pegal linu, menghitamkan rambut, mengurangi rambut rontok dan ketombe, penambah nafsu makan, dan mengatasi hipertensi (Agromedia, 2008).

2.2.1 Sari Daun Pandan Wangi

Sari daun pandan biasa dimanfaatkan sebagai pewangi dan pewarna alami dalam pengolahan makanan. Cara pembuatan sari daun pandan yaitu cuci bersih daun pandan. Potong menjadi berukuran kecil, haluskan sedikit-sedikit dengan alat penggiling atau blender bersama air hangat. Selanjutnya disaring dan diperas. Air daun pandan yang dihasilkan kemudian dimasukkan kembali bersamaan dengan sisa daun pandan yang akan diblender, begitu seterusnya hingga daun pandan habis. Masukkan air daun pandan ke dalam wadah tertutup dan biarkan sarinya mengendap selama ±12 jam. Gunakan hasil endapannya sebagai pasta pandan (Donna, 2014).

15

(a) (b)

Keterangan Sumber Gambar : (a)Cake Pandan Harum dan Wangi (Anonym, 2014). Dan gambar (b) Pandan Extract (Donna, 2014)

Gambar 2.3 Proses Pembuatan Sari Daun Pandan Wangi. Gambar a. Potongan Daun Pandan Wangi, b. Pengendapan pandan didalam botol

2.3 Mi Basah

Mi merupakan makanan pokok terbanyak kedua setelah nasi yang dikonsumsi oleh masyarakat. Mi basah mudah diolah oleh masyarakat umum karena bahan-bahan pembuatan ini mudah didapat, sehingga memungkinkan setiap orang dapat membuatnya sendiri. Mi memiliki kandungan gizi yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. Mi juga merupakan makanan favorit mulai dari anak-anak hingga lanjut usia (Astawan, 2008).

Menurut Suyanti (2008), mi basah merupakan mi mentah yang mengalami proses perebusan setelah pemotongan dan memiliki kadar air rata – rata 50%, sehingga memiliki masa simpan yang singkat (40 jam pada suhu 28-300C). Proses perebusan pada mi basah menyebabkan enzim polifenol-oksidase terdenaturasi, sehingga mi tidak mengalami perubahan warna selama distribusi.

16

Tabel 2.4. Kandungan zat gizi tiap 100 gram mi basah

Komponen Zat Gizi Satuan Jumlah

Dokumen terkait