• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zapin Melayu Dalam Wilayah Budaya Serdang, Sumatera Utara : Kajian Terhadap Aspek Sejarah, Fungsi, Dan Struktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Zapin Melayu Dalam Wilayah Budaya Serdang, Sumatera Utara : Kajian Terhadap Aspek Sejarah, Fungsi, Dan Struktur"

Copied!
459
0
0

Teks penuh

(1)

ZAPIN MELAYU

DALAM WILAYAH BUDAYA SERDANG,

SUMATERA UTARA :

KAJIAN TERHADAP ASPEK SEJARAH, FUNGSI, DAN

STRUKTUR

Tesis

Oleh

Muhammad Husein

NIM. 097037008

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ZAPIN MELAYU

DALAM WILAYAH BUDAYA SERDANG,

SUMATERA UTARA :

KAJIAN TERHADAP ASPEK SEJARAH, FUNGSI, DAN

STRUKTUR

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

Muhammad Husein

NIM. 097037008

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

Judul Tesis : ZAPIN MELAYU DALAM WILAYAH BUDAYA

SERDANG, SUMATERA UTARA : KAJIAN TERHADAP

ASPEK SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR

Nama : Muhammad Husein

Nomor Pokok : 097037008

Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Drs. Fadlin, M.A.

NIP. 196212211997031001 NIP. 196102201989031003

Ketua Anggota

Program Studi Magister (S2) Fakultas Ilmu Budaya

Penciptaan dan Pengkajian Seni Dekan,

Ketua,

Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP. 196212211997031001 NIP. 195110131976031001

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( ______________ )

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( ______________ )

Anggota I : Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( ______________ )

Anggota II : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( _______________ )

(5)

ABSTRACT

In speaking of Zapin writer is inseparable from an understanding of

history because it starts from the origin, the entry process, adaptation, to exist

until now which is a periodization of history. The meaning of history is that

events, incidents,etc, that occurred in the past. So in this case i will record,

records, data on the history of Zapin through the previous Zapin experts,

particularly in the area of Serdang, North Sumatra. First of all the authors will

provide an understanding of Zapin, that is, etymologically, the word Zapin

derived from the Arabic word “Zafn” is foot steps, where as according to the

author’s own understanding Zapin is a dance that promotes the performinng arts

aspect of the foot in dance accompanied by major instrument which consisted of

out / lute, marwas, and drum master. Zapin performing arts is one of Indonesia’s

cultural heritage is derived through a process of diffussion and acculturation from

the Middle East Therefore, in the whole movement on the dance Zapin this

implies many shades of Islam, as well as with the use of musical instruments used

to accompany dance Zapin is partly derived from the Middle East Then the

authors discuss Zapin can not be sparated from the context of the Malays, because

it is common that this performing arts belong to the Malay community that exist

in this world.

Zapin it self according to the Malay is “tandak” or dance, while the

scientists looked particularly ethnomusicologist Zapin was a unian between music

and dance, so in this study the authors will discuss the understanding of the

(6)

culture, and who became one of the authors is the location of the object market

research workshop, Perbaungan Subdistrict, Deli Serdang regency and village

Nibung Scorched, District Tanjung Tiram, Coal District.

At first Zapin art comes from Hadhramaut. Now the Hadhramaut region of

Yemenis located in the State, precisely in the southern Peninsula Arabiah. The

people of this Hadramaut or commonly known Hadrami came to the archipelago

in the century-the 13th century. Further around the 18th century Arab traders

arrive, where one of them is Sayid (among those of Arab descent and are

considered as zuriat than the Prophet Muhammad) of Hadramaut to Serdang, he

was a captain ond owner of the ship. He is the descendant of Sayyid Ahmad Ibn

Isa Al Muhaji who moved from Basra (Iraq) to Hadramout (South Yemen). Well

one of his brother than Sayid is married sister Johanshah Sultan of Serdang

Kingdom, and many descendants of these Sayid who live in the king domain the

kingdom of Deli Serdang. Zapin who came to the archipelago is estimated at

arrival to the spread of Islam in this region, whose density is so massively in the

13th century. Which ever occurs first region to receive Zapin in the archipelago

are not yet many expressed by experts on the history of art. However, according to

the wave archipelago Islamization, the region west of the Malay World is most

likely receive the first performing arts of Islam. Despite the historical evidence in

that direction still needs to be extracted and searched.

As is known in general that the Zapin it is a function performing arts

entertainment for weddings, circumcision, birthday of the Prophet and other

(7)

useful for propagation of Islam. Furthermore, the structure of music and dance in

the show Zapin can not be separated because they are walking along in the show.

In this sense that structure is defined as the art of building structures in the

terminology of this thesis is an art of building (in which consists of text, dance,

and music) which consists of parts taht are smaller, which form a unity. The

structure of art is embodied in the dimension of time and space. The structure of

text, dance, and music intertwine with each other Zapin establish a perdorming

arts has its own characteristics and identity. And for more details, readers can

view the contents of this thesis further.

Keywords : Zapin, Malay, Serdang, History, Function, Structure, Diffusion,

Acculturation, Exist.

(8)

INTISARI

Dalam berbicara mengenai zapin penulis tidak terlepas dari pengertian

sejarah karena mulai dari asalnya, proses masuk, adaptasi, hingga eksis sampai

sekarang ini yang merupakan periodisasi sejarah. Yang dimaksud dengan sejarah

ialah peristiwa, kejadian, dan sebagainya yang terjadi pada masa lalu. Jadi dalam

hal ini penulis akan merekam, mencatat, data-data mengenai sejarah zapin melalui

para pakar-pakar zapin terdahulu, khususnya di daerah Serdang, Sumatera Utara.

Pertama sekali penulis akan memberikan pengertian tentang zapin, yaitu secara

etimologis, kata zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yaitu langkah

kaki, sedangkan pengertian zapin menurut penulis sendiri ialah suatu seni

pertunjukan tari yang mengutamakan aspek kaki dalam menarikannya diiringi

dengan alat musik utama yang terdiri dari oud/gambus, marwas, dan gendang

induk. Seni pertunjukan Zapin ini adalah salah satu warisan budaya Indonesia

yang berasal melalui proses Difusi dan Akulturasi dari Timur Tengah. Oleh

karena itu dalam seluruh gerakan pada tarian Zapin ini banyak menyiratkan

nuansa keislaman, begitu juga halnya dengan penggunaan alat-alat musik yang

digunakan untuk mengiringi tari Zapin ini sebagian berasal dari Timur Tengah.

Kemudian dalam membicarakan zapin penulis tidak bisa terlepas dari konteks

Melayu, karena sudah umum bahwa seni pertunjukan ini adalah kepunyaan

masyarakat Melayu yang ada di dunia ini.

Zapin itu sendiri menurut orang melayu adalah “tandak” atau tarian,

sementara kalangan ilmuwan khususnya etnomusikolog memandang zapin itu

(9)

membahas pengertian sejarah, fungsi dan struktur, pada seni pertunjukan Zapin

yang ada di wilayah budaya Serdang, dan yang menjadi salah satu lokasi objek

penelitian penulis ialah pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli

Serdang dan desa Nibung Hangus, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten

Batubara.

Pada mulanya kesenian zapin berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan

Hadhramaut itu berada di Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah.

Orang-orang Hadramaut ini atau yang lazim disebut Hadhrami datang ke

Nusantara di abad-abad ke-13. Selanjutnya sekitar abad ke-18 berdatanganlah

para pedagang Arab, dimana salah satunya yaitu Sayid (golongan orang-orang

keturunan Arab dan dianggap sebagai zuriat daripada Nabi Muhammad) dari

Hadramaut ke Serdang, beliau ini adalah seorang Nahkoda kapal yang sekaligus

pemilik kapal. Beliau ini adalah keturunan dari Sayid Ahmad Ibnu Isa Al Muhaji

yang pindah dari Basra (Iraq) ke Hadramaut (Yaman Selatan). Nah salah seorang

saudara daripada Sayid ini kawin dengan saudara perempuan Sultan Johanshah

dari Kerajaan Serdang, dan banyak keturunan Sayid ini yang tinggal di wilayah

Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Zapin yang datang ke Nusantara ini

diperkirakan sama datangnya dengan persebaran Islam di kawasan ini, yang

densitasnya begitu masif di abad ke-13. Kawasan mana yang lebih dahulu

menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak diungkap oleh para pakar

sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang pengislaman Nusantara,

(10)

menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah ke arah itu

masih perlu terus digali dan dicari.

Seperti yang diketahui secara umum bahwa Zapin itu adalah sebuah seni

pertunjukan hiburan yang berfungsi untuk acara pernikahan, sunatan, maulid Nabi

dan acara keagamaan lainnya, khususnya agama Islam. Jadi Zapin berguna untuk

media enkulturasi dakwah Islam. Selanjutnya struktur musik dan tari dalam

pertunjukan zapin tidak dapat dipisahkan karena mereka ini berjalan seiring dalam

pertunjukannya. Dalam hal ini pengertian struktur adalah bangunan seni Yang

dimaksud dengan terminologi struktur dalam tesis ini adalah suatu bangunan seni

(yang di dalamnya terdiri dari teks, tari, dan musik) yang terdiri dari

bagian-bagian yang lebih kecil, yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni ini

diwujudkan dalam dimensi waktu dan ruang. Struktur teks, tari, dan musik zapin

saling jalin menjalin menjadi sebuah pertunjukan seni yang memiliki identitas dan

ciri khas tersendiri. Dan untuk lebih jelasnya pembaca dapat melihat isi tesis ini

selanjutnya.

Kata kunci : Zapin, Melayu, Serdang, Sejarah, Fungsi, Struktur, Difusi,

Akulturasi, Eksis.

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana

Wataala atas segala limpah karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini hingga dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah, dan penulis dapat

menyelesaikan studi di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Selepas itu selawat

dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam,

yang telah menuntun penulis dengan Islam dan iman, semoga syafaat beliau kelak

penulis dapatkan di yaumil jaza’.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. Sofyan Effendi dan

Emak, dr.Hamzidar. Keduanya telah bersusah payah membesarkan, mendidik, dan

menyekolahkan saya sampai jenjang yang lebih tinggi, khususnya di tingkat

magister ini. Semua yang ayah dan ibu berikan tidak mampu saya balas dengan

apapun. Hanya tesis inilah yang dapat saya berikan sebagai tanggung jawab anak

kepada orang tuanya. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada kakak

saya, Shanti Rosita S.E. dan Dewi Santanasari S.S. atas dorongan, dan semangat

yang diberikan kepada saya. Dan juga kepada istri saya Syafridayani Dalimunthe

yang juga turut serta membantu penulis menyelesaikan tesis ini

Secara akademis, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

(12)

fakultas Ilmu Seni dan Budaya. Penulis juga mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Drs. Irwansyah, M.A., yang

juga merupakan Dosen Pembimbing I dan sekertaris Bapak Drs. Torang

Naiborhu, M.Hum, yang telah memberi masukan dan materi serta tehnik

penulisan yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis. Juga terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Fadlin, M.A. selaku Dosen

Pembimbing II dan Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., yang telah

memberi masukan dan materi serta tehnik penulisan yang belum sempurna hingga

akhir penyelesaian tesis, dan juga semua tuntunan, petuah-petuah, agar penulis

tetap terus maju dan selalu optimis dalam menjalankan hidup ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang ada di Program Studi

Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni : Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D.,

Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Dra. Rithaony, M.A., Drs. Setia Dermawan Purba,

M.Si., Dra. Frida Deliana, M.Si., Drs. Bebas Sembiring, M.Si. atas segala ilmu

yang telah diberikan selama ini. Begitu juga Drs. Ponisan S.S., sebagai pegawai

Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara, atas segala bantuannya selama ini. Dan yang terakhir

dalam penyelesaian masalah transkripsi lagu dalam karya ini, penulis dibantu oleh

saudara Bambang dan Saidul, untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis

berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu dapat menjadi

(13)

Oleh sebab itu, kepada semua pihak, penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik yang bersifat membangun pada tesis ini.

Medan, Augustus 2011

Penulis

(14)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Husein

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 25 September 1977

Alamat : Komplek perumahan Taman Perkasa Indah, blok F.

No.11, pasar II, Tanjungsari, Medan.

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Dosen Honor di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Pendidikan : Sarjana Seni (S.Sn) dari Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara, Jurusan Etnomusikologi, lulus tahun

2004.

 

Pada tahun akademi 2009/2010 diterima menjadi mahasiswa pada

Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu

(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Agustus 2011

Muhammad Husein NIM: 097037008

(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRACT... iv

INTISARI... vii

PRAKATA... x

HALAMAN PERNYATAAN... xiv

DAFTAR ISI... xv

DAFTAR TABEL... xx

DAFTAR PETA... xx

DAFTAR NOTASI... xx

DAFTAR BAGAN... xxi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan... 29

1.3 Tujuan Penelitian... 30

1.4 Tinjauan Pustaka ... 31

1.5 Landasan Teori ... 33

1.6 Metode Penelitian ... 37

1.7 Teknik Mengumpulkan dan Menganalisa Data... 38

(17)

BAB II ETNOGRAFI DELI SERDANG DALAM KONTEKS DUNIA

MELAYU DAN SUMATERA UTARA, INDONESIA... 71

2.1 Seputar Etnografi dan Wilayah Budaya ... 71

2.2 Dunia Melayu ... 88

2.3 Alam Melayu ... 92

2.4 Indonesia dan Perjalanan Kebudayaannya ... 96

2.5 Malaysia ... 110

2.6 Singapura ... 114

2.7 Pattani Thailand... 120

2.8 Brunei Darussalam ... 124

2.9 Sumatera Utara ... 133

2.10 Kesultanan Sumatera Timur ... 148

2.10.1 Kerajaan di Sumatera Timur ... 149

2.10.2 Kesultanan Deli... 167

2.10.3 Kesultanan Serdang... 172

2.10.4 Kesultanan Langkat... 189

2.10.5 Kesultanan Asahan... 191

BAB III SEJARAH ZAPIN DI SERDANG... 194

3.1 Pengertian Sejarah... 194

3.2 Sejarah sebagai Ilmu Pengetahuan... 195

3.3 Teori ... 197

(18)

3.5 Sejarah Zapin dalam Wilayah Budaya Serdang... 206

3.6 Konsep Kebudayaan dalam Islam... 212

3.7 Ciri-ciri Kebudayaan Islam ... 226

3.8 Hukum Seni dalam Islam ... 229

3.9 Hukum Lagu dan Tari dalam Islam ... 232

3.10 Kedudukan Lagu (Musik) dalam Islam ... 234

3.11 Gambaran Umum Musik di Dunia Islam dan Melayu ... 238

3.12 Seni dalam Filsafat Islam dan Melayu ... 254

3.13 Zapin di Wilayah Budaya Serdang ... 266

BAB IV FUNGSI DAN GUNA ZAPIN... 278

4.1 Pengertian Fungsi dan Guna dari Para Ilmuwan ... 278

4.2 Penggunaan Zapin ... 287

4.2.1 Upacara Pesta Kawin ... 287

4.2.2 Upacara Pesta Khitan ... 304

4.2.3 Untuk Upacara Menabalkan Anak ... 306

4.2.4 Untuk Perlombaan dan Festival ... 308

4.3 Fungsi Zapin ... 308

4.3.1 Integrasi Sosiobudaya ... 309

4.3.2 Kelestarian Budaya ... 313

4.3.3 Pendidikan... 314

4.3.4 Hiburan... 318

(19)

4.3.6 Mata Pencarian... 321

4.3.7 Ekspresi Individu ... 322

4.3.8 Ekspresi Kelompok ... 325

4.3.9 Ekspresi Emosi... 328

BAB V STRUKTUR TEKS, TARI, DAN MUSIK ZAPIN... 330

5.1 Tentang Struktur. ... 330

5.2 Struktur Teks Lagu-lagu Zapin. ... 331

5.3 Struktur Tari Zapin ... 342

5.3.1 Struktur Tari Melayu... 342

5.3.2 Teknik Gerak Tari Melayu ... 349

5.3.3 Tata Susila Tari Melayu ... 350

5.3.4 Busana Tari Zapin ... 355

5.3.5 Deskripsi Gerak Tari Zapin... .. 357

5.4 Struktur Musik Zapin ... 358

5.4.1 Alat-alat Musik Melayu dan yang Digunakan dalam ensambel Zapin ... 358

5.4.2 Peranan Alat Musik dan Tekstur ... 360

5.4.3 Hubungan Musik dan Tari Zapin... 361

5.5 Struktur Melodi Lagu-lagu Zapin... 369

5.5.1 Notasi dan Transkripsi... 369

5.5.2 Sampel Lagu ... 371

5.5.3 Tangga Nada... 377

(20)

5.5.5 Wilayah Nada ... 383

5.5.6 Jumlah Nada ... 384

5.5.7 Interval... 386

5.5.8 Pola Kadensa ... 387

5.5.9 Formula Melodi ... 391

5.5.10 Kontur... 396

BAB VI PENUTUP... 397

6.1 Kesimpulan... 397

6.2 Saran ... 400

KEPUSTAKAAN... 401

GLOSARIUM... 407

LAMPIRAN 1 : DAFTAR INFORMAN... 410

LAMPIRAN 2 : FOTO PENARI DAN PEMUSIK ZAPIN DI PERBAUNGAN... 412

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sepuluh Ras Dunia... 82

Tabel 3.5.2 Konstruksi Sejarah Zapin di Serdang... 211

Tabel 5.4.3.2 Lagu-lagu Zapin yang Umum Dipertunjukan dalam Dunia Melayu ... 368

Tabel 5.5.4.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Lancang Kuning... 381

Tabel 5.5.4.2 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Bulan Mengambang... 382

Tabel 5.5.4.3 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Ya Salam... 382

Tabel 5.5.4.4 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Selabat Laila... 383

DAFTAR PETA Peta 2.1 Lingkaran-lingkaran Hukum Adat di Indonesia... 76

Peta 2.3 Dunia Melayu ... 95

Peta 2.10 Sumatera Timur dekade 1940-an ... 149

Peta 3.5.1 Negara Yaman, Asal Seni Zapin ... 208

DAFTAR NOTASI Notasi 3.11 Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme (Iqaat) dari Budaya Islam di Asia Barat (Timur Tengah) ... 247

Notasi 5.4.3 Rentak Dasar Zapin ... 366

(22)

Notasi 5.5.2.1 Lagu Zapin Lancang Kuning ... 373

Notasi 5.5.2.2 Lagu Zapin Bulan Mengambang ... 374

Notasi 5.5.2.3 Lagu Zapin Ya Salam ... 375

Notasi 5.5.2.4 Lagu Zapin Selabat Laila ... 376

DAFTAR BAGAN

Daftar Bagan Kabupaten dan Kota yang ada di Sumatera Utara ... 143

Daftar Foto dan Nama Gubernur di Sumatera Utara ... 144

Daftar Bagan 2.10.3.1 Bagan Silsilah Kesultanan Serdang ... 186

Daftar Bagan 2.10.3.2 Bagan Silsilah Kesultanan Serdang ... 187

(23)

ABSTRACT

In speaking of Zapin writer is inseparable from an understanding of

history because it starts from the origin, the entry process, adaptation, to exist

until now which is a periodization of history. The meaning of history is that

events, incidents,etc, that occurred in the past. So in this case i will record,

records, data on the history of Zapin through the previous Zapin experts,

particularly in the area of Serdang, North Sumatra. First of all the authors will

provide an understanding of Zapin, that is, etymologically, the word Zapin

derived from the Arabic word “Zafn” is foot steps, where as according to the

author’s own understanding Zapin is a dance that promotes the performinng arts

aspect of the foot in dance accompanied by major instrument which consisted of

out / lute, marwas, and drum master. Zapin performing arts is one of Indonesia’s

cultural heritage is derived through a process of diffussion and acculturation from

the Middle East Therefore, in the whole movement on the dance Zapin this

implies many shades of Islam, as well as with the use of musical instruments used

to accompany dance Zapin is partly derived from the Middle East Then the

authors discuss Zapin can not be sparated from the context of the Malays, because

it is common that this performing arts belong to the Malay community that exist

in this world.

Zapin it self according to the Malay is “tandak” or dance, while the

scientists looked particularly ethnomusicologist Zapin was a unian between music

and dance, so in this study the authors will discuss the understanding of the

(24)

culture, and who became one of the authors is the location of the object market

research workshop, Perbaungan Subdistrict, Deli Serdang regency and village

Nibung Scorched, District Tanjung Tiram, Coal District.

At first Zapin art comes from Hadhramaut. Now the Hadhramaut region of

Yemenis located in the State, precisely in the southern Peninsula Arabiah. The

people of this Hadramaut or commonly known Hadrami came to the archipelago

in the century-the 13th century. Further around the 18th century Arab traders

arrive, where one of them is Sayid (among those of Arab descent and are

considered as zuriat than the Prophet Muhammad) of Hadramaut to Serdang, he

was a captain ond owner of the ship. He is the descendant of Sayyid Ahmad Ibn

Isa Al Muhaji who moved from Basra (Iraq) to Hadramout (South Yemen). Well

one of his brother than Sayid is married sister Johanshah Sultan of Serdang

Kingdom, and many descendants of these Sayid who live in the king domain the

kingdom of Deli Serdang. Zapin who came to the archipelago is estimated at

arrival to the spread of Islam in this region, whose density is so massively in the

13th century. Which ever occurs first region to receive Zapin in the archipelago

are not yet many expressed by experts on the history of art. However, according to

the wave archipelago Islamization, the region west of the Malay World is most

likely receive the first performing arts of Islam. Despite the historical evidence in

that direction still needs to be extracted and searched.

As is known in general that the Zapin it is a function performing arts

entertainment for weddings, circumcision, birthday of the Prophet and other

(25)

useful for propagation of Islam. Furthermore, the structure of music and dance in

the show Zapin can not be separated because they are walking along in the show.

In this sense that structure is defined as the art of building structures in the

terminology of this thesis is an art of building (in which consists of text, dance,

and music) which consists of parts taht are smaller, which form a unity. The

structure of art is embodied in the dimension of time and space. The structure of

text, dance, and music intertwine with each other Zapin establish a perdorming

arts has its own characteristics and identity. And for more details, readers can

view the contents of this thesis further.

Keywords : Zapin, Malay, Serdang, History, Function, Structure, Diffusion,

Acculturation, Exist.

(26)

INTISARI

Dalam berbicara mengenai zapin penulis tidak terlepas dari pengertian

sejarah karena mulai dari asalnya, proses masuk, adaptasi, hingga eksis sampai

sekarang ini yang merupakan periodisasi sejarah. Yang dimaksud dengan sejarah

ialah peristiwa, kejadian, dan sebagainya yang terjadi pada masa lalu. Jadi dalam

hal ini penulis akan merekam, mencatat, data-data mengenai sejarah zapin melalui

para pakar-pakar zapin terdahulu, khususnya di daerah Serdang, Sumatera Utara.

Pertama sekali penulis akan memberikan pengertian tentang zapin, yaitu secara

etimologis, kata zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yaitu langkah

kaki, sedangkan pengertian zapin menurut penulis sendiri ialah suatu seni

pertunjukan tari yang mengutamakan aspek kaki dalam menarikannya diiringi

dengan alat musik utama yang terdiri dari oud/gambus, marwas, dan gendang

induk. Seni pertunjukan Zapin ini adalah salah satu warisan budaya Indonesia

yang berasal melalui proses Difusi dan Akulturasi dari Timur Tengah. Oleh

karena itu dalam seluruh gerakan pada tarian Zapin ini banyak menyiratkan

nuansa keislaman, begitu juga halnya dengan penggunaan alat-alat musik yang

digunakan untuk mengiringi tari Zapin ini sebagian berasal dari Timur Tengah.

Kemudian dalam membicarakan zapin penulis tidak bisa terlepas dari konteks

Melayu, karena sudah umum bahwa seni pertunjukan ini adalah kepunyaan

masyarakat Melayu yang ada di dunia ini.

Zapin itu sendiri menurut orang melayu adalah “tandak” atau tarian,

sementara kalangan ilmuwan khususnya etnomusikolog memandang zapin itu

(27)

membahas pengertian sejarah, fungsi dan struktur, pada seni pertunjukan Zapin

yang ada di wilayah budaya Serdang, dan yang menjadi salah satu lokasi objek

penelitian penulis ialah pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli

Serdang dan desa Nibung Hangus, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten

Batubara.

Pada mulanya kesenian zapin berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan

Hadhramaut itu berada di Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah.

Orang-orang Hadramaut ini atau yang lazim disebut Hadhrami datang ke

Nusantara di abad-abad ke-13. Selanjutnya sekitar abad ke-18 berdatanganlah

para pedagang Arab, dimana salah satunya yaitu Sayid (golongan orang-orang

keturunan Arab dan dianggap sebagai zuriat daripada Nabi Muhammad) dari

Hadramaut ke Serdang, beliau ini adalah seorang Nahkoda kapal yang sekaligus

pemilik kapal. Beliau ini adalah keturunan dari Sayid Ahmad Ibnu Isa Al Muhaji

yang pindah dari Basra (Iraq) ke Hadramaut (Yaman Selatan). Nah salah seorang

saudara daripada Sayid ini kawin dengan saudara perempuan Sultan Johanshah

dari Kerajaan Serdang, dan banyak keturunan Sayid ini yang tinggal di wilayah

Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Zapin yang datang ke Nusantara ini

diperkirakan sama datangnya dengan persebaran Islam di kawasan ini, yang

densitasnya begitu masif di abad ke-13. Kawasan mana yang lebih dahulu

menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak diungkap oleh para pakar

sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang pengislaman Nusantara,

(28)

menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah ke arah itu

masih perlu terus digali dan dicari.

Seperti yang diketahui secara umum bahwa Zapin itu adalah sebuah seni

pertunjukan hiburan yang berfungsi untuk acara pernikahan, sunatan, maulid Nabi

dan acara keagamaan lainnya, khususnya agama Islam. Jadi Zapin berguna untuk

media enkulturasi dakwah Islam. Selanjutnya struktur musik dan tari dalam

pertunjukan zapin tidak dapat dipisahkan karena mereka ini berjalan seiring dalam

pertunjukannya. Dalam hal ini pengertian struktur adalah bangunan seni Yang

dimaksud dengan terminologi struktur dalam tesis ini adalah suatu bangunan seni

(yang di dalamnya terdiri dari teks, tari, dan musik) yang terdiri dari

bagian-bagian yang lebih kecil, yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni ini

diwujudkan dalam dimensi waktu dan ruang. Struktur teks, tari, dan musik zapin

saling jalin menjalin menjadi sebuah pertunjukan seni yang memiliki identitas dan

ciri khas tersendiri. Dan untuk lebih jelasnya pembaca dapat melihat isi tesis ini

selanjutnya.

Kata kunci : Zapin, Melayu, Serdang, Sejarah, Fungsi, Struktur, Difusi,

Akulturasi, Eksis.

(29)

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Kesenian adalah ekspresi kebudayaan manusia. Kesenian dapat hidup,

tumbuh, dan berkembang karena didukung oleh masyarakatnya, baik kelompok

seniman (komposer, pencipta lagu, koreografer, penari, pemusik, pekerja seni),

budayawan, pemimpin politik, dan masyarakat secara umum. Kesenian muncul

dalam kebudayaan manusia di seluruh dunia ini, karena pada dasarnya manusia

memerlukan pemuasan dan kebutuhan akan keindahan (estetika). Sama juga

halnya dengan manusia yang membutuhkan bahasa dalam rangka komunikasi

verbal sesamanya, manusia juga membutuhkan pendidikan supaya ia pintar dan

dapat mengelola alam sekitarnya. Begitu juga manusia memerlukan mata

pencaharian hidup untuk memenuhi keperluan sehari-harinya seperti makan,

minum, pakaian, perumahan, dan lainnya. Dengan demikian, manusia

memerlukan berbagai kebutuhan, yang kemudian menghasilkan kebudayaan.

Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan universal manusia. Dalam

sebuah kelompok masyarakat, kesenian ini ada yang dihasilkan oleh masyarakat

tersebut, tidak dipengaruhi oleh kesenian dari luar. Kesenian yang demikian ini

merupakan hasil dari proses inovasi para senimannya. Namun di sisi lain, ada juga

beberapa genre seni yang merupakan peminjaman atau adopsi dari kesenian luar,

(30)

sedemikan ini dapat dikatakan sebagai hasil dari proses akulturasi1, yaitu

percampuran dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan baru.

Sebagai contoh, dalam kebudayaan masyarakat di Sumatera Utara,

beberapa genre kesenian yang mengekspresikan aspek inovasi internal (dalam hal

ini maksudnya kolaborasi seniman terhadap beberapa seni pertunjukan yang ada

di wilayah Sumatera Utara) adalah genre seni ronggeng, gordang sambilan,

berbagai jenis ende di Mandailing, tortor Batak Toba, nyanyian permangmang

Karo, tari faluaya Nias, tradisi ahoi Melayu, permainan kalondang Dairi, dan

masih banyak lagi yang lainnya. Di sisi lain, ada pula seni yang merupakan hasil

akulturasi kebudayaan masyarakat Sumatera Utara dengan kebudayaan luar.

Misalnya seni keroncong, dangdut, keyboard khas Sumatea Utara (Karo, Melayu,

Jawa), marhaban, barzanji, zapin2, dan lain-lain. Kesenian yang terakhir ini, yaitu

zapin tumbuh dan berkembang di dalam kebudayaan Melayu pada umumnya,

yang kemudian juga menjadi identitas kepada kesenian Islam. Untuk itu perlu

dipahami apa itu Melayu.

Menurut Ismail Husein3 Melayu adalah sebuah terminologi yang dapat

diartikan sebagai kelompok etnik, ras, kebudayaan, atau wilayah budaya.

Pengertian Melayu bisa menyempit dan bisa juga meluas. Dalam pengertian etnik,

1

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 247-248.

2

Dalam tesis ini istilah zapin yang diserap dari bahasa Arab, ditulis dengan huruf miring (italic) hanya ada pemunculan pertamanya saja. Setelah itu, istilah ini akan ditulis dengan huruf biasa untuk mengefektifkan penulisan dan memenuhi standar dan norma-norma dalam penulisan ilmiah. Istilah zapin ini tentu saja akan muncul secara repetitif di semua tempat, kemungkinan besar di semua halaman. Jadi para pembaca mestila memahami teknik penuisan yang penulis maksud tersebut.

3

Ismail Husein, The Study of Traditional Malay Literature with Selected Bibliography, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1978), hal., 3-4.

(31)

Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (atau ras) besar di dunia.

Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar

di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah

persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu

(Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara seperti Malaysia,

Filipina (bagian selatan), Singapura, Myanmar, Brunei Darussalam, dan

Indonesia.

Di Indonesia4, etnik Melayu terdapat di beberapa provinsi, yaitu: daerah

Tamiang di Daerah Istimewa Aceh sekarang Nanggroe Aceh Darussalam, Pesisir

Timur Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Di

Pesisir Timur Sumatera Utara, dahulu masuk wilayah Sumatera Timur, wilayah

budaya etnik Melayu berdasarkan pemekarannya meliputi Kabupaten/Kota:

Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan,

Tanjung Balai, Batubara, dan Labuhan Batu (Labuhan Batu Utara dan Labuhan

Batu Selatan), dan Siak Sri Indrapura.

Secara teoretis, orang Melayu bisa saja berasal dari setiap suku bangsa,

asalkan ia menganut agama Islam, berbicara dalam bahasa Melayu dan hidup

sesuai dengan adat-istiadat Melayu dalam kehidupan sehari-hari5. Kemudian

Judith A. Nagata berpendapat seperti yang dikutip oleh Tengku Luckman Sinar,

mengemukakan hal yang sama yaitu bahwa yang disebut dengan etnik Melayu itu

adalah seseorang yang beragama Islam, yang dalam lingkungannya berbahasa

4

Tentang wilayah budaya Melayu ini dapat dilihat dari tulisan-tulisan: (1) Tengku Luckman Sinar (1994); (2) Ismail Hussein (1984:3-4); (3) J. C. van Eerde (1920:17-20) dan (4) C. Lekkerkerker (1916:119).

5

(32)

Melayu, yang menerapkan tingkah laku adat Melayu, dan memenuhi berbagai

syarat setempat. Selanjutnya menurut Lah Husni, yang disebut suku Melayu itu

berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar, yaitu: Islam, beradat,

berbudaya, berturai, dan berilmu6.

Arti kata Melayu secara etimologis, ada beberapa pendapat, antara lain

seperti dikemukakan oleh Burhanuddin (informan) yang mengatakan bahwa

defenisi Melayu secara harfiah adalah negeri yang mula-mula. Selanjutnya

menurut Zein bahwa yang dimaksud dengan Melayu adalah bangsa yang

menduduki sebahagian besar pulau Sumatera serta pulau-pulau Riau-Lingga,

Bangka, Belitung, Semenanjung Melaka, dan pantai laut Kalimantan. Lebih lanjut

Zein mengatakan bahwa istilah Melayu adalah kependekan dari Malayapura, yang

artinya adalah kota di atas bukit Malaya, kemudian menjadi Malaiur, dan akhirnya

menjadi Melayu7. Dengan demikian, Melayu sangat berkaitan dengan identitas

kebudayaan, yang dilandasi oleh Islam yang universal (syumul), termasuk terapan

zapin dalam masyarakat Melayu di Serdang, Sumatera Utara, yang menjadi fokus

perhatian penulis dalam tesis ini.

Pada tulisan ini saya akan membahas tentang zapin Melayu dalam wilayah

budaya Serdang yang mengkaji aspek sejarahnya, fungsi bagi masyarakatnya,

struktur musik dan tari, serta kajian teks lagunya. Zapin merupakan produk masa

lalu, dan telah menjadi salah satu genre seni tari yang berlanjut sampai saat ini

6

Tengku Lah Husni dalam Muhammad Takari, “Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal,” Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990, hal., 90.

7

St. Muhmmad Zein dalam Muhammad Takari, “Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal,” Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990, hal., 33.

(33)

sebagai salah satu bagian dari tradisi seni pertunjukan bersifat kontekstual

seremoni dalam kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari. Berdasarkan hal itu,

maka wajar kiranya terutama masyarakat pendukung tradisi seni zapin

melanjutkan eksistensinya dengan segala kemungkinan akan dinamika perubahan,

atau merancang perubahan untuk masa mendatang. Sehingga genre zapin yang

baru dalam berbagai kemungkinan wajah seni dapat diwujudkan sebagai pemenuh

citra estetika manusia ke depan.

Zapin menurut penjelasan para informan di kawasan budaya Melayu

Serdang adalah tari (tandak). Sedangkan para ilmuwan yang telah meneliti zapin

pengertiannya ialah seni pertunjukan tari yang diiringi dengan musik zapin. Jadi

dari sini didapatlah pengertian etik dan emik. Pengertian etik itu adalah pandangan

orang luar terhadap suatu seni pertunjukan atau budaya, sedangkan emik adalah

pandangan orang dalam atau masyarakat pendukung dari suatu kebudayaan itu

atau seni pertunjukan itu sendiri.

Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu

yang di dalamnya mencakup musik (rentak atau ritme), tari, serta lagu. Apabila

rentak zapin itu didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin.

Seperti apa yang dikatakan oleh Fadlin (wawancara Januari 2011), bahwa struktur

rentak atau ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di Medan, dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak

anak atau peningkah. Rentak induk dibentuk oleh tanda birama 4/4 dengan pola

ritme khas zapin, sedangkan rentak peningkah dikembangkan berdasarkan rentak

(34)

Musik zapin di kawasan Serdang Sumatera Utara, biasa juga disebut

musik gambus, yang alat musik utamanya adalah gambus, di samping alat musik

marwas dan musik pengiring yang lain seperti biola, akordeon, gendang ronggeng

(frame drum), dan vokal. Sedangkan dari struktur melodi, zapin mempergunakan

unsur-unsur budaya musik Melayu, Arab, India, dan Barat.

Zapin memiliki struktur musik yang cukup jelas. Zapin mempunyai

bahagian pembuka yang biasa jadi improvisasi solo gambus yang free meter

(taksim), bahagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan variasi

gendang (tahtum). Dengan demikian zapin dapat pula digolongkan sebagai seni

pertunjukan Melayu yang berdasar pada kesenian Islam. Oleh karena itu, maka

seni zapin sangat menarik untuk dikaji dari sisi seni pertunjukan, dan juga dengan

berbagai disiplin lain seperti etnomusikologi, etnokoreologi, antropologi,

sosiologi, sejarah, semiotik, dan lain-lain.

Kajian pertunjukan (performing art studies) adalah sebuah disiplin baru,

sebuah pendekatan interdisipliner yang mempertemukan berbagai disiplin, antara

lain: kajian teater, antropologi, antropologi tari, etnomusikologi, folklor,

semiotika, sejarah, linguistik, koreografi, kritik sastra, dan lain-lain. Sasaran

kajian pertunjukan tidak terbatas hanya kepada tontonan yang dilakukan di atas

panggung, tetapi yang juga terjadi di luar panggung; olahraga, permainan sirkus,

karnaval, perjalanan ziarah, nyekar (ziarah kubur), dan ritual (dalam kebudayaan

Melayu disebut adat istiadat). Ada beberapa tokoh tentang seni pertunjukan ini

(35)

pakar pertunjukan, dan editor The Drama Review), Sal Murgiyanto, dan R.M.

Soedarsono.(wawancara dengan Torang, 2010)

Turner dan Bruner (1982) mengatakan, sebuah ritual harus dilakukan,

sebuah mite harus diceritakan, sebuah narasi harus diucapkan, sebuah novel

dibaca, sebuah drama dipentaskan, karena lakonan, resitasi, penceritaan,

pembacaan, dan pertunjukanlah yang membuat sebuah teks transformatif dan

memungkinkan kita mengalami kembali warisan budaya kita. Di sini kita

berhubungan dengan teks yang dipertunjukkan, yang menyadarkan kita bahwa

antropologi (seni) pertunjukan adalah bagian dari antropologi (seni) pengalaman.

Kemudian menurut R.M. Soedarsono8 secara garis besar fungsi seni pertunjukan

ialah: (a) sebagai sarana upacara; (b) sebagai tontonan; dan (c) sebagai hiburan

pribadi.(wawancara dengan Torang, 2010)

Selain itu, pendekatan pertunjukan juga mengambil pelajaran dari disiplin

semiotik dalam usahanya memahami bagaimana makna sebuah peristiwa

pertunjukan. Pelopornya, Ferdinand de Saussure (Amerika Serikat), dan Charles

Sanders Peirce (Swiss)9. Dalam semiotik ada 3 hal yang saling berkaitan yang

perlu diperhatikan; representatum (penyaji), interpretant (pengamat), dan objek.

Objek yang dipertunjukkan memuat berbagai lambang yang harus

diinterpretasikan oleh pemain ataupun penonton dalam usahanya memahami

proses pertunjukan.

8

R.M. Soedarsono, 1985. “Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kebudayaan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 9 Oktober 1985. hal. 18-21. dalam Etnomusikologi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni, Nomor 7, Medan : Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, 4 Maret, 2008. hal.44.

9

(36)

Lambang ini oleh Peirce dibedakan atas 3 jenis: ikon, indeks, dan simbol.

Ikon adalah lambang yang wujudnya menyerupai yang dilambangkan, seperti

sebuah foto. Indeks adalah tanda yang menunjukkan akan adanya sesuatu yang

lain. Asap adalah tanda akan adanya api. Sedangkan simbol adalah lambang yang

tak menyerupai yang dilambangkan; burung garuda sebagai simbol bangsa

Indonesia.(wawancara dengan Torang, 2010)

Defenisi seni pertunjukan adalah suatu bentuk ekspresi komunal yang

penting dan berfungsi sebagai jembatan dialog atau komunikasi10: (a) antara

Tuhan dan ciptaannya, (b) antara pemuka adat dan masyarakatnya, dan (c) antara

sesama manusia. Seni Pertunjukan tradisional terbagi atas dua (2) bagian: 1. seni

pertunjukan sakral, yaitu seni pertunjukan yang masih memiliki hubungan dengan

upacara keagamaan, baik bersifat komunal sakral, 2. seni pertunjukan sekuler,

seni pertunjukan yang memiliki aspek hiburan, pergaulan, serta penonton dapat

terlibat dalam pertunjukan.

Jadi menurut paparan di atas dapat dilihat bahwa pengaruh unsur budaya

Arab sangat tampak sekali kelihatannya dari penggunaan alat musik gambus di

dalamnya. Oleh karena itu, walaupun zapin ini yang katanya berasal dari Arab,

oleh orang-orang Melayu, zapin dikembangkan dan disesuaikan dengan cita rasa

seni dan keperluan kebudayaan etnik Melayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal

dua jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu.

10

R.M. Soedarsono, 1999. Metode Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. hal. 49-50. dalam Etnomusikologi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni, Nomor 7, Medan : Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, 4 Maret, 2008. hal.45.

(37)

Jadi mengingat adanya semangat untuk menunjukkan kreativitas, maka

selalu ada variasi gerak yang khas yang membedakan tarian zapin dari satu daerah

dengan zapin dari daerah lain. Di situlah sesungguhnya keanekaragaman variasi

gerak zapin, yang memperlihatkan perbedaan dan kekayaan lokal genius wilayah

budaya setempat, termasuk juga perbedaan penamaannya. Dalam konteks itulah

kemudian kita mengenal zapin Arab –yang masih mempertahankan aura padang

pasirnya, zapin Johor –yang kini berkembang begitu cepat, zapin Pelan, zapin

Tengku, zapin Brunei (jipin tar dan jipin Laila Sembah), zapin Bengkalis (zapin

Tepung), zapin gelek sagu, dan sederet panjang nama lain yang menyertai variasi

gerak zapin. Bahkan, di Pulau Rupat, pernah pula ada tarian zapin sambil bermain

bola api. Orang pun kemudian menyebutnya sebagai zapin api11.

Selain itu, di beberapa daerah di wilayah Nusantara ini, zapin dikenal

dengan nama yang lain. Di Jambi, Palembang, dan Bengkulu misalnya, zapin

dikenal dengan nama dana, yang di Lampung disebut bedana, sedangkan di Nusa

Tenggara disebut dana-dani. Di Brunei, zapin lebih dikenal dengan nama jipin,

yang hampir sama dengan di Kalimantan yang menamakannya jepin, yang di

Sulawesi disebut jippeng, sedangkan di Maluku dikenal dengan nama jepen12.

Zapin Bengkalis, konon, mulai berkembang selepas Kesultanan Siak Sri

Indrapura tidak lagi memainkan peranan penting dalam kehidupan pemerintahan.

Tarian zapin kemudian tidak lagi dapat dipertahankan sebagai kesenian eksklusif

yang hanya dimainkan di kalangan istana dan kerabat kesultanan. Sebagaimana

lazimnya kesenian yang tumbuh dan berkembang di kalangan istana, pakem zapin

11

http://www. mahayana – mahadewa.com

(38)

yang semula begitu ketat dengan gerakan yang sangat menonjolkan kehalusan dan

langkah kaki yang rapat, kini mulai disusupi dengan menekankan kelincahan dan

kepiawaian gerak. Penari perempuan–yang dalam zapin awal tidak diizinkan—

kini justru menjadi bagian yang sama pentingnya dengan penari laki-laki. Dengan

demikian, zapin mengalami perubahan fungsi dari konteks hiburan istana menjadi

konteks hiburan rakyat. (wawancara dengan Muslim, Desember 2010).

Menurut Sal Murgiyanto13, tari adalah salah satu saka guru seni

pertunjukan tradisi Indonesia. Tari yang merupakan cabang seni pertunjukan

tertua lahir bersamaan dengan lahirnya kebudayaan manusia. Ironisnya, sebagai

disiplin studi, tari justru merupakan disiplin yang paling muda. Menurutnya

jenis-jenis tari yang diamatinya tidak terbatas pada tari-tari Melayu Riau dan Sumatera

Utara yang disebut sebagai daerah asal dan pusat budaya Melayu, tetapi juga

kelompok Melayu dari Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, bahkan yang

berasal dari Malaysia.

Tari adalah salah satu ekspresi budaya yang sangat kaya, tetapi paling sulit

untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Mengamati gerak laku sangat mudah, tetapi

tidak mengetahui maknanya. Tari dapat diinterpretasikan dalam berbagai tingkat

persepsi. untuk memahami maksud yang hendak dikomunikasikan dari sebuah

tarian, orang perlu tahu tentang kapan, kenapa, dan oleh siapa tari dilakukan.

Dalam mengukur kedalaman sebuah tarian atau menjelaskan sebuah pertunjukan

13

Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan,” makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal. 1.

(39)

dari kebudayaan lain, dituntut pemahaman cara dan pandangan hidup masyarakat

yang menciptakan dan menerima tarian tersebut14.

Selanjutnya dalam pembicaraan tentang estetika atau keindahan tari,

jenis-jenis tari yang dilakukan sebagai pelepas kekuatan emosional dan fisik tidak akan

dibahas.

Keterampilan gerak biasanya dikuasai secara instingtif dan intuitif. Tari

sebagai ungkapan seni mulai hadir ketika orang mulai sadar akan pentingnya

teknik atau keterampilan gerak, dan ketika itu orang mulai mengatur gerak,

artinya mulai ada tuntutan keteraturan atau bentuk. Sejalan dengan pertumbuhan

itu mulai tumbuh kepekaan nilai pengalaman dan perasaan yang dihayati secara

lebih mendalam. Masalah dasar dalam kesenian adalah pengaturan yang

terkendali dari suatu medium dalam rangka mengkomunikasikan imaji-imaji dari

pengalaman manusia15.

Sebuah gerakan dinilai baik jika tujuan gerak tersebut dapat dipenuhi

dengan efisiensi maksimal dengan usaha yang sekecil-kecilnya, sehingga gerakan

tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan terkendali tanpa gerak tambahan yang

tidak perlu. Ellfeldt16 (1976: 136) menyebutkan bahwa yang melahirkan

gerakan-gerakan yang gemulai, anggun, indah adalah pengendalian tenaga dalam

melakukan gerak.

14

H. Kuper dalam A.F. Synder, 1984, “Examining the Dance Event From A World Perspective”, Ceramah di Grand Salon, Renwick Gallery, hal. 5, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 2.

15

Ellfeldt, L. Dance: From Magic to Art. Dubuque, (Iowa: W.C. Brown, 1976), hal. 160, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 4.

16

(40)

Salah satu hal yang membuat kita dapat merasakan keindahan sebuah

gerak tari adalah ketika pelakunya mampu menarikan dengan kekuatan,

kelenturan, dan koordinasi yang sempurna, sehingga rasa gerak yang dilakukan

merambat dan dirasakan oleh penonton. Kalau penari menggambarkan gerakan

terbang, maka penonton pun seakan-akan ikut terbang bersama penari.

Faktor pertama yang mempengaruhi estetika gerak tari adalah

keterampilan atau kemahiran melaksanakan gerak. Penari Jawa menyebutnya

wiraga dan dalam literatur Barat disebut teknik gerak atau teknik tari. Berbeda

dengan gerakan dalam olahraga, gerakan tari bukan saja harus dilakukan secara

benar, tetapi “bagaimana gerakan itu dilakukan” harus terpenuhi. Dengan kata

lain, “kualitas” dan “gaya” dalam melakukan gerakan menjadi hal yang sangat

penting17.

Sebagaimana halnya tari tradisi lain, ada dua hal utama dalam

membicarakan tari tradisi Melayu. Pertama, adanya pola-pola gerak yang menjadi

dasar penyusunan tari. Kedua, adanya aturan dan konvensi yang menentukan

pengaturan pola-pola yang membangun ragam-ragam gerak18. Teknik dalam tari

tradisi dimaksudkan sebagai keterampilan mengkoordinasikan gerakan-gerakan

tubuh untuk melakukan ragam gerak sesuai dengan aturan dan konvensi yang

berlaku dalam tarian yang bersangkutan. Sebagai contoh, keterampilan penari

zaman dahulu diukur dari kemampuannya melakukan ragam gerak catuk. Diduga

gerak ini diilhami dari cara ayam mencatuk makanan. Penilaian tersebut dilakukan

17

Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 7.

18

(41)

dengan menyuruh dua penari pria menari dengan sebatang rokok pada

masing-masing mulutnya. Seorang penari dengan rokok yang sudah menyala, penari lain

dengan rokok yang belum menyala. Pada waktu membawakan ragam tari catuk,

penari dengan rokok yang belum menyala harus menghidupkan rokoknya dengan

jalan mencatukkan rokoknya ke rokok pasangannya. Mencatuk hanya boleh

dilakukan sebanyak tiga kali dan apabila penari belum berhasil menghidupkan

rokok di mulutnya, ia dianggap belum cukup terampil sebagai penari zapin19.

Penilaian keindahan gerak tari tradisi sering dipengaruhi oleh faktor

sosial, kesukuan, emosional, agama, dan kepercayaan setempat. Dalam menarikan

tari tandak dan tari zapin misalnya, pasangan penari pria dan wanita bergerak

berdekatan, tetapi tidak boleh saling bersentuhan. Dalam tari Melayu juga

dibedakan gerak tari ideal pria dan tari wanita. Mansur20 berpendapat, penari

wanita sebaiknya menonjolkan sikap badan dan gerakan yang lemah lembut,

sedangkan penari pria dengan sikap badan dan gerakan yang gagah. Dalam zapin,

penari pria menari dengan tempo lebih cepat daripada gerak penari wanita.

Medium tari adalah gerak, sedangkan alat yang digerakkan adalah tubuh.

Oleh karena itu, untuk dapat memahami tari, orang harus memahami bagaimana

menggunakan “alat” tersebut. Esensi tari adalah integrasi tubuh dan jiwa, serta

integrasi antara pengalaman batiniah dan pengalaman lahiriah secara konseptual

19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979: hal. 157, dalam Sal Murgiyanto,

1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 5.

20

Mansur, T. N. A. t.t. “Meninjau Beberapa Jenis Tari Melayu”. Naskah lepas, dalam Sal.Murgiyanto, “Cara Menilai Seorang Penari “, Kompas 19 Juli 1977, Jakarta, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 5.

(42)

dan estetika. Proses sebuah tarian diawali dengan pengalaman jasmaniah yang

secara naluriah mengatur dirinya secara ritmik. Dengan demikian pengaturan

ritmik merupakan unsur pokok tari. Seorang penari harus mendengarkan bunyi

gendang, dan bila benar-benar memperhatikan dan mendengarkan bunyi gendang,

maka dalam dirinya akan hadir gema gendang dan baru dapat benar-benar

menari21.

Dalam berkata-kata kita memerlukan jeda atau perhentian, cepat lambat,

dan intonasi suara agar dapat menghadirkan kalimat yang bermakna. Dalam tari

pun demikian juga. Gerak sebagai penyusun ragam tari dapat dihasilkan karena

pengaturan irama cepat lambat, jeda atau perhentian, awal pengembangan, dan

klimaks dari tiga unsur gerak (ruang, waktu, dan tenaga). Pengaturan irama

semacam ini sangat membantu penari dalam mengingat dan menghafalkan

rangkaian gerak, sehingga penari dapat melakukannya dengan penghayatan

maksimal. Pengaturan semacam ini juga memudahkan penonton dalam mengikuti

dan memahami ungkapan-ungkapan gerak yang dilakukan penari.

Menurut Tengku Luckman Sinar22 dalam tulisannya menjelaskan

rentak-rentak sebagai berikut. Pertama, tari lagu senandung, berirama pelan dengan

21

R.F. Thompson, 1974. African Art in Motion. Berkeley: University of California Press, hal. 262, dan A.F. Snyder, 1984. Examining the Dance Event From A World Perspective. Ceramah di Grand Salon, Renwick Gallery, hal. 9, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 6.

22 Tengku Luckman Sinar, 1982, “Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Seni Tari

Melayu di Sumatera Timur”, makalah seminar Pekan Penata Tari dan Komponis Muda Dewan Kesenian Jakarta. hal. 1-2, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 6-7.

(43)

nyanyian dan pantun nasib yang dibawakan oleh penari. Peralatan musik yang

digunakan adalah biola atau akordeon, dua buah gendang ronggeng bulat satu sisi

yang terdiri dari induk dan anak, dan sebuah gong atau tawak-tawak. Irama

senandung ini khas Melayu dan sudah ada dalam makyong yang masuk ke Tanah

Melayu pada abad ke-16. Dalam rentak senandung lebih diutamakan gerakan

tangan dan jari yang lemah gemulai daripada gerakan kaki. Kedua, tari lenggang

mak inang, dilakukan dengan tempo dan lagu yang dinyanyikan dalam empat

baris khorus. Gerak lenggang tangan yang lemah gemulai dikembangkan dengan

memegang saputangan atau selendang dan temponya dipercepat. Salah satu

variasinya adalah lagu Cek Minah Sayang.

Ketiga, tari lagu dua, dilakukan dengan irama 2/4 yang bernada gembira

dengan pantun-pantun jenaka. Dalam tarian bertempo cepat ini gerakan kaki yang

dihenjut-henjutkan dan agresif lebih diutamakan, terutama bagi laki-laki.

Kadang-kadang langkah kaki berbunga (double step) seolah-olah tidak menjejak dan

badan seperti melayang. Angkatan tangan sebatas pinggang hingga bahu. Salah

satu variasi rentak lagu dua adalah pulau sari. Pulau sari merupakan rentak lagu

dua yang kecepatannya dilipatkan sehingga tidak pernah diiringi nyanyian lagi.

Gerakan kaki penari yang meloncat-loncat ringan sangat diutamakan.

Selanjutnya, pusat-pusat pemerintahan atau Kerajaan-kerajaan Melayu

hampir seluruhnya terletak di tepi sungai atau di tepi pantai. Sejak dahulu orang

Melayu ahli berdagang. Kedua hal ini menyebabkan kebudayaan Melayu terbuka

terhadap pengaruh luar. Salah satu pengaruh besar yang kemudian meresap dalam

(44)

budaya Hindu dan Budha, sehingga budaya Hindu-Budha tinggal penghias dalam

kebudayaan Melayu. Kesenian zapin (gambus), kasidah, rodat (barodah), dan zikir

barat adalah pengaruh dari kebudayaan Islam tersebut23.

Menurut Sinar, jauh sebelum Islam masuk, hubungan Melayu dengan

Siam sudah terbina cukup baik. Pengaruh Siam yang masuk melalui Kedah dan

Perlis terlihat dalam bentuk pertunjukan Makyong, Menora, dan Mendu di

wilayah Luhak Teluk Aru di Langkat dan di Kerajaan Deli Serdang. Pengaruh

India, dalam hal ini Keling atau Tamil, India Selatan, terus berlanjut, sesudah

Islam identik dengan Melayu. Pada akhir abad ke-19 pengaruh India ditandai

dengan berkembangnya pertunjukan wayang Parsi, Bangsawan, dan sebagainya.

Kemudian Luckman Sinar24 membagi tari-tarian Melayu dalam empat

kelompok. Pertama, kelompok tari yang masih bersifat magis-religius. Tari

dipimpin oleh pawang yang mengucapkan mantra-mantra tertentu, seperti yang

dilakukan dalam upacara mengambil madu lebah, jamu laut, jamu bendang atau

dalam tarian keliling sambil menginjak-injak padi yang disebut ahoi. Dalam

pertunjukan makyong, pawang mendapat bagian yang menghadap rebab. Kedua,

kelompok tari perang. Tari yang termasuk jenis ini adalah tari silat dan tari pedang

yang ditarikan oleh laki-laki dengan memakai senjata (pisau, keris, atau pedang).

Tarian ini dilakukan untuk menyambut tamu penting atau untuk mengarak

23

Tengku Luckman Sinar, 1982, “Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Seni Tari Melayu di Sumatera Timur”, makalah seminar Pekan Penata Tari dan Komponis Muda Dewan Kesenian Jakarta. hal. 3, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 2.

24

(45)

pengantin. Tari inai dengan gerakan silat sambil memegang lilin yang ditarikan di

depan pelaminan dalam “malam berinai besar” termasuk dalam kelompok ini.

Ketiga, tari pertunjukan. Tari ini dibedakan menjadi tari yang bersifat semireligius

dan tari yang semata-mata bersifat hiburan. Barodah dan zikir barat yang

menyanyikan syair pemujaan kepada Allah dan Rasullulah dalam bahasa Arab

dan bersumber dari kitab Barzanji, termasuk dalam tari semireligius. Adapun tari

yang bersifat hiburan semata-mata yaitu zapin. Keempat, kelompok tari-tari

ronggeng untuk menandak, antara lain tari lagu senandung, tari lagu dua, tari

lenggang mak inang/cek minah sayang, tari pulau sari, tari patam-patam, dan

gubang. Tari lagu senandung, tari lagu dua, tari lenggang mak inang/cek minah

sayang, dan tari pulau sari ini sering dilakukan dalam satu rangkaian dan disebut

sebagai tari Melayu empat serangkai.

Selanjutnya saya akan membicarakan masalah penyebaran tradisi zapin di

Asia Tenggara yang dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: Thailand Selatan,

Singapura, pantai timur Sumatera, kepulauan Riau, dan daerah pesisir yang

didominasi Melayu-Borneo (termasuk Brunei, beberapa bagian Sarawak dan

Sabah, dan Kalimantan) dalam hal ini mencerminkan hubungan erat antara

Melayu maritim dan Islam. Sangat menarik bahwa tradisi zapin dapat ditemukan

hanya di antara Melayu muslim yang pernah kontak sejarah dengan orang-orang

Arab dan budaya Arab. Ada kemungkinan bahwa beberapa suku Melayu mungkin

telah meminjam atau mengembangkan tradisi zapin setelah mengamati kelompok

(46)

melayu di Asia Tenggara bervariasi, iringan musik dan tarian bagian dasar tetap

hampir sama bentuknya.

Menurut Mohd Anis Md Nor25, unsur-unsur universal dalam tradisi zapin

yang paling jelas adalah dominasi pra-gambus atau 'ud sebagai instrumen

terkemuka. Penggunaan marwas dan pola interlocking, dengan improvisasi free

meter sebagai pembuka, didominasi oleh solo pemain gambus, dengan koda (khas

tradisi zapin), dan tidak adanya gerakan kaki pada hitungan pertama frase tarian

tari dasar.

Sekitar tahun 1720, rangkaian perang di Sumatera timur, yang

mencerminkan perpecahan di kesultanan Deli, menyebabkan pembentukan

Kesultanan Serdang. Pembentukan kesultanan baru dan kontraksi di wilayah

bekas antara kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur dan di Kepulauan

Melayu memfasilitasi penyebaran tradisi adat Melayu dari satu kerajaan ke

kerajaan yang lain. Ini juga merupakan periode ekspansi nilai-nilai budaya

Melayu-Islam dan tradisi, termasuk zapin di antara negara-negara bagian

Malaysia di wilayah Johor.

Keterkaitan erat yang telah terjalin di antara semua kerajaan Melayu pada

kedua sisi Selat Melaka dari periode kejatuhan kerajaan Melaka tercermin dalam

keluarga mereka yang saling aristokrat. Para bangsawan dari Perak, Pahang,

Trengganu, dan hari ini Johor dapat ditelusuri ke bangsawan Melaka

tua. Perkawinan campuran antara keluarga kerajaan Malaysia dari negara-negara

25

Mohd Anis Md Nor, The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A

National Performance Tradition. disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan, 1990, hal., 66.

(47)

ini adalah biasa seperti di masa lalu. Sebelum pecahnya dunia Melayu ke entitas

yang terpisah oleh kekuasaan kolonial di tahun 1824, perkawinan campuran

antara pangeran dan putri dari kesultanan Melayu di selat Melaka adalah

umum. Pertukaran pengantin kerajaan antara Terengganu dan Riau, Siak dan

Johor, bangsawan dari Deli Serdang dan istana Langkat dan mereka di

Semenanjung Melayu juga umum. Tradisi konsolidasi kekuasaan dan gengsi

melalui afinitas (tarik menarik) antar kerajaan juga memberikan kontribusi

terhadap penyebaran tradisi antara rumah tangga kerajaan. Itu adalah hal yang

umum bagi keluarga pengantin perempuan untuk mengirim pelayan untuk

menemaninya ke rumah mempelai pria. Rombongan terdiri dari beberapa inang

pengasuh (perawat basah), dayang-dayang (wanita yang menunggu), atau

pendayangan (pelayan wanita di suatu tempat). Kadang-kadang, penghibur istana

juga termasuk dalam rombongan kerajaan.

Pangeran Melayu yang tinggal dengan pengantin wanita biasanya disertai

oleh beberapa hulubalang (penjaga kerajaan), dan rombongan kerajaan juga

kadang-kadang disertai oleh musisi dan penghibur dari istana pengantin pria. Di

mana pun pasangan kerajaan akhirnya tinggal, pengawal pribadi mereka, petugas

istana, pembantu istana, dan penghibur biasanya tetap bersama mereka. Dengan

cara ini, pertunjukan baru diperkenalkan ke dalam istana-istana kerajaan

pasangan. Selanjutnya unsur paling penting dalam tradisi zapin dari Penyengat

adalah perlindungan gaya atau aliran yang diterima dari Raja Melayu berikutnya

di Riau-Lingga. Zapin adalah tradisi yang paling sering dilakukan untuk hiburan

(48)

zapin ditemukan, tapi fakta perlindungan kerajaan di Penyengat menunjukkan

bahwa zapin bukan sebuah tradisi rakyat biasa. Keturunan penyanyi zapin yang

hidup saat ini di desa Kampung Bulang, di pulau Penyengat, menyandang gelar

(Raja) sebelum nama mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pemain zapin sendiri

milik kelas bangsawan. Kelompok sisa penyanyi zapin di Penyengat adalah dari

keluarga Raja Daud bin Abu Bakar Raja, dirinya seorang penari zapin yang tekun.

Anggota tertua dari kelompok zapin adalah pemain gambus, Raja

Mahmud, yang belajar bermain gambus dari lingkaran keluarga bangsawan ketika

ia masih muda. Kelangsungan anggota keluarga Raja dalam pertunjukan zapin,

menyarankan tradisi zapin yang dipertahankan dan dipromosikan oleh anggota

kelas penguasanya sendiri. Bukti elemen umum yang kuat dalam tradisi zapin ini

ialah menampilkan gaya tari. Tari zapin gaya Penyengat sangat mirip dengan

lenga di Muar dan Johor. Terminologi yang digunakan untuk mengidentifikasi

motif tari zapin beberapa di Penyengat juga mirip dengan yang digunakan di

Muar, lenga, dan di pantai timur Sumatera. Istilah yang paling umum adalah titi

batang, ayak-ayak, loncat tiong, pusa belanak atau loncat belanak, dan tahtim.

Semua persyaratan untuk ungkapan tari zapin diberi nama setelah gerakan

bergaya yang mensimulasikan tindakan manusia atau alam.

Dalam motif tari titi batang, penari pindah ke cara melintasi jembatan (titi)

yang terbuat dari batang pohon (batang). Ayak-ayak mewakili gerakan tari yang

merupakan simbol dari satu analisis saringan tepung sagu. Loncat tiong adalah

gerakan yang meniru melompat dan melompat (loncat) dari burung Myna bukit

(49)

lompatan ikan Belanak yang umum ditemukan di tepi sungai berlumpur. Tahtim

adalah koda tari zapin. Penggunaan istilah yang serupa untuk menggambarkan

gerakan atau variasi motif tari yang identik di bagian lain Sumatera Timur

menunjukkan bahwa tradisi zapin menyebar bersama-sama dengan Islam dan

hegemoni politik kerajaan Melaka-Johor.

Gaya tarian dari Penyengat juga ditemukan di kabupaten lain di Propinsi

Riau-Sumatera, yaitu di daerah Pemerintahan Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan

daerah di sekitar ibu kota provinsi, Pekanbaru. Semuanya termasuk motif tari

Penyengat, bersama-sama dengan motif tari lainnya, dalam repertoar mereka.

Sebuah deskripsi singkat dari motif-motif tari dapat disajikan untuk

menggambarkan sifat dari beberapa kesamaan. Umum untuk semua kabupaten ini

adalah konvensi dari segmentasi gaya zapin menjadi tiga bahagian. Bahagian

pertama terdiri dari motif tarian tarian pembukaan dikenal sebagai salam

pembukaan (salam perkenalan) dilakukan terhadap penonton. Gerakan-gerakan ini

terdiri atas salam Melayu tradisional dengan memberikan salam dengan kedua

tangannya menggenggam di depan dahi. Gerakan yang dibuat di awal dan akhir

penonton dengan seorang raja, seorang sultan, atau ahli waris kepada takhta.

Bagian kedua terdiri dari gerakan zapin yang sebenarnya. Ungkapan-ungkapan ini

mencakup semua motif tarian zapin Penyengat serta yang lain dikategorikan di

bawah alif (abjad pertama tulisan Arab), pecah (istirahat atau fragmentasi),

langkah (langkah atau langkah), sut (mungkin suatu penyesuaian dari suara empat

belas surat abjad Arab, tapi yang lain tidak ada artinya), patah ayam (ayam yang

(50)

semua adalah variasi pada motif tari dasar. Bagian ketiga bentuk koda untuk

menari.

Pada akhir abad kedelapan belas, seorang keturunan Arab dengan nama

Sayid Ali telah menjadi penguasa Siak. Dia mengambil gelar kerajaan Sultan

Sharif Ali Assyaidis Abdul Jalil Shaifuddin dan menjadi Sultan Siak pertama

keturunan Arab-Melayu. Peran Hadhramis dalam penyebaran zapin juga

penting. Hadhramis, yang sudah dikenal dengan kemampuan perdagangan

mereka, adalah kelompok perdagangan berpengaruh yang sering diberikan

hak-hak komersial khusus oleh penguasa Melayu karena mereka dianggap ras yang

sama seperti Nabi. Mungkin Hadhramis juga bertanggung jawab untuk

pengembangan versi Siak dari zapin setelah penobatan Sayid Ali sebagai Sultan

Siak kedelapan. Ada kemungkinan bahwa perluasan repertoar zapin Siak adalah

hasil dari hubungan khusus antara Sultan yang berkuasa dan ahli waris dan para

pedagang Hadhrami. Para hadhramis mungkin telah menyediakan pemain zapin

Siak dengan ide-ide baru untuk penciptaan dan inovasi dalam motif tari dan frase

untuk lagu-lagu mereka.(wawancara dengan Muslim, 2010)

Sebuah elemen penting dalam hubungan antara kaum bangsawan dan tari

zapin adalah salam pembukaan (ucapan dan salam) motif tari. Motif ini jarang

dilakukan dalam tradisi tarian rakyat Melayu kecuali bangsawan atau pejabat

negara yang hadir. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan rasa hormat dan untuk

Gambar

Tabel 2.1 Sepuluh Ras Dunia
Tabel 5.4.3.2
Tabel 5.5.4.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin
Tabel 5.5.4.3
+2

Referensi

Dokumen terkait