PENGARUH PENJUALAN KOPI ARABIKA DALAM BENTUK
BUAH PANEN (Cherry Red) TERHADAP EKONOMI PETANI
KOPI ARABIKA DESA TANJUNG BERINGIN
DI KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
OLEH:
NAILUL KHAIRATI
070304027
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
NAILUL KHAIRATI (070304027) dengan judul skripsi Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP yang bertujuan Untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), (2) mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji, (3) mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.
Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Jumlah responden petani sebanyak 43 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dengan menggunakan rumus Slovin, untuk pedagang perantara yang terlibat terdiri dari pedagang pengumpul 5 sampel dan pedagang besar 2 sampel , penentuannya sampel dengan menggunakan metode accidental. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan uji Kendall’s, metode analisis marjin dan statistik arametrik dengan uji t-berpasangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk gelondong merah adalah umur tanaman, jumlah permintaan, tenaga kerja, keadaan cuaca, dan efisiensi waktu, (2) Marjin keuntungan rata-rata untuk petani menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11 dengan share marjin sebesar 65,17% sedangkan dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944%, (3) Pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar daripada dalam bentuk gelondong merah, dimana pendapatan rata-rata untuk
penjualan kopi biji adalah Rp 6.856.906,969/tahun atau setara dengan Rp 571.408,91/bulan sedangkan pendapatan rata-rata gelondong merah adalah
Rp 6.353.186,039/tahun atau setara dengan Rp 529.432,17/bulan.
RIWAYAT HIDUP
NAILUL KHAIRATI (070304027) dilahirkan di Medan pada tanggal 25
Agustus 1989 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara, dari keluarga Bapak
Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan dan Ibu Dra. Mujiati.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Sekolah Dasar (SD) tahun 1995 – 2001 di SD Al-Azhar Medan.
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Tahun 2001 – 2004 di SLTP
Negeri 2 Medan.
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2004 – 2007 di SMA Negeri 1
Medan.
4. Melalui jalur SPMB Tahun 2007 diterima di Program Studi Agribisnis,
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
5. Bulan Juni – Juli 2011, melaksanakan PKL di Desa Aras, Kecamatan Air
Putih, Kabupaten Batubara.
6. Bulan September 2011, melaksanakan penelitian skripsi di Desa Tanjung
Beringin Kecamatan Sumbul.
Selama perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan organisasi
diantaranya:
1. Anggota Organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(IMASEP) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
2. Anggota Fosma Kampunk 165 Divisi ATS selama periode 2010 sampai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari
skripsi ini adalah “Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen
(Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh
gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sedalam-dalamnya pada Ayahanda tercita Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan dan Ibunda
terkasih Dra. Mujiati, atas seluruh cinta dan pengorbanannya bagi penulis serta
atas semua dukungan yang telah diberikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan kepada
Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dalam
pembuatan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Pegawai-pegawai yang bekerja di Badan Penelitian dan Pengembangan
banyak membantu penulis dalam mendapatkan data-data yang
dibutuhkan.
2. Seluruh responden yang membantu penulis, seluruh petani, pedagang dan
penduduk Desa Tanjung Beringin yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan informasi bagi penulis guna melengkapi penulisan skripsi ini
serta terkhusus untuk Kepala Desa Tanjung Beringin Bapak Singanui
Silalahi atas semua kemudahan yang sudah diberikan kepada penulis
selama penelitian.
3. Seluruh dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Pihak Rain
Forest Coffe dan teman-teman seperjuangan Sosial Ekonomi Pertanian
2007 yang selalu memberikan dukungan bagi penulis.
Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan
dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2011
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.1.1 Tinjauan Agronomi ... 7
2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi ... 9
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Konsep Produksi ... 12
2.2.2 Konsep Pendapatan ... 13
2.2.3 Konsep Produk dan Nilai Tambah ... 13
2.2.4 Konsep Marjin ... 16
2.3 Kerangka Pemikiran ... 17
2.4 Hipotesis Penelitian ... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19
3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 19
3.2.1 Petani Kopi Arabika ... 19
3.2.2 Pedagang Perantara ... 20
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 20
3.4 Metode Analisis Data... 21
3.5.1 Defenisi ... 24
3.5.2 Batasan Operasional ... 26
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 27
4.1.1 Geografi dan Topografi ... 27
4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 30
4.2.1 Petani Sampel ... 30
4.2.2 Pedagang Pengumpul ... 34
4.2.3 Pedagang Besar ... 35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika dalam Bentuk Gelondong Merah (Cherry red) ... 37
5.1.1 Umur Tanaman ... 37
5.1.2 Jumlah Permintaan ... 38
5.1.3 Tenaga Kerja ... 39
5.1.4 Keadaan Cuaca ... 40
5.1.5 Efisiensi Waktu ... 41
5.2 Analisis Marjin Penjualan Kopi Arabika ... 43
5.3 Analisis Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong Merah dan Kopi Biji Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika ... 45
5.3.1 Penerimaan Usaha Tani ... 45
5.3.2 Biaya Produksi ... 46
5.3.3 Pendapatan Usaha Tani ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55
6.2 Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011 36
Tabel 2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 2011 37
Tabel 3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 39
Tabel 4 Sarana dan Prasarana Daerah Penelitian Tahun 2011 40
Tabel 5 Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin 41
Tabel 6 Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Tanjung
Beringin 42
Tabel 7 Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Tanjung
Beringin 43
Tabel 8 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa
Tanjung Beringin 44
Tabel 9 Karakteristik Pedagang Pengumpul di Daerah Penelitian 46
Tabel 10 Karakteristik Pedagang Besar di Daerah Penelitian 48
Tabel 11 Hasil Pengujian Keselarasan Responden Dalam Menilai Faktor
Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika 49
Tabel 12 Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin
Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah 51
Tabel 13 Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah
53
Tabel 14 Penerimaan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar
Dalam 1 Tahun 55
Tabel 15 Biaya Rata-Rata Produksi Usahatani Kopi Per Petani Dalam 1
Tahun 57
Tahun
Tabel 17
Pendapatan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar
Dalam 1 Tahun 61
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
ABSTRAK
NAILUL KHAIRATI (070304027) dengan judul skripsi Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP yang bertujuan Untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), (2) mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji, (3) mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.
Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Jumlah responden petani sebanyak 43 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dengan menggunakan rumus Slovin, untuk pedagang perantara yang terlibat terdiri dari pedagang pengumpul 5 sampel dan pedagang besar 2 sampel , penentuannya sampel dengan menggunakan metode accidental. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan uji Kendall’s, metode analisis marjin dan statistik arametrik dengan uji t-berpasangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk gelondong merah adalah umur tanaman, jumlah permintaan, tenaga kerja, keadaan cuaca, dan efisiensi waktu, (2) Marjin keuntungan rata-rata untuk petani menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11 dengan share marjin sebesar 65,17% sedangkan dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944%, (3) Pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar daripada dalam bentuk gelondong merah, dimana pendapatan rata-rata untuk
penjualan kopi biji adalah Rp 6.856.906,969/tahun atau setara dengan Rp 571.408,91/bulan sedangkan pendapatan rata-rata gelondong merah adalah
Rp 6.353.186,039/tahun atau setara dengan Rp 529.432,17/bulan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak
peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan
salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama
ini di Indonesia lebih dikenal sebagai penghasil Kopi Robusta terbesar didunia,
meskipun kontribusi Kopi Arabika Indonesia dalam perdagangan kopi dunia
secara kuantitatif kecil namun secara kualitatif sangat disukai konsumen dengan
keanekaragaman jenis serta cita rasa yang spesifik (Tondok, 1999).
Menurut Najiyati dan Danarti (2004), di dunia perdagangan dikenal beberapa
golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya Kopi Arabika,
Robusta dan Liberika. Penggolangan kopi tersebut umumnya didasarkan pada
spesiesnya, kecuali Kopi Robusta. Kopi Robusta bukan merupakan nama
spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama
Coffea canephora.
Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditi perdagangan yang
memiliki kontribusi yang cukup tinggi. Selain sebagai komoditi ekspor, komoditi
kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri. Selain itu kopi
merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan
umumnya masih mengusahakan tanaman kopi secara bersamaan yaitu Kopi
Robusta dan Kopi Arabika (Najiyati dan Danarti, 2004).
Lebih dari 90% kopi di Indonesia diusahakan oleh rakyat. Umumnya komoditi
kopi telah menjadi komoditas penting dalam bidang perekonomian beberapa
propinsi penghasil kopi seperti Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Selatan,
Sumatera Utara dan Aceh. Pada saat ini saja tanaman Kopi Robusta lebih dari
95%, sedangkan selebihnya adalah Kopi Arabika dan jenis lainnya. Meskipun
Kopi Robusta ini semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun
dalam perkembangannya tanaman ini telah banyak menjadi tanaman rakyat atau
pertanian rakyat (AAK, 2009).
Perkebunan kopi berbeda dengan perkebunan lainnya yang lebih banyak dikuasai
oleh perusahaan dan usaha perkebunan pemerintah, perkebunan kopi lebih banyak
dikuasai oleh rakyat. Dengan luasan kebun yang bervariasi dan semakin
sempitnya lahan, menjadikan efektifitas produksi menjadi beragam dengan model
yang berbeda-beda pula. Permasalahan yang sering dihadapi dalam mendapatkan
kopi yang berkualitas adalah kesadaran dan kemampuan petani kopi yang
berbeda-beda. Sebagai misal kampanye “petik merah” adalah usaha untuk
mendorong petani untuk menunggu kopi menjadi matang dipetik, karena hal ini
sangat mempengaruhi harga jual dan kualitas kopi dan yang lebih luas lagi adalah
pencitraan kopi di daerah tersebut (Anggraini, 2006).
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil kopi di
Indonesia. Kopi yang dihasilkan adalah Kopi Arabika dan Kopi Robusta.
khususnya untuk Kopi Arabika. Di Sumatera Utara perkebunan kopi banyak di
pegunungan Lintong sampai sekitar daerah Danau Toba. Kopi Sumatera Utara
yang terkenal adalah dengan nama Mandaeling. Kopi Lintong dan Mandaeling
terkenal di dunia, terutama jenis Kopi Arabika. Kopi Lintong ditanam di
Kecamatan Lintongnihuta yang berada di Barat Daya Danau Toba yang berada di
wilayah Kabupaten Dairi.
Menurut Data BPS (2010) Kabupaten Dairi merupakan daerah dengan total
produksi paling besar untuk Kopi Arabika. Tanaman Kopi Arabika dapat dengan
mudah dijumpai hampir di seluruh daerah di Kabupaten Dairi. Sebagian besar
penduduk yang ada di Kabupaten Dairi memiliki areal penanaman kopi di areal
pemukimannya. Luas tanam masing-masing petani kopi bervariasi. Kopi Arabika
termasuk yang dominan selain Kopi Robusta. Petani banyak menanam Kopi
Arabika karena umur produksinya yang relatif cepat, kemudian dapat dijual dalam
bentuk gelondong merah (cherry red).
Sebagian besar petani kopi menjual Kopi Arabika dalam bentuk kopi merah
(cherry red). Harga yang ditawarkan Rp 6.000 sampai Rp 9.000 untuk setiap kilogramnya, padahal apabila dilakukan pengolahan minimal pengeringan
menjadi kopi biji harga kopi yang dibeli oleh pedagang pengumpul bisa mencapai
Rp 18.000 hingga Rp 25.000 untuk setiap kilogramnya. Selain itu kopi dijual juga
dalam bentuk biji oleh para petani. Dan hanya sedikit saja yang mengolah dalam
bentuk kopi bubuk yang siap untuk dibuat minuman. Kurangnya minat para petani
penjualan dalam bentuk biji lebih mudah dan langsung mendapatkan keuntungan.
Sementara untuk kopi bubuk dibutuhkan modal, waktu dan keahlian tertentu.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika
dalam bentuk gelondong merah (cherry red). Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) merupakan penjualan yang paling praktis dan ekonomis, petani dapat menghemat waktu dan efisiensi tenaga kerja. Selain itu penjualan
Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) mampu mengurangi resiko petani terhadap kondisi Kopi Arabika, karena Kopi Arabika merupakan
kopi yang membutuhkan perlakuan khusus dalam pengolahannya.
Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), kopi biji maupun bubuk kopi memiliki kontribusi masing-masing. Marjin penjualan yang
dihasilkan satu sama lain pun berbeda. Marjin merupakan perbedaan antara harga
yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani (Widodo, 2008).
Dari uraian diatas, apabila dikaji secara luas dan mendalam, ternyata marjin yang
diterima oleh petani dari harga konsumen merupakan suatu indikator umum dalam
mengukur tingkat pendapatan khususnya ekonomi petani Kopi Arabika.
Pendapatan petani pada dasarnya terletak pada bahagian yang diterimanya atas
penjualan hasil usahataninya yang relatif tidak banyak pula. Semakin besar
bahagian dari pembeli konsumen diterima petani (produsen) maka semakin tinggi
kesejahteraannnya.
Agar keunggulan Kopi Arabika dapat memberikan kontribusi yang maksimal
terhadap peningkatan ekonomi petani dan ekonomi masyarakat desa maka perlu
mempengaruhinya. Serta dapat diketahui mengenai bagaimana pengaruh
penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah terhadap ekonomi petani
Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul di Kabupaten Dairi.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika
dalam bentuk gelondong merah (cherry red)?
2) Berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk
gelondong merah (cherry red) dan kopi biji ?
3) Bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk
gelondong merah (cherry red) dan kopi biji ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani
menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red).
2) Untuk mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika
dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.
3) Untuk mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1) Sebagai bahan informasi, umumnya bagi petani kopi di Provinsi Sumatera
Utara dan khususnya bagi petani kopi di Kabupaten Dairi.
2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya khususnya
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pembuat keputusan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI
DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Agronomi
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia.
Sejarah perkopian di Indonesia mencatat bahwa pertama kali masuk ke Indonesia
sekitar tahun 1699 yang merupakan jenis Kopi Arabika ( Coffea arabica ). Pada sejak abad ke-18 Kopi Arabika menjadi andalan ekspor utama Indonesia.
Jenis Kopi Arabika tersebut menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, dengan
nama sesuai dengan daerah pengembangannya selain yang dikenal sebagai Kopi
Jawa diantaranya dikenal dengan nama Kopi Gayo, Kopi Sidikalang, dan Kopi
Toraja ( Syamsulbahri, 1996 ).
Menurut Syamsulbahri (1996) Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan maka
susunan botaninya sangat berbeda dengan tanaman musiman, dan dala tata nama
secara taksonomi ini terdapat klasifikasi-klasifikasi dari tanaman kopi adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophita
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonea
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Kopi adalah tanaman tropis, pada dasarnya ada sekitar 30 jenis spesies dari genus
ini dan sampai saat hanya tiga jenis kopi, yaitu Robusta, Arabika dan Liberika.
Tanaman kopi bisa mencapai 4-6 meter pada usia yang matang. Pada awal masa
berbuah, bunga akan tumbuh selama sekitar 6 sampai 7 bulan yang kemudian
menjadi buah kopi. Biji buah kopi yang hijau lama-kelamaan berubah menjadi
merah dan siap untuk dipetik. Kopi bisa tumbuh baik di beberapa belahan dunia di
Negara tropis seperti di Asia Selatan, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan
Indonesia. Di Indonesia, tanaman kopi banyak ditemukan di Sumatera, Jawa,
Nusa Tenggara sampai Papua.
Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat
menghasilkan ribuan bunga. Bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing
terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 2-3
kelompok bunga sehingga setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8-18 kuntum
bunga atau setiap buku menghasilkan 16-36 kuntum bunga. Bila bunga sudah
dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka sehingga terjadi penyerbukan.
Setelah itu bunga akan berkembag menjadi buah. Ciri-cirinya adalah mahkota
bunga tampak mengering dan berguguran. Kemudian kulit buah berwarna hijau
semakin membesar. Bila sudah tua, kulitnya menguning, lalu menjadi merah tua.
Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang
sekitar 6-8 bulan untuk Kopi Arabika (Najiyati dan Danarti, 2004).
Tanaman Kopi Arabika memiliki persyaratan tumbuh dan hasil produksi seperti:
ketinggian antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20° C, daerah yang memiliki iklim
kering atau bulan kering selama 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali
jenis Arabika lebih tinggi dibanding jenis kopi lain. Dalam pengelolaan yang baik,
hasil panen bisa mencapai 15-20 ku/ha/th, dengan rendemen ± 18%. Beberapa
varietas kopi yang termasuk Kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia
antara lain; Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis. Masing-masing varietas
memiliki sifat yang berbeda (Najiyati dan Danarti, 2004).
2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi
Menurut Anggraini (2006) kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor. Pada tahun 2000, produsen kopi
dan sekaligus sebagai eksportir kopi terbesar di dunia adalah Brazilia yang
memasok kebutuhan dunia kurang lebih 25,1 %, Vietnam 11%, Colombia 8,6 %
dan Indonesia 5.9 %, untuk kopi biji. Di Amerika Serikat, Indonesia menduduki
peringkat ke 6 dari 35 pengekspor kopi ke negara tersebut.
Menurut ICO (2011), produksi kopi global di tahun panen 2011 mengalami anjlok
dari 133-135 juta karung (1 karung = 60 kg) di pada musim yang berjalan saat
ini. Harga kopi telah naik 51% sepanjang tahun ini dan menyentuh level
tertingginya kemarin. Tingginya curah hujan di Amerika Tengah dan Colombia
telah membabat panenan kopi. Sedangkan Brasil memanen 36 juta karung tahun
ini ; anjlok dari 47,2 juta karung pada tahun sebelumnya dan 39,5 juta karung
pada tahun 2009. Persediaan kopi di negara penghasil kopi anjlok menjadi 12
karung tahun ini; level yang paling rendah sejak ICO yang berbasis di London itu
merekam catatan produksi kopi dunia pada tahun 1960. Jika melihat masalah
dalam produksi, kita tak lagi punya penambalnya. Kondisi ini akan menggiring
Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (2011) Harga kopi biji di Tanah Air
tahun ini diprediksi naik mengingat produksi komoditas itu diperkirakan
mengalami penurunan. Sumatera Utara sampai saat ini mencapai harga
tertinggi sepanjang sejarah perkopian di Sumatera atau mencapai Rp 44.000 –
Rp.46.000 per kg akibat terjadinya penurunan produksi hingga 40 persen di tahun
2010. Sebelumnya di awal Desember 2010, harga arabika asalan masih Rp 35.000
– Rp 36.000 per kg dengan harga ekspor di kisaran 4,6 dolar AS per kg.
Akibat harga lokal yang naik, harga ekspor juga semakin bertahan menguat di
level 5,5 – 6 dolar AS per kg.
Harga lokal dan ekspor yang menguat itu diperkirakan masih terus berlanjut
mengingat produksi yang ketat itu masih akan berlangsung hingga tahun ini,
bukan hanya di Indonesia tetapi di negara penghasil lainnya seperti Brazil dan
Vietnam. Produksi arabika di Indonesia juga mengalami hal sama, dimana panen
yang seharusnya sudah masuk sejak Oktober hingga awal Desember lalu,
produksinya hingga Januari ini juga tidak banyak khususnya di daerah produksi
Sumatera Utara meski permintaan menguat, tetapi kualitas yang diminta
cenderung di tingkatan (grade) rendah. Permintaan grade rendah itu, karena importir menilai harga Kopi Arabika yang dikisaran 5,5 -6 dolar AS per kg
tersebut terlalu tinggi yang mempengaruhi biaya produksi.
Perkebunan kopi terluas di Indonesia adalah di Sumatera, yang membentang
mulai dari kawasan Gayo Aceh sampai ke wilayah Lampung. Kopi telah
diproduksi di Sumatera sejak tahun 1700an. Pulau Sumatera sangat cocok untuk
wilayah Utara dan Barat Sumatera, yang biasa disebut sebagai Bukit Barisan. Di
bagian Selatan kebanyakan ditanam di daerah Gunung Kelinci dan di Bengkulu
yang lebih dominan untuk Kopi Robusta, karena wilayah yang lebih rendah
(Najiyati dan Danarti, 2004).
Tanaman kopi juga mempunyai fungsi sosial sebab dengan adanya perkebunan
kopi yang besar, itu berarti memberi pekerjaan bagi orang-orang yang terlibat
didalamnya. Misalnya saja satu perkebunan dengan luas 1000 ha, jika rata-rata
tiap hektar satu buruh memiliki satu istri dengan 2-3 anak, berarti satu perkebunan
dapat memberi penghidupan 3-4 orang (Spillane, 1990).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Konsep Produksi
Produksi adalah suatu proses merubah kombinasi berbagai input menjadi output. Pengertian produksi tidak hanya terbatas pada proses pembuatan saja, tetapi juga
penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengemasan kembali, hingga pemasaran
hasilnya. Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa. Bahkan sebenarnya
perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut pandang ekonomi, sangat
tipis. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga
kerja. Setiap produsen dalam melakukan kegiatan produksi diasumsikan dengan
tujuan memaksimumkan keuntungan (Pracoyo dan Pracoyo, 2006).
Di dalam ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu fungsi
faktor-faktor produksi (input). Hubungan kedua variabel (input dan output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut.
Q = f (K, L, N, dan T)
Q adalah output, sedangkan K, L, N, dan T merupakan input. Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumberdaya alam, dan T
adalah teknologi. Besarnya jumlah output yang dihasilkan tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K, L, dan N atau meningkatkan teknologi (Bangun, 2007).
2.2.2 Konsep Pendapatan
Pendapatan usahatani (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya
(TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usahatani biasanya
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya
variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja (Bangun, 2007).
2.2.3 Konsep Produk dan Nilai Tambah
Secara prinsip pengembangan dan pengolahan produk dilakukan adalah untuk
produk dengan penampilan baru (bentuk, ukuran, gaya dan kemasan). Karena
pelanggan merasa mendapat kepuasan dari produk lama ( Yusuf, 2007 ).
Berdasarkan Pearce dan Robinson ( 1997 dalam Yusuf 2007 ) yang menyatakan bahwa pengembangan produk seringkali digunakan untuk memperpanjang daur
hidup produk yang sudah ada, atau untuk memanfaatkan reputasi ataupun merek
favorit. Pemikirannya adalah menarik pelanggan yang puas untuk membeli
produk baru sebagai akibat pengalaman positif mereka dengan produk
sebelumnya.
Pemahaman tentang komponen-komponen pengolahan memerlukan pemahaman
fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah
merubah bahan baku menjadi mudah diangkut, diterima konsumen, dan tahan
lama. Fungsi pengolahan harus pula dipahami sebagai kegiatan strategis yang
menambah nilai dalam mata rantai produksi dan menciptakan keunggulan
kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan merancang dan mengoperasikan
kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk.
Selain itu fungsi pengolahan harus dapat meningkatkan nilai tambah produk
tersebut ( Soekartawi, 2000).
Nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau
suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut,
dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa
yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut. Nilai tambah ini merupakan
nilai yang ditambahkan oleh suatu perusahaan ke bahan-bahan dan jasa-jasa yang
Menurut Said dkk. (2004) Alternatif teknologi yang tersedia untuk pengolahan
hasil-hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi tradisional yang digunakan
oleh industri kecil (cottage industry) sampai kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri besar. Dengan demikian alternatif teknologi
tersebut bervariasi dari teknologi yang padat karya sampai ke teknologi yang
padat modal.
Pada tahap-tahap produksi, setiap perusahaan industri pengolahan pertanian
terdiri dari komponen-komponen fisik sebagai berikut: (a) penerimaan dan
penyimpanan bahan mentah, (b) pengkondisian bahan mentah, (c) pengolahan
utama (pemisahan, pemusatan, pencampuran, dan stabilitas), (d) pengemasan,
(e) penyimpanan produk yang dihasilkan, dan (f) pengiriman
produk-produk yang dihasilkan.
2.2.4 Konsep Marjin
Menurut Rismayani (2007) asumsi dasar teori harga dalam tata niaga produk
pertanian adalah bahwa produsen bertemu langsung dengan konsumen akhir
sehingga harga pasar merupakan perpotongan antara kurva penawaran dan
permintaan. Akan tetapi pada realitasnya, aliran produk pertanian dari produsen
ke konsumen harus menempuh jarak dan rantai pemasaran yang panjang.
Profit marjin adalah rasio pendapatan terhadap penjualan yang diperoleh dari selisih antara penjulan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dibagi
dengan penjualan bersih. Rasio ini mengindikasikan kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu dan juga menilai
langsung digunakan dalam menghasilkan penjualan yaitu pengeluaran untuk
pembelian bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik.
Menurut Widodo (2008) menyebutkan bahwa marjin laba kotor (gross profit marjin) merupakan ukuran yang paling tepat untuk melihat profitabilitas. Perubahan kecil dalam rasio ini akan mengindikasikan pergerakan yang cukup
besar dalam profitabilitas. Dengan demikian profit marjin yang tinggi sangat diinginkan karena mengindikasikan laba yang dihasilkan melebihi harga pokok
penjualan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Usahatani Kopi Arabika merupakan suatu kegiatan yang produktif bagi
masyarakat di daerah Kabupaten Dairi. Dalam melakukan usahatani petani pasti
membutuhkan input produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output usahatani kopi. Output langsung dari usahatani Kopi Arabika adalah berupa produksi Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red). Petani dalam menjual hasil produksinya dapat menggunakan alternatif bentuk penjualan Kopi
Arabika sesuai kebutuhan dan permintaan.
Penjualan Kopi Arabika dapat berupa gelondong merah (cherry red) secara langsung, atau dengan perlakuan pasca panen dan pengolahan seperti kopi biji.
Dalam penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya antara lain kualitas kopi, umur tanaman, iklim dan cuaca,
Kopi Arabika dapat dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji. Masing-masing penjualan memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Perbedaan marjin penjualan untuk masing-masing produk merupakan hal
yang paling terlihat. Setiap marjin penjualan berbeda satu sama lain. Marjin harga
parsial petani dan marjin harga keseluruhan petani juga berbeda satu sama
lainnya.
Khusus penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) merupakan penjualan yang harganya paling rendah akan tetapi pelaksanaannya
paling praktis dan mudah. Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) akan berpengaruh pada ekonomi petani Kopi Arabika. Pengaruh tersebut bisa saja
secara langsung terhadap petani atau secara tidak langsung pada pihak-pihak yang
terlibat dalam usahatani Kopi Arabika yang semuanya merupakan masyarakat
Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : : Mempengaruhi
: Alur Penelitian Usahatani
Kopi Arabika
Produksi
Penjualan
Kopi biji Gelondong
merah
Marjin Penjualan
Marjin Penjualan
Pendapatan
Faktor yang mempengaruhi
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk
gelondong merah (cherry red) adalah permintaan pembeli, umur tanaman, perubahan cuaca, tenaga kerja, dan efisiensi waktu.
2) Marjin penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) lebih rendah dibandingkan penjualan dalam bentuk kopi biji.
3) Terdapat perbedaan pendapatan, dimana pendapatan petani yang
bersumber dari penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten
Dairi Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih
benar – benar representatif (Sugiyono, 2006). Daerah penelitian dipilih secara
sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian ini merupakan daerah
dengan luas panen yang besar untuk komoditi Kopi Arabika di Kabupaten Dairi.
3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani Kopi Arabika, usaha pengolahan
bubuk kopi yang berproduksi secara continue serta pedagang perantara yang berada di daerah penelitian.
3.2.1 Petani Kopi Arabika
Dari pra-survey diketahui bahwa besarnya populasi petani berjumlah 1375 jiwa.
Untuk mendapatkan jumlah sampel yang mewakili populasi maka ditetapkan
dengan metode sampling yaitu simple random sampling dengan rumus Slovin sebagai berikut:
N
n =
Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
e = nilai kritis ( batas ketelitian ) yang diinginkan ( % )
( Sevilla, dkk., 1993 ).
Dengan taraf keyakinan 85 % atau tingkat ketidaktelitian sebesar 15 % , maka
diperoleh sampel sebesar 43 KK, dengan perhitungan sebagai berikut :
n =
Pemilihan sampel dari populasi digunakan secara sampling yakni proses pengambilan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu per satu secara
random ( semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih ) dimana jika
sudah dipilih, tidak dapat dipilih lagi (Sugiyono, 2006).
3.2.2 Pedagang Perantara
Teknik penentuan sampel pedagang perantara ini adalah secara accidental, yaitu siapa saja pedagang kopi yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2006).
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan
responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan
Sumbul, serta instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.
3.4Metode Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara kualitatif
dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Data
kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif. Hal
yang pertama kali dilakukan dalam mengolah data adalah menyusun daftar
variabel-variabel yang akan ditabulasikan ke dalam tabel yang telah disiapkan.
Untuk menjawab identifikasi masalah (1) / hipotesis (1), alat analisis yang
digunakan adalah statistik non parametris, yaitu metode Uji Kendall’s W. Dimana
diberikan opsi jawaban mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan
dalam bentuk gelondong merah (cherry red) kemudian diurutkan dari yang paling penting untuk menguji keselarasan jawaban responden. Metode Kendall’s W ini
berdasarkan nilai Kendall’s. Koefisien nilai Kendall’s dapat dihitung dengan
S = Jumlah kuadrat dari deviasi ranking
=
R Rata-rata ranking Ri = Total Ranking
m = Jumlah orang yang memberi nilai (peringkat)
n = Jumlah objek yang dinilai
Setelah data dianalisis, kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji
Chi-square terhadap koefisien kendall’s (W), dengan rumus sebagai berikut :
X2 = m (n - 1) W Hipotesis yang diajukan adalah :
H0 : RKendall = 0 (tidak ada kecocokan)
Menurut Sihombing (2011) untuk menghitung marjin pemasaran dan distribusinya
pada masing – masing produsen dan pedagang perantara pada masalah (2)/
Keterangan :
= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i
∑
= Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i
Untuk menjawab identifikasi masalah 3, alat analisis yang digunakan adalah uji-t
berpasangan (paired t-test). Alat analisis dengan uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak
bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang
berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan
yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap
memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data
dari perlakuan kedua.
Data yang disajikan dianalisis dengan alat bantu berupa SPSS. Setelah data
dianalisis, kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji t.
Untuk hipotesis (3) :
H0 = Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) tidak berpengaruh
terhadap pendapatan petani
H1 = Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) berpengaruh terhadap
Dengan kriteria uji hipotesa taraf kesalahan 0,05 :
Jika thit > ttabel maka tolak Ho atau terima H1
Jika thit ≤ ttabel maka terima Ho atau tolak H1
(Djarwanto, 2004).
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah – istilah yang terdapat dalam
penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Defenisi Operasional
1) Petani Kopi adalah orang yang melakukan usahatani Kopi Arabika sebagai
mata pencaharian pokoknya dan menjual Kopi Arabika dalam bentuk
gelondong merah (cherry red).
2) Usahatani kopi adalah kombinasi yang tersusun dari faktor produksi yaitu
modal, alam, tenaga kerja, dan keahlian yang ditujukan untuk proses produksi
yang nantinya menghasilkan output dan keberhasilannya tergantung
kemampuan petani mengelolanya.
3) Usaha pengolahan kopi adalah setiap usaha pengolahan kopi yang
berproduksi secara continue di daerah penelitian.
4) Pedagang perantara adalah orang – orang atau lembaga – lembaga yang
terlibat dalam memasarkan Kopi Arabika dari produsen hingga ke konsumen.
5) Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif mengumpulkan dan
6) Pedagang besar adalah mereka yang membeli kopi arabika dari pedagang
pengumpul yang diteliti.
7) Produksi adalah semua hasil tanaman Kopi Arabika yang dibudidayakan
petani kopi dalam bentuk gelondong merah ( Kg).
8) Marjin penjualan adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang diterima petani.
9) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menjual Kopi Arabika dalam
bentuk gelondong merah (cherry red ) adalah kualitas kopi, umur tanaman, iklim dan cuaca, tenaga kerja, efisiensi waktu.
10)Curahan tenaga kerja adalah banyak nya tenaga kerja yang digunakan dalam
setiap tahapan kegiatan usahatani Kopi Arabika ( HOK ).
11)Luas lahan adalah areal pertanaman kopi yang dimiliki oleh petani diukur
dengan satuan hektar.
12)Teknologi merupakan peralatan yang dimanfaatkan petani dalam membantu
mengelola usahatani nya.
13)Price Spread adalah perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah yang diperlukan untuk menutupi biaya barang-barang.
3.5.2 Batasan Operasional
1) Daerah penelitian adalah Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul,
Kabupaten Dairi
2) Data primer yang digunakan adalah data produksi dalam satu tahun terakhir
3) Sampel penelitian adalah petani Kopi Arabika dan pedagang perantara.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
4.1.1 Geografi dan Topografi
Desa Tanjung Beringin terletak di Kecamatan Sumbul, merupakan salah satu dari
15 kecamatan yang terletak di Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin berada
pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah 414 Ha
dengan jarak 6 km dari Ibukota Kecamatan Sumbul dan 18 km dari Ibukota
Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin memiliki batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Dolok Tolong
b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu IV
c. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu II
d. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin I
(Monografi Desa Tanjung Beringin 2011)
4.1.2 Demografi
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini :
Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011
No Jenis Kelamin Jumlah(Jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 1094 48,73
2 Perempuan 1151 51,27
Jumlah 2245 100
Dari Tabel 1. dapat dijelaskan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada
jumlah penduduk laki-laki yaitu perempuan sebanyak 1151 jiwa dengan
persentase 51,27 % sedangkan perempuan sebanyak 1094 jiwa dengan persentase
48,73 %. Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan Profil Desa tahun
2011 adalah 2245 jiwa yang terdiri dari 1094 orang laki-laki dan 1151 orang
perempuan serta 650 kepala keluarga.
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan Profil Desa tahun 2011
adalah 2245 jiwa yang terdiri dari beberapa kelompok umur yaitu anak-anak
(0-12 tahun), remaja (13-16 tahun), dewasa (17-50 tahun), dan lanjut usia
(>58 tahun). Keadaan Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat lebih jelas
dilihat pada Tabel 2. berikut ini :
Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)
Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011
Dari Tabel 2. Dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak
terdapat pada kelompok umur 17-50 tahun yaitu sebesar 1195 jiwa (53,23%), dan
jumlah kelompok umur yang paling sedikit adalah golongan umur 0-12 tahun
yaitu sebesar 300 jiwa (13,36%). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk didaerah
penelitian dominan berada pada usia produktif, sehingga masih besar
c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Penduduk di Desa Tanjung Beringin memiliki jenis pekerjaan yang beraneka
ragam. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3.
berikut ini :
Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011
No Pekerjaan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)
Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011
Dari Tabel 3. dapat dijelaskan bahwa mata pencarian penduduk Desa Tanjung
Beringin yang paling banyak adaah petani yaitu sebanyak 1375 jiwa dengan
persentase 61,25% dan mata pencarian terkecil adalah pensiunan sebanyak 48
jiwa dengan persentase 2,14%.
4.1.3 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasana yang tersedia di Desa Tanjung Beringin cukup tersedia dan
mendukung aktivitas masyarakat di desa. Sarana dan prasarana sangat menunjang
pembangunan masyarakat desa. Bila sarana dan prasarana baik, maka pembangunan
desa dan masyarakat akan semakin baik pula. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis
fasilitas umum yang telah tersedia baik fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan,
prasarana yang ada di desa ini telah dapat dicapai dengan kendaraan umum karena
letaknya yang berada dipinggir jalan besar. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
4. berikut ini :
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011
No Pekerjaan Unit
Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011
4.2 Karakteristik Sampel
4.2.1 Petani Sampel
Petani sampel yang dimaksud disini adalah seluruh petani kopi yang
mengusahakan Kopi Arabika dan menjualnya dalam bentuk gelondong merah
(cherry red) yang berada di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari
umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga
dan umur tanaman.
Umur
Dalam hal ini umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan
kemampuan petani dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua
mempengaruhi produksi dan pendapatan yang diperoleh petani itu sendiri. Hal ini
dikarenakan pekerjaan sebagai petani lebih banyak mengandalkan kondisi fisik
petani tersebut. Keadaan umur petani rata-rata di daerah penelitian adalah 40,42
tahun dengan interval antara 20-65 tahun. Adapun keadaan umur petani sampel di
daerah penelitian dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Tabel 5. Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)
1 20-40 19 44,19
2 41-50 16 37,21
3 ≥51 8 18,6
Total 43 100
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1
Dari tabel 3 dapat dilihat jumlah petani sampel yang terbesar berada pada
kelompok umur 20-40 tahun dengan jumlah 19 orang atau 44,19%. Artinya petani
sampel didaerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi
dalam mengoptimalkan usahataninya. Sedangkan yang terkecil pada kelompok
umur ≥ 51 tahun dengan jumlah 8 orang atau 18,6%. Pendidikan
Pendidikan petani sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam
mengadopsi teknologi baru yang dapat menunjang usahataninya. Pendidikan
petani yang semakin tinggi membuat petani lebih mudah dalam mengadopsi
teknologi baru yang diperoleh dari penyuluh-penyuluh pertanian yang nantinya
diharapkan dapat meningkatkan produksi pada usahataninya tersebut. Adapun
tingkat pendidikan petani sampel yang ada di Desa Tanjung Beringin bervariasi
Tanjung Beringin ini kebanyakan berasal dari SMA. Lebih jelasnya mengenai
tingkat pendidikan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini :
Tabel 6. Tabel Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Tanjung
Beringin
No Tingkat Pendidikan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)
1 SD 4 9,30
2 SMP 18 41,86
3 STM/SMA 21 48,84
Total 30 100
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1
Dari tabel 6. dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani responden rata-rata
berkisar pada tingkat SMA. Untuk jumlah petani responden yang terbesar ialah
pada tingkat SMA sebesar 21 orang atau 48,84% dari jumlah keseluruhan,
sedangkan yang terkecil berada pada tingkat SD yaitu masing sebesar 4 orang atau
9,30% dari jumlah keseluruhan petani responden.
Pengalaman Bertani
Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi
suatu usahatani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin baik
pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman bertani petani responden
adalah sebesar 14,44 tahun dengan interval 2-40 tahun. Kebanyakan pengalaman
bertani dari petani responden di Desa Tanjung Beringin adalah berkisar pada 0-10
tahun dan 11-20 tahun. Untuk petani yang berpengalaman bertaninya lebih dari 30
tahun yaitu hanya 1 orang. Petani-petani di Desa Tanjung Beringin ini
seperti sawi, tembakau, dan cabai. Keadaan pengalaman bertani petani responden
dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini :
Tabel 7. Tabel Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Tanjung Beringin
No Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)
1 0-10 17 39,53
2 11-20 21 48,84
3 ≥ 21 5 11,63
Total 43 100
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah petani yang mempunyai pengalaman
bertani terbesar ialah pada kelompok 11-20 tahun sebesar 21 orang atau 48,84%
dari jumlah keseluruhan petani responden yang berada di daerah penelitian,
sedangkan untuk pengalaman bertani yang terkecil berada pada kelompok ≥ 21 tahun yakni sebesar 5 orang atau 11,63%.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga pada petani sampel rata-rata 2,78 orang, dengan
interval 0-6 orang. Perbedaan jumlah tanggungan keuarga akan mempengaruhi
jumlah penggunaan curahan tenaga kerja dalam keluarga. Dimana apabila petani
memiliki tanggungan yang berada dalam umur yang produktif dapat membantu
dalam pengelolaan usaha tani kopi. Akan tetapi semakin besar jumlah
tanggungan terkadang semakin besar biaya pengeluaran yang ditanggung, apalagi
jika tanggungan keluarga tidak dalam usia yang produktif, dalam arti masih
Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga pada usahatani kopi Arabika pada darah
penelitian dapat dilihat pada tabel 8 berikut :
Tabel 8. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani responden di Desa Tanjung Beringin
No Kelompok Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase (%)
1 0-2 18 41,86
2 3-5 22 51,16
3 >5 3 6,98
Total 43 100
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa Rata-rata jumlah tanggungan keluarga pada
petani responden di daerah penelitian berkisar pada kelompok tanggungan 3-5
orang yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar 51,16 % dari jumlah keseluruhan
petani responden di daerah penelitian. Persentase jumlah tanggungan keluarga
yang lain ada pada kelompok 0-2 orang sebesar 18 orang atau 41,86 % dan yang
terkecil pada kelompok >5 orang yaitu sebesar 6,98%.
4.2.2 Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang membeli langsung kopi ke
petani dan menjualnya kepada pedagang besar. Pedagang sampel yang diteliti
diperoleh dengan bertanya pada petani kemana kopi tersebut dijual. Adapun
karakteristik pedagang pengumpul dalam penelitian ini meliputi umur,
pengalaman, dan pendidikan.
Pedagang pengumpul didaerah penelitian merupakan pedagang pengumpul yang
mengambil Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah dan kopi biji. Jumlah
3 orang sedangkan dalam bentuk kopi biji sebanyak 2 orang. Karakteristik sampel
pedagang pengumpul dapat dilihat pada tabel 9 di bawah :
Tabel 9. Sampel Pedagang Pengumpul Di Daerah Penelitian
No. Uraian Range Rataan
1. Umur 20-40 31,8
2. Pengalaman 12-20 10
3. Pendidikan 12 12
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 17
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan umur pedagang pengumpul adalah 31,8
tahun, yang berarti pedagang berada di usia produktif. Dan pengalaman berdagang
selama rataan 10 tahun, dengan rataan pendidikan 12 yang menunjukkan
pedagang pengumpul telah menempuh pendidikan SMA.
4.2.3 Pedagang Besar
Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli kopi dari pedagang
pengumpul dalam jumlah yang relatif lebih banyak. Pedagang besar diasumsikan
sebagai batasan terakhir penelitian diimana harga beli pedagang besar
diasumsikan sebagai harga beli konsumen. Adapun karakteristik pedagang besar
dalam penelitian ini meliputi umur, pengalaman, dan pendidikan.
Pedagang besar yag diteliti di daerah penelitian sebanyak 2 orang, 1 orang
pedagang besar yang mengumpukan dalam bentuk gelondong merah, satu orang
lagi dalam bentuk kopi biji. Penentuan pedagang besar ini diketahui dari
penelusuran melalui pedagang pengumpul didaerah penelitian. Dimana pedagang
Arabika dari pedagang pengupul yang ditemui di daerah penelitian. Karakteristik
sampel pedagang besar dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :
Tabel 10. Karakteristik Pedagang Besar Di Daerah Penelitian
No. Uraian Range Rataan
1. Umur 40-42 41
2. Pengalaman 10-15 12,5
3. Pendidikan 12 12
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 17
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan umur pedagang besar adalah 40 tahun,
yang berarti pedagang berada di usia produktif. Dan pengalaman berdagang
selama rataan 12,5 tahun, dengan rataan pendidikan 12 yang menunjukkan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong merah (Cherry Red)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi petani di Desa Tanjung Beringin
menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Keselarasan dari
sekelompok responden dalam menilai di analisis dengan statistik non parametris,
yaitu metode Uji Kendall’s W. Dimana diberikan opsi jawaban mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) kemudian diurutkan dari yang paling penting. Berikut beberapa faktor yang
mempengaruhi menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah, yaitu umur
tanaman, jumlah permintaan pembeli,tenaga kerja,efisiesi waktu,iklim dan cuaca.
5.1.1 Umur Tanaman
Umur tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi petani menjual Kopi
Arabika dalam bentuk gelondong merah. Hal itu dikarenakan di daerah penelitian
Kopi Arabika sebagian besar hanya mampu bertahan sampai 10 tahun. Apabila
lebih dari 10 tahun harus dilakukan peremajaan ulang atau pencabutan tanaman
kopi untuk ditanam tanaman muda kembali. Ketika tanaman berumur > 9 tahun
maka lebih baik menjual dalam bentuk gelondong merah, karena buah Kopi
Arabika yang dihasilkan apabila dilakukan perlakuan pasca panen hasil yang
Secara agronomis tanaman Kopi Arabika berada pada usia produktif pada umur
6-10 tahun, hal tersebut jika dilakukan perawatan secara intensif. Pada umur
tanaman >10 tahun produktvitas tanaman kopi berkurang. Untuk tanaman
berumur < 6 tahun seringnya jumah produksi belum mencapai optimal, dimana
tanaan Kopi Arabika mulai produksi di umur 3 tahun meskipun produksi masih
sedikit. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar petani menjual dalam
bentuk buah merah karena petani setelah panen dapat menjual langsung hasil
panennya.
5.1.2 Permintaan Pembeli
Di daerah penelitian penjuaan dalam bentuk gelondong merah baru terjadi dalam
kurun waktu 3 tahun belakangan. Dimana terjadi kecenderungan pembeli meminta
petani menjual kopi arabikanya dalam bentuk gelondong merah. Karena adaya
permintaan pembeli ini membuat petani mempuyai pilihan menjual gelondong
merah atau kopi biji untuk hasil produksinya.
Artinya petani tidak mengalami kesulitan dalam melakukan penjualan kopi
arabikanya. Petani tidak perlu melakukan kegiatan pasca panen terhadap hasil
produksinya. Ketika dilakukan perlakuan pasca panen gelondong merah menjadi
kopi biji, pengurangan jumlah produksi nya menjadi sangat drastis. Biasanya
untuk 100 kg gelondong merah mampu menjadi 30-50 kg kopi biji, akan tetapi
karena kualitas kopi yang menurun 100 kg gelondong merah hanya mampu
menghasilkan 20-30 kg kopi biji.
Keadaan seperti diata tentunya membuat petani lebih memilih menjual kopi dalam
rendah bila kualitas kopi benar-benar buruk. Sehingga petani benar-benar
diuntungkan dengan penjualan dalam bentuk gelondong merah jika kualitas kopi
menurun. Selain itu Kopi Arabika sekarang tidak dapat tahan lama sehingga
penjualan dalam bentuk merah menjadi alternatif pilihan yang menguntungkan.
5.1.3 Tenaga Kerja
Di Desa Tanjung Beringin sebagian besar penduduk memang termasuk kedalam
golongan usia produktif, akan tetapi karena hampir sebagian besar penduduk di
Desa Tanjung Beringin memiliki lahan kopi maka sulit sekali mencari tenaga
kerja untuk memanen sekaligus mengolah menjadi kopi biji. Bahkan banyak
tenaga kerja panen yang ada berasal dari daerah Pangururan, Dolok Ilir dan
Samosir. Karena keterbatasan ini maka menjual dalam bentuk gelondong merah
merupakan salah satu hal praktis yang dilakukan oleh petani kopi di daerah
penelitian.
Penggunaan tenaga kerja yng paling dominan adalah tenaga kerja panen. Jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung jumlah luas lahan dan musim panen kopi
arabika. Pada musim panen kopi arabika kesulitan tenaga kerja panen. Tenaga
kerja panen yang digunakan umumnya berkisar 2-4 orang. Pada bulan berkisar
September-Desember pemanenan dilakukan 2 kali dalam 1 bulan. Untuk setiap
minggu panen dilakukan 3 kali pemanenan. Jadi dalam kisaran bulan
September-Desember pemanenan dilakukan sebanyak 24 kali panen. Selain itu sudah ada
pedagang yang mau menampung hasil panen petani dalam bentuk gelondong
merah, padahal 3 tahun yang lalu petani hanya menjual dalam bentuk kopi biji.
salah satu faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk
gelondong merah.
5.1.4 Cuaca
Cuaca merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi petani menjual
Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Dalam hal ini Desa Tanjung
Beringin merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki iklim dingin dan sejuk.
Tingkat curah hujan yang juga termasuk tinggi membuat tanaman kopi dalam
proses penjemurannya menjadi kopi biji membutuhkan proses yang lama.
Suhu udara di Tanjung Berigin 21 - 28 °C dengan rata-rata suhu 23 0C dengan kelembapan 68 - 97 %. Semakin tinggi tingkat kelembapan maka suhu udara akan
semakin rendah. Dengan suhu udara rata-rata 23 0C maka curah hujan semakin besar. Dengan cuaca harian curah hujan sedang hampir disetiap waktu di daerah
penelitian terutama di pagi dan sore hari.
Di daerah penelitian, Kopi Arabika jika sudah mendapat perlakuan pasca panen
sederhana paling lama hanya bertahan sampai satu minggu. Meskipun musim
hujan merupakan musim dimana Kopi Arabika berbunga dan memasuki masa
panen akan tetapi kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi akan membuat
petani kesulitan dalam proses penjemuran Kopi Arabika.
Selain itu keadaan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tinggi
disekitar pertanaman. Kelembaban yang tinggi akan merangsang
perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman. Berkembangnya hama dan
penyakit akan membuat menurunnya produksi dan kualitas kopi. Selain itu cuaca
panen. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa iklim dan cuaca termasuk sebagai
salah satu faktor yang menyebabkan petani menjual hasil panennya dalam bentuk
gelondong merah.
5.1.5 Efisiensi Waktu
Fondasi dasar dari efisiensi waktu adalah kualitas
diubah, bahkan jika sudah lewat tidak bisa kembali lagi. Maka untuk
meningkatkan output, satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah memperbaiki
proses, artinya meningkatkan kualitas tindakan, sebab tindakan adalah proses
dalam menghasilkan output. Untuk memperoleh hasil bermutu tinggi, buah kopi
dipetik setelah matang, yaitu saat kulit buah berwarna merah. Untuk mencapai
tahap matang , waktu yang dibutuhkan dari kuncup bunga hingga siap dipetik 6-8
bulan untuk Kopi Arabika. Keluarnya bunga tidak terjadi secara serempak
sehingga buah pun tidak matang secara serempak. Oleh karena itu, buah kopi
dipetik secara bertahap dan buah yang sudah merah dipetik satu per satu.
Meskipun buah matang tidak serempak, buah yang sudah merah harus segera
dipanen sebelum buah jatuh dari pohon.
Waktu panen yang terbatas ini membuat buah harus segera dipanen jika sudah
berwarna merah. Petani didaerah penelitian memetik buah yang sudah merah 2
minggu sekali atau 2 kali dalam satu bulan. Pada minggu pemanenan dilakukan
selama 3 hari jumat, sabtu dan senin karena pedagang pengumpul datang setiap
hari tersebut. Keterbatasan waktu ini membuat petani memutuskan menjual merah
karena bisa langsung dijual. Apabila dilakukan penjualan dalam bentuk biji hanya
efisiensi terhadap waktu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi petani
menjual dalam bentuk buah merah.
Dari penjelasan diatas kelima faktor tersebut kemudian di analisis dengan metode
Uji Kendall’s W. Diberikan 5 opsi jawaban berupa faktor-faktor diatas kemuadian
jawaban diurutkan dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting. Uji
ini untuk mengetahui bagaimana keselarasan masing-masing responden dalam
menilai. Dari analisis dengan metode Uji Kendall’s W diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 11. Hasil Pengujian Keselarasan Responden Dalam Menilai Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika
No Keterangan Nilai
1 Umur Tanaman 2,72
2 Permintaan Pembeli 2,26
3 Tenaga Kerja 3,47
Dari tabel 11. diatas dapat diketahui bahwa nilai Kendall’s W sebesar 0,350. Nilai
0,350 tidak sama dengan 0 , artinya dapat dikatakan ada keselarasan/ kecocokan
responden. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00. Nilai signifikansi ini
lebih kecil daripada α0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 diterima
dan H0 ditolak: artinya ada kecocokan penilaian antara responden. Tiap
responden memliki alasan yang sama dalam memutuskan untuk menjual
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis (1) yang
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika
dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah umur tanaman, jumlah permintaan pebeli, iklim dan cuaca, tenaga kerja, efisiensi waktu, diterima.
5.2 Analisis Marjin Penjualan Kopi Arabika
Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk Gelondong merah merupakan penjualan
yang paling mudah didaerah penelitian. Meskipun harganya lebih rendah dari
penjualan dalam bentuk kopi biji, akan tetapi petani merasa dimudahkan dari
penjualan dalam bentuk gelondong merah. Penjualan Kopi dalam bentuk
gelondong merah dapat diuraikan pada tabel 12 berikut ini :
Tabel 12. Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah
No Komponen Biaya Rp/Kg (%)
1 Harga Jual Petani 6.000 92,31
Biaya Produksi 1.763,89
Profit 4.236,11
Nisbah Marjin Keuntungan 2,4
2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 6.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 6.500 Biaya-biaya :
- Transportasi 10 0,15
- Pengemasan 30 0,46
- Marketing Losses 20 0,31
Profit 440 6,77
Nisbah Marjin Keuntungan 7,3
3 Harga Beli Pedagang Besar 6.500 100
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 18b
Dari tabel 12 diatas dapat dikatakan bahwa marjin keuntungan rata-rata untuk
dengan share marjin sebesar 65,17 %. Pedagang pengumpul marjin keuntungan
rata-rata sebesar Rp 440 dengan share marjin 6,77 %. Akan tetapi dari segi nisbah
marjin keuntungan maka petani yang paling kecil yaitu sebesar Rp 2,4 dengan
share marjin 0,036 sedangkan pedagang pengumpul nisbah marjin keuntungan
sebesar Rp 7,3 dengan share marjin 0,11 %.
Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah kebanyakan dari petani
ke pedagang pengumpul kemudian pedagang besar. Penjualan ini merupakan
penjualan yang paling banyak terjadi di daerah penelitian. Penjualan Kopi Arabika
dalam bentuk Kopi Biji dapat diuraikan pada tabel 13 berikut ini :
Tabel 13. Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam Bentuk Kopi Biji
No Komponen Biaya Rp/Kg (%)
1 Harga Jual Petani 18.000 90
Biaya Produksi 5.011,14
Profit Marjin 12.988,86
Nisbah Marjin Keuntungan 2,59
2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 18.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 20.000 Biaya-biaya :
- Transportasi 100 0,5
- Storage 150 0,75
- Marketing Losses 50 0,25
Profit Marjin 1.700 8,5
Nisbah Marjin Keuntungan 5,67
3 Harga Beli Pedagang Besar 20.000 100
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 18a
Dari tabel 13 diatas dapat dikatakan bahwa marjin keuntungan rata-rata untuk
petani Kopi Arabika menjual dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan
share marjin sebesar 64,944 %. Pedagang pengumpul memiliki marjin keuntungan
rata-rata sebesar Rp 1.700 dengan share marjin 8,5 %. Akan tetapi dari segi nisbah