• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENJUALAN KOPI ARABIKA DALAM BENTUK

BUAH PANEN (Cherry Red) TERHADAP EKONOMI PETANI

KOPI ARABIKA DESA TANJUNG BERINGIN

DI KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH:

NAILUL KHAIRATI

070304027

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

NAILUL KHAIRATI (070304027) dengan judul skripsi Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP yang bertujuan Untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), (2) mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji, (3) mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.

Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Jumlah responden petani sebanyak 43 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dengan menggunakan rumus Slovin, untuk pedagang perantara yang terlibat terdiri dari pedagang pengumpul 5 sampel dan pedagang besar 2 sampel , penentuannya sampel dengan menggunakan metode accidental. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan uji Kendall’s, metode analisis marjin dan statistik arametrik dengan uji t-berpasangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk gelondong merah adalah umur tanaman, jumlah permintaan, tenaga kerja, keadaan cuaca, dan efisiensi waktu, (2) Marjin keuntungan rata-rata untuk petani menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11 dengan share marjin sebesar 65,17% sedangkan dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944%, (3) Pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar daripada dalam bentuk gelondong merah, dimana pendapatan rata-rata untuk

penjualan kopi biji adalah Rp 6.856.906,969/tahun atau setara dengan Rp 571.408,91/bulan sedangkan pendapatan rata-rata gelondong merah adalah

Rp 6.353.186,039/tahun atau setara dengan Rp 529.432,17/bulan.

(3)

RIWAYAT HIDUP

NAILUL KHAIRATI (070304027) dilahirkan di Medan pada tanggal 25

Agustus 1989 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara, dari keluarga Bapak

Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan dan Ibu Dra. Mujiati.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar (SD) tahun 1995 – 2001 di SD Al-Azhar Medan.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Tahun 2001 – 2004 di SLTP

Negeri 2 Medan.

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2004 – 2007 di SMA Negeri 1

Medan.

4. Melalui jalur SPMB Tahun 2007 diterima di Program Studi Agribisnis,

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juni – Juli 2011, melaksanakan PKL di Desa Aras, Kecamatan Air

Putih, Kabupaten Batubara.

6. Bulan September 2011, melaksanakan penelitian skripsi di Desa Tanjung

Beringin Kecamatan Sumbul.

Selama perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan organisasi

diantaranya:

1. Anggota Organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(IMASEP) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Anggota Fosma Kampunk 165 Divisi ATS selama periode 2010 sampai

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari

skripsi ini adalah Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen

(Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh

gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang

sedalam-dalamnya pada Ayahanda tercita Drs. Ahmad Ikhyar Hasibuan dan Ibunda

terkasih Dra. Mujiati, atas seluruh cinta dan pengorbanannya bagi penulis serta

atas semua dukungan yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan kepada

Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dalam

pembuatan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Pegawai-pegawai yang bekerja di Badan Penelitian dan Pengembangan

(5)

banyak membantu penulis dalam mendapatkan data-data yang

dibutuhkan.

2. Seluruh responden yang membantu penulis, seluruh petani, pedagang dan

penduduk Desa Tanjung Beringin yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan informasi bagi penulis guna melengkapi penulisan skripsi ini

serta terkhusus untuk Kepala Desa Tanjung Beringin Bapak Singanui

Silalahi atas semua kemudahan yang sudah diberikan kepada penulis

selama penelitian.

3. Seluruh dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Pihak Rain

Forest Coffe dan teman-teman seperjuangan Sosial Ekonomi Pertanian

2007 yang selalu memberikan dukungan bagi penulis.

Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan

dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2011

(6)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Tinjauan Agronomi ... 7

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi ... 9

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Konsep Produksi ... 12

2.2.2 Konsep Pendapatan ... 13

2.2.3 Konsep Produk dan Nilai Tambah ... 13

2.2.4 Konsep Marjin ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran ... 17

2.4 Hipotesis Penelitian ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 19

3.2.1 Petani Kopi Arabika ... 19

3.2.2 Pedagang Perantara ... 20

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4 Metode Analisis Data... 21

(7)

3.5.1 Defenisi ... 24

3.5.2 Batasan Operasional ... 26

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 27

4.1.1 Geografi dan Topografi ... 27

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 30

4.2.1 Petani Sampel ... 30

4.2.2 Pedagang Pengumpul ... 34

4.2.3 Pedagang Besar ... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika dalam Bentuk Gelondong Merah (Cherry red) ... 37

5.1.1 Umur Tanaman ... 37

5.1.2 Jumlah Permintaan ... 38

5.1.3 Tenaga Kerja ... 39

5.1.4 Keadaan Cuaca ... 40

5.1.5 Efisiensi Waktu ... 41

5.2 Analisis Marjin Penjualan Kopi Arabika ... 43

5.3 Analisis Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong Merah dan Kopi Biji Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika ... 45

5.3.1 Penerimaan Usaha Tani ... 45

5.3.2 Biaya Produksi ... 46

5.3.3 Pendapatan Usaha Tani ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011 36

Tabel 2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 2011 37

Tabel 3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011 39

Tabel 4 Sarana dan Prasarana Daerah Penelitian Tahun 2011 40

Tabel 5 Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin 41

Tabel 6 Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Tanjung

Beringin 42

Tabel 7 Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Tanjung

Beringin 43

Tabel 8 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa

Tanjung Beringin 44

Tabel 9 Karakteristik Pedagang Pengumpul di Daerah Penelitian 46

Tabel 10 Karakteristik Pedagang Besar di Daerah Penelitian 48

Tabel 11 Hasil Pengujian Keselarasan Responden Dalam Menilai Faktor

Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika 49

Tabel 12 Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin

Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah 51

Tabel 13 Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah

53

Tabel 14 Penerimaan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar

Dalam 1 Tahun 55

Tabel 15 Biaya Rata-Rata Produksi Usahatani Kopi Per Petani Dalam 1

Tahun 57

(9)

Tahun

Tabel 17

Pendapatan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar

Dalam 1 Tahun 61

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(11)

ABSTRAK

NAILUL KHAIRATI (070304027) dengan judul skripsi Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Buah Panen (Cherry Red) Terhadap Ekonomi Petani Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Di Kabupaten Dairi. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP yang bertujuan Untuk (1) mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), (2) mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji, (3) mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.

Penelitian ini dilaksanakan pada September-November 2011 di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Jumlah responden petani sebanyak 43 sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel acak sederhana dengan menggunakan rumus Slovin, untuk pedagang perantara yang terlibat terdiri dari pedagang pengumpul 5 sampel dan pedagang besar 2 sampel , penentuannya sampel dengan menggunakan metode accidental. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan uji Kendall’s, metode analisis marjin dan statistik arametrik dengan uji t-berpasangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) faktor yang mempengaruhi petani menjual dalam bentuk gelondong merah adalah umur tanaman, jumlah permintaan, tenaga kerja, keadaan cuaca, dan efisiensi waktu, (2) Marjin keuntungan rata-rata untuk petani menjual dalam bentuk gelondong merah sebesar Rp 4.236,11 dengan share marjin sebesar 65,17% sedangkan dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan share marjin sebesar 64,944%, (3) Pendapatan dalam bentuk kopi biji lebih besar daripada dalam bentuk gelondong merah, dimana pendapatan rata-rata untuk

penjualan kopi biji adalah Rp 6.856.906,969/tahun atau setara dengan Rp 571.408,91/bulan sedangkan pendapatan rata-rata gelondong merah adalah

Rp 6.353.186,039/tahun atau setara dengan Rp 529.432,17/bulan.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak

peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan

salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

ini di Indonesia lebih dikenal sebagai penghasil Kopi Robusta terbesar didunia,

meskipun kontribusi Kopi Arabika Indonesia dalam perdagangan kopi dunia

secara kuantitatif kecil namun secara kualitatif sangat disukai konsumen dengan

keanekaragaman jenis serta cita rasa yang spesifik (Tondok, 1999).

Menurut Najiyati dan Danarti (2004), di dunia perdagangan dikenal beberapa

golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya Kopi Arabika,

Robusta dan Liberika. Penggolangan kopi tersebut umumnya didasarkan pada

spesiesnya, kecuali Kopi Robusta. Kopi Robusta bukan merupakan nama

spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama

Coffea canephora.

Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditi perdagangan yang

memiliki kontribusi yang cukup tinggi. Selain sebagai komoditi ekspor, komoditi

kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri. Selain itu kopi

merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan

(13)

umumnya masih mengusahakan tanaman kopi secara bersamaan yaitu Kopi

Robusta dan Kopi Arabika (Najiyati dan Danarti, 2004).

Lebih dari 90% kopi di Indonesia diusahakan oleh rakyat. Umumnya komoditi

kopi telah menjadi komoditas penting dalam bidang perekonomian beberapa

propinsi penghasil kopi seperti Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Selatan,

Sumatera Utara dan Aceh. Pada saat ini saja tanaman Kopi Robusta lebih dari

95%, sedangkan selebihnya adalah Kopi Arabika dan jenis lainnya. Meskipun

Kopi Robusta ini semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun

dalam perkembangannya tanaman ini telah banyak menjadi tanaman rakyat atau

pertanian rakyat (AAK, 2009).

Perkebunan kopi berbeda dengan perkebunan lainnya yang lebih banyak dikuasai

oleh perusahaan dan usaha perkebunan pemerintah, perkebunan kopi lebih banyak

dikuasai oleh rakyat. Dengan luasan kebun yang bervariasi dan semakin

sempitnya lahan, menjadikan efektifitas produksi menjadi beragam dengan model

yang berbeda-beda pula. Permasalahan yang sering dihadapi dalam mendapatkan

kopi yang berkualitas adalah kesadaran dan kemampuan petani kopi yang

berbeda-beda. Sebagai misal kampanye “petik merah” adalah usaha untuk

mendorong petani untuk menunggu kopi menjadi matang dipetik, karena hal ini

sangat mempengaruhi harga jual dan kualitas kopi dan yang lebih luas lagi adalah

pencitraan kopi di daerah tersebut (Anggraini, 2006).

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil kopi di

Indonesia. Kopi yang dihasilkan adalah Kopi Arabika dan Kopi Robusta.

(14)

khususnya untuk Kopi Arabika. Di Sumatera Utara perkebunan kopi banyak di

pegunungan Lintong sampai sekitar daerah Danau Toba. Kopi Sumatera Utara

yang terkenal adalah dengan nama Mandaeling. Kopi Lintong dan Mandaeling

terkenal di dunia, terutama jenis Kopi Arabika. Kopi Lintong ditanam di

Kecamatan Lintongnihuta yang berada di Barat Daya Danau Toba yang berada di

wilayah Kabupaten Dairi.

Menurut Data BPS (2010) Kabupaten Dairi merupakan daerah dengan total

produksi paling besar untuk Kopi Arabika. Tanaman Kopi Arabika dapat dengan

mudah dijumpai hampir di seluruh daerah di Kabupaten Dairi. Sebagian besar

penduduk yang ada di Kabupaten Dairi memiliki areal penanaman kopi di areal

pemukimannya. Luas tanam masing-masing petani kopi bervariasi. Kopi Arabika

termasuk yang dominan selain Kopi Robusta. Petani banyak menanam Kopi

Arabika karena umur produksinya yang relatif cepat, kemudian dapat dijual dalam

bentuk gelondong merah (cherry red).

Sebagian besar petani kopi menjual Kopi Arabika dalam bentuk kopi merah

(cherry red). Harga yang ditawarkan Rp 6.000 sampai Rp 9.000 untuk setiap kilogramnya, padahal apabila dilakukan pengolahan minimal pengeringan

menjadi kopi biji harga kopi yang dibeli oleh pedagang pengumpul bisa mencapai

Rp 18.000 hingga Rp 25.000 untuk setiap kilogramnya. Selain itu kopi dijual juga

dalam bentuk biji oleh para petani. Dan hanya sedikit saja yang mengolah dalam

bentuk kopi bubuk yang siap untuk dibuat minuman. Kurangnya minat para petani

(15)

penjualan dalam bentuk biji lebih mudah dan langsung mendapatkan keuntungan.

Sementara untuk kopi bubuk dibutuhkan modal, waktu dan keahlian tertentu.

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika

dalam bentuk gelondong merah (cherry red). Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) merupakan penjualan yang paling praktis dan ekonomis, petani dapat menghemat waktu dan efisiensi tenaga kerja. Selain itu penjualan

Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) mampu mengurangi resiko petani terhadap kondisi Kopi Arabika, karena Kopi Arabika merupakan

kopi yang membutuhkan perlakuan khusus dalam pengolahannya.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), kopi biji maupun bubuk kopi memiliki kontribusi masing-masing. Marjin penjualan yang

dihasilkan satu sama lain pun berbeda. Marjin merupakan perbedaan antara harga

yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani (Widodo, 2008).

Dari uraian diatas, apabila dikaji secara luas dan mendalam, ternyata marjin yang

diterima oleh petani dari harga konsumen merupakan suatu indikator umum dalam

mengukur tingkat pendapatan khususnya ekonomi petani Kopi Arabika.

Pendapatan petani pada dasarnya terletak pada bahagian yang diterimanya atas

penjualan hasil usahataninya yang relatif tidak banyak pula. Semakin besar

bahagian dari pembeli konsumen diterima petani (produsen) maka semakin tinggi

kesejahteraannnya.

Agar keunggulan Kopi Arabika dapat memberikan kontribusi yang maksimal

terhadap peningkatan ekonomi petani dan ekonomi masyarakat desa maka perlu

(16)

mempengaruhinya. Serta dapat diketahui mengenai bagaimana pengaruh

penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah terhadap ekonomi petani

Kopi Arabika Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul di Kabupaten Dairi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut:

1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika

dalam bentuk gelondong merah (cherry red)?

2) Berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk

gelondong merah (cherry red) dan kopi biji ?

3) Bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi Arabika dalam bentuk

gelondong merah (cherry red) dan kopi biji ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani

menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red).

2) Untuk mengetahui berapa marjin penjualan petani menjual Kopi Arabika

dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji.

3) Untuk mengetahui bagaimana perbedaan pendapatan penjualan Kopi

(17)

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan informasi, umumnya bagi petani kopi di Provinsi Sumatera

Utara dan khususnya bagi petani kopi di Kabupaten Dairi.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya khususnya

yang berhubungan dengan penelitian ini.

3) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pembuat keputusan

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Agronomi

Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia.

Sejarah perkopian di Indonesia mencatat bahwa pertama kali masuk ke Indonesia

sekitar tahun 1699 yang merupakan jenis Kopi Arabika ( Coffea arabica ). Pada sejak abad ke-18 Kopi Arabika menjadi andalan ekspor utama Indonesia.

Jenis Kopi Arabika tersebut menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, dengan

nama sesuai dengan daerah pengembangannya selain yang dikenal sebagai Kopi

Jawa diantaranya dikenal dengan nama Kopi Gayo, Kopi Sidikalang, dan Kopi

Toraja ( Syamsulbahri, 1996 ).

Menurut Syamsulbahri (1996) Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan maka

susunan botaninya sangat berbeda dengan tanaman musiman, dan dala tata nama

secara taksonomi ini terdapat klasifikasi-klasifikasi dari tanaman kopi adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophita

Sub-divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotiledonea

Ordo : Rubiales

Family : Rubiaceae

Genus : Coffea

(19)

Kopi adalah tanaman tropis, pada dasarnya ada sekitar 30 jenis spesies dari genus

ini dan sampai saat hanya tiga jenis kopi, yaitu Robusta, Arabika dan Liberika.

Tanaman kopi bisa mencapai 4-6 meter pada usia yang matang. Pada awal masa

berbuah, bunga akan tumbuh selama sekitar 6 sampai 7 bulan yang kemudian

menjadi buah kopi. Biji buah kopi yang hijau lama-kelamaan berubah menjadi

merah dan siap untuk dipetik. Kopi bisa tumbuh baik di beberapa belahan dunia di

Negara tropis seperti di Asia Selatan, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan

Indonesia. Di Indonesia, tanaman kopi banyak ditemukan di Sumatera, Jawa,

Nusa Tenggara sampai Papua.

Tanaman kopi yang sudah cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat

menghasilkan ribuan bunga. Bunga tersusun dalam kelompok, masing-masing

terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 2-3

kelompok bunga sehingga setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8-18 kuntum

bunga atau setiap buku menghasilkan 16-36 kuntum bunga. Bila bunga sudah

dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka sehingga terjadi penyerbukan.

Setelah itu bunga akan berkembag menjadi buah. Ciri-cirinya adalah mahkota

bunga tampak mengering dan berguguran. Kemudian kulit buah berwarna hijau

semakin membesar. Bila sudah tua, kulitnya menguning, lalu menjadi merah tua.

Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang

sekitar 6-8 bulan untuk Kopi Arabika (Najiyati dan Danarti, 2004).

Tanaman Kopi Arabika memiliki persyaratan tumbuh dan hasil produksi seperti:

ketinggian antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20° C, daerah yang memiliki iklim

kering atau bulan kering selama 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali

(20)

jenis Arabika lebih tinggi dibanding jenis kopi lain. Dalam pengelolaan yang baik,

hasil panen bisa mencapai 15-20 ku/ha/th, dengan rendemen ± 18%. Beberapa

varietas kopi yang termasuk Kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia

antara lain; Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis. Masing-masing varietas

memiliki sifat yang berbeda (Najiyati dan Danarti, 2004).

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi

Menurut Anggraini (2006) kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang

diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor. Pada tahun 2000, produsen kopi

dan sekaligus sebagai eksportir kopi terbesar di dunia adalah Brazilia yang

memasok kebutuhan dunia kurang lebih 25,1 %, Vietnam 11%, Colombia 8,6 %

dan Indonesia 5.9 %, untuk kopi biji. Di Amerika Serikat, Indonesia menduduki

peringkat ke 6 dari 35 pengekspor kopi ke negara tersebut.

Menurut ICO (2011), produksi kopi global di tahun panen 2011 mengalami anjlok

dari 133-135 juta karung (1 karung = 60 kg) di pada musim yang berjalan saat

ini. Harga kopi telah naik 51% sepanjang tahun ini dan menyentuh level

tertingginya kemarin. Tingginya curah hujan di Amerika Tengah dan Colombia

telah membabat panenan kopi. Sedangkan Brasil memanen 36 juta karung tahun

ini ; anjlok dari 47,2 juta karung pada tahun sebelumnya dan 39,5 juta karung

pada tahun 2009. Persediaan kopi di negara penghasil kopi anjlok menjadi 12

karung tahun ini; level yang paling rendah sejak ICO yang berbasis di London itu

merekam catatan produksi kopi dunia pada tahun 1960. Jika melihat masalah

dalam produksi, kita tak lagi punya penambalnya. Kondisi ini akan menggiring

(21)

Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (2011) Harga kopi biji di Tanah Air

tahun ini diprediksi naik mengingat produksi komoditas itu diperkirakan

mengalami penurunan. Sumatera Utara sampai saat ini mencapai harga

tertinggi sepanjang sejarah perkopian di Sumatera atau mencapai Rp 44.000 –

Rp.46.000 per kg akibat terjadinya penurunan produksi hingga 40 persen di tahun

2010. Sebelumnya di awal Desember 2010, harga arabika asalan masih Rp 35.000

– Rp 36.000 per kg dengan harga ekspor di kisaran 4,6 dolar AS per kg.

Akibat harga lokal yang naik, harga ekspor juga semakin bertahan menguat di

level 5,5 – 6 dolar AS per kg.

Harga lokal dan ekspor yang menguat itu diperkirakan masih terus berlanjut

mengingat produksi yang ketat itu masih akan berlangsung hingga tahun ini,

bukan hanya di Indonesia tetapi di negara penghasil lainnya seperti Brazil dan

Vietnam. Produksi arabika di Indonesia juga mengalami hal sama, dimana panen

yang seharusnya sudah masuk sejak Oktober hingga awal Desember lalu,

produksinya hingga Januari ini juga tidak banyak khususnya di daerah produksi

Sumatera Utara meski permintaan menguat, tetapi kualitas yang diminta

cenderung di tingkatan (grade) rendah. Permintaan grade rendah itu, karena importir menilai harga Kopi Arabika yang dikisaran 5,5 -6 dolar AS per kg

tersebut terlalu tinggi yang mempengaruhi biaya produksi.

Perkebunan kopi terluas di Indonesia adalah di Sumatera, yang membentang

mulai dari kawasan Gayo Aceh sampai ke wilayah Lampung. Kopi telah

diproduksi di Sumatera sejak tahun 1700an. Pulau Sumatera sangat cocok untuk

(22)

wilayah Utara dan Barat Sumatera, yang biasa disebut sebagai Bukit Barisan. Di

bagian Selatan kebanyakan ditanam di daerah Gunung Kelinci dan di Bengkulu

yang lebih dominan untuk Kopi Robusta, karena wilayah yang lebih rendah

(Najiyati dan Danarti, 2004).

Tanaman kopi juga mempunyai fungsi sosial sebab dengan adanya perkebunan

kopi yang besar, itu berarti memberi pekerjaan bagi orang-orang yang terlibat

didalamnya. Misalnya saja satu perkebunan dengan luas 1000 ha, jika rata-rata

tiap hektar satu buruh memiliki satu istri dengan 2-3 anak, berarti satu perkebunan

dapat memberi penghidupan 3-4 orang (Spillane, 1990).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Konsep Produksi

Produksi adalah suatu proses merubah kombinasi berbagai input menjadi output. Pengertian produksi tidak hanya terbatas pada proses pembuatan saja, tetapi juga

penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengemasan kembali, hingga pemasaran

hasilnya. Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa. Bahkan sebenarnya

perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut pandang ekonomi, sangat

tipis. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga

kerja. Setiap produsen dalam melakukan kegiatan produksi diasumsikan dengan

tujuan memaksimumkan keuntungan (Pracoyo dan Pracoyo, 2006).

Di dalam ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu fungsi

(23)

faktor-faktor produksi (input). Hubungan kedua variabel (input dan output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut.

Q = f (K, L, N, dan T)

Q adalah output, sedangkan K, L, N, dan T merupakan input. Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumberdaya alam, dan T

adalah teknologi. Besarnya jumlah output yang dihasilkan tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K, L, dan N atau meningkatkan teknologi (Bangun, 2007).

2.2.2 Konsep Pendapatan

Pendapatan usahatani (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya

(TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara

produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usahatani biasanya

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya

variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang

diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja (Bangun, 2007).

2.2.3 Konsep Produk dan Nilai Tambah

Secara prinsip pengembangan dan pengolahan produk dilakukan adalah untuk

(24)

produk dengan penampilan baru (bentuk, ukuran, gaya dan kemasan). Karena

pelanggan merasa mendapat kepuasan dari produk lama ( Yusuf, 2007 ).

Berdasarkan Pearce dan Robinson ( 1997 dalam Yusuf 2007 ) yang menyatakan bahwa pengembangan produk seringkali digunakan untuk memperpanjang daur

hidup produk yang sudah ada, atau untuk memanfaatkan reputasi ataupun merek

favorit. Pemikirannya adalah menarik pelanggan yang puas untuk membeli

produk baru sebagai akibat pengalaman positif mereka dengan produk

sebelumnya.

Pemahaman tentang komponen-komponen pengolahan memerlukan pemahaman

fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan pengolahan agroindustri adalah

merubah bahan baku menjadi mudah diangkut, diterima konsumen, dan tahan

lama. Fungsi pengolahan harus pula dipahami sebagai kegiatan strategis yang

menambah nilai dalam mata rantai produksi dan menciptakan keunggulan

kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan merancang dan mengoperasikan

kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan produk.

Selain itu fungsi pengolahan harus dapat meningkatkan nilai tambah produk

tersebut ( Soekartawi, 2000).

Nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau

suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut,

dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa

yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut. Nilai tambah ini merupakan

nilai yang ditambahkan oleh suatu perusahaan ke bahan-bahan dan jasa-jasa yang

(25)

Menurut Said dkk. (2004) Alternatif teknologi yang tersedia untuk pengolahan

hasil-hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi tradisional yang digunakan

oleh industri kecil (cottage industry) sampai kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri besar. Dengan demikian alternatif teknologi

tersebut bervariasi dari teknologi yang padat karya sampai ke teknologi yang

padat modal.

Pada tahap-tahap produksi, setiap perusahaan industri pengolahan pertanian

terdiri dari komponen-komponen fisik sebagai berikut: (a) penerimaan dan

penyimpanan bahan mentah, (b) pengkondisian bahan mentah, (c) pengolahan

utama (pemisahan, pemusatan, pencampuran, dan stabilitas), (d) pengemasan,

(e) penyimpanan produk yang dihasilkan, dan (f) pengiriman

produk-produk yang dihasilkan.

2.2.4 Konsep Marjin

Menurut Rismayani (2007) asumsi dasar teori harga dalam tata niaga produk

pertanian adalah bahwa produsen bertemu langsung dengan konsumen akhir

sehingga harga pasar merupakan perpotongan antara kurva penawaran dan

permintaan. Akan tetapi pada realitasnya, aliran produk pertanian dari produsen

ke konsumen harus menempuh jarak dan rantai pemasaran yang panjang.

Profit marjin adalah rasio pendapatan terhadap penjualan yang diperoleh dari selisih antara penjulan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dibagi

dengan penjualan bersih. Rasio ini mengindikasikan kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu dan juga menilai

(26)

langsung digunakan dalam menghasilkan penjualan yaitu pengeluaran untuk

pembelian bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik.

Menurut Widodo (2008) menyebutkan bahwa marjin laba kotor (gross profit marjin) merupakan ukuran yang paling tepat untuk melihat profitabilitas. Perubahan kecil dalam rasio ini akan mengindikasikan pergerakan yang cukup

besar dalam profitabilitas. Dengan demikian profit marjin yang tinggi sangat diinginkan karena mengindikasikan laba yang dihasilkan melebihi harga pokok

penjualan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Usahatani Kopi Arabika merupakan suatu kegiatan yang produktif bagi

masyarakat di daerah Kabupaten Dairi. Dalam melakukan usahatani petani pasti

membutuhkan input produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output usahatani kopi. Output langsung dari usahatani Kopi Arabika adalah berupa produksi Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red). Petani dalam menjual hasil produksinya dapat menggunakan alternatif bentuk penjualan Kopi

Arabika sesuai kebutuhan dan permintaan.

Penjualan Kopi Arabika dapat berupa gelondong merah (cherry red) secara langsung, atau dengan perlakuan pasca panen dan pengolahan seperti kopi biji.

Dalam penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang

mempengaruhinya antara lain kualitas kopi, umur tanaman, iklim dan cuaca,

(27)

Kopi Arabika dapat dijual dalam bentuk gelondong merah (cherry red) dan kopi biji. Masing-masing penjualan memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Perbedaan marjin penjualan untuk masing-masing produk merupakan hal

yang paling terlihat. Setiap marjin penjualan berbeda satu sama lain. Marjin harga

parsial petani dan marjin harga keseluruhan petani juga berbeda satu sama

lainnya.

Khusus penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) merupakan penjualan yang harganya paling rendah akan tetapi pelaksanaannya

paling praktis dan mudah. Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) akan berpengaruh pada ekonomi petani Kopi Arabika. Pengaruh tersebut bisa saja

secara langsung terhadap petani atau secara tidak langsung pada pihak-pihak yang

terlibat dalam usahatani Kopi Arabika yang semuanya merupakan masyarakat

(28)

Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan : : Mempengaruhi

: Alur Penelitian Usahatani

Kopi Arabika

Produksi

Penjualan

Kopi biji Gelondong

merah

Marjin Penjualan

Marjin Penjualan

Pendapatan

Faktor yang mempengaruhi

(29)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk

gelondong merah (cherry red) adalah permintaan pembeli, umur tanaman, perubahan cuaca, tenaga kerja, dan efisiensi waktu.

2) Marjin penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) lebih rendah dibandingkan penjualan dalam bentuk kopi biji.

3) Terdapat perbedaan pendapatan, dimana pendapatan petani yang

bersumber dari penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten

Dairi Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih

benar – benar representatif (Sugiyono, 2006). Daerah penelitian dipilih secara

sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian ini merupakan daerah

dengan luas panen yang besar untuk komoditi Kopi Arabika di Kabupaten Dairi.

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani Kopi Arabika, usaha pengolahan

bubuk kopi yang berproduksi secara continue serta pedagang perantara yang berada di daerah penelitian.

3.2.1 Petani Kopi Arabika

Dari pra-survey diketahui bahwa besarnya populasi petani berjumlah 1375 jiwa.

Untuk mendapatkan jumlah sampel yang mewakili populasi maka ditetapkan

dengan metode sampling yaitu simple random sampling dengan rumus Slovin sebagai berikut:

N

n =

(31)

Keterangan :

n = besar sampel

N = besar populasi

e = nilai kritis ( batas ketelitian ) yang diinginkan ( % )

( Sevilla, dkk., 1993 ).

Dengan taraf keyakinan 85 % atau tingkat ketidaktelitian sebesar 15 % , maka

diperoleh sampel sebesar 43 KK, dengan perhitungan sebagai berikut :

n =

Pemilihan sampel dari populasi digunakan secara sampling yakni proses pengambilan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu per satu secara

random ( semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih ) dimana jika

sudah dipilih, tidak dapat dipilih lagi (Sugiyono, 2006).

3.2.2 Pedagang Perantara

Teknik penentuan sampel pedagang perantara ini adalah secara accidental, yaitu siapa saja pedagang kopi yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2006).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan

data primer dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung dengan

responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

(32)

Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan

Sumbul, serta instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

3.4Metode Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara kualitatif

dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Data

kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif. Hal

yang pertama kali dilakukan dalam mengolah data adalah menyusun daftar

variabel-variabel yang akan ditabulasikan ke dalam tabel yang telah disiapkan.

Untuk menjawab identifikasi masalah (1) / hipotesis (1), alat analisis yang

digunakan adalah statistik non parametris, yaitu metode Uji Kendall’s W. Dimana

diberikan opsi jawaban mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan

dalam bentuk gelondong merah (cherry red) kemudian diurutkan dari yang paling penting untuk menguji keselarasan jawaban responden. Metode Kendall’s W ini

berdasarkan nilai Kendall’s. Koefisien nilai Kendall’s dapat dihitung dengan

(33)

S = Jumlah kuadrat dari deviasi ranking

=

R Rata-rata ranking Ri = Total Ranking

m = Jumlah orang yang memberi nilai (peringkat)

n = Jumlah objek yang dinilai

Setelah data dianalisis, kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji

Chi-square terhadap koefisien kendall’s (W), dengan rumus sebagai berikut :

X2 = m (n - 1) W Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : RKendall = 0 (tidak ada kecocokan)

Menurut Sihombing (2011) untuk menghitung marjin pemasaran dan distribusinya

pada masing – masing produsen dan pedagang perantara pada masalah (2)/

(34)

Keterangan :

= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i

= Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke-i

Untuk menjawab identifikasi masalah 3, alat analisis yang digunakan adalah uji-t

berpasangan (paired t-test). Alat analisis dengan uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak

bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang

berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan

yang berbeda. Walaupun menggunakan individu yang sama, peneliti tetap

memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data dari perlakuan pertama dan data

dari perlakuan kedua.

Data yang disajikan dianalisis dengan alat bantu berupa SPSS. Setelah data

dianalisis, kemudian hipotesis diuji dengan menggunakan uji t.

Untuk hipotesis (3) :

H0 = Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) tidak berpengaruh

terhadap pendapatan petani

H1 = Penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) berpengaruh terhadap

(35)

Dengan kriteria uji hipotesa taraf kesalahan 0,05 :

Jika thit > ttabel maka tolak Ho atau terima H1

Jika thit ≤ ttabel maka terima Ho atau tolak H1

(Djarwanto, 2004).

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah – istilah yang terdapat dalam

penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Defenisi Operasional

1) Petani Kopi adalah orang yang melakukan usahatani Kopi Arabika sebagai

mata pencaharian pokoknya dan menjual Kopi Arabika dalam bentuk

gelondong merah (cherry red).

2) Usahatani kopi adalah kombinasi yang tersusun dari faktor produksi yaitu

modal, alam, tenaga kerja, dan keahlian yang ditujukan untuk proses produksi

yang nantinya menghasilkan output dan keberhasilannya tergantung

kemampuan petani mengelolanya.

3) Usaha pengolahan kopi adalah setiap usaha pengolahan kopi yang

berproduksi secara continue di daerah penelitian.

4) Pedagang perantara adalah orang – orang atau lembaga – lembaga yang

terlibat dalam memasarkan Kopi Arabika dari produsen hingga ke konsumen.

5) Pedagang pengumpul adalah mereka yang aktif mengumpulkan dan

(36)

6) Pedagang besar adalah mereka yang membeli kopi arabika dari pedagang

pengumpul yang diteliti.

7) Produksi adalah semua hasil tanaman Kopi Arabika yang dibudidayakan

petani kopi dalam bentuk gelondong merah ( Kg).

8) Marjin penjualan adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen

dengan harga yang diterima petani.

9) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menjual Kopi Arabika dalam

bentuk gelondong merah (cherry red ) adalah kualitas kopi, umur tanaman, iklim dan cuaca, tenaga kerja, efisiensi waktu.

10)Curahan tenaga kerja adalah banyak nya tenaga kerja yang digunakan dalam

setiap tahapan kegiatan usahatani Kopi Arabika ( HOK ).

11)Luas lahan adalah areal pertanaman kopi yang dimiliki oleh petani diukur

dengan satuan hektar.

12)Teknologi merupakan peralatan yang dimanfaatkan petani dalam membantu

mengelola usahatani nya.

13)Price Spread adalah perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah yang diperlukan untuk menutupi biaya barang-barang.

(37)

3.5.2 Batasan Operasional

1) Daerah penelitian adalah Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul,

Kabupaten Dairi

2) Data primer yang digunakan adalah data produksi dalam satu tahun terakhir

3) Sampel penelitian adalah petani Kopi Arabika dan pedagang perantara.

(38)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Geografi dan Topografi

Desa Tanjung Beringin terletak di Kecamatan Sumbul, merupakan salah satu dari

15 kecamatan yang terletak di Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin berada

pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah 414 Ha

dengan jarak 6 km dari Ibukota Kecamatan Sumbul dan 18 km dari Ibukota

Kabupaten Dairi. Desa Tanjung Beringin memiliki batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Dolok Tolong

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu IV

c. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Pegagan Julu II

d. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin I

(Monografi Desa Tanjung Beringin 2011)

4.1.2 Demografi

a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini :

Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Jenis Kelamin Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 1094 48,73

2 Perempuan 1151 51,27

Jumlah 2245 100

(39)

Dari Tabel 1. dapat dijelaskan bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada

jumlah penduduk laki-laki yaitu perempuan sebanyak 1151 jiwa dengan

persentase 51,27 % sedangkan perempuan sebanyak 1094 jiwa dengan persentase

48,73 %. Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan Profil Desa tahun

2011 adalah 2245 jiwa yang terdiri dari 1094 orang laki-laki dan 1151 orang

perempuan serta 650 kepala keluarga.

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Jumlah penduduk Desa Tanjung Beringin berdasarkan Profil Desa tahun 2011

adalah 2245 jiwa yang terdiri dari beberapa kelompok umur yaitu anak-anak

(0-12 tahun), remaja (13-16 tahun), dewasa (17-50 tahun), dan lanjut usia

(>58 tahun). Keadaan Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat lebih jelas

dilihat pada Tabel 2. berikut ini :

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011

Dari Tabel 2. Dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak

terdapat pada kelompok umur 17-50 tahun yaitu sebesar 1195 jiwa (53,23%), dan

jumlah kelompok umur yang paling sedikit adalah golongan umur 0-12 tahun

yaitu sebesar 300 jiwa (13,36%). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk didaerah

penelitian dominan berada pada usia produktif, sehingga masih besar

(40)

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Penduduk di Desa Tanjung Beringin memiliki jenis pekerjaan yang beraneka

ragam. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3.

berikut ini :

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Pekerjaan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011

Dari Tabel 3. dapat dijelaskan bahwa mata pencarian penduduk Desa Tanjung

Beringin yang paling banyak adaah petani yaitu sebanyak 1375 jiwa dengan

persentase 61,25% dan mata pencarian terkecil adalah pensiunan sebanyak 48

jiwa dengan persentase 2,14%.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasana yang tersedia di Desa Tanjung Beringin cukup tersedia dan

mendukung aktivitas masyarakat di desa. Sarana dan prasarana sangat menunjang

pembangunan masyarakat desa. Bila sarana dan prasarana baik, maka pembangunan

desa dan masyarakat akan semakin baik pula. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis

fasilitas umum yang telah tersedia baik fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan,

(41)

prasarana yang ada di desa ini telah dapat dicapai dengan kendaraan umum karena

letaknya yang berada dipinggir jalan besar. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

4. berikut ini :

Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011

No Pekerjaan Unit

Sumber : Data Demografi Desa Tanjung Beringin Tahun 2011

4.2 Karakteristik Sampel

4.2.1 Petani Sampel

Petani sampel yang dimaksud disini adalah seluruh petani kopi yang

mengusahakan Kopi Arabika dan menjualnya dalam bentuk gelondong merah

(cherry red) yang berada di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari

umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga

dan umur tanaman.

Umur

Dalam hal ini umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan

kemampuan petani dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua

(42)

mempengaruhi produksi dan pendapatan yang diperoleh petani itu sendiri. Hal ini

dikarenakan pekerjaan sebagai petani lebih banyak mengandalkan kondisi fisik

petani tersebut. Keadaan umur petani rata-rata di daerah penelitian adalah 40,42

tahun dengan interval antara 20-65 tahun. Adapun keadaan umur petani sampel di

daerah penelitian dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 5. Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 20-40 19 44,19

2 41-50 16 37,21

3 ≥51 8 18,6

Total 43 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 3 dapat dilihat jumlah petani sampel yang terbesar berada pada

kelompok umur 20-40 tahun dengan jumlah 19 orang atau 44,19%. Artinya petani

sampel didaerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi

dalam mengoptimalkan usahataninya. Sedangkan yang terkecil pada kelompok

umur ≥ 51 tahun dengan jumlah 8 orang atau 18,6%. Pendidikan

Pendidikan petani sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam

mengadopsi teknologi baru yang dapat menunjang usahataninya. Pendidikan

petani yang semakin tinggi membuat petani lebih mudah dalam mengadopsi

teknologi baru yang diperoleh dari penyuluh-penyuluh pertanian yang nantinya

diharapkan dapat meningkatkan produksi pada usahataninya tersebut. Adapun

tingkat pendidikan petani sampel yang ada di Desa Tanjung Beringin bervariasi

(43)

Tanjung Beringin ini kebanyakan berasal dari SMA. Lebih jelasnya mengenai

tingkat pendidikan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini :

Tabel 6. Tabel Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Tanjung

Beringin

No Tingkat Pendidikan Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 SD 4 9,30

2 SMP 18 41,86

3 STM/SMA 21 48,84

Total 30 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 6. dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani responden rata-rata

berkisar pada tingkat SMA. Untuk jumlah petani responden yang terbesar ialah

pada tingkat SMA sebesar 21 orang atau 48,84% dari jumlah keseluruhan,

sedangkan yang terkecil berada pada tingkat SD yaitu masing sebesar 4 orang atau

9,30% dari jumlah keseluruhan petani responden.

Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi

suatu usahatani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin baik

pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman bertani petani responden

adalah sebesar 14,44 tahun dengan interval 2-40 tahun. Kebanyakan pengalaman

bertani dari petani responden di Desa Tanjung Beringin adalah berkisar pada 0-10

tahun dan 11-20 tahun. Untuk petani yang berpengalaman bertaninya lebih dari 30

tahun yaitu hanya 1 orang. Petani-petani di Desa Tanjung Beringin ini

(44)

seperti sawi, tembakau, dan cabai. Keadaan pengalaman bertani petani responden

dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini :

Tabel 7. Tabel Pengalaman Bertani Petani Responden di Desa Tanjung Beringin

No Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah(Jiwa) Persentase (%)

1 0-10 17 39,53

2 11-20 21 48,84

3 ≥ 21 5 11,63

Total 43 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah petani yang mempunyai pengalaman

bertani terbesar ialah pada kelompok 11-20 tahun sebesar 21 orang atau 48,84%

dari jumlah keseluruhan petani responden yang berada di daerah penelitian,

sedangkan untuk pengalaman bertani yang terkecil berada pada kelompok ≥ 21 tahun yakni sebesar 5 orang atau 11,63%.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga pada petani sampel rata-rata 2,78 orang, dengan

interval 0-6 orang. Perbedaan jumlah tanggungan keuarga akan mempengaruhi

jumlah penggunaan curahan tenaga kerja dalam keluarga. Dimana apabila petani

memiliki tanggungan yang berada dalam umur yang produktif dapat membantu

dalam pengelolaan usaha tani kopi. Akan tetapi semakin besar jumlah

tanggungan terkadang semakin besar biaya pengeluaran yang ditanggung, apalagi

jika tanggungan keluarga tidak dalam usia yang produktif, dalam arti masih

(45)

Klasifikasi jumlah tanggungan keluarga pada usahatani kopi Arabika pada darah

penelitian dapat dilihat pada tabel 8 berikut :

Tabel 8. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani responden di Desa Tanjung Beringin

No Kelompok Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase (%)

1 0-2 18 41,86

2 3-5 22 51,16

3 >5 3 6,98

Total 43 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa Rata-rata jumlah tanggungan keluarga pada

petani responden di daerah penelitian berkisar pada kelompok tanggungan 3-5

orang yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar 51,16 % dari jumlah keseluruhan

petani responden di daerah penelitian. Persentase jumlah tanggungan keluarga

yang lain ada pada kelompok 0-2 orang sebesar 18 orang atau 41,86 % dan yang

terkecil pada kelompok >5 orang yaitu sebesar 6,98%.

4.2.2 Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang membeli langsung kopi ke

petani dan menjualnya kepada pedagang besar. Pedagang sampel yang diteliti

diperoleh dengan bertanya pada petani kemana kopi tersebut dijual. Adapun

karakteristik pedagang pengumpul dalam penelitian ini meliputi umur,

pengalaman, dan pendidikan.

Pedagang pengumpul didaerah penelitian merupakan pedagang pengumpul yang

mengambil Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah dan kopi biji. Jumlah

(46)

3 orang sedangkan dalam bentuk kopi biji sebanyak 2 orang. Karakteristik sampel

pedagang pengumpul dapat dilihat pada tabel 9 di bawah :

Tabel 9. Sampel Pedagang Pengumpul Di Daerah Penelitian

No. Uraian Range Rataan

1. Umur 20-40 31,8

2. Pengalaman 12-20 10

3. Pendidikan 12 12

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 17

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan umur pedagang pengumpul adalah 31,8

tahun, yang berarti pedagang berada di usia produktif. Dan pengalaman berdagang

selama rataan 10 tahun, dengan rataan pendidikan 12 yang menunjukkan

pedagang pengumpul telah menempuh pendidikan SMA.

4.2.3 Pedagang Besar

Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli kopi dari pedagang

pengumpul dalam jumlah yang relatif lebih banyak. Pedagang besar diasumsikan

sebagai batasan terakhir penelitian diimana harga beli pedagang besar

diasumsikan sebagai harga beli konsumen. Adapun karakteristik pedagang besar

dalam penelitian ini meliputi umur, pengalaman, dan pendidikan.

Pedagang besar yag diteliti di daerah penelitian sebanyak 2 orang, 1 orang

pedagang besar yang mengumpukan dalam bentuk gelondong merah, satu orang

lagi dalam bentuk kopi biji. Penentuan pedagang besar ini diketahui dari

penelusuran melalui pedagang pengumpul didaerah penelitian. Dimana pedagang

(47)

Arabika dari pedagang pengupul yang ditemui di daerah penelitian. Karakteristik

sampel pedagang besar dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Karakteristik Pedagang Besar Di Daerah Penelitian

No. Uraian Range Rataan

1. Umur 40-42 41

2. Pengalaman 10-15 12,5

3. Pendidikan 12 12

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 17

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan umur pedagang besar adalah 40 tahun,

yang berarti pedagang berada di usia produktif. Dan pengalaman berdagang

selama rataan 12,5 tahun, dengan rataan pendidikan 12 yang menunjukkan

(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong merah (Cherry Red)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi petani di Desa Tanjung Beringin

menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Keselarasan dari

sekelompok responden dalam menilai di analisis dengan statistik non parametris,

yaitu metode Uji Kendall’s W. Dimana diberikan opsi jawaban mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan dalam bentuk gelondong merah (cherry red) kemudian diurutkan dari yang paling penting. Berikut beberapa faktor yang

mempengaruhi menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah, yaitu umur

tanaman, jumlah permintaan pembeli,tenaga kerja,efisiesi waktu,iklim dan cuaca.

5.1.1 Umur Tanaman

Umur tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi petani menjual Kopi

Arabika dalam bentuk gelondong merah. Hal itu dikarenakan di daerah penelitian

Kopi Arabika sebagian besar hanya mampu bertahan sampai 10 tahun. Apabila

lebih dari 10 tahun harus dilakukan peremajaan ulang atau pencabutan tanaman

kopi untuk ditanam tanaman muda kembali. Ketika tanaman berumur > 9 tahun

maka lebih baik menjual dalam bentuk gelondong merah, karena buah Kopi

Arabika yang dihasilkan apabila dilakukan perlakuan pasca panen hasil yang

(49)

Secara agronomis tanaman Kopi Arabika berada pada usia produktif pada umur

6-10 tahun, hal tersebut jika dilakukan perawatan secara intensif. Pada umur

tanaman >10 tahun produktvitas tanaman kopi berkurang. Untuk tanaman

berumur < 6 tahun seringnya jumah produksi belum mencapai optimal, dimana

tanaan Kopi Arabika mulai produksi di umur 3 tahun meskipun produksi masih

sedikit. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar petani menjual dalam

bentuk buah merah karena petani setelah panen dapat menjual langsung hasil

panennya.

5.1.2 Permintaan Pembeli

Di daerah penelitian penjuaan dalam bentuk gelondong merah baru terjadi dalam

kurun waktu 3 tahun belakangan. Dimana terjadi kecenderungan pembeli meminta

petani menjual kopi arabikanya dalam bentuk gelondong merah. Karena adaya

permintaan pembeli ini membuat petani mempuyai pilihan menjual gelondong

merah atau kopi biji untuk hasil produksinya.

Artinya petani tidak mengalami kesulitan dalam melakukan penjualan kopi

arabikanya. Petani tidak perlu melakukan kegiatan pasca panen terhadap hasil

produksinya. Ketika dilakukan perlakuan pasca panen gelondong merah menjadi

kopi biji, pengurangan jumlah produksi nya menjadi sangat drastis. Biasanya

untuk 100 kg gelondong merah mampu menjadi 30-50 kg kopi biji, akan tetapi

karena kualitas kopi yang menurun 100 kg gelondong merah hanya mampu

menghasilkan 20-30 kg kopi biji.

Keadaan seperti diata tentunya membuat petani lebih memilih menjual kopi dalam

(50)

rendah bila kualitas kopi benar-benar buruk. Sehingga petani benar-benar

diuntungkan dengan penjualan dalam bentuk gelondong merah jika kualitas kopi

menurun. Selain itu Kopi Arabika sekarang tidak dapat tahan lama sehingga

penjualan dalam bentuk merah menjadi alternatif pilihan yang menguntungkan.

5.1.3 Tenaga Kerja

Di Desa Tanjung Beringin sebagian besar penduduk memang termasuk kedalam

golongan usia produktif, akan tetapi karena hampir sebagian besar penduduk di

Desa Tanjung Beringin memiliki lahan kopi maka sulit sekali mencari tenaga

kerja untuk memanen sekaligus mengolah menjadi kopi biji. Bahkan banyak

tenaga kerja panen yang ada berasal dari daerah Pangururan, Dolok Ilir dan

Samosir. Karena keterbatasan ini maka menjual dalam bentuk gelondong merah

merupakan salah satu hal praktis yang dilakukan oleh petani kopi di daerah

penelitian.

Penggunaan tenaga kerja yng paling dominan adalah tenaga kerja panen. Jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan tergantung jumlah luas lahan dan musim panen kopi

arabika. Pada musim panen kopi arabika kesulitan tenaga kerja panen. Tenaga

kerja panen yang digunakan umumnya berkisar 2-4 orang. Pada bulan berkisar

September-Desember pemanenan dilakukan 2 kali dalam 1 bulan. Untuk setiap

minggu panen dilakukan 3 kali pemanenan. Jadi dalam kisaran bulan

September-Desember pemanenan dilakukan sebanyak 24 kali panen. Selain itu sudah ada

pedagang yang mau menampung hasil panen petani dalam bentuk gelondong

merah, padahal 3 tahun yang lalu petani hanya menjual dalam bentuk kopi biji.

(51)

salah satu faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika dalam bentuk

gelondong merah.

5.1.4 Cuaca

Cuaca merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi petani menjual

Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah. Dalam hal ini Desa Tanjung

Beringin merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki iklim dingin dan sejuk.

Tingkat curah hujan yang juga termasuk tinggi membuat tanaman kopi dalam

proses penjemurannya menjadi kopi biji membutuhkan proses yang lama.

Suhu udara di Tanjung Berigin 21 - 28 °C dengan rata-rata suhu 23 0C dengan kelembapan 68 - 97 %. Semakin tinggi tingkat kelembapan maka suhu udara akan

semakin rendah. Dengan suhu udara rata-rata 23 0C maka curah hujan semakin besar. Dengan cuaca harian curah hujan sedang hampir disetiap waktu di daerah

penelitian terutama di pagi dan sore hari.

Di daerah penelitian, Kopi Arabika jika sudah mendapat perlakuan pasca panen

sederhana paling lama hanya bertahan sampai satu minggu. Meskipun musim

hujan merupakan musim dimana Kopi Arabika berbunga dan memasuki masa

panen akan tetapi kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi akan membuat

petani kesulitan dalam proses penjemuran Kopi Arabika.

Selain itu keadaan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan kelembaban tinggi

disekitar pertanaman. Kelembaban yang tinggi akan merangsang

perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman. Berkembangnya hama dan

penyakit akan membuat menurunnya produksi dan kualitas kopi. Selain itu cuaca

(52)

panen. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa iklim dan cuaca termasuk sebagai

salah satu faktor yang menyebabkan petani menjual hasil panennya dalam bentuk

gelondong merah.

5.1.5 Efisiensi Waktu

Fondasi dasar dari efisiensi waktu adalah kualitas

diubah, bahkan jika sudah lewat tidak bisa kembali lagi. Maka untuk

meningkatkan output, satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah memperbaiki

proses, artinya meningkatkan kualitas tindakan, sebab tindakan adalah proses

dalam menghasilkan output. Untuk memperoleh hasil bermutu tinggi, buah kopi

dipetik setelah matang, yaitu saat kulit buah berwarna merah. Untuk mencapai

tahap matang , waktu yang dibutuhkan dari kuncup bunga hingga siap dipetik 6-8

bulan untuk Kopi Arabika. Keluarnya bunga tidak terjadi secara serempak

sehingga buah pun tidak matang secara serempak. Oleh karena itu, buah kopi

dipetik secara bertahap dan buah yang sudah merah dipetik satu per satu.

Meskipun buah matang tidak serempak, buah yang sudah merah harus segera

dipanen sebelum buah jatuh dari pohon.

Waktu panen yang terbatas ini membuat buah harus segera dipanen jika sudah

berwarna merah. Petani didaerah penelitian memetik buah yang sudah merah 2

minggu sekali atau 2 kali dalam satu bulan. Pada minggu pemanenan dilakukan

selama 3 hari jumat, sabtu dan senin karena pedagang pengumpul datang setiap

hari tersebut. Keterbatasan waktu ini membuat petani memutuskan menjual merah

karena bisa langsung dijual. Apabila dilakukan penjualan dalam bentuk biji hanya

(53)

efisiensi terhadap waktu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi petani

menjual dalam bentuk buah merah.

Dari penjelasan diatas kelima faktor tersebut kemudian di analisis dengan metode

Uji Kendall’s W. Diberikan 5 opsi jawaban berupa faktor-faktor diatas kemuadian

jawaban diurutkan dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting. Uji

ini untuk mengetahui bagaimana keselarasan masing-masing responden dalam

menilai. Dari analisis dengan metode Uji Kendall’s W diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 11. Hasil Pengujian Keselarasan Responden Dalam Menilai Faktor Yang Mempengaruhi Petani Menjual Kopi Arabika

No Keterangan Nilai

1 Umur Tanaman 2,72

2 Permintaan Pembeli 2,26

3 Tenaga Kerja 3,47

Dari tabel 11. diatas dapat diketahui bahwa nilai Kendall’s W sebesar 0,350. Nilai

0,350 tidak sama dengan 0 , artinya dapat dikatakan ada keselarasan/ kecocokan

responden. Nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00. Nilai signifikansi ini

lebih kecil daripada α0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 diterima

dan H0 ditolak: artinya ada kecocokan penilaian antara responden. Tiap

responden memliki alasan yang sama dalam memutuskan untuk menjual

(54)

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis (1) yang

menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi petani menjual Kopi Arabika

dalam bentuk gelondong merah (cherry red) adalah umur tanaman, jumlah permintaan pebeli, iklim dan cuaca, tenaga kerja, efisiensi waktu, diterima.

5.2 Analisis Marjin Penjualan Kopi Arabika

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk Gelondong merah merupakan penjualan

yang paling mudah didaerah penelitian. Meskipun harganya lebih rendah dari

penjualan dalam bentuk kopi biji, akan tetapi petani merasa dimudahkan dari

penjualan dalam bentuk gelondong merah. Penjualan Kopi dalam bentuk

gelondong merah dapat diuraikan pada tabel 12 berikut ini :

Tabel 12. Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam bentuk Gelondong Merah

No Komponen Biaya Rp/Kg (%)

1 Harga Jual Petani 6.000 92,31

Biaya Produksi 1.763,89

Profit 4.236,11

Nisbah Marjin Keuntungan 2,4

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 6.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 6.500 Biaya-biaya :

- Transportasi 10 0,15

- Pengemasan 30 0,46

- Marketing Losses 20 0,31

Profit 440 6,77

Nisbah Marjin Keuntungan 7,3

3 Harga Beli Pedagang Besar 6.500 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 18b

Dari tabel 12 diatas dapat dikatakan bahwa marjin keuntungan rata-rata untuk

(55)

dengan share marjin sebesar 65,17 %. Pedagang pengumpul marjin keuntungan

rata-rata sebesar Rp 440 dengan share marjin 6,77 %. Akan tetapi dari segi nisbah

marjin keuntungan maka petani yang paling kecil yaitu sebesar Rp 2,4 dengan

share marjin 0,036 sedangkan pedagang pengumpul nisbah marjin keuntungan

sebesar Rp 7,3 dengan share marjin 0,11 %.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah kebanyakan dari petani

ke pedagang pengumpul kemudian pedagang besar. Penjualan ini merupakan

penjualan yang paling banyak terjadi di daerah penelitian. Penjualan Kopi Arabika

dalam bentuk Kopi Biji dapat diuraikan pada tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Analisis Biaya, Marjin Keuntungan, dan Nisbah Marjin Keuntungan Kopi Dalam Bentuk Kopi Biji

No Komponen Biaya Rp/Kg (%)

1 Harga Jual Petani 18.000 90

Biaya Produksi 5.011,14

Profit Marjin 12.988,86

Nisbah Marjin Keuntungan 2,59

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul 18.000 Harga Jual Pedagang Pengumpul 20.000 Biaya-biaya :

- Transportasi 100 0,5

- Storage 150 0,75

- Marketing Losses 50 0,25

Profit Marjin 1.700 8,5

Nisbah Marjin Keuntungan 5,67

3 Harga Beli Pedagang Besar 20.000 100

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 18a

Dari tabel 13 diatas dapat dikatakan bahwa marjin keuntungan rata-rata untuk

petani Kopi Arabika menjual dalam bentuk kopi biji sebesar Rp 12.988,86 dengan

share marjin sebesar 64,944 %. Pedagang pengumpul memiliki marjin keuntungan

rata-rata sebesar Rp 1.700 dengan share marjin 8,5 %. Akan tetapi dari segi nisbah

Gambar

Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Tanjung
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Tahun 2011
Tabel 5. Keadaan Umur Petani Responden di Desa Tanjung Beringin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Pengaruh Pembelajaran Strategi REACT terhadap Peningkatan Kemampuan Mahasiswa PGSD tentang Koneksi Matematis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara

Hal ini menunjukkan persepsi tahap kesediaan para pensyarah daripada sudut pengetahuan, amalan dan kemahiran berada pada tahap yang tinggi terhadap pelaksanaan

keberhasilan pendidikian anak, yakni orang tua, guru, dan masyarakat.Ketiganya secara simultan memberikan pembelajaran atau pendidikan kepeda anak, secara langsung maupun

Temuan penelitian ini dalam rangka sumbangan khasanah khususnya pada hubungan antara intensitas shalat Dhuha dengan motivasi belajar pada siswa di Madrasah Tsanawiyah

Dalam ha1 ini lembaga yang tidak mengontrol adalah lembaga adat khususnya Bundo Kanduang; ketiga, kurangnya pemahaman pemakai dan perancang tentang makna busana adat

Dalam menentukan substansi Memorandum of Understanding akan mengatur apa saja, para pihak diberi kebebasan berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, sepanjang

Bagi pemain kolom, nilai negatif (kerugaian) yang diperoleh dari suatu strategi yang digunakan, menghasilkan nilai negatif yang lebih kecil dari hasil penggunaan strategi

Selain itu, tindakan ekonomi yang dilakukan manusia mestinya didasarkan pada prinsip ekonomi, yaitu dengan pengorbanan tertentu, berusaha memperoleh hasil