• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, DAN KOMPENSASI TERHADAP PENGEMBANGAN DIRI GURU SEKOLAH SEKOLAH YAYASAN SEKOLAH KRISTEN INDONESIA (YSKI) SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, DAN KOMPENSASI TERHADAP PENGEMBANGAN DIRI GURU SEKOLAH SEKOLAH YAYASAN SEKOLAH KRISTEN INDONESIA (YSKI) SEMARANG"

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI,

DAN KOMPENSASI TERHADAP PENGEMBANGAN

DIRI GURU SEKOLAH-SEKOLAH YAYASAN

SEKOLAH KRISTEN INDONESIA (YSKI) SEMARANG

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

oleh

Liliany Pitarto

1103506025

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Ujian Tesis.

Semarang, 21 Juli 2008

Pembimbing I, Pembimbing II,

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Tesis ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Tesis Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang pada

hari : SelasaR a b u

tanggal : 29 Juli 2008 5 Pebruari 2008

Panitia Ujian

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

(5)

v

Prakata

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan hikmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Kompensasi Terhadap Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah Yayasan Sekolah Kristen Indonesia (YSKI) Semarang” ini selesai ditulis.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan tesis ini cukup banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi. Namun semua itu dapat penulis lalui berkat motivasi, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dan setulus-tulusnya kepada :

1. Rektor Unnes yang telah memberikan kesempatan kuliah di PPs Unnes. 2. Direktur Program Pascasarjana Unnes yang telah memberikan motivasi

dan fasilitas selama kuliah di PPs Unnes.

3. Dosen-dosen pengajar Prodi Manajemen Pendidikan angkatan 2006 kelas A yang telah membagikan pengalamannya dan membekali dengan ilmu. 4. Dr. Joko Widodo, M.Pd selaku pembimbing I yang telah membimbing

hingga terselesaikannya tesis ini.

5. Dr. A. T. Widodo selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya telah membimbing hingga terselesaikannya tesis ini.

(6)

vi

7. Drs Hari Wibawanto, MT yang banyak memberikan motivasi dan saran. 8. Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko yang banyak memberikan nasehat dan

motivasi.

9. Prof. Soelistia, M.L., Ph.D yang banyak memberikan saran. 10.TU PPs yang telah memberikan pelayanan yang baik

11.Manajer YSKI beserta stafnya dan Pengurus YSKI Semarang yang telah memberikan ijin, kesempatan dan bantuan dalam penelitian.

12.Pimpinan dan guru sekolah-sekolah YSKI yang telah membantu dalam proses penelitian.

13.S.W.Wibowo, Ingawati, Joko P.W, Arin dan Jono yang telah banyak membantu dari awal hingga terselesaikannya tesis ini.

14.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung penyelesaian tesis ini.

Akhirnya tiada gading yang tak retak, dalam penulisan tesis ini pasti ada kelemahannya namun penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat.

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1.6 Asumsi dan Keterbatasan Penelitian ... 11

(8)

viii

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengembangan Diri SDM ... 12

2.1.1 Konsep Pengembangan Menurut Manajemen Sumber Daya Manusia ... 12

2.1.2 SDM Pendidikan ... 14

2.1.3 Pengembangan SDM Guru ... 16

2.2 Kepemimpinan ... 20

2.2.1 Konsep Kepemimpinan ... 20

2.2.2 Kepemimpinan Pendidikan ... 22

2.2.3 Fungsi Kepemimpinan Pendidikan ... 25

2.3 Budaya Organisasi ... 29

2.3.1 Konsep Budaya ... 29

2.3.2 Konsep Budaya Organisasi ... 30

2.3.3 Terbentuknya Budaya Organisasi ... 33

2.3.4 Penerapan Budaya Organisasi Sekolah ... 34

2.4 Kompensasi 38 2.4.1 Konsep Kompensasi ... 38

2.4.3 Kompensasi dan Terminologinya ... 40

2.4.4 Kompensasi Pada Lembaga Pendidikan ... 41

2.5 Kerangka Berfikir ... 43

2.6 Hipotesis ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ...

(9)

ix

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

3.3 Variabel Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.4 Instrumen Penelitian dan Uji Instrumen Penelitian ... 51

3.5 Teknik Analisis Data ... 59

3.6 Uji Hipotesis ... 62

3.7 Jalannya Penelitian ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 65

4.1.1 Deskripsi Variabel Kepemimpinan ... 65

4.1.2 Deskripsi Variabel Budaya Organisasi ... 71

4.1.3 Deskripsi Variabel Kompensasi ... 75

4.1.4 Deskripsi Variabel Pengembangan Diri ... 80

4.1.5 Hasil Uji Persyaratan ... 88

4.1.6 Hasil Regresi ... 93

4.1.7 Hasil Uji Hipotesis ... 93

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 97

4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan Variabel ... 97

4.2.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ... 120

BAB VPENUTUP 5.1 Simpulan ... 125

5.2 Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 136

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel : Halaman

3.1 Jumlah Guru Tetap Yayasan (GTY) Tiap Unit Sekolah-sekolah YSKI

Semarang ... ... 48

3.2 Sampel Penelitian ... ... 50

3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... ... 53

3.4 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... ... 57

3.5 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... ... 59

4.1 Kategorisasi Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang ... ... 66

4.2 Sebaran Data Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang ... ... 66

4.3 Kategorisasi Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang Menurut Unit Kerja ... ... 67

4.4 Kategorisasi Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang dengan Indikator Keterampilan Teknis ... ... 68

4.5 Sebaran Data Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang dengan Indikator Keterampilan Teknis ... ... 68

4.6 Kategorisasi Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang dengan Indikator Keterampilan Hubungan Manusiawi ... 69

4.7 Sebaran Data Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang dengan Indikator Keterampilan Hubungan Manusiawi ... 69

4.8 Kategorisasi Variabel Kepemimpinan di Sekolah-sekolah YSKI Semarang dengan Indikator Keterampilan Konseptual ... ... 70

(11)

xi

4.10 Kategorisasi Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah YSKI Semarang ... ... 71 4.11 Sebaran Data Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang ... 72 4.12 Kategorisasi Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang Menurut Unit Kerja ... 72 4.13 Kategorisasi Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang dengan Indikator Aspek yang Tampak (Tangible) ... 73 4.14 Sebaran Data Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang dengan Indikator Aspek yang Tampak (Tangible) ... 74 4.15 Kategorisasi Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang dengan Indikator Aspek yang Tidak Tampak (Intangible)... 74 4.16 Sebaran Data Variabel Budaya Organisasi di Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Aspek yang Tidak Tampak (Intangible) ... 75 4.17 Kategorisasi Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang ... 76 4.18 Sebaran Data Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang ... 76 4.19 Kategorisasi Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang Menurut Unit Kerja ... ... 77 4.20 Kategorisasi Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang dengan Indikator Tujuan Kompensasi ... 77 4.21 Sebaran Data Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang dengan Indikator Tujuan Kompensasi ... 78 4.22 Kategorisasi Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

Semarang dengan Indikator Asas Kompensasi ... 79 4.23 Sebaran Data Variabel Kompensasi di Sekolah-sekolah YSKI

(12)

xii

4.24 Kategorisasi Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah YSKI Semarang ... 80 4.25 Sebaran Data Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang ... 81 4.26 Kategorisasi Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang Menurut Unit Kerja ... 81 4.27 Kategorisasi Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Pedagogik ... 82 4.28 Sebaran Data Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Pedagogik ... 83 4.29 Kategorisasi Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Kepribadian ... 84 4.30 Sebaran Data Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Kepribadian ... 84 4.31 Kategorisasi Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Sosial .. 85 4.32 Sebaran Data Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Sosial ... 86 4.33 Kategorisasi Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

YSKI Semarang dengan Indikator Pengembangan Kompetensi Profesional ... 87 4.34 Sebaran Data Variabel Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah

(13)

xiii

4.37 Hasil Uji Autokorelasi ... 91

4.38 Hasil Persamaan Regresi ... 93

4.39 Data Coefficient Untuk Menghitung Determinasi Tiap Variabel ... 95

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman

2.1 Budaya dalam Sebuah Organisasi ... 31

2.2 Perwujudan Sistem Nilai dalam Budaya Organisasi Sekolah ... 32

2.3 Terbentuknya Budaya Organisasi ... 33

2.4 Pola Umum Munculnya Budaya Organisasi ... 34

2.5 Interaksi Berbagai Faktor dalam Membentuk Iklim Sekolah ... 35

3.1 Model Pengaruh Variabel Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Kompensasi Terhadap Pengembangan Diri SDM Guru ... 47

4.1 Histogram Uji Normalitas Data ... 88

4.2 Normal P-Plot ... 89

4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 90

4.4 Uji t Kepemimpinan Terhadap Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah YSKI ... 121

4.5 Uji t Budaya Organisasi Terhadap Pengembangan Diri Guru Sekolah-Sekolah YSKI Semarang ... 122

4.6 Uji t Kompensasi Terhadap Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah YSKI Semarang ... 123

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

Lampiran 1 Hasil Pengujian Validitas ... 141

Lampiran 2 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 145

Lampiran 3 Data Mentah Try Out (Uji Coba) ... 150

Lampiran 4 Instrumen Penelitian ... 154

Lampiran 5 Data Mentah Penelitian ... 164

Lampiran 6 Data Pengolah SPSS 11.5 for Windows ... 176

(16)

xvi

ABSTRAK

Liliany Pitarto, 2008. Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Kompensasi Terhadap Pengembangan Diri Guru Sekolah-sekolah Yayasan Sekolah Kristen Indonesia (YSKI) Semarang. Tesis. Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing (I) Dr. Joko Widodo, M.Pd, (II) Dr. A.Tri Widodo.

Kata Kunci : Kepemimpinan, budaya organisasi, kompensasi, pengembangan diri guru.

Pada jaman yang penuh kemajuan teknologi dan terjadi persaingan ketat antar sekolah dibutuhkan para guru yang mau terus belajar dan melakukan pengembangan diri untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu meningkatkan empat kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keinginan guru untuk melakukan pengembangan diri antara lain dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan, budaya organisasi dan kompensasi yang diterima oleh guru.

Permasalahan yang akan diteliti adalah (1) Bagaimanakah pengembangan diri yang telah dilakukan oleh para guru, kepemimpinan kepala sekolah dengan wakil-akilnya, budaya organisasi, dan kompensasi yang diterima oleh guru di sekolah-sekolah Yayasan Sekolah Kristen Indonesia (YSKI) Semarang, (2) Sejauh mana pengaruh kepemimpinan, budaya organisasi, kompensasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang.

Penelitian dirancang sebagai penelitian Ex Post Facto yaitu penelitian sesudah kejadian (studi penelusuran kembali), menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian 100 responden guru tetap yayasan yang tidak menjabat sebagai pimpinan dengan teknik stratified proportionate random sampling dengan menggunakan tabel Krejcie

Hasil temuan penelitian setelah diolah dengan program SPSS 11.5 for Windows menunjukkan bahwa (1) Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI Semarang, (2) Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI Semarang, (3) Kompensasi berpengaruh positif terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI Semarang ,(4) Kepemimpinan, budaya organisasi, kompensasi berpengaruh positif secara bersama-sama terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI Semarang.

(17)

xvii

ABSTRACT

Liliany Pitarto, 2008. The Effect of Leadership, Organizational Culture and Com pensation Towards Teachers Self Improvement in YSKI Semarang. Thesis. The study program of Management Education, the Program of Master Degree, Semarang State University. Consultants : (I) Dr. Joko Widodo, M.Pd (II) Dr. A.Tri Widodo.

Key Words : Leadership, Organizational Culture, Compensation, Teacher Self Improvement.

In this modern era which has great development of technology and competition among schools, we need teachers who are willing to keep on learning and doing self improvement to increase their quality so that they can increase the four competencies, i.e. : paedagogic, personality, social and professional competency. Their will to improve themselves is influenced by some factors which they receive, for example : leadership, organizational culture, and compensation.

The research problem to be solved are as follows : (1) How self improvement is done by teachers, The school principal’s and it’s vice principal’s leadership, organizational culture, and compensation received by teachers in YSKI schools and how far the effect of leadership, organizational culture, and compensation is toward teachers self improvements in YSKI Semarang.

The research was designed as Ex Post Facto Research which is done by a research after the circumstances (reapproachment study), using the quantitative descriptive approach. There were 100 respondents from full time teachers of YSKI schools, who were not the school chiefs. It was stratified proportionate random sampling technique using Krejcie table.

After having been processed with SPSS 11.5 for Windows, the result showed us that (1) Leadership had positive effect towards teachers self improvement in YSKI schools Semarang, (2) Organizational culture had positive effect towards teachers self improvement in YSKI schools Semarang, (3) Compensation had positive effect towards teachers self improvement in YSKI schools Semarang, (4) Leadership, organizational culture,and compensation had positive effect simultaneously towards teachers self improvement in YSKI schools Semarang.

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa sekarang adalah masa globalisasi yang berimbas ke semua bidang yang mengalami percepatan perubahan. Untuk mengantisipasinya dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sehingga mampu bersaing dan memiliki daya penyesuaian yang tinggi terhadap perubahan. Salah satu wadah untuk peningkatan kualitas SDM adalah lembaga pendidikan atau sekolah. Sekolah harus dikelola dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen agar mampu bertahan dan berkembang.

Manajemen SDM pendidikan sebagai ilmu manajemen yang diterapkan dalam masalah pengelolaan SDM di bidang pendidikan menempatkan tenaga kerja dalam organisasi tidak hanya sebagai alat organisasi tetapi justru SDM yang dalam hal ini terutama adalah tenaga pendidik atau guru dianggap sebagai aset yang berharga bagi organisasi, karena guru adalah aktor utama dalam suatu proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan SDM guru yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan SDM yang telah dimiliki sehingga tidak tertinggal oleh perkembangan organisasi dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

(19)

memiliki perbedaan antara lain dari segi partisipasi, kalau pelatihan wajib maka pengembangan merupakan hal yang dilakukan secara sukarela dari kehendak atau keinginan diri SDM tersebut sendiri (Simamora, 2004).

Guru yang memiliki insiatif dari dalam dirinya untuk melakukan pengembangan diri secara sadar tentu akan mampu meningkatkan kompetensi guru yang akan membuat performansi guru meningkat dan akhirnya berefek positif terhadap sekolahnya sehingga mampu menjadi sekolah yang diminati masyarakat. Sebagai bagian dari suatu lembaga yang memiliki pemimpin dengan gaya kepemimpinannya masing-masing tentunya sikap yang dimiliki oleh guru dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan para pemimpin di sekolahnya.

Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Apa yang dilakukan oleh pemimpin di sekolah, dalam hal ini adalah kepala sekolah yang dibantu oleh para wakil kepala sekolah, harus dapat mendorong para guru yang dipimpinnya untuk senantiasa berkembang dan meningkatkan kualitas dirinya.

Selain faktor kepemimpinan , suatu nilai yang dianut bersama dan norma perilaku kelompok (budaya organisasi) juga turut berpengaruh. Budaya organisasi bersifat unik, walaupun organisasi itu sejenis namun budayanya akan berbeda. Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; suatu sistem dari makna bersama, yang merupakan pendapat Robbins (1991:572) : ”Organizational culture is a common perception

(20)

Faktor lainnya yaitu segala sesuatu yang diterima oleh guru di suatu sekolah sebagai balas jasa untuk kerja mereka (kompensasi) juga turut berpengaruh terhadap keinginan guru tersebut untuk melakukan pengembangan diri. Sistem kompensasi harus mampu memotivasi SDM ( Handoko,2001; Simamora, 2003).

Penyelenggaraan sekolah swasta di Indonesia, menurut Siagian yang dikutip pernyataannya oleh Anwar (2004:99) dilakukan oleh beranekaragam pihak. Sekolah-sekolah swasta memiliki latar belakang yang bermacam-macam seperti latar belakang keagamaan, kebudayaan/kedaerahan, sekolah yang diselenggarakan oleh organisasi wanita dan sekolah yang merupakan bagian dari suatu organisasi besar dengan beragam latar belakang yang berbeda-beda. Djojonegoro yang dikutip pernyataannya oleh Anwar (2004:100) menyatakan bahwa ”perguruan swasta dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan keunggulannya sehingga tetap menjadi pilihan bagi sebagian besar peserta didik” .

Sekolah swasta harus memiliki keunggulan atau ciri khusus yang mampu membuat sekolah tersebut menjadi sekolah yang diminati oleh masyarakat. Variasi persekolahan swasta dapat ditinjau dari sifat hubungan antara sekolah dengan badan penyelenggaranya. Ragam ciri khas yang dikembangkan di persekolahan swasta yang paling mencolok adalah ciri khas keagamaan dan kedaerahan atau kebudayaan.

(21)

adalah lulusan sekolah dengan nilai ujian akhir yang cukup tinggi dan sangat kompetitif dibanding sekolah lain. Purnomo (2007:245) menyampaikan bahwa keunggulan lembaga pendidikan Kristen ini disebabkan karena pihak sekolah memiliki guru-guru yang sangat tinggi dedikasinya terhadap anak didik, berani menerapkan berbagai metode pendidikan baru dalam proses belajar mengajar, penerapan disiplin dan penguasaan substansi ilmu di kalangan guru secara optimal.

Pada jaman dengan kemajuan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan yang cepat, dibutuhkan guru yang bersikap sebagai seorang intelektual, yang artinya menurut Giroux yang dikutip oleh Suparno (2004:131) terus mau berkembang dan belajar seumur hidup, tidak pernah puas dengan yang dimengerti, mau membawa perubahan, berpikir kritis, rasional, bebas mengembangkan pikiran, reflektif, berani membela kebenaran dan keadilan. Guru yang dicita-citakan masyarakat adalah guru yang tidak berhenti belajar (Sudharto, 2007).

Peran dan fungsi guru dalam pembelajaran modern pada saat ini menurut Nugroho (2007:314) mencakup: sebagai pemandu bakat dan potensi siswa, pengembang kurikulum, perancang desain pembelajaran, pengelola proses pembelajaran, peneliti dan penilai proses serta hasil belajar. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan bekal pengetahuan dan keahlian yang ditopang sikap kerja yang penuh dedikasi terhadap profesi.

(22)

dilandasi oleh nilai-nilai Kristiani, untuk menghasilkan siswa-siswa yang memiliki tinggi : iman, ilmu dan moral. YSKI mengalami berbagai macam perubahan baik dalam jumlah unit sekolah yang semula ada 7 unit sekolah yaitu 3 unit PG/TK/SD, 2 unit SMP, 1 unit SPG (Sekolah Pendidikan Guru) dan 1 unit SMA yang terdiri dari kelas pagi dan siang berubah menjadi 5 sekolah yaitu 3 unit PG/TK/SD, 1 unit SMP, dan 1 unit SMA kelas pagi saja. Di pihak lain sekolah-sekolah swasta sejenis bermunculan menjadi kompetitornya. Terjadi persaingan ketat antara sekolah-sekolah YSKI dengan sekolah-sekolah swasta Kristen lain di kota Semarang yang sekarang sedang berkembang dengan pesat seperti Krista Mitra, Tritunggal dan Terang Bangsa. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah siswa yang mendaftar di YSKI setiap tahun ajaran berganti semakin menurun, seperti pada tahun ajaran 2008-2009 ini masih terdapat kekurangan calon siswa dari jumlah yang telah ditargetkan terutama di unit SMA K YSKI.

(23)

Tenaga guru YSKI memiliki keanekaragaman baik dari segi usia, latar belakang pendidikan, jenis kelamin, pengalaman mengajar yang dinyatakan dengan lamanya mengajar, ras/suku bangsa dan sebagainya. Dengan kualifikasi pendidikan setingkat diploma dan strata satu , untuk menghadapi persaingan di era globalisasi ini seharusnya keinginan untuk meningkatkan kualitas diri para guru YSKI yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional telah menjadi hal yang membudaya di lingkungan YSKI, seharusnya dimiliki kesadaran dari dalam diri guru sekolah-sekolah YSKI untuk mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan perkembangan jaman.

Thomas Indradjaja, manajer YSKI menyampaikan keheranannya ketika mengunjungi ruang guru sekolah-sekolah YSKI karena di meja para guru tidak terdapat buku-buku referensi yang kelihatan habis dibaca, padahal sangat diharapkan adanya kebiasaan membaca di kalangan guru agar lebih meningkatkan pengetahuannya. Menurut Antonius Budhianto kabag humas YSKI ketika mengadakan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris bagi para guru YSKI ketika di akhir pelatihan ditanyakan apakah para guru berminat untuk melanjutkan pelatihan dengan jenjang yang lebih tinggi banyak yang menolak dengan alasan sudah tersita waktunya dengan kesibukan mengajar dan mempersiapkan administrasi dan perangkat pembelajaran.

(24)

biaya pribadi. Muncul juga ungkapan RMS (Rajin Malas Sama) di kalangan guru sehingga melemahkan niat untuk meningkatkan kualitas diri. Budaya organisasi yang meresap kuat pada masing-masing anggota yang seharusnya mampu menumbuhkan komitmen untuk mencapai visi dan misi dalam diri guru-guru YSKI dirasakan berbeda dibandingkan dengan kondisi di masa lalu yang guru-gurunya lebih memberikan loyalitas tinggi pada organisasi. Selain itu muncul keluhan dari sebagian guru yaitu kompensasi yang dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga harus mencari tambahan penghasilan misalnya dengan memberikan les-les di luar sekolah, akibatnya kurang tersedia waktu untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas dirinya.

(25)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini bermaksud mengungkap sejauh mana pengembangan diri yang telah dilakukan oleh guru sekolah-sekolah YSKI Semarang yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional, dan bagaimana faktor kepemimpinan kepala sekolah dengan wakil-wakilnya, budaya organisasi yang dimiliki, dan kompensasi yang diterima oleh guru berpengaruh terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana pengembangan diri yang telah dilakukan oleh para guru di sekolah-sekolah YSKI ?

2) Bagaimana kepemimpinan di sekolah-sekolah YSKI ? 3) Bagaimana budaya organisasi di sekolah-sekolah YSKI ? 4) Bagaimana kompensasi di sekolah-sekolah YSKI ?

5) Sejauh mana pengaruh kepemimpinan terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI ?

6) Sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI ?

7) Sejauh mana pengaruh kompensasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI ?

(26)

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1) Pengembangan diri yang dilakukan oleh guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang.

2) Kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan wakil-wakilnya di sekolah-sekolah YSKI Semarang.

3) Budaya organisasi yang dimiliki oleh guru sekolah-sekolah YSKI Semarang. 4) Kompensasi yang diterima oleh guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang. 5) Pengaruh kepemimpinan terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah

YSKI Semarang.

6) Pengaruh budaya organisasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang.

7) Pengaruh kompensasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang.

8) Pengaruh secara simultan antara kepemimpinan, budaya organisasi dan kompensasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang.

1.4 Kegunaan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yaitu :

1) Kegunaan Teoretis

(27)

khususnya mengenai penerapan teori Manajemen Sumber Daya Manusia di bidang pendidikan.

2) Kegunaan Praktis

(1) Bagi pengurus YSKI, manajer YSKI, dan Pimpinan sekolah-sekolah YSKI penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan dan pertimbangan dalam membina guru sekolah-sekolah YSKI untuk dapat meningkatkan kualitas dirinya melalui pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(2) Dapat dijadikan sebagai pemacu bagi guru sekolah-sekolah YSKI untuk melakukan pengembangan diri yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional demi meningkatkan kualitas dirinya

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh antara kepemimpinan, budaya organisasi, dan kompensasi terhadap pengembangan diri guru di sekolah-sekolah YSKI Semarang. Ruang lingkup penelitian ini mencakup 4 (empat) konstruk variabel pokok yaitu : (1) kepemimpinan, (2) budaya organisasi, (3) kompensasi sebagai variabel bebas; dan (4) pengembangan diri guru sebagai variabel terikat

1.6 Asumsi dan Keterbatasan Penelitian

1.6.1 Asumsi Penelitian

(28)

ditanyakan peneliti melalui instrumen penelitian, sehingga jawaban dari responden tersebut dianggap sebagai informasi yang benar.

(2) Salah satu upaya untuk memenangkan persaingan dalam menghadapi era globalisasi dalam bidang pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas guru melalui pengembangan diri yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Faktor kepemimpinan, budaya organisasi, dan kompensasi berpengaruh

terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI

1.6.2. Keterbatasan Penelitian

(1) Meskipun pengembangan meliputi pelatihan dan pengembangan, dan pengembangan karir namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada masalah pengembangan diri yang dilakukan oleh guru saja.

(29)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengembangan Diri Sumber Daya Manusia (SDM)

2.1.1 Konsep Pengembangan Menurut Manajemen Sumber Daya Manusia

Perubahan jaman yang sangat cepat ini menimbulkan persaingan yang tajam di segala bidang. Untuk dapat bertahan dan mampu menghadapi persaingan ini dibutuhkan SDM yang handal dan berkualitas. Perlu dilakukan penerapan ilmu manajemen dalam masalah pengelolaan SDM di dunia pendidikan, karena peranan pendidikan sebagai investasi SDM semakin disadari oleh para perencana pembangunan di berbagai negara sebagai suatu hal yang penting.

Manajemen SDM tidak menempatkan tenaga kerja sebagai alat produksi saja, tapi lebih dari itu tenaga kerja dianggap sebagai suatu aset atau kekayaan yang mempunyai cita, rasa, karsa yang berbeda-beda, yang harus dikelola dengan fungsi-fungsi pokok yang sama dengan fungsi manajemen secara umum yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian di bidang SDM.

(30)

pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan meningkatkan keahlian teoritis, konseptual, dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan.

Sikula yang dikutip pernyataannya oleh Hasibuan (2005:70) membedakan pengembangan dan latihan :

Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoitical knowledge for general purposes. Training is a short term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowledge and skills for a definite purpose.

(31)

efektivitas pada pelatihan : penilaian kinerja, analisis biaya manfaat, tes-tes kelulusan, atau diploma.

Siagian (2006:198-201) menyampaikan empat alasan utama perlu melakukan pengembangan SDM yaitu : (1) perlu ada pemutakhiran pengetahuan SDM; (2) menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat yang mengalami perkembangan tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tapi juga pergeseran nilai-nilai sosial budaya; (3) persamaan hak memperoleh pekerjaan; serta (4) kemungkinan perpindahan pegawai.

Pengembangan diri perlu dilakukan oleh karyawan baru agar mereka memahami, terampil dan memiliki keahlian yang diperlukan untuk pekerjaannya dan agar teori dasar yang telah mereka miliki dapat diimplementasikan secara baik dalam pekerjaannya. Bagi karyawan lama pengembangan diri perlu dilakukan agar mereka mampu meningkatkan prestasi kerjanya.

2.1.2 SDM Pendidikan 2.1.2.1 Pengertian Guru

Guru menurut UU RI nomor 14 tahun 2005 pasal 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2.1.2.2 Kualifikasi Guru atau pendidik

Dalam Peraturan Pemerintah no.19 tahun 2005 pasal 28 disebutkan bahwa (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai

(32)

(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :

a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi sosial.

(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/ atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.

(5) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 kualifikasi akademik guru sebagai berikut :

Kualifikasi Akademik Guru SD/MI minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1/PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/ diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/ diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. 2.1.2.3 Kompetensi Guru

Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan oleh SDM guru SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.16 tahun 2007 yaitu :

(33)

kepentingan pembelajaran; (6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; (7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik; (8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar; (9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran; (10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran; Kompetensi Kepribadian : (11) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia; (12) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berahlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (13) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa; (14) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; (15) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru;

Kompetensi Sosial : (16) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi; (17) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua, dan masyarakat; (18) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya; (19) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain; Kompetensi Profesional : (20) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (21) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu; (22) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif; (23) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif; (24) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

2.1.3 Pengembangan SDM Guru

Castetter (1996:232) menyampaikan pendapatnya tentang masalah pengembangan (development) di bidang pendidikan :

staff development is not something the school does to the teacher but something the teacher does for himself or herself. While staff development is basically growth-oriented, in-servive education assumes a deficiency in the teacher and presupposes a set of appropriate ideas, skills, and methods which need developing. Staff development does not assumes a need for people at work to grow and develop on the job.

(34)

perusahaan, karyawan dan masyarakat konsumen, bila hal ini diterapkan dalam lembaga pendidikan maka pengembangan diri SDM tenaga kependidikan yaitu guru perlu dilakukan karena akan memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan atau sekolah, bagi diri guru, bagi siswa dan stakeholder pengguna jasa lembaga pendidikan tersebut.

Pembinaan dan pengembangan guru menurut bagian kelima Undang-Undang Republik Indonesia no.14 tahun 2005 pasal 32 sebagai berikut :

(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Pengembangan diri guru memiliki posisi yang utama dan terpenting dalam proses penyelenggaraan pendidikan karena masih banyak guru yang belum kompeten dalam bidangnya. Menurut Suparno (2004:129) ada beberapa alasan mengapa banyak guru belum kompeten (1) waktu mereka kuliah belum sungguh-sungguh menguasai bahan, memang mereka lulus tetapi bukan lulus yang terbaik bahkan beberapa dari mereka hanya asal lulus saja, (2) beberapa guru mengajarkan yang bukan bidangnya. Misalnya seorang guru tamatan Undip jurusan elektro mengajar komputer. Selain kurang menguasai bidangnya masih banyak guru yang dalam mengajar hanya menggunakan model yang itu-itu saja. Mereka kurang menguasai berbagai model pembelajaran yang sesuai perkembangan anak didik dan sesuai teori pendidikan yang baru.

(35)

pendidikan tenaga kependidikan tetapi dari sarjana-sarjana ilmu murni yang tentunya tidak memiliki bekal ilmu kependidikan. Sehingga dalam kegiatan proses belajar mengajar kurang mampu menyiapkan pembelajarannya dengan baik. Selain itu secara jujur harus kita akui bahwa calon mahasiswa yang masuk ke jurusan kependidikan dan mau menjadi guru bukan mahasiswa yang tinggi tingkat intelektualitasnya. Karena tingkat intelegensi yang kurang tinggi, ketika menjadi guru kebanyakan mereka menjadi guru yang kurang kreatif, guru yang tidak suka perubahan. Mereka mengajar dengan cara yang sama, mudah puas, hanya melakukan tugasnya seperti tukang, menjalankan apa yang pernah diterima di kuliah dulu tanpa mengembangkannya.

Dari teori-teori yang telah disampaikan di atas terlihat bahwa pengembangan diri untuk guru perlu dilakukan terutama karena alasan :

(1) Perlu adanya pemutakhiran pengetahuan para guru, yaitu guru harus memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan siswanya. Hal ini dapat diperoleh dengan cara banyak membaca referensi berupa buku-buku maupun artikel di koran, majalah, internet dan banyak melakukan komunikasi atau bertukarpikiran dengan rekan-rekan guru yang lain, mengikuti berbagai seminar pendidikan, juga meningkatkan penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris untuk memperlancar komunikasi. (2) Menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat baik

(36)

memungkinkan siswa agar lebih tertarik pada materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Guru harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, supaya dapat menjadi guru yang kreatif. Untuk dapat mencapai hal tersebut guru perlu melakukan pengembangan dirinya yang mencakup empat kompetensi guru.

(37)

akan memiliki kualitas mengajar yang lebih baik, karena itu menguasai empat kompetensi ini merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki guru.

2.2 Kepemimpinan

2.2.1 Konsep Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan seringkali menjadi bahan perdebatan di kalangan ahli manajemen karena ada sebagian orang yang berpendapat bahwa kepemimpinan itu merupakan suatu bakat yang dikaruniakan Tuhan, namun ada yang berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu hal yang dapat dipelajari. Lester dalam The Art and Science of Business Management Leadership yang diedit oleh Timpe (1991:181) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, hormat dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

Secara teori pemimpin muncul karena faktor genetis (keturunan, takdir), sosial, ekologis (bakat dan diklat). Dalam kenyataan atau realitanya pemimpin ini muncul karena faktor simbolis (sebagai simbol/tanda), formal (karena Surat Keputusan) dan fungsional (karena kemampuan diakui kelompok).

(38)

menonjol yang dapat membedakan sosok dan karakter pemimpin dari orang-orang lain yang dipimpinnya.

Usman (2006 : 252) mendefinisikan kepemimpinan ialah ilmu dan seni mempengaruhi orang atau kelompok untuk bertindak seperti yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Sedangkan Terry yang dikutip oleh Winardi (2000:56) memberikan definisi tentang kepemimpinan : ” ... Leaderships the relationship in which one person, or the leader, influences others to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires”.

Ciri utama dari pemimpin yang baik memiliki : rasa tanggung jawab, kompetensi teknis dan profesional, kegairahan, ketrampilan komunikasi, standar etika yang tinggi, keluwesan, pandangan ke depan. Sergiovanni (1992) mengidentifikasi lima kekuatan/ otoritas untuk kebijakan dan praktek kepemimpinan yaitu : otoritas birokratis, otoritas psikologi, otoritas rasional teknis, otoritas profesional, dan otoritas moral. Karenanya pemimpin diharap mampu mendorong dan meningkatkan keterlibatan dan pemahaman staf. Pentingnya dan tanggung jawab kepemimpinan tersebut juga ditegaskan dengan hubungan antara efektifitas dan perbaikan sekolah dan kualitas kepemimpinan.

(39)

berperilaku ( how leader behave); (3) apa yang membuat pemimpin itu berhasil (what makes the leader effective ).

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan khusus yang harus terus dikembangkan guna meningkatkan kualitas kepemimpinannya agar sukses dan efektif. Newman yang dikutip oleh Tilaar dan Widarto (2003:20-23) mengemukakan sepuluh hukum kepemimpinan yang berlaku universal sebagai berikut : (1) Seorang pemimpin mempunyai visi; (2) Seorang pemimpin mempunyai disiplin yang kuat; (3) Seorang pemimpin adalah seorang yang bijaksana; (4) Seorang pemimpin mempunyai keberanian dalam mewujudkan visi dan tujuannya juga berani membela kepentingan pengikutnya; (5) Seorang pemimpin haruslah mempunyai sikap kebersahajaan; (6) Seorang pemimpin berani dan mampu membuat atau mengambil keputusan; (7) Seorang pemimpin harus dapat mengembangkan rasa persahabatan; (8) Seorang pemimpin yang efektif akan terus menerus melatih dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia organisasinya; (9) Seorang pemimpin harus terus menerus mengembangkan kemampuan eksekutifnya; (10) Seorang pemimpin bukanlah seorang yang hidup di alam rutinitas, ia harus memiliki kekuatan inspriratif sehingga dapat menjadi inspirator bagi pengikutnya.

Dari berbagai pengertian dan definisi tentang kepemimpinan di atas terlihat bahwa ada empat unsur yang menimbulkan kepemimpinan yaitu : (1) ada orang yang mempengaruhi; (2) ada orang yang dipengaruhi; (3) ada kegiatan untuk mencapai tujuan bersama; (4) ada tujuan yang diperjuangkan.

(40)

Usman (2006:302) menyampaikan bahwa salah satu kunci yang sangat menentukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya adalah kepala sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mencapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh keandalan manajemen sekolah yang bersangkutan, sedangkan keandalan manajemen sekolah sangat dipengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala sekolahnya. Sedangkan Danim (2006:211) berpendapat bahwa kepala sekolah harus mampu menampilkan kepemimpinan tim (team leadership) bersama wakil kepala sekolah, demikian juga dengan guru dan staf lainnya. Dalam satuan pendidikan, kepala sekolah menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan : (1) kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan dan (2) kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.

(41)

proses kegiatan administrasi berjalan dengan lancar, penuh semangat, sehat dan kreativitas yang tinggi, artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu mendorong peningkatan produktivitas pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang maksimal.

Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti : latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat, dan integritas. Untuk itu ditentukan kriteria menjadi kepala sekolah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 38 ayat (3) bahwa untuk menjadi kepala sekolah harus : (1) memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran; (2) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya lima tahun; dan (3) memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.

Agar seorang kepala sekolah secara efektif dapat melaksanakan fungsinya menurut Katz yang dikutip oleh Danim (2006:215) kepala sekolah harus memahami dan mampu mewujudkannya ke dalam tindakan atau perilaku nilai-nilai yang terkandung di dalam ketiga keterampilan sebagai berikut :

(42)

adalah keterampilan untuk menempatkan diri di dalam kelompok kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan kepuasan kedua belah pihak; dan (3) Conseptual Skills (keterampilan konseptual) yaitu kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan kemampuan teoritis dan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja.

Kepala sekolah harus memahami dan mampu mewujudkan ke dalam tindakan atau perilaku nilai-nilai yang terkandung dalam ketiga keterampilan di atas yang diperjelas oleh Wahjosumidjo (2007:101-102) sebagai berikut :

Technical Skills : (1) Menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus; dan (2) Kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut. Human Skills:

(1)Kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerja sama; (2)Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku; (3) Kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif; (4) Kemampuan menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis; (5) Mampu berperilaku yang dapat diterima. Conceptual Skills: (1) Kemampuan analisis; (2) Kemampuan berpikir rasional; (3) Ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi; (4) Mampu menganalisis berbagai kejadian, serta mampu memahami berbagai kecenderungan; (5) Mampu mengantisipasikan perintah; (6) Mampu mengenali macam-macam kesempatan dan problem-problem sosial.

2.2.3 Fungsi Kepemimpinan Pendidikan

(43)

kegiatan pembelajaran, mengatur program pengembangan, dan melaksanakan kegiatan lain yang erat kaitannya dengan pencapaian tujuan pendidikan. Jadi dibutuhkan kemampuan untuk mengorganisasi dan membantu staf, mengembangkan dan memupuk rasa percaya diri (self confidence), membangkitkan sikap kesejawatan (esprit de corps), memberi bimbingan serta tuntunan untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien.

Menurut Koontz yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2007:105-109) sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus mampu : (1) mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing; dan (2) memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.

Seorang kepala sekolah yang ingin berhasil menggerakkan para guru, staf dan para siswa berperilaku dalam mencapai tujuan sekolah harus :

(44)

Pendapat lain dikemukakan oleh Hicks dan Gullet (1975:306-307) ada delapan rangkaian peranan kepemimpinan (leadership functions) yaitu adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan yang terakhir bersedia menghargai. Ditegaskan oleh Supriadi (1998:346) bahwa kepala sekolah berada dititik sentral dari kehidupan sekolah, keberhasilan atau kegagalan suatu sekolah dalam menampilkan kinerjanya tergantung pada kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Karena itu sekolah harus dikelola oleh pemimpin yang berkualitas dan mengetahui permasalahan pendidikan.

(45)

sedangkan keandalan manajemen sekolah sangat dipengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan di sekolah tersebut.

Kepemimpinan kepala sekolah menurut teori mutakhir oleh Anonim yang dikutip Usman (2006:301) harus memiliki kompetensi yaitu (1) penyusunan program sekolah, (2) monitoring dan evaluasi, (3) manajemen kelembagaan, (4) kompetensi manajerial, (5) manajemen sarana dan prasarana, (6) pengembangan diri, (7) manajemen hubungan sekolah dan masyarakat, (8) wawasan kependidikan, (9) memahami sekolah sebagai sistem, (10) manajemen tenaga kependidikan, (11) supervisi pendidikan, (12) manajemen kesiswaan, (13) memberdayakan sumber daya, (14) manajemen waktu, (15) manajemen bimbingan dan konseling, (16) Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekolah (LAKIS), (17) jiwa kepemimpinan, (18) koordinasi, (19) memahami budaya sekolah, (20) menyusun dan melaksanakan regulasi sekolah, (21) sistem informasi manajemen, (22) proses pengambilan keputusan, (23) akreditasi sekolah, (24) manajemen keuangan, (25) memiliki dan melaksanakan kreativitas inovasi dan jiwa kewirausahaan.

(46)

wakil-wakilnya dituntut dapat memahami konsep dan teori yang erat hubungannya dengan pekerjaan yang antara lain meliputi : kemampuan analisis; kemampuan berpikir rasional; ahli atau cakap dalam berbagai macam konsep; mampu menganalisis berbagai kejadian; mampu mengantisipasikan perintah dan mampu mengenali macam-macam problem sosial.

2.3 Budaya Organisasi

2.3.1 Konsep Budaya

Menurut Kotter dan Heskett (1998:4) istilah budaya diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama. Sedangkan Koentjaraningrat (1989) menyebutkan unsur-unsur universal dari kebudayaan meliputi : (1) sistem religi dan upacara keagamaan; (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem mata pencaharian hidup; dan (7) sistem teknologi dan peralatan.

(47)

2.3.2 Konsep Budaya Organisasi

Budaya organisasi oleh Owens (1995:82) didefinisikan sebagai “... the body of solution to external and internal problems that has worked consistenly for a group and that is therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about and feel in relation to those problem...” Selain itu budaya organisasi oleh Owens (1995:82) juga diartikan dengan “... the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, belief, expectations, attitudes and norms that knit a community together ...”. Lebih dipertegas oleh Robbins (1991:572) bahwa “organizational culture is a common perception held by the organization’s members; a system of shared meaning”.

Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi, misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup, pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadi basic. Menurut Sathe dalam Taliziduhu Ndraha (2003:43) bahwa shared basic assumptions meliputi :

(48)

basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve as solution to problem is repetead over and over again; (2) hypothesys becomes reality, dan (3) to learn something new requires resurrection, reexamination, frame breaking.

Dengan memahami konsep dasar budaya secara umum selanjutnya kita akan memahami budaya organisasi (organizational culture). Adapun pengertian organisasi di sini lebih diarahkan dalam pengertian organisasi formal yaitu kerja sama yang terjalin antar anggota memiliki unsur visi dan misi, sumber daya, dasar hukum struktur, dan anatomi yang jelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kotter dan Hesket (1998:5) mengidentifikasi bahwa budaya organisasi muncul dalam dua tingkatan yaitu tingkatan yang tidak terlihat berupa nilai-nilai yang dianut bersama oleh anggota kelompok pada tingkatan ini budaya sangat sukar berubah dan tingkatan yang terlihat berupa pola perilaku karyawan di mana orang-orang yang baru masuk terdorong untuk mengikutinya. Hal ini dapat dilihat pada gambar :

Tak Tampak Sulit berubah

Nilai yang dianut bersama : Keyakinan dan tujuan penting yang dimiliki bersama oleh kebanyakan orang dalam kelompok yang cenderung membentuk perilaku kelompok, dan sering bertahan lama, bahkan walaupun sudah terjadi perubahan dalam anggota kelompok. Contoh : para manajer yang mempedulikan pelanggan; eksekutif yang suka dengan pertimbangan jangka panjang.

Norma perilaku kelompok : cara bertindak yang sudah lazim atau sudah meresap yang ditemukan dalam satu kelompok dan bertahan karena anggota kelompok cenderung berperilaku dengan cara mengajarkan praktek-praktek (juga- nilai-nilai yang mereka anut bersama) kepada para anggota baru memberi imbalan kepada mereka yang menyesuaikan dirinya dan menghukum yang tidak.

Contoh : para karyawan cepat menanggapi permintaan pelanggan; para menajer yang sering melibatkan karyawan tingkat bawah dalam pengambilan keputusan.

[image:48.595.116.511.282.759.2]

Tampak Mudah berubah

Gambar 2.1 Budaya dalam Sebuah Organisasi

(49)
[image:49.595.116.504.195.618.2]

Caldwell dan Spinks, (1993:69) mengklasifikasikan budaya organisasi sekolah menjadi dua yaitu yang tampak (tangible) dan tidak tampak (intangible). yang selanjutnya digambarkan :

Gambar 2.2 Perwujudan Sistem Nilai dalam Budaya Organisasi Sekolah

Diadaptasi dari Caldwell dan Spinks.1993.Leading the Self-Managing School. London,Washington: The Falmer Press.

Pada gambar tersebut nampak bahwa aspek yang tidak tampak dari sebuah budaya meliputi nilai-nilai, keyakinan, dan ideologi yang berkaitan dengan pertanyaan

Ekspresi dan simbol-simbol yang tampak

Landasan konseptual yang

tidak tampak Ideologi, Filosofi,

dan Nilai-nilai

Perwujudan konseptual/verbal 1. Tujuan sekolah 2. Kurikulum 3. Bahasa 4. Perumpamaan 5. Kisah organisasi 6. Tokoh-tokoh organisasi 7. Struktur organisasi

Perwujudan perilaku 12. Ritual

13. Upacara

14. Proses belajar-mengajar 15. Prosedur operasional 16. Peraturan, tata tertib.

Hadiah dan sanksi 17. Dukungan sosial dan

psikologis

Perwujudan dan simbiolisasi visual/material 8. Fasilitas dan perlengkapan 9. Benda-benda dan monumen 10. Hiasan dan semboyan 11. Seragam

Interaksi dengan masyarakat

(50)

“Apakah yang seharusnya dilakukan di sekolah ini?” Jawabannya diwujudkan dalam hal-hal tangible (yang tampak) dalam bentuk kalimat (lisan atau tulisan), perilaku yang ditampilkan, bangunan, fasilitas, serta benda-benda yang digunakan 2.3.3 Terbentuknya Budaya Organisasi

Robbins (1991:583) menjelaskan terbentuknya budaya organisasi : The original culture is derived from the founder’s philosophy. This, in turn, strongly influences the criteria used in hiring. The actions of the current top management set the general climate of what is acceptable behavior and what is not. How employees are to be socialized will depend on both the degree of success achieved in matching new employee’s values to those of the organization’s in the selection process and on top management’s preference for socialization methods.

[image:50.595.111.512.240.631.2]

Jadi budaya organisasi terbentuk berangkat dari filsafat pendiri organisasi, selanjutnya digunakan sebagai kriteria dalam mempekerjakan karyawannya. Tindakan manajemen puncak dewasa ini menentukan iklim umum perilaku yang dapat diterima dan yang tidak. Selanjutnya Robbins menunjukkan terbentuknya budaya organisasi dalam gambar :

Gambar 2.3 Terbentuknya Budaya Organisasi

Diadaptasi dari Robbins,S.P. 1991. Organizational Behavior.(5 th.Ed) Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,Inc.

Kotter dan Heskett berpendapat bahwa suatu budaya pada hakekatnya adalah sebuah fenomena kelompok dan proses kemunculan budaya organisasi

Philosophy of Organization

’s founders

Selection criteria

Top management

Socialization

(51)

memakan waktu cukup lama dan melibatkan seorang tokoh (manajer puncak) yang mengintroduksikan visi dan nilai-nilai kepada stafnya, kemudian dijadikan acuan oleh seluruh anggota kelompok, yang bila digambarkan nampak sebagai berikut :

Gambar 2.4 Pola Umum Munculnya Budaya Organisasi

Diadaptasi dari Kotter dan Heskett, 1998. Corporate Culture and Performance. (terj Benyamin Molan). Jakarta: Prehallindo

2.3.4 Penerapan Budaya Organisasi Sekolah

Kotter dan Heskett yang dikutip oleh Ekosusilo (2003:21) menjelaskan bahwa pengaruh budaya terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari dimensi manajemen, anggota secara kelompok, dan anggota secara individual. Budaya organisasi merupakan determinan bagi perilaku manajemen, di samping struktur, kepemimpinan, dan lingkungan eksternal. Dari sudut anggota secara kelompok, budaya organisasi akan memberikan arah (direction) dalam menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi budaya organisasi dapat memberikan

Manajemen Puncak

Seorang atau para manajer puncak dalam organisasi yang masih baru atau muda mengembangkan dan berusaha untuk mengimplementasikan suatu visi, filosofi dan atau strategi

Perilaku Organisasi

Karya-karya implementasi. Orang berperilaku melalui cara yang dipandu oleh visi, filosofi dan strategi

Hasil

Dipandang dari berbagai segi, organisasi itu berhasil dan keberhasilan itu terus berkesinambungan selama bertahun-tahun

Budaya

[image:51.595.116.506.228.582.2]
(52)

pengaruh positif atau bahkan pengaruh negatif, tergantung kecocokan (compatible) atau tidaknya budaya tersebut dengan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal.

Dalam konteks organisasi sekolah, khususnya sekolah swasta pimpinan puncak biasanya diperankan oleh pengurus yayasan bersama kepala sekolah. Keberadaan budaya organisasi dalam sekolah terkait dengan dimensi-dimensi lainnya, yaitu milieu, ekologi, struktur organisasi yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut dengan iklim sekolah (school climate). Keterkaitan tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5 Interaksi Berbagai Faktor dalam Membentuk Iklim Sekolah

Diadaptasi dari Owens,R.G.1995.Organizational Behavior in Education.(5th.Ed). Boston: Allyn and Boston

Sudharto (2007) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Budaya Organisasi Sekolah, Pengalaman Kerja, dan Kompensasi terhadap Kepuasan,

Culture

Psycho-social Characteristics

Norms Belief systems

values

Organization

Organizational Structure Instructional Program Decision Making practises

Communication Patterns

Milieu

Characteristics of individuals Motivation Job satisfaction

Morals

Ecology

Physical/material factors Size of building Design of building

technology

(53)

Motivasi Kerja, dan Kinerja Kepala SMA se eks Karesidenan Semarang menemukan bahwa budaya sekolah di Jawa Tengah berbeda dengan daerah lain, karena perbedaan pengaruh faktor eksternal seperti : tradisi, budaya, semangat, dan karakter masyarakat serta kondisi geografis setempat.

Menurut Suseno yang dikutip oleh Sudharto (2007) ada dua kaidah yang menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa yaitu prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Sedangkan pandangan Hildred Geertz bahwa sikap hormat yang tepat itu tercapai melalui tiga perasaan yang dipelajari orang Jawa dalam situasi-situasi yang mengharuskan sikap hormat terhadap orang lain, yaitu isin (malu), sungkan (rasa segan, sopan), dan wedi (takut). Isin, sungkan, dan wedi merupakan suatu kesinambungan perasaan-perasaan yang mempunyai fungsi sosial untuk memberi dukungan psikologis terhadap tuntutan prinsip hormat. Dengan demikian, prinsip hormat dan prinsip kerukunan bukan hanya mengenai sikap batin, melainkan perilaku yang ditunjukkan dalam pergaulan di sekolah.

(54)

diri secara sukarela. Komitmen di sini diartikan sebagai suatu kondisi di mana anggota organisasi memberikan kemampuan dan loyalitas tertingginya kepada organisasi, yang dengan itu mereka mendapatkan kepuasan.

Dari teori-teori dan pemaparan yang telah disampaikan nampak bahwa budaya organisasi sekolah meliputi hal-hal yang tidak terlihat berupa nilai-nilai yang dianut bersama oleh guru-guru dan warga yang ada di sekolah tersebut yang cenderung bertahan meskipun mungkin telah mengalami pergantian person, dan nilai yang mengikat mereka berupa pola perilaku dan gaya yang bila terdapat orang baru akan terdorong untuk mengikutinya. Nilai-nilai ini juga berkaitan dengan pertanyaan apakah yang seharusnya dilakukan di sekolah ini yang jawabannya diwujudkan dalam hal-hal yang nampak baik dalam bentuk kalimat (lisan atau tulisan), perilaku yang ditampilkan, bangunan, fasilitas serta benda-benda yang digunakan.

(55)

2.4 Kompensasi

2.4.1 Konsep Kompensasi

Pengelolaan kompensasi merupakan fungsi penting dalam organisasi yang merupakan bagian dari departemen sumber daya manusia atau personalia, karena prestasi kerja,motivasi dan kepuasan kerja karyawan dapat ditingkatkan dengan melalui kompensasi. Kompensasi harus mempunyai dasar yang logik, rasional dan dapat dipertahankan tapi juga menyangkut faktor emosional dari sudut pandangan karyawan.

Kepentingan organisasi harus terjamin dalam arti bahwa melalui pengerahan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, waktu dan tenaga para tenaga kerjanya, organisasi dapat mencapai tujuan dan sasarannya yang pada gilirannya memungkinkan organisasi tidak hanya sekedar mempertahankan eksistensinya, melainkan juga untuk bertumbuh dan berkembang baik dalam arti kuantitatif maupun kualitatif. Dengan perkataan lain suatu imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi

(56)

(dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi dan bonus), dan pembayaran tidak langsung (dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi, dan liburan yang dibayar oleh pengusaha).

Simamora (2004:442) memberikan pengertian kompensasi meliputi imbalan finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai kontribusi mereka kepada organisasi. Hasibuan (2005:118) memberikan definisi kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Hal ini sesuai dengan definisi yang disampaikan oleh Handoko (2001:155) bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.

(57)

jawab utama untuk mengembangkan sistem kompensasi bagi suatu organisasi yang diterapkan secara seragam di seluruh jajaran organisasi.

2.4.2 Kompensasi dan Terminologinya

Terminologi dalam kompensasi menurut Simamora (2004:445) adalah sebagai berikut :

1) Upah dan gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam kerjanya, semakin besar bayarannya). Menurut Pasal 1 ayat 30 Undang Undang Ketenagakerjaan:

upah adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

2) Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi. Program insentif terdiri atas dua jenis : (1) Program insentif individu yang memberikan kompensasi menurut penjualan, produktivitas, atau penghematan biaya yang dapat dihubungkan dengan tenaga kerja tertentu; dan (2) Program insentif kelompok yang mengalokasikan kompensasi kepada sebuah kelompok tenaga kerja (berdasarkan departemen, divisi, atau kelompok kerja) karena melampaui standar-standar profitabilitas, produktivitas, atau penghematan biaya yang sudah ditentukan sebelumnya.

(58)

4) Fasilitas, contoh seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub, tempat parkir khusus, atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh tenaga kerja.

Hasibuan (2005:120-122) menyampaikan bahwa program kompensasi harus dapat menjawab pertanyaan apa yang mendorong seseorang bekerja dan mengapa ada orang yang bekerja keras, sedangkan orang lain bekerjanya sedang-sedang saja. Tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah sebagai ikatan kerjasama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah. Jadi dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak, karyawan dapat memenuhi kebutuhannya, pengusaha mendapat laba, peraturan pemerintah ditaati dan konsumen memperoleh barang yang baik dengan harga yang pantas.

Selain itu program kompensasi harus ditetapkan atas asas adil (besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja dan memenuhi persyaratan internal konsistensi) dan asas layak dan wajar yaitu dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.

2.4.3 Kompensasi Pada lembaga pendidikan

(59)

Program kompensasi penting bagi suatu yayasan pendidikan karena mencerminkan usaha yayasan untuk mempertahankan sumber daya manusianya. Bila pemberian kompensasi ini tidak dilaksanakan secara tepat, yayasan dapat kehilangan para guru yang baik dan harus mengeluarkan biaya untuk menarik, menyeleksi, melatih dan mengembangkan penggantinya. Seandainya para guru tetap bertahan namun ada rasa ketidakpuasan terhadap yayasan, muncul sikap apatis, mengajar hanya sekedar mengajar sehingga produktivitas kerja para guru menjadi rendah, hal ini akan terlihat dalam proses kegiatan belajar mengajar dan pengembangan kompetensi guru. Selain itu juga akan memberikan pengaruh dalam hal keterlambatan, ketidakhadiran dan pulang kerja lebih awal yang dilakukan oleh para guru sekolah tersebut yang akan berimbas pada kualitas mengajar guru dan pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas siswa atau lulusan sekolah tersebut.

Berdasarkan pemaparan teori-teori tentang kompensasi di atas nampak bahwa kompensasi bagi guru adalah segala yang diterima sebagai imbalan bagi hasil kerja guru, yang memiliki tujuan sebagai ikatan kerjasama, kepuasan kerja, motivasi, stabilitas karyawan dan disiplin. Selain itu kompensasi juga harus berdasarkan asas keadilan, layak dan wajar.

(60)

satu bulan, termasuk di dalamnya gaji dasar, honorarium, tunjangan jabatan, uang transportasi dan / atau lembur.

Gaji dasar diberikan menurut lama kerja yang diklasifikasikan menjadi 10 tingkatan yang diberi istilah Index Gaji Dasar, untuk setiap unit sekolah berbeda nominalnya (unit SMA memiliki nominal terbesar). Selain gaji yang diterima juga terdapat tunjangan wali kelas, tunjangan koordinator kelompok pelatihan mata pelajaran, tunjangan pelatih mata pelajaran, tunjangan untuk redaktur pelaksana dan anggota redaksi buletin, penggantian biaya transportasi, akomodasi, uang saku untuk guru/ karyawan YSKI yang ditugaskan dinas luar/dalam kota oleh pimpinan unit dan belum terakomodasi, tunjangan hari Natal, tunjangan kesehatan, tunjangan/ subsidi biaya menjahit pakaian seragam, tunjangan kematian dan uang duka, tunjangan pernikahan, penghargaan untuk guru/karyawan berprestasi dan telah mengabdikan diri untuk masa kerja 20 tahun, penghargaan untuk pimpinan sekolah dan penghargaan untuk purna tugas.

2.5 Kerangka Berfikir

Berdasarkan uraian kajian pustaka dan landasan teoritis di atas, maka kerangka konseptual mengenai pengaruh kepemimpinan, budaya sekolah, dan kompensasi terhadap pengembangan diri guru sekolah-sekolah YSKI Semarang :

(61)

secara sadar yang meliputi pengembanagn kompetensi pedagogik, pengembangan kompetensi kepribadian, pengembangan kompetensi sosial, dan pengembangan kompetensi profesional. Karena itu dalam penelitian ini faktor kepemimpinan sebagai variabel bebas yang pertama (X1) yang mempengaruhi pengembangan diri guru (Y).

2. Budaya organisasi sekolah mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh warga sekolah tersebut yang membedakannya dengan sekolah yang lain, dan budaya organsisasi yang meresap kuat pada masing-masing warga sekolah akan mampu menumbuhkan komitmen dan loyalitas y

Gambar

Gambar 2.1   Budaya dalam Sebuah Organisasi
Gambar 2.2 Perwujudan Sistem Nilai dalam Budaya Organisasi Sekolah
Gambar 2.3  Terbentuknya Budaya Organisasi
Gambar 2.4  Pola Umum Munculnya Budaya Organisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait