• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ASPEK HYGIENE SANITASI TERHADAP KONDISI KANTIN MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR (Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN ASPEK HYGIENE SANITASI TERHADAP KONDISI KANTIN MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR (Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ASPEK HYGIENE SANITASI TERHADAP KONDISI KANTIN MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR

(Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

MUTIARA PRIMA AULIA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE STUDY OF HYGIENE SANITATION ASPECTS OF ELEMENTARY SCHOOL FOOD CANTEEN

(A CASE OF STUDY IN BANDAR LAMPUNG ELEMENTARY SCHOOL)

By

MUTIARA PRIMA AULIA

The purpose of this research was to study the condition or situation elementary school canteen in Bandar Lampung from aspects of hawker sanitation and hygiene, canteen area, facility, water supply, construction, and food storage, as well as the correlation of respondent knowledge and respondent attitude about condition of sanitation and hygiene elementary school canteen. This research used descriptive method, do with interview used paper of questionnaire to all respondent (canteen hawkers) in elementary school canteen and selection respondent with non probability sampling method, then with purposive sampling method. The result data were analyzed by Microsoft Office Excel 2007 program and SPSS version 21 for windows program by using correlation non parametric Spearman. The results showed that the condition or situation of sanitation and hygiene canteen hawker in Bandar Lampung elementary school is good (81%), the condition or situation of canteen area in Bandar Lampung elementary school is sufficient (68%), and the condition or situation of facility and equipment canteen in Bandar Lampung elementary school is sufficient (61%). Moreover, the condition or situation of water supply canteen in Bandar Lampung elementary school is unfavorable (42%), the condition or situation of canteen construction in Bandar Lampung elementary school is unfavorable (41%), and the condition or situation of canteen food storage in Bandar Lampung elementary school is unfavorable (36%). Overall, there is a correlation (P < 0,05) between the respondent knowledge and respondent attitude relation to condition of sanitation and hygiene elementary school canteen.

(3)

ABSTRAK

KAJIAN ASPEK HYGIENE SANITASI TERHADAP KONDISI KANTIN MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR

(Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)

Oleh

MUTIARA PRIMA AULIA

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi atau keadaan kantin makanan jajanan anak Sekolah Dasar yang berada di kota Bandar Lampung dilihat dari aspek sanitasi dan higiene penjaja, lingkungan, fasilitas, suplai air, bangunan, dan penyimpanan makanan serta mengetahui hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap kondisi sanitasi dan higiene kantin Sekolah Dasar. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif, dilakukan wawancara secara langsung menggunakan lembar kuisioner kepada para responden (penjaja kantin) di Sekolah Dasar. Penentuan responden menggunakan Non Probability Sampling dengan cara Purposive Sampling. Data hasil penelitian diolah menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan program SPSS versi 21 for windows dengan korelasi non parametrik Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi atau keadaan sanitasi dan higiene penjaja kantin SD kota Bandar Lampung sudah baik (81%), kondisi atau keadaan lingkungan kantin SD kota Bandar Lampung cukup baik (68%), kondisi atau keadaan fasilitas dan peralatan kantin SD kota Bandar Lampung cukup baik (61%), kondisi suplai air kantin SD kota Bandar Lampung kurang baik (42%), kondisi atau keadaan bangunan kantin SD kota Bandar Lampung kurang baik (41%), kondisi atau keadaan kantin untuk penyimpanan makanan jajanan kantin SD kota Bandar Lampung kurang baik (36%). Secara keseluruhan terdapat hubungan yang nyata (P < 0,05) antara pengetahuan responden dan sikap responden terhadap kondisi sanitasi dan higiene kantin SD.

(4)

KAJIAN ASPEK HYGIENE SANITASI TERHADAP KONDISI KANTIN MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR

(Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)

Oleh

MUTIARA PRIMA AULIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 1 Agustus 1993, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Rifatul Auzan, BBA. dan Ibu Nellya Rusinda.

Penulis memulai pendidikan di TK Al-Kautsar pada tahun 1997 s/d 1999; SD Negeri 2 Perumnas Way Halim Bandar Lampung pada tahun 1999 s/d 2005; SMP Negeri 12 Bandar Lampung pada tahun 2005 s/d 2008; SMA Yayasan Pembina (YP) Unila pada tahun 2008 s/d 2011.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pengolahan Hasil Perkebunan tahun 2014. Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Teknologi Hasil Pertanian, kepengurusan sebagai Anggota Bidang II Seminar dan Diskusi pada periode 2013 s/d 2014.

(9)

Bismillahirahmanirahiim

Atas nikmat Allah SWT sebagai tanda cinta dan baktiku

kupersembahkan karya ini kepada :

My Beloved

Mama dan Papa

serta

(10)

Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun

karena yang menyukaimu tidak membutuhkannya dan yang

membencimu tidak akan mempercayainya”

(Ali bin Abi Thalib)

“S

yukuri atas segala yang telah dicapai dan dimiliki serta

jalani segala yang menjadi porsimu karena kau mampu

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamiin puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, nikmat, dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Aspek Hygiene Sanitasi Terhadap Kondisi Kantin Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar (Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Azhari Rangga, M.App.Sc., selaku pembimbing akademik dan pembimbing pertama atas kesediaanya untuk memberikan nasihat, bimbingan, arahan, kritik, saran, dukungan serta motivasi kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan.

4. Bapak Ir. Harun Al Rasyid, M.T., selaku pembimbing kedua atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, kritik dan saran selama penyusunan skripsi ini.

(12)

6. Mama dan Papa tercinta, serta Oma, Abang, Utih, Oldie tersayang atas segala do’a yang selalu mengiringi penulis, nasihat, motivasi yang luar biasa, kebahagiaan serta kasih sayang yang tiada henti demi keberhasilan penulis. 7. Muhammad Iqbal Meyza, S.TP., atas do’a, support, semangat dan motivasi

yang sangat membangun bagi penulis.

8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi dan laboratorium serta seluruh karyawan di Jurusan THP FP Unila.

9. Sahabat tersayang Ratna, Ira, Uul, Amur, Widya, Berta, Atika, dan seluruh sahabat seperjuangan THP angkatan 2011 atas kekeluargaan, kepedulian, kebersamaan, suka dan duka yang berharga selama ini.

10.Keluarga besar THP FP Unila atas pengalaman, pembelajaran, kebersamaan selama berada di kampus.

11.Keluarga besar HMJ THP FP Unila khususnya Bidang II (Seminar dan Diskusi) periode 2013/2014 atas kekeluargaan, pembelajaran, dan pengalaman yang menghiasi kehidupan penulis.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis sehingga skripsi dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas jasa dan kebaikan yang diberikan kepada penulis. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.

Bandar Lampung, September 2015 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 31

3.4.1 Studi pustaka... 31

3.4.2 Survey kantin Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung ... 32

3.4.3 Metode penentuan responden. ... 32

3.4.3.1 Penentuan jumlah responden atau SD. ... 32

3.4.3.2 Cara penentuan responden atau SD... 34

(14)

ii

3.4.5 Penyebaran kuisioner dan wawancara. ... 37

3.4.6 Pengumpulan data... 37

4.3 Hubungan Pengetahuan Responden dan Sikap Responden Terhadap Kondisi Sanitasi dan Higiene Kantin Sekolah Dasar ... 62

4.3.1 Praktek higiene dan sanitasi penjaja kantin ... 65

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jawaban responden pada setiap butir pertanyaan aspek sanitasi dan

hygiene penjaja kantin ... 43 2. Jawaban responden pada setiap butir pertanyaan aspek lingkungan kantin . 48 3. Jawaban responden pada setiap butir pertanyaan aspek fasilitas dan

peralatan kantin ... 51 4. Jawaban responden pada setiap butir pertanyaan aspek suplai air ... 54 5. Jawaban responden pada setiap butir pertanyaan aspek bangunan kantin .... 57 6. Jawaban responden pada setiap butir pertanyaan aspek penyimpanan

makanan ... 60 7. Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap kondisi

sanitasi dan hygiene kantin Sekolah Dasar... 63 8. Jawaban responden terkait pengetahuan dan sikap terhadap kondisi

sanitasi dan hygiene kantin Sekolah Dasar ... 64 9. Jawaban pengetahuan responden dan sikap responden terhadap praktek

hygiene dan sanitasi penjaja kantin ... 66 10.Jawaban pengetahuan responden dan sikap responden terhadap lokasi

atau lingkungan kantin ... 67 11.Jawaban pengetahuan responden dan sikap responden terhadap fasilitas

sarana dan prasarana kantin ... 69 12.Jawaban pengetahuan responden dan sikap responden terhadap suplai

atau ketersediaan air ... 71 13.Jawaban pengetahuan responden dan sikap responden terhadap bangunan

kantin ... 72 14.Jawaban pengetahuan responden dan sikap responden terhadap

(16)

iv 15.Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap praktek

hygiene dan sanitasi penjaja kantin ... 96 16.Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap lokasi

atau lingkungan kantin ... 96 17.Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap fasilitas

sarana dan prasarana kantin ... 96 18.Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap suplai

atau ketersediaan air ... 97 19.Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap

bangunan kantin ... 97 20.Hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus Nomogram Harry King ... 33

2. Diagram identitas responden berdasarkan jenis kelamin ... 39

3. Diagram identitas responden berdasarkan usia ... 40

4. Diagram identitas responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 41

5. Diagram identitas responden berdasarkan lama mengelola kantin ... 41

6. Diagram identitas responden berdasarkan pelatihan kantin sehat... 42

7. Kantin Sekolah Dasar A ... 98

8. Kantin Sekolah Dasar B ... 98

9. Kantin Sekolah Dasar C ... 98

10. Kantin Sekolah Dasar D ... 98

11. Kantin Sekolah Dasar E ... 98

12. Kantin Sekolah Dasar F ... 98

13. Keadaan kantin A ... 99

14. Keadaan kantin B ... 99

15. Keadaan kantin C ... 99

16. Keadaan kantin F... 99

17. Fasilitas kebersihan ... 99

18. Fasilitas pencucian ... 99

(18)

vi

20. Wawancara responden B... 100

21. Wawancara responden C... 100

22. Wawancara responden D... 100

23. Wawancara responden E... 100

16. Wawancara responden F ... 100

25. Pelayanan anak sekolah A ... 101

26. Pelayanan anak sekolah B ... 101

27. Pelayanan anak sekolah C ... 101

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan kecerdasan dan kesehatan sumber daya manusia. Nutrisi gizi yang berimbang dan sempurna menjadikan

pertumbuhan yang sehat dan daya tahan tubuh kuat. Pemenuhan dan peningkatan zat gizi masyarakat Indonesia dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi pangan yang sehat dan aman.

Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian khusus Badan POM RI adalah Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa juga sebagai konsumen yang potensial dalam hal makanan atau minuman jajanan. MenurutYasmin dan Madanijah (2010), pangan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sangat dikenal dan umum di masyarakat, terutama anak usia sekolah. Anak sekolah biasanya membeli makanan di sekitar sekolah atau di kantin sekolah. Dalam hal ini penjaja atau kantin sekolah memiliki peran penting dalam penyediaan pangan jajanan yang sehat dan bergizi serta terjamin

(20)

2

Menurut Sujaya (2009), pengetahuan penjual makanan tentang hygiene dan sanitasi pengolahan makanan akan sangat mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan kepada masyarakat atau konsumen

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan

makanan jajanan, yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Beberapa aspek tersebut sangat mempengaruhi kualitas makanan, jika seluruh aspek hygiene sanitasi makanan jajanan terpenuhi maka dapat dikatakan makanan tersebut aman untuk

dikonsumsi.

Ketersediaan sarana lingkungan yang memadai akan berpengaruh terhadap hygiene dan sanitasi makanan. Sumber penyakit pada pangan disebabkan oleh bakteri yang berasal dari sarana lingkungan dagang. Hanya sedikit Sekolah Dasar yang mempersiapkan sarana lingkungan dagang secara memadai (Sillankorva et. al, 2012). Lingkungan yang sehat dan bersih dengan fasilitas yang memadai akan mempengaruhi keamanan pangan yang dikonsumsi. Murid-murid SD rentan terkena penyakit karena tingkat kesadaran dan pengetahuan yang masih rendah terhadap makanan sehat dan aman, oleh karena itu kantin sekolah dasar sebagai tempat dalam menyediakan makanan harus diperhatikan aspek penjaja,

(21)

Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), perilaku penjaja PJAS menjadi masalah yang perlu diperhatikan, dimana masalah sering timbul mulai dari proses persiapan, pengolahan dan saat penyajian makanan di lokasi jualan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Judarwanto (2006), bahwa banyak PJAS yang tidak dapat dipertanggungjawabkan baik mutu maupun keamanannya. Salah satu penyebab kurang amannya PJAS adalah kurangnya pengetahuan produsen tentang

persyaratan keamanan pangan dan dampaknya bagi kesehatan. Dalam hal ini kantin sekolah sebagai wadah atau tempat jajan anak sekolah mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan

perilaku dan pola makan anak sekolah sehari-hari melalui penyediaan pangan jajanan di sekolah. Menurut Nuraida dkk (2009), kantin sekolah sehat yang memenuhi standar kesehatan dan keamanan telah ditetapkan sebagai salah satu indikator sekolah sehat.

Di daerah Bandar Lampung, kantin sekolah dasar berpotensi sebagai tempat bagi anak sekolah dalam memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lain karena aktivitas yang dilakukan cukup tinggi serta gaya hidup orangtuanya yang berubah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masra dkk (2010), menunjukkan bahwa pada kantin sekolah dasar di Bandar Lampung terdapat 9,2% menyajikan makanan yang tidak memenuhi syarat secara mikrobiologis, kemudian 42,8% pada pelaksanaan pengolahan makanan, dan 44,7% tahapan penyajian

(22)

4

Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara menunjukkan bahwa kondisi fisik lokasi dan bangunan kantin memenuhi syarat, fasilitas kantin tidak memenuhi syarat, penyimpanan bahan makanan sudah memenuhi syarat, dan perilaku penjaah makanan memiliki pengetahuan sedang, bersikap baik, serta tindakan yang baik. Ditunjukkan pula pada hasil penelitian Hermiati (2003) tentang higiene dan sanitasi makanan pada kantin sekolah dasar sebelum dan setelah dilakukan pembinaan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung bahwa angka kuman dalam makanan yang memenuhi syarat pada kantin dengan sanitasi baik meningkat 20% jika dibandingkan dengan standar Permenkes 362/Menkes/Per/IV/1998, akan tetapi peningkatan skor higiene dan sanitasi ternyata masih dibawah standar minimal yang disyaratkan.

Hasil monitoring dan verifikasi profil pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI di seluruh Indonesia tahun 2009 diketahui bahwa sebesar 93,2% sekolah memiliki fasilitas air, sebesar 59% sekolah tidak memberikan fasilitas khusu kepada penjaja, hanya 64% penjaja mendapatkan penyuluhan tentang pjas aman, sebesar 73% sekolah memiliki lingkungan bersih, dan 60,1% sekolah memiliki fasilitas kantin. Data menunjukkan terdapat kekurangan fasilitas di setiap sekolah untuk pemenuhan PJAS salah satunya yaitu kantin. Oleh karena itu, berbagai persyaratan keamanan harus terpenuhi di setiap kantin sekolah dasar, salah satunya persyaratan sanitasi.

(23)

mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia. Pengertian higiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes, 2000). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, (2013) bahwa total Sekolah Dasar yang berada di Kota Bandar Lampung yaitu 253 Sekolah Dasar, yang terdiri dari 201 Sekolah Dasar Negeri dan 52 Sekolah Dasar Swasta. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan survey mengenai kondisi kantin makanan jajanan anak sekolah dasar yang ditinjau dari aspek kesehatan dan hygiene penjaja kantin, lingkungan kantin, fasilitas atau peralatan kantin, suplai air, bangunan kantin, serta penyimpanan makanan di beberapa kantin Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan yang selama ini belum pernah dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

(24)

6

2. Mengetahui hubungan pengetahuan responden dan sikap responden terhadap kondisi sanitasi dan hygiene kantin Sekolah Dasar.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi pihak sekolah, dapat memberikan informasi atau pengetahuan bagi pengelola kantin tentang kondisi atau keadaan kantin yang baik, kemudian dapat digunakan dalam menciptakan kantin sekolah dasar yang lebih baik. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi kepustakaan untuk

penelitian selanjutnya dalam hal menuju kantin sehat dan sekolah sehat. 3. Memberikan informasi dan meningkatkan wawasan pengetahuan tentang

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keamanan Pangan

Menurut Ditjen Bina Gizi (2011), keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Selain berbagai cemaran tersebut, pangan juga menjadi tidak aman karena kondisi bahan baku, bahan tambahan, dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan pangan. Sementara itu, lingkungan dan penjamah yang terlibat dalam proses pengelolaan pangan juga dapat turut berperan serta dalam menentukan kondisi keamanan pangan tersebut.

Pangan yang aman adalah makanan dan minuman yang bebas kuman (mikroba patogen), bahan kimia dan bahan berbahaya yang bila dikonsumsi menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Sebaliknya pangan yang tidak aman adalah pangan yang mengandung kuman atau mikroba patogen (Salmonella, E.Coli, Clostridium perfringens, dan Listeria monocytogenes), bahan kimia dan bahan lain berbahaya yang bila dikonsumsi menimbulkan gangguan kesehatan manusia.

(26)

8

diperedaran, kasus penyakit dan keracunan melalui makanan yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya, sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan masih banyak ditemukan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga, dan penjual makanan jajanan, serta tingkat pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan masih rendah (Fardiaz, 2000).

Kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi makanan dan minuman setiap hari. Makanan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi

kebutuhan zat gizi bagi tubuh, tidak menimbulkan penyakit, dan memenuhi selera. Adanya pedagang yang beredar di lingkungan sekitar akan memenuhi kebutuhan setiap masyarakat saat mengonsumsi makanan yang dijual tetapi dari segi

keamanannya belum tentu terpenuhi (Kemdiknas, 2011). Dalam pemenuhan zat gizi tubuh manusia harus mengkonsumsi makanan yang aman baik secara fisik, kimia, maupun bebas cemaran biologi.

Sumber-sumber kontaminasi yang potensial antara lain: penjamah makanan, peralatan pengolahan dan peralatan makan, serta adanya kontaminasi silang. Diperkirakan sekitar 80% penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan disebabkan adanya kontaminasi mikroba. Selanjutnya, menurut Mulia dan Ricky (2005), sanitasi makanan yang buruk disebabkan faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang

(27)

2.1.1 Kontaminasi makanan

Kontaminasi makanan merupakan terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme berbahaya tersebut disebut kontaminan. Macam kontaminan yang sering terdapat dalam makanan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Kontaminan biologis

Kontaminan biologis merupakan mikroorganisme yang hidup yang

menimbulkan kontaminasi dalam makanan. Jenis mikroorganisme yang sering menjadi pencemar bagi makanan adalah bakteri, fungi, parasit dan virus. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam pangan dapat bersifat fisik, kimia atau biologis yang meliputi :

a. Faktor intrinsik, yaitu sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki oleh bahan pangan tersebut seperti kandungan nutrisi, pH, dan senyawa mikroba. b. Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan

penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di atmosfer. c. Faktor implisit, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri. d. Faktor pengolahan, yaitu terjadi karena perubahan mikroba awal akibat pengolahan bahan pangan misalnya pemanasan, pendinginan, radiasi dan penambahan bahan pengawet (Nurmaini, 2001).

2. Kontaminan kimiawi

(28)

10

jenis bahan dan unsur kimia berbahaya tersebut dapat berada dalam makanan melalui beberapa cara, antara lain :

a. Terlarutnya lapisan alat pengolah karena digunakan untuk mengolah makanan sehingga zat kimia dalam pelapis dapat terlarut.

b. Logam yang terakumulasi pada produk perairan.

c. Sisa antibiotik, pupuk, insektisida, pestisida atau herbisida pada tanaman atau hewan

d. Bahan pembersih atau sanitaiser kimia pada peralatan pengolah makanan yang tidak bersih.

3. Kontaminan fisik

Kontaminasi fisik merupakan terdapatnya benda-benda asing di dalam makanan, padahal benda asing tersebut bukan menjadi bagian dari bahan makanan

(Purnawijayanti, 2001).

2.1.2 Keracunan makanan

Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan) yang disebabkan oleh bakteri patogen (Salmonella, E.Coli, Clostridium perfringens, dan Listeria monocytogenes) masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Menurut BPOM RI (2007), bakteri dapat

(29)

1. Intoksikasi

Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen. Bakteri akan tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin jika pangan ditelan, sehingga toksin tersebut yang menyebabkan gejala penyakit bukan bakterinya. Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan sebagai berikut :

a. Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin atau seseorang menelan bakteri kemudian bakteri tersebut bereproduksi dan

menghasilkan toksin di dalam usus. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang

menyebabkan muntah (emesis). Gejala keracunan bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah seperti kram, diare berair, mual, dan nyeri perut yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.

b. Clostridium botulinum

Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk

(30)

12

dengan pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30 menit. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Gejala keracunan yaitu berupa mual, muntah, sakit kepala, pandangan berganda, letih, lemah otot, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang salah, tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan cara simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.

c. Staphylococcus aureus

Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus atau bulat, tergolong

(31)

jam), diare, kram perut hebat, distensi abdominal, hilangnya nafsu makan, dan demam ringan.

d. Pseudomonas cocovenenans

Bakteri Pseudomonas cocovenenans sering menyebabkan keracunan karena mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan jamur tempe (Rhizopus sp). Bakteri ini dapat menghasilkan 2 macam racun yaitu toksovlafin dan asam bongkrek (Fathonah, 2005).

2. Infeksi

Infeksi merupakan bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Penyebab sakit atau infeksi akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar. Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga dapat menimbulkan sakit sebagai berikut :

a. Salmonella sp.

Salmonella sp merupakan bakteri Gram-negatif yang bersifat anaerob fakultatif,

(32)

14

terkontaminasi oleh penjaja yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Selama infeksi penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi.

b. Clostridium perfringens

Clostridium perfringens merupakan jenis bakteri Gram-positif yang dapat

membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Keberadaan Clostridium

perfringens terdapat di tanah, usus manusia, usus hewan, daging mentah, unggas,

dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan

enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri di dalam usus namun tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi.

c. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan

berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, tidak membentuk spora, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. mengkonsumsi pangan yang tercemar akan

mengakibatkan E. Coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, serta cemaran fekal pada air dan pangan.

(33)

sanitasi makanan dan minuman apakah pernah tercemar oleh kotoran manusia atau tidak. Keberadaan Eschericia coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (bakteri patogen) pada pangan. Suatu tanda praktek sanitasi yang tidak baik dapat ditunjukkan dengan keberadaan E. Coli karena bakteri ini bisa berpindah dari berbagai kegiatan dari tangan ke mulut atau dengan perpindahan pasif lewat makanan, air, susu dan produk-produk lainnya. E. coli yang terdapat pada makanan atau minuman yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan gejala seperti kholera, gastroenteritis, diare , disentri, dan berbagai penyakit saluran pencernaan lainnya (Nurwanto, 2007).

d. Shigella sp

(34)

16

e. Vibrio parahaemolyticus

Penyakit yang ditimbulkan oleh Vibrio parahaemolyticus adalah gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan) yang timbul dalam 4-96 jam biasanya setelah menelan makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut. Gejala penyakit yang timbul adalah sakit perut, mual, muntah, demam ringan, dingin, sakit kepala, dan diare (tinja berair, mengandung darah). Penderita akan sembuh setelah 2-5 hari. Makanan yang sering menyebabkan infeksi ini adalah hasil laut seperti ikan laut, kerang, kepiting dan udang (Fathonah, 2005).

2.2 Makanan Jajanan

Makanan jajanan yang aman dapat dikatakan makanan jajanan yang tidak berbahaya yaitu makanan yang bebas dari cemaran biologis atau mikrobiologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan

kesehatan manusia. Makanan jajanan yang tidak sehat baik dari segi mutu maupun keamanannya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan jika anak-anak sekolah mengkonsumsinya seperti keracunan makanan, diare, dan berbagai penyakit lainnya (Schmidt, 1988). Terdapat beberapa jenis makanan jajanan yang dapat dikonsumsi untuk seluruh kalangan yaitu sebagai berikut:

a. Makanan sepinggan

(35)

b. Makanan camilan

Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan. Makanan camilan terdiri dari camilan basah dan makanan camilan kering.

c. Minuman

Minuman merupakan air yang dikonsumsi baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri. Contoh minuman seperti air mineral, es buah, es cendol, es doger, dan lain-lain.

Menurut Soekirman (2000), cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit terhadap manusia dan dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan yaitu dengan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau pencegahan dalam memproduksi makanan yang bersih dan aman. Menurut Rahayu dkk (2005), pangan jajanan di sekolah umumnya dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu makanan utama (nasi goreng, nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya), minuman (es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya), kue-kue (tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jelly, dan sejenisnya), serta buah-buahan (pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya).

2.3 Anak Usia Sekolah

Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001,

(36)

18

Nasional, kini menjadi tanggung jawab Kabupaten/Kota. Sedangkan Departemen Pendidikan hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Lingkungan sekolah memiliki peranan penting dalam pendidikan. Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak sekolah (Notoatmodjo, 2003).

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan dari kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna (Cahyadi dan Wisnu, 2009). Anak usia sekolah merupakan anak yang sudah memasuki sekolah dasar hingga dua belas tahun (Hurlock, 1980).

2.4 Keamanan Makanan Jajanan Anak Sekolah

(37)

camilan lebih disukai anak sekolah dasar sebagai makanan jajanan dibanding jenis pangan lainnya, terutama buah-buahan

Badan POM RI mengidentifikasi beberapa faktor yang diduga turut mempengaruhi rendahnya mutu dan keamanan PJAS antara lain: program nasional pengawasan jajanan anak sekolah yang belum optimal, fasilitas sanitasi (kantin sekolah tidak memadai, fasilitas sekeliling sekolah tidak memadai), dan sumber daya manusia (guru tidak melakukan komunikasi risiko, anak sekolah jajan sembarangan, orang tua tidak menyediakan bekal, pedagang menjual PJAS tidak aman, produsen menghasilkan PJAS tidak aman) (Andarwulan dkk, 2009). Menurut Rahayu dkk (2005), keracunan atau gangguan kesehatan di lingkungan sekolah terjadi dikarenakan oleh beberapa hal yaitu di lingkungan sekolah ditemukannya produk pangan olahan yang tercemar bahan berbahaya

(mikrobiologis, fisik, dan kimia), syarat hygienitas yang belum terpenuhi atau dimiliki oleh kantin sekolah, dan bermasalahnya donasi pangan.

2.5 Kantin Sekolah Dasar

(38)

20

konsumsi makanan keluarga karena keberadan peserta didik di sekolah yang cukup lama. Kantin sekolah sehat yang memenuhi standar kesehatan telah ditetapkan sebagai salah satu indikator sekolah sehat (Nuraida dkk, 2009).

Dalam hal mutu mikrobiologi dan kimiawi makanan jajanan yang dijual para pedagang umumnya masih rendah (Fardiaz dan Fardiaz, 1992). Makanan jajanan sering tidak disiapkan secara higienis yang biasanya hanya dibiarkan terbuka sehingga dapat terkontaminasi serangga, polusi debu dan asap knalpot kendaraan, baik pada pengolahan maupun ditempat berjualan. Pangan dianggap aman oleh konsumen untuk di konsumsi biasanya yang terlihat bersih baik penampilan, cara penjualan maupun lingkungan tempat penjualan (Fardiaz, 1993).

2.6Pengelolaan Kantin Sehat

Menurut Ditjen Bina Gizi (2011), pengelolaan makanan di kantin sekolah hendaknya memperhatikan berbagai aspek seperti penjaja kantin, lokasi atau lingkungan, serta fasilitas dan peralatan sebagai berikut :

2.6.1 Penjaja kantin

(39)

penjaja kantin yaitu sebagai berikut: berbadan sehat, bebas dari penyakit menular, bersih dan rapih, mengerti tentang kesehatan dan memiliki disiplin kerja yang tinggi. Pengetahuan gizi praktis dan sederhana perlu dimiliki oleh penjaja kantin sehingga mengetahui makanan atau jajanan yang baik untuk dijual di kantin sekolah. Selain itu, tenaga pelaksana harus mengerti tata cara pemasakan bahan makanan menurut syarat gizi dan kesehatan, serta memelihara kebersihan alat-alat makan (mencuci dengan air bersih dan sabun). Penjaja kantin pernah mengikuti kursus atau pelatihan di bidang higiene dan sanitasi makanan. Selanjutnya, menurut Naria (2005), mulai dari membuat hingga menyajikan perlu diperhatikan kebersihan tangan penjaja kantin, tangan yang tidak dicuci dengan sabun dan menyentuh minuman dapat meningkatkan resiko pencemaran bakteri patogen. Sehingga saat melakukan penjamahan makanan perlu menggunakan sarung tangan.

Menurut Chusna (2012), semakin baik pengetahuan dari penjaja kantin tentang pentingnya menjaga kualitas sarana sanitasi kantin maka semakin kecil

kemungkinan terjadinya kontaminasi makanan yang terjadi di kantin. Misalnya penjaja kantin mencuci bahan makanan maupun peralatan memasak dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir dan penjaja makanan memotong kuku jari tangannya secara teratur untuk menjaga kebersihan dalam mengolah makanan.

(40)

22

harus di penuhi oleh penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan antara lain :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular misalnya: batuk, pilek, influenza, diare, serta penyakit perut sejenis.

2. Menutup luka (pada luka terbuka).

3. Menjaga kebersihan rambut, kuku, tangan dan pakaian. 4. Memakai celemek dan tutup kepala.

5. Mencuci tangan tiap kali akan menangani makanan.

6. Penjamah makanan harus memakai perlengkapan atau memakai alas tangan. 7. Tidak sambil merokok dan tidak menggaruk anggota badan.

8. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

2.6.2 Lokasi atau lingkungan kantin

Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.

Kemudian obyek sanitasi harus diterapkan di seluruh tempat tinggal atau tempat kerja seperti dapur, restoran, taman, ruang kantor, dan rumah dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan (Juli, 2005).

(41)

2. Tidak berdekatan dengan jamban, kamar mandi, tempat pembuangan sampah, dan sedapat mungkin masih dalam wilayah gedung sekolah. 3. Ruangan makan harus cukup luas, bersih, nyaman dan ventilasi cukup dengan sirkulasi udara yang baik, dilengkapi dengan tempat cuci tangan

(sebaiknya dengan air yang mengalir) dan sabun yang letaknya mudah dijangkau oleh anak sekolah.

4. Lantai hendaknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan kedap air. 5. Dinding dan langit-langit selalu bersih dan dicat terang.

6. Jendela yang digunakan sebagai ventilasi hendaknya berkasa untuk menghindari lalat masuk.

2.6.3 Fasilitas dan peralatan

(42)

24

untuk mengambil air dari ember harus menggunakan gayung bertangkai panjang.

Kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka mempunyai persyaratan yang sama di dalam ruang pengolahan atau persiapan makanan. Ruang

pengolahan selalu dalam keadaan bersih dan terpisah dari ruang penyajian dan ruang makan. Ruang pengolahan atau persiapan makanan harus tertutup. Terdapat tempat atau meja yang permanen dengan permukaan halus, tidak bercelah dan mudah dibersihkan untuk pengolahan atau penyiapan makanan. Ruang pengolahan tidak berdesakan sehingga setiap karyawan yang sedang bekerja dapat leluasa bergerak. Terdapat lampu penerangan yang cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan baik, teliti dan nyaman. Lampu penerangan tidak berada langsung di atas meja pengolahan pangan. Lampu penerangan harus diberi penutup jika lampu berada langsung di atas tempat pengolahan.

(43)

Menurut Kurniadi dkk (2013), kontaminasi bakteri dapat bersumber dari alat-alat yang digunakan. Penggunaan alat-alat yang tidak disterilisasi terlebih dahulu, meningkatkan pencemaran mikroorganisme. Selain itu, resiko terjadinya

kontaminasi bakteri patogen meningkat karena biasanya alat-alat yang digunakan disimpan dan dibiarkan begitu saja setelah dipakai, tanpa dibersihkan kembali.

Selama proses persiapan sampai penyajian peralatan yang digunakan harus mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat, misalnya peralatan dari bahan stainless steel untuk pisau, panci, dan wajan. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air. Peralatan bermotor seperti pengaduk dan blender hendaknya dapat dibongkar agar bagian-bagiannya mudah dibersihkan. Hasil penelitian tentang survey kontaminasi bakteri patogen pada makanan dan minuman menunjukkan bahwa tingkat kontaminasi tertinggi didapati pada sampel air yang digunakan untuk mencuci peralatan makan dan minum yaitu sebesar 50% (Susanto, 1986).

Menurut Hariyadi dkk (2009), bangunan dan fasilitas dapat menjaga pangan selama dalam proses produksi agar tidak tercemar oleh bahaya fisik, kimia, biologis, dan kimia. Tidak terpisahnya bahan pangan dan bukan pangan akan mengakibatkan bahan pangan yang akan dikomsumsi bisa tercemar oleh

(44)

26

2.7 Hygiene dan Sanitasi

Pengertian hygiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes, 2000). Pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan hygiene dilaksanakan bersama-sama, masalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi. Ruang lingkup hygiene meliputi hygiene perorangan dan hygiene makanan dan minuman. Kebiasaan hidup bersih dapat membantu dalam mengolah makanan yang bersih pula (Sihite, 2000).

Higiene adalah berbagai usaha yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan serta ilmu yang berhubungan dengan masalah

kesehatan. Higiene yang mencakup upaya perawatan kesehatan dini, termasuk ketepatan sikap tubuh. Dalam pengertian tersebut juga terkandung makna perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan makanan agar terhindar dari penyakit akibat kecelakaan atau penyakit akibat prosedur kerja yang tidak memadai (Hiasinta dan Purnawijayanti, 2001).

(45)

kondisi yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan oleh makanan (Hiasinta dan Purnawijayanti, 2001).

2.8Pengetahuan dan Sikap Penjaja Kantin

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan seseorang melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba terhadap suatu obyek tertentu. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003). Tingkat pengetahuan yang tinggi tentang hygiene sanitasi makanan akan mempengaruhi penerapan hygiene sanitasi makanan para pekerja pada saat melakukan proses produksi (Hartono, 2005).

Ilmu pengetahuan dan tingginya kepedulian terhadap kebersihan serta keamanan menjadi faktor penting yang harus dimiliki oleh pembuat makanan yang berada di kantin sekolah dasar. Menurut Sugiyatmi dan Sri (2006), pembuat makanan jajanan biasanya adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah dan hampir semua pembuat makanan jajanan berpendidikan sekolah dasar. Bahkan terdapat di antaranya yang tidak tamat sekolah dasar. Rendahnya pendidikan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki akan menimbulkan berbagai resiko kesehatan karena dalam prakteknya pembuat makanan kurang memperhatikan masalah keamanan pangan.

(46)

28

mengenai ilmu pengetahuan para pembuat makanan, sebagai contoh pembuat makanan menggunakan boraks dalam pembuatan bakso, maka bakso akan menjadi lebih kenyal sehingga enak dimakan. Pengetahuan mendasar yang dimiliki pembuat bakso tersebut diperoleh secara turun-menurun dari nenek moyangnya dan mendapat pengalaman di dalam kehidupan sehari-hari secara langsung terhadap penggunaan boraks. Dengan demikian pengetahuan tersebut tertanam secara kuat didalam pemikiran pembuat makanan.

Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu Affect, Behaviour dan Cognition. Affect adalah perasaan yang timbul (senang, tak senang), Behaviour adalah perilaku yang mengikuti perasaan (mendekat, menghindar), dan Cognition adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus, tidak bagus) (Sarwono, 2009). Menurut Taryoto dan Andin (1991), sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sikap sangat menentukan bagaimana perilaku (behavior) manusia terhadap sesamanya dalam lingkungan kehidupan manusia. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan manusia terhadap masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi, baik yang berhubungan dengan intervensi pemerintah maupun yang berkaitan dengan tata kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat tinggalnya. Sikap seseorang sangat

(47)

kemungkinan bahwa ternyata tindakan yang dilaksanakan tidak sejalan dengan sikap yang telah diambilnya.

(48)

30

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Bandar Lampung yaitu di beberapa kantin Sekolah Dasar (Negeri dan Swasta) Kota Bandar Lampung, pada bulan April 2015 sampai dengan Juni 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan adalah alat tulis, lembar kuisioner, sebuah program

Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Program Social Science (SPSS) versi 21 for windows. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif dengan mengkaji keadaan atau kondisi kantin Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Penentuan tempat penelitian berdasarkan beberapa

(49)

Non Probability Sampling dengan cara Purposive Sampling. Selanjutnya,

dilakukan wawancara secara langsung menggunakan lembaran kuesioner kepada para responden (pemilik atau penjaga kantin) di Sekolah Dasar. Terdapat dua jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung ke lapang, hasil wawancara, dan pengisisan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur pada lembaga-lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, dan bahan pustaka lain yang relevan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS versi 21 for windows dan hasil akan disajikan dalam bentuk tabel.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Studi pustaka

(50)

32

3.4.2 Survei kantin Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung

Penelitian diawali dengan mencari data atau jumlah Sekolah Dasar yang berada di kota Bandar Lampung ke Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. Dari data primer yang didapatkan, ditentukan Sekolah Dasar yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, (2013) bahwa total Sekolah Dasar yang berada di Kota Bandar Lampung yaitu 253 Sekolah Dasar, yang terdiri dari 201 Sekolah Dasar Negeri dan 52 Sekolah Dasar Swasta. Kemudian survei dilakukan dengan menyebar kuisioner dengan jumlah yang sesuai dengan metode penentuan responden yang digunakan.

3.4.3 Metode penentuan responden

Penentuan responden diawali dengan menentukan jumlah sampel (responden) dari populasi yang ada, kemudian menentukan kembali cara pengambilan responden sehingga sampel yang diambil benar-benar dapat mewakili populasinya.

3.4.3.1Penentuan jumlah responden atau SD

Jumlah responden yang diperlukan untuk mewakili jumlah populasi Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung ditentukan dengan mengggunakan rumus

Nomogram Harry King disiapkan untuk jumlah anggota populasi yang tidak lebih dari 2000. Adapun dasar pengambilannya adalah dengan error maksimal yang dikehendaki dalam penelitian yaitu sebesar 10%.

(51)

Keterangan: n = jumlah anggota sampel R = besarnya ratio (%) N = jumlah anggota populasi.

Besarnya ratio ditentukan dari rumus Nomogram Harry King pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Nomogram Harry King (Sugiyono, 2010)

Pada penelitian ini, jumlah populasi yaitu 253. Tingkat kepercayaan sampel yang diinginkan terhadap populasi yaitu 90% atau tingkat kesalahan 10%. Jadi nilai R yang didapatkan dari tabel sebesar 15% atau 0,15 (berdasarkan garis yang ditarik tegak lurus antara ukuran populasi terhadap tingkat kesalahan).

Maka, n = R x N = 0,15 x 253

(52)

34

3.4.3.2Cara penentuan responden atau SD

Bentuk pengambilan responden pada penelitian ini adalah dengan Non Probability Sampling dimana seluruh anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama

untuk dijadikan sampel (Sugiyono, 2010). Kemudian metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu Purposive Sampling (pengambilan sampel secara sengaja). Menurut Nasution dan Rozaini (2003), purposive sampling merupakan salah satu pengambilan sampel yang dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

Sekolah Dasar (SD) yang akan dijadikan tempat penelitian akan dipilih secara sengaja oleh peneliti dengan memilih 38 SD dari 253 SD yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung tahun 2013. SD Kota Bandar Lampung dibagi menjadi dua bagian yaitu SD Negeri dan SD Swasta. Selanjutnya ditetapkan proporsi yang berbeda untuk responden pada SD Negeri dan SD Swasta.

Perbedaan proporsi ini dikarenakan jumlah SD Negeri lebih banyak dibandingkan SD Swasta. Proporsi perbandingan SD Negeri dan SD Swasta sebesar (4:1).

(53)

3.4.4 Penyusunan kuisioner

Kuesioner merupakan lembar pertanyaan secara terstruktur yang dibacakan oleh pewawancara kepada responden dan kemudian pewawancara mencatat jawaban yang diberikan oleh responden (Sulistyo dan Basuki, 2006). Kuisioner berisikan daftar pertanyaan yang ditujukan untuk responden. Pertanyaan yang akan diberikan kepada responden merupakan pertanyaan yang menyangkut fakta atau pendapat responden. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989), terdapat beberapa sifat dalam pertanyaan kuisioner yaitu tertutup, semi terbuka, dan terbuka. Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan untuk responden yang tidak memungkinkan responden memberikan jawaban selain yang telah disediakan. Kemudian pertanyaan semi terbuka memungkinkan responden untuk menambah jawaban yang sesuai dalam pertanyaan yang telah tersedia jawabannya

(Rahmawati, 2004).

Pada penelitian ini kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup, dimana responden akan diminta menjawab beberapa pertanyaan yang telah disediakan terkait dengan kondisi atau keadaan sanitasi kantin di Sekolah Dasar tersebut. Pada pelaksanaan penelitian ini dipilih dengan cara kuesioner tertutup

dikarenakan terdapat keuntungan yaitu mampu memberikan jangkauan jawaban. Kuisioner didesain sedemikian rupa sehingga setiap pertanyaan mudah dipahami oleh responden. Kuisioner disusun mengacu pada pedoman keamanan pangan di Sekolah Dasar yang diatur oleh Ditjen Bina Gizi Kementerian Kesehatan

(54)

36

RI Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan.

Pengisian lembar kuisioner dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pengisian kuisioner tentang kondisi atau keadaan kantin SD

Pengisian jawaban dilakukan dengan memberi ceklist pada kolom “Ya” atau

“Tidak”. Untuk masing-masing kolom tersebut memiliki kode yang berbeda,

kemudian dihimpun dalam frekuensi jawaban dari jumlah pertanyaan. Pada kolom

jawaban “Ya” diberi kode 1 dan kolom jawaban “Tidak” kode 2. Perbedaan kode

tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam tabulasi data. Kemudian hasil diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: skor > 80% baik, skor 60-80% cukup baik, dan skor < 60% kurang baik (Khomsan dalam Aci, 2000).

2. Pengisian kuisioner tentang hubungan antara pengetahuan responden dan sikap responden terhadap sanitasi dan hygiene kantin SD

Pengisian jawaban variabel pengetahuan dilakukan dengan memberi ceklist pada kolom “Tahu”, “Ragu-ragu”,atau “Tidak tahu”. Untuk masing-masing kolom tersebut memiliki kode yang berbeda. Pada kolom jawaban “Tahu” diberi kode 1,

kolom jawaban “Ragu-ragu” diberi kode 2, dan kolom jawaban “Tidak tahu”

diberi kode 3. Kemudian pengisian jawaban variabel sikap dilakukan dengan memberi ceklist pada kolom “Setuju”diberi kode 1, “Ragu-ragu” diberi kode 2,

atau “Tidak setuju” diberi kode 3 (Purtiantini, 2010). Hasil yang diperoleh jika

(55)

3.4.5 Penyebaran kuisioner dan wawacara

Pengisian kuesioner dilakukan terhadap penjaja kantin Sekolah Dasar yang menjadi responden. SD yang telah ditetapkan hanya akan dilakukan satu kali pengisian kuisioner untuk satu kantin. Peneliti melakukan wawancara dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan pada lembar kuisioner kepada responden. Setelah responden menjawab pertanyaan, peneliti langsung mengisi kolom lembar kuisioner. Pengisian kuisioner dilakukan oleh peneliti secara langsung, hal ini dikarenakan untuk mencegah resiko kebohongan oleh responden sehingga data yang dihasilkan tepat. Pertanyaan berisikan tentang identitas SD, identitas responden, kondisi atau keadaan kantin Sekolah Dasar, dan hubungan antara pengetahuan responden dan sikap responden terhadap kondisi sanitasi dan hygiene kantin Sekolah Dasar.

3.4.6 Pengumpulan data

Penelitian ini dilakukan proses pengumpulan data, yaitu pengumpulan data primer dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden, serta pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai karya ilmiah, jurnal, artikel, dan media internet. Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data.

3.4.7 Pengolahan data

.

(56)

38

sama untuk setiap responden, kemudian dipersentasekan berdasarkan total jawaban dari responden yang mengacu pada pedoman keamanan pangan di Sekolah Dasar yang telah ditetapkan oleh DITJEN Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI tahun 2011.

Kemudian, data yang diperoleh pada kondisi atau keadaan kantin Sekolah Dasar yang dijadikan sebagai tempat penelitian dianalisis secara deskriptif meliputi aspek sanitasi dan hygiene penjaja kantin, lingkungan kantin, fasilitas atau

(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi atau keadaan sanitasi dan hygiene penjaja kantin sekolah dasar kota Bandar Lampung sudah baik (81%), walaupun demikian terdapat 19% responden yang menjawab “tidak” dalam hal mencuci tangan. Kondisi atau keadaan lingkungan kantin sekolah dasar kota Bandar Lampung cukup baik (68%), walaupun demikian terdapat 32% responden yang menjawab “tidak” dalam hal adanya saluran pembuangan air tertutup. Kondisi atau keadaan fasilitas dan peralatan kantin sekolah dasar kota Bandar Lampung cukup baik (61%), walaupun demikian terdapat 39% responden yang menjawab “tidak” dalam hal peralatan yang setelah dipakai. Kondisi suplai air kantin sekolah dasar kota Bandar Lampung kurang baik (42%). Kondisi atau keadaan bangunan kantin sekolah dasar kota Bandar Lampung kurang baik (41%). Kondisi atau keadaan kantin untuk penyimpanan makanan jajanan kantin sekolah dasar kota Bandar Lampung kurang baik (36%).

(58)

80

hygiene kantin Sekolah Dasar, akan tetapi pada aspek penyimpanan makanan jajanan tidak terdapat hubungan yang nyata (nilai P > 0,05).

5. 2 Saran

1. Adanya kekurangan suplai air di sebagian besar kantin Sekolah Dasar, diharapkan pihak sekolah dapat menyediakan suplai air yang lebih baik, khususnya dalam penyediaan air bersih dan mengalir.

2. Adanya kekurangan bangunan kantin yang memadai, sehingga dibutuhkan pembangunan bagi kantin Sekolah Dasar yang lebih baik dalam hal pintu, jendela, dan langit-langit kantin.

3. Adanya kekurangan penyimpanan makanan jajanan kantin yang baik dan benar, maka dibutuhkan dilakukannya penyuluhan mengenai praktek penyimpanan makanan yang baik dan benar oleh pihak yang terkait kepada penjaja kantin Sekolah Dasar.

4. Perlu adanya penyuluhan tentang pengelolaan kantin sehat oleh pemerintah daerah secara berkesinambungan.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Adjrah Y, Soncy K, Anani K, Blewussi K, Karou DS, Ameyapoh Y. 2013. Socioeconomic profile of street food vendors and microbiological quality of ready-toeat salads in Lomé. International Food Research Journal. 20(1): 65-70.

Agustina T. 2005. Pentingnya Higiene Penjamah Makanan Tradisional, Proceeding Seminar Nasional Membangun Citra Pangan Tradisonal. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik UNS. Semarang. Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Monitoring dan verifikasi profil

keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI. Bogor.

Aprillia BA. 2011. Faktor yang berhubungan dengan pemilihan makanan jajanan pada anak sekolah dasar. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Arisman. 2009. Keracunan Makanan. EGC. Jakarta.

Azwar A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT. Mutiara sumber Widya. Jakarta.

Badan POM RI. 2007. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen. Diakses tanggal 10 September 2015.

http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunbakpatogen.pdf. Badan POM RI. 2009. Sistem Keamanan Pangan Terpadu Pangan Jajanan Anak

Sekolah. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

(60)

82

Chusna FI. 2012. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Sarana Sanitasi Kantin Di Universitas Negeri Semarang Tahun 2012. Fakultas Ilmu

Keolahragaan UNS. Semarang.

Departemen Kesehatan RI. 1997. Bakteri Pencemar Makanan dan Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Prinsip-Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan. Depkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman. Yayasan Pelayanan Sanitasi Lingkungan Nasional. Jakarta.

Dharma S dan Gunawan. 2003. Higiene Dan Sanitasi Makanan Jajanan Di Simpang Selayang Kelurahan Simpang Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. 2013. Daftar Sekolah Dasar di Kota Bandar Lampung. Kepala Dinas Pendidikan. Bandar Lampung.

Ditjen Bina Gizi. 2011. Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar. Kemenkes. Jakarta.

Engel. 1994. Perilaku Konsumen. Binarupa Aksara. Jakarta.

Fardiaz D dan Fardiaz S. 1992. Makanan Jajanan dan Peluang Peningkatannya. Majalah Gizi Indonesia. 17(1/2): 105-113.

Fardiaz S. 1993. Keamanan Pangan Jilid I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fardiaz S. 2000. Polusi Air dan Polusi Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz dan Fardiaz. 1994. Proyek Makanan Jajanan. Materi Semiloka Program Intervensi Pembinaan Usaha Makanan Jajanan. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM- IPB). Bogor.

Fathonah S. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. UNNES Press. Semarang. Hariyadi, Purwiyatno, Dewayanti R. 2009. Memproduksi Pangan Yang Aman.

Dian Rakyat. Jakarta.

Hartono A. 2005. Penyakit Bawaan Makanan. EGC. Jakarta.

(61)

Pusat Kota Bandar Lampung. Jurnal. Bandar Lampung.

Hiasinta A dan Purnawijayanti. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

Hurlock EB. 1980. Psikologi perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga. Jakarta.

Jayadiningrat S. 1989. Makanan Kesehatan dan Catering. CV Miswar. Jakarta. Judarwanto. 2006. Hubungan Pola Konsumsi Makanan Jajanan dengan Status

Gizi dan Fungsi Kongnitif Anak Sekolah Dasar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Juli S. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kemdiknas. 2011. Keamanan Makanan Jajanan. Pustekkom Kemdiknas.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan. Diktat yang tidak dipubliksikan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Kurniadi Y, Saam Z, Afandi D. 2013. Faktor kontaminasi bakteri Escherichia coli pada makanan jajanan dilingkungan kantin sekolah dasar wilayah Kecamatan Bangkiang. J.Ilmu Lingkungan. 7

Kurniawan A. 2013. Deteksi bakteri patogen dalam es balok yang dijual di pasar tradisional Bandar Lampung. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Masra F, Sarip U, Ahmad F. 2010. Kualitas Makanan pada Kantin Sekolah Dasar di Kota Bandar Lampung. Poltekes Kemkes Tanjung Karang. Lampung.

McClain AD, Chappuis C, NguyenRodriguez ST, Yaroch AL, Spruijt-Metz D. 2009. Psychosocial correlates of eating behavior in children and

adolescents: a review. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity.

(62)

84

Naria E. 2005. Higiene sanitasi makanan dan minuman jajanan di kompleks. J. Universitas Sumatera Utara. 25(2):118-126.

Nasution ADO. 2009. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Gizi Dan Keamanan Pangan Di Lingkungan Sekolah Dasar Kota dan Kabupaten Bogor. Skripsi. IPB. Bogor.

Nasution dan Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Sumatera Utara.

Notoadmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nuraida L, Widjajanti W, Kusumaningrum HD, Palupi NS, Koswara S,

Madanijah S, Zulaikhah, Rini, Madjid S. 2009. Menuju Kantin Sehat di Sekolah. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen

Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Bogor. Nurmaini. 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Fakultas

Kesehatan Masyarakat USU. Sumatera Utara.

Nurmala S, Irnawati M, Indra C. 2012. Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Perilaku Penjamah Makanan Di Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Dan Swasta Di Kecamatan Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012. (Skripsi). Fakultas Kesehetan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nurwanto. 2007. Tata Laksana Higiene Hidangan, Keracunan Hidangan dan Jenis Bakteria. http://www.ihsmakassar.com. Diakses Tanggal 10 September 2015.

Patterson S dan Isaacson R. 2003. Genetics and Pathogenesis of Salmonella. Di dalam Torrence M dan Isaacson RE.editor. 2003. Microbial Food Safety in Animal Agriculture: current topics. Iowa. Iowa State Press. Hlm 89-96. Purnawijayanti H. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam

Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

(63)

Rahayu WP, Nababan H, Syah D, Nuraida L, Syamsir E, Susigandhawati E, dan Puspitasari R. 2005. Penyuluhan Keamanan Pangan di Sekolah. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

Rahmawati D. 2004. Analisa Prefensi dan Perilaku Konsumen Terhadap Produk Chiken Nugget. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Sarwono SW. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta. Schmidt GR. 1988. Processing. Dalam: Cross, H. R. and A. J. Oberby. (Eds).

Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers. New York.

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU. Medan.

Sihite R. 2000. Sanitasi dan Higiene. SIC. Surabaya.

Sillankorva SM, Oliveira H, Azeredo J. 2012. Bacteriophages and their role in food safety. International Journal of Microbiology. 2012:13 pages. Singarimun M dan Efendi S. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suardana dan Swacita. 2009. Higiene Makanan. Udayana University Press. Denpasar.

Sugiyatmi dan Sri. 2006. Analisis Faktor-Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang Dijual di Pasar-Pasar Kota Semarang Tahun 2006. Tesis. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Sugiyono. 2010. Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Koleksi Berdasarkan Pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten

Kebumen. Skripsi. Fakultas Adab dan Ilmu Budaya. UIN. Yogyakarta. Sujaya IN. 2009. Pembinaan Pedagang Makanan Kaki Lima untuk

Meningkatkan Higiene dan Sanitasi Pengolahan dan Penyediaan Makanan di desa Penatih. PS.IKM Universitas Udayana. Denpasar Timur.

(64)

86

Susanna D dan Hartono B. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. FKM UI. Depok.

Susanto. 2006. Gizi dan Kesehatan. Bayu Media. Malang.

Susanto D. 1986. Masalah Kebiasaan Jajan pada Anak Sekolah. Buletin Gizi, No. 3, Vol 10.

Taryoto dan Andin H. 1991. Konsumsi Bahan Pangan Suatu Tinjauan Sikap dan Perilaku Individu. Majalah Pangan, vol II (9).

Umar H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta Business Research Center. Jakarta.

Wibowo S. 1999. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Rumus Nomogram Harry King (Sugiyono, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga pemenuhan kebutuhan akan makanan jajanan yang higienis dipengaruhi oleh faktor sanitasi tempat dan higiene pedagang makanan perlu untuk dilakukan.. Makanan yang

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tofani (2007) di SDN Kalisari II Kecamatan Mulyorejo, terlihat bahwa kondisi sanitasi pedagang makanan jajanan di SDN Kalisari II

Sehingga pemenuhan kebutuhan akan makanan jajanan yang higienis dipengaruhi oleh faktor sanitasi tempat dan higiene pedagang makanan perlu untuk dilakukan.. Makanan yang

Melihat data diatas, dapat dilihat bahwa kondisi fasilitas sanitasi dasar dan sanitasi kantin di lingkungan sekolah dasar yang terdapat pada wilayah kerja

Tabel 4.7 Distribusi Penjual Makanan Jajanan Berdasarkan Penyimpanan Bahan Makanan Jajanan di Kantin dan Luar Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Sunggal Kabupaten

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tofani (2007) di SDN Kalisari II Kecamatan Mulyorejo, terlihat bahwa kondisi sanitasi pedagang makanan jajanan di SDN Kalisari II

Tidak ada pedagang makanan jajanan (otak-otak) memiliki hygiene sanitasi (penjamah makanan, peralatan, bahan makanan jajanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang)

Masih rendahnya perilaku yang baik dalam memilih makanan jajanan pada siswa-siswi di SMP Negeri 14 Bandar Lampung disebabkan banyak faktor walaupun dapat dilihat