• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI METODE ANALISIS POTENSI ANTIOKSIDAN β-KAROTEN DARI MIKROALGA Dunaliella sp. DENGAN TEKNIK LINIER SWEEP VOLTAMMETRY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VALIDASI METODE ANALISIS POTENSI ANTIOKSIDAN β-KAROTEN DARI MIKROALGA Dunaliella sp. DENGAN TEKNIK LINIER SWEEP VOLTAMMETRY"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

METHOD VALIDATION ANALYSIS OF ANTIOXIDANT POTENTIAL β-CAROTENE FROM MICROALGAE Dunaliella sp. BY LINEAR SWEEP

VOLTAMMETRY TECHNIQUE

By

Ely Setiawati

A study of analytical methods validation of antioxidant potential β-carotene from microalgae Dunaliella sp. was conducted by linear sweep voltammetry technique, to obtain information about the performance of the method. Electrodes used in this research were :gold (Au) working electrode, platinum (Pt) auxiliary electrode, and a reference electrode of silver/silver chloride (Ag / AgCl). Potential window of oxidation of β-carotene is 0 mV - 1000 mV with a scan rate of 100 mV/s and 10 µA current range. Supporting electrolyte used in this experiment of 0.4 M NaNO3. Validation test parameters of this method include : linearity, precision, accuracy and limits of detection. The results showed that the validation of the methods have a correlation coefficient (r) 0.982; % RSD is 7.8%, the % recovery was 112%, and limit of detection was 0.6 mM. The advantage of this method is can calculate the coefficient of the antioxidant activity of β-carotene. Antioxidant activity coefficient of β-carotene has a value of 0.333.

Keywords: Validation method, linear sweep voltammetry, β-carotene, microalgae

(2)

ABSTRAK

VALIDASI METODE ANALISIS POTENSI ANTIOKSIDAN β-KAROTEN DARI MIKROALGA Dunaliella sp. DENGAN TEKNIK LINIER SWEEP

VOLTAMMETRY

Oleh

Ely Setiawati

Telah dilakukan validasi metode analisis potensi antioksidan β-karoten dari mikroalga Dunaliella sp. dengan teknik linear sweep voltammetry. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode dan informasi unjuk kerja metode analisis dengan teknik linear sweep voltammetry. Elektroda yang digunakan pada penelitian ini yaitu elektroda kerja emas (Au), elektroda bantu platina (Pt), dan elektroda

reference perak/perak klorida (Ag/AgCl). Jendela potensial dari oksidasi β-karoten adalah 0 mV – 1000 mV dengan scan rate 100 mV/s dan range arus 10 µA. Elektrolit yang digunakan adalah larutan NaNO3 0,4 M. Parameter uji validasi metode ini meliputi linieritas, presisi, akurasi, dan batas deteksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validasi metode analisis memiliki nilai koefisien korelasi (r) 0,982 ; %RSD adalah 7,8% dan hasil %perolehan kembali adalah 112% serta batas deteksi metode analisis ini adalah 0,6 mM. Kelebihan dari metode ini adalah dapat menghitung koefisien aktivitas antioksidan dari β-karoten. Koefisien aktivitas antioksidan dari β-karoten memiliki nilai 0,333.

Kata kunci : Validasi metode, linear sweep voltammetry, β-karoten, mikroalga

(3)

VALIDASI METODE ANALISIS POTENSI ANTIOKSIDAN β-KAROTEN DARI MIKROALGA Dunaliella sp. DENGAN TEKNIK

LINEAR SWEEP VOLTAMMETRY

Oleh

ELY SETIAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

VALIDASI METODE ANALISIS POTENSI ANTIOKSIDAN β-KAROTEIN DARI MIKROALGA Dunaliella sp. DENGAN TEKNIK

LINEAR SWEEP VOLTAMMETRY

(Skripsi)

Oleh Ely Setiawati

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sel Voltammetri, W : Elektroda Kerja, R : Elektroda pembanding, A:

Elektroda bantu ... 7

2. Kurva Voltammogram dari elektrode kimia reversibel, memiliki puncak

arus katoda dan puncak arus anoda ... 8

3. Peningkatan linear Potensial vs waktu ... 9

4. Alat Haemocytometer ... 30 5. Voltammogram oksidasi β-karoten pada jendela potensial 0 V –

1 V ... ... 41

6. Voltammogram linearitas oksidasi β -karoten . ... 43

7. Kurva linearitas oksidasi larutan standar β -karoten ... 44

8. Voltammogram oksidasi blangko dan ekstrak mikroalga Dunaliella sp. ... ... 46

9. Voltammogram oksidasi blangko dan sampel spike ekstrak mikroalga

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

D. Hipotesis Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Voltammetri ... ... 6

B. Linier Sweep Voltammetri (LSV) ... ... 8

C. Validasi Metode ... ... 10

1. Ketepatan (accuracy) ... 11

2. Kecermatan (precision) ... 11

3. Linieritas ... 12

4. Batas Deteksi (Limit of Detection) ... 13

D. Mikroalga ... 14

a. Morfologi dan Klasifikasinya ... 14

b. Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga .. 14

1. Temperatur ... 15

2. Nutrien (Unsur Hara) ... 15

(7)

v

2. Pemanas (Dry-Heat Sterilization) ... 20

3. Sterilisasi dengan Penyaringan ... 20

4. Mikrowave Oven Sterilization ... 20

d. Pola Pertumbuhan Mikroalga ... 21

1. Fase Lag ... 21

2. Fase Eksponensial ... 21

3. Fase Penurunan Pertumbuhan (Declining Growth) ... 21

4. Fase Stasioner ... 22

5. Fase Kematian ... 22

e. Teknik Harvesting Mikroalga ... 22

E. Antioksidan ... 23

a. Pengertian Antioksidan ... 23

b. Sumber Antioksidan ... 24

c. Analisis Antioksidan ... 24

F. Vitamin A ... 25

III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 27

B. Alat dan Bahan ... 27

C. Metodologi Penelitian ... 29

a. Kultivasi Mikroalga ... 29

b. Menghitung Kepadatan Mikroalga ... 29

c. Pemanenan ... 31

d. Freeze Drying ... 32

e. Ekstraksi ... 32

f. Persiapan Alat Voltammetri ... 33

(8)

vi

2. Pembuatan Larutan Blangko ... 33

3. Larutan Kerja ß-karoten ... 33

4. Preparasi ... 34

5. Voltammetri ... 34

6. Kondisi Pengukuran ... 34

7. Analisis ... 35 A. Preparasi sampel ... 39

B. Oksidasi ß-Karoten ... 40

C. Validasi Metode ... 42

1. Linearitas ... 42

2. Presisi ... 45

3. Akurasi ... 47

4. Batas Deteksi ... 50

D. Penentuan Koefisien (K) Aktivitas Antioksidan dari ß-Karoten ... 51

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 53

B. Saran ... 53

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Formulasi media Conwy ... 28

2. Kandungan logam renik (cair) pada media Conwy ... 28

3. Kondisi pengukuran 1(reaksi oksidasi β-karoten) dan kondisi pengukuran 2 (reaksi reduksi oksigen) ………... 35

4. Arus (Ipa) Linearitas Oksidasi Larutan Standar β-Karoten ... 43

5. Data Ipa dan Epa Oksidasi Sampel Ekstrak Mikroalga Dunaliella sp. .... 45

6. Presisi Pengukuran Ekstrak Mikroalga Dunaliella sp. ... 46

7. Data Ipa dan Epa Oksidasi Spike Ekstrak Mikroalga Dunaliella sp. ... 48

8. Pengukuran Sampel Spike Ekstrak Mikroalga Dunaliella sp. ... 49

9. Pengukuran oksidasi larutan blangko dan hasil dari batas deteksi ... 51

(10)
(11)

Sesungguhnya Setelah Kesulitan Ada Kemudahan

(Q.S. Al-Insyirah:6)

Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah cacat,

dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta

(Albert Einstein)

Barang siapa sungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya

itu adalah untuk dirinya sendiri

(Q.S. 29:6)

Selalu bersyukur membuat kita semakin menghargai hidup.

Dan kesabaran adalah obat terbaik dari segala kesulitan.

(12)
(13)

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai wujud tanda

cinta, kasih sayang, bakti dan tanggung jawabku

Kepada

ALLAH S.W.T

Kedua orang tuaku yang selalu menjadi motivasi utama

dalam menjalani hidup, terima kasih atas doa, perhatian dan

kasih sayang yang kau berikan secara tulus selama ini tanpa

mengharapkan imbalan sehingga mampu menguatkan diri ini

di saat-saat sulit,

Kakak-kakakku dan adikku yang selalu memberi semangat

dan dukungan yang luar biasa disetiap langkahku,

Sahabat dan Teman-yang selalu menemani dan berjuang

bersamaku,

Guru-guru ku yang senantiasa membimbing dan membagi

ilmunya untukku,

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal

08 Maret 1992. Penulis merupakan anak keempat

dari lima bersaudara dan merupakan buah hati dari

pasangan (Alm) Bpk.Sukardi dan Ibu Sulastri yang

diberi nama Ely Setiawati.

Penulis menyelesaikan studi di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sepang Jaya Bandar

Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 19 Bandar

Lampung pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Metro

pada tahun 2010. Penulis kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui

jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun

2010.

Selama menjadi mahasiawa, penulis pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan

Prestasi Akademik (PPA) pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis dalam

penyelesaian studi, telah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Labuhan

Maringgai, Lampung Timur selama 30 hari pada bulan Juli-Agustus tahun 2013.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia dasar mahasiswa Kimia angkatan

(15)

Geofisika angkatan 2014 pada tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, penulis pernah

mengikuti beberapa organisasi mahasiswa. Berikut beberapa organisasi dan

amanah yang dipercayakan kepada penulis :

1. Kader Muda HIMAKI (KAMI) FMIPA pada tahun 2010-2011.

2. Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA sebagai anggota bidang

Sosial Masyarakat pada tahun 2011-2012.

3. Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) sebagai anggota bidang Sains dan

Penalaran Ilmu Kimia pada tahun 2012-2013.

Penulis berharap masih dapat meneruskan tulisan-tulisan berikutnya dan dapat

(16)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta

salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga

senantiasa menjadi suri tauladan bagi penulis.

Skripsi dengan judul “Validasi Metode Analisis Potensi Antioksidan β-karoten

dari Mikroalga Dunaliella sp. dengan Teknik Linear Sweep Voltammetry” adalah

salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari jasa baik segenap pihak baik moral

maupun spiritual, baik berupa bimbingan, motivasi dan doa yang senantiasa

berguna bagi penulis hingga saat ini dan di masa yang akan datang.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S. selaku dosen pembimbing pertama

yang telah senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran,

bimbingan, nasihat, serta kritik kepada penulis dalam menyelesaikan dan

(17)

2. Ibu Dian Septiani Pratama, M. Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah

senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan,

nasihat, serta kritik kepada penulis dalam menyelesaikan dan pembuatan

skripsi ini.

3. Ibu Rinawati, Ph. D. selaku pembahas yang telah memberikan masukan, baik

saran maupun kritik kepada penulis untuk kesempurnaan tulisan dan penelitian

penulis.

4. Ibu Dian Septiani M.Si., selaku Pembimbing Akademik dalam menyelesaikan

masa studi penulis di Jurusan Kimia.

5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

7. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Matematika yang telah memberikan ilmu

dan pembelajaran selama masa studi penulis.

8. Kedua orangtua, (Alm) Ayah Sukardi dan Ibu Sulastri tercinta yang senantiasa

memberikan kasing sayang, cinta, doa, nasihat, air mata serta dorongan

semangat yang tulus kepada penulis.

9. Saudara kandung, Mba Leny Hastuti., Mba Novi Era Wati, Mas Agus

Sarwoko dan adik Maya Lestari tersayang yang senantiasa menemani dan

memberikan doa serta dorongan semangat kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat, Orinawa Devi Maretta, Dewinta Mantary Putri, Sonia Elisya,

(18)

Aprianti, Sifa Kusuma Wardani atas persaudaraan, kebersamaan, kehangatan

dalam suka maupun duka yang telah dilewati bersama penulis.

11.Kakak terbaik, Yosuke Okimoto, Ph. D. yang senantiasa menjadi guru

motivasi dan memberikan perhatian, dukungan, semangat, motivasi, mimpi

serta harapan selama ini.

12.Keluarga besar kimia (HIMAKI), adik-adik, kakak-kakak serta teman-teman

kimia 2010 Chemistry Imut (Chemut), Lolita Napatilova, Surtini Karlina,

Kristi Arina, Ariyanti, Silvana Maya, Funda Elisya, Leni Astuti, Wynda Dwi

Anggraini, Faradilla Syani, Purniawati, Chintia Yolanda, Hapin Afriyani,

Sevina Silvi, Chyntia Gustianda, Putri Heriyani, Rani Anggraini, Adetia

Fatmawati, Martha Silvina, Rini Handayani, Rina Rachmawati Sutisna, Desi

Meriyanti, Fauziyah Mu’Min Shiddiq, Lailatul Hasanah, Widya Afriliani,

Rahmat Kurniawan, M. Nurul Fajri, Agung Supriyanto, M. Prasetyo Ersa,

Ruli Prayetno, serta teman kimia 2010 yang telah pindah jurusan, Putri

Rahmatika, Aditya Putra P., Ucep Saifulloh, Maria Anggraini dan Sunarmo

atas kebersamaan, kekeluargaan dan perjuangan hingga menyelesaikan studi

sarjana.

13.Keluarga besar Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi

Universitas Lampung atas pengalaman dan pembelajaran yang telah penulis

dapatkan selama ini.

14.Teman-teman VJ speaks dan teman-teman Kuliah Kerja Nyata atas

(19)

Semoga Allah SWT membalas atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi

penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita

semua. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Oktober 2015

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin tingginya tuntutan jaman terhadap aktivitas dunia kerja cenderung akan

memaksa masyarakat untuk berpindah ke hal-hal yang bersifat cepat dan instan

termasuk dalam hal pola makan. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan

akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Pengaruh gaya

hidup yang kurang baik, stress dan polusi lingkungan meningkatkan kebutuhan

tubuh akan zat gizi dan fitonutrisi sebagai pelindung dari radikal bebas

(PDPERSI, 2003).

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif

karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital

terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan

bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.

Senyawa ini terbentuk dari dalam tubuh dan dipicu oleh berbagai macam faktor.

Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan yang

mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi

(21)

2

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses

oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi

zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga

bermanfaat sebagai senyawa - senyawayang melindungi seldari efek berbahaya

radikal bebasoksigen reaktif. Jika berkaitan dengan penyakit, maka radikal bebas

ini dapat berasal dari metabolismetubuh maupun faktor eksternal lainnya.

Beberapa studi dan penelitian tentang radikal bebas menyatakan bahwa status

antioksidan dapat ditingkatkan melalui penyediaan bahan makanan tambahan

(suplemen) untuk mengurangi beberapa risiko penyakit yang terjadi akibat radikal

bebas (Ferguson et al., 2004). Di dalam tubuh manusia terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti:

enzim SOD (Superoksida 2 Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan

juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C,

vitamin E dan β–karoten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian,

buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk (Prakash, 2001).

Mikroalga Dunaliella sp. merupakan salah satu hasil laut yang memiliki

kandungan β–karoten dan merupakan agen antioksidan (Abidin dan Rondonuwo, 2009).

Mikroalga merupakan organisme tumbuhan berukuran seluler yang umumnya

dikenal dengan sebutan fitoplankton (Kawaroe et al., 2010). Dengan perairan Indonesia yang sangat luas, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan

(22)

3

Mikroalga Dunaliella sp. merupakan mikroalga air laut populer sebagai produsen antioksidan terbaik (β–karoten) hingga 12 % dari berat keringnya (Ben-Amotz,

1999). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abd El-Baky et al. (2007), ditemukan bahwa Dunaliella sp. mengakumulasi jumlah karotenoid yang tinggi (12,6% berat kering), termasuk β–karoten (60,4% dari karotenoid total).

Pada beberapa riset sebelumnya, telah dilakukan studi tentang antioksidan

menggunakan voltammetri. Kesesuaian voltammetri untuk pengujian antioksidan

dalam matriks biologi sudah ditinjau secara ekstensif, seperti : uji aktivitas dalam

beberapa sampel yang mengandung antioksidan menggunakan differential pulse voltammetry (Korotkova et al., 2002) dan studi elektrokimia vitamin A dengan menggunakan teknik voltammetri siklik (Tan, 2010). Dari penelitian-penelitian

tersebut perlu dilakukan pengujian laboratorium.

Metode pengukuran yang dipilih harus metode yang telah diuji dan divalidasi oleh

laboratorium penguji (Garfield et al., 2000). Hal ini sesuai dengan sistem manajemen mutu standar nasional Indonesia-17025 (SNI-17025) tahun 2005

mengharuskan laboratorium pengujian dalam menganalisis bahan menggunakan

metode pengukuran yang valid. Validasi metode adalah sebuah proses yang

penting dari program jaminan mutu hasil uji dimana sifat-sifat dari sebuah metode

ditentukan dan dievaluasi secara obyektif (Garfield et al., 2000). Dengan adanya validasi ini, dapat diketahui suatu metode layak atau tidak untuk digunakan.

Tan, 2010 melakukan studi elektrokimia vitamin A dengan menggunakan teknik

(23)

4

bentuk utama vitamin A ; retinol, retinal, asam retinoat, retinil asetat, dan retinyl

palmitate. Kajian terhadap studi elektrokimia β–karoten oleh Tan, 2010 hanya dilakukan sebatas membandingkan antioksidan dari beberapa bentuk vitamin A

tersebut, studi elektrokimia ini memberikan informasi metode voltammetri yang

selektif yaitu senyawa vitamin A menunjukkan perilaku voltammetri yang sangat

berbeda meskipun perbedaan struktural hanya sedikit. Voltammetri linear

menghasilkan informasi berupa arus oksidasi, arus reduksi, luas permukaan

elektroda serta potensial oksidasi dan reduksi. Penelitian Korotkova et al., 2002 memberikan informasi bahwa potensi antioksidan dapat dinyatakan dalam

koefisien aktivitas antioksidan yang merupakan slop dari perubahan konsentrasi

berbanding densitas arus reduksi oksigen. Densitas arus reduksi merupakan hasil

bagi dari arus yang dihasilkan dengan luas permukaan eletroda pada proses

pemindaian voltammetri.

Sebagai studi awal pada penelitian ini dilakukan analisis potensi antioksidan pada

beberapa konsentrasi β–karoten. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari studi elektrokimia vitamin A dengan menggunakan teknik voltammetri siklik

(Tan, 2010) akan tetapi pada penelitian ini menggunakan sampel yang berbeda,

yaitu ekstraksi mikroalga Dunaliella sp menggunakan teknik voltammetri linear. Beberapa parameter uji diantaranya : akurasi, presisi, linearitas, dan batas deteksi

untuk mendapatkan metode analisis yang valid, cepat, sederhana, dan biaya yang

(24)

5

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh metode dan informasi unjuk

kerja metode analisis potensi antioksidan β–karoten dari mikroalga Dunaliella sp. dengan teknik voltammetri linear.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi unjuk kerja metode analisis potensi antioksidan

β–karoten dari mikroalga Dunaliella sp.

2. Memberikan metode analisis potensi antioksidan β–karoten dari mikroalga

Dunaliella sp. menggunakan voltammetri linear yang tervalidasi.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Voltammetri

Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar

elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada

hubungan antara besaran listrik dengan reaksi kimia, yaitu menentukan

satuan-satuan listrik seperti arus, potensial, atau tegangan, dan hubungannya

dengan parameter-parameter kimia (Balazs et al., 1999).

Dalam teknik voltammetri, potensial yang diberikan dapat diatur sesuai keperluan.

Kelebihan dari teknik ini adalah sensitifitasnya yang tinggi, limit deteksi

yang rendah dan memiliki daerah linier yang lebar. Selama proses

pengukuran, konsentrasi analit praktis tidak berubah karena hanya sebagian

kecil analit yang dielektrolisis. Potensial elektroda kerja diubah selama

pengukuran, dan arus yang dihasilkan dialurkan terhadap potensial yang diberikan

pada elekroda kerja. Arus yang diukur pada analisis voltammetri terjadi

akibat adanya reaksi redoks pada permukaan elektroda. Kurva arus terhadap

potensial yang dihasilkan disebut dengan voltammogram (Burns et al., 1981). Arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit dalam larutan. Adapun

(26)

7

Gambar 1. Sel Voltammetri, W: Elektroda kerja, R : Elektroda pembanding, A : Elektroda bantu (Monk, 2001).

Sel voltammetri (Gambar 1) terdiri dari tiga elektroda, yaitu elektroda kerja,

elektroda pembanding, dan elektroda bantu. Metode voltammetri atau

polarography atau polarographic analysis merupakan metode elektroanalisis dimana informasi tentang analit diperoleh dari pengukuran arus fungsi

potensial. Teknik pengukurannya dilakukan dengan cara mempolarisasikan

elektroda kerja. Metode ini termasuk metode aktif karena pengukurannya

berdasarkan potensial yang terkontrol (Skoog et al., 1996). Kurva voltammogram ditunjukkan pada Gambar 2, yang merupakan pengukuran

menggunakan metode voltammetri siklik, memerlukan suatu instrumen

pengukuran yang tepat. Instrumen yang digunakan pada pengukuran ini

(27)

8

Gambar 2. Kurva voltamogram dari elektrode kimia reversibel, memiliki puncak arus katoda dan puncak arus anoda.

Pada kurva voltammogram siklik Gambar 2, memiliki puncak arus katoda Ipa dan

puncak arus anoda Ipc.

B. Linear Sweep Voltammetry (LSV)

Linear sweep voltammetry adalah istilah umum untuk suatu teknik voltammetri dimana potensial yang diberikan pada elektroda kerja dengan variasi waktu linier.

Metode ini juga mencakup polarografi, siklik voltammetri, dan voltametri disk

rotasi. Slope yang dihasilkan dari metode ini memiliki unit potensial (volt) per

satuan waktu, dan biasanya disebut laju selusur percobaan.

Nilai dari laju selusur percobaan dapat divariasi dari tingkat rendah mV/sec

(khusus untuk polarografi) sampai tingkat tinggi 1.000.000 V/sec (tercapai bila

digunakan ultra mikroelektroda sebagai elektroda kerja). Dalam voltammetri

(28)

9

tergantung pada laju reaksi transfer elektron, reaktivitas kimia dari spesi-spesi

elektroaktif dan laju pemindaian potensial (Wang, 2001).

Pada LSV, potensial dari indikator elektroda bervariasi secara linear sebagai

fungsi dari waktu. Tingkat scan yaitu 100 mV/s, yang memungkinkan waktu bagi

analit untuk sampai ke elektroda sehingga elektroda selalu dalam kesetimbangan

dengan larutan induk. LSV memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif. Nilai

E1/2 dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies yang tidak diketahui,

sedangkan ketinggian dari arus dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi.

Voltammogram linear sweep terdapat dalam Gambar 3 yang tercatat pada tingkat pemindaian tunggal.

a b

Gambar 3. Peningkatan linear potensial vs waktu (Andrienko, 2008).

Gambar 3a menunjukkan laju selusur tunggal pada voltammetri linear sweep dan Gambar 3b menunjukkan voltammogram dengan teknik linear sweep.

Karakteristik voltammogram linear sweep tergantung pada 3 faktor, yaitu: 1. Laju reaksi transfer elektron (s)

(29)

10

3. Laju selusur tegangan

Dalam pengukuran LSV, respon arus diplotkan sebagai fungsi tegangan daripada

waktu, tidak seperti tahap pengukuran potensial. Pemindaian dimulai dari sisi kiri

arus / plot tegangan di mana belum adanya arus yang mengalir. Sepanjang jendela

potensial, pemindaian lebih lanjut ke arah kanan (ke nilai yang lebih reduktif) dan

arus mulai mengalir kemudian mencapai puncaknya. Untuk memberi alasan

perilaku ini, perlu dipertimbangkan pengaruh tegangan pada tetapan

keseimbangan di permukaan elektroda. Laju transfer elektron dinilai cepat dalam

perbandingan dengan laju pemindaian tegangan. Oleh karena itu, tetapan

kesetimbangan pada sebuah permukaan elektroda identik dengan prediksi

termodinamika.

C. Validasi Metode

Validasi metode adalah sebuah proses yang penting dari program jaminan mutu

hasil uji dimana sifat-sifat dari sebuah metode ditentukan dan dievaluasi secara

obyektif (Garfield et al., 2000). Hasil dari validasi metode dapat digunakan untuk menilai kualitas, tingkat kepercayaan (reliability), dan konsistensi hasil analisis,

itu semua menjadi bagian dari praktek analisis yang baik (Huber, 2001).

Pemilihan parameter validasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi,

sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Parameter-parameter validasi meliputi ketepatan/akurasi, ketelitian, spesifisitas, limit deteksi,

(30)

11

1. Ketepatan (accuracy)

Akurasi atau ketepatan adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil

analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Ketepatan dapat juga menyatakan

kedekatan dengan nilai yang dapat diterima, baik nilai sebenarnya maupun nilai

pembanding. Nilai benar dalam akurasi dapat diperoleh dengan beberapa cara.

Salah satu alternatifnya adalah membandingkan hasil metode dengan hasil dari

metode referensi yang sudah ditetapkan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa

ketidakpastian metode referensi diketahui. Kedua, akurasi dapat dinilai dengan

menganalisis sampel yang sudah diketahui konsentrasi (CRM) dan

membandingkan nilai diukur dengan nilai sebenarnya sebagai disertakan dengan

materi. Akurasi dapat ditentukan dengan nilai benar dari referensi material (µ),

rata-rata terukur referensi material (xt), nilai tabel t dengan tingkat kepercayaan

yang diinginkan, simpangan baku (SD), jumlah pengulangan (n) dan dinyatakan

dalam persamaan 1 :

µ − xt = ……….………… (1)

Jika µ − xt > , maka ada bias terbukti. Begitu sebaliknya maka tidak

ada bias hasil pengukuran (Nurhadi, 2012).

2. Kecermatan (precision)

Presisi prosedur analitis menggambarkan kedekatan kesepakatan (derajat

penyebaran) antara serangkaian pengukuran yang diperoleh dari beberapa

(31)

12

Presisi dapat dipertimbangkan pada tiga tingkatan, yaitu: pengulangan, presisi

intermediate dan reproduksibilitas. Simpangan baku, simpangan baku relatif

(koefisien variasi) dan interval kepercayaan harus dilaporkan untuk penentuan

nilai presisi (EMEA, 1995).

Dalam mengevaluasi ketelitian dari data analisis adalah dengan menghitung

simpangan baku. Simpangan baku mengukur penyebaran data-data percobaan dan

memberikan indikasi yang bagus mengenai seberapa dekat data tersebut satu sama

lain (Nielsen, 2003). Simpangan baku diperoleh dari akar pembagian hasil

penjumlahan kuadrat dengan derajat bebas (n-1) dan dinyatakan pada

persamaan 2 :

�� = √∑

………..….………(2)

Cara lain untuk mengukur ketelitian adalah dengan menghitung nilai simpangan

baku relatif (RSD). Nilai RSD ini merupakan nilai simpangan baku (SD) yang

ditentukan sebagai persentase dari rata-rata ( dan dinyatakan dalam

persamaan 3:

��

……… (3)

3. Linieritas

Linearitas merupakan kemampuan metode analisis (dalam kisaran tertentu) untuk

mendapatkan hasil uji yang berbanding lurus dengan konsentrasi dari analit dalam

(32)

13

(EMEA, 1995). Respons harus berbanding lurus dengan konsentrasi analit atau

proporsional dengan cara perhitungan matematis yang terdefinisi dengan baik.

Persamaan regresi linier diterapkan pada hasil harus memiliki nilai intercept tidak signifikan berbeda dari nol. Jika diperoleh intersep tidak signifikan nol, harus

dibuktikan bahwa ini tidak berpengaruh pada keakuratan metode (Huber, 2001).

4. Batas Deteksi (Limit Of Detection)

Batas deteksi (Limit Of Detection) merupakan jumlah terendah analit dalam sampel yang dapat dideteksi tetapi tidak harus kuantitatif sebagai nilai yang pasti.

Batas kuantifikasi prosedur analitis individu adalah jumlah terendah analit dalam

sampel yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang

cocok. Batas kuantifikasi merupakan parameter tes kuantitatif untuk tingkat

rendah senyawa dalam matriks sampel, dan digunakan terutama untuk penentuan

kotoran dan produk terdegradasi (EMEA, 1995). Batas deteksi dapat ditentukan

melalui pengukuran larutan tanpa sampel uji atau pengukuran sampel uji dengan

konsentrasi terendah (Eurachem, 2014). Batas deteksi ditentukan dengan

perhitungan standar deviasi (SD) kemudian dikalikan 3 dan dinyatakan dalam

persamaan 4 :

(33)

14

D. Mikroalga

a. Morfologi dan Klasifikasinya

Mikroalga adalah organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang

umumnya dikenal dengan sebutan nama fitoplankton. Habitat hidupnya adalah

wilayah perairan di seluruh dunia. Habitat hidup mikroalga adalah di perairan atau

tempat-tempat lembab. Organisme ini merupakan produsen primer perairan yang

mampu berfotosintesis seperti layaknya tumbuhan tingkat tinggi lainnya.

Mikroalga yang hidup di laut dikenal dengan istilah marine microalgae atau mikroalga laut. Mikroalga yang banyak ditemukan berasal dari kelas

Bacillariophyceae (diatom), Chrysopyceae (alga coklat keemasan),

Chlarophyceae (alga hijau), dan kelas Cyanophyceae (blue green algae/alga biru-hijau). Berdasarkan pigmen yang dimiliki mikroalga dikelompokkan menjadi lima

filum, yaitu :

1. Chlorophyta (alga hijau) 2. Chrysophyta (alga keemasan) 3. Pyrhopyta (alga api)

4. Euglenophyta

5. Cyanophyta (alga biru-hijau) (Kawaroe et al., 2010).

b. Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga

Komunitas mikroalga pada suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

(34)

15

mikroalga antara lain temperatur, kualitas dan kuantitas nutrien (unsur hara),

intensitas cahaya, derajat keasaman (pH), aerasi (sumber CO2), dan salinitas.

1. Temperatur

Temperatur optimal untuk kultivasi mikroalga antara 24-30oC, dan bisa

berbeda-beda bergantung lokasi, komposisi media yang digunakan serta jenis

mikroalga yang dikultivasi. Namun sebagian besar mikroalga dapat mentoleransi

temperatur antara 16-35oC. Temperatut di bawah 16oC dapat memperlambat

pertumbuhan dan temperatur diatas 35oC dapat renimbulkan kematian pada

beberapa spesies mikroalga. Sedangkan menurut Reynolds (1990), temperatur

optimal bagi pertumbuhan mikroalga adalah 25-40oC. Temperatur perairan di

Indonesia sangat mendukung pertumbuhan mikroalga yang dikultivasi pada

kolam-kolam budidaya.

2. Nutrien (Unsur Hara)

Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri dari mikronutrien dan

makronutrien. Makronutrien antara lain C, H, N, P, K, S, Mg dan Ca. Sedangkan

mikronutrien yang dibutuhkan antara lain adalah Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Bo, Vn, dan

Si. Di antara nutrien tersebut, N dan P sering menjadi faktor pembatas

pertumbuhan mikroalga.

Konsentrasi mikroalga yang dikultivasi secara umum lebih tinggi daripada yang di

alam, sehingga diperlukan penambahyangan nutrien untuk mencukupi kekurangan

(35)

16

Nitrat, Pospat, dan Silikat untuk memenuhi nutrien pada air laut (Lavens dan

Sorgeloos, 1996). Nutrien yang diberikan kepada mikroalga bergantung jenis

mikroalga dan kebutuhannya.

3. Intensitas Cahaya

Sama seperti layaknya semua tumbuhan, mikroalga juga melakukan proses

fotosintesis, yaitu mengasimilasi karbon anorganik untuk dikonversi menjadi

materi organik. Bersama dengan cahaya sebagai sumber energi yang sangat

berperan dalam proses fotosintesis pada alga. Oleh karena itu, intensitas cahaya

memegang peranan yang sangat penting, namun intensitas cahaya yang diperlukan

tiap-tiap alga untuk dapat tumbuh secara maksimum berbeda-beda.

Intensitas cahaya yang diperlukan bergantung volume kultivasi dan densitas

mikroalga. Makin tinggi densitas dan volume intensitas cahaya yang diperlukan

untuk kultivasi pada erlenmeyer adalah 1.000 lux, sedangkan untuk volume

kultivasi yang lebih besar diperlukan intensitas cahaya 5.000-10.000 lux

(Lavens dan Sorgeloos, 1996).

Sinar matahari di Indonesia mencukupi untuk kebutuhan kultivasi mikroalga.

Dengan kedalaman kolam 1 meter masih memungkinkan sinar matahari mencapai

dasar perairan. Bandingkan dengan kultivasi di negara-negara 4 musim, seperti

Eropa yang memiliki kedalaman kolam maksimal hanya 60 cm karena

(36)

17

4. Aerasi

Aerasi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya sedimentasi pada sistem kultivasi

mikroalga, selain itu juga untuk memastikan bahwa semua sel mikroalga

mendapat cahaya dan nutrisi yang sama dimanapun berada, untuk menghindari

stratifikasi suhu dan tercampurnya air dengan suhu berbeda, terutama pada

kultivasi di luar laboratorium, dan untuk meningkatan pertukaran cahaya antara

medium kultivasi dan udara. Udara merupakan sumber karbon untuk fotosintesis

dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Untuk kultivasi yang sangat padat, CO2

yang berasal dari udara (0,003% CO2) tidak mencukupi bagi pertumbuhan optimal

mikroalga, sehingga perlu ditambahkan dengan CO2 murni (rata-rata 1% dari

volume udara). Penambahan CO2 selanjutnya menjadi buffer pH sebagai hasil dari

kesetimbangan gas karbon dioksida (CO2 ) dan asam karbonat (HCO3). Gas CO2

yang masuk ke perairairan akan berubah bentuk menjadi asam karbonat (HCO3)

bergantung dari derajat keasaman (pH) air. Derajat keasaman yang optimum dapat

melarutkan CO2 adalah pada kisaran 6,5-9,5. Jika pH di bawah kisaran tersebut,

maka karbon dioksida tetap berbentuk CO2,artinya gas CO2 dapat cepat lepas ke

atmosfer, sehingga tidak terserap oleh mikroalga. Sebaliknya, apabila kondisi pH

di atas kisaran tersebut, maka CO2 menjadi bikarbonat yang tidak dapat diserap

oleh mikroalga. Perlu diperhatikan, bahwa tidak semua alga dapat mentoleransi

aerasi yang kuat karena proses pengadukan yang terlalu kencang dapat

(37)

18

5. Salinitas

Salinitas air adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap organisme air

dalam mempertahankan tekanan osmotik yang baik antara protoplasma organisme

dengan air sebagai lingkungan hidupnya. Mikroalga laut mempunyai toleransi

yang besar terhadap perubahan salinitas. Salinitas 20-24% merupakan salinitas

yang optimal (Lavens dan Sorgeloos, 1996).

6. Derajat Keasaman (pH)

Proses fotosintesis merupakan proses penyerapan karbon dioksida yang terlarut di

dalam air, dan berakibat penurunan CO2 terlarut dalam air. Penurunan ini akan

meningkatkan pH. Oleh karena itu, laju fotosintesis akan terbatas oleh penurunan

karbon, dalam hal ini adalah ketersediaan karbon dioksida (CO2), perubahan

bentuk karbon yang ada di perairan dan tingginya nilai pH (Talling, 1976 dalam

Reynolds,1990).

Menurut Boyd (1990), kesetimbangan karbonat akan bertindak sebagai buffer pH.

Dalam keadaan basa, ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan

melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga menjadi netral. Sebaliknya,

dalam keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisis bersifat basa,

sehingga keadaan kembali menjadi netral. Reaksi tersebut dapat dilihat pada

persamaan berikut :

HCO3 H+ + CO3

(38)

19

Rata-rata pH untuk kultivasi sebagian besar spesies mikroalga adalah pH 7 sampai

pH 9, dengan pH optimum berkisar antara pH 8,2 sampai pH 8,7 (Lavens dan

Sorgeloos, 1996).

c. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses yang ditujukan untuk membersihkan alat serta bahan

yang akan digunakan untuk isolasi maupun kultivasi mikroalga dari

mikroorganisme serta bahan kimia yang dapat menjadi kontaminan. Proses ini

meliputi strerilisasi wadah baru, wadah habis pakai dan sterilisasi pipet setelah

digunakan. Metode yang digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan yang

digunakan untuk isolasi serta kultivasi mikroalga adalah :

1. Autoclave

Autoclave adalah cara populer dan paling efektif untuk mensterilkan bahan-bahan

tahan panas dan biasanya digunakan untuk mensterilkan cairan. Tekanan uap yang

tinggi di dalamnya menghasilkan temperatur yang tinggi untuk sterilisasi

(± 121oC) tanpa mendidihkan cairan. Lama autoclave bergantung volume cairan

yang ingin disterilisasikan. Autoclave selama 10 menit pada suhu 12oC cukup

untuk mensterilkan tabung reaksi dengan diameter 18 mm, sedangkan waktu 1

(39)

20

2. Pemanas (Dry-Heat Sterilization)

Oven atau pemanas biasa digunakan untuk sterilisasi kering. Sterilisasi pemanasan

kering memerlukan suhu yang lebih tinggi serta waktu yang lebih lama

dibandingkan sterilisasi menggunakan autoclave. Metode yang sebaiknya

dilakukan menggunakan suhu hingga 250oC selama 3 sampai 5 jam, walaupun

untuk beberapa kasus memanaskan pada suhu 150oC selama 3 hingga 4 jam sudah

cukup.

3. Sterilisasi dengan Penyaringan

Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi) diperlukan untuk komponen yang tidak

tahan panas, misalnya vitamin, atau komponen cairan yang mudah menguap,

seperti pelarut organik dan sterilisasi media kultivasi. Filter mempunyai ukuran

pori kurang dari 0,2 mikron. Ini sangat penting mengingat virus dapat menerobos

filter tersebut. Ketika larutan (cairan) memiliki viskositas yang tinggi atau terdiri

dari partikel tersuspensi, pra penyaringan dengan filter berukuran 1 mikron sangat

diperlukan.

4. Mikrowave Oven Sterilization

Sterilisasi dengan mikrowave oven lebih cepat dibandingkan dengan steam atau sterilisasi kering. Panas yang dihasilkan oleh mikrowave terdiri dari 2 tipe, yaitu

(40)

21

dalam waktu kurang lebih 5 menit, bakteri dalam 8 menit dan jamur akan mati

dalam waktu 10 menit.

d. Pola Pertumbuhan Mikroalga

Pola pertumbuhan mikroalga pada sistem kultivasi terbagi menjadi 5 tahap, yaitu :

1. Fase Lag

Fase lag merupakan pertumbuhan fase awal dimana penambahan kelimpahan

mikroalga terjadi dalam jumlah sedikit.

2. Fase Eksponensial

Fase eksponensial merupakan tahapan pertumbuhan lanjut yang dialami

mikroalga setelah fase lag. Mikroalga yang dikultivasi akan mengalami

pertambahan biomassa secara cepat.

3. Fase Penurunan Pertumbuhan (Declining Growth)

Fase ini terjadi dengan indikasi pengurangan kecepatan pertumbuhan sampai

sama dengan fase awal pertumbuhan, yaitu kondisi yang stagnan dimana tidak

(41)

22

4. Fase Stasioner

Fase stasioner diindikasikan dengan adanya pertumbuhan mikroalga yang terjadi

secara konstan akibat dari keseimbangan katabolisme dan anabolisme di dalam

sel.

5. Fase Kematian

Fase kematian diindikasikan oleh kematian sel mikroalga yang terjadi karena

adanya perubahan kualitas air ke arah yang buruk, penurunan kandungan nutrien

dalam media kultivasi dan kemampuan metabolisme mikroalga yang menurun

akibat dari umur yang sudah tua.

e. Teknik Harvesting Mikroalga

Ada beberapa teknik yang digunakan pada proses pemanenan mikroalga atau

lebih dikenal sebagai harvesting. Teknik ini mencakup teknik mikrofiltrasi, pengendapan gravimetri, sentrifugasi, dan flokulasi (Shelef dan Sukenik, 1984).

Selain teknik tersebut, teknik lain yang digunakan untuk harvesting mikroalga adalah dengan ultrasonifikasi (Bosma, 2003). Penggunaan sentifuse sangat layak

digunakan jika kultivasi yang dilakukan pada skala laboratorium atau semi massal

(42)

23

E. Antioksidan

a. Pengertian Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal radikal bebas dan

merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini mampu

menonaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi, yaitu dengan cara antioksidan

membentuk radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat

menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang

sangat reaktif, sehingga dapat menghambat kerusakan sel (Winarsi, 2007).

Radikal bebas sebenarnya berasal dari molekul oksigen yang secara kimia

strukturnya berubah akibat dari aktifitas lingkungan. Aktifitas lingkungan yang

dapat memunculkan radikal bebas antara lain radiasi, polusi, merokok dan lain

sebagainya. Radikal bebas yang beredar dalam tubuh berusaha untuk merusak

elektron yang ada pada molekul lain dalam tubuh, seperti DNA dan sel. Hal ini

akan merusak sel dan DNA tersebut. Kerusakan yang ditimbulkan dapat

menyebabkan sel tersebut menjadi tidak stabil yang berpotensi menyebabkan

proses penuaan dan kanker. Oleh karena itu, diperlukan antioksidan sebagai

senyawa pendonor elektron kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga

aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi, 2007).

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal

bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel

normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan

(43)

24

terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat

menimbulkan stres oksidatif.

b. Sumber Antioksidan

Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan

alami dan antioksidan buatan (sintetik) :

1. Antiksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh secara alami yang sudah

ada pada bahan pangan, baik yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses

pengolahan maupun yang diisolasi dari sumber alami dan digunakan sebagai

bahan tambahan makanan. Contoh antioksidan alami antara lain: Vitamin A,

Vitamin C, Vitamin E, Polifenol, Glutation, asam ellagic, dan lain-lain.

2. Antioksidan Sintetis adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi

kimia dan telah diproduksi untuk tujuan komersial. Contoh antioksidan sintetis

antara lain: Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil

galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ), Tokoferol, dan lain-lain

(Dalimartha dan Soedibyo, 1999).

c. Analisis Antioksidan

Analisis voltammetri untuk studi sifat antioksidan dan penentuan aktivitas sangat

nyaman dan sensitif. Analisis komparatif aktivitas antioksidan seperti askorbat

dan asam sitrat, glukosa, senyawa larut air,dan beberapa produk makanan (ekstrak

teh hijau, cuka apel) dan farmasi (haemodesum, polyglucinum, Ringer solusi)

(44)

25

oksigen telah diteliti. Metode saat ini diketahui dari penetapan aktivitas

antioksidan terutama didasarkan pada penghambatan reaksi oksidasi dengan

antioksidan dan pencatatan sinyal kontrol dengan chemiluminescence,

kromatografi fasa gas, dan metode lainnya. Pendekatan yang efektif dan nyaman

untuk penentuan aktivitas antioksidan dengan merekam reduksi oksigen

elektrokimia pada elektroda film merkuri (atau elektroda gelas karbon).

Semua zat yang diteliti menunjukkan aktivitas antioksidan yang berbeda-beda.

Seperti yang diharapkan asam askorbat dan glukosa menunjukkan aktivitas

antioksidan lebih besar daripada antioksidan lain dalam kisaran konsentrasi yang

luas (hingga 5%) (Korotkova et al.,2001).

F. Vitamin A

Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin larut dalam lemak yang berperan

penting dalam pembentukan sistem penglihatan yang baik. Terdapat beberapa

senyawa yang digolongkan ke dalam kelompok vitamin A, antara lain : retinol,

retinil palmitat, dan retinil asetat. Akan tetapi, istilah vitamin A seringkali

merujuk pada senyawa retinol dibandingkan dengan senyawa lain karena senyawa

inilah yang paling banyak berperan aktif di dalam tubuh.Vitamin A banyak

ditemukan pada wortel, minyak ikan, susu, keju, dan hati.

Beta karoten, salah satu bentuk vitamin A, merupakan senyawa dengan aktivitas

antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas.Senyawa radikal bebas ini

banyak berasal dari reaksi oksidasi di dalam tubuh maupun dari polusi di

(45)

26

mencegah kerusakan pada materi genetik (DNA dan RNA) oleh radikal bebas

sehingga laju mutasi dapat ditekan.Penurunan laju mutasi ini akan berujung pada

penurunan risiko pembentukan sel kanker. Aktivitas antioksidan juga terkait erat

dengan pencegahan proses penuaan, terutama pada sel kulit. Vitamin A memiliki

2 bentuk aktif yang dapat dicerna tubuh, yaitu retinil palmitat dan beta karoten.

Retinil palmitat berasal dari makanan hewani, seperti daging sapi, hati ayam,ikan,

susu, dan keju. Beta karoten sendiri berasal makanan nabati, seperti bayam,

brokoli, dan wortel dan mikroalga (Lee et al.,1996).

Betakaroten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan

secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Beta karoten merupakan anggota

karoten, yang merupakan tetraterpena turunan dari isoprena dan memiliki rantai

karbon berjumlah 40. Di antara semua karoten, beta karoten dicirikan dengan

keberadaan cincin beta pada kedua ujung molekulnya. Penyerapan beta karoten

oleh tubuh meningkat dengan meningkatnya asupan lemak, karena karoten larut

oleh lemak.

β-Karoten adalah senyawa yang memberikan warna jingga pada wortel, labu, dan

ubi, dan merupakan senyawa karoten yang paling umum pada tumbuhan.

Isolasi beta karoten di dalam buah-buahan umumnya menggunakan metode

kromatografi kolom. Pemisahan beta karoten dari campuran dengan senyawa

karotenoid lainnya berdasarkan polaritasnya. Beta karoten bersifat non-polar,

sehingga dapat dipisahkan dengan pelarut non-polar seperti dimetisulfoksida

(46)

27

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2014 sampai dengan Juni 2015 di

Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Fakultas Matematika dan

Ilmu pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Laminar Air Flow,

aerator, alat-alat gelas merk pyrex (erlenmeyer 250 mL, erlenmeyer 200 mL,

erlenmeyer 1000 mL, erlenmeyer 2000 mL, gelas ukur 5 mL, pipet tetes, labu

ukur 25 mL, labu ukur 5 mL, gelas kimia, pipet volum), botol film ukuran 10 mL,

autoklaf (merk Tomy SX-700), lampu TL 40 Watt, sentrifugasi, mikroskop

cahaya, Haemocytometer, ultrasonik, freeze dryer (merk Scanvic), neraca analitik (merk Wiggen Housser), dan 1 set alat Potentiostat (eDAQ Pty Ltd) yang terdiri

dari elektroda kerja emas, elektroda referensi Ag/AgCl, elektroda bantu platina,

dan sel elektrokimia berukuran 2,5 mL.

Bahan – bahan yang digunakan adalah ekstrak mikroalga Dunaliella sp., standar

(47)

28

aquapure water, NaNO3 0,1 M , dimetil sulfoksida (DMSO), media Conwy (Tabel 1), formula logam renik (Tabel 2), tisu, dan alumunium foil.

Tabel 1. Formulasi media Conwy

No. Bahan Kimia Jumlah

1 NaNO3 / KNO3 11/116 gr

2 Na2EDTA 45 gr

3 FeCl3 1,3 gr

4 MnCl 0,36 gr

5 H2BO3 33,6 gr

6 NaH2PO4 20 gr

7 Trace Metal* 1 mL

8 Vitamin 1 mL

9 Akuades hingga 1 Liter

(Sumber: Pujiastuti dkk., 2010).

Tabel 2. Kandungan logam renik (cair) pada media Conwy

No. Bahan Kimia Berat Pelarut Volume

1 ZnCl2 2,1 gram Akuades Labu ukur 100 mL

2 CuSO4.5H2O 2,0 gram Akuades Labu ukur 100 mL

3 CoCl2.6H2O 2,0 gram Akuades Labu ukur 100 mL

4 (NH4)6.Mo7O24.4H2O 0,9 gram Akuades Labu ukur 100 mL

(48)

29

C. Metode Penelitian

a. Kultivasi Mikroalga

Mikroalga Dunaliella sp. diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengamati

fase pertumbuhan mikroalga Dunaliela sp. dengan menggunakan media kultur Conwy.

Tahapan awal penelitian dilakukan dengan mensterilisasi alat dan media kultur

yang digunakan. Sterilisasi alat dilakukan dengan autoclave dengan temperatur

121oC pada tekanan 2 atm selama 20 menit. Mikroalga dikultur pada skala

laboratorium (indoor ) dalam erlenmeyer 250 mL, 500 mL, 1000 mL dan

2000 mL. Perbandingan volum kultur mikroalga dan air laut adalah 1:4. Media

kultur yang akan digunakan berupa media cair berformula Conwy. Media kultur

diberikan pada volum yang sama dengan rasio media kultur dan air laut kultur

adalah 1:1000.

b. Menghitung Kepadatan Mikroalga

Alat yang digunakan untuk mengetahui jumlah sel yang terdapat dalam suatu

suspensi disebut dengan Counting Chamber. Perhitungan sel pada mikroalga

Dunaliella sp. ini menggunakan Hemocytometer. Perhitungan sel dilakukan dari hari ke-0 sampai dengan hari ke 16. Karena pada rentang itu diharapkan untuk

(49)

30

fase penurunan pertumbuhan (Declining Growth), fase stasioner dan fase kematian (Kawaroe, 2010).

Pada mikroalga Dunaliella sp., dengan media Conwy, ada 2 cara untuk menghitung sel dengan Haemocytometer, yaitu :

Cara I : adalah dengan pengenceran, yaitu 10 µL mikroalga Dunaliella sp. ditambah dengan 90 µL air laut dan 20 µL metanol.

Cara II : 80 µ L mikroalga Dunaliella sp. ditambah dengan 20 µL metanol.

Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan

menghitung jumlah mikroalga dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang

digunakan adalah Haemocytometer yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Alat Haemocytometer

Cara kerja menggunakan Haemocytometer, yaitu :

(50)

31

2. Cover glass diletakkan di atas alat hitung.

3. Dibuat campuran 80 µl kultur dan 20 µl metanol. Didiamkan selama 15 - 30

menit. Kemudian diteteskanpada parit kaca pada alat hitung. Suspensi sel akan

menyebar karena daya kapilaritas.

4. Dibiarkan sejenak sehingga sel diam di tempat

5. Diletakkan alat hitung pada meja benda

6. Diatur fokusnya pada perbesaran 40x10.

7. Sampel dihitung sebanyak 5 kotak sedang.

c. Pemanenan

Pemanenan mikroalga dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan

tujuan memperoleh biomassa mikroalga secara optimal. Beberapa teknik yang

populer dilakukan adalah penyaringan, flokulasi, dan sentrifugasi. Pemanenan

dengan cara sentrifugasi dipilih sebagai cara pemanenan untuk mikroalga

Dunaliella sp. Pemanenan dilakukan pada fase stasioner, karena pada fase ini pertumbuhan mikroalga terjadi secara konstan akibat dari keseimbangan

katabolisme dan anabolisme di dalam sel (Kawaroe, 2010). Pada keadaan tersebut

sel akan saling berebut untuk mendapatkan makanan dan berlomba-lomba

mengeluarkan zat antibiotik untuk saling membunuh. Sehingga pada fase ini

(51)

32

ke 10. Pemanenan dengan cara sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 85.000 rpm

selama 10 menit.

d. Freeze Drying

Dalam sintesis kimia, produk sering dikeringkan dengan tujuan produk menjadi

lebih stabil, atau mudah larut dalam pelarut yang digunakan. Dunaliella sp. hasil sentrifugasi di freeze dry sampai mendapatkan bubuk kering dari mikroalga

Dunaliella sp. Freeze dry dilakukanselama 9 jam pada suhu -106 oC sampai suhu -108oC. Selanjutnya hasil freeze dry akan diekstraksi dan dianalisis menggunakan teknik voltammetri.

e. Ekstraksi

Ekstraksi Dunaliella sp. menggunakan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) yang kemudian diultrasonik. Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan

gelombang ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari

16-20 kHz (Suslick, 1988). Ultrasonik bersifat non-destructive dan

non-invasive,sehingga dapat dengan mudah diadaptasikan ke berbagai aplikasi (McClements, 1995).

Bubuk Dunaliella sp. hasil freeze dry dilarutkan dengan menggunakan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) , mengingat ß-karoten dalam mikroalga Dunaliella sp. bersifat nonpolar sehingga dipilih DMSO yang merupakan pelarut bersifat

(52)

33

kemudian hasil ekstraksi disaring. Filtrat hasil penyaringan digunakan untuk

dianalisis menggunakan voltammetri linier.

f. Persiapan Alat Voltammetri

1. Elektrolit Pendukung

Padatan NaNO3 ditimbang sebanyak 0,85 gram kemudian diencerkan dengan

aquapure dalam labu ukur 25 mL dan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan NaNO3 0,4 M yang digunakan sebagai larutan elektrolit pendukung.

2. Pembuatan Larutan Blangko

Larutan dimetil sulfoksida (DMSO) dipipet sebanyak 2 mL kemudian ditambah

dengan elektrolit pendukung 0,5 mL NaNO3 0,4 M dan dihomogenkan sehingga

diperoleh larutan blangko.

3. Larutan Kerja ß-karoten

Padatan ß-karoten (Mr = 536,85 mol/gram) ditimbang sebanyak 0,0671 gram

kemudian dilarutkan dalam DMSO dalam labu ukur 25 mL dan dihomogenkan

sehingga diperoleh larutan stok ß-karoten 5 mM. Selanjutnya dibuat larutan kerja

karoten dari larutan stok 5 mM dengan cara pengenceran. Larutan kerja

ß-karoten yang digunakan untuk analisis adalah konsentrasi 1 mM, 2 mM, 2,5 mM,

(53)

34

4. Preparasi

Biomassa Dunaliella sp. ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dilarutkan dengan DMSO dan diekstraksi menggunakan metode ultrasonik. Kemudian hasil

ekstraksi disaring dan filtrat hasil penyaringan digunakan untuk dianalisis

menggunakan voltammetri linier sweep.

5. Voltammetri

Pada penelitian ini digunakan alat voltammetri (eDaQ Potentiostat). Alat

voltammetri dilengkapi dengan sambungan USB yang dapat terhubung pada

laptop untuk melihat grafik oksidasi dan reduksi. Alat ini juga dilengkapi dengan

tiga elektroda, diantaranya elektroda kerja emas, elektroda bantu platina dan

elektroda reference perak perak klorida. Digunakan sel elektrokimia bervolum 2,5 mL untuk larutan kerja yang akan diuji aktivitas antioksidannya.

6. Kondisi Pengukuran

Ada dua kondisi pengukuran pada penelitian ini, yaitu kondisi 1 dan kondisi 2.

(54)

35

Tabel 3. Kondisi pengukuran 1 (reaksi oksidasi β–karoten) dan kondisi pengukuran 2 (reaksi reduksi oksigen)

Kondisi 1 Kondisi 2

Disusun sel elektrokimia yang terdiri dari tiga elektroda yaitu elektroda

pembanding (Ag/AgCl), elektroda kerja (Au) dan elektroda bantu yaitu Platina.

Dihubungkan elektroda pembanding / elektroda kerja / elektroda bantu pada

konektor potensiostat yang sesuai, yaitu elektroda kerja dihubungkan pada kabel

berwarna hijau, elektroda pembanding dihubungkan pada kabel berwarna kuning,

dan elektroda bantu yaitu Platina dihubungkan pada kabel berwarna merah.

Dihidupkan potensiostat dan komputer yang terhubung dengan alat tersebut serta

dijalankan software yang mengontrol proses analisis voltammetri.

Langkah pertama dalam penelitian ini adalah dilakukan pemindaian pada kondisi

1 untuk oksidasi larutan blangko dan larutan kerja ß-karoten serta hasil ekstraksi

mikroalga Dunaliella sp.Kemudian pemindaian kondisi 2 untuk reduksi pada larutan blangko dan larutan kerja ß-karoten serta hasil ekstraksi mikroalga

(55)

36

pada pemindaian kondisi 1 yang pertama dan pemindaian kondisi 1 yang kedua

dihasilkan nilai arus yang berbeda. Larutan pertama dalam proses ini adalah

larutan blangko yaitu pelarut DMSO 2 mL dimasukkan ke dalam sel elektrokimia

dan ditambahkan elektrolit pendukung NaNO3 sebanyak 0,5 mL.

Pada larutan blangko akan dihasilkan arus oksidasi yang dinyatakan sebagai nilai

arus residual (Ires). Kemudian perlakuan yang sama dilakukan pada larutan kerja

ß-karoten dan diberi penambahan 0,5 mL elektrolit pendukung NaNO3. Pada

larutan standar ß-karoten yang memiliki konsentrasi tertinggi akan dihasilkan arus

yang dinyatakan sebagai nilai arus tertinggi (Ior). Kemudian hasil ekstraksi

mikroalga Dunaliella sp. memiliki perlakuan yang sama dengan blangko dan larutan kerja ß-karoten dan diharapkan dihasilkan data analisis berupa arus

oksidasi ß-karoten pada larutan kerja dan hasil ekstraksi mikroalga Dunaliella sp. serta arus reduksi.

8. Validasi Metode

a. Linieritas

Linieritas ditentukan dengan pengukuran 4 larutan standar ß-karoten dan larutan

blangko. Larutan standar diurutkan dari konsentrasi terendah sampai konsentrasi

tertingi. Masing-masing larutan standar yaitu konsentrasi 1 mM, 2 mM, 2,5 mM,

dan 3 mM dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali. Catat arus oksidasi ß-karoten

(56)

37

pengukuran larutan standar tersebut dan ditentukan koefisien regresi, kurva

konsentrasi antioksidan dan terhadap respon arus.

b. Presisi

Presisi ditentukan dengan menganalisis larutan sampel yang sama pada hari yang

sama. Larutan sampel dibagi menjadi 3 bagian. Masing-masing larutan sampel

dianalisis sebanyak satu kali. Dibuat grafik antara arus hasil pengukuran dan

konsentrasi ß-karoten. Kemudian tentukan rata-rata (mean), simpangan baku (SD) dan persen relatif simpangan baku (%RSD) yang ditentukan sebagai persentase

dari rata-rata.

c. Akurasi

Akurasi ditentukan dengan dengan menambahkan standar β-karoten 13 mM pada sampel ekstrak mikroalga Dunaliella sp.(spiking). Selanjutnya sampel ekstrak

Dunaliella sp.yang sudah ditambahkan standar β-karoten dianalisis menggunakan teknik linier sweep voltammetry. Kemudian arus hasil pengukuran diplot ke grafik dan dilakukan perhitungan %perolehan kembali.

d. Batas Deteksi

Batas deteksi ditentukan dengan pengukuran larutan blangko. Larutan sampel

blangko terdiri dari larutan DMSO 2 mL dan elektrolit pendukung NaNO3

(57)

38

Kemudian plot arus hasil pengukuran. Hitung simpangan baku (SD) hasil

(58)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik simpulan sebagai

berikut :

1. Parameter uji linieritas, presisi dan akurasi untuk validasi metode analisis potensi

antioksidan pada β-karoten dari mikroalga Dunaliella sp. dengan teknik linier sweepvoltammetyr menunjukan hasil yang baik.

2. Limit deteksi yang dihasilkan untuk β-karoten adalah 0,604 mM. 3. Nilai koefisien aktivitas dari β-karoten yang diperoleh adalah 0,333.

B. Saran

Hal yang disarankan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Abd El-Baky, H. H., F. K. El-Baz., and G. S. El-Baroty. 2007. Production of Caretonoids from Marine Microalgae and its Evaluation as Safe Food Colorant and Lowering Cholesterol Agent. Am-Euras Journal Argiculture and Environment Science.

Abidin, D. dan F. Rondonuwu. 2009. Mikroalga Unik Dunaliella sp. Penghasil Agen

Antioksidan β–karoten pada Kondisi Stres. Seminar Nasional Farmasi. Semarang. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut. 2012. Lampung.

AOAC., 2002. Official Methods of Analysis of AOAC International. AOAC International. USA.

Balazs, Z. Chiba., P.R. Lewis., N.Nelson., and G.A, Steward.1999. Mediated

Electrochemical Oxidation of Organic Wastes Using a Co(III) Mediator in a Neutral Electrolyte, US, Pat 5,911,350 . The Regents of University of California, Oakland. Ben-Amotz , A. 1999. Dunaliella ß-carotene : from science to commerce. In : Seckbach J

(ed) Eigmatic microorganisms and life in extreme enviroments. Kluwer. Netherlands. Bosma, R., A. Wim, T. Johannes and H. Rene. 2003. Ultrasound a New Separation

Technique to Harvest Mikroalgae. Journal of Applied Technology. 15 : 143-153. Boyd, C. E. 1990. WaterQuality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment

Station. Auburn University. Auburn AL.

Burns, D.T., A.Townshend., and A. H.Carter. 1981. Inorganic Reaction Chemistry, Vol 2 Part B: a Source Book, Ellis Harwood Ltd., West Sussex-Englan.

Dalimartha, S. dan M. Soedibyo. 1999. Awet Muda dengan Tumbuhan Obat dan Diet Supleme. Trubus Agriwidya. Jakarta

EMEA., 1995. The European Agency for the Evaluation of Medicinal Products.. ICH Topic Q 2 B. Validation of Analytical Procedures:

(60)

55

Eurachem., 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods: A Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics (2nd edition). Europe.

Ferguson, J. D., A. R. Yoder., A. W Weimer and S. M. George. 2004. TiO2 atomiclayer

deposition on ZrO2 particels using alternating exposures of TiCl4 and H2O. Applied Surface Science.

Garfield, F. G., E. Klesta., and J. Hirsch. 2000. Quality Assurance Principles for Analytical Laboratories. AOAC International, USA.

Huber, L. 2001. Validation of Analytical Methods. Diakses pada tanggal 11 Juli 2014 pukul 19.02 WIB. www.labcompliance.com.

International Conference on Harmonization. 1996. Validation of Analytical Procedures and Methodology. Diakses pada tanggal 12 Juli 2014 pukul 18.55 WIB. www.ich.org Kawaroe, M., T. Prartono., A. Sunuddin, D.W. Sari., dan D. Augustine. 2010. Mikroalga

Potensi dan Pemanfaatan untuk Produksi Bio Bahan Bakar. IPB Press. Bogor.

Korotkova, E.I., Y. A. Karbanov., and A. V. Shevchuk. 2002. Study of Antioxidant Properties by Voltammetri. Journal of Electronical Chemistry.

Lavens, P. and P.Sorgeloos. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No.361. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Roma.

Lee, Rd., C. F. Thomas., R. G. Marietta., and W. S. Stark. 1996. Vitamin A, visual pigments, and visual receptors in Drosophila. Microscopy Research Tech 35(6):418-430 Lovric, S. K. 2010. Electrolytes Chapter III. Rudjer Boskovic Institute. Croatia.

McClements, D.J. 1995. Advances in The Application of Ultrasound in Food Analysis and rocessing. Trends Food Sci. Techn. 6, 293-299.

Mercadante, A.Z., A. Steck.,and H. Pfander. 1999. Carotenoids from Guava (Psidium guajava L): Isolation and Structure Elucidation. J. Agric. Food Chem. 47 (1): 145– 151.

Monk, P.M.S .2001. Fundamentals of Electroanalytical Chemistry. John Wiley & Sons Ltd. Chichester.156-166.

Nielsen, S. S. 2003. Introduction to Food Analysis. Di dalam Nielsen, S. S. (ed.). Food Analysis 3rd ed. Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York.

Nurhadi, A. 2012. Materi Pelatihan Validasi Metode Uji. Unila. Bandar Lampung.

(61)

56

Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. 2003.

Fitonutrisi Bisa Menjadi Pelindung Radikal Bebas. Jakarta.

Pujiastuti, A., M. Mohaemin., dan H. Wijayanti. 2010. Pertumbuhan Tetraselmis sp. di Media Kultur Berbeda dengan Penambahan Pb2+. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan.

Samuel, P. 1998. Kounaves Voltametric Techniques Tufts . University Department Of Chemistry,Chapter 37.

Shelef, G., and M. Sukenik. 1984. MikroalgaeHarvesting and Processing : A Literatur Review. Technion Research and Development Foundation ltd. Haifa. Israel

Skoog, D., M. Donald., F.West., and H.James.1996. Fundamentals of Analytical Chemistry. Sevent Edt., Saunders College Publishing.

Suslick, K. S. 1988. Ultrasounds: Its Chemical, Physical and Biological Effects. VHC Publishers. New York.

Takagi, M., Karseno, and Y. Toshiomi. 2006. Effect of Salt Concertation on Intracellular Accumulation of Lipids and Triacylglyceride in Marine Microalga Dunaliella Cells. Journal of Bioscience and Bioengineering. Vol. 101, No.3. The Society for

Biotechnology. Japan.

Tan,Y.S.,and R.D. Webster. 2010. Electrochemistry of Vitamin A. Journal of Mathematical Sciences Chemistry and Biological Chemistry.

Wang, J. 2001. Sensitive Electroalanysis Using Solid Electrodes. Chem. Ed. 59(8) : 691-692 hlm.

Gambar

Gambar 1. Sel Voltammetri, W: Elektroda kerja, R : Elektroda pembanding, A :
Gambar 2.  Kurva voltamogram dari elektrode kimia reversibel, memiliki puncak arus katoda dan puncak arus anoda
Gambar 3. Peningkatan linear potensial vs waktu (Andrienko, 2008).
Tabel 2. Kandungan logam renik (cair) pada media Conwy
+3

Referensi

Dokumen terkait