• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR SPRAGUE

DAWLEY DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Oleh FITRI LIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF GRANTING JENGKOL SEED EXTRACT (Pithecellobium lobatum Benth.) TO TOTAL BLOOD CHOLESTEROL

LEVELS OF WHITE RATS (Rattus novergicus) SPRAGUE DAWLEY FURROW ALLOXAN INDUCED DIABETES

BY

FITRI LIANI

Jengkol seed (Pithecellobium lobatum Benth.) herbal medicine is use as medicine to lower blood sugar levels. Jengkol seed has include antioxidant it can to lower total cholesterol lever in white rats alloxan induced diabetic. This research purpose to prove whether there is a effect of the granting seed extract jengkol to total cholesterol levels of diabetic rats in various doses for 14 days.

An eksperimental research with Post Test Only Control Group Design. Total sampels 25 rats were randomly divided into 5 groups. Negative control group were fed a standard, positive control induced alloxan and fed standard while the P1, P2, P3 and alloxan induced jengkol seed with successive doses of 600,900 and 1200 mg/ kgbb orally for 14 days. Scoring target is a decreasein total cholesterol levels.

The average of total cholesterol levels in the groups of K-,K+ P1, P2, and P3 succesively are 59; 59.8; 69.4; 56.6 and 56.6 mg/dl. The analysis by Kruskal wallis show no signifficant difference (p=0,794). There was no signifficant difference to total cholesterol levels of alloxan-induced diabetic rats and jengkol seed extract fit increase in doses.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR SPRAGUE

DAWLEY DIABETES YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Oleh

FITRI LIANI

Biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) obat herbal yang digunakan sebagai obat menurunkan kadar gula darah. Biji jengkol memiliki kandungan antioksidan yang dapat menurunkan kadar koleserol total pada tikus yang diabetes diinduksi aloksan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah ada pengaruh pemberian ekstrak biji jengkol terhadap kadar kolesterol total tikus diabetes dalam berbagai dosis selama 14 hari.

Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Jumlah sampel 25 ekor tikus dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif diberi pakan standar, kontrol positif diinduksi aloksan dan diberi pakan standar sedangkan kelompok P1, P2, P3diinduksi aloksan dan diberi biji jengkol dengan dosis berturut-turut 600,900 dan 1200 mg/ kgbb secara oral selama 14 hari. Sasaran penilaian adalah penurunan kadar kolesterol total.

Rerata kadar kolestrol total pada kelompok K-,K+ P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 59; 59.8; 69.4; 56.6 dan 56.6 mg/dl. Analisis dengan Kruskal wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna bermakna (p=0,794). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kolesterol total tikus diabetes yang diinduki aloksan dan diberi ekstrak biji jengkol sesuai peningkatan dosis.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Teori ... 6

F. Kerangka Konsep ... 7

G.Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A.Diabetes Melitus ... 8

B.Lipid ... 13

C.Apolipoprotein dan Lipoprotein ... 17

D.Metabolisme Lipid ... 20

E. Metabolisme Kolesterol ... 22

F. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 23

(8)

B.Tempat dan Waktu ... 29

C.Populasi dan Sampel ... 30

1. Populasi Penelitian ... 30

2. Sampel Penelitian ... 30

D.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 32

1. Kriteria Inklusi ... 32

2. Kriteria Eksklusi ... 32

E. Alat dan Bahan Penelitian ... 32

1. Alat Penelitian ... 32

2. Bahan Penelitian ... 33

F. Prosedur Penelitian ... 34

1. Prosedur Pembuatan Ekstrak Etanol Biji Jengkol ... 34

2. Prosedur Penelitian ... 35

3. Pengambilan Sampel Darah ... 36

4. Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total ... 37

G.Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 40

1. Identifikasi variabel ... 40

2. Definisi operasional variabel ... 40

H.Analisis Data ... 41

I. Etika Penelitian ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 52

B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) ... 22

2. Kerangka teori ... 27

3. Kerangka konsep ... 28

4. Reaksi yang terjadi pada pemeriksaan kadar kolesterol ... 38

5. Ilustrasi Prosedur Penelitian ... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi etiologis DM ... 8

2. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Biji Jengkol ... 24

3. Definisi operasional ... 40

(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Asia khususnya di Indonesia, terutama di kota-kota besar terjadi adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke

arah barat yang berakibat pada pola makan dan hidup masyarakat yang kurang baik yaitu: makanan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol. Makanan yang banyak di gemari ini akan berdampak terhadap

meningkatnya risiko berbagai penyakit metabolik. Beberapa jenis penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit metabolik seperti

Diabetes Melitus (DM), jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, dan sebagainya (Sudoyo dkk., 2007).

Di antara penyakit metabolik, DM adalah salah satu diantara penyakit

tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Hal ini diduga karena perubahan pola makan masyarakat yang lebih banyak mengonsumsi makanan yang mengandung protein, lemak, gula, garam,

(12)

International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun menderita DM.

Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian.

Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 % meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada tahun 2030 diperkirakan DM menempati

urutan ke-7 penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan memiliki penyandang DM (diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa (DepKes RI, 2012).

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin (WHO, 2011). Diabetes juga disebut diabetes melitus adalah suatu kondisi di mana

tubuh mengalami kesulitan mengelola tingkat gula (glukosa) dalam darah. Penyebab ini karena gula darah terlalu tinggi. Diabetes dapat

(13)

Pada diabetes, kadar kolesterol plasma biasanya meningkat, dan ini

memegang peranan dalam mempercepat terjadinya penyakit aterosklerosis vaskuler yang merupakan komplikasi utama jangka panjang diabetes pada

manusia. Pada diabetes berat, sintesis kolesterol menurun dan meningkatkan defisiensi protein yang melemahkan badan sehingga dapat mengakibatkan kematian (Ganong, 2003).

Diabetes Mellitus diterapi dengan pemberian obat-obat oral antidiabetik

(OAD), atau dengan suntikan insulin bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat) (PERKENI, 2011). Obat antidiabetes oral kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan, sehingga para

ahli mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes mellitus yang relatif aman (Agoes, 1991).

Obat tradisional memiliki beragam kelebihan yaitu mudah diperoleh, harga murah, bahkan umumnya gratis karena dapat ditanam sendiri dan efek

samping yang relatif kecil. Secara tradisional, banyak tanaman yang berkhasiat menurunkan kadar gula darah, tetapi penggunaan tanaman obat

tersebut kadang hanya berdasarkan pengalaman atau secara empiris saja, belum didukung oleh adanya penelitian untuk uji klinis dan farmakologinya. Salah satu tanaman obat yang berkhasiat untuk menurunkan kadar glukosa

(14)

jengkol mempunyai efek sebagai antioksidan karena kandungan senyawa

kimia yang dimiliki pada biji, kulit batang, dan daun jengkol adalah saponin, flavonoid, dan tanin (Hutapea, 1994).

Antioksidan dapat menurunkan kolesterol total yang berpotensi menyumbat pembuluh darah. Antioksidan akan mencegah kerusakan sel-sel atau jaringan pembuluh darah (Sargowo,2005). Antioksidan tesebut bisa didapat dari

flavonoid yang terkandung di dalam biji jengkol. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian mengenai pengaruh

pemberian ekstrak biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar kolestrol total dalam darah yang diakibatkan oleh penyakit diabetes pada tikus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah adalah :

- Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak biji jengkol

(Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar kolesterol total

(15)

C. Tujuan Penelitian

 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

ekstrak biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar kolesterol total dalam darah tikus diabetes.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terkait

antara lain :

1. Bagi penulis, dapat mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji jengkol

terhadap penurunan kadar kolesterol total pada darah tikus diabetes.

2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi

untuk penelitian selanjutnya.

(16)

A. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Teori

Bagan 1. Kerangka Teori Eksrak Biji Jengkol

(Pithecellobium lobatum Benth.)

Aloksan

Scavenger radikal bebas

sekresi insulin 

Lipolisis 

Kolesterol  Flavonoid

Saponin

Eksresi kolesterol  Berikatan dengan asam empedu

Absorpsi kolesterol 

Kadar kolesterol Menurun Berikatan dengan

(17)

2. Kerangka Konsep

Bagan 2. Kerangka konsep B. Hipotesis

Berdasarkan penjelasasn di atas dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H0 : tidak ada pengaruh antara pemberian ekstrak biji jengkol (Pithecellobium

lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar kolesterol total dalam darah tikus diabetes.

Ha : ada pengaruh antara pemberian ekstrak biji jengkol (Pithecellobium

lobatum Benth.) terhadap penurunan kadar kolesterol total dalam darah tikus diabetes.

Ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) Dosis I (600 mg/kgbb)

Dosis II (900 mg/kgbb) Dosis III (1.200 mg/kgbb)

Tikus yang di induksi aloksan Tikus yang diberi diet standar

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus 1. Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kondisi yang mengakibatkan meningkatnya kadar gula di dalam darah. Diabetes merupakan suatu kelainan reaksi kimia dalam hal pemanfaatan yang tepat atas

karbohidrat, lemak dan protein dari makanan, karena tidak cukupnya pengeluaran atau kurangnya insulin. Dengan kata lain, diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan beberapa makanan karena

kekurangan produk insulin (Ramaiah, 2007).

Diabetes Melitus mempunyai sindroma klinik yang ditandai adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa

darah atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postprandial ≥ 200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl

(19)

2. Klasifikasi dan Etiologi

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi sebagai berikut (PERKENI,2011):

a) Diabetes melitus tipe 1

Terjadi destruksi sel β pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut akibat proses imunologik maupun idiopatik.

b) Diabetes melitus tipe 2

Penyebab spesifik dari tipe diabetes ini masih belum diketahui, terjadi

gangguan kerja insulin dan sekresi insulin, bisa predominan gangguan sekresi insulin ataupun predominan resistensi insulin.

c) Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lainnya disebabkan oleh berbagai macam penyebab lainnya seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena

obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

d) Diabetes melitus gestational

Diabetes melitus gestational yaitu diabetes yang terjadi pada

(20)

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM (Sumber : PERKENI, 2011)

KLASIFIKASI ETIOLOGI

Tipe 1 Destruksi sel beta, umunya menjurus ke defisiensi insulin absolut

 Autoimun

 Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta

 Defek genetik pada kerja insulin

 Penyakit eksokrin pankreas

 Endokrinopati

 Karena obat atau zat kimia

 Infeksi

 Sebab imunologi yang jarang

 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes melitus

gestasional

3. Patofisiologi Diabetes Melitus (DM)

Metabolisme glukosa didalam tubuh dipengaruhi oleh hormon insulin. Hormon insulin merupakan protein kecil dengan berat

molekul 5700 yang terdiri atas 2 rantai polipeptida, A dan B yang saling berhubungan melalui dua jembatan disulfida. Insulin disintesis

(21)

tidak aktif (yang disebut proinsulin). Zat ini disimpan dalam granula

sel-sel dari jaringan pulau Langerhans sampai datangnya isyarat

untuk sekresi, yang kemudian proinsulin diubah menjadi insulin aktif (Lehninger, 1982).

Pulau-pulau Langerhans merupakan suatu kumpulan sel-sel endokrin

yang mensekresikan 2 hormon secara langsung ke dalam sistem sirkulasi. Masing masing pulau mempunyai populasi sel-sel alfa, yang mensekresikan hormon peptida glukagon dan populasi sel-sel

yang mensekresikan hormon insulin. Insulin dan glukagon adalah

hormon yang bekerja secara antagonis dalam mengatur glukosa dalam darah. Hal ini merupakan suatu fungsi bioenergetik dan

homeostasis yang sangat penting, karena glukosa merupakan bahan utama untuk respirasi seluler dan sumber kunci kerangka karbon untuk sintesis senyawa organik lainnya. Keseimbangan metabolisme

tergantung pada pemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan titik pasang, yaitu sekitar 90mg/100ml pada manusia.

Ketika glukosa darah melebihi kadar tersebut insulin dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi glukosa. Ketika glukosa darah turun di bawah titik pasang, glukagon meningkatkan konsentrasi glukosa

(22)

jumlah relatif insulin dan glukagon yang disekresikan oleh sel-sel

pulau Langerhans (Campbell, 2004).

Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa melintasi membran sel. Begitu glukosa telah masuk sel, maka glukosa akan segera

difosforilasi untuk menjaganya keluar tanpa kontrol. Glukosa dimetabolisasi atau diubah menjadi glikogen untuk disimpan dalam

otot, sedangkan dalam sel hati, insulin meningkatkan penyimpanan energi melalui stimulasi glikogenesis dan lipogenesis (Soewolo 2000).

Glukosa agak menyimpang ketika mekanisme homeostasis, terdapat konsekuensi yang serius diabetes melitus, kemungkinan merupakan

gangguan endokrin yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau hilangnya respon terhadap insulin pada jaringan target. Kondisi ini

menyebabkan kadar glukosa darah menjadi tinggi, sehingga ginjal penderita diabetes mensekresikan glukosa. Defisiensi insulin juga

menyebabkan glukosa menjadi tidak tersedia bagi sebagian besar sel tubuh sebagai sumber bahan bakar utama maka lemak harus berfungsi sebagai substrat utama untuk respirasi seluler (Campbell,

(23)

Menurut Susilowati (2006), kadar glikogen yang tinggi dan kadar

insulin yang rendah menyebabkan terjadi penguraian protein otot, hingga dihasilkan asam amino yang digunakan oleh hati untuk

glukoneogenesis, untuk memfasilitasi penggunaan asam amino dan sintesis lipid, dengan demikian pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa meningkat, sehingga meningkatkan kadar asam lemak dalam

darah. Asam lemak akan digunakan sel otot sebagai sumber energi alternatif. Glikogen yang tersimpan dalam hati dan otot dibongkar,

protein otot diurai dan asam amino digunakan untuk glukoneogenesis dalam hati dan simpanan trigleserida dalam jaringan adiposa diurai. Defisiensi insulin dapat menyebabkan hiperglikemia yang berbahaya,

glikosuria (glukosa keluar bersama kencing) mengurangi kemampuan metabolisme karbohidrat atau konveksi karbohidrat menjadi lemak, dan kehilangan protein yang dibongkar untuk energi pengganti

glukosa (Soewolo, 2000).

B. Lipid 1. Lipid

Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen, meliputi lemak, minyak, steroid, malam (wax), dan senyawa terkait, yang berkaitan lebih karena

(24)

misalnya eter dan kloroform. Senyawa ini merupakan konstituen

makanan yang penting tidak saja karena nilai energinya yang tinggi, tetapi juga karena vitamin larut-lemak dan asam esensial yang

terkandung di dalam lemak makanan alami. Lemak disimpan di dalam jaringan adiposa, tempat senyawa ini juga berfungsi sebagai insulator panas di jaringan subkutan dan di sekitar organ tertentu. Lipid

nonpolar berfungsi sebagai insulator listrik, dan memungkinkan penjalaran gelombang depolarisasi di sepanjang saraf bermielin.

Kombinasi lipid dan protein (lipoprotein) adalah konstituen sel yang penting, yang terdapat baik di membran sel maupun di mitokondria, dan juga berfungsi sebagai alat pengangkut lipid dalam darah (Robert

K Murray. et al. 2009).

2. Jenis lipid

Lipid yang penting di dalam tubuh, bagaimana mereka diangkut dan

dimetabolisme dijelaskan sebagai berikut :

a. Trigliserida

Trigliserida merupakan simpanan lipid yang utama pada manusia dan merupakan sekitar 95% jaringan lemak tubuh. Di dalam plasma, trigliserida terdapat dalam berbagai konsentrasi di

(25)

kepadatan (densitas) dari lipoprotein. Pembawa utama trigliserida

dalam plasma adalah kilomikron dan VLDL (Widiastuti, 2003).

b. Kolesterol

Menurut Povey (2002) fungsi utama kolesterol yaitu menyediakan komponen esensial membran setiap sel tubuh, digunakan untuk membantu empedu yang berperan penting pada proses pencernaan

makanan berlemak, membentuk penghambat produksi hormon yang utama dalam kehidupan, merupakan salah satu bahan yang

diperlukan oleh tubuh untuk membuat vitamin D, dan membantu melapisi saraf dan menyediakan suatu zat anti air pada permukaan arteri. Kolesterol ialah molekul yang ditemukan dalam sel, sejenis

lipid yang merupakan molekul lemak atau yang menyerupainya. Kolesterol ialah jenis khusus lipid yang disebut steroid. Steroid ialah lipid yang memiliki struktur kimia khusus yang terdiri atas 4

cincin atom karbon. Tekstur kolesterol lembut dan berlilin, dengan konsistensi seperti tetesan lilin panas. Warna putih kehijauan,

substansi berlemak, merupakan bagian terbesar yang dibentuk oleh tubuh di hati. Sekitar dua pertiga kolesterol tubuh diproduksi

dengan cara ini menggunakan substansi yang diperoleh dari lemak pada makanan kita, sehingga makin banyak lemak yang kita makan, hati makin terpacu untuk mensintesis lebih banyak

(26)

sebagai hasil dari lemak yang kita makan. Dalam tubuh manusia

kolesterol terdapat dalam bentuk bebas (tidak teresterifikasi) dan dalam bentuk kolesterol ester (teresterifikasi). Dalam keadaan

normal sekitar dua pertiga kolesterol total plasma terdapat dalam bentuk ester. Sekitar 60-75% kolesterol diangkut oleh LDL dan dalam jumlah sedikit tetapi sangat bermakna (15-25%) diangkut

oleh HDL (Widiastuti, 2003).

Kolesterol adalah lemak yang terdapat dalam aliran darah atau

berada dalam sel tubuh, yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembentukan dinding sel dan sebagai bahan baku beberapa hormon, namun apabila kadar kolesterol dalam darah berlebihan,

akan mengakibatkan penyakit jantung koroner dan stroke. Kolesterol secara alami bisa dibentuk oleh tubuh sendiri, selebihnya didapat dari makanan hewani, seperti daging, unggas,

ikan, margarin, keju, dan susu. Makanan yang berasal dari nabati, seperti buah, sayur, dan beberapa biji-bijian, tidak mengandung

kolesterol. Kolesterol sendiri tidak larut dalam darah, untuk itu perlu berikatan dengan pengangkutnya yaitu lipoprotein, yaitu

low-density lipoprotein (LDL) atau high-density lipoprotein (HDL). Kolesterol total adalah susunan dari banyak zat yang termasuk yaitu trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL.

(27)

200-239 mg/dl dan tinggi >240 mg/dl. Apabila di atas 240 mg/dl, anda

berisiko tinggi terkena serangan jantung atau stroke (Povey, 2002).

c. Fosfolipid

Kompleks lipid ini berasal dari asam fosfotidal. Dalam plasma fosfolipid yang utama adalah sfingomielin, fosfatidil kolin atau lesitin, fosfatidil etanolamin dan fosfatidil serin. Berbagai

konsentrasi fosfolipid terdapat dalam berbagai fraksi lipoprotein yang terbanyak terdapat dalam HDL sekitar 30% dan pada LDL

sekitar 20-25% (Widiastuti, 2003).

d. Asam Lemak Tak Terseterifikasi (NEFA= Non esterified fatty acid)

NEFA merupakan bagian kecil asam lemak plasma yang tak teresterifikasi oleh gliserol sehingga sering disebut juga sebagai

asam lemak bebas (FFA = free fatty acid). Dalam tubuh diangkut dalam kompleks albumin (Widiastuti, 2003).

C. Apolipoprotein dan Lipoprotein

Lipoprotein merupakan partikel yang terdiri dari molekul lipid serta

protein, berbentuk sferis dan dibedakan menjadi bagian inti dan permukaan. Bagian inti dibentuk oleh kolesterol ester, yaitu ikatan kolesterol dengan asam lemak rantai panjang dan trigliserida. Pada bagian

(28)

Apolipoprotein berperan dalam biogenesis, transportasi dan metabolism lipoprotein plasma. Fungsi khusus apolipoprotein ialah sebagai “ligand”

untuk mengikuat reseptor, mengaktifkan enzim, menghambat enzim atau

memindahkan kolesterol ester. Secara garis besar apolipoprotein mengarahkan lipoprotein ke tempat metabolismenya, dengan cara mengikatkan lipoprotein pada enzim khusus dan mengangkut protein pada

membran sel (Widiastuti, 2003).

Lipoprotein mengandung bahan yang penting untuk energy, bahan baku

membrane sel, bahan baku hormon steroid, sehingga perlu disampaikan pada organ atau jaringan yang membutuhkan. Disamping menyalurkan bahan-bahan di atas, ternyata juga beperan dalam pengambilan bahan

yang berlebihan dari perifer, sehingga tidak terjdi penumpukan yang dpat berakibat mudah terjadinya aterosklerosis (Widiastuti, 2003).

Berdasarkan Widiastuti (2003), karakteristik fisik lipoprotein dibedakan

menjadi beberapa jenis yang dipakai sebagai dasar klasifikasi hiperlipoproteinemia. Dengan alat ultrasentrifus, berdasarkan densitas

masing-masing, lipoprotein dibedakan menjadi : 1) Kilomikron

Kilomikron merupakan partikel lipoprotein terbesar berdiameter antara 800 Å sampai 100.000 Å mempunyai densitas < 0,95 g/ml. Kilomikron mengandung sejenis apolipoprotein B (B-48) yang

(29)

fosfolipid). Kilomikron diserap melalui usus kemudian masuk ke

dalam saluran limfe. Pada saat mencapai dara, kilomikron berinteraksi dengan lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan endotel

kapiler, jaringan lemak dan otot. Akibat interaksi ini trigliserida dapat dilepaskan dari kilomikron untuk kemudian ditimbun dalam jaringan. Sisa dari interaksi ini disebut kilomikron-remnan.

2) VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

VLDL merupakan alat angkut utama trigliserida endogen degan

densitas 0,95-1,006 g/ml. VLDL disintesis di hepar dan mengandung 8% protein dan 90% lemak (50% trigliserida, 20% kolesterol, 9% fosfolipid dan 2% lemak bebas). Partikel VLDL terutama berisi

apolipoprotein B (B-100) dan sedikit apolipoprotein C polipeptida dan apoproptein E. VLDL mengalai nasib yang sama seperti kilomikron, yaitu kandungan trigliseridanya dilepaskan oleh lipoprotein lipase.

Sisanya VLDL-remnan akan berinteraksi dengan HDL menjadi IDL dan LDL. Selanjutnya mereka diangkut ke hepar untuk ditangkap oleh

reseptor khusus. LDL akan terikat dengan apolipoprotein B dan apolipoprotein C. IDL sendiri akhirnya akan diubah menjadi LDL

yang kaya akan kolesterol.

3) IDL (Intermediate Density Lipoprotein)

(30)

4) LDL (Low Density Lipoprotein)

LDL mempunyai densitas 1,019-1,063 g/ml. LDL mengandung 21% protein dan 78% lemak (11% trigliserida, 45% kolesterol, 22%

fosfolipid, dan 1% lemak bebas). LDL dibentuk dari VLDL dan IDL. 5) HDL (High Density Lipoprotein)

HDL adalah lipoprotein yang terberat, sedangkan ukurannya yang

terkecil, dan mempunyai densitas 1,063-1,21 g/ml. HDL mengandung 50% protein, 30% fosfolipid, dan 20% kolesterol. HDL terikat pada

apolipoprotein A-I, A-II, C dan E. Kolesterol yang terikat di dalam HDL disebut kolesterol alfa (HDL-kolesterol) yang bersifat anti-aterogenik atau faktor protektif aterosklerosis.

D. Metabolisme Lipid

Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lemak netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak).

Secara ringkas, hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang masih berupa monogliserid. Karena larut

dalam air, gliserol masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini. Sebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air, maka

(31)

monogliserida segera dibentuk menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul

berbentuk gelembung yang disebut kilomikron. Selanjutnya kilomikron ditransportasikan melalui pembuluh limfa dan bermuara pada vena kava,

sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa. Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi asam-asam

lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan

trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipid, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi

menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).

Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah

mencukupi, maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi jangka

panjang. Jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika harus memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan

(32)

sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan protein,

asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah

mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida. Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami

kolesterogenesis menjadi kolesterol. Selanjutnya kolesterol mengalami steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi

asam lemak juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan ketogenesis. Badan-badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

asam-basa yang dinamakan asidosis metabolik. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian (wulandari,2013).

E. Metabolisme Kolesterol

Kolesterol baik diperoleh dari makanan atau disintesis dalam berbagai

jaringan, termasuk hati, korteks adrenal, kulit, usus, testis, dan aorta. Diet kolesterol tinggi menekan sintesis dalam hati tetapi tidak dalam jaringan

lain. Karbohidrat diubah menjadi trigliserida dengan memanfaatkan fosfat gliserol dan asetil-KoA diperoleh dari glikolisis. Asam amino ketogenik, yang dimetabolisme menjadi asetil-KoA dapat digunakan untuk sintesis

(33)

untuk glukoneogenesis. Gliserol hanya 5% dari karbon trigliserida.

Sebagian besar jaringan utama (misalnya, otot, hati, ginjal) mampu mengubah glukosa, asam lemak, dan asam amino untuk asetil-KoA.

Namun, otak dan jaringan saraf pada tahap awal karena kelaparan bergantung hampir secara eksklusif pada glukosa. Tidak semua jaringan memperoleh bagian utama dari persyaratan ATP dari siklus Krebs. Sel

darah merah, jaringan mata, dan ginjal medula mendapatkan sebagian besar energi dari konversi anaerob glukosa menjadi laktat ( wulandari

2013).

F. Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) 1. Morfologi

Tumbuhan Jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah

termasuk dalam Famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau Jering dengan nama latinnya yaitu Pithecellobium

lobatum Benth. dengan sinonimnya yaitu A. Jiringa, Pithecollobioum jiringa dan Archindendron pauciflorum adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Jengkol merupakan salah satu tumbuhan dengan ukuran pohon yang tinggi yaitu ± 20 m , tegak bulat berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong,

(34)

– 1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti tandan,

diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm, berwarna ungu kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari

kuning, putik silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna cokleat kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon jengkol sangat bermanfaat dalam konservasi air

disuatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang sangat tinggi (Hutauruk, 2010)

[image:34.612.174.461.359.589.2]

Keterangan : a = Kulit Jengkol b = Biji Jengkol

(35)

2. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Fabales

Suku : Mimosaceae

Marga : Pithecellobium

Spesies : Pithecellobium lobatum Benth

(Pandey, 2003)

3. Kandungan

Biji, kulit batang, kulit buah dan daun jengkol mengandung beberapa senyawa kimia, diantaranya saponin, flavonoid dan tannin

(Hutapea,1994).

a) Saponin, menghambat absorpsi glukosa sehingga dapat berguna

sebagai agen terapi diabetes mellitus sebagai agen preventif diabetes (Mikito et al., 1995).

b) Flavonoids, sebagai antioksidan, dapat melindungi kerusakan progresif sel β pankreas oleh karena stress oksidatif, sehingga dapat menurunkan

kejadian diabetes mellitus tipe 2 (Song et al., 2005).

(36)

adipogenesis (Muthusamy et al., 2008) sehingga timbunan kedua

sumber kalori ini dalam darah dapat dihindari.

Berdasarkan percobaan analisis fitokimia oleh Elysa pada tahun 2011, didapatkan bahwa terdapat kandungan senyawa saponin, flavonoids dan tanin dari biji jengkol.

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Biji Jengkol (Elysa, 2011)

No Skrining Hasil

1. Alkaloid +

2. Flavonoid +

3. Glikosida +

4. Saponin +

5. Tanin +

6. Triterpenoid/ steroid +

Keterangan : + = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa

4. Kandungan dan Manfaat Lainnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jengkol banyak mengandung zat, antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium,

(37)

kandungan zat-zat tersebut di atas, maka jengkol memberikan petunjuk

dan peluang sebagai bahan obat, seperti yang telah dimanfaatkan orang pada masa lalu (Pitojo, 1994).

G. Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan

senyawa hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paruh pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih

rendah. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan

subkutan adalah 2-3 kalinya (Nugroho, 2006).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi

diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental

(hiperglikemik) pada binatang percobaan (Watkins et al., 2008).

Thiol intraselular seperti glutathione pada aloksan akan membentuk

(38)

superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil

(OH-). Radikal hidroksil inilah yang memiliki peran penting pada kerusakan sel beta pankreas. Sel beta pankreas memiliki kemampuan

antioksidan yang sangat rendah dibanding hati, sehingga dengan mudah terjadi nekrosis yang membuat menurunnya kemampuan untuk mensekresikan insulin. Aloksan juga secara selektif menghambat

sekresi insulin pada sel beta pankreas melalui penghambatan pada glukokinase, yang merupakan sensor adanya glukosa pada sel beta

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post

test only control group design. Pengambilan data dilakukan hanya pada saat akhir penelitian setelah dilakukannya perlakuan dengan membandingkan hasil pada kelompok kontrol negatif dengan kontrol

positif dan membandingkan hasil pada kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan

200-250 gram, berumur 2 - 3 bulan yang dibagi menjadi 5 grup untuk digunakan sebagai penelitian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada bulan Oktober sampai

(40)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi menurut Notoadmodjo (2012) adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram, berumur 2 - 3 bulan yang diperoleh berasal dari IPB

(Institut Pertanian Bogor).

2. Sampel Penelitian

Sampel menurut Notoadmodjo (2012) adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap memiliki seluruh

populasi. Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental

adalah :

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan

jumlah pengulangan atau jumlah sampel setiap kelompok. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi :

(5-1)(n-1) ≥15 4(n-1) ≥15

(41)

4n ≥ 19 n ≥ 4,75

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (n ≥ 4,75) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5

kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus dari

populasi yang ada.

Untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen maka dilakukan koreksi dengan:

N = n/(1-f)

Keterangan:

N = Besar sampel koreksi n = Besar sampel awal

f = Perkiraan proporsi drop out sebesar 10%

Sehingga,

N = n/(1-f)

N = 5/(1-10%) N = 5/(1-0,1)

N = 5/0,9

(42)

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 6

ekor. Oleh karena itu, penelitian kali ini menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama adalah

kelompok kontrol negatif. Kelompok yang kedua adalah kelompok kontrol positif. Kelompok yang ketiga, keempat, dan kelima adalah kelompok perlakuan.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi a. Sehat.

b. Memiliki berat badan antara 200-250 gram c. Jenis kelamin jantan.

d. Berusia sekitar 2 – 3 bulan.

2. Kriteria Eksklusi

a. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang

tidak normal dari mata, mulut, anus atau genital).

(43)

E. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian a. Alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah:

1) Timbangan elektronik AND, untuk menimbang berat tikus. 2) Sonde lambung, untuk mencekoki ekstrak biji jengkol

3) Glukometer dan Glukotest strip, untuk mengukur kadar gula darah. 4) Spuit 1cc, untuk mengambil darah tikus.

5) Handschoen, kapas dan alkohol.

6) Kandang hewan, tempat pakan hewan dan tempat minum hewan.

b. Alat pembuat ekstrak etanol biji jengkol

Alat yang digunakan untuk membuat ekstrak etanol biji jengkol adalah:

1) Neraca digital / micro analytical balance, dengan ketelitian 0,001 mg untuk menimbang biji jengkol.

2) Mortar dan stamper, untuk menumbuk dan menghaluskan biji

jengkol. 3) Termometer

4) Mikropipet

5) Panci penangas, untuk merebus ekstrak. 6) Hot plate.

7) Baker glass.

(44)

9) Corong buchner untuk menyaring hasil maserasi.

10)Rotary evaporator untuk memekatkan ekstrak.

2. Bahan penelitian

a. Hewan coba berupa tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague Dawley berasal dari IPB Bogor dan memenuhi kriteria

inklusi. Mendapat pakan standar dan minum secara ad libitum. b. Ekstrak etanol 96% biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.).

c. Aloksan monohidrat

F. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Ekstraksi biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

Bahan baku biji jengkol tua yang masih segar dikumpulkan, dibuang

bagian yang tidak diperlukan (sortasi basah), dicuci bersih di bawah

air mengalir, dan ditiriskan. Biji jengkol selanjutnya dirajang

kecil-kecil dan dikeringkan di bawah matahari hingga kering, dibuang

benda-benda asing atau pengotoran-pengotoran lain yang masih

tertinggal pada simplisia kering (sortasi kering), kemudian ditimbang

berat keringnya dan diblender hingga agak halus dan disimpan dalam

wadah plastik yang tertutup rapat. Pembuatan ekstrak etanol biji

jengkol dilakukan dengan metode perkolasi. Caranya 500 gram serbuk

simplisia dimaserasi dengan etanol 96% selama 3 jam. Selanjutnya

(45)

tambahkan etanol 96% secukupnya hingga simplisia terendam dan

terdapat cairan penyari di atasnya, perkolator ditutup dengan

aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran

perkolator dibuka dan dibiarkan cairan ekstrak menetes dengan

kecepatan 1 ml per menit dan ditambahkan etanol 96% berulang-ulang

secukupnya dengan meletakkan corong pisah di atas perkolator dan

diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan

tetesan perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas

simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar

terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat kemudian

disuling dan diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih

dari 500C menggunakan

rotary evaporator, kemudian dipekatkan

dengan bantuan alat freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental

sebanyak 97 gram (Depkes, 1986).

2. Prosedur Penelitian

a. Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 grup. Grup pertama adalah kontrol negatif dimana grup ini hanya akan diberi aquades secara subkutan. Grup kedua adalah kontol positif dimana

grup ini akan mendapatkan perlakuan berupa pemberian aloksan secara subkutan dosis 120 mg/kg bb. Grup ketiga adalah grup

dengan pemberian dosis I ekstrak biji jengkol dengan pemberian aloksan subkutan. Grup keempat adalah grup dengan pemberian dosis II ekstrak biji jengkol, dan diberikan pula aloksan subkutan.

(46)

jengkol dan diberikan pula aloksan subkutan. Kemudian tikus akan

ditempatkan di laboratorium selama satu minggu untuk di adaptasikan

b. Pemberian aloksan monohidrat secara subkutan. Setelah diinduksi tikus tetap diberikan makanan dan minuman ad libitum, tunggu dalam 48-72 jam, dan ukur kadar glukosa darahnya. Tikus

dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl (Triplitt, dkk., 2008) telah dapat digunakan untuk pengujian.

Selanjutnya disebut sebagai tikus diabetes.

c. Memuasakan mencit selama 8-12 jam, kemudian ukur kadar glukosa darah tikus.

d. Mencekoki tikus dengan ekstrak biji jengkol selama 14 hari, satu kali setiap hari.

e. Tikus tetap diberikan makan ad libitum.

f. Mengukur kadar kolesterol total setelah 14 hari.

3. Pengambilan Sampel Darah Tikus

Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian. Tikus

dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan

antar kelompok, dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Setelah itu, tikus dianestesi dengan Ketamine-xylazine

(47)

berdasarkan Institusional Animal Care and Use Committee (IACUC)

menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau

batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang leher dan tengkorak (AVMA,

2013). Setelah tikus dipastikan mati, darah di ambil melalui jantung dengan menggunakan alat suntik sebanyak ±2 cc, kemudian langsung

dimasukkan ke dalam vacutainer (Red Top).

 Cara Pengambilan Serum

Darah yang sudah berhasil didapatkan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Kemudian dipusingkan selama 10 menit pada

kecepatan 3000 rpm. Serum yang terbentuk dipisahkan dari endapan sel-sel darah dengan menggunakan pipet.

4. Prosedur Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total

Pemeriksaan kadar kolesterol total menggunakan metode CHOD-PAP. Metode ini menggunakan prinsip oksidasi dan hidrolisis

enzimatis. Serum yang sudah diperoleh direaksikan dengan reagen kolesterol. Kolesterol ester pada lipoprotein dipecah oleh enzim

kolesterol esterase menjadi kolesterol dan asam lemak. Kolesterol kemudian mengalami oksidasi dengan enzim kolesterol oksidase sebagai katalis menghasilkan senyawa peroksida yang direaksikan

(48)

quinoneimine yang berwarna merah dan dapat diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.

[image:48.595.154.508.235.367.2]

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Reaksi yang terjadi pada pemeriksaan kadar kolesterol

Penghitungan kadar kolesterol digunakan rumus sebagai berikut :

Kadar kolesterol (mg/dl) = (A sampel / A standar) x 200 mg/dl

Keterangan :

A = absorbansi

(49)

Induksi aloksan Induksi aloksan Induksi aloksan Induksi aloksan Cekok aquades 1x sehari 14 hari Cekok aquades 1x sehari 14hari Cekok infusa EEBJ 1200 mg/kgbb 1x sehari 14 hari Cekok infusa EEBJ 900 mg/kgbb 1x sehari 14 hari Cekok ekstrak EEBJ 600 mg/kgbb 1x sehari 14

hari Kontrol (-) Kontrol (+) Grup 1 Grup 2 Grup 3 Tikus adaptasi selama 7 hari

Ukur kadar glukosa darah puasa tikus setelah induksi aloksan

[image:49.595.152.504.99.691.2]

Ukur kadar kolesterol total tikus pada hari ke 14

(50)

Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Bebas(Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.).

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol total

dalam darah tikus.

[image:50.595.99.526.452.753.2]

2. Defenisi Operasional Variabel Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Jenis Variabel

Dosis

Ektrak Etanol Biji

Jengkol

Ekstrak Etanol Biji Jengkol (EEBJ)

diberikan pada tikus berupa suspensi dengan dosis 600mg/ kgBB (dosis I),

900 mg/kgBB (dosis II) dan 1200 mg/kg BB(dosis III).

mg/kgbb Numerik

Kadar

Kolesterol Total

Kadar kolesterol total yang

sebelumnya telah dipuasakan 8 – 12 jam, dengan cara tidak diberikan makan namun tetap diberikan minum

ad libitum.

(51)

G. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan meliputi :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan presentasi, hasil dari setiap variabel

ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi, sehingga dapat mengetahui karakteristik atau gambaran dari setiap variabel

(Notoatmodjo, 2012).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel (Notoatmodjo, 2012). Uji statistik

yang digunakan adalah oneway ANOVA, dengan derajat kemaknaan (taraf signifikansi) yang dipakai adalah {α = 0,05}, sehingga bila p < α maka hasil perhitungan statistik bermakna dan bila p >α maka hasil

perhitungan statistik tidak bermakna.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:

1. Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah

diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat

(52)

2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit

mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) ≥ 15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah

kelompok perlakuan.

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi,

dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi.

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba

ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 2-4 ekor tiap kandang. Animal house

berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi stress pada hewan coba.

c. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program

kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan menggunakan nasogastric tube

dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun

(53)

Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan

dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan anesthesia serta

(54)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

 Pemberian ekstrak biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) tidak

berpengaruh terhadap kadar kolesterol total darah pada tikus (Rattus

norvegicus) galur sprague dawley diabetes yang diinduksi aloksan yakni sebesar K(-)=59±1,7 K(+)=59,8±1,1 P1=69,4±2,6 P2=56,6±1,1

P3=56,6±8,9 berdasarkan hasil uji statistik kruskal wallis (p = 0,794).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian ekstrak biji jengkol dengan dosis yang efektif dan perpanjangan waktu pemberian

perlakuan pada kelompok perlakuan dalam menurunkan kadar kolesterol total darah tikus. Agar dapat mencapai hasil yang signifikan dan menimbulkan efek terapi.

2. Perlu dilakukan peninjauan kembali dosis lazim biji jengkol yang digunakan dalam masyarakat agar tidak terjadi efek samping yang

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Diabetes Programme : Diabetes Available from http://www.who.int/diabetes/en/ diakses tanggal 7 Oktober 2013. American Diabetes Association. 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care, volume 33, supplement 1

Campbell, Neil A. dkk., 2004. Biology, (Terj.) :Manalu, W., Biologi. Edisi kelima Jilid 3. Jakarta :Erlangga

Anonim.2012. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik Melalui Posbindu. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2383, diakses tanggal 7 Oktober 2013.

Elysa. 2011. Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium Lobatum Benth.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang diinduksi Aloksan. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Fatmawati E.2008. PENGARUH LAMA PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (AndrographispaniculataNess.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL, LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density

Lipoprotein) dan TRIGLISERIDA DARAH TIKUS

(Rattusnorvegicus) DIABETES.Malang ;FakultasSainsdanTeknologi UIN

Ganong, William F. 2003.Buku Ajar Fisiologis Kedokteran. Edisi 20. EGC Penerbit Buku Kedokteran

(56)

Hopkins, J. 2012. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ)

Methods for Delivering Insulin and Monitoring Blood Sugar A Review of the Research for Children, Teens, and Adults With Diabetes.

Inawati, Syamsudi, Hendiq W. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Inai (Lawsonia inermis Linn.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa, Kolesterol Total dan Trigliserida Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan.Jurnal Kimia Indonesia.

Kumalasari, ND. 2005. Pengaruh Berbagai Dosis Filtrat Daun Putri Malu (Mimosa pudica) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Tikus (Rattus norvegicus). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan MIPA FKIP U MM.

Lehninger, AL. 1982. Principles of Biochemistry, (Terj.) :Thenawijaya,M., Dasar-dasarBiokimia.Jilid 1. Jakarta :Erlangga. 1982. Principles of

Biochemistry, (Terj.) :Thenawijaya, M., Dasar-dasarBiokimia.Jilid 3. Jakarta :Erlangga.

Lenzen, S. 2007. The mechanisms of alloxan and streptozotocin-induced diabetes, Clinical and Experimental Diabetes and Metabolism. Mikito, A., Yamashita, C., Imasaki, Y. 1995. AtriterpenoidSaponin, Extraction

There of and Use to Treat or Prevent Diabetes

Mellitus.http://www.freepatentsonline.com/EP0636633.html Murray, RK., Granner, DK., Mayes, PA., Rodwell, VW. 2003. Harper’s

Illustrated Biochemistry. Twenty six edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Muthusamy, VS., Anand, S., Sangeetha, KN., Sujatha, S., Balakrishnan, A., Lakshmi, BS., 2008. Tannins Present in Cichorium Intybus Enchance Glucose Uptake and Inhibit Adipogenesis in 3T3-L1 Adipocytes Through PTP1B Inhibition

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18534569

(57)

Pandey, BP. 2003. A Text Book of Botany. Angiosperms: Taxonomy, Anatomy, Embryologi. Ram Nagar: S.Chand & Company Ltd.

PERKENI. 2011. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.

Pitojo, S. 1994. Jengkol: Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta :Kanisius. Halaman 13, 17,18.

Povey, R. 2002 . Memantau Kadar Kolesterol Anda. Alih bahasa : Widayanti D.Wulandari. Jakarta : Arcan.

Ramaiah, S. 2007. Diabetes, Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan

Medeteksinya sejak Dini Ed 2. Jakarta : T. Bhuana Ilmu Populer. Sargowo, Djanggan. 2005. Peranan Kadar Trigliserida dan Lippoprotein

sebagai factor Resiko Penyakit Jantung Koroner(Studi Pendahuluan). Jurnal Saintika.Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya-Malang. Szkudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cells of the rat pancreas. Physiological Research.

Sudoyo, AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata KM., Setiati S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Susilowati, R. 2006. diabetes Mellitus, Komplikasi dan pencegahannya. Jurnal Saitika,

Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jilid ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNsAS.

(58)

Gambar

Gambar 1: Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) (Elysa, 2011)
Gambar 2. Reaksi yang terjadi pada pemeriksaan kadar kolesterol
Gambar 3. Ilustrasi prosedur penelitian
Tabel 3. Definisi Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Mengetahui pengaruh ekstrak etanol 96% biji jengkol (Pithecellobium jiringa) pada gambaran histopatologi dan berat gaster tikus putih (Rattus norvegicus)

Mengetahui efek toksik dan dosis toksik pemberian ekstrak etanol 96% biji jengkol ( Pithecollobium lobatum benth ) terhadap gambaran histopatologi hepar, kadar enzim SGPT, serta

Efek Ekstrak Daun Insulin ( Smallanthus sonchifolia ) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar Trigliserida pada Tikus Diabetes strain Sprague dawley

Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak alkohol biji jengkol ( Pithecolobium lobatum Benth) 1 kali sehari selama 7 hari tidak memberikan efek menurunkan kadar glukosa

Pengaruh pemberian ekstrak biji jengkol ( Pithecellobium lobatum ) terhadap kadar kolesterol total dalam darah tikus diabetes yang diinduksi aloksan..

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol semut jepang (Tenebrio Sp.) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih yang diinduksi dengan aloksan..

Skripsi yang berjudul “Efek Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Wistar Yang Diinduksi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol biji jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) terhadap kadar trigliserida tikus