• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemungkinan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dalam Diagnosa Serologis Brucellosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemungkinan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dalam Diagnosa Serologis Brucellosis"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

/}j

Oセ@ iii f }' f

! !

( I

KEMUNGKINAN PENGGUNAAN ENZYME LINKED IMMUNO SORBENT ASSAY

( ELISA) DAlAM DlAGNOSA SEROlOGIS BRUCEllOSIS

S K R I P S I

Oleh

IRZA GUSTRI MA NIAR AZWAR B. 1 7 0131

FAKULTAS kセdokteran@ HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IRZA GUSTRI MARlAR AZVAR. Bruoellosis merupakan

suatu penyakit yang seoara primer menyerang sapi. babi.

kerbau. kambing dan domba yang bersifat akut atau kronis

dan juga bersifat infeksius. Bruoellosis pada ternak

sapi disebabkan oleh Bruoella abortus. suatu parasit yang

bersifat fakultatif intra seluler.

Keguguran pada pertiga akhir masa kebuntingan atau

pada kebuntingan bulan ke 6 - 9 merupakan gejala yang

khas dan biasa juga disertai oleh adanya retensio

seoun-dinae serta adanya eksudat vaginal yang berlebihan.

Masalah yang utama dari Brucellosis adalah

kesukar-an dalam diagnosa. dimkesukar-ana kasus Bruoellosis baru dapat

terdeteksi apabila gejala klinis telah tampak yang 「・イセ@

ti penoemaran lingkungan pada tempat sekitar kandang ウ・セ@

ta ternak yang lain telah terjadi. Masalah lain adalah

dimana hewan. tidak menunjukkan gejala yang jelas

sedang-ken hewan tersebut dapat bertindak sebagai reaktor penya

kit.

Saat ini telah dikembangkan suatu oara diagnosa

yang lebih spesifik dan sensi tif dengan menggunakan

sis-tim enzymatik yaitu Enzyme Linked Immuno Sorbent <. Assay

(ELISA) yang dapat digunakan untuk pendeteksian kasus

Bruoellosis baik pada keadaan akut. kronis atau .keadaan

sesudah infeksi.

Prinsip kerja ELISA adalah adanya ikatan antigen

(3)

tertentu aerta dengan bantuan kerja auatu enzyme yaitu

enzyme perokaidaae akan memberikan perubahan warna yang

kontras aeauai dengan banyaknya titer antibodi terhadap

(4)

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1961 di

Jakarta, dari ayah Chair Azwar dan ibu Soemarni. Penulis

adalah anak ke empat dari empat bersaudara.

Pendidikan penulis dimulai di SD Van Lith II

Jakar-ta pada Jakar-tahun 1968 -' 1973. Kemudian melanjutkan ke Sek£

lah Lanjutan Pertama pada SMP Van Lith Jakarta sejak

ta-hun 1974 - 1976, dilanjutkan ke Sekolah Lanjutan Atas

pada SMA I Jakarta sejak tahun 1977 dan tamat pada tahun

1980.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada

tahun 1980 melalui Proyek Perintis II dan pada tahun

1981 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas

Ke-dokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis ーセイᆳ

nah menjadi asisten muda luar biasa pada mata ajaran hゥセ@

tologi Veteriner sejak tahun 1982 - 1983 di F.{H IPB dan

lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tangga1 1

(5)

KEMUNGKINAN PENGGUNAAN EN2YME LINKED IMMUNO SORBENT ASSAY

(ELISA) DALAM DIAGNOSA SEROLOGIS BRUCELLOSIS

S K RIP S I

01eh

IRZA GUSTRI MANIAR AZWAR

B. 170131

Sebagai salah satu syarat untuk mempero1eh ge1ar

Dokter Hewan pada Faku1tas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

セtas@ KEDOKTERAN HEWAJ

INSTlTUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Nama Mahasiswa Nomer pokok

Tanggal

(ELISA) DALAH DIAGNOSA SEROLOGIS BRUCELLOSIS

IRZA GUSTRI I1ANIAR AZWAR

B. 170'151

disetujui oleh

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulia panjatkan ke hadirat Allah

SWT, karena hanya dengan perkenanNyalah penyusunan skriE

si ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun

berda-sarkan studi literatur, untuk memperoleh gelar dokter ィセ@

wan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bo

gore

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Bapak

Drh. Sugyo Hastowo, MSc yang telah membimbing pentusunan

skripsi ini. Juga kepada pimpinan beserta star

Perpus-takaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, PerpusPerpus-takaan Fakul

tasKedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor daa

Perpus-takaan Balai Peneli tian Veteriner serta semua pihak yang

telah banyak membantu penulis sehingga terwujudnya skriE

si ini.

Penulia sadar bahwa penyusunan skripsi ini masih ェセ@

uh dari sempurna, maka saran dan kritik untuk perbaikkan

skripsi ini sangat penulis harapkan. Besar harapan sem2

ga skripai ini dapat bermanraat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

v

Bogor, September 1985

(8)

KATA PENGAN'fAR

...

DAF'l'AR lSI

...

DAFTAR 'rABEL

.

.

.

.

...

DAF'rAR GAHBAR • • •

...

DAFTAR LAHPIRAN

...

I.

II.

A.

B'

III.

IV.

PENDAHULUAN • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • TINJAUAN PUSTAKA ••••

• • • • • • Brucellosis Pada Sapi

.

. . . .

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

. . .

.

1.

2.

3.

4.

Sejarah dan Etiologi ••••••••••••••.•

Patogenese dan Pathologi ••••••••••••

g・ェセ。@ ·Kli-nis _,:- •••.••• ! • • • • • • • • • • • • • •

Respon Immune Terhadap Infeksi ••••••

Perbandingan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dengan Uji Serologis Lainnya Dalam Diagnosa

Brucellosis . • . • . . . • . . • • . • . • . . . • . • . . . .

PEHBAHASAN

·

... .

KESIi1PULAN • • • • • • • • • • • • • • • DAFTAR PUSTAKA •••

·

... .

(9)

DAFTAR '!'ABEL

No. Teks Hal am an

1. Hasil serologis serum sapi yang ditulari

oleh kuman Brucella abortus ••••••••••••••••

13

2. Gambaran dari hasil serologis serum darah

sapi yang di tulari Brucella abortus ... 14

3. Hasil uji serologis yang memperlihatkan

gambaran antib6dy terhadap Brucella •••••••• 17

(10)
(11)

DAFTAR LAMPI RAN

No. Teks Halaman

1. Sirkulasi kuman Brucella dalam tubuh •••••••

29

2. Prinsip kerja ELISA .••••••••••••••••••••••• 30

3.

Cara kerja double antibody ELISA dalam

mendeteksi antigen •.•••••••..•....•..•...•. 31

4. Cara kerja indirect ELISA dalam

mendeteksi anbigen ••••••••••••••••••••••••• 31

(12)

Berkenaan dengan tujuan pemerintah dalam pemenuhan

akan kebutuhan protein hewani, ternak sapi merupakan

salah satu sumber protein hewani tentu perlu pula diting

-katkan. Peningkatan populasi ternak sapi bertujuan

un-tuk meningkatkan hasil ternak yang berupa daging ataupun

air susu. Hal yang perlu diperhatikan dalam peningkatan

populasi ternak bukan hanya meliputi masalah tata

laksa-na yang mencakup masalah sani tasi dan makalaksa-nan saj a

mela-ink an juga meliputi masalah pencegahan dan pemberantasan

penyakit menukar ternak.

Dari banyaknya macam penyaki t ternak yang menular,

Brucellosis merupakan salah satunya yang penting.

Bru-cellosis dapat menyebabkan keguguran yang berarti

ter-jadi penurunan populasi serta pada sapi perah menyebabkan

penurunan produksi air susu. Penyakit Brucellosis

ada-lah penyaki t ternak menular yang s"ecara primer menyerang

sapi, kambing, kerbau, domba dan babi dan sekunder

me-nyerang berbagai jenis hewan lainnya juga dapat meme-nyerang

manusia sehingga dikenal juga sebagai penyakit zoonosis.

Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh :'Brucellosis

sangatlah besar berupa keguguran, kelahiran anak yang Ie

mah, gangguan alat-alat reproduksi yang mengakibatkan ke

majiran yang エ・ューセイ・イ@ atau permanen serta penurunan

pro-duksi susu pada sapi perah. Menurut Direktorat Jenderal

Peternakan (1981) kerugian ekonomi yang disebabkan oleh

Brucellosis dapat mencapai lima milyard per tahun.

(13)

2

Kejadian penyakit Brucellosis sukar untuk dideteksi

hal ini disebabkan oleh kejadian penyakit yang kronis,

pada keadaan dini juga sukar dilakukan pendeteksian dima

na gejala klinia belum tampak sedangkan bila gejala

kli-nia sudah tampak yang berupa keguguran berarti

pencemar-an terhadap lingkungpencemar-an serta ternak ypencemar-ang lain telah

ter-jadi. Adanya kaaus dimana hewan tidak menunjukkan

geja-la yang jegeja-las sedangkan hewan tersebut sebenarnya dapat

bertindak sebagai reaktor penyakit. Kurangnya cara yang

tepat untuk mendiagnosa Brucellosis baik dalam tahap

di-ni, kronis maupun kejadian seaudah inrekai menyebabkan e

pidemiologi penyakit sulit dipelajari.

Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat

menyebab-kan munculnya berbagai cara mendiagnoaa Brucellosis pada

hewan maupun manuaia. Diagnosa Brucellosis dapat

dila-kukan aecara bakteriologis, aerologis maupun secara

bio-logis. Diagnoaa aecara biologis dilakukan dengan cara i

solasi dan identirikaai kuman dari biakan. Diagnosa

se-rologia yang biasa dilakukan adalah Roae Bengal Plate

Test, Milk Ring Test, Slide Agglutination Test, Anti

Hu-man Globulin Test, 2 - Mercaptoetanol Test, Complement

Fixation Test dan lain-lain. Dari berbagai cara

sa Brucellosis ini telah dikembangkan suatu cara

diagno-sa dengan menggunakan sistim enzymatik yaitu Enzyme

Lin-kedImmuno Sorbent Assay (ELISA).

Prinsip kerja ELISA adalah adanya ikatan antigen an

tibodi kompleks yang dengan penambahan substrat tertentu

(14)

memberikan perubahan warn a yang kontras apabila antigen

dan antibodi tersebut homolog.

ELISA dapat mendeteksi jumlah keseluruhan antibodi

yang terbentuk akibat adanya suatu inreksi tanpa ュ・ュ「・、セ@

kan jenis antibodi dari Bub grup tertentu (Magee, 1980).

Dalam penulisan ini akan diooba untuk membandingkan

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Brucellosis Pada Ternak Sapi

1. Sejarah dan Etiologi

Bruoellosis merupakan penyakit penting pada ternak

yang tanpa disadari dapat dengan cepat menular pada

ter-nak lain maupun pada manusia. Nama Brucellosis diambil

dari nama Sir David Bruce yang pada tahun 1887 untuk pel:

tama kali menemukan Brucella melitensis pada kambing.

Bruoella abortus sendiri ditemukan oleh Bang pada

tahun 1897 pada selaput fetus (janin) sapi yang

mengala-mi keguguran. Traum pada tahun

1914

dapat mengisolasi

Brucella suis dari fetus babi yang diabortuskan,

sedang-kan Alioe dan Evan (1918) menerangkan adanya hubungan

an

tara 'abortus' dan 'melitensis' sehingga Meyer dan Shaw

(1920)

memberikan nama generik Brucella untuk kedua

ke-lompok organisme tersebut.

Thorpe

II

.!!

(1965) melaporkan bahwa Brucella

neote-mae dapat diisolasi dari tikus hutan (Neotoma lepida) di

Utah bagian barat dan juga dari lalat yang bertindak

se-bagai parasi t bagi tikus hutan tersebut. Seluruh hew an

liar di Utah ternyata mempunyai kepekaan yang sama terh.!!

dap Brucella abortus, Brucella セ@ dan Bruoella

meliten-m.

Gambaran terse but memberikan pemikiran bahwa hewan

liar dan hewan pelihara.an sama-sama dapat bertindak

se-bagai reservoir kuman Brucella.

Bruoellosis pada ternak sapi disebabkan oleh

(16)

l !

abortus. Kuman ini berbentuk batang atau kokid

de-ngan ukuran 0,6 - 1,0 X 0,3 - 0,5 mikron. Brucella

a-bortus bersifat Gram negatif, tidak bergerak, aerob dan

dapat membentuk H2S. Brucella abortus dikenal juga

se-bagai parasit yang bersifat rakultatif' intra selUler

(WHO. 1953).

Untuk mengisolasi kuman Brucella abortus tahap pe£

tama diperlukan kadar CO 2 10% (Huddleson, 1926), sedang

kan untuk pertumbuhan yang baik diperlukan zat besi, ュセ@

ngan dan magnesium. Pertumbuhan yang optimal memerlu

-kan temperatur 37°C dengan pH 6,6 - 7,4. Media yang 「セ@

ik untuk pertumbuhan kuman Brucella adalah liver agar,

serum dextrose agar, blood agar, trypticase soy agar

a-tau tryptose broth (FAO/WHO, 1970).

Kuman Brucella akan mati dengan sinar matahari, ーセ@

nas dan desinfektan. sedangkan kuman yang terdapat

da-lam air susu akan mati oleh proses pasteurisasi. .

Per-tumbuhan kuman akan dihambat oleh golongan _ antibiotik

Chloramphenicol dan Sterptomycin (FAO/WHO, 1970)

2. Patogenese dan Patologi

Placenta, oairan abortusan serta retus yang 、セ。「ッᆪ@

tuskan merupakan sumber penularan infeksi utama kuman

Brucella abortus (Alexander セセN@ 1981).

Masuknya kuman ke dalam tubuh akan segera diedarkan

keaelupuh tubuh melalui siatim buluh darah dan buluh ャゥセ@

phe. Dari peredarannya kuman ini akan menetap di

ute-rus, glandula mammae. limpa. hati, sumsum tulang

(17)

sesorius kelamin jantan atau pada jaringan placenta

he-wan bunting (Blood

!1

al, 1979). Tempat predileksi

ku-man Brucella abortus adalah placenta, disebabkan karena

terbentuknya gula erythritol yang merupakan suatu unsur

pokok cairan amnion atau cairan allantois sapi yang bua

ting. Keadaan ini tidak didapatkan pada cairan amnion

manusia yang bunting sehingga pada manusia tidak didapat

gejala berupa keguguran (Brunner dan Gillespie, 1973).

Pada placenta kuman akan ュ・ョFセッ「ッウ@ epitel dan akan

berkembang biak sehingga menyebabkan peradangan. Akibat

adanya peradangan ini akan menarik leukosit dan

berkum-pul pada villi chorion dan endometrium yang menyebabkan

jaringan tersebut oedematous dan lapisan inter

cotylle-don menjadi tipis dan kasar yang akhirnya villi akan ィセ@

cur, kehanouran villi serta adanya

perbarahan'menyebab-kan sirkulasi darah untuk retus aperbarahan'menyebab-kan terganggu

sehing-ga terjadi ォ・ァオァオイセセN@

Keguguran oleh karena Brucellosis terjadi pada pe£

tiga akhir masa kebuntingan atau pada usia kebuntingan

6 - 9 bulan (Toelihere, 1981). Kaguguran ini 65%

ter-jadi aatu kali dan jarang terter-jadi untuk kedua kali atau

lebih, untuk selanjutnya sapi yang telah mengalami keS2

guran akan bertindak aebagai penyebar inreksi dalam

ma-sa 3 -

5

tahun.

Beberapa minggu sesudah keguguran, kuman dapat

di-ekakresikan melalui air ausu bahkan pad a seluruh

perio-de masa laktasi (Rue Jensen. 1965). Adanya kuman

dida-lam air susu ini dapat bertindak sebagai sumber infaksi

(18)

pada sapi dan manusia yang mengkonsumsi air susu

terse-but terutama apabila tidak dimasak.

Infeksi secara kongenital dapat terjadi pada anak

sapi yang berasal dari induk yang terinfeksi oleA kuman

Brucella tapi tidak menunjukkan gejala geguguran Hl。ーイセ@

ik, 1975).

Bentuk lain dari infeksi Brucella seperti yang

di-laporkan oleh Nieland セ@ セ@ (1968) adalah hygroma pada

persendian carpus dan bursa supra scapularis. Cherchea

ko (1961) melaporkan adanya bentuk bursitis

sero-fibri-nous yang merupakan tanda yang khas pada kasus Brucello

sis pada rusa kutub Siberia dan trauma pada carpus

me-rupakan faktop predisposisi invasi kuman Brucella.

Ke-lainan patologis anatomis yang didapat berupa

nodul-no-dul yang berupa g'ranuloma kronis dengan bagian yang

ne-krotis dikelilingi oleh jaringan fibrin yang tidak

ber-aturan dan terdapat pada limpa, hati, paru-paru, testis,

dinding uterus dan jaringan sub kutan.

Infeksi pada hewan jantan tidak tampak jelas.

He-wan kelihatan sehat (Wetzel dan Rieck, 1962), tetapi

memperlihatkan kebengkakan pada testisnya (orchitis) dan

kadang berupa abses. Penis akan terlihat kemerahan,

e-pididymis dan kelenjar assesorius lainnya merupakan tem

pat yang baik untuk perkembang biakan kuman, , aeh!ggga

semen dapat mengandung kuman. Dalam keadaan demikian

penularan dapat terjadi melaui inseminasi buatan atau

perkawinan alam dan bahkan dapat menyebabkan kemandulan

(19)

8

3. Gejala Klinis

Brucellosis dapat mempengaruhi bermacam-macam

or-gan sehingga gejala yang tampak sangat dipengaruhi oleh

macamnya organ yang terserang, keparahan inreksi serta

spesies yang terserang.

Keguguran merupakan gejala yang biasa terlihat

se-bagai tanda adanya infeksi kuman Brucella pada suatu pe

ternakan. Toelihere (1981) melaporkan bahwa keguguran

terjadi berkisar 5 - 90% dan tergantung pada usia

ke-bunting an serta virulensi dari kuman penyebab.

Retensio secundinae dan metritis disertai dengan

eksudat vaginal yang berlebihan akan menyertai ォ・ァオァオセ@

an yang sering mengakibatkan kegagalan reproduksi (Go12

zov dan Zabrodin, 1959).

Heiland (1968) melaporkan bahwa anak yang

dilahir-kan adilahir-kan terlihat mengeriput disertai perdarahan ,: .. dan

kelemahan.

Interstisial mastitis dan perbesaran liphoglandula

mammaria dapat pula terjadi. Pada sapi dan rusa kutub

memperlihatkan gejala kepincangan dan disertai , 、セョァ。ョ@

kebengakakan sampai abses pada persendian carpal, tarsal

atau bursa (Golozov dan Zabrodin,'1959).

Orchitis, epididymitis serta peradangan dari

semi-nal, vesikel dan ampula terlihat pada hewan jantan

(Si-egmund, 1979). Kuman Brucella abortus dapat pula

dii-solasi dari synovitis non supuratif dan higroma pada sa

pi.

(20)

Kuman BrUoella abortus dikenal sebagai kuman yang

bersifat fakultatif intra seluler. Kuman ini menyebar

keseluruh tubuh melalui lapisan sub epitel lumen buluh

darah at au buluh lymphe untuk kemudian dengan ,bantuan

leukosit akan dibawa ke bagian-bagian tubuh yang lain

(Mims. 1976).

Kuman Bruoella'hanya dapat berkembang biak didalam

sel induk semang sehingga mempunyai keuntungan

terha-dap reaksi yang ditimbulakan oleh tubuh sebagai

tang-gapan akan adanya suatu infeksi. Tubuh hanya dapat me

nyerang kuman Brucella pada saat perjalan kuman ini da

ri satu Bel ke sel lain.

Sebagai mana Bel asing yang masuk dalam tubuh

ma-ka reaksi pertama yang munoul adalah usaha tubub untuk

memfagositosekan sel asing tersebut. Dua maoam sistim

fagosit tubuh yaitu sistim makrofag dan sistim leukosit

polimorfnuklear. Sel makrofag tersebar diseluruh

tu-buh. Bel ini dijaringan sub epitelial dikenal sebagai

Bel histiosit. Sel makrofag akan segera bereaksi bila

terjadi perbarahan. sedangkan Bel polimorfnuklear akan

bereaksi pula sesudah melalui dinding buluh darah

ke-cil. Sel-sel perbarahan meliputi juga Bel monosit dan

sel limfosi t.

Kuman Brucella abortus mempunyai kemmapuan untuk

berkembang biak di dalam Bel makrofag yang memfagosi t_

nya bahkan kuman ini mendapat zat nutrisi dari Bel

ma-krofag ini akan dihancurkan tapi reaksi ini belum

(21)

mikrobe

,1IIf!!.

residu

Gambar 1. Diagram kegiatan fagositosis (Mims, 1976).

10

Reaksi terhadap Brucella abortus lainnya adalah

a-danya reakai pembentukan antibodi dan "cell mediated im

mune respone". Reaksi "cell mediated" yang di timbulkan

berupa reaksi hypersensitivitaa. Reaksi ini juga エ・イェセ@

di segera aesudah vaksinasi Brucellosis dengan ュ・ョァァオョセ@

(22)

Pengamatan serologis merupakan prinsip dalam

menen-tukan adanya ゥョセ・ォウゥ@ oleh kuman Brucella abortus pada

populasi ternak sapi tertentu. Masalah yang perlu

men-dapat perhatian dalam eradikasi Brucellosis adalah

kesu-karan dalam mengenali dan menentukan adanya infeksi

ter-sebut.

Berbagai cara diagnosa serologis digunakan untuk ュセ@

ngenali adanya reaktor penyakit tersebut, seperti

Stan-dard Tube Agglutination Test (STA), Complement Fixation

Test (CFT), Rose Bengal Plate Test (RBPT), Rivanol Plate

Prisipitation Test dan yang baru dikembangkan yaitu

En-zyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA).

Kesukaran lainnya dalam mengenali adanya ゥョセ・ォウゥ@

i-ni adalah kurangnya informasi dalam hubungan antara

gam-baran serologis dengan waktu terjadinya infeksi.

Heck セ@ セ@ (1981) dengan percobaannya ュ・ュー・セ。ェ。イゥ@

gambaran serologis dengan cara menghubungkan aktivitas

antibodi dalam serum darah sspi dengan waktu terjadinya

infeksi.

Heck セ@ セ@ (1981) menggunakan 25 ekor sapi Friesian

Holstein yang berasal dari peternakan yang dianggap

be-bas Brucellosis dan belum pernah divaksinasi. Hal _ ini

dilakukan untuk mendapatkan hasil yang benar-benar

pas-ti tentang hubungan saat sesudah tertular dan reaksi

tu-buh yang berupa "humoral immune respone".

Pemeriksaan darah sebelumnya dilakukan tiap minggu

(23)

I'::

salama 6 minggu untuk menguatkan keterangan tentang

ke-adaan bebas Brucellosis dari sapi-sapi tersebut. Dari

25 ekor sapi itu diambil 15 ekor secara acak dan ditula

ri per konjungtiva dengan kuman Brucella abortus biotype

1, sedangkan 10 lainnya bertindak sebagai kontrol.

Ma-sing-masing sapi ditempatkan pada kandang yang berbeda.

Pada sapi-sapi tersebut dilakukan sinkrosinasi birahi

dan dilakukan inseminasi buatan pada minggu ke 18 ウ・エセ@

lah penularan.

Brucella abortus biotype 1 ケセァ@ digunakan berasal

dari isolasi retus yang ditularkan dan dibiakkan dalam

potatodextrose agar. Inokulum terdiri dari 1,5 X 10 8

organisma/IOO ul. Tiap ekor sapi diinokulasikan dengan

50 ul pada kantung konjungtiva tiap matanya, sedangkan

sapi yang bertindak sebagai kontrol diinokulasikan

de-ngan 50 ul larutan risiologis.

Contoh darah diambil setiap hari salama 31 hari dl

lanjutkan setiap minggu sampai minggu ke 52 sesudah

pe-nularan. Seluruh serum darah d±uji dengan menggunakan

Card Test, Rivanol Test, SAT, CFT dan ELISA. Titer ウエセ@

dard yang di tetapkan adalah :

ELISA, positir

>

0,14 SAY (Spectrophotometric

Absor-bance Values); negatir

<..

0,08 SAV; meragukan 0,08 セ@

SAv40,14 (Heck, William dan Pruett, 1980).

satセャ@ : 100

Riv}l: 50

(24)

Tabel l. Hasil serologis serum sapi yang di tulari oleh

kurnan Brucell5l. abortus (Heck et

.sal,

1981)

Minggu Hasil uji aktivi tas antibody

setelah terhadap Brucella abortus

penularan Card Riv CF SAT ELISA

<1 ) ( 22 ( 22 (fl2

( :2

2

(62

0 0 0 0 0,03

1 0 0 0 0,02

2

-

0 0 0 0,02

3 0 0 0 0,17

4 0 0 50 0,13

5 0 0 100 0,22

6 + 0 10 100 0,30

7 + 50 10 200 0,38

8 + 25 20 0 0,32

9 + 200 10 100 0,28

10 + 200 20 100 0,26

11 + 200 20 50 0,34

12 + 400 セo@ 100 0,40

13 + 200 40 100 0,42

14 + 50 20 50 0,38

15 + 25 20 50 0,41

16 + 25 20 0 0,74

17 + 25 20 0 0,58

18 inserninasi + 25 20 50 0,31

19 + 25 20 50 0,32

20 + 0 20 0 0,44

21 + 0 20 0 0,48

22 + 0 10 0 0,52

23 0 10 25 0,39

24 0 10 0 0,37

25 0 10 0 0,33

26 0 0 0 0,38

27 0 0 0 0,110

28 0 10 0 0,22

29 0 0 0 0,17

30 0 20 0 0,31

31 0 10 0 0,25

32 0 0 25 0,22

33 0 0 0 0,13

34 0 0 0 0,32

35 0 0 0 0,29

36 0 0 0 0,26

37 0 0 0 0,31

38 0 0 0 0,23

39 0 0 0 0,30

40 0 0 25 0,30

41 0 0 0 0,35

42 0 0 50 0,28

43 0 0 25 0,41

(25)

.J..'f

lan,jutan

(1) (2) (3) ( 4) (5) (6 )

46 0

°

25 0,35

47 0 0 50 0,29

48 0

°

25 0,29

49 0 0 25 0,36

50 0 10 100 0,33

51 + LIOO 80 200 0,32

52 abortus + 400 80 400 0,34

Tabel 2. Gambaran dari hasil serologis serum darah sapi

percobaan yang ditulari Brucella abortus (Heck et

SlJ.,

19(1)

l'iinggu sete1ah penularan 0-2 3 4 5 6 7 8

9 - 10

11

12 - 13 14

15 - 22 23 - 32

33

34 - 49 50

51 - 52

* 11eragukan

Gambaran aktivitas antibody terhaftap Brucella abortus

Card Riv CFT SA'r ELISA

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + ?* + + + + + + + + + +

? x·

+ +

+

Dari tabe1 1 dan 2 didapatkan gambaran serologis

dari tiap-tiap uji.

ELISA memberikan gambaran aktivitas antibody sejak

minggu ke 3 sampai minggu ke 52 sete1ah penularan.

(26)

mulai minggu ke 7 sampai minggu ke 16, sedangkan titer yang rendah diperoleh pada minggu ke 4 dan kadar ,titer

yang tidak tetap didapat pada minggu ke 14 sampai minggu

ke 49. Hasil yang positir kembali diperoleh pada minggu

ke

50

sampai minggu ke

52

yaitu

2

minggu sebelum terjadi

abortus.

Titer antibodi dengan menggunakan Card Test

membe-ri hasil yang positif pada minggu ke 6 sampai m1nggu ke

22,

hasil yang negatif pada minggu ke

23

sampa1 minggu

ke

50

dan memberikan hasil yang positif kembali pada minE

gu ke

51

sampat minggu ke

52.

Titer antibodi dengan menggunakan R1vanol Test

mem-beri hasil yang positif pada m1nggu ke 7 sampai ke 14,

hasil yang negatif pada minggu ke

20

sampat m1nggu ke

50

dan memberikan hasil yang positif kembali walaupun dalam

kadar yang rendah pada minggu ko 15 sampa1 minggu ke 19

dan titer yang tinggi pada minggu ke

51

sampai m1nggu ke

52.

Complement Fixation Test memberikan nila1 titer

an-t1bodi yang pos1tif pada minggu ke 12 sampa1 minggu ke

15,

hasil negat1f pada m1nggu ke 32 sampai minggu ke 49

t1ter yang rendah didapatpada minggu ke 6 sampai ke 11,

minggu ke 14 sampai ke

25,

minggu ke 28, m1nggu ke

30,

minggu ke 31 dan minggu ke

50.

Titer kembali t1nggi

pa-da minggu ke

50

sampa1 minggu ke

52

sesudah penularan.

Selain itu keadaan infaksi diperkuat pula dengan

a-danya hasil isolasi kuman Brucella abortus dari darah ヲセ@

(27)

abor-16

tus.

Magee (980) juga mengadakan percobaan untuk ELISA

dalam mendeteksi immunoglobulin yang terdapat dalam serum

darah sapi yang terinfeksi kuman Brucella abortus.

Dalam tabel 3 terlihat bahwa ELISA memberikan reak-si yang poreak-sitif untuk immunoglobulin G (IgG) yang spereak-si-'

fik pada :

penderita Brucellosis akut (no I, 2, 3) dengan nilai

500 AU disertai dengan hasil yang signifikan untuk im

munoglobulin M (IgM) dan immunoglobulin A (IgA).

penderita Brucellosis kronis (no 4 dan 5) dengan nilai IgG le)O AU, walaupun angka yang signifikan untuk IgA

dan IgM tidak terdeteksi.

serum dari 10 sapi penderita (no 6 - 15) dengan nilai

IgQ 12 - 100 AU, walaupun tidak memberikan nilai yang signifikan untuk IgA dan IgM dan hasil ini tidak

mem-beri gambaran bahwa ada penderita dari kelompok ini

yang didiagnosa secara klini8 8ebagai penderita Bru

-cell08is.

dua buah serum (no 14 dan 15 ) memberikan nilai IgG

yang rendah dengan uji ELISA akan tetapi dengan yang

(28)

dil"ect CFT Commbs ELI S A

No serum Keadaan k1inis Agglutination test test test IgG IgM IgA

(titer) (titer) (titer) AU AU AU

1. Acute Brucellosis 320 512 3280 7200 22 27

2. Acute Brucellosis 5210 2048 80000 5900 66 38

3. Acute Brucellosis 5210 128 10240 790 1040 16

4. Chronic Brucellosis 40 40 1780 740 NS NS

5. Chronic Brucellosis 160 8 320 240 NS NS

6. セイセ。hセセッウゥウ@ sete1ah 40 16 256 72 NS NS

7. Livestock owner 20

4 320 57 NS NS

8. Brucellosis setelah 20 8 40 56 NS NS

30 tahun

9. stomach carcinoma 20 4 40 49 NS NS

10. Farm worker 20 4 80 42 NS NS

11 , Auto immune disease 80 4 320 26 NS NS

12. セイセ。エャmッウゥウ@ setelah 80 16 40 66 NS NS

13. Butcher living on セ。イュ@ 80 4 40 44 NS NS

14. Gram negative septichaemia 20 4 40 18 NS NS

15. Gram negative septichaemia 20 4 40 18 NS NS

\

(29)

III. PEMBAHASAN

Bila antigen masuk ke dalam tubuh maka akan timbul

dua macam reaksi ImunoLoglk yaitu,

1. Sintesa dan pelepasan antibodi bebas ke dalam darah

dan cairan tubuh lainnya atau dikenal sebagai

"humo-ral antibody". Antibodi ini akan bekerja dengan be£

gabung langsung dengan toksin-toksin yang dihasilkan

oleh kuman serta menetralisir toksin tersebut atau

menyelubungi kuman tersebut sehingga mempermudah pr2

ses ragosi tosa.

2. Pembentukan limfosit yang peta dengan molekulmole

-kul yang menyerupai antibodi pada permukaannya.

Lim-fosi t tersebut merupakan pelaksana kekebalan yang di

timbulkan oleh Bel yang lebih dikenal sebagai "cell

medi ated immune respone" (Roi tt, 1985).

Mekanisme kekebalan yang umu terjadi pada infeksi

Brucellosis adalah kekebalan sistim seluler (Herbert, 1970)

Wilson dan Miles (1975) mengatakan bahwa reaksi

tu-buh setelah vaksinasi atau adanya suatu infeksi adalah

pembentukan IgM yang kemudian akan mengalami penurunan

bila pembentukan IgG telah terjadi. Immunoglobulin M ter

utama beredar secara intra vaskuler, sedangkan IgG dapat

beredar dalam darah dan jaringan interstisial. Wilson

dan Miles (1975}, menambahkan juga bahwa molekul IgM

ha-nya dapat bertahan untuk beberapa hari, sedangkan IgG 、セ@

pat bertahan untuk beberapa minggu.

(30)

hewan lainnya, yaitu adanya IgM, IgG dan IgA. Immunoglo

bulin G pada hewan sapi terdiri dari dua bagian, yaitu

IgG

l dan IgG2 berdasarkan angka rata-rata elektroporetik

(Butler, 1969).

Beh (1973) menerangkan tentang klasifikasi immuno

-globulin pada hewan sapi sebagai berikut :

IgM atau makroglobulin yang terdiri adri lima sub unit

yang masing-masing hampir sama dengan satu molekul IgG.

Immunoglobulin M mempunyai aktivitas pada agglutinin,

opsonin, lysin dan fiksasi komplemen. Immunoglobulin

M dikenal sebagai antibodi awal.

Immunoglobmlin G atau gammaglobulin terdapat

75%

dari

total immunoglobulin tubuh. Immunoglobulin aktif

da-lam presipitasi, antitoxin dan fiksasi komplemen.

Im-munoglobulin G dikenal sebagai antibodi akhir karena

kehadirannya dalam aliran darah sesudah kehadirun IgM

akibat rangsangan antigen.

Immunoglobulin A berhubungan dengan proteksi

permuka-an terutama ditemukpermuka-an pada sekresi eksternal.

Rose dan Roepke (1964) menelusuri tentang penyebar

an antibodi dalam serum darah sapi yang divaksinasi

de-ngan Strain 19 atau diinfeksi dede-ngan kuman Brucella abor

セ@ yang virulen. Pada hewan yang divaksinasi, antibodi

yang terdetaksi adalah IgM agglutinin yang mencapai

kon-sentrasi tertinggi pada hari ke 13 sesudah vaksinasi.

Immunoglobulin G timbul dalam titer yang rendah

an-tara hari ke 28 sampai hari ke 42 sesudah vaksinasi.

(31)

vi-20

rulen melalui konjungtiva memperlihatkan titer antibodi

IgG yang melampaui titer IgM pada hari ke 25 sampai hari

ke 45 sesudah penularan.

Bah (1974) menguatkan keterangan Rose dan Roepke

(1964) bahwa pembentukan IgM akan mencapai puncaknya

pa-da hari ke 14 sampai hari ke 16 pa-dan papa-da saat terse but

kadar IgM adalah berkisar 30 sampai 40% dari antibodi

yang timbul akibat in£eksi Brucella. Sedangkan IgG akan

muncul perlahan sesudah vaksinasi dan mencapai puncaknya

pada hari ke 16 sampai hari ke 32 dan pada saat ini

ka-dar IgGl adalah 20 sampai 30% dari jumlah antibodi dalam

darah Immunoglobulin G2 dihaailkan dalam jumlah yang

se-dikit dibandingkan IgM dan IgGl ,

Dari percobaan Heck セ@ セ@ (1981) memperlihatkan

ha-ail diagnosa dengan menggunakan ELISA test mulai terjadi

pada hari ke 21 atau tiga minggu setelah penularan, hal

ini sangat berhubungan dengan masa inkubasi kuman Brucel

l !

abortus yaitu antara satu sampai tiga minggu.

Penggunaan ELISA memungkinkan kita untuk

menganali-aa serum dari penderita Brucellosis kasus kronis, klinis,

akut, sub klinis atau kasua sesudah in£eksi dimana

geja-la klinis tidak tampak jegeja-las (Magee,1980).

Monica (1984) membagi metoda ELISA menjadi dua bagi

an berdasarkan cara kerjanya, yaitu double antibody ELISA

dan indirect ELISA. Double antibodi ELISA digunakan

un-tuk menidenti£ikasi antigen dan kwantitas dari antigen,

(32)

ada-rect ELISA.

Harry dan John (1983) menerangkan ELISA sebagai

ca-ra diagnosa serologis pada penyakit infeksi dengan ュ・ョセ@

kur jumlah total antibodi yang disebabkan oleh

rangsang-an suatu rangsang-antigen drangsang-an bukrangsang-an hrangsang-anya terbatas pada satu grup

antibodi tertentu saja. ELISA dapat mendeteksi . adanya

titer IgG, IgM dan IgA pada kasus Brucellosis yang akut

adanya titer IgG yang tlnggl pada kasus Brucellosis yang

kronis, adanya titer IgG yang remdah pada kasus setelah

terjadi infeksi serta dapat mendeteksi ada atau tidaknya

antibodi terhadap kuman Brucella.

ELISA menggunakan cara phase padat untuk mencegah

kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosa yang disebabkan

oleh adanya protein yang dalam diagnosa dapat memberikan

hasil yang positi£, mengingat ELISA sangat sensitif.

Penggunaan Serum Agglutination Test (SAT) sebaga!

diagnosa serologis yang umu dilakukan untuk mendiagnosa

Brucellosis. Test ini juga digunakan sebagai test dasar

pada program eradikasi di Norway, Denmark dan Swedia

se-perti yang ditulis oleh A11an セ@ al (1976),' mengatakan

bahwa SAT hanya mampu dan lebih efisien dalam mengukur

kadar titer IgM daripada IgGl • Sedangkan Beh (1974)

da-pat memperlihatkan bahwa IgM dihasilkan juga sebagai

pon terhadap auatu vaksinasi, akibatnya antibodi

terbentuk tidak dapat dibedakan apakah berasal dari

re§.

(33)

res-pon 'vaksinasi ataukah respon terhadap adanya infeksi.

Penggunaan CFT dapat digunakan sebagai pengganti di

agnoaa menggunakan SAT karena dianggap sebagai test yang

lebih definitif. Complement Fixation Test dapat ュ・ュ「・、セ@

kan antibodi sebagai reapon terhadap vaksinasi dan

seba-gai respon suatu infeksi seperti yang dikatakan

Nicolet-ti (1969) dan Alton セ@ セ@ (1964) dapat memperlihatkan

a-danya gabungan antara IgG dan IgM dalam CFT aebagai reak

ai suatu infeksi.

Beh (1973) menyatakan bahwa CFT lebih spesifik lagi

dalam pengikatan IgG dan IgG yang terfiksasi adalah IgG l sedangkan IgM dikarenakan sifat dari IgM yang menjadi tl

dak aktif dengan perlakusn pemanasan 60°C sedangkan

pe-ngerjaan CFT memerlukan pemenasan pada temperatur

terse-but.

Levieux (1974) mengatakan bahwa IgG2 aktif pada ag-glutinasi yang normal tetapi tidak pada pH 3,6 atau pada

Rose Bengal Plate Test juga Complement Fixation Test, ウセ@

dangkan IgG

l inaktif pada normal agglutinasi tetapi

le-bih efjjsien pada agglutinasi pada pH 3,6 dan pada Rose

Bengal Pate Test.

Selain itu diagnosa Brucellosis dengan menggunakan

RBPT banyak digunakan. Diagnosa ini menggunakan larutan

acidic buffer sebaga! pensuspenai antigen kuman Brucella.

Hess' (1953) mengemukaksn bahwa acidic buffer dapat

bersifat menghambat immunoglobulin yang non spesifik.

(34)

le-strain

19.

Beh

(1974)

mengatakan akibat yang dihasilkan adalah

adanya reaksi silang poat vaksinal yang dapat memberikan

kesalahan dalam diagnosa dimana didapat hasil yang

po-titir. Kesalahan sebagai セ・。ォウゥ@ yang negatir juga sering

terjadi sehingga ternak yang terinfeksi tidak

terdetek-si sehingga dapat bertindak sebagai sumber penyebaran in

rekei seperti yang dilaporkan oleh Morgan

(1971),

walau-pun demikian Davies

(1974)

mengungkapkan kemudahan serta

murahnya penggunaan RBPT maka oara diagnosa ini masih

mungkin dapat digunakan.

Dari keseluruhan perbandingan penggunaan uji serol,2

gis terhadap Brucellosis maka Magee

(1980)

memberikan ke

simpulan bahwa ELISA lebih spesirik dalam mendeteksi

an-tibodi terhadap kuman Bruoella dibandingkan dengan

diag-nosa serologis lainnya.

Pelajaran lebih lanjut yang dilakukan oleh Ruppaner

(1980)

mengemukakan spesirisitas ELISA dalam

identifika-si inrekidentifika-si Brucelloidentifika-sis pada sapi mencapai

100

%,

sedang-kan Byrd

.2..i:

セ@

.(1979)

memberikan nilai spesirisitas
(35)

I V. KESIHPULAN

Masalah yang utama dari Brucellosis adalah kesukarun

dalam diagnosa. Hasalah ini dapat teratasi dengan adanya

suatu cara diagnosa dengan ュ・ョァァオョイオセ。ョ@ sistim epzymatik

yaitu Enzyme lゥョャセ・、@ Immuno Sorbent Assay atau lebih

dil{e-nal dengan nama ELISA.

Prinsip kerja dari ELISA adalah pengikatan antigen

dan antibody kompleks yang dengan penambahan suatu

sub-strat tertentu serta adanya kerja enzyme peroksidase セ。ョ@

dapat memberikan perubahan warna apabila antigen dan snti

body yang berikatan adalah homolog. Perubahan warna yang

terjadi sangat tergantung pada banyaknya antibody yang di

セゥ「。エォ。ョ@ oleh infeksi yang terjadi, semakin 「。ョケセ@

anti-body yang terbentuk berarti semakin parah infeksi akan m.§.

nyebabkan perubahan warna yang lebih tajam.

ELISA dapat mendeteksi adanya titer IgG, IgN dan IgA

pada kasus Brucellosis akut, adanya titer IgG yang tinggi

pada kasus Brucellosis kronis serta adanya titer IgG yang

rendah pada kasus setelah infeksi serta ada atau tidaknya

antibody yang terbentuk akibat infeksi Brucellosis.

ELISA 「・ャセ・イェ。@ secara phase padat untuk menghilangkan

kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosa yang diakibat

-kan oleh adanya protein lain yang dapat memberi-kan hasil

yang positif sehingga mengacaukan diagnosa.

Hasil ELISA dapat dibaca langsung untuk jumlah spesi

men yang besar sekaligus sehingga memudahkan program

pel'-ngendalian B!::-.Acollosis.

(36)
(37)

DAl"TAR PU S'l' AK A

Allan, G.S., Chappel, R.J., William, P. dan Hc Naught, ]J.J.

1976. A quantitative comparison of the

sensiti-vity of serological test for bovine brucellosis to different antibody classes. Journ Hyeg. Camb. 76 : 287 -298.

Alexander, B., P. Tl. Schnurren berger dan R. R. Brown. 1981.

Numbers of Brucella abortus in the placenta, umbilicus and fetal fluid of two naturally in

-fected cows. Veterinary Record. 108: 500.

Alton, G.G., Maw, J., Rogerson, B.A. dan Hc Pherson, G.G.

1975. Serological diagnosis of bovine

brucello-sis : an evaluation of the complement fixation,

serum agglutination and rose bengal test. Aust.

Vet. Jour. 51: 57 - 63.

Andersen, R.K., Jennes, R., Brumfield, H. dan Gough, p.

1964. Brucella agglutinating antibodies:

rela-tion of mercaptoethanol stability to complement

fixation. Science. 143: 1334 - 1335.

Beh, K.J. 1973. Distribution of Brucella antibody among

immonoglobulin classes and a low molecular weight antibody fraction in serum and whey of cattle.

Research in Vet. Science. 14: 381 -384.

Beh, K.J. 1974. Quantitative distribution of Brucella

antibody amongst immunoglobulin classes in vac-cinated and infected cattle. Res. Vet. Sci. 17 : 1 - 4.

Blood, D. C., J. A. Henderson dan O. N. Radostits. 1979.

Veterinary Medicine. 5th'·ed. The English LanglJ.

age Book Society and Bailliere Tindall, London. hal. 1135.

Brunner, D.W. dan Gillespie, J.H. 1973. Infectious

Di-sease of Domestic Animal. 6th ed. Comstock

Publishing Ass. Cornel. University Press, Ithaca

and London. Hal. 196 -213, 222 - 228.

Butler, J.E. 1969. Bovine immunoglobulins: a review.

Journal Dairy Science. 52: 1895 - 1909.

Byrd, J.W., Heck, F.C. dan Hidalgo,R.J. 1979. Evaluation

of the Enzyme Linked Immunosorbent Assay for

De-tecting Brucella abortus antibodies. Am. Jour.

(38)

Hal. 12b - 167.

Cherchenko, 1.1. Brucellosis the far north. I. Brucello sis in reindeer. Jour. Mikrob. Epid. ImmunobioI.

32(3) : 135 - 139.

Davies, G. 1971. 'i'he Rose Bengal Test. Vet.' Rec. d8: 447 - 449.

Dirjen Peternakan. 1981. Rancangan Kebijaksanaan Opera-sional dan Proyek Pembangunan Peternakan. Hal.

3 - 4.

Golozov, 10M. dan Zabrodin, V. A. 1959. Brucellosis in reindeer. Veterinariya. 36: 23 セ@ 25.

Harry, R. Hill dan John, M. Matsen. 19d3. Enzyme Linked Immunosorbent Assay and Radioimmunoassay in the Serologic Diagnosis of infectious Diseases. The Journal of Infectious Disease. 14·7(2) : 258 -265.

Heck, F.C., William, J.D. dan Pruett,J. 1980. Journal of Clinical Microbiology. 11: 398.

Heck, F.C., William, J.D., Zink,D.L., Gilmore, W.C. dan Adams, L.G. 1981. Serologic profile for a cow experimentally infected with Brucella abortus antibodies. Vet. Journal. 137: 520 - 525.

Herbert, IV.J. 1970. Veterinary Immunology. Blackwell Scientific Publications. Oxford and Edinburg.

Hess, IV.R. 1953. Studies on a non specific Brucella agglutinating substance in bovine serum. I. The differentiation of specific and non specific by heat treatment. Amer. Jour. Vet. Res. 14: 192 -194.

Huddleson, I.F. 1926. Journal Americ. Medic. Accsos. 86 943.

Lapraik, R.D. 1975. Brucellosis: A study of live calves from reactor dams. Vet. Rec. 97: 52 - 54.

Lavieux,D. 197Lfo Bovine immunoglobulins and brucellosis. I. Purification of immunoglobulins and prepara-tion of specific antisera. II. Activity of se-rum IgG ,IgG and IgM in SAT, Commbs, CF and RB test. Vet. tu11. 1975. 45(8) : 558. Abst. 4199.

(39)

Thorpe, B.D., c:idv!ell,R.'!I., Bushman, J.B., Smart, K.L. dan Moyes, R. 1965. Brucellosis in wildlife "nd livestock in west central Utah. Journal Amer. Vet. Med. Assoc. 146: ?25 - 237.

c.:o

'l'oelihere, Mazes rI. 19131. Ilmu kemajiran pada ternak SIl

pi. Institut Pertanian Bogor.

Wetzel, R. dan Rieck,

,'j.

1962. Krankheiten des '!,ildes.

Wilson,

Hamburg. Ilal. 49 - 51.

S.G.S. dan S.A. Miles. 1975. Principles of bacteriology, ty. 6th ed. Edward Arnold

'l'opley and Wilson 1 s virology and immuni-Ltd. London.

Wbrld Heal th Organization. 1953. JoiI1t FAO/WHO Expert Commi t tee on Brucellosis. WHO 'fech. Rep.

Sero-logy. 67: 20.

(40)

Pintu masuk kuman

!

Lymphoglandula regional

bl darah

1

Sistim

Sis. Reticulo endothelial

Lymphoglandula

1

Pengumpulan sel mononu clear dan phagositosis jaringan sebagai pagosit organisma

セ@

Pembentukan granuloma

1

Penyisihan kuman brucella

I

Sumsum OIpunc;gung

1

Pengumpulan sel leukosit polymorphnuclear

1

Nekrosis jaringan

1

Pembiakan kuman brucella

GambaI' 1. Sirkulasi kuman brucella dalam tubuh.

(41)

Lampiran 2.

セnャGェイBNQエ@

ANTHWDYA

ANTIGEN A

ANTIBODY A

ENZYME

ANTI-GLOBULIN

ANTIBODY 8

ANTIGEN B

DOUBLE J.lNTmODY EUSA ANTIGEN ASSA Y

+

SUBSTRATE

-

COlOUH CHANGE

INDIRECT ELISA ANTIBODY ASSAY

+ ..

I __

s⦅u⦅b⦅s⦅tr⦅a⦅t⦅セ⦅Mi@

-

COLOUR CHANGE
(42)

Lampiran 3.

OOUBLE ANTIBODY UISA

...

w

I

.

/ "

i[セG@

i

Well "I Ul.(lotd, .. l,lJll P:"It: ,$0

セoBii\u@ """In セヲjBャNイLL[N@ ilnlltJooy

;, セiオGL@ ",,,.,, ,(.>.,1 ... ".", • .:.nIlY.:Il.:.

,ul,I.'Il''''''lhc .",I,V'-'" ulI,I"' ... セ@

.... tI,II,,· BGiiGャBNhiセ@

,

Aho;:: •... セイBョGエャ@ t:111ymt.' LauCIlt:c1

jU\I,tJOtly.!Io ol.:lOt.'O wl.,eh dlt,u;lu::. to tht:illlhlol,m

Ah,..., ... shlng iI !.Ublo1l"It' ,5

;.O,le.l .... h".:h iセ@ hy<.lfLolylt:U (f)lole" do .... nl fl) th" tn/yllll: Iv 9 .... " a

l_uluUI chang I;'

Gambar 3. Cara kerja double antibody ELI SA dalam men-deteksi antigen

(Monica, 1984).

INDIRECT ELISA

LJ

A'

W

3

v"dt 01/11,(101.11.1100 plillt ,5

c.oGled wJlII known an/IOtln

P.II,.,.nrS. $.t:r .... m ,$. .ddea .. nO the

P4, .. ",lr, .HI" .... udy LllnlUIIU,io woU'\

1111: anhyt:1l

Ah",. w.a5hlOg. enlymeJ",tJ.eUed oinl,hulIliilfl gJutJulln I$. .. aocd wh,ch .Hlilt:tl"S 10 the aollt.adv

Ah .. , ... shlng .. $.ub:otrale IS

aao".;! wh,Ch 110 hydrOlyle" flllolr.en aown) by Ihe iZZエャャケュセ@ to U,..,t:.II

COlour Change

(43)

/}j

Oセ@ iii f }' f

! !

( I

KEMUNGKINAN PENGGUNAAN ENZYME LINKED IMMUNO SORBENT ASSAY

( ELISA) DAlAM DlAGNOSA SEROlOGIS BRUCEllOSIS

S K R I P S I

Oleh

IRZA GUSTRI MA NIAR AZWAR B. 1 7 0131

FAKULTAS kセdokteran@ HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(44)

IRZA GUSTRI MARlAR AZVAR. Bruoellosis merupakan

suatu penyakit yang seoara primer menyerang sapi. babi.

kerbau. kambing dan domba yang bersifat akut atau kronis

dan juga bersifat infeksius. Bruoellosis pada ternak

sapi disebabkan oleh Bruoella abortus. suatu parasit yang

bersifat fakultatif intra seluler.

Keguguran pada pertiga akhir masa kebuntingan atau

pada kebuntingan bulan ke 6 - 9 merupakan gejala yang

khas dan biasa juga disertai oleh adanya retensio

seoun-dinae serta adanya eksudat vaginal yang berlebihan.

Masalah yang utama dari Brucellosis adalah

kesukar-an dalam diagnosa. dimkesukar-ana kasus Bruoellosis baru dapat

terdeteksi apabila gejala klinis telah tampak yang 「・イセ@

ti penoemaran lingkungan pada tempat sekitar kandang ウ・セ@

ta ternak yang lain telah terjadi. Masalah lain adalah

dimana hewan. tidak menunjukkan gejala yang jelas

sedang-ken hewan tersebut dapat bertindak sebagai reaktor penya

kit.

Saat ini telah dikembangkan suatu oara diagnosa

yang lebih spesifik dan sensi tif dengan menggunakan

sis-tim enzymatik yaitu Enzyme Linked Immuno Sorbent <. Assay

(ELISA) yang dapat digunakan untuk pendeteksian kasus

Bruoellosis baik pada keadaan akut. kronis atau .keadaan

sesudah infeksi.

Prinsip kerja ELISA adalah adanya ikatan antigen

(45)

tertentu aerta dengan bantuan kerja auatu enzyme yaitu

enzyme perokaidaae akan memberikan perubahan warna yang

kontras aeauai dengan banyaknya titer antibodi terhadap

(46)

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1961 di

Jakarta, dari ayah Chair Azwar dan ibu Soemarni. Penulis

adalah anak ke empat dari empat bersaudara.

Pendidikan penulis dimulai di SD Van Lith II

Jakar-ta pada Jakar-tahun 1968 -' 1973. Kemudian melanjutkan ke Sek£

lah Lanjutan Pertama pada SMP Van Lith Jakarta sejak

ta-hun 1974 - 1976, dilanjutkan ke Sekolah Lanjutan Atas

pada SMA I Jakarta sejak tahun 1977 dan tamat pada tahun

1980.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada

tahun 1980 melalui Proyek Perintis II dan pada tahun

1981 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas

Ke-dokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis ーセイᆳ

nah menjadi asisten muda luar biasa pada mata ajaran hゥセ@

tologi Veteriner sejak tahun 1982 - 1983 di F.{H IPB dan

lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tangga1 1

(47)

KEMUNGKINAN PENGGUNAAN EN2YME LINKED IMMUNO SORBENT ASSAY

(ELISA) DALAM DIAGNOSA SEROLOGIS BRUCELLOSIS

S K RIP S I

01eh

IRZA GUSTRI MANIAR AZWAR

B. 170131

Sebagai salah satu syarat untuk mempero1eh ge1ar

Dokter Hewan pada Faku1tas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

セtas@ KEDOKTERAN HEWAJ

INSTlTUT PERTANIAN BOGOR

(48)

Nama Mahasiswa Nomer pokok

Tanggal

(ELISA) DALAH DIAGNOSA SEROLOGIS BRUCELLOSIS

IRZA GUSTRI I1ANIAR AZWAR

B. 170'151

disetujui oleh

(49)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulia panjatkan ke hadirat Allah

SWT, karena hanya dengan perkenanNyalah penyusunan skriE

si ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun

berda-sarkan studi literatur, untuk memperoleh gelar dokter ィセ@

wan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bo

gore

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Bapak

Drh. Sugyo Hastowo, MSc yang telah membimbing pentusunan

skripsi ini. Juga kepada pimpinan beserta star

Perpus-takaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, PerpusPerpus-takaan Fakul

tasKedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor daa

Perpus-takaan Balai Peneli tian Veteriner serta semua pihak yang

telah banyak membantu penulis sehingga terwujudnya skriE

si ini.

Penulia sadar bahwa penyusunan skripsi ini masih ェセ@

uh dari sempurna, maka saran dan kritik untuk perbaikkan

skripsi ini sangat penulis harapkan. Besar harapan sem2

ga skripai ini dapat bermanraat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

v

Bogor, September 1985

(50)

KATA PENGAN'fAR

...

DAF'l'AR lSI

...

DAFTAR 'rABEL

.

.

.

.

...

DAF'rAR GAHBAR • • •

...

DAFTAR LAHPIRAN

...

I.

II.

A.

B'

III.

IV.

PENDAHULUAN • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • TINJAUAN PUSTAKA ••••

• • • • • • Brucellosis Pada Sapi

.

. . . .

.

.

.

.

.

.

.

. .

.

. . .

.

1.

2.

3.

4.

Sejarah dan Etiologi ••••••••••••••.•

Patogenese dan Pathologi ••••••••••••

g・ェセ。@ ·Kli-nis _,:- •••.••• ! • • • • • • • • • • • • • •

Respon Immune Terhadap Infeksi ••••••

Perbandingan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dengan Uji Serologis Lainnya Dalam Diagnosa

Brucellosis . • . • . . . • . . • • . • . • . . . • . • . . . .

PEHBAHASAN

·

... .

KESIi1PULAN • • • • • • • • • • • • • • • DAFTAR PUSTAKA •••

·

... .

(51)

DAFTAR '!'ABEL

No. Teks Hal am an

1. Hasil serologis serum sapi yang ditulari

oleh kuman Brucella abortus ••••••••••••••••

13

2. Gambaran dari hasil serologis serum darah

sapi yang di tulari Brucella abortus ... 14

3. Hasil uji serologis yang memperlihatkan

gambaran antib6dy terhadap Brucella •••••••• 17

(52)

Gambar

Gambar  1.  Diagram  kegiatan  fagositosis  (Mims,  1976).
Tabel  l.  Hasil  serologis  serum  sapi  yang  di tulari  oleh
Gambar  2.  Prinsip  kerja  ELISA  CHanica,  1984).
Gambar  3.  Cara  kerja

Referensi

Dokumen terkait