• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI MUSLIM ETNIK TIONGHOA DENGAN LINGKUNGAN SOSIALNYA (Studi Pada Muslim Etnik Tionghoa di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERAKSI MUSLIM ETNIK TIONGHOA DENGAN LINGKUNGAN SOSIALNYA (Studi Pada Muslim Etnik Tionghoa di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

INTERAKSI MUSLIM ETNIK TIONGHOA DENGAN LINGKUNGAN SOSIALNYA

(Studi Pada Muslim Etnik Tionghoa di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung)

Oleh

Mia Marissa

Interaksi antar etnik ini membawa pada suatu proses pembauran yang salah satu faktor pendukung pembauran tersebut adalah agama. Diperkirakan agama Islam merupakan salah satu faktor yang mempermudah pembauran itu. Dengan menjadi muslim, etnik Tionghoa lebih mudah mendekatkan diri mereka dengan warga setempat. Sebagian yang lain menjadi Muslim karena perkawinan dengan masyarakat setempat. Masyarakat keturunan Tionghoa ada yang memeluk Islam karena pernikahan. Diawali dengan pembauran, saling mengenal lalu menikah, namun ada juga yang memeluk Islam karena mereka tertarik dengan ajaran Islam itu sendiri. Permasalahan tentang Interaksi muslim etnik Tionghoa dengan lingkungan sosialnya adalah masalah yang menarik untuk dilakukan penelitian, karena persoalan etnik yang berbeda dapat menimbulkan suatu konflik antara muslim etnik Tionghoa dengan masyarakat lingkungan setempat. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis begaimana bentuk interaksi muslim etnik Tionghoa dengan lingkungan sosial mereka. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan ditentukan dengan Purposive Sampling yakni penentuan disesuaikan dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Data diperoleh dari hasil wawancara mendalam. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan reduksi data, display atau penyajian data dan tahap kesimpulan (verifikasi). Lokasi penelitian di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung. Informan dalam penelitian ini adalah 4 orang, yang terdata pada PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) di Propinsi Lampung, selain itu berdomisili dan menetap di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk interaksi muslim etnik Tionghoa dengan lingkungan sosial mereka terjadi melalui dua proses yaitu proses asosiatif dengan bentuk interaksi kerjasama, akomodasi atau adaptasi dan asimilasi. Proses disosiatif yaitu melalui bentuk interaksi konflik dan pertentangan.

(2)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Interaksi

Dalam Soekanto (1990 : 61) interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.

(3)

melalui kontak langsung melalui berita yang didengar atau melalui surat kabar.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan interaksi adalah kontak antara individu yang menghasilkan adanya hubungan saling pengaruh mempengaruhi yang nampak dalam hubungan aksi reaksi. Interaksi dapat berlangsung antara :

- Orang perorangan dengan kelompok atau kelompok dengan orang perorangan - Kelompok dengan kelompok

- Orang perorangan

Dengan demikian hubungan aksi reaksi dalam berinteraksi peran komunikasi menjadi penting. Arti penting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap, perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut.

a. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :

1. Adanya kontak sosial (social contact)

Kontak, merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial.

(4)

masing-Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara. Misalnya melalui telepon, radio, surat dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung adalah kontak sosial melaui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialog diantara kedua belah pihak tersebut.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu ;

a.Antara individu, melalui proses sosialisasi (socialization), yaitu proses, dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat

dimana dia menjadi anggota.

b.Antara individu dengan satu kelompok atau sebaliknya, misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memaksa anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.

c.Antara satu kelompok dengan kelompok-kelompok lainnya, misalnya dua partai politik mengadakan kerjasama untuk mengalahkan partai politik yang ketiga dalam pemilihan umum.

2. Adanya komunikasi

(5)

Dalam komunikasi dapat terjadi banyak sekali penafsiran terhadap perilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang berhubungan. Misalnya, jabatan tangan dapat ditafsirkan sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebangsaan dan lain-lain.

b. Bentuk-Bentuk Interaksi

Gillin dan Gillin dalam (Soekanto, 1990:71) pernah mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka , ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu :

1. Proses yang Asosiatif (processes of association) yang terbagi ke dalam tiga bentuk khusus lagi, yakni :

a. Kerjasama (Coorperation)

Beberapa orang Sosiolog menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

(6)

” Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan –kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut ; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta –fakta penting dalam kerjasama yang

berguna”.

Di kalangan masyarakat Indonesia dikenal bentuk kerjasama tradisonal dengan nama gotong-royong. Di dalam sistem pendidikan Indonesia yang tradisonal, umpamanya, sejak kecil tidak ditanamkan kedalam jiwa seseorang atau pola perilaku agar dia selalu hidup rukun, terutama dengan keluarga dan lebih luas lagi dengan orang lain didalam masyarakat. Hal mana disebabkan adanya suatu pandangan hidup bahwa seseorang tidak mungkin hidup tanpa kerjasama dengan orang lain. Pandangan hidup demikian ditingkatkan dalam taraf kemasyarakatan, sehingga gotong-royong seringkali diterapkan untuk menyelenggarakan suatu kepentingan.

b. Akomodasi

Menurut Gillin dan Gillin dalam (Soekanto, 1990:75) akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk mengambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.

(7)

c. Asimilasi

Asimilasi (assimilation) merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

Proses asimilasi timbul bila ada :

1). Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya

2). Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama, sehingga

3). Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain : a. Toleransi

b. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi c. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya

d. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan

(8)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

Persaingan mempunyai dua tipe umum yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Yang bersifat pribadi, orang perorangan atau individu secara langsung bersaing. Didalam persaingan yang tidak bersifat pribadi, yang langsung bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.

2. Persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict) * Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada

(9)

kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan.

B.Tinjauan Tentang Muslim

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, muslim diartikan sebagai penganut agama Islam atau orang yang menganut agama Islam.

Menurut Sudarsono dalam Kamus Agama Islam, muslim diartikan sebagai orang yang memeluk agama Islam atau orang berserah diri kepada Allah.

Muslim adalah orang Islam. Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri.

Menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas (2009 : 9) Muslim adalah orang yang beragama Islam, yang nampak padanya ciri-ciri memenuhi syarat Islamnya seseorang sehingga haram harta dan darahnya atas sesama muslim. Seperti yang dijelaskan dalam Rukun Islam :

[1]. Bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar melainkan

hanya Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam

adalah utusan Allah. [2]. Menegakkan shalat. [3].Membayar zakat.

(10)

Shallallahu „alaihi wa

sallam.

C. Tinjauan Tentang Etnik

Menurut Fredrik Barth (dalam Suparlan, 2002 : 4) suku bangsa merupakan sebuah kategori atau golongan sosial askriptif, maka suku bangsa adalah sebuah pengorganisasian sosial mengenai jati diri yang askriptif dimana anggota suatu suku bangsa karena dilahirkan oleh orangtua dari suku bangsa tertentu atau dilahirkan di dan berasal dari suatu daerah tertentu. Berbeda dari berbagai jati diri lainnya yang diperoleh seseorang sebagai satus-status yang diperoleh dalam berbagi struktur sosial yang sewaktu-waktu dapat dibuang atau diganti. Jati diri suku bangsa atau kesukubangsaan ini tetap melekat dalam diri seseorang sejak kelahirannya. Jati diri suku bangsa atau kesukubangsaan dapat disimpan atau tidak digunakan dalam interaksi, tetapi tidak dapat dibuang atau dihilangkan.

Lebih lanjut Fredrik Barth mendefinisikan etnik yang pada dasarnya adalah sama dengan suku bangsa menunjuk pada suatu kelompok tertentu karena kesamaan ras, agama, asal usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya.

Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang :

(11)

3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.

4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Sementara definisi Etnik menurut Koentjaraningrat (1995), etnik tentu berbeda dengan suku bangsa. Istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah “suku

bangsa”, atau dalam bahasa Inggris ethnic group (kelompok etnik). Konsep yang

tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas

tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Dalam

kenyataan, konsep “suku bangsa” lebih kompleks daripada apa yang terurai di atas. Ini

disebabkan karena dalam kenyataan batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan teritorial.

(12)

melintas batas territorial, istilah etnik hampir sama dengan suku bangsa menunjuk pada suatu kelompok tertentu karena kesamaan ras, agama, asal usul, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya.

D. Tinjauan Tentang Tionghoa

Kata Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata

“Zhonghua” dalam bahasa mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai

Tionghoa.

Menurut Suryadinata (1999:252) etnik Tionghoa di Indonesia bukan merupakan minoritas yang homogen. Dari sudut kebudayaan, orang Tionghoa terbagi atas 2 golongan saja yaitu peranakan dan totok.

a. Peranakan adalah orang Tionghoa yang sudah lama tinggal di Indonesia dan

umumnya sudah “berbaur”. Mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa sehari-hari dan bertingkah laku seperti pri.

(13)

Lingkungan menurut Srteoz dalam Triaini Lestariningrum (2002) adalah meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (to provide environment) bagi genarasi yang lain.

Menurut Fuad Amsyari dalam Triaini Lestariningrum (2002) lingkungan adalah apa yang ada disekitar manusia. Berdasarkan pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang dapat memberikan pengaruh pada manusia tersebut.

Menurut Setiadi (2008 : 177) lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari penghidupannya dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil.

Dalam Abdulsyani (2007 : 195) yang dimaksud dengan lingkungan sosial yaitu lingkungan yang terdiri dari orang-orang secara individual maupun kelompok yang berada di sektar manusia.

Lingkungan sosial yang dimaksud pada penelitian ini adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat setempat.

(14)

Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi dan interaksi seseorang. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya menyebabkan seseorang sadar akan dirinya bahwa sebagai individu harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat dinyatakan bahwa lingkungan sosial merupakan wadah atau sarana untuk sosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang terdiri dari kelompok terkecil untuk memulai berinteraksi dengan orang lain dan sebelum bersosialisasi dalam masyarakat.

F. Kerangka Pemikiran

Mendengar kata etnik keturunan Tionghoa, hal yang pertama kali terlintas dalam pikiran orang umumnya adalah mereka pasti non-Muslim dan eksklusif. Hanya bergaul dengan kelompok mereka sendiri dan kurang bisa berbaur dengan lingkungan sekitar. Padahal, orang-orang yang biasanya sukses dalam bidang ekonomi ini juga ada yang Muslim dan mempunyai komunitas sendiri.

(15)

Interaksi antar etnik ini membawa pada suatu proses pembauran yang salah satu faktor pendukung pembauran tersebut adalah agama. Diperkirakan agama Islam merupakan salah satu faktor yang mempermudah pembauran itu. Dengan menjadi Muslim, etnik Tionghoa dapat mendekatkan diri mereka dengan warga setempat.

Muslim etnik Tionghoa di Indonesia saat ini masih merupakan kelompok minoritas. Sehingga keberadaannya di tengah-tengah masyarakat masih belum bisa diterima dengan baik. Untuk bisa diterimanya muslim etnik Tionghoa ini ditengah-tengah lingkungan masyarakat, mereka harus melakukan interaksi dalam kehidupan mereka sehari-hari, khususnya pada lingkungan sosial mereka. Lingkungan sosial mereka yang terbagi pada lingkungan keluarga mereka sendiri dan lingkungan pada tempat tinggal mereka atau masyarakat setempat.

Bagi muslim etnik Tionghoa lingkungan keluarga mereka terbagi lagi menjadi, lingkungan keluarga pemeluk muslim etnik Tionghoa dan etnik Tionghoa non muslim atau keluarga masih memeluk agama lain selain Islam. Untuk itu mereka masih harus melakukan interaksi dengan lingkungan tersebut untuk masih bisa diterima walaupun sudah menganut agama yang berbeda.

(16)

Skema Kerangka Pemikiran

Hasil Penelitian

Interaksi Muslim Etnik Tionghoa Dengan Lingkungan Sosialnya

Lingkungan Keluarga (Sesama Tionghoa Muslim dan Tionghoa non muslim)

Lingkungan Sosial - Masyarakat Muslim - Masyarakat Non Muslim

(Budha, Kristiani, Hindu)

Bentuk Interaksi sosial : a. Proses Asosiatif

 Kerjasama

 Akomodasi

 Asimilasi b. Proses Disosiatif

 Persaingan

 Konflik

(17)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kedatangan Etnik Tionghoa di Indonesia

Orang Cina yang pertama datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Budha. Pendeta ini bernama Fa Hien. Ia singgah di pulau Jawa pada tahun 413 SM. Pada saat singgah ini ia mengatakan tidak ada seorang Cina yang tinggal di pulau Jawa. Dalam sejarah Cina lama mengatakan bahwa pengetahuan orang Cina merantau ke Indonesia terjadi pada masa akhir pemerintahan Dinasti Tang. Hal ini karena sejak zaman Dinasti Tang (618-907), kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou malah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut. Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara ini kemudian menyebabkan banyak sekali orang-orang Cina pada masa itu juga merasa keluar berlayar untuk berdagang (Hidajat.Z.M, 1984).

(18)

ke pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah. Kemudian mereka menetap di daerah pelabuhan pantai uatara pulau Jawa. Hubungan dagang dengan Indonesia ini telah terbina sejak abad ke-13. Selanjutnya pendatang-pendatang baru banyak yang datang pada waktu negara Cina diperintah oleh Dinasti Ming (1368-1644).

Pada 1412 sebuah armada Cina dibawah pimpinan Cheng Ho datang di pulau Bintan. Armada ini kemudian singgah di pulau Bangka, Bliton, Karimata, pulau Jawa di Semarang dan Madura (Hidajat.Z.M, 1984).

Menurut mitologis Cina tujuan ekspedisi itu untuk mencari keponakan Kaisar Yung Lo (Kaisar ketiga Dinasti Ming), yang melarikan diri ketika Nanking jatuh ke tanganKaisar Yung Lo. Sumber lain menyatakan sebenarnya tujuan armada Cheng Ho dalam rangka mencari cap kerajaan yang hilang. Sebagai hasil ekspedisi ini selain sejak itu mulai ada hubungan dagang dan pembayaran upeti kepada Peking. Dengan kata lain, ekspedisi ini selain bersifat dan bertujuan dagang juga memiliki tujuan politik.

(19)

merica dan bersawah. Pada umumnya orang Cina yang pertama datang ke Indonesia pada waktu hanya terdiri dari kaum laki-laki saja (Hidajat.Z.M, 1984).

Keadaan ini berlangsung sampai perang dunia berakhir. Oleh karena itu sebelum waktu itu telah berlangsung perkawinan antara orang Cina laki-laki dengan wanita pribumi. Akan tetapi setelah perang dunia pertama imigran Cina membawa pula kaum wanita serta kaum kerabatnya. Sejak saat itulah banyak orang Cina yang datang ke Indonesia. (Hidajat.Z.M, 1984).

Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah Sumatera Utara, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Surabaya, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (http://www.orangTionghoa.com : 20 November 2008).

B. Mulai Masuknya Muslim Etnik Tionghoa di Indonesia.

(20)

terjadi sebelum masehi (http://mencarijejakdakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).

Sebagai agama, Islam masuk dan berkembang di Negeri Cina, Melalui jalur perdagangan. Begitu pula Islam masuk ke Nusantara. Kebanyakan sarjana berpendapat bahwa peristiwa masuknya agama Islam ke Cina, terjadi pada petengahan abad VII. Saat itu kekhalifahan Islam yang berada dibawah kepemimpinan Utsman bin Affan (557-656) telah mengirim utusannya yang pertama ke Cina, pada tahun 651 M. Ketika menghadap Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang utusan Khalifah tersebut memperkenalkan keadaan negerinya beserta Islam. Sejak saat itu mulai tersebarlah Islam di negara Cina (http://mencarijejak dakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).

Islam masuk ke Cina melalui daratan dan lautan. Perjalanan darat dari tanah Arab sampai kebagian barat laut Cina dengan melalui Persia dan Afganistan, jalan ini terkenal dengan nama jalur Sutera. Sedangkan perjalanan laut melalui Teluk Persia dan Laut Arab sampai ke pelabuhan-pelabuhan Cina seperti Guangzhou, Quanzhou, Hangzhou, dan Yangshou dengan melalui Teluk Benggala, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan (http://mencarijejakdakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).

(21)

Tionghoa yang sudah ada di Nusantara dengan mereka yang beragama Islam. Kedatangan imigran muslim Tionghoa ke Nusantara, sebelum dan pada zaman kerajan-kerajaan di Nusantara, secara individu-individu. Kedatangan etnik Tionghoa ke Nusantara dari Negeri Cina sebagian besar dengan cara kolektif (rombongan) beserta keluarga. Kebanyakan dari mereka adalah non Muslim. Mereka juga hidup terpisah dari penduduk setempat dan tinggal di Pecinan, terutama di masa Kolonial (http://mencarijejak dakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).

Kedatangan etnik Tionghoa dan Muslim Tionghoa dari negeri Cina ke Nusantara, tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi mereka, bukan tujuan menyampaikan Islam atau berdakwah. Pada umumnya mereka berasal drai daerah-daerah Zhangzhou, Quanzhou dan propinsi Guangdong. Tapai di Zaman pemerintah Belanda pernah mendatangkan etnik Tionghoa ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan dan pertambangan milik Belanda (http://mencarijejakdakwah muslimtionghoa.com : 20 November 2008).

(22)

Demikian pula dengan muhibah pelayaran Laksamana Zheng He (Cheng Ho) ke Nusantara, pada abad ke XV. Latar belakang muhibah ini adalah perdagangan dan bermaksud mempererat hubungan antara negara Cina dan Negara-negara Asia Afrika. Banyak dari anggota muhibah dan anak buah Laksamana Zheng He adalah Muslim, seperti Ma Huan, Guo Chong Li, dan Ha San Shaban dan Pu He-ri. Ma Huan dan guo Chong-li pandai berbahasa Arab dan Persia. Keduanya bekerja sebagai penerjemeh. Ha San adalah seorang ulama masjid Yang Shi di kota Ki An. Maka tidkalah aneh pula daerah-daerah yang disinggahi oleh muhibah tersebut penduduknya banyak yang beragama Islam. Pulau, daerah atau kerajaan-kerajaan di Indonesia yang dikunjungi oleh 7 (tujuh) kali muhibah Laksamana Zheng He dari tahun 1925 sampai tahun 1431 adalah Jawa, Palembang, Pasai (Aceh), Lamuri, Nakur (Batak), Lide, Aru Tamiang, Pulau Bras, Pilau Lingga, Kalimantan, Pulau Karimata, Pulau Beliton, dan lain-lain (http://mencarijejak dakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).

(23)

Berdasarkan peraturan kolonial Belanda, mereka yang mengikuti tradisi, adat istiadat suatu golongan menjadi golongan tersebut. Islam mengatur etnik Tionghoa melebur dan manjadi bagian pribumi atau masyarakat setempat (http://mencarijejakdakwah muslimtionghoa.com : 20 November 2008).

C. Muslim Etnik Tionghoa dan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).

Komunitas muslim etnik Tionghoa di Indonesia terkumpul dalam sebuah wadah organisasi bernama PITI adalah singkatan dari Persatuan Islam Tionghoa Indonesia. PITI merupakan organisasi wadah komunitas muslim etnik Tionghoa dari seluruh nusantara, tidak terkecuali muslim etnik Tionghoa yang ada di Propinsi Lampung.

Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) didirikan pertama kali di Jakarta, pada tanggal 14 April 1961, antara lain oleh almarhum H. Abdul Karim Oei Tjen Hien, almarhum H. Abdusomad Yap A Siong dan almarhum Kho Goan Tjin. PITI didirikan pada waktu itu, sebagai tanggapan atas saran Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah yaitu almarhum KH. Ibrahim kepada almarhum H. Abdul Karim Oei bahwa untuk .menyampaikan agama Islam kepada etnik Tionghoa harus dilakukan oleh etnik Tionghoa itu sendiri yang beragama Islam.

(24)

Visi PITI adalah mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam). Sedangkan misi PITI didirikan adalah untuk mempersatukan muslim Tionghoa dengan muslim Indonesia, muslim Tionghoa dengan etnik Tionghoa non muslim dan etnik Tionghoa dengan umat Islam.

Program PITI adalah menyampaikan tentang dakwah Islam khususnya kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan kepada muslim Tionghoa dalam menjalankan syariah Islam baik di lingkungan keluarganya yang masih non muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam di lingkungan tempat tinggal dan pekerjaannya, serta pembelaan/ perlindungan bagi mereka yang karena masuk agama Islam, untuk sementara mempunyai masalah dengan keluarga dan lingkungannya. Sampai dengan saat ini, agama Islam tidak dan belum menarik bagi masyarakat keturunan Tionghoa karena dalam pandangan mereka, agama Islam identik dengan kemunduran, kemalasan, kebodohan, kekumuhan, pemaksaan dan kekerasan (radikal dan teroris).

(25)

(orang yang baru masuk agama Islam) keturunan Tionghoa yang tersebar di beberapa daerah seperti Bandar Lampung, Metro, Pringsewu dan Talang Padang sepakat untuk membentuk Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PITI Lampung. Pada tanggal 19 Juli 1987 dilaksanakan Musyawarah Wilayah (Muswil) PITI Lampung yang pertama bertempat di Wisma Pertiwi Pahoman Bandar Lampung yang menetapkan Hi. Muswardi Taher sebagai ketua umum.

Setelah terpilihnya pengurus DPW PITI Lampung organisasi PITI berjalan. Langkah awal yang dilakukan diantaranya adalah pendataan warga muslim etnik Tionghoa bekerjasama dengan camat dan lurah se Bandar Lampung, pembentukan DPD PITI Lampung Tengah dan Lampung Selatan (sebelum pemekaran), dan silaturahmi ke pengurus DPP PITI di Jakarta. Selain itu juga dilakukan pengajian rutin, terlibat aktif dalam rehabilitasi gempa Liwa, memberi bantuan modal usaha, membentu program pengislaman bagi non Islam yang berkeinginan masuk Islam, dan aktif dalam menyikapi kondisi sosial kemasyarakatan.

(26)

masing-masing untuk menggerakkan roda organisasi. Sampai dilakukannya Muktamar PITI II di Jakarta pada tahun 2000 yang disebut sebagai Muktamar Milenium.

Atas permintaan dan dorongan dari Dewan Pimpinan Pusat PITI yang terbentuk dari hasil Muktamar Milenium melalui Sekretaris Jendral DPP PITI Hi. Eddy Sulaeman kepada pengurus DPW PITI Lampung untuk menyelenggarakan Musyawarah Koordinator Wilayah (Muskorwil) II PITI Lampung. Maka pada tanggal 9 Juni 2002 diselenggarakan Muskorwil PITI Lampung bertempat di Aula Kanwil Departemen Agama Propinsi Lampung. Muskorwil menunjuk

Mu‟min Shiddiq Lie Kie Liong sebagai ketua umum DPW PITI Lampung

periode 2002-2005.

b. Asas, Tujuan dan Kegiatan PITI

Sebagai organisasi Islam, PITI berasaskan Islam dan bertujuan membentuk kepribadian yang Islami di mana tergambar sosok pribadi yang taat, tunduk, dan patuh kepada Allah SWT. Untuk mencapai tujuan tersebut, PITI melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Memberi bimbingan ajaran agama Islam bagi anggotanya,

2. Menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kasih sayang kepada umat manusia,

(27)

4. Mendorong dan menggalakkan usaha di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa manfaat bagi umat manusia.

D. Jumlah Muslim Etnik Tionghoa di Propinsi Lampung

Berdasarkan pendataan dari PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) di Propinsi Lampung tahun 2005, jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa adalah sebanyak 186 orang. Jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa ini terbagi berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Berikut merupakan jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 1. Data jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa berdasarkan jenis kelamin

DATA JUMLAH PENDUDUK MUSLIM ETNIK TIONGHOA BERDASARKAN JENIS KELAMIN

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 126

2. Perempuan 60

Jumlah Penduduk 186

Sumber : PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) Propinsi Lampung tahun 2005.

(28)

Berdasarkan pendataan dari PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) tahun 2005, jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa di Propinsi Lampung sebanyak 186 orang tersebut tersebar di beberapa kecamatan dan daerah-daerah yang ada di Propinsi Lampung. Berdasarkan data PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) tersebut tercatat jumlah muslim etnik Tionghoa pada Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung lebih banyak dibandingkan di Kecamatan atau daerah-daerah lainnya yang ada di Propinsi Lampung.

Tabel 2. Data Jumlah muslim etnik Tionghoa berdasarkan daerah atau kecamatan di Propinsi Lampung

DATA JUMLAH PENDUDUK MUSLIM ETNIK TIONGHOA BERDASARKAN DAERAH ATAU KECAMATAN DI PROPINSI

LAMPUNG

No Daerah atau Kecamatan Jumlah

1.

(29)

E. Gambaran Umum Kecamatan Telukbetung Selatan

1. Sejarah Singkat Kecamatan Telukbetung Selatan

Kecamatan Telukbetung Selatan adalah salah satu Kecamatan yang tertua dalam wilayah Kota Bandar Lampung, yang pada saat itu Pemerintah Kota Bandar lampung masih bernama Kotamadya Tanjung Karang Teluk Betung, dengan 4 (empat) Wilayah Pemerintahan Kecamatan, yaitu : Kecamatan Telukbetung Utara, Kecamatan Tanjungkarang Timur, Kecamatan Tanjungkarang Barat dan Kecamatan Telukbetung Selatan

Kecamatan Telukbetung Selatan pada waktu itu membawahi 6 (enam) Pemerintahan Kelurahan diantaranya : Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Bumi Waras, Kelurahan Teluk Betung, Kelurahan Kangkung, Kelurahan Pesawahan dan Kelurahan Gedong Pakuon Talang.

(30)

Kedaton dan Sukarame. Sedangkan Kecamatan Telukbetung Selatan dari 6 (enam) Kelurahan dimekarkan menjadi 9 (sembilan) Kelurahan, dengan pemecahan Kelurahan yang ada di Wilayah Telukbetung Selatan yaitu :

1.Kelurahan Gedong Pakuon Talang dipecahkan menjadi 2 (dua) Kelurahan yaitu : Kelurahan Talang dan Kelurahan Gedong Pakuon.

2.Kelurahan Bumi Waras dipecah menjadi 2 (dua) Kelurahan yaitu : Kelurahan Bumi Waras dan Kelurahan Pecoh Raya.

3.Kelurahan Sukaraja dibagi menjadi 2 (dua) Keluraha yaitu : Kelurahan Sukaraja dan Kelurahan Garuntang.

Pada akhir tahun 2001 kembali ada pemekaran wilayah berdasarkan Peraturan Derah Kota Bandar Lampung No.4 Tahun 2001. Telukbetung Selatan memiliki tambahan 2 (dua) Kelurahan sehingga menjadi 11 (sebelas) Kelurahan (Kelurahan Way Lunik dan Kelurahan Ketapang yang merupakan panambahan dari Wilayah Kecamatan Panjang ).

2. Kondisi Geografis

1. Letak Geografis

(31)

1.Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Utara dan Kecamatan Tanjung Karang Timur

2.Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung 3.Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Panjang

4.Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat

Kecamatan Teluk Betung Selatan secara geografis merupakan wilayah pantai yang membujur dari Timur kearah barat Pantai Teluk Lampung.

2. Keadaan Topografi

Kecamatan Telukbetung Selatan secara Topografis mempunyai wilayah yang relatif datar, terutama bagian yang menyusuri pantai dan sebagian kecil mempunyai wilayah perbukitan atau bergelombang, terutama dibagian utara wilayah Kecamatan Telukbetung Selatan.

Kecamatan Telukbetung Selatan mempunyai struktur tanah berwarna merah kehitaman dan sedikit jenis padsilik serta latosol berkatagori sedang.

3. Penduduk dan Mata Pencaharian

(32)

dengan jumlah penduduk perempuan. Berikut merupakan jumlah penduduk Kecamatan Telukbetung Selatan berdasarkan klasifikasi jenis kelamin.

Tabel 3. Jumlah penduduk di Kecamatan Telukbetung Selatan berdasarkan Jenis Kelamin

DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 43.128

2. Perempuan 43.060

Jumlah Penduduk

86.188

Sumber : Monografi Kecamatan Telukbetung Selatan tahun 2009

Berdasarkan tabel di atas jumlah jenis kelamin laki-laki di Kecamatan Telukbetung Selatan adalah 43.128 jiwa, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan yang hanya berjumlah 43.060 jiwa.

Selain memiliki penduduk yang cukup ramai, Kecamatan Telukbetung Selatan pun memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan, seperti adanya areal perbukitan dan pabrik, sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah buruh (Monografi Kecamatan Telukbetung Selatan).

(33)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah diadakan penelitian terhadap beberapa orang informan yang tinggal di Kecamatan Telukbetung Selatan, berikut ini akan digambarkan hasil wawancara peneliti dengan informan yang telah dikumpulkan dan diolah oleh peneliti secara sistematis. Adapun data masing-masing informan adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Data Informan 4. Kinanti Dwi Rahesti 21 thn Mahasiswi Universitas Anak

1. Informan I

(34)

beliau lebih dikenal dilingkungan tempat tinggalnya dengan nama Bapak Herman Suryanto.

Informan kelahiran Talang Padang ini, bermata pencaharian sebagai seorang supir truk. Pria yang hanya berpendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini, pindah ke kota Bandar Lampung dari Talang Padang dengan tujuan untuk merantau dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

“Saya pindah dari Talang Padang ke Bandar Lampung ini sudah sekitar 25 tahun yang lalu, tujuan saya ke sini (Bandar Lampung) awalnya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, selain itu saya juga ingin coba merantau dan mandiri, tidak bergantung dengan orang tua saya. „eh, saya malah ketemu jodohnya di sini.‟ Jadi, sekarang saya menikah dan menetap disini”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak H.S, tanggal 10 Agustus 2009).

Bapak 3 anak ini, memeluk Islam sudah sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu. Informan ini memeluk Islam karena menikah dengan istrinya yang suku Jawa dan beragama Islam atau seorang Muslim. Perkenalan pertama kali informan dengan Islam bukan dari pernikahan dengan istrinya, melainkan sebelumnya suda ada anggota keluarga informan yang beristrikan atau menikah dengan seorang Muslim atau beragama Islam.

“Saya tau agama Islam, awalnya dari istri kakak saya, kebetulan kakak saya

juga menikah dengan orang pribumi dan juga beragama Islam. Setelah saya menikah, baru saya mengenal Islam dan mulai belajar dan memahami Islam melalui istri saya”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak H.S, tanggal 10 Agustus 2009).

(35)

tidak ada pertentangan dari keluarga informan atas keputusan informan untuk memeluk agama yang berbeda dengan agama mereka yaitu agama Islam.

Interaksi yang terjalin dengan keluarga yang memeluk agama yang sama dengan informan, seperti keluarga kakaknya yang sudah sama-sama memeluk agama islam sangat baik. Mereka suka saling mengunjungi ketika hari raya Lebaran tiba. Tidak berbeda juga dengan interaksi yang terjalin dengan keluarga informan yang non muslim, masih terjalin dengan sangat baik tidak ada diskriminasi karena agama yang dianut berbeda.

“Kami masih suka mengunjungi kalau hari raya, orang tua dan adik-adik saya suka ikut merayakan Lebaran. Kami biasanya suka berkumpul di rumah kakak saya untuk merayakan Lebaran bersama. Apabila hari raya Imlekan, kami juga datang dan berkumpul di rumah orang tua untuk merayakan Imlekan, karena bagi kami (orang Tionghoa) Imlek bukan sekedar hari raya, tapi sudah menjadi tradisi bagi kami (Tionghoa) untuk merayakan Imlek”

(Kutipan hasil wawancara dengan bapak H.S, tanggal 10 Agutus 2009).

Informan yang beralamat di Jl. Ikan Kiter no.2 Telukbetung Selatan ini, memang tinggal di lingkungan ramai dan padat penduduknya. Daerah atau lingkungan tersebut memang dihuni oleh penduduk dengan etnik yang berbeda-beda mayoritas warga setempat adalah pribumi dengan suku yang berbeda-beda.

Selain pribumi di lingkungan tempat tinggal informan juga masih banyak yang beretnik Tionghoa. Tetapi mereka bisa hidup berdampingan dengan baik, tidak ada pendiskriminasian antar etnik.

“Kadang kalo lagi ada acara bersih-bersih kampung, kami malah suka berbaur, kerjasama, gotong-royong, buat bersih-bersih, walaupun, masih ada juga sih yang gak mau berbaur dan masih merasa ekslusif, tapi yah, sudah kami biarkan saja, kami hargai kok kalo emang gak mau”

(36)

Informan dan keluarga suka melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya. Apabila ada kegiatan gotong royong, bersih-bersih kampung, informan dan keluarga ikut berbaur dan melibatkan diri dengan masyarakat setempat. Selain itu, informan dan keluarga juga suka mengunjungi dan bersilaturahmi dengan tetangga atau masyarakat sekitar apabila hari raya Lebaran tiba.

Informan merupakan orang yang cukup ramah bisa dilihat dari cukup dikenalnya keluarga Bapak Kim Siong atau Bapak Herman Suryanto oleh lingkungan sekitar, juga membuktikan bahwa informan dan keluarganya melakukan interaksi yang baik dengan lingkungan mereka.

2. Informan II

Informan berusia 50 tahun ini bernama Tionghoa Tie Kun Hoa. Tetapi setelah informan memeluk agama Islam, informan mulai mengganti namanya menjadi Kuntohadi Hamdani. Informan ini lahir dan besar di daerah Telukbetung Selatan. Informan tinggal dan beralamat di Jalan Ikan Pari 71, Telukbetung Selatan. Informan sempat mengenyam pendidikan sampai STM dan sekarang informan bekerja sebagai seorang wiraswasta.

(37)

“Saya masuk Islam itu, sudah sekitar tahun 1970-an, waktu itu saya masih sekolah disalah satu STM di Bandar Lampung. Dulu kan, karena sekolah saya jauh dari rumah, jadi saya suka bangun pagi-pagi, biar gak terlambat sekolah. Kadang saya bangun karena denger suara adzan dari masjid yang deket dengan

rumah saya, klo denger adzan saya suka mikir, „Orang Islam itu pagi-pagi sudah harus bangun dan bersih-bersih diri buat menyembah Tuhannya‟. Sedangkan kami yang beragama lain kadang masih tidur dan tidak berpikiran akan Tuhan kami”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak K.H, tanggal 19 Agustus 2009).

Informan merupakan anak dari keluarga penganut agama Katolik. Almarhum Ayahnya, Ibu dan adiknya sampai sekarang juga masih seorang penganut Kristiani. Dalam lingkungan keluarganya hanya informan seorang yang berpindah agama menjadi pemeluk agama Islam. Informan sangat menyayangkan almarhum ayahnya meninggal dalam keadaan masih sebagai seorang Katolik.

“Ayah saya seorang penganut Katolik dan saya kasihan sama Ayah saya

meninggal bukan dalam keadaan Islam”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak K.H, tanggal 19 Agustus 2009).

Informan mengaku, walaupun informan memutuskan untuk berpindah agama dan memeluk agama yang berbeda dengan keluarganya yaitu Islam, tetapi tidak ada pertentangan atau penolakan dari keluarganya atas keputusan informan tersebut.

“Dalam keluarga saya tidak ada yang memeluk agama yang sama dengan saya

yaitu Islam, keluarga saya semuanya beragama Katolik, tapi sampai saat ini hubungan kekeluargaan kami masih baik-baik saja. Keluarga saya suka datang kalo pas Lebaran, tapi saya gak mau ikut merayakan hari raya mereka lagi (Natalan)”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak K.H, tanggal 19 Agustus 2009).

(38)

dengan saling mengunjungi dan bersilaturahmi untuk merayakan Lebaran bersama sebagai sesama orang Islam atau sebagai sesama muslim.

Setelah informan memeluk agama Islam, Informan mulai sedikit demi sedikit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, seperti memakan makanan yang menurut agama Islam haram dan tidak diperbolehkan, membakar dupa, melakukan pemujaan, dan lain-lain.

(39)

“Saya orang lama sih disini (Telukbetung Selatan), jadi masyarakat sini sudah

tau semua dengan saya. Tetangga saya pas sebelah rumah ini orang beragama Budha, yang depan rumah orang Tionghoa tapi bukan muslim. Disini banyak juga orang Jawa dan Lampung. Tapi gak ada kesulitan bagi saya dan keluarga hidup berdampingan dengan mereka.

Kami saling menghargai aja satu sama lain. Apabila diundang acara apa saja klo saya ada waktu pasti saya usahakan hadir dan ikut serta, apalagi klo ada kematian, yah, gak usah nunggu diundang”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak K.H, tanggal 19 Agustus 2009).

Walaupun demikian, dahulu informan pernah mengalami suatu kejadian atau konflik kecil yang terjadi antara informan dengan instansi pemerintah. Walaupun tidak sampai menimbulkan konflik besar, tetapi menurut informan kejadian tersebut merupakan kejadian yang tidak mengenakkan dan menurutnya sangat merugikan informan, hanya karena informan seorang Tionghoa. Dahulu ketika masih sangat terasanya diskriminasi terhadap orang Tionghoa, informan pernah disuruh menunjukkan surat keterangan identitas yang menandakan bahwa informan adalah seorang Warga Negara Indonesia (WNI), hanya untuk mengurus pembuatan kartu tanda pendududk (KTP) di instansi pemerintah setempat. Tapi pada saat ini, informan sudah tidak pernah lagi mengalami kesulitan ketika berhubungan dengan instansi pemerintahan.

3. Informan III

(40)

Informan mengaku memeluk agama Islam sudah sejak 26 tahun yang lalu. Informan memeluk Islam awalnya karena pernikahan dengan istrinya yang adalah seorang muslim. Informan menikah dengan seorang pribumi yang bersuku Lampung dan juga seorang yang beragama Islam dan untuk bisa menikah dengan istrinya tersebut, informan memutuskan untuk berpindah agama memeluk Islam dan menjadi seorang muslim juga.

“Awalnya memang saya memeluk Islam karena saya mau menikah dengan istri saya. Dan setelah saya menikah, saya mulai belajar dan mendalami Islam dengan bimbingan dari istri saya”

(Kutipan hasil wawancara dengan bapak A.S, tanggal 19 Agustus 2009).

Informan berasal dari keluarga penganut agama Kristiani, tapi tidak ada pertentangan dari keluarganya atas keputusan informan untuk berpindah agama dan memeluk agama Islam. Karena memang sebelumnya juga dari keluarga informan yaitu kakak informan sudah terlebih dahulu melakukan hal yang sama, yaitu menikahi seorang wanita yang bersuku Jawa dan juga memeluk Islam atau seorang muslim.

“Kakak saya juga punya istri orang Jawa dan juga muslim dan sudah menikah terlebih dahulu sebelum saya, jadi ketika saya memutuskan untuk melakukan hal yang sama, keluarga sudah tidak melarang atau menolak keputusan saya untuk menikah dengan seorang muslim dan bukan dari golongan kami yaitu Tionghoa”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak A.S, tanggal 19 Agustus 2009).

(41)

Informan masih menjalankan bisnis keluarga tersebut sampai sekarang. Ini membuktikan interaksi dalam hal kerjasama dengan lingkungan keluarga informan yang baik seorang muslim dan non muslim masih berjalan dengan baik.

Lingkungan tempat tinggal Informan termasuk lingkungan yang ramai dan padat penduduk. Penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut pun terdiri dari suku dan pemeluk agama yang berbeda-beda. Tetapi informan dan masyarakat setempat tersebut bisa hidup berdampingan dengan damai dan nyaman dan saling menghargai satu sama lain sebagaimana masyarakat yang hidup bertetangga, sehingga tidak ada golongan-golongan yang merasa didiskriminasi atau diasingkan kecuali memang ada yang menutup diri dan tidak mau membaurkan diri dengan warga setempat lainnya.

“Kalau sekarang sih, kayanya sudah gak ada lagi pendiskriminasian terhadap

satu golongan, misalnya orang pribumi gak mau maen atau bergaul dengan orang Tionghoa karena kami berkulit putih atau bermata sipit, sekarang sudah berbaur satu sama lain, antara orang pribumi dengan orang Tionghoa. Walaupun mungkin masih ada juga orang Tionghoa yang menutup diri dengan lingkungan sekitarnya”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak A.S, tanggal 19 Agustus 2009).

Tinggal di lingkungan dengan berbagai etnik yang berbeda-beda tidak membuat informan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Informan dan keluarga suka dilibatkan juga oleh masyarakat setempat dalam acara-acara yang sering diadakan di lingkungan sekitar tempat tinggal informan.

(42)

“Saya suka di undang-undang kok sama tetangga kalau misalnya tetangga ada yang hajatan, selain itu kalau pas ada acara 17-an, istri dan anak-anak saya suka ikutan lomba-lomba atau sekedar nonton untuk meramaikan acara yang diadakan di lingkungan sini. Disini kami berbaur aja kok, mau orang Jawa, Lampung, Cina, atau Batak, kami saling menghargai aja, namanya juga orang hidup bertetangga. Jadi gak usah saling ganggu buat hidup nyaman”

(Kutipan hasil wawancara dengan Bapak A.S, tanggal 19 Agustus 2009).

Menurut informan saat ini sudah tidak begitu dirasakan sekali bentuk pendiskriminasian terhadap etnik Tionghoa di Indonesia maupun dilingkungan sekitar tempat tinggalnya. Etnik bukan lagi penghalang untuk bisa berbaur dan hidup berdampingan. Mungkin salah satu alasan informan bisa diterima dengan baik oleh lingkungan sekitarnya adalah karena informan juga merupakan seorang pemeluk agama yang sama dengan masyarakat mayoritas yang tinggal di lingkungan tersebut yaitu Islam.

4. Informan IV

Informan dengan nama Kinanti Dwi Rehesti, informan kelahiran Telukbetung dengan usia 21 tahun ini adalah seorang anak sulung dari 3 bersaudara. Informan berasal dari keluarga penganut agama Kong Hu Chu. Informan yang tinggal dan beralamat di Jl. Ikan Baung Kampung Bumi Waras, Telukbetung Selatan ini adalah seorang mahasiswi di salah satu Universitas swasta yang ada di Bandar Lampung.

(43)

berteman dengan anak-anak dengan etnik lainnya bahkan dengan anak-anak muslim atau yang beragama Islam. Informan adalah seorang anak yang senang bergaul dan berteman dengan siapa saja tanpa memilih, melalui pergaulan tersebut juga informan menganal dan tahu banyak tentang agama Islam.

“Dulu itu, saya punya teman sebangku orang Islam dan teman saya itu berjilbab lebar gitu, dari dia juga awal perkenalan saya dengan agama Islam. Saya banyak ngobrol dan bertanya banyak tentang agama Islam, dan pertanyaan-pertanyaan saya tersebut dapat dijawab dengan baik dan terkadang menyentuh hati nurani saya yang paling dalam. Hingga akhirnya rasa tertarik saya muncul dan akhirnya saya memutuskan untuk memeluk agama Islam, dan melalui teman saya tersebut jugalah, saya dipertemukan dengan seorang ustad yang akhirnya mengislamkan saya”

(Kutipan hasil wawancara dengan K.D.R, tanggal 12 Desember 2009).

Informan mengalami hari-hari yang sulit ketika pertama kali memeluk Islam. Informan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang dilarang oleh ajaran agama Islam, seperti memakan daging babi yang dianggap haram oleh agama Islam, melakukan pemujaan dengan membakar dupa juga perlahan-lahan mulai informan tinggalkan.

Informan mulai belajar melakukan rutinitas sebagai seorang muslim, dibantu oleh ustad yang mengislamkan informan dan teman informan. Informan belajar wudhu, shalat, puasa dan membaca Al-Qur‟an, semua hal tersebut dilakukan informan tanpa sepengetahuan keluarganya.

(44)

Yang agak susah pas bulan puasa, untuk makan sahur saya mesti pinter-pinter nyumputin makananan di kamar supaya bisa di makan waktu sahur. Lebih terasa sedih lagi waktu hari raya Lebaran tahun pertama saya sebagai seorang muslim, saya tidak ikut melaksanakan shalat Ied karena takut orangtua curiga. Namun setelah 2 tahun merahasiakan dari keluarga, saya mencoba jujur dan mengatakan yang sebenarnya kepada orangtua saya tentang keputusan saya

memeluk agama Islam”

(Kutipan hasil wawancara dengan K.D.R, tanggal 12 Desember 2009).

Informan yang merupakan anak sulung dari keluarga penganut agama Kong Hu Chu ini mendapat pertentangan dari keluarga, karena keputusan informan untuk berpindah agama dan menjadi seorang muslim. Informan mendapatkan perlawan keras dari ayahnya yang tidak menyukai keputusan informan tersebut, karena menurut ayah informan, Islam bukanlah agama yang baik. Ajaran agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjadi seorang pembunuh seperti teroris.

“Papa saya marah besar waktu tau saya pindah agama dan memeluk agama

Islam. Menurut Papa agama Islam adalah agama teroris. Hampir selama 6 bulan, saya dan Papa tidak bertegur sapa walaupun kami tinggal dalam satu rumah. Tapi lama kelamaan dengan penjelasan dan pengertian dari saya, akhirnya Papa mengerti dan bisa menerima keputusan saya”

(Kutipan hasil wawancara dengan K.D.R, tanggal 12 Desember 2009).

(45)

sebaliknya, keluarga informan sudah mulai memberi kebebasan kepada informan untuk menjalankan ibadah sesuai ajaran agama yang dianut informan yaitu Islam.

“Setelah papa menerima keputusan saya berpindah agama, kami sekeluarga jadi saling menghargai aja kepercayaan masing-masing. Mama juga mengajari dan memberi penjelasan kepada adik-adik saya tentang perbedaan agama kami (saya dan orangtua). Yah, mudah-mudahan sih, orangtua saya dikasih hidayah dari Allah SWT untuk bisa segera menjadi seorang muslim seperti saya, supaya kami sekeluarga bisa jadi keluarga muslim”

(Kutipan hasil wawancara dengan K.D.R, tanggal 12 Desember 2009).

Dengan kebebasan yang diberikan keluarga informan untuk beribadah, informan menjadi lebih leluasa dalam beribadah. Pada saat hari raya Lebaran tiba, informan sudah berani ikut melaksanakan shalat Iedsecara berjamaah dengan umat Islam lainnya.

Masyarakat setempat tinggal informan yang mengetahui bahwa informan adalah seorang etnik Tionghoa dan merupakan anak dari keluarga penganut agama Kong Hu Chu merasa heran melihat informan melakukan ibadah bersama masyarakat setempat dan layaknya seorang muslim. Tetapi setelah diberi penjelasan masyarakat setempat tersebut mengerti dan paham bahwa informan sudah berpindah agama menjadi pemeluk agama Islam dan menjadi seorang muslim.

Lingkungan tempat tinggal informan memang terdiri dari berbagai etnik yang berbeda-beda, tetapi informan tidak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat.

(46)

yang beretnik lain di lingkungan tersebut, tetapi tidak dengan keluarga informan yang memang cukup dikenal baik oleh masyarakat setempat.

Dikenalnya keluarga informan di lingkungan sekitar, membuat masyarakat setempat tidak segan untuk mengundang dan melibatkan keluarga informan dalam kegiatan-kegiatan yang sering diadakan di lingkungan tempat tinggal informan tersebut, seperti acara 17-an, gotong royong bersih-bersih kampung dan lain-lain. Informan sendiri khususnya setelah masyarakat mengetahui bahwa informan sudah menjadi seorang muslim sering di undang untuk ikut acara pengajian dan apabila ada masyarakat setempat yang meninggal dunia, informan pun melibatkan diri mengikuti prosesi kematian dari mulai proses memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan, menguburkan, sampai mengikuti acara tahlilan.

(47)

B. Pembahasan

1. Interaksi Muslim Etnik Tionghoa dengan Lingkungan Sekitar

Interaksi terjadi apabila adanya suatu kontak sosial dan adanya komunikasi. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial (Soekanto. 1990:61).

Kontak sosial dan komunikasi pasti terjadi dalam masyarakat yang hidup bersama dan tinggal berdampingan dalam suatu lingkungan yang sama.

Aktivitas-aktivitas tersebut pun terjadi dalam lingkungan masyarakat muslim etnik Tionghoa dengan masyarakat setempat yang beretnik selain Tionghoa. Masyarakat setempat dan muslim etnik Tionghoa saling berkomunikasi, bertegur sapa dan saling berbaur melakukan proses interaksi.

(48)

setiap informan yaitu dalam bentuk konflik antara informan dengan salah satu instansi pemerintah dan pertentangan terjadi antara informan dengan keluarga informan.

Interaksi melalui proses asosiatif dalam bentuk kerjasama yaitu terjadi antara muslim etnik Tionghoa dengan lingkungan setempat ditandai dengan dilibatkannya setiap informan dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di lingkungan tempat tinggal mereka. Seperti misalnya adanya kegiatan hari kemerdekaan Republik Indonesia atau 17-an, gotong royong bersih-bersih kampung, pengajian dan juga tahlillan apabila ada masyarakat di lingkungan tempat tinggal informan ada yang meninggal dunia.

(49)

Tionghoa ini juga yang memudahkan pembauran etnik Tionghoa dengan masyarakat di lingkungan setempat. Walaupun masyarakat etnik Tionghoa awal memeluk Islam karena pernikahan, tapi ada juga yang memeluk Islam karena memang tertarik dengan agama itu sendiri. Seperti 2 informan diatas yang mengenal dan memeluk Islam karena menikah dengan penduduk setempat dan seorang muslim, tapi ada juga 2 informan lainnya yang memang memeluk Islam karena tertarik dengan ajaran itu sendiri.

Setelah memeluk agama Islam masyarakat etnik Tionghoa harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran Islam dan harus memulai melakukan aktivitas-aktivitas dan ritual-ritual keagamaan yang diharuskan oleh ajaran agama Islam. Muslim etnik Tionghoa harus menjalankan semua yang diperintahkan oleh ajaran Islam seperti shalat 5 waktu, puasa, dan juga ritual-ritual keagamaan lainnya.

Selain berinteraksi melalui proses asosiatif seperti yang dijelaskan sebelumnya, masyarakat etnik Tionghoa juga mengalami interaksi melalui proses disosiatif dalam bentuk konflik dan pertentangan.

(50)

tetapi menurut informan kejadian tersebut merupakan kejadian yang tidak mengenakkan dan sangat merugikan informan yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang sama sebagai seorang warga Negara. Tetapi hanya karena informan tersebut seorang yang beretnik Tionghoa, pada saat itu informan tersebut seperti mendapatkan perlakuan diskriminasi dalam hal pelayanan pada instansi pemerintahan tersebut. Namun pada saat ini, Informan sudah tidak pernah lagi mengalami kesulitan ketika akan mendapatkan pelayanan dari instansi dari pemerintah, semua masyarakat sekarang diperlakukan sama tanpa ada pendiskriminasian berdasarkan etnik tertentu.

Proses interaksi dalam bentuk interaksi pertentangan dialami oleh salah seorang informan dalam keluarganya.

2. Interaksi Muslim Etnik Tionghoa dengan Lingkungan Keluarga

Dalam lingkungan keluarga, muslim etnik Tionghoa tidak begitu mengalami kesulitan dalam berinteraksi, dengan keluarga mereka yang memeluk agama yang sama yaitu Islam (muslim), dibuktikan dengan keterangan dari 3 informan yang dalam bagian keluarganya ada yang memeluk agama yang sama dengan yaitu Islam (muslim). Mereka malah bisa saling bersilaturahmi satu sama lain apabila hari raya Lebaran tiba.

(51)

Dibuktikan dengan keterangan dari 3 (tiga) informan, bahwa masih adanya keterlibatan keluarga dengan hadir dan ikut merayakan apabila hari raya Islam seperti lebaran tiba. Hal ini juga merupakan suatu bukti, bahwa adanya sikap menghargai dan saling menghormati dalam keluarga, walaupun agama yang dianut berbeda. Namun, ada salah satu informan yang mendapatkan pertentangan dari pihak anggota keluarga atas keputusan informan untuk berpindah agama dan menjadi seorang muslim. Tetapi hal tersebut bukan menjadi kendala dengan seiring berjalannya waktu, akhirnya keluarga informan bisa menerima keputusan informan berpindah agama menjadi pemeluk agama Islam.

3. Interaksi Muslim Etnik Tionghoa dengan Lingkungan Sekitar Non Muslim (Kristen, Budha, Hindu)

(52)

4. Interaksi Muslim Etnik Tionghoa dalam Kegiatan Sehari-hari dan Hari-hari Besar Keagamaan.

Muslim etnik Tionghoa berinteraksi dalam kegiatan sehari-hari dengan lingkungan sosialnya, ditandai dengan adanya bentuk kerjasama yang dilakukan muslim etnik Tionghoa di lingkungan setempat.

(53)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan yang akan disimpulkan sebagai berikut :

Dari keempat informan yang menjadi objek penelitian, setiap informan dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya melalui tiga bentuk interaksi yaitu dengan cara kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.

Interaksi dalam bentuk kerjasama yang terjadi pada setiap informan itu ditandai dengan dilibatkannya setiap informan dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Seperti ketika hari besar kemerdekaan Republik Indonesia tiba, masyarakat muslim etnik Tionghoa mau berbaur untuk sama-sama memeriahkan hari Kemerdekaan dengan warga setempat di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka masing-masing.

(54)

yang dilakukan kelompok muslim etnik Tionghoa dengan lingkungan sosial bisa dilihat dengan dilibatkannya muslim etnik Tionghoa dalam acara-acara keagamaan di lingkungan tersebut seperti acara pengajian dan tahlillan apabila ada masyarakat lingkungan setempat ada yang meninggal dunia.

Kemudian interaksi yang terjadi dalam bentuk akomodasi yaitu setiap informan biasanya melakukan penyesuaian diri dengan masyarakat setempat yang salah satu faktor yang mempermudah penyesuaian diri tersebut adalah agama. Dengan menjadi seorang muslim, masyarakat etnik Tionghoa lebih mudah berbaur dengan masyarakat setempat. Masyarakat setempat di lingkungan tempat tinggal mereka pun lebih mudah membuka diri setelah masyarakat etnik Tionghoa menjadi seorang muslim.

Kemudian proses interaksi yang terjadi dalam bentuk asimilasi yaitu contohnya adalah dengan adanya perkawinan campuran yang dilakukan antara masyarakat etnik Tionghoa dengan masyarakat dengan etnik yang berbeda atau selain etnik Tionghoa.

(55)

Masyarakat keturunan Tionghoa ada yang memeluk Islam karena pernikahan. Diawali dengan pembauran, saling mengenal lalu menikah, namun ada juga yang memeluk Islam karena mereka tertarik dengan ajaran Islam itu sendiri.

Walaupun di Kecamatan Telukbetung Selatan banyak terdapat etnik dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda, akan tetapi konflik sosial jarang terjadi. Kalaupun ada tidak sampai menimbulkan dampak yang besar, sebagai contohnya bentuk diskriminasi yang pernah dirasakan oleh salah satu informan, yaitu ketika informan ingin membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) di salah satu instansi pemerintah, informan dipaksa menunjukkan surat identitas sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) untuk bisa dilayani pada instansi tersebut. Namun seiring dengan bergantinya pemimpin dalam pemerintah, hal tersebut sudah tidak terjadi lagi.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan antara lain :

1. Adanya perubahan pandangan dari masyarakat pribumi tentang etnik Tionghoa sebagai kelompok yang eksklusif dan sulit didekati yang membuat jarak antara keduanya sehingga perlu adanya upaya interaksi yang lebih baik lagi.

(56)

3. Bagi pengurus PITI perlu melakukan pendataan dan pembinaan kepada keturunan etnik Tionghoa yang baru dan telah memeluk agama Islam guna penguatan mental dan peningkatan pemahaman tentang Islam.

(57)

SANWACANA

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan hidayah-Nya yang memberikan kekuatan dan membuka wawasan berfikir dalam penulisan Skripsi ini hingga dapat terselesaikan, Shalawat serta Salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasullallah Nabi Muhammad S.A.W, beserta sahabat dan pengikut-pengikutnya. Skripsi dengan judul “Interaksi Muslim Etnik

Tionghoa dengan Lingkungan Sosialnya, (Studi pada Muslim Etnik Tionghoa di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung)”. Adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari peran, bantuan, bimbingan, saran dan kritikan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan keyakinan bahwa balasan Allah SWT yang sempurna yang bisa menggantikannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. A. Efendi, M.M, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

(58)

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi FISIP Unila, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembahas atas ilmu, saran dan kritik, bantuan serta kerjasamanya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Drs. Erom Djuhendar, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen di Lingkungan Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

9. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas bantuan dan kerjasamanya.

10. Bapak Camat dan Sekertaris Camat Telukbetung Selatan, serta staff dan karyawan Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung atas bantuan dan kerjasamanya.

(59)

13..Keluarga besar sepupuku Keluarga Rahman Katar, Renot khususnya, makasih ya, udah dibolehin kamarnya dijadiin rentalan komputer buat...Kebaikannya semoga Allah SWT yang balas,,,Gw doakan semoga U bisa jadi desiner ya,,Amiiin,,,Adek Juray juga makasih yah dah di bolehin numpang ngeprint di rumahnya...Uni doain mudah2n adek sukses meraih apa yang adek cita2in,Amin..

14. Keluarga besa di Kotabumi yang ternyata sangat menantikan hari wisudaku, Terima kasih doa dari jauhnya,,semoga ponakanmu ini bisa menjadi orang yang bisa membanggakan kalian semua...Amin.

15. Buat “seseorang” yang pernah mengisi hari-hari ku dengan senyum, tawa dan

banyak air mata, semoga sukses meraih jalan yang telah kau pilih.

16. Friend-friendku yang bantuin diseminar 1 dan 2, Yuyun (pembahas mahasiswa di seminar 1), Fredi (pembahas setia mahasiswa di seminar 1 dan

2), Aye‟ (pembahas mahasiswa di seminar 2), Mb Jun (moderator di seminar

1), Meli (moderator di seminar 2). Thanks atas saran, kritik, dan bantuannya. 17. Sahabat-Sahabat Terbaik, orang-orang pilihan yang telah menorehkan tinta

warna-warni dalam perjalanan hidupku lewat kuas Persahabatn : Ayu Yuniarti

(60)

jadi baik ya bu...., Jundiyanti, mbak yg paling ngerti gw nie..mungkin karna

senasib kali ya..terkahir senasib patah hati..Hehe..si Eneng yang kadang bersikap kaya anak kecil,,pi jalan pikiran oarang tua..=D,,Maksih banyak mb,,kadang kamar U gw alih fungsikan sebagai rentalan Hehehe,,Melsi Ganavia

Ekawati, Mmmmm...?????,,Ibu yg satu ini suka ekstrem klo dah komentar,,pi kadang komentarnya yg gak ada dalam pikiran orang,,Seru2..Oia,,pi gw nya jgn suka di komentarin judes dong,,kadang jadi takut ngobrol sama U n bahasanya turunan dikit bu,,otak gw gak nyampe...Hehehe.. Meliyanti, pertner

gila2an gw nie...Dimana kah kau berada..????Gw ke ilangan U nie bu...,,Yuyun

Afriyani , si ibu yg banyak kasih masukan tentang „amalan-amalan‟ n ilmu kecantikan,,.Kapan2 gw terapin amalan n ilmu2 nya...

Finally,,Thank’s for everything...

Kalian semua baik banget sama gw,,bener2

SAHABAT yg belum pernah gw temuin,,gak pernah ninggalin gw pas gw sedih dan susah,,gak cukup kata TERIMA KASIH dari gw atas semua bantuan Kalian,, semoga kebaikan kalian ALLAH yg Balas dengan diberikan kalian semua SUKSES di masa depan..Amin…You Are The Best I Ever Had

Ladies….

(61)

ya cu...Tetep jadi baek ma gw ya cu n Cepet menemukan pelabuhan cinta

terakhir mu ya...Hehehe...Akhmad Al Kautsar, ini orang menipu,,wajah

berwibawa,,pi taunya Eror juga dah..Hehehe,,Ngebolang lagi nyok

sar,,menjelajah Laut2 yag ada di Lampung...Ready???,,Acep Hendri, pecinta

bola yang romantis juga klo dah urusan hati..(yg ini gw baru tw nie..),,romantis boleh asal jgn ngegombal aja U cep,,=D,,Ada salut juga sama

U cep,,U Hard Worker sejati,,Bakal Calon orang sukses ni..Amin...Julius

Presto, Bapak yg paling manja nie n suka ngambekan,,Pi U baek juga,,kapan

nie gw ditraktir es krim lagi,,nti gw bantu cri jaket Roolink deh...Hahaha..Pengalaman terindah yang gak bakal terlupakan bersama kalian

Touring mpe Lampung Barat bil ujan2an….Kapan lagi ya????

(62)

Dimas, Guntur, Vico, Hendra, Winoto, Andi, Rahmat, Ocha, and ALL 2005 yg disebut maupun yg gak disebut,,SUKSES bwt Qt semua,,Nti Qt kumpul2 lagi ya....pi jgn pada bandel lho...Capek tau ngurusinnya....Huhui...

20. Serta teman mahasiswa Unila lainnya yang pernah berinteraksi dan memberikan warna tersendiri dalam pergaulan penulis selama kuliah

21. Almamater Tercinta

Semoga segala bantuan dan jasa baik yangtelah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat pahala dari Allah SWT. Harapan penulis, semoga skripsi yang sederhana inidapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalam,,

Bandar Lampung, Februari 2010 Penulis

(63)

INTERAKSI MUSLIM ETNIK TIONGHOA DENGAN

LINGKUNGAN SOSIALNYA

(Studi Pada Muslim Etnik Tionghoa di Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh :

MIA MARISSA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(64)

INTERAKSI MUSLIM ETNIK TIONGHOA DENGAN

LINGKUNGAN SOSIALNYA

(Studi Pada Muslim Etnik Tionghoa di Kecamatan Telukbetung

Selatan Bandar Lampung)

Oleh

MIA MARISSA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

Gambar

Tabel 1. Data jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa berdasarkan jenis kelamin
Tabel 2. Data Jumlah muslim etnik Tionghoa berdasarkan daerah atau kecamatan di
Tabel 3. Jumlah penduduk di Kecamatan Telukbetung Selatan berdasarkan Jenis
Tabel 8. Data Informan

Referensi

Dokumen terkait