ANALISIS FUNGSI BIAYA DAN EFISIENSI USAHATERNAK
SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI ANIS ANISA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ANIS ANISA. D34104011. 2008. Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS Pembimbing Anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD., MSi
Pengembangan usaha peternakan sapi perah dilakukan untuk membangun dan membina usaha agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga terjangkau oleh masyarakat. Wilayah Kecamatan Lembang merupakan penghasil susu segar terbesar kedua di Jawa Barat dengan rataan produksi susu sebesar 14,26 liter per ekor sapi perah per hari. Naiknya harga pakan ternak dan biaya angkut pakan meningkatkan biaya produksi usaha ternak sapi perah. Peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi dapat menekan biaya produksi sehingga mendorong peternak untuk mengembangkan usahaternak mereka dan meningkatkan produksi susu sapi yang dipelihara.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis : kondisi usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang, fungsi biaya yang dapat menggambarkan usahaternak sapi perah di Lembang, tingkat efisiensi teknis dan ekonomis usahaternak sapi perah di Lembang serta menganalisis tingkat produksi optimal dan keuntungan maksimal pada usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dari bulan Juli 2007 hingga September 2007 yang didesain sebagai penelitian survey di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah peternak anggota KPSBU Lembang yang berjumlah 5.894 peternak. Metode pengambilan sampel menggunakan metode Cluster Random Sampling. Sampel peternak dikelompokkan menjadi tiga tipe berdasarkan komposisi pakan yang diberikan kepada ternak, yaitu peternak yang memberikan hijauan dan konsentrat (tipe 1), peternak yang memberikan hijauan, konsentrat dan ampas tahu (tipe 2) dan peternak yang memberikan hijauan, konsentrat dan ampas singkong (tipe 3). Sampel yang dianalisis berjumlah 285 sampel. Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis fungsi biaya dan fungsi produksi usahaternak sapi perah serta analisis efisiensi usahaternak sapi perah.
Usaha ternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang merupakan usahaternak rakyat yang memelihara ternak sapi perah jenis Frisian Holstein (FH). Pakan yang diberikan adalah hijauan (rumput lapang, rumput raja dan rumput gajah) dan pakan penguat (konsentrat), atau dengan tambahan pakan penguat berupa ampas tahu atau ampas singkong. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dalam dan luar keluarga dengan rata-rata curahan tenaga kerja 8,8 HKP per ST per bulan. Susu yang dihasilkan langsung disetorkan ke KPSBU Lembang.
peternak tipe 1; TC = 0,000394Y3- 1,658Y2 + 3064Y + 326154 pada peternak tipe 2; dan TC = 0,000154Y3- 0,572Y2 + 1538Y + 681084 pada peternak tipe 3.
Efisiensi teknis peternak tipe pertama terdapat pada faktor produksi jumlah sapi laktasi dan konsentrat, sedangkan efisiensi ekonomis terjadi jika pemberian konsentat dikurangi menjadi 205,69 kg/ST/bulan. Efisiensi teknis peternak tipe kedua terdapat pada faktor produksi jumlah sapi laktasi, pemberian rumput dan konsentrat, sedangkan efisiensi ekonomis terjadi apabila pemberian ampas tahu dikurangi menjadi 116,24 kg/ST/bulan. Efisiensi teknis peternak tipe ketiga terdapat pada faktor produksi jumlah sapi laktasi, penggunaan tenaga kerja, pemberian konsentrat dan ampas singkong, sedangkan efisiensi ekonomis terjadi apabila pemberian konsentrat ditingkatkan menjadi 297,22 kg/ST/bulan.
Produksi optimal rata-rata yang dapat dicapai oleh peternak responden di Wilayah Kerja KPSBU Lembang adalah 1.116,40 liter/bulan dengan keuntungan Rp 1.350.263,33/bulan pada peternak tipe pertama; 1.505,77 liter/bulan dengan keuntungan maksimum Rp 1.614.638,08 /bulan pada peternak tipe kedua; dan 1.464,62 liter/bulan dengan keuntungan maksimum Rp 2.567.047,91/bulan pada peternak tipe ketiga.
ABSTRACT
Cost Function Analysis and Efficiency of Dairy Cattle in KPSBU Lembang Working Area Bandung Regency
Anisa, A. Z. Moesa, dan L. Cyrilla, ENSD.
The aims of this experiment are : 1) to analyze management of dairy cattle in KPSBU Lembang; 2) to analyze the cost function which describe the condition of dairy cattle; 3) to analyze optimal production and maximal profit; 4) to analyze technical and economical efficiency. Primary data were obtained by observation and direct interview. Secondary data were obtained from relevant institutions sources which related with the experimental topic. Data were analyzed by descriptive analysis and regression analysis using cubic and Cobb-Douglas models for estimating the cost function and production function. Dairy cattle were classified into 3 categories : type 1 using roughages and concentrate as feed; type 2 using roughages, concentrate and tofu waste as feed; and type 3 using roughages, concentrate and cassava waste as feed. The result of cost function analysis indicated that total cost (TC) was influenced by total dairy production (Y). The cost function showing dairy cattle in KPSBU Lembang were TC = 0,000097Y3- 0,775Y2 + 2251Y + 179741 (type 1); TC = 0,000394Y3- 1,658Y2 + 3064Y + 326154 (type 2); and TC = 0,000154Y3- 0,572Y2 + 1538Y + 681084 (type 3). Based on cost function analysis showing total dairy production of each type was not optimal, because the actual production was less than the optimal production, so that farmers should increase the productions. Variables which had significant effect on total dairy production type 1 and 2 were total number of cows (X1) and concentrate consumption (X4), and type 3
were total number of cows (X1), concentrate consumption (X4) and quantity of
cassava waste (X5). Based on elasticity analysis, total number of cows and the use of
concentrate on type 1,2 and 3, tofu waste on type 2 and cassava waste on type 3 had already been technically efficient (rational area); however, it was not economically efficient because the ratio VMP/MFC was not equal one. The type 1 farmer could have maximum profit if they decrease concentrate consumption. The type 2 farmer could have maximum profit if they decrease the use of tofu waste for their cattle. The type 3 farmer could have maximum profit if they increase the use of cassava waste until optimal condition.
ANALISIS FUNGSI BIAYA DAN EFISIENSI USAHATERNAK
SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
ANIS ANISA D34104011
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
ANALISIS FUNGSI BIAYA DAN EFISIENSI USAHATERNAK
SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
Oleh ANIS ANISA
D34104011
Skripsi ini telah disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Maret 2008
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531
Pembimbing Utama
Ir. Zulfikar Moesa, MS NIP. 130 516 995
Pembimbing Anggota
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 13 Maret 1986.
penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ade
Kusnaedi dan Ibu Iis Suarnani.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Neglasari II
Batujajar Kabupaten Bandung, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2001 di SLTPN 1 Batujajar dan pendidikan menengah atas di SMAN 2
Cimahi.
Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program
Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti organisasi
intra kampus diantaranya Forum for Scientific Study (Forcess) sebagai anggota
Departemen Kewirausahaan, Omda Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung)
sebagai anggota Departemen Kewirausahaan, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Peternakan (BEM-D) sebagai anggota Departemen Human Resource Development
(HRD) dan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (Himaseip)
KATAPENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
nikmat, karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah
Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung”. Penyusunan skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah mendeskripsikan kondisi
usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang, fungsi biaya yang dapat
menggambarkan usahaternak sapi perah, menganalisis tingkat efisiensi teknis dan
ekonomis usahaternak sapi perah dan mengetahui tingkat produksi optimal serta
keuntungan maksimal pada usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU
Lembang.
Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Wilayah Kecamatan Lembang dalam menentukan kebijakan, melakukan
perencanaan dan pembinaan peternakan sapi perah dalam usaha peningkatan
keberhasilan pengembangan sapi perah yang akan datang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.
Bogor, Maret 2008
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA ...………...
Usaha Peternakan Sapi Perah ...………... Faktor-faktor Produksi Sapi Perah ...………...………... Ternak Sapi Perah ... Kandang ... Pakan ... Tenaga Kerja ...………..………... Obat-obatan dan peralatan ... Biaya Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah ... Fungsi Biaya Usaha Peternakan Sapi Perah ... Penerimaan Usaha Peternakan Sapi perah ... Efisiensi Usahaternak ...
METODE PENELITIAN... Lokasi dan Waktu Penelitian ... Populasi dan Sampel ... Desain Penelitian ... Data Instrumentasi... Pengumpulan Data... Analisis Data ... Analisis Fungsi Biaya dan Fungsi Produksi ... Analisis Efisiensi ……… Definisi Istilah...
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara ...
HASIL DAN PEMBAHASAN ... Karakteristik Responden ... Manajemen Usaha Peternakan Sapi Perah ...………... Ternak Sapi Perah ... Kandang ... Pakan ... Tenaga Kerja ...………..………... Obat-obatan dan peralatan ... Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah ... Penerimaan Usaha Peternakan Sapi perah ... Analisis Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah ... Analisis Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah ... Efisiensi Usahaternak Sapi Perah ... Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah ... Efisiensi Ekonomis Usahaternak Sapi Perah ... Produksi Susu Optimal dan Keuntungan Maksimal ...
UCAPAN TERIMAKASIH ...
ANALISIS FUNGSI BIAYA DAN EFISIENSI USAHATERNAK
SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI ANIS ANISA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ANIS ANISA. D34104011. 2008. Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS Pembimbing Anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD., MSi
Pengembangan usaha peternakan sapi perah dilakukan untuk membangun dan membina usaha agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga terjangkau oleh masyarakat. Wilayah Kecamatan Lembang merupakan penghasil susu segar terbesar kedua di Jawa Barat dengan rataan produksi susu sebesar 14,26 liter per ekor sapi perah per hari. Naiknya harga pakan ternak dan biaya angkut pakan meningkatkan biaya produksi usaha ternak sapi perah. Peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi dapat menekan biaya produksi sehingga mendorong peternak untuk mengembangkan usahaternak mereka dan meningkatkan produksi susu sapi yang dipelihara.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis : kondisi usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang, fungsi biaya yang dapat menggambarkan usahaternak sapi perah di Lembang, tingkat efisiensi teknis dan ekonomis usahaternak sapi perah di Lembang serta menganalisis tingkat produksi optimal dan keuntungan maksimal pada usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dari bulan Juli 2007 hingga September 2007 yang didesain sebagai penelitian survey di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah peternak anggota KPSBU Lembang yang berjumlah 5.894 peternak. Metode pengambilan sampel menggunakan metode Cluster Random Sampling. Sampel peternak dikelompokkan menjadi tiga tipe berdasarkan komposisi pakan yang diberikan kepada ternak, yaitu peternak yang memberikan hijauan dan konsentrat (tipe 1), peternak yang memberikan hijauan, konsentrat dan ampas tahu (tipe 2) dan peternak yang memberikan hijauan, konsentrat dan ampas singkong (tipe 3). Sampel yang dianalisis berjumlah 285 sampel. Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis fungsi biaya dan fungsi produksi usahaternak sapi perah serta analisis efisiensi usahaternak sapi perah.
Usaha ternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang merupakan usahaternak rakyat yang memelihara ternak sapi perah jenis Frisian Holstein (FH). Pakan yang diberikan adalah hijauan (rumput lapang, rumput raja dan rumput gajah) dan pakan penguat (konsentrat), atau dengan tambahan pakan penguat berupa ampas tahu atau ampas singkong. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dalam dan luar keluarga dengan rata-rata curahan tenaga kerja 8,8 HKP per ST per bulan. Susu yang dihasilkan langsung disetorkan ke KPSBU Lembang.
peternak tipe 1; TC = 0,000394Y3- 1,658Y2 + 3064Y + 326154 pada peternak tipe 2; dan TC = 0,000154Y3- 0,572Y2 + 1538Y + 681084 pada peternak tipe 3.
Efisiensi teknis peternak tipe pertama terdapat pada faktor produksi jumlah sapi laktasi dan konsentrat, sedangkan efisiensi ekonomis terjadi jika pemberian konsentat dikurangi menjadi 205,69 kg/ST/bulan. Efisiensi teknis peternak tipe kedua terdapat pada faktor produksi jumlah sapi laktasi, pemberian rumput dan konsentrat, sedangkan efisiensi ekonomis terjadi apabila pemberian ampas tahu dikurangi menjadi 116,24 kg/ST/bulan. Efisiensi teknis peternak tipe ketiga terdapat pada faktor produksi jumlah sapi laktasi, penggunaan tenaga kerja, pemberian konsentrat dan ampas singkong, sedangkan efisiensi ekonomis terjadi apabila pemberian konsentrat ditingkatkan menjadi 297,22 kg/ST/bulan.
Produksi optimal rata-rata yang dapat dicapai oleh peternak responden di Wilayah Kerja KPSBU Lembang adalah 1.116,40 liter/bulan dengan keuntungan Rp 1.350.263,33/bulan pada peternak tipe pertama; 1.505,77 liter/bulan dengan keuntungan maksimum Rp 1.614.638,08 /bulan pada peternak tipe kedua; dan 1.464,62 liter/bulan dengan keuntungan maksimum Rp 2.567.047,91/bulan pada peternak tipe ketiga.
ABSTRACT
Cost Function Analysis and Efficiency of Dairy Cattle in KPSBU Lembang Working Area Bandung Regency
Anisa, A. Z. Moesa, dan L. Cyrilla, ENSD.
The aims of this experiment are : 1) to analyze management of dairy cattle in KPSBU Lembang; 2) to analyze the cost function which describe the condition of dairy cattle; 3) to analyze optimal production and maximal profit; 4) to analyze technical and economical efficiency. Primary data were obtained by observation and direct interview. Secondary data were obtained from relevant institutions sources which related with the experimental topic. Data were analyzed by descriptive analysis and regression analysis using cubic and Cobb-Douglas models for estimating the cost function and production function. Dairy cattle were classified into 3 categories : type 1 using roughages and concentrate as feed; type 2 using roughages, concentrate and tofu waste as feed; and type 3 using roughages, concentrate and cassava waste as feed. The result of cost function analysis indicated that total cost (TC) was influenced by total dairy production (Y). The cost function showing dairy cattle in KPSBU Lembang were TC = 0,000097Y3- 0,775Y2 + 2251Y + 179741 (type 1); TC = 0,000394Y3- 1,658Y2 + 3064Y + 326154 (type 2); and TC = 0,000154Y3- 0,572Y2 + 1538Y + 681084 (type 3). Based on cost function analysis showing total dairy production of each type was not optimal, because the actual production was less than the optimal production, so that farmers should increase the productions. Variables which had significant effect on total dairy production type 1 and 2 were total number of cows (X1) and concentrate consumption (X4), and type 3
were total number of cows (X1), concentrate consumption (X4) and quantity of
cassava waste (X5). Based on elasticity analysis, total number of cows and the use of
concentrate on type 1,2 and 3, tofu waste on type 2 and cassava waste on type 3 had already been technically efficient (rational area); however, it was not economically efficient because the ratio VMP/MFC was not equal one. The type 1 farmer could have maximum profit if they decrease concentrate consumption. The type 2 farmer could have maximum profit if they decrease the use of tofu waste for their cattle. The type 3 farmer could have maximum profit if they increase the use of cassava waste until optimal condition.
ANALISIS FUNGSI BIAYA DAN EFISIENSI USAHATERNAK
SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
ANIS ANISA D34104011
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
ANALISIS FUNGSI BIAYA DAN EFISIENSI USAHATERNAK
SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG
KABUPATEN BANDUNG
Oleh ANIS ANISA
D34104011
Skripsi ini telah disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Maret 2008
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531
Pembimbing Utama
Ir. Zulfikar Moesa, MS NIP. 130 516 995
Pembimbing Anggota
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 13 Maret 1986.
penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ade
Kusnaedi dan Ibu Iis Suarnani.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Neglasari II
Batujajar Kabupaten Bandung, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2001 di SLTPN 1 Batujajar dan pendidikan menengah atas di SMAN 2
Cimahi.
Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program
Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti organisasi
intra kampus diantaranya Forum for Scientific Study (Forcess) sebagai anggota
Departemen Kewirausahaan, Omda Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung)
sebagai anggota Departemen Kewirausahaan, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Peternakan (BEM-D) sebagai anggota Departemen Human Resource Development
(HRD) dan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (Himaseip)
KATAPENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
nikmat, karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah
Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung”. Penyusunan skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah mendeskripsikan kondisi
usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang, fungsi biaya yang dapat
menggambarkan usahaternak sapi perah, menganalisis tingkat efisiensi teknis dan
ekonomis usahaternak sapi perah dan mengetahui tingkat produksi optimal serta
keuntungan maksimal pada usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU
Lembang.
Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Wilayah Kecamatan Lembang dalam menentukan kebijakan, melakukan
perencanaan dan pembinaan peternakan sapi perah dalam usaha peningkatan
keberhasilan pengembangan sapi perah yang akan datang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.
Bogor, Maret 2008
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA ...………...
Usaha Peternakan Sapi Perah ...………... Faktor-faktor Produksi Sapi Perah ...………...………... Ternak Sapi Perah ... Kandang ... Pakan ... Tenaga Kerja ...………..………... Obat-obatan dan peralatan ... Biaya Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah ... Fungsi Biaya Usaha Peternakan Sapi Perah ... Penerimaan Usaha Peternakan Sapi perah ... Efisiensi Usahaternak ...
METODE PENELITIAN... Lokasi dan Waktu Penelitian ... Populasi dan Sampel ... Desain Penelitian ... Data Instrumentasi... Pengumpulan Data... Analisis Data ... Analisis Fungsi Biaya dan Fungsi Produksi ... Analisis Efisiensi ……… Definisi Istilah...
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara ...
HASIL DAN PEMBAHASAN ... Karakteristik Responden ... Manajemen Usaha Peternakan Sapi Perah ...………... Ternak Sapi Perah ... Kandang ... Pakan ... Tenaga Kerja ...………..………... Obat-obatan dan peralatan ... Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah ... Penerimaan Usaha Peternakan Sapi perah ... Analisis Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah ... Analisis Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah ... Efisiensi Usahaternak Sapi Perah ... Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah ... Efisiensi Ekonomis Usahaternak Sapi Perah ... Produksi Susu Optimal dan Keuntungan Maksimal ...
UCAPAN TERIMAKASIH ...
DAFTAR TABEL
Nomor
1. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia (2001 – 2005)...
2. Kemampuan Produksi dan Kadar Lemak dari Bangsa Sapi yang Terkenal...
3. Rata-rata Produksi Susu di 3 Desa Penelitian Berdasarkan Periode
Laktasi ...
4. Rasio Hijauan Konsentrat pada Sapi Laktasi serta Kadar Lemak, Produksi Susu dan Berat Jenis Susu di Setiabudi dan Cisarua...
5. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah pada Kunak Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor...
6. Rata-rata Efisiensi Tenaga Kerja Sapi Perah di Kunak Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor...
7. Penyakit Ternak, Pencegahan dan Pengobatan...
8. Komponen Rata-rata Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes dalam Satu Tahun...
9. Komponen Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Bogor dalam Satu Tahun...
10. Rasio VMP/MFC Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kunak Periode Laktasi Tahun 2003...
11. Sebaran Tenaga Kerja di Kecamatan Lembang ...
12. Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Lembang 2007 …………..
13. Sebaran Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Lembang 2007…...
14. Distribusi Responden Berdasarkan Umur...
15. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ...
16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak ………...
17. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Beternak ...
18. Distribusi Responden Berdasarkan Kendala Beternak ...
19. Perubahan Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Perah Peternak di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Tahun 2006 dan Tahun 2007 ...
20. Data Teknis Reproduksi Ternak Sapi Perah di Peternak Rakyat Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
21. Rata-rata Penggunaan Pakan Ternak Sapi Perah di Peternak Rakyat Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
22. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah per Satuan Ternak oleh Peternak di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
23. Penggunaan Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah oleh Peternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
24. Daftar Nama Peralatan yang Digunakan dalam Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
25. Komponen Rata-rata Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah di Peternak Rakyat Wilayah Kerja KPSBU Lembang dalam Satu Tahun ..
26. Komponen Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah di Peternak Rakyat Wilayah Kerja KPSBU Lembang dalam Satu Tahun ...
27. Parameter Statistik Fungsi Biaya pada Masing-masing Tipe Peternak di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
28. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Susu Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
29. Nilai Elastisitas Produksi pada Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
30. Rasio NPM dan BKM untuk faktor-faktor produksi usahaternak pada tiap tipe peternak di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
31. Penggunaan Faktor Produksi Optimal Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
32. Perbandingan Antara Kondisi Aktual dan Optimal Tiap Peternak ...
41
42
43
44
46
47
55
54
56
57
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ...
2. Kurva Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah Tipe Pertama ...
3. Kurva Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah Tipe Kedua ...
4. Kurva Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah Tipe Ketiga ...
Halaman
6
49
50
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Hasil Analisis Regresi Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
2. Hasil Pengolahan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
3. Hasil Pengolahan Pengujian Heteroskedastisitas Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menggunakan Program MINITAB Versi 14 ...
4. Data Total Biaya dan Produksi Susu Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
5. Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah pada Peternak Tipe Pertama Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
6. Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah pada Peternak Tipe Kedua Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
7. Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah pada Peternak Tipe Ketiga Wilayah Kerja KPSBU Lembang ...
Halaman
65
66
67
69
71
72
PENDAHULUAN Latar Belakang
Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai
peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan peningkatan taraf
hidup masyarakat terutama peternak melalui produk-produk yang dihasilkannya.
Produk peternakan yang secara langsung memberikan keuntungan bagi peternak
adalah telur, daging dan susu. Susu merupakan sumber protein hewani yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia saat
ini masih rendah yakni 4,19 gram per kapita per hari atau setara dengan konsumsi
daging sebanyak 5,25 kg, telur 3,5 kg dan susu 5,5 kg per kapita per tahun,
sedangkan menurut standar konsumsi protein hewani yang ditetapkan oleh Food and
Agriculture Organization (FAO) minimal sebesar 6 gram/kapita/hari yaitu setara
dengan konsumsi daging sebanyak 10,1 kg, telur 3,5 kg dan susu 6,4 kg/kapita/tahun.
Salah satu penyebab rendahnya konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia
adalah rendahnya produksi susu sapi di Indonesia yang hanya mampu mencukupi 30
persen dari total kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan susu nasional mencapai 1,306
juta ton per tahun, sedangkan produksi susu dalam negeri baru mencapai 342.000 ton
per tahun. Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia belum dapat mencukupi
kebutuhan nasional tersebut. Data mengenai perkembangan populasi sapi perah di
Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan 2005 diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia (2001 – 2005) Tahun Populasi (Ekor) Perubahan Populasi (%)
2001 346.998 2002 358.386 2003 373.753 2004 364.062 2005 373.970
3,28
4,29
-2,59
2,72
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2005)
Berdasarkan Tabel 1, populasi sapi perah di Indonesia meningkat hampir
setiap tahunnya. Peningkatan tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan nasional
Indonesia. Pemenuhan kebutuhan susu masyarakat Indonesia saat ini sebagian besar
disuplai oleh susu segar impor yaitu sebanyak 70 persen. Hal ini menunjukkan
Pengembangan usaha peternakan sapi perah dilakukan untuk membangun
dan membina usaha agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu
olahan dengan mutu yang baik dan harga terjangkau oleh masyarakat. Tujuan lainnya
ialah untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan peternak sapi
perah dan meningkatkan gizi masyarakat. Tingginya harga pakan ternak dan biaya
angkut pakan serta rendahnya harga jual susu menyebabkan terhambatnya
perkembangan usaha sapi perah di Indonesia. Para peternak sapi perah rakyat kurang
dapat mengembangkan usahanya karena penggunaan faktor produksi dalam
usahaternak mereka kurang efisien.
Penelitian mengenai efisiensi usaha peternakan sapi perah sangat bermanfaat
bagi peternak untuk mengambil keputusan dalam usaha ternaknya. Peternak dapat
berproduksi pada tingkat produksi optimum dan menggunakan faktor-faktor produksi
yang optimal. Peningkatan efisiensi ini dapat menekan biaya produksi sehingga
mendorong peternak untuk mengembangkan usahaternak mereka dan meningkatkan
produksi susu sapi.
Perumusan Masalah
Kabupaten Bandung memiliki populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat,
yaitu sebanyak 91.150 sapi betina dan 12.426 sapi jantan (Dinas Peternakan Jawa
Barat). Sementara itu, KPSBU Lembang merupakan penghasil susu segar terbesar
kedua di Jawa Barat dengan rataan produksi susu sebesar 14,26 liter per ekor per
hari. Daerah Lembang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra peternakan
sapi perah karena memiliki sekitar 6.000 peternak rakyat sapi perah dan didukung
oleh tersedianya sumberdaya yang melimpah. Akan tetapi naiknya harga pakan
ternak (khususnya konsentrat) dan biaya angkut pakan meningkatkan biaya produksi
usaha ternak sapi perah. Hal ini menyebabkan peternak rakyat belum dapat
mengembangkan usahanya. Saat ini, hampir 50 persen koperasi susu di Jawa Barat,
termasuk Lembang, dalam keadaan stagnan. Produksi susu sapi perah para peternak
di Jawa Barat ini masih rendah yaitu baru mencapai 430.000 liter per hari, padahal
permintaan industri pengolah susu (IPS) masih sangat tinggi.
Efisiensi usaha peternakan berperan dalam meminimumkan biaya produksi
tersebut. Peternak rakyat sapi perah dapat meningkatkan efisiensi usaha ternak sapi
faktor-faktor produksi dengan kombinasi yang optimal. Hubungan antara biaya produksi
dan jumlah produksi susu dapat dijelaskan dengan suatu fungsi biaya. Permasalahan
yang ada di Lembang tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU
Lembang?
2. Bagaimana fungsi biaya yang dapat menggambarkan kondisi usahaternak
sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang?
3. Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan ekonomis usahaternak sapi perah di
Wilayah Kerja KPSBU Lembang?
4. Bagaimana tingkat produksi optimal dan keuntungan maksimal pada
usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang?
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kondisi usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU
Lembang.
2. Menganalisis fungsi biaya yang dapat menggambarkan usahaternak sapi
perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.
3. Menganalisis tingkat efisiensi teknis dan ekonomis usahaternak sapi perah di
Wilayah Kerja KPSBU Lembang.
4. Menganalisis tingkat produksi optimal dan keuntungan maksimal pada
usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Peternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang, sebagai informasi
mengenai efisiensi usahaternak yang dijalankan.
2. Pemerintah Wilayah Kecamatan Lembang, sebagai masukan dan bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan, melakukan perencanaan dan
pembinaan peternakan sapi perah dalam usaha peningkatan keberhasilan
pengembangan sapi perah yang akan datang.
3. Peneliti selanjutnya, sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Peternakan sapi perah dibagi dalam dua kelompok usaha yaitu peternakan
rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat adalah peternakan sapi perah
yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan peternak dan memiliki kurang dari
10 ekor sapi perah betina dewasa serta tidak mempunyai ijin usaha. Perusahaan
peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah yang diselenggarakan untuk
tujuan komersial dengan produksi utama susu sapi dan memiliki 10 ekor atau lebih
sapi perah betina dewasa serta mempunyai ijin usaha. Salah satu usaha peternakan
rakyat adalah usaha peternakan sapi perah di daerah Lembang. Peternak rakyat di
daerah ini sering menghadapi masalah yang berhubungan dengan biaya produksi.
Naiknya harga pakan ternak (khususnya konsentrat), biaya angkut pakan, dan
rendahnya harga jual susu menyulitkan peternak dalam meningkatkan produksi. Hal
ini disebabkan oleh rendahnya efisiensi penggunaan faktor produksi dan manajemen
di usaha peternakan rakyat tersebut.
Efisiensi terbagi menjadi efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi
teknis berkaitan dengan jumlah fisik semua faktor yang digunakan dalam produksi
komoditi tertentu. Produksi dikatakan efisien teknis jika tidak ada alternatif cara
yang bisa menggunakan semua input dengan jumlah yang lebih kecil. Efisiensi teknis
suatu usaha peternakan sapi perah dapat dilihat dari jumlah sapi betina, produksi susu
rata-rata per ekor atau per satuan ternak (ST) per hari, persentasi sapi laktasi dan
rasio penerimaan dengan biaya produksi. Efisiensi teknis tercapai jika nilai elastisitas
produksi (EP) antara nol sampai satu atau pada daerah II pada kurva produksi
(daerah rasional). Elastisitas produksi adalah rasio persentase perubahan output
dengan persentase perubahan input.
Efisiensi ekonomis berkaitan dengan nilai semua input yang digunakan untuk
memproduksi output tertentu. Produksi output tertentu dikatakan efisien ekonomis
jika tidak ada cara lain untuk memproduksi output yang bisa menggunakan seluruh
nilai input dengan jumlah yang lebih sedikit. Efisiensi ekonomis tercapai jika nilai
produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM). Kedua aspek
ini sangat penting untuk dikaji, mengingat peternakan rakyat masih bercorak
Hubungan antara biaya produksi dan jumlah produksi susu yang dihasilkan
disebut sebagai fungsi biaya. Biaya produksi suatu usaha peternakan sapi perah
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi biaya kandang dan
lahan, sedangkan biaya variabel yang utama meliputi biaya pakan dan tenaga kerja.
Fungsi biaya total adalah fungsi pangkat tiga dari output dengan model polinomial
yang dibuktikan dengan bentuk kurva fungsi total yaitu bentuk sigmoid.
Analisis efisiensi dapat memberikan suatu gambaran efisiensi usaha yang
sedang dijalankan oleh peternak dan memberi saran pada peternak dalam
menentukan keputusan berusaha agar berproduksi di tingkat optimum dan
menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien.
Fungsi biaya dapat menentukan total biaya produksi usaha peternakan sapi
perah bila peternak berproduksi dengan faktor-faktor produksi yang optimal sehingga
dapat ditentukan keuntungan maksimal yang dapat diperoleh peternak sapi perah di
Wilayah Kerja KPSBU Lembang. Bagan kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Efisiensi Teknis Efisiensi Ekonomis
Produksi Optimal
Usaha Peternakan Sapi Perah
Fungsi Produksi
Fungsi Biaya Penggunaan Faktor
Produksi Optimal NPM=BKM
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah
Usahatani merupakan suatu cara dalam mengelola kegiatan-kegiatan
pertanian (Makeham dan Malcolm, 1991). Daniel (2002) mengemukakan bahwa
usahatani yang diterapkan oleh sebagian besar petani Indonesia adalah untuk
memenuhi kebutuhan keluarga (pola subsisten). Hal ini berarti belum sepenuhnya
bertujuan untuk dijual ke pasar (market oriented).
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/Kpts/Um/10/1982 menyatakan
bahwa usaha peternakan sapi perah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu usaha
peternakan sapi perah rakyat dan perusahaan peternakan sapi perah. Usaha
peternakan sapi perah rakyat yaitu usaha peternakan sapi perah yang diselenggarakan
sebagai usaha sampingan dan memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi
atau dewasa dan atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah
campuran. Perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah
untuk tujuan komersil dengan produk utama susu sapi yang memiliki 10 ekor sapi
laktasi atau dewasa atau lebih, dan atau memiliki jumlah keseluruhan 20 ekor sapi
campuran atau lebih.
Usaha peternakan sapi perah memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
usaha peternakan lainnya. Keuntungan tersebut diantaranya : merupakan suatu usaha
yang tetap; sapi perah mempunyai kemampuan merubah makanan menjadi protein
yang paling efisien, menghasilkan jumlah pendapatan yang tetap; menggunakan
tenaga buruh yang tetap, dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia
dan menghasilkan pupuk kandang yang lebih bernilai dibandingkan sapi potong
karena sapi perah banyak menggunakan biji-bijian (Sudono, 1999).
Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung pada luas lahan yang
tersedia dan daerah peternakan didirikan. Peternakan sapi perah di Indonesia
umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan
usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah
yang baru tumbuh. Penambahan jumlah sapi perah dalam suatu usaha peternakan
umumnya akan meningkatkan efisiensi perusahaan jika dipelihara dengan baik.
pakan hijauan yang berasal dari tanaman sendiri, sedangkan pakan konsentrat dapat
dibeli dari luar dengan penggunaan yang minimum (Sudono, 1999).
Sudono (1999) menyatakan bahwa faktor terpenting untuk sukses dalam
suatu usaha peternakan sapi perah adalah peternak itu sendiri. Peternak harus dapat
mengkombinasikan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi yang baik,
besarnya usaha peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan
yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan dan pemasaran yang baik agar
dapat mencapai kesuksesan dalam usaha peternakan sapi perah.
Faktor-Faktor Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Ternak Sapi Perah
Suhartini (2001) mengemukakan bahwa jumlah produksi susu suatu usaha
peternakan sapi perah ditentukan oleh jumlah ternak sapi laktasi yang dimiliki.
Usaha peternakan saat ini berjalan pada kondisi rata-rata kepemilikan sapi perah
relatif kecil dan dibawah skala ekonomis. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih
mahalnya harga sapi perah. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa sapi perah
merupakan input utama dalam produksi susu sapi disamping input lainnya seperti
pakan dan tenaga kerja.
Kemampuan berproduksi setiap bangsa sapi berbeda-beda. Kemampuan
produksi dan kadar lemak susu dari berbagai bangsa sapi yang terkenal ditunjukkan
oleh Tabel 2 (Sudono, 1999). Berdasarkan Tabel 2, sapi Friesian Holstein (FH)
mempunyai kemampuan produksi susu yang paling tinggi dengan kadar lemak paling
rendah dibandingkan dengan bangsa sapi lainnya, sedangkan bangsa Jersey
mempunyai kemampuan produksi yang paling rendah dengan kadar lemak susu
tertinggi (Sudono, 2002).
Tabel 2. Kemampuan Produksi dan Kadar Lemak dari Bangsa Sapi yang Terkenal
Bangsa sapi Kemampuan produksi /laktasi (Kg) Kadar lemak (%)
Friesian Holstein 7245 3,65
Brown Swiss 5939 4,10
Ayrshire 5685 3,96
Guernsey 5205 4,67
Jersey 4957 4,85
Milking Shorthorn 5126 3,65
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam manajemen usaha peternakan
sapi perah untuk mencapai efisiensi produksi yaitu umur beranak pertama, lama
laktasi, masa kering, efisiensi reproduksi, peremajaan dan culling, pemakaian tenaga
kerja, dan pemberian pakan (Sudono, 1999).
Sapi Friesian Holstein (FH) atau keturunannya dapat beranak pada umur 2 –
2,5 tahun asalkan tata laksana dan pemberian makanan pada anak-anak dan sapi dara
cukup baik. Sapi dara yang mengalami kekurangan makanan berbadan relatif kecil
dan memiliki gangguan reproduksi (Sudono, 1999). Berdasarkan data beberapa
survey dan penelitian Sudono (1999) di peternakan sapi perah Bogor, Lembang,
Rawa Seneng dan Baturaden menunjukkan bahwa rata-rata beranak pertama berumur
± 3 tahun. Hal ini menyebabkan kenaikan ongkos-ongkos produksi di
peternakan-peternakan tersebut, sehingga tidak efisien.
Lama laktasi adalah lama sapi itu menghasilkan susu yaitu antara waktu
beranak sampai masa kering. Lama laktasi bergantung pada peristensi, sedangkan
persistensi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : umur sapi, kondisi sapi
saat beranak, lama masa kering sebelumnya, dan banyaknya makanan yang diberikan
pada sapi yang sedang laktasi. Lama laktasi yang baik adalah sekitar 10 bulan
(Sudono, 1999). Hasil penelitian Prabowo (2002) di tiga desa yang berbeda
bioklimat di Kabupaten dan Kodya Bogor menunjukkan bahwa selama masa laktasi,
sapi perah mengalami perubahan jumlah produksi susu. Perubahan tersebut disajikan
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Produksi Susu di Tiga Desa Penelitian di Kabupaten dan Kota Madya Bogor Berdasarkan Periode Laktasi
Produksi susu (liter/ekor/hari) Periode
Cibeureum Tajur Halang Kebon Pedes Keseluruhan Laktasi 1 12,42 ± 3,55 9,53 ± 4,61 11,70 ± 2,97 11,50 ± 3,71 Laktasi 2 12,57 ± 4,84 9,80 ± 3,99 11,90 ± 4,39 11,72 ± 4,58 Laktasi 3 15,10 ± 4,53 12,18 ± 5,43 12,28 ± 3,90 13,21 ± 4,78 Laktasi 4 14,78 ± 4,35 10,67 ± 3,27 10,23 ± 5,19 11,47 ± 5,00
Sumber : Prabowo (2002)
Pergeseran jumlah produksi susu di daerah penelitian mungkin diakibatkan
oleh manajemen pemberian pakan yang berbeda antar desa. Produksi susu akan
menurun pada laktasi keempat karena semakin bertambah umur sapi perah, maka
susu akan semakin menurun (Prabowo, 2002).
Masa kering adalah masa istirahat sapi perah yaitu sebelum beranak
(umumnya 2 bulan), sehingga sapi tidak diperah untuk sementara waktu. Masa
kering yang baik adalah selama ± 2 bulan (Sudono, 1999). Selang beranak (calving
interval) yang baik adalah 12-13 bulan. Calving interval yang lebih pendek dari 320
hari akan menyebabkan penurunan produksi susu sebesar 9 persen dari laktasi yang
sedang berjalan dan penurunan 3,7 persen pada laktasi berikutnya. Namun, calving
interval yang lebih panjang dari 13 bulan tidak ekonomis (Sudono, 1999).
Hasil penelitian Khoiriyah (2006) menunjukkan bahwa masa kering dan
calving interval sapi FH di PT. Taurus Dairy Farm berturut-turut adalah 1,8 dan 102
hari. Masa kering dipengaruhi oleh interval partus/beranak ke dikawinkan kembali,
sedangkan calving interval dipengaruhi oleh lamanya interval dari beranak ke
dikawinkan kembali. Calving interval sapi FH ini tergolong kurang baik, karena
terlalu lama. Hal ini disebabkan oleh siklus berahi yang tidak teratur dan atau
pengamatan berahi kurang tepat.
Peremajaan (replacement stock) yang baik adalah 20-25 persen dari jumlah
sapi betina dewasa per tahun. Culling hewan-hewan yang diternakkan lagi oleh
peternakan sapi perah di Indonesia umumnya karena steril atau majir. Suatu
peternakan sapi perah di Bandung, sapi-sapi yang diafkir rata-rata per tahun adalah
23,79 pesen dari jumlah sapi betina dewasa dengan alasan 6,92 persen dijual, 3,05
persen karena tua, 4,94 persen karena sakit kaki, 6,73 persen karena majir, 0,55
persen karena mastitis dan 0,5 persen abortus (Sudono, 1999). Berdasarkan hasil
penelitian Sinaga (2003), rata-rata persentase peremajaan (replacement stock) di
kawasan usaha peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
adalah 19,03 persen untuk dara dan 21,19 persen untuk pedet dari seluruh jumlah
ternak.
Biaya produksi untuk tenaga kerja suatu peternakan berkisar antara 20 – 30
persen. Seorang tenaga kerja di Indonesia cukup menangani 6-7 ekor sapi dewasa
untuk mencapai efisiensi penggunaan tenaga kerja. Semakin banyak sapi yang
dipelihara dalam suatu peternakan, makin efisien tenaga yang dibutuhkan (Sudono,
peternakan secara keseluruhan adalah 1,45 HKP/hari. Rata-rata jumlah ternak yang
dipelihara adalah 11,25 ST (Satuan Ternak), maka diperoleh rasio sebesar 0,129
HKP/ST/hari atau 1,03 jam/ST/hari atau 7,65 ST/HKP/hari. Rataan ini sudah
mencapai efisiensi penggunaan tenaga kerja karena menurut Sudono (1999), seorang
tenaga kerja cukup menangani 6-7 ekor sapi dewasa.
Pemberian pakan konsentrat pada sapi-sapi yang sedang diperah dapat
mengatasi kekurangan protein dapat dicerna (Sudono, 1999). Berdasarkan hasil
penelitian Sinaga (2003), pemberian konsentrat dilakukan pada pagi dan sore
sebelum pemerahan dilakukan. Rataan pemberian konsentrat setiap hari adalah 3,04
kg/ST/hari. Hasil pengamatan pada daerah penelitian mengindikasikan bahwa
pemberian konsentrat tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Semakin
besar tingkat produksi susu yang dihasilkan maka peternak akan meningkatkan
pemberian konsentrat. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa rasio
pemberian konsentrat dengan tingkat produksi adalah 1:2 yang berarti jika sapi
laktasi menghasilkan susu 2 liter akan diberi konsentrat 1 kg.
Kandang
Kandang merupakan syarat penting bagi pemeliharaan ternak.
Berkembangnya permintaan akan hasil ternak dan adanya keinginan untuk
memperoleh hasil yang optimum, pembuatan kandang harus mendapatkan perhatian
yang serius dengan memperhatikan unsur-unsur efisiensi, pertimbangan ekonomi dan
masalah yang menyangkut lingkungan (Sudono, 2002).
Sudono (2002) mengatakan bahwa kandang sapi perah yang efektif harus
dirancang untuk memenuhi persyaratan dan kenyamanan ternak, enak dan nyaman
untuk operator, efisien untuk tenaga kerja dan pemakaian alat-alat dan disesuaikan
dengan peraturan kesehatan ternak. Kandang sapi perah dan kamar khusus
mempunyai arti yang lebih dibandingkan dengan tiap bangunan lain yang ada di
dalam peternakan, memerlukan sesuatu yang khusus dan spesifik dalam pengaturan
konstruksi. Kandang harus menyesuaikan diri terhadap persyaratan kesehatan, yang
mensyaratkan bangunan-bangunan tetap bersih dan dapat menghasilkan susu yang
segar dan sehat.
Persyaratan kandang yang dilihat dari aspek teknis, kesehatan dan lingkungan
kering, tenang dan aman, perlu dibuat penampung kotoran, memperhatikan
kesehatan lingkungan serta biaya terjangkau oleh petani atau peternak (Sudono,
2002).
Hasil penelitian Suhendar (2004) menunjukkan bahwa bangunan kandang di
PT. Gurame Anugrah Tani terdiri dari 6 kandang untuk sapi dewasa, muda dan dara
serta 1 kandang untuk pedet. Bangunan kandang untuk sapi dewasa dan dara
dibangun dengan lantai semen, tiang beton dan atap terdiri dari asbes dan rumbia
dengan tujuan agar kandang tidak terlalu panas. Tipe kandang adalah tipe ganda
dengan ukuran 6x24 m2 sebanyak 3 kandang dan 6x28 m2 1 kandang dengan kapasitas masing-masing kandang sebanyak 48 ST dan 56 ST untuk sapi dewasa.
Dua kandang lainnya untuk sapi remaja berukuran 4x18 m2 dan 4x10 m2 yang mempunyai kapasitas sebanyak 24 ekor dan 12 ekor. Kandang tersebut dirancang
dengan dua model yaitu peletakan sapi secara berhadapan dan peletakan sapi yang
saling membelakangi. Kandang untuk sapi pedet yang belum lepas sapih dibangun di
dekat kandang induk yang dibuat per individu dengan ukuran 1,25x1 m2 sebanyak 50 bok. Kandang tersebut dibuat seperti rumah panggung yang berdiri di atas lantai
semen dengan ketinggian 50 cm sehingga memudahkan pegawai dalam
membersihkan kandang (Suhendar 2004).
Pakan
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan sapi perah
yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang produksi susunya tinggi tidak akan
menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya bila tidak mendapat pakan
yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas. Cara pemberian pakan yang salah akan
mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan kematian.
Pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus dilakukan secara
efisien (Sudono, 1999).
Pakan sapi perah terbagi atas dua golongan yaitu bahan pakan berserat dan
bahan pakan konsentrat. Bahan pakan konsentrat merupakan makanan utama bagi
sapi perah yang umumnya terdiri dari rumput dan hijauan lainnya. Kadar serat kasar
pada hijauan yang terlalu tinggi mengakibatkan pakan sukar dicerna oleh sapi,
sebaliknya, kadar serat kasar yang terlalu rendah mengakibatkan gangguan
menyebabkan peranan hijauan tidak dapat diganti seluruhnya oleh makanan penguat
(Sudono, 1999).
Bahan pakan konsentrat merupakan makanan pelengkap bagi sapi, karena
tidak semua zat makanan dapat terpenuhi oleh hijauan. Bahan pakan konsentrat
tersusun dari berbagai bahan makanan biji-bijian dan hasil ikutan dari pengolahan
hasil pertanian maupun industri lainnya. Konsentrat mempunyai fungsi untuk
menutup kekurangan dalam hijauan, yaitu sulit dicerna oleh ternak (Sudono, 1999).
Hasil penelitian Sanusi (2005) di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan dan
Kecamatan Cisarua, Bogor menunjukkan bahwa kadar lemak susu di usaha
peternakan sapi perah Kecamatan Setiabudi lebih tinggi daripada di Kecamatan
Cisarua walaupun rasio hijauan di Kecamatan Setiabudi lebih rendah daripada di
Kecamatan Cisarua (hanya 35 % dari bahan kering ransum). Produksi susu yang
rendah dikarenakan kualitas hijauan yang rendah dan suhu yang relatif panas di
dataran rendah. Suhu relatif panas tersebut menyebabkan konsumsi ransum menurun
dan terjadinya energi tambahan yang dibutuhkan untuk pengaturan regulasi panas
tubuh. Rasio hijauan konsentrat pada sapi laktasi serta kadar lemak, produksi susu
dan berat jenis susu di Kecamatan Setiabudi dan Kecamatan Cisarua ditunjukkan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Rasio Hijauan Konsentrat pada Sapi Laktasi serta Kadar Lemak, Produksi Susu dan Berat Jenis Susu di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan dan Kecamatan Cisarua, Bogor
Parameter Kecamatan Setiabudi Kecamatan Cisarua Rasio hijauan : konsentrat 35 : 65 49 : 51
Kadar lemak susu (%) 4,10 3,80
Produksi susu (kg/ekor/tahun) 7,60 ± 3,00 13,20 ± 2,80 Produksi susu (4 % FCM/ekor/hari) 7,70 ± 3,00 12,80 ± 2,80
Berat jenis susu 1,03 1,03
Sumber : Sanusi (2005)
Tenaga kerja
Usaha peternakan yang baik harus mempunyai tenaga yang terampil dan
berpengalaman. Tenaga kerja dalam usaha peternakan sapi perah sangat berperan
dalam pemeliharaan sapi perah. Pemeliharaan sapi perah yang dilakukan oleh tenaga
kandang, memandikan ternak, menghilangkan tanduk anak sapi, memotong kuku
sapi betina, memerah susu dan memasarkan susu (Sudono, 1999).
Hasil penelitian Sinaga (2003) di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi
perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa jenis
kegiatan yang dilakukan oleh pekerja dalam mengelola usahaternak sapi perah
adalah : membersihkan kandang, memandikan sapi, memberi makan, memberi
minum, memerah, menyetor susu, mencari dan memotong rumput. Kegiatan yang
menyita waktu paling banyak adalah mencari dan memotong rumput, karena rumput
yang tersedia di sekitar kapling tidak mencukupi sehingga peternak harus mencari di
luar Kunak. Penggunaan jumlah waktu yang digunakan tenaga kerja dalam
melakukan kegiatan usahaternak sapi perah setiap harinya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah pada Kunak Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Skala I Skala Skala III Keseluruhan No. Kegiatan
Jam Pria per Hari 1. Membersihkan kandang dan
memandikan sapi 2,49 2,46 3,34 2,73
Sumber : Sinaga (2003)
Perhitungan efisiensi tenaga kerja pada Kunak sapi perah diperoleh dengan
melihat perbandingan antara jumlah sapi yang dimiliki dalam satuan ternak (ST)
serta jumlah curahan tenaga kerja dalam hari kerja pria (HKP). Hasil perhitungan
efisiensi tenaga kerja sapi perah di Kunak untuk masing-masing skala dan
keseluruhan dijelaskan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Efisiensi Tenaga Kerja Sapi Perah di Kunak Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
No. Efisiensi tenaga kerja Skala I Skala II Skala III Keseluruhan 1. Rataan pemilikan
k
5,68 11,43 21,60 11,25
2. HKP/hari 1,16 1,49 2,04 1,45
3. HKP/ST/hari 0,21 0,14 0,09 0,13
4. ST/HKP/hari 4,88 7,35 10,79 7,65
Sinaga (2003) mengatakan bahwa pada skala I, rataan tenaga kerja yang
digunakan adalah 1,163 HKP/hari dengan rataan pemilikan sapi sebesar 5,68 ST,
maka rasio yang diperoleh adalah 0,205 HKP/ST/hari atau 4,88 ST/HKP/hari yang
berarti 1 HKP dapat menangani 4-5 ekor sapi dewasa. Skala II diperoleh rataan
tenaga kerja 1,493 HKP/hari dengan rataan pemilikan sapi sebesar 11,3 ST, maka
rasio yang diperoleh adalah 0,14 HKP/ST/hari atau 7,35 ST/HKP/hari yang berarti 1
HKP dapat menangani 7-8 ekor sapi dewasa. Skala III diperoleh rataan tenaga kerja
2,04 HKP/hari dengan rataan pemilikan sapi sebesar 21,6 ST, maka rasio yang
diperoleh adalah 0,092 HKP/ST/hari atau 10,79 ST/HKP/hari yang berarti 1 HKP
dapat menangani 4-5 ekor sapi dewasa.
Rata-rata curahan tenaga kerja peternakan secara keseluruhan adalah 1,45
HKP/hari. Rata-rata jumlah ternak yang dipelihara adalah 11,25 ST (Satuan Ternak),
maka diperoleh rasio sebesar 0,129 HKP/ST/hari atau 1,03 jam/ST/hari atau 7,65
ST/HKP/hari.
Obat-obatan dan Peralatan
Selain ternak sapi, kandang, pakan dan tenaga kerja, faktor produksi yang
digunakan dalam usaha peternakan sapi perah adalah obat-obatan dan peralatan.
Program kesehatan pada usaha peternakan sapi perah seharusnya dijalankan secara
teratur, terutama di daerah-daerah yang sering terjangkit penyakit menular seperti
TBC, brucellosis, penyakit mulut dan kuku, radang limpa, dan lain-lain. Daerah yang
sering terjangkit penyakit tersebut hendaknya dilakukan vaksinasi secara teratur
(Sudono, 2002).
Hasil penelitian Suhendar (2004) menunjukkan bahwa kesehatan ternak di
PT. GAT Bogor dipantau setiap hari dengan melakukan pemeriksaan secara kontinyu
sehingga penyakit dapat terdeteksi secara lebih dini dan kesehatan sapi dapat terjaga
serta dapat tetap berproduksi dengan baik. Penyakit yang sering ada, pencegahan dan
pengobatannya tertera pada Tabel 7.
Hasil penelitian Haryati (2003) menunjukkan bahwa peralatan yang
digunakan oleh peternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes adalah sabit, ember
minum, ember makan, sikat, sapu, lampu dan plastik (umur pakai < 1 tahun). Sabit
biasa digunakan peternak untuk mencari dan memotong rumput, ember minum hanya
digunakan untuk menampung pakan sebelum dimasukkan ke dalam bak pakan, sikat
dan sapu digunakan untuk membersihkan kandang, lampu berfungsi sebagai alat
penerang kandang dan plastik digunakan untuk membungkus susu yang akan dijual
ke konsumen.
Tabel 7. Penyakit Ternak, Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan/pengobatan No. Penyakit
Suplemen Frekuensi Dosis
1. Undigesti Vitamin 1-2 kali 20-25 cc 2. Enteritis Vitamin,
antibiotik 1-2 kali 20-25 cc 3. Pnounemia Vitamin,
antibiotik 1-2 kali 20-25 cc 4. Silent heat Pensteep,
hormon 1-2 kali 5-10 cc, 1 dosis 5. Hipocasimea Calsium, vitamin 1-2 kali 200-250 cc 6. Diarhae Terramicin 1-2 kali 15-20 cc 7. Cacing Valbazen Tiga bulan sekali 25-35 cc
Sumber : Suhendar (2004)
Peralatan lain yang digunakan peternak adalah gerobak, sekop, ember perah,
milkcan dan selang (umur pakai > 1 tahun). Gerobak digunakan untuk mengangkut
rumput yang sudah disabit, sekop digunakan untuk mengangkut kotoran dan
membersihkan kotoran sapi perah di kandang, ember perah digunakan untuk
menampung susu yang sedang diperah, milkcan digunakan untuk menampung susu
yang sudah diperah dan selang air digunakan untuk membersihkan kandang,
memandikan sapi dan memberi minum (Haryati, 2003).
Biaya Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah
Daniel (2003) menyatakan bahwa biaya produksi adalah kompensasi yang
diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun secara tidak tunai.
Biaya tunai terdiri dari upah kerja untuk biaya persiapan dan penggarapan tanah,
upah kerja untuk pemeliharaan ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida, dan
lain-lain. Biaya tidak tunai terdiri dari biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan
pajak-pajak.
Selain itu, menurut Boediono (2002) biaya produksi juga digolongkan
tidak tergantung pada jumlah produksi yang antara lain mencakup : kandang, lahan,
peralatan. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai
dengan perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produk
yang dihasilkan, makin besar biaya variabel yang diperlukan. Biaya variabel ini
meliputi biaya pakan, obat-obatan dan vaksinasi, upah tenaga kerja dan biaya
lainnya.
Biaya produksi terbesar yang dikeluarkan dalam usaha peternakan sapi perah
adalah biaya variabel, terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja (Sudono, 1999).
Sudono (1999) mengungkapkan bahwa biaya pakan dapat mencapai 60-80 persen
dari total biaya. Biaya produksi untuk tenaga kerja suatu peternakan berkisar antara
20 – 30 persen dari biaya total dan seorang tenaga kerja di Indonesia cukup
menangani 6-7 ekor sapi dewasa untuk mencapai efisiensi penggunaan tenaga kerja.
Semakin banyak sapi yang dipelihara dalam suatu peternakan makin efisien tenaga
yang dibutuhkan (Sudono, 1999).
Hasil penelitian Sinaga (2003) menunjukkan bahwa secara keseluruhan
rataan biaya tetap yang dikeluarkan oleh setiap peternak di kawasan usaha
peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor per bulan adalah
Rp 235.580,2 atau 8,94 persen dari biaya total, sedangkan rataan biaya variabel
untuk setiap peternak per bulan adalah Rp 2.400.632,19 atau 91,06 persen dari biaya
total. Komponen terbesar untuk setiap peternak berturut-turut adalah biaya pakan
(64,32 % dari biaya total), biaya tenaga kerja (16,6 %), biaya obat-obatan (3,03 %),
cooling unit (3,25 %), biaya lain-lain (air, transportasi dan listrik) (3,31 %) dan biaya
penyusutan kandang (0,55 %).
Hasil penelitian Haryati (2003) menunjukkan bahwa biaya tunai yang
termasuk dalam usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes adalah pembelian
ternak, pakan, obet-obatan, IB, tenaga kerja luar, pajak, listrik, transportasi dan
pembelian peralatan. Biaya tidak tunai yaitu depresiasi peralatan, depresiasi kandang
dan depresiasi ternak. Komponen rata-rata biaya produksi usahaternak sapi perah di
Tabel 8. Rata-rata Komponen Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes dalam Satu Tahun
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Komponen
biaya Rp % Rp % Rp %
Pakan 8.887.382,34 70,31 19.291.222,23 78,03 52.776.666,33 62,42 Membeli
ternak 2.066.666,67 16,35 - - 19.433.333,33 22,98 Peralatan 85.700 0,68 191.411,11 0,77 371.666,67 0,44 TKL 73.333,33 5,80 3.413.333,33 13,81 7.990.000 9,45
IB 130.700 1,03 178.000 0,72 225.666,67 0,27
Obat-obatan 73.800 0,58 68.888,89 0,29 195.666,67 0,23 Sewa dan
pajak lahan 4.200 0,03 9.888,89 0,04 27.500 0,03 Listrik 118.606,67 0,94 193.333,33 0,78 405.000 0,48 Transportasi 175.100 1,39 369.777,78 1,49 467.208,33 0,55 Depresiasi
alat 7.075,55 0,06 17.007,40 0,07 43.333,34 0,05 Depresiasi
kandang 48.195,55 0,38 141.037,04 0,57 640.000 0,76 Depresiasi
ternak 309.894,19 2,45 848.963,84 3,43 1.979.166,67 2,34 Jumlah 12.640.654,7 100,00 24.722.863,94 100,00 84.555.208,01 100,00
Sumber : Haryati (2003)
Biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar yang dikeluarkan peternak
sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes. Peternak yang paling banyak mengeluarkan
biaya produksi untuk pakan adalah Kelompok II yaitu sebesar 78,03 persen
dibanding dengan Kelompok I dan III yang masing-masing 70,31 persen dan 62,42
persen. Besar kecilnya biaya pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pakan yang diberikan dan jumlah pemilikan sapi perah (Haryati, 2003).
Fungsi Biaya Usaha Peternakan Sapi Perah
Pusat perhatian dalam analisis usaha dari sisi output, terletak pada
fungsi-fungsi biaya yang dinyatakan dalam output sebagai variabel independen (bebas).
Fungsi biaya merupakan suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan
antara jumlah biaya produksi yang dikeluarkan dan tingkat output yang dihasilkan
oleh produsen (Boediono, 2002).
Fungsi biaya berkaitan dengan meminimumkan biaya untuk mendapatkan
sejumlah input dan output tertentu. Masalah yang ada yaitu bagaimana
meminimumkan biaya dengan memperlakukan output sebagai variabel eksogen.
tersebut terlibat dalam fungsi biaya. Fungsi biaya banyak digunakan untuk mengukur
apakah introduksi varitas baru, yang terbukti telah mampu meningkatkan produksi,
juga disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi atau tidak, namun, bagaimana
memperoleh hasil yang tinggi dengan menggunakan biaya yang kecil adalah
permasalahan yang harus diselesaikan (Soekartawi, 2003).
Analisis fungsi biaya akan menghasilkan suatu kombinasi biaya minimum
yaitu dengan penggunaan faktor produksi yang minimum. Selain itu, analisis fungsi
biaya juga dapat menghasilkan tingkat produksi optimum yang dapat dicapai
sehingga efisiensi usaha akan tercapai. Kesulitan dan kelemahan analisis fungsi biaya
adalah bahwa variabel yang dinyatakan dengan biaya sangat ditentukan oleh variabel
harga. Padahal sudah banyak ditemukan bahwa besar kecilnya harga sering
berfluktuasi sehingga lebih banyak bersifat stokastik daripada deterministik
(Soekartawi, 2003).
Biaya total (TC atau total cost) adalah biaya total untuk menghasilkan output
tertentu. Biaya total dalam jangka pendek dibagi menjadi dua bagian yaitu total biaya
tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC) (Lipsey, et al.,1995). Hasil penelitian
Sinaga (2003) menunjukkan bahwa estimasi biaya total (TC) pada usaha peternakan
sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah fungsi polinomial pangkat tiga, yaitu :
TC = 68178,616 + 1961,778Y – 0,355Y2 + 0,00003668Y3 Keterangan : TC : Total Biaya (Rp)
Y : Produksi susu (liter / bulan)
Total biaya dalam pendugaan fungsi biaya ini dijadikan sebagai peubah tak
bebas (dependent variable) dan produksi susu sebagai peubah bebas (independent
variable). Fungsi yang diperoleh dapat menentukan tingkat produksi susu optimal
yang dapat dihasilkan oleh peternak di Kunak. Tingkat produksi optimal yang dapat
dicapai usaha peternakan Kunak adalah 6.002,98 liter/bulan, sedangkan tingkat
produksi usaha peternakan Kunak adalah 1.829,07 liter/bulan. Tingkat produksi di
Kunak kurang optimal sehingga peternak perlu meningkatkan produksi susu dengan
Penerimaan Usahaternak Sapi Perah
Penerimaan menurut Boediono (2002) adalah penerimaan produsen dari hasil
penjualan outputnya. Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan
penerimaan non tunai. Penerimaan tunai usahatani berasal dari penjualan produk
tanaman, ternak/hasil-hasil ternak, penjualan barang modal dan mesin-mesin
sedangkan penerimaan non tunai berasal dari perubahan persediaan, seperti stok
ekstra pada akhir tahun jual-beli dan dari produk-produk usahatani yang dikonsumsi
di rumah petani (Makeham dan Malcolm, 1991).
Hasil penelitian Haryati (2003) menunjukkan bahwa penerimaan usaha
peternakan di Kelurahan Kebon Pedes Bogor terdiri dari penjualan susu, penjualan
ternak, susu yang dikonsumsi dan perubahan nilai ternak. Komponen rata-rata
penerimaan disajikan dalam Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9, peternakan sapi perah di kelompok III memperoleh
penerimaan terbesar dibanding dengan kelompok I dan II, namun penerimaan
penjualan susu yang paling besar adalah kelompok II yaitu sebesar 78,61 persen. Hal
ini dikarenakan pemeliharaan dan manajemen di peternakan kelompok II sudah baik
(Haryati, 2003).
Tabel 9. Komponen Rata-rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah di Kelurahan Kebon Pedes Bogor dalam Satu Tahun
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Komponen
penerimaan Rp % Rp % Rp %
Penjualan
susu 23.496.940,00 75,38 46.294.111,11 78,60 134.893.844,30 73,84 Penjualan
ternak 4.080.000,00 13,09 5.577.777,78 9,47 26.616.666,67 14,57 Perubahan
nilai ternak 2.340.000,00 7,51 5.950.000,00 10,11 17.750.000,00 9,72 Susu yang
dikonsumsi 1.254.983,33 4,02 1.066.879,17 1,82 3.413.666,67 1,87 Jumlah 31.171.924,33 100,00 58.888.768,06 100,00 182.674.166,54 100,00
Sumber : Haryati (2003)
Efisiensi Usahaternak
Usahatani yang baik adalah usahatani yang produktif dan efisien
(produktivitas usahatani tinggi) (Daniel, 2004). Penekanan pada pendekatan ekonomi
pertanian adalah bagaimana mendapatkan yang paling diinginkan dengan
menyangkut penggunaan sumberdaya yang efisien. Efisiensi mengacu pada suatu
rasio dari apa yang digunakan terhadap apa yang dihasilkan (Makeham dan
Malcolm, 1991).
Efisiensi teknis berkaitan dengan jumlah fisik semua faktor yang digunakan
dalam proses produksi komoditi tertentu. Produksi dikatakan efisien teknis jika tidak
ada alternatif cara yang bisa menggunakan kombinasi semua input dengan jumlah
yang lebih kecil (Lipsey, et al., 1995). Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil
(output) yang diperoleh dari satu satuan input yang diberikan. Efisiensi teknis akan
tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa
sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Petani dapat dikatakan mengalokasikan
faktor produksi secara efisien harga bila mendapat keuntungan yang besar dari
usahataninya (Soekartawi, 2003).
Kusumaningrum (2004) mengungkapkan bahwa nilai elastisitas produksi dari
fungsi produksi yang dihasilkan pada usaha penggemukan domba di Desa
Pesawahan Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi adalah 3,2105 yang artinya
pada setiap kenaikan penggunaan hijauan sebesar satu persen akan meningkatkan
pertumbuhan bobot badan sebesar 3,2105 persen (ceteris paribus). Nilai elastisitas
produksi sebesar 3,2105 berada pada daerah irrasional (EP>1) sehingga tidak dapat
dicari nilai optimal untuk penggunaan konsentrat. Penambahan sedikit input pada
daerah irrasional akan meningkatkan penambahan output dan kondisi seperti ini tidak
rasional apabila penambahan output dihentikan.
Efisiensi ekonomis berkaitan dengan nilai semua input yang digunakan untuk
memproduksi output tertentu. Produksi output dinamakan efisien ekonomis jika tidak
ada cara lain untuk memproduksi output yang bisa menggunakan seluruh nilai input
dengan jumlah yang lebih sedikit (Lipsey, et al., 1995). Petani yang meningkatkan
hasilnya dengan menekan harga faktor produksi dan menjual hasilnya dengan harga
tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga
secara bersamaan. Situasi demikian sering disebut dengan istilah efisiensi ekonomi.
Pendekatan ekonomi yanng dilakukan adalah pendekatan memaksimumkan
keuntungan dan meminimumkan biaya. Variabel yang harus dipertimbangkan dalam