• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, kabupaten Kerinci, Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, kabupaten Kerinci, Jambi"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN USAHATANI SAYURAN BERKELANJUTAN

BERBASIS KENTANG DI DAS SIULAK,

KABUPATEN KERINCI JAMBI

HENNY H.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ”Perencanaan Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)

ABSTRACT

HENNY H. Potato based sustainable vegetable farming systems planning in Siulak Watershed, Kerinci District, Jambi. Under advisory of KUKUH MURTILAKSONO, NAIK SINUKABAN, and SURIA DARMA TARIGAN

Established agricultural practices in upland vegetable growing areas in Indonesia are generally implementing up and down the slope cultivation with relatively high rates of fertilizers and pesticides applications. Combined with high rainfall intensity, these practices have contributed to high runoff and severe erosion and in turn gradually decreased land productivity and farmers income, thus unsustainable farming systems. The objectives of this research were : 1) to identify and describe existing conditions of the potato based vegetable farming systems, 2) to study soil conservation measures alternatives to control soil erosion and obtain optimal net farm income, and 3) to design potato based sustainable vegetable farming systems in Siulak Watershed, Kerinci District, Jambi Province. Land biophysical and farmers characteristics as well as agrotechnologies were identified through soil survey and farmers interview, while alternatives of soil conservation measures were studied through soil erosion plot experiments. Models of patato based sustainable vegetable farming system were formulated by simulation using Universal of Soil Loss Equation (USLE) model andmultiple goal programming. Results of the research showed that up and down the slope vegetable farming practices and inadequate of soil conservation practices caused soil erosion rate of 39.25 - 229.14 ton/ha/year which was higher than the local soil tolerable loss (24.09 - 20.89 ton/ha/year), and net farm income was generally not enough to support life worthed living (Rp 28 000 000/year). Planting on ridges across the slope, or ridges constructed 15 degrees across the slope, or in ridges down the slope with a mound constructed across the slope in each 4.5 m distance and silt-pit, can be considered as alternatives soil conservation methods for vegetable farming systems. Potato based sustainable vegetable farming systems in Siulak Watershed could be accomplished by improving the cultivation practices by integrating the soil conservation methods (planting on ridges across the slope and mulch, or ridges down the slope with a mound constructed across the slope, mulch and silt-pit) into the existing systems. Potato based sustainable vegetable farming systems with the cropping pattern of potato-cabbage-tomato and recommended agrotechnologies performed the most optimum models in Siulak Watershed, Kerinci District, Jambi; this system generated soil erosion about 10.59 - 18.82 ton/ha/year and the net farm income about Rp 40 714 558 - Rp 52 745 652 per hectar per year on 0.44 ha farm area. Some farmers in Siulak Watershed have started applicating the recommended agrotechnologies right after the research was completed.

(4)

RINGKASAN

HENNY H. Perencanaan Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO, NAIK SINUKABAN, dan SURIA DARMA TARIGAN.

Hulu DAS Merao di Kabupaten Kerinci berada di dataran tinggi vulkan Gunung Kerinci dan sebagian dari hulu DAS Merao merupakan hutan kawasan lindung Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Ketergantungan masyarakat di hulu DAS terhadap lahan cukup tinggi karena usaha pertanian merupakan sumber utama pendapatan sebagian besar masyarakat, terutama dari usahatani sayuran dataran tinggi. Pengelolaan lahan umumnya dengan agroteknologi yang tidak sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman. Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran tinggi (terutama kentang) di Kabupaten Kerinci dan petani menanam sayuran tersebut dengan guludan searah lereng. Hal ini akan meningkatkan erosi dan mempercepat degradasi lahan akibat penurunan kualitas tanah dan pada gilirannya menyebabkan lahan kritis, terganggunya fungsi hidrologis DAS dan usahatani tidak berkelanjutan.

Kajian mengenai usahatani konservasi untuk membangun model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang merupakan suatu langkah strategis, penting dan perlu segera dilakukan di DAS Siulak. Usahatani tersebut sekaligus sebagai upaya mengatasi perambahan dan alih fungsi hutan, mengembangkan potensi lahan dan wilayah sebagai sentra produksi sayuran terutama kentang, serta menekan dampak usahatani di DAS Siulak terhadap fungsi hidrologis DAS dan fungsi Danau Kerinci. Alternatif model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak adalah model usahatani sayuran berbasis kentang yang harus memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) petani, sekaligus mengendalikan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (Etol) melalui penerapan agroteknologi spesifik lokasi, sehingga dapat diterima dan dikembangkan petani sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki. Teknik konservasi tanah yang diintegrasikan di dalam model usahatani sayuran berbasis kentang di DAS Siulak dikaji melalui percobaan erosi petak kecil. Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk : 1) mengkaji dan mendeskripsikan kondisi existingusahatani di DAS Siulak, 2) mengkaji alternatif teknik konservasi tanah yang dapat mengendalikan erosi dan memberikan produktivitas sayuran yang optimal di DAS Siulak, dan 3) merancang model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak.

Penelitian menggunakan Metode Survei (Survei Tanah dan Petani) untuk mengumpulkan data biofisik lahan, karakteristik petani dan agroteknologi melalui pengamatan dan/atau pengukuran langsung di lapangan dan analisis contoh tanah di laboratorium serta wawancara dengan responden petani; dan Metode Eksperimen di lapangan (Percobaan Erosi Petak Kecil) untuk mengumpulkan data erosi dan produktivitas tanaman dari beberapa teknik konservasi tanah alternatif. Alternatif model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak di formulasi menggunakan Metode USLE dan analisis optimalisasi menggunakan Multiple Goal Programming.

(5)

> 0.5 ha). Guludan tanaman memotong lereng, atau miring 150terhadap lereng, atau guludan memotong lereng + rorak setiap jarak 4.5 m pada pertanaman sayuran searah lereng dapat sebagai alternatif untuk mengendalikan erosi hingga lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan dan memberikan pendapatan usahatani lebih besar dari kebutuhan untuk hidup layak.

Model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak adalah dengan agroteknologi berdasarkan pola tanam petani dan perbaikan teknik budidaya tanaman serta integrasi teknik konservasi tanah : a) guludan tanaman memotong lereng + mulsa penahan air (sisa tanaman 3 ton/ha/tahun atau mulsa plastik) untuk lahan dengan kemiringan lereng 7 %; b) guludan memotong lereng + mulsa penahan air (sisa tanaman 6 ton/ha/tahun atau mulsa plastik) pada pertanaman sayuran dengan guludan searah lereng untuk lahan dengan kemiringan lereng 14 %; dan c) guludan memotong lereng + mulsa penahan air (sisa tanaman 6 ton/ha/tahun atau mulsa plastik) + rorak (1 m x 0.3 m x 0.4 m) pada pertanaman sayuran dengan guludan searah lereng untuk lahan dengan kemiringan lereng 20 %.

Semua pola tanam petani (kentang-kubis-kentang, kentang-kubis-tomat, kentang-kubis-rumput/ semak, kentang-rumput/semak-tomat dan kentang-cabe) dengan perbaikan teknik budidaya dan integrasi teknik konservasi tanah dapat sebagai agroteknologi untuk model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak dengan prediksi erosi 6.87 11.73, 9.06 15.47, 12.21 -20.85, dan 10.06 - 17.19 ton/ha/tahun masing-masing pada lahan dengan kemiringan lereng 3, 7, 14, dan 20 persen (lebih kecil dari Etol), dan pendapatan usahatani Rp 37 428 962 - Rp 52 824 571 per tahun dengan lahan 0.44 ha, dan Rp 41 371 864 - Rp 98 445 793 per tahun dengan lahan 0.82 ha (lebih besar dari KHL, kecuali dengan pola tanam kentang dan kentang-kubis-rumput/semak pada lahan dengan kemiringan lereng 14 dan 20 persen dan pola tanam kentang-kubis-tomat dan kentang-rumput/semak-tomat pada lahan dengan kemiringan lereng 20 %). Model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang yang optimal adalah dengan pola tanam kentang-kubis-tomat pada lahan minimal 0.44 ha dengan ketercapaian target penurunan erosi 36.37 -17.60 persen dan peningkatan pendapatan usahatani 88.66 - 45.41 persen. Integrasi usaha ternak kambing (8 ekor induk betina + 1 ekor pejantan) dan sapi perah (4 ekor sapi laktasi) pada usahatani sayuran berbasis kentang dengan model usahatani sayuran berbasis kentang yang optimal pada lahan 0.12 ha dapat meningkatkan pendapatan petani hingga memenuhi KHL, masing-masing Rp 30 864 202 - Rp 28 709 646 dan Rp 35 413 702 - Rp 33 259 146 per tahun. Teknik guludan memotong lereng atau miring terhadap lereng dan mulsa plastik telah mulai diterapkan petani di DAS Siulak pada usahatani kentang dan cabe.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PERENCANAAN USAHATANI SAYURAN BERKELANJUTAN

BERBASIS KENTANG DI DAS SIULAK

KABUPATEN KERINCI JAMBI

HENNY H

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Ujian Tertutup 1. Dr. Ir. Ai Dariah

2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si.

Penguji Ujian Terbuka

(9)

Judul Disertasi : Perencanaan Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi

Nama : Henny H

NIM : A262050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Ketua

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan DAS

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH Subhanahuwata’ala atas rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak November 2008 ini adalah pengembangan usahatani tanaman hortikultura sayuran dataran tinggi, dengan judul ”Perencanaan Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini :

1. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan nasehat serta motivasi kepada penulis dalam penyelesaian kuliah, penelitian dan penulisan disertasi ini.

2 Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh program doktor di Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS, Sekolah Pascasarjana IPB dan telah memberikan pelayanan serta fasilitas hingga penyelesaian studi 3. Rektor Universitas Jambi dan Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Jambi

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program doktor di Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS, Sekolah Pascasarjana, IPB

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis untuk mengikuti program doktor pada Program Studi Ilmu DAS, Sekolah Pascasarjana IPB 5. Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. dan

Prof. Ir. Rosyid, M.Sc. atas rekomendasi untuk penulis dapat menempuh program doktor di sekolah Pascasarjana IPB

6. Dr. Ir. Ai Dariah dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si. selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup atas masukan dalam penyempurnaan disertasi ini 7. Bapak dan Ibu Dosen Pengasuh Mata Kuliah di Sekolah Pascasarjana, IPB atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan serta seluruh karyawan atas segala bantuan dan pelayanan

8. Prof. Dr. Ir. R. A. Muthalib, M.S. selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jambi atas bantuan untuk pelaksanaan penelitian

9. Bapak dan Ibu penanggung jawab serta laboran di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB atas segala bantuan dan pelayanan

10. Bapak Kepala Desa dan warga Desa Kebun Baru, Desa Sungai Lintang dan Desa Sako Dua, Kecamatan Kayu Aro, serta Bapak Camat Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi atas segala bantuan, pelayanan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian

11. Bapak dan Ibu di Balai Pengelolaan DAS Batanghari, Dinas Kehutanan Propinsi Jambi atas segala bantuan dalam persiapan penelitian.

12. Ir. Aswandi, M.Si. selaku Ketua Pusat Studi Pengelolaan DAS, Universitas Jambi atas segala bantuan yang diberikan dalam persiapan penelitian 13. Bapak Mardianus dan Ibu Epi Martalinda, serta Bapak Budi sekeluarga di

Desa Kebun Baru, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci atas segala bantuan dan fasilitas selama penelitian di lapangan

(11)

15. Ir. Neliyati, M.Si., Dr. Ir. Lavlinesia, M.Si., Dr. Ir. Andi Masnang Makkasau, M.Si., dan Dr. Sunarti, S.P, M.P. yang telah memberi bantuan, motivasi dan fasilitas selama perkuliahan hingga penyelesaian disertasi ini

16. Keluarga besar Papa H. Saharuddin Nurut dan Mama Hj. Ratnawilis serta Ir. Susi Hartina, M.Si. di Sungai Penuh, Kerinci atas bantuan, fasilitas dan motivasi selama penelitian di lapangan

17. Dr. Ir. Agustian, M.Sc. dan Dr. Ir. Yunalfatmawita, M.Sc. selaku Ketua dan

Anggota Dewan Redaksi Jurnal Solum di Universitas Andalas Padang dan Dr. Sunarti, S.P., M.P selaku Ketua Dewan Redaksi Jurnal Hidrolitan, MKTI

Cabang Jambi atas fasilitas publikasi yang diberikan

18. Bapak dan ibu serta teman-teman di Sekolah Pascasarjana IPB dan Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS khususnya yang telah memberikan bantuan, motivasi dan kebersamaan selama perkuliahan hingga penyelesaian disertasi ini

19. Orang tua tercinta, Papa H. Husni Said dan Mama Hj. Nurbaiyah, terima kasih tak terhingga dan penghormatan yang sebesar-besarnya atas cinta, kasih sayang dan doa yang tak pernah putus bagi kebahagiaan dan keberhasilan penulis, serta kakak-kakak dan adik-adik tersayang

20. Kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak tersebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

Semoga ALLAH SWT memberikan penghargaan dan balasan atas semua kebaikan yang telah diberikan dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 9 Oktober 1962 sebagai anak keempat dari pasangan H. Husni Said dan Hj. Nurbaiyah. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1991 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Magíster Sains di Program Sudi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menamatkannya pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2005. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPS Dirjen Pendidikan Tinggi.

(13)

DAFTAR ISI

Efektivitas Beberapa Teknik Konservasi Tanah pada Pertanaman

Kentang dan Kubis 62

Alternatif Model Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikas

teknik konservasi tanah pada lahan sayuran 24

2 Jenis, sumber dan kegunaan data untuk perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak,

Kabupaten Kerinci, Jambi 35

3 Topografi, luas dan penyebaran SLP pada lahan usahatani

campuran di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 37 4 Sifat fisika dan kimia tanah pada lahan pertanian sayuran

berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 49 5 Sebaran jumlah penduduk desa pada tahun 2009 di DAS Siulak,

Kabupaten Kerinci, Jambi 51

6 Sebaran responden petani berdasarkan luas kepemilikan lahan di

DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 56

7 Rata-rata skala luas lahan usahatani, hasil dan pendapatan serta kelayakan finansial usahatani kentang, kubis, cabe dan tomat

oleh petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 58 8 Pendapatan dan kelayakan usahatani sayuran dengan pola

tanam berbasis kentang oleh petani di DAS Siulak, Kabupaten

Kerinci, Jambi 60

9 Kemiringan lereng, kelas kemampuan lahan, agroteknologi, produktivitas, prediksi erosi dan pendapatan usahatani dengan pola tanam sayuran berbasis kentang oleh petani di DAS Siulak,

Kabupaten Kerinci, Jambi 61

10 Pengaruh teknik KTA terhadap aliran permukaan dan erosi pada pertanaman kentang dan kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di

DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 62

11 Pengaruh teknik KTA terhadap kapasitas infiltrasi pada pertanaman kentang dan kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di

DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 63

12 Pengaruh teknik KTA terhadap jumlah C-organik, N-total, P dan K terbawa erosi pada pertanaman kentang dan kubis pada Andisol

Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 65 13 Pengaruh teknik KTA terhadap kehilangan C-organik dan hara N,

P dan K setara pupuk kandang ayam, Urea, SP-36 dan KCl*) pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun

(15)

14 Pengaruh teknik KTA terhadap populasi dan persentase tanaman kentang yang mati pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak,

Kabupaten Kerinci, Jambi 70

15 Pengaruh teknik KTA terhadap hasil kentang pada Andisol Desa

Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 71 16 Pengaruh teknik KTA terhadap produktivitas dan sisa tanaman

pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten

Kerinci, Jambi 71

17 Pengaruh teknik KTA terhadap total aliran permukaan, erosi dan pendapatan serta BCR dan RCR pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten

Kerinci, Jambi 72

18 Deskripsi agroteknologi alternatif dalam model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten

Kerinci, Jambi 74

19 Prediksi erosi, pendapatan, nilai BCR dan RCR usahatani dengan agroteknologi alternatif pada lahan 0.12, 0.44 dan 0.82 hektar dengan kemiringan lereng 3, 7, 14 dan 20 persen di DAS Siulak,

Kabupaten Kerinci, Jambi 78

20 Ketercapaian target penurunan erosi dan peningkatan pendapatan dengan Agroteknologi B pada lahan 0.44 ha di DAS

Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 79

21 Pendapatan petani dengan Agroteknologi B pada lahan 0.12 ha dengan integrasi usaha ternak kambing dan usaha ternak sapi

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan

berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 8 2 Diagram alir perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan

berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 36 3 Curah hujan dan hari hujan bulanan di DAS Siulak, Kecamatan

Kayu Aro, Kabupaten Kerinci dari data Stasiun Klimatologi Kayu

Aro tahun 2000 - 2008 47

4 Sistem guludan tanaman sayuran searah lereng oleh petani di DAS

Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 52

5 Prediksi erosi pada lahan pertanian campuran dengan pola tanam

sayuran berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 54 6 Sebaran responden petani berdasarkan komoditas dan pola tanam

yang dominan diusahakan petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci,

Jambi 57

7 Pengaruh teknik KTA terhadap aliran permukaan (a) dan erosi (b) pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun Baru

di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 64

8 Pengaruh teknik KTA terhadap kehilangan C-organik dan hara N, P dan K pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa

Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 66 9 Pengaruh teknik KTA terhadap intensitas serangan Phytophthora

spdan Fusarium spdan kadar air tanah pada pertanaman kentang MT-1 pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten

Kerinci, Jambi 69

10 Pengaruh teknik KTA terhadap intensitas serangan Phytophthora spdan Fusarium spdan kadar air tanah pada pertanaman kentang MT-2 pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten

Kerinci, Jambi 69

11 Guludan tanaman kentang memotong lereng + mulsa plastik oleh petani (Ketua KTNA Kabupaten Kerinci) di Desa Kebun Baru, hulu

DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 84

12 Guludan tanaman kentang memotong lereng tanpa mulsa plastik oleh petani (Ketua KTNA Kabupaten Kerinci) di Desa Kebun Baru

di hHulu DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 84

13 Guludan tanaman cabe memotong lereng + mulsa plastik oleh petani (Ketua KTNA Kabupaten Kerinci) di Desa Kebun Baru di

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kondisi air Sungai Siulak dan Outlet DAS Siulak di Kabupaten

Kerinci, Jambi 97

2 Lokasi penelitian DAS Siulak (hulu DAS Merao) di Kecamatan

Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi 98

3 Peta kemiringan lereng DAS Siulak (hulu DAS Merao) di

Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi 99 4 Peta penggunaan lahan DAS Siulak (hulu DAS Merao) di

Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi 100 5 Peta jenis tanah DAS Siulak (hulu DAS Merao) di Kecamatan

Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi 101

6 Peta satuan lahan pengamatan (SLP) di DAS Siulak (hulu DAS Merao) di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi

Jambi 102

7 Kriteria untuk Klasifikasi Kemampuan Lahan berdasarkan Sistem

Klasifikasi Kemampuan Lahan 103

8 Kriteria kesesuaian lahan untuk kentang, kubis, cabe dan tomat 105 9 Data curah hujan tahun 2000-2008 di DAS Siulak, Kecamatan

Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi 109

10 Data temperatur dan kelembaban udara 2000-2008 DAS Siulak di

Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi 110 11 Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dalam persamaan USLE 111 12 Faktor teknik konservasi tanah (P) dan CP dalam persamaan

USLE 113

13 Kode struktur tanah dan permeabilitas profil tanah untuk

menentukan nilai faktor erodibilitas tanah dalam USLE 114 14 Kedalaman tanah minimum yang dapat diterima dan nilai faktor

penggunaan lahan dari beberapa jenis tanaman/penggunaan

lahan 114

15 Perlakuan teknik konservasi tanah dalam percobaan erosi petak

kecil pada Andisol Desa Kebun Baru, Kabupaten Kerinci, Jambi 116 16 Petak percobaan dengan bak penampung aliran permukaan dan

erosi dalam percobaan petak kecil di Desa Kebun Baru,

(18)

17 Kelas kemampuan dan kesesuaian lahan pertanian campuran di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi untuk tanaman kentang,

kubis, cabe dan tomat 118

18 Prediksi erosi pada lahan usahatani sayuran dengan beberapa pola tanam berbasis kentang di DAS Siulak, Kecamatan Kayu

Aro, Kabupaten Kerinci 119

19 Sarana produksi, hama dan penyakit tanaman serta pengendaliannya pada usahatani kentang, kubis, cabe dan tomat

oleh petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 120 20 Data curah hujan selama percobaan di Desa Kebun Baru, hulu

DAS Merao di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi 121 21 Aliran permukaan, erosi, produksi, biaya, pendapatan, BCR dan

RCR serta BEP usahatani kentang dan kubis dengan beberapa sistem guludan pada Andisol Desa Kebun Baru di hulu DAS

Merao, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi 122 22 Hasil analisis alternatif agroteknologi yang optimal untuk model

usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak,

Kabupaten Kerinci, Jambi menggunakan Program Tujuan Ganda 123 23 Analisis usaha ternak kambing dan ternak sapi perah 128 24 Sifat kimia dan fisika tanah sebelum perlakuan pada percobaan

petak kecil di Andisol Desa Kebun Baru Kecamatan Kayu Aro,

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hulu daerah aliran sungai (DAS) memiliki potensi strategis sebagai kawasan pertanian produktif dalam pembangunan pertanian nasional dan telah lama dimanfaatkan oleh petani setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menopang ekonomi keluarga. Selain memberikan manfaat bagi petani, hulu DAS juga berperan penting dalam menjaga fungsi lingkungan DAS dan penyangga daerah di bawahnya. Namun lahan di hulu DAS umumnya peka terhadap erosi dan degradasi lahan terutama bila pemanfaatannya tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air (KTA), karena merupakan lahan kering yang sebagian besar berada pada topografi berombak, bergelombang hingga berbukit dan bergunung dengan curah hujan umumnya tinggi.

Erosi menyebabkan kemunduran sifat fisika dan kimia tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, meningkatnya kepadatan tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Kondisi ini akan menyebabkan menurunnya produktivitas tanah dan pengisian air tanah yang pada gilirannya menyebabkan lahan kritis, kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Kondisi tersebut merupakan permasalahan utama pada sejumlah DAS di Indonesia yang menunjukkan telah rusaknya fungsi hidrologis DAS, dan berarti kualitas DAS telah menurun hingga menjadi DAS kritis dan prioritas untuk ditangani. Pada tahun 2004 sejumlah 65 DAS di Indonesia dikategorikan sebagai DAS Prioritas I atau Super Kritis (Ditjen Sumberdaya Air 2004) dan pada tahun 2007 tercatat 26 773 245 ha lahan kritis di luar kawasan hutan dan 51 033 636 ha di dalam kawasan hutan (Anwar 2007). Daerah aliran sungai Siulak di hulu DAS Merao berada di dataran tinggi vulkan Gunung Kerinci dan bagian dari daerah tangkapan Danau Kerinci di Kabupaten Kerinci, termasuk zona barat (daerah atas/hulu) di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jambi dan berfungsi sebagai penyangga stabilitas ekosistem wilayah tengah dan bawah. Danau Kerinci yang merupakan muara dari outlet DAS Merao dan 9 DAS lainnya mempunyai arti penting terutama sebagai sumber air irigasi dan pemutar turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), pengembangan perikanan air tawar dan kawasan wisata air (BP DAS Batanghari 2003).

(20)

kawasan lindung Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) (BP DAS Batanghari 2003). Namun sebagian kawasan TNKS telah terganggu oleh perambahan dan perladangan yang masih berlangsung hingga saat ini. Lebih dari 200 000 ha hutan hujan tropis TNKS telah habis akibat perambahan liar dan salah satu kawasan paling marak adalah di hulu DAS Merao (Munir 2009). Sedikitnya 25 619 ha lahan TNKS telah dijadikan areal perladangan dan usahatani sayuran oleh sekitar 8 600 KK dari berbagai daerah di Kabupaten Kerinci (Sitepu 2010). Perambahan paling marak terjadi di Kecamatan Kayu Aro yaitu seluas 5 900 ha di kawasan sekitar kaki Gunung Kerinci yang meliputi Desa Kebun Baru, Desa Gunung Labu, Desa Lempur, Desa Giri Mulyo dan Desa Rawa Ladeh Panjang. Rusaknya hutan di kawasan ini meningkatkan erosi dan berdampak pada kerusakan DAS, sungai dan danau karena sedimen akan masuk ke Sungai Batang Siulak, kemudian ke Sungai Batang Merao dan selanjutnya bermuara ke Danau Kerinci (Munir 2009).

Diprediksi 41.04 % lahan pertanian dan kawasan lindung yang telah dibuka dan diusahakan di DAS Merao tererosi dengan tingkat bahaya erosi sedang hingga sangat berat yakni 27 - 480 ton/ha/tahun, lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (Etol, 11.25 - 41.6 ton/ha/tahun). Kemudian Debit Sungai Batang Merao makin fluktuatif sejak tahun 2000 dan diprediksi rata-rata laju sedimen ke Danau Kerinci 2 676 095.48 ton/tahun (BP DAS Batanghari 2003). Saat ini Danau Kerinci merupakan salah satu dari 15 danau kritis di Indonesia dengan kerusakan 40 - 50 persen hingga menjadi prioritas utama untuk penanganan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, dengan indikator kekritisan adalah penurunan kapasitas air danau akibat pencemaran oleh sampah dan tinggginya sedimentasi (Micom 2011).

(21)

kentang) dengan guludan tanaman searah lereng. Hal ini terutama terjadi di Kecamatan Kayu Aro yang merupakan sentra produksi sayuran dataran tinggi di Kabupaten Kerinci dan sudah mulai meluas ke lahan dengan kemiringan lebih dari 40 % (BP DAS Batanghari 2003). Guludan tanaman searah lereng akan mempercepat dan meningkatkan erosi yang berarti mempercepat degradasi lahan akibat penurunan kualitas dan produktivitas tanah, dan pada gilirannya menyebabkan lahan kritis dan usahatani tidak berkelanjutan. Tahun 2006 tercatat 9 470.6 ha lahan kritis di Kecamatan Kayu Aro (19.32 % dari total luas wilayah kecamatan) (Distanbun Kabupaten Kerinci 2007).

Kentang sebagai high value commodity dan sayuran unggulan nasional (Saptana et al.2005), juga merupakan komoditas hortikultura sayuran unggulan Kabupaten Kerinci (Bappeda Kabupaten Kerinci 2004) dan secara nasional Propinsi Jambi merupakan salah satu wilayah utama pengembangan kentang dengan wilayah andalan Kabupaten Kerinci (Sumarno 2000). Jambi, Palembang, Lampung, Batam, Bengkulu, Jakarta, Singapura dan Malaysia merupakan pasar sayuran asal Kabupaten Kerinci (Distanbun Kabupaten Kerinci 2006). Areal utama usahatani kentang dan sayuran lainnya di Kabupaten Kerinci saat ini tersebar pada beberapa desa di Kecamatan Kayu Aro dan Kecamatan Gunung Tujuh (pemekaran dari Kecamatan Kayu Aro sejak tahun 2006) (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Kerinci 2008).

(22)

Perumusan Masalah

Sumber utama pendapatan sebagian besar masyarakat di DAS Siulak adalah dari usahatani sayuran dataran tinggi. Petani umumnya menanam kentang sebagai tanaman utama pada setiap musim tanam (April - Mei dan September - Oktober) pada luas lahan 0.2 - 2.0 ha (rata-rata 0.83 ha), namun kontinuitas produksi tidak ditopang oleh teknik budidaya yang dianjurkan (Sinaga 2005) dan upaya konservasi tanah. Penanaman sayuran (termasuk kentang) dengan guludan searah lereng (BP DAS Batanghari 2003), tidak menggunakan bibit kentang berkualitas, pemupukan tidak berimbang dan penggunaan pestisida berlebihan (tidak sesuai anjuran) (Adri et al. 2006; Edi 2004; Nugroho et al. 2004; Edi et al. 2003). Produktivitas kentang di Desa Kebun Baru 13.34 ton/ha (Edi

et al. 2003), 19.31 ton/ha menurut Nugroho et al. (2004), dan di Desa Sungai Lintang 13.1 ton/ha (Adri et al. 2006). Dengan demikian dapat dinyatakan rata-rata produktivitas kentang di DAS Siulak 15.25 ton/ha dan masih dalam rentang rata-rata produktivitas kentang di Indonesia (10 - 40 ton/ha), namun lebih rendah dibandingkan potensi yang dapat diperoleh (30 ton/ha) (Sunarjono 2007).

Rendahnya produktivitas kentang di DAS Siulak diduga disebabkan oleh ketidaksesuaian agroteknologi dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman terutama guludan tanaman searah lereng (BP DAS Batanghari 2003), sehingga mempercepat proses erosi dan meningkatkan kehilangan topsoil yang umumnya lebih subur dan pada gilirannya menurunkan produktivitas tanah. Data erosi khusus pada lahan usahatani sayuran di hulu DAS Merao belum tersedia. Namun indikasi terjadinya erosi pada lahan sayuran di DAS Siulak dapat dilihat dari hasil pengamatan di lapangan (musim hujan, November 2008) yang menunjukkan bahwa kondisi air Sungai Siulak keruh dan berwarna coklat (indikasi tingginya kandungan sedimen) (Lampiran 1). Diprediksi erosi pada lahan pertanian campuran di hulu DAS Merao 60 - 180 ton/ha/tahun, lebih besar dari Etol yang hanya 22.5 - 41.6 ton/ha/tahun (BP DAS Batanghari 2003).

(23)

Rendahnya produktivitas kentang di DAS Siulak diduga juga akibat tinggginya serangan penyakit terutama penyakit busuk daun dan batang oleh

Phytophthora sp, akibat penggunaan bibit yang telah terserang patogen tersebut dan dipicu oleh kondisi cuaca di dataran tinggi yang umumnya bersuhu rendah dan kelembaban tinggi. Patogen tersebut saat bibit di lapangan masih dalam masa inkubasi dan jika disimpan untuk musim tanam berikutnya, maka jamur ini akan berkembang di tempat penyimpanan (Purwantisari et al. 2008; Sunarjono 2007) dan selanjutnya menyebabkan berkembangnya penyakit tersebut pada pertanaman berikutnya, dapat menurunkan produktivitas kentang hingga 90 % (Purwantisari et al. 2008). Kondisi ini juga yang memicu petani menggunakan pupuk dan pestisida berlebihan untuk memperoleh hasil yang optimal (Adri et al. 2006; Nugroho et al. 2004; Edi et al. 2003). Penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan akan meningkatkan biaya usahatani dan mengurangi pendapatan serta potensial meningkatkan pencemaran tanah, air sungai dan danau. Data BPS Kabupaten Kerinci (2009) menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan

masyarakat yang sebagian besar hidup dari sektor pertanian tersebut Rp 1 024 841 per bulan. Rendahnya pendapatan masyarakat (diduga tidak

dapat memenuhi kebutuhannya untuk hidup layak) juga dapat disebabkan oleh keterbatasan lahan milik atau garapan. Hal ini ditunjukkan oleh berlangsungnya perambahan dan alih fungsi hutan TNKS di hulu DAS menjadi areal perladangan dan usahatani sayuran oleh sebagian masyarakat hingga saat ini.

Uraian di atas menunjukkan bahwa permasalahan usahatani di DAS Siulak adalah : 1) guludan tanaman sayuran termasuk kentang searah lereng, dan agroteknologi lainnya tidak sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman untuk produktivitas optimal; 2) prediksi erosi pada lahan pertanian campuran lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan; dan 3) rata-rata produktivitas kentang dan pendapatan masyarakat masih tergolong rendah, diduga lebih rendah dari pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak. Kondisi ini menunjukkan bahwa di DAS Siulak telah dan sedang berlangsung proses saling memiskinkan antara lahan dengan petani, dan menurut Sinukaban (1999) merupakan kondisi yang umum di jumpai di hulu DAS.

Kerangka Pemikiran

(24)

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL), maka cepat atau lambat petani akan mencari usahatani lain atau mengganti usaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya tersebut (Sinukaban 2007). Produktivitas dan pendapatan yang tinggi dapat diperoleh melalui pemilihan jenis usahatani atau komoditas dan agroteknologi yang sesuai dengan karakteristik lahan dan petani. Pemilihan komoditas dan pengelolaan lahan yang tepat dapat meningkatkan pendapatan, sehingga petani mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan dapat melakukan kegiatan investasi termasuk agroteknologi untuk meningkatkan produktivitas atau kualitas lahan (Adnyana 1999). Agroteknologi merupakan suatu teknologi inovatif yang dirancang untuk mencapai produksi pertanian yang lebih efisien dan menguntungkan (Parker 2002). Namun Sinukaban (1989) mengemukakan bahwa tidak ada agroteknologi yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh baik dan tidak ada teknik konservasi tanah yang dapat mengendalikan erosi, jika kondisi tanahnya tidak cocok untuk usaha pertanian yang dilakukan. Penggunaan tanah yang tepat (cocok) adalah menggunakan setiap bidang lahan sesuai dengan kemampuannya untuk menjamin produktivitas yang lestari dan menguntungkan, dan merupakan langkah pertama dalam menuju sistem budidaya tanaman yang baik dan program konservasi tanah yang berhasil.

Berdasarkan karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman sayuran terutama kentang, maka teknik konservasi tanah pada usahatani sayuran bersifat spesifik. Selain harus efektif mengendalikan aliran permukaan dan erosi, teknik konservasi tanah yang diaplikasikan juga harus dapat menciptakan kondisi drainase yang baik karena tanaman sayuran umumnya sangat sensitif terhadap penyakit bila drainase tanah buruk, dan merupakan penyempurnaan atau modifikasi sistem yang biasa dilakukan petani (Dariah dan Husen 2004). Oleh karena itu perlu dikaji teknik KTA yang dapat diterima petani sayuran dataran tinggi terutama kentang yang sesuai dengan agroekosistem setempat tanpa mengabaikan kebiasaan petani, dan erosi dapat dikendalikan hingga batas yang dapat ditoleransikan dan tidak menurunkan hasil (Kurnia et al. 2004).

(25)

sumberdaya yang dimiliki. Indikator tersebut sesuai dengan konsep sistem pertanian konservasi (SPK) yang merupakan aplikasi paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dengan tiga pilar atau dimensi keberlanjutan.

Sistem pertanian konservasi merupakan sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah ke dalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sekaligus menekan erosi, sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus. Sistem pertanian konservasi dicirikan oleh : 1) produksi pertanian dan pendapatan cukup tinggi, 2) agroteknologi yang diterapkan dapat diterima dan diterapkan petani sesuai dengan kemampuannya secara terus menerus, 3) komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, diterima petani dan laku di pasar, dan 4) erosi minimal sehingga produktivitas lahan dapat terpelihara secara berkesinambungan (Sinukaban 2007).

Berdasarkan definisi dan ciri-ciri SPK, maka langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membangun usahatani sayuran berkelanjutan atau memperbaiki usahatani sayuran yang sedang berjalan melalui konsep SPK adalah inventarisasi keadaan biofisik lahan dan sosial ekonomi petani serta pengaruh luar seperti pasar atau prospek pemasaran hasil. Selanjutnya membangun usahatani berkelanjutan berbasis komoditi unggulan daerah akan lebih menguntungkan, karena sejalan dengan arah kebijakan pembangunan daerah. Oleh karena itu membangun model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak merupakan langkah strategis, penting dan perlu segera dilakukan. Penerapan dan pengembangan model usahatani sayuran berkelanjutan tersebut dapat diharapkan sekaligus sebagai upaya untuk mengatasi atau mengurangi perambahan dan alih fungsi hutan TNKS, mengembangkan potensi lahan dan wilayah sebagai sentra produksi sayuran, serta menekan dampak usahatani di DAS Siulak terhadap fungsi hidrologis DAS dan fungsi Danau Kerinci.

(26)

sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki petani mennnggunakan metode sistem yaitu multiple goal programming (analisis sistem multikriteria). Multiple goal programming atau program tujuan ganda merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang mengakomodasi lebih dari satu tujuan secara simultan (Mulyono 1991; Nasendi dan Anwar 1985).

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk : 1) mengkaji dan mendeskripsikan kondisi

existing usahatani di DAS Siulak, 2) mengkaji alternatif teknik konservasi tanah yang dapat mengendalikan erosi dan memberikan produktivitas sayuran yang optimal di DAS Siulak, dan 3) merancang model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi.

Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi

Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang Sistem Pertanian Konservasi

Teknik KTA untuk usahatani sayuran Karakteritik lahan,

petani dan agroteknologi

Produktivitas usaha-tani dan pendapatan

petani > KHL Agroteknologi

acceptabledan

replicable

Komoditi unggulan, laku

dipasar

Erosi mimimal

(< Etol)

DAS Siulak

(27)

Manfaat Penelitian

Secara umum hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan usahatani sayuran berkelanjutan dan pelestarian sumberdaya di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi serta memperbaiki dan memelihara fungsi hidrologis DAS dan Danau Kerinci. Secara spesifik hasil penelitian diharapkan bermanfaat : 1) sebagai pertimbangan bagi petani atau pengguna lahan di DAS Siulak untuk meningkatkan produktivitas usahatani sayuran dan pendapatan secara berkelanjutan, 2) sebagai tambahan referensi dalam perencanaan program pengelolaan lahan dan DAS berkelanjutan, dan 3) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya kajian mengenai pengelolaan lahan dan pertanian berkelanjutan di hulu DAS

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mencakup kajian : a) kondisi existingusahatani (biofisik lahan, petani, agroteknologi), b) alternatif teknik konservasi tanah untuk usahatani sayuran yang dapat mengendalikan erosi dan memberikan produktivitas yang optimal, dan c) alternatif model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi.

NoveltyPenelitian

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan DAS

Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh pemisah alam (punggung bukit) yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet (Kartodihardjo et al. 2004). Pengertian fundamental DAS meliputi satu unit sistem alamiah yang terbentuk melalui proses inputdan output yang di dalamnya terdapat beberapa subsistem (biofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan) untuk tujuan fungsi perlindungan dan fungsi produksi (Pasaribu 1998).

Definisi dan pengertian fundamental DAS menunjukkan bahwa DAS terdiri dari wilayah yang lebih tinggi (hulu) dan wilayah yang lebih rendah (hilir). Hulu DAS merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS, terutama fungsi tata air dan mempunyai keterkaitan biogeofisik dengan bagian hilir (Asdak 2002). Definisi DAS juga menunjukkan bahwa input dari suatu DAS adalah air hujan dan komponen outputnya terdiri dari debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi, tanah dan air/sungai berperan sebagai processor. Setiap ada input pada DAS, maka proses yang telah dan sedang berlangsung dapat dievaluasi melalui output dari sistem DAS tersebut (Kartodihardjo et al. 2004).

Pengelolaan DAS merupakan upaya memelihara dan meningkatkan fungsi hidrologis DAS untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Fungsi hidrologis DAS adalah fungsi atau proses yang dilakukan komponen DAS (tanah, topografi, vegetasi, penggunaan lahan, manusia) terhadap curah hujan sebagai input dari DAS. Fungsi atau proses tersebut meliputi pengurangan air melalui evapotranspirasi dan intersepsi, simpanan depresi dan infiltrasi. Bila fungsi-fungsi tersebut rusak, maka air akan keluar melalui permukaan terutama bila infiltrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya outputDAS berupa debit aliran sungai, produktivitas sumberdaya dan kehidupan manusia di dalam DAS tersebut akan terganggu (Sinukaban 2005).

(29)

produk pertanian sebagai output. Hal ini identik dengan pengelolaan DAS yang juga dapat dikategorikan sebagai suatu sistem produksi, menggunakan pengelolaan input sumberdaya alam (SDA) (tanah, air) untuk menghasilkan

output berupa barang dan jasa dengan konsekuensi adanya efek terhadap sistem alam baik di wilayah tapak (on-site) maupun di wilayah sekitarnya ( off-site). Produksi pertanian, hasil hutan, peternakan dan air merupakan output

positif dari pengelolaan DAS; sedangkan erosi, sedimentasi, kehilangan unsur hara, pencemaran, pendangkalan dan penurunan kualitas air sungai merupakan

outputnegatif.

Berdasarkan pengertian pengelolaan DAS, maka tujuan pengelolaan DAS adalah keberlanjutan pemanfaatan semua sumberdaya di dalam DAS yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, erosi dan sedimentasi serta water yield. Oleh karena itu terjadinya penurunan atau rusaknya fungsi hidrologis DAS tercermin dari : a) makin meningkatnya luas lahan terdegradasi (lahan kiritis) akibat suatu sistem pengelolaan; dan b) perubahan output DAS terutama erosi, fluktuasi debit air, hasil sedimen dan material terlarut lainnya, serta makin rendahnya produktivitas lahan (Gripet al. 2005).

Dalam rangka memperbaiki dan memelihara keberlanjutan fungsi hidrologis DAS sangat diperlukan pemilihan teknologi dan strategi pengelolaan yang tepat tergantung karakteristik DAS. Tidak ada resep umum yang dapat diberikan dalam pengelolaan DAS termasuk untuk memecahkan permasalahan yang ada, namun diperlukan pengelolaan dan teknologi spesifik lokasi yang mempertimbangkan harus tercapainya sasaran konservasi lahan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di dalamnya (Agus dan Widianto 2004). Pengelolaan DAS yang tepat sesuai karakteristik DAS diharapkan dapat memberikan kerangka kerja ke arah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan (Asdak 2002), karena pengelolaan DAS tidak lain adalah pengelolaan SDA (hutan, tanah, air) berskala DAS berdasarkan integrasi keterlibatan masyarakat, pengetahuan teknis dan struktur organisasi beserta arah kebijakannya (Nugroho dan Cahyono 2004).

Aliran permukaan

(30)

penyebab erosi (Arsyad 2009), karena aliran permukaan mengangkut dan mengikis tanah permukaan dan bagian-bagiannya dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Aliran permukaan hanya akan terjadi jika laju presipitasi atau hujan melebihi laju air yang masuk ke dalam tanah dan mulai terjadi bila laju infiltrasi, evaporasi dan intersepsi serta depresi pada permukaan tanah telah terpenuhi (Schwab et al. 1981).

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan dapat dikelompokkan atas : 1) faktor presipitasi yaitu lamanya hujan, distribusi dan intensitas hujan yang mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan; dan 2) faktor DAS yaitu ukuran, bentuk, topografi, geologi dan kondisi permukaan (Schwab et al. 1981). Jumlah dan kecepatan aliran permukaan akan meningkat dengan semakin curamnya lereng, karena aliran permukaan dari bagian atas akan menambah air ke lereng bagian bawah dan menyebabkan bertambahnya kedalaman aliran (Troeh et al. 2004).

Hujan yang singkat mungkin tidak akan menimbulkan aliran permukaan, sedangkan hujan dengan intensitas yang sama tetapi lebih lama akan menimbulkan aliran permukaan. Dengan demikian total aliran permukaan untuk suatu kejadian hujan berhubungan dengan lamanya hujan tersebut dengan intensitas tertentu. Intensitas hujan mempunyai hubungan yang erat dengan energi kinetik hujan yaitu meningkat dengan meningkatnya inensitas hujan Energi kinetik hujan merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat. Peningkatan intensitas hujan menyebabkan meningkatnya kerusakan agregat dan struktur tanah lapisan atas serta penurunan laju permeabilitas, akibatnya aliran permukaan akan meningkat (Arsyad 2009).

Sifat-sifat aliran permukaan yang menentukan kemampuannya untuk menimbulkan erosi adalah jumlah, laju dan kecepatan aliran permukaan tersebut serta gejolak atau turbulensi yang terjadi sewaktu air mengalir di permukaan tanah. Air yang mengalir di permukaan tanah tersebut akan terkumpul di ujung lereng sehingga lebih banyak air yang mengalir dan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng daripada di bagian atas. Akibatnya tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas (Arsyad 2009).

(31)

aliran akan selalu terjadi kecuali pada tanah permeabel yang datar. Aliran permukaan dapat mencapai 75 % dari hujan pada tanah yang tidak permeabel, lereng curam dan kondisi vegetasi jelek (Troeh et al. 2004). Vegetasi yang baik akan memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan untuk mengurangi laju puncak aliran permukaan (Schwab et al. 1981).

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan, maka volume aliran permukaan dapat dikurangi dengan : 1) meningkatkan laju infiltrasi, 2) meningkatkan ketahanan dan simpanan permukaan sehingga memberikan kesempatan lebih lama bagi air berinfiltrasi ke dalam tanah, dan 3) meningkatkan intersepsi hujan dengan menanam tanaman atau menggunakan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa (Sinukaban 1989). Teknik budidaya yang menghasilkan penutupan permukaan tanah yang rapat oleh tanaman, sisa tanaman atau serasah yang banyak merupakan cara terbaik untuk menjaga infilrasi yang tinggi dan mengurangi aliran permukaan (Troeh et al. 2004).

Erosi dan Selektivitas Erosi

Erosi adalah peristiwa pindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yaitu air atau angin (Arsyad 2009). Namun pada sebagian besar daerah tropika basah (seperti Indonesia) yang terpenting adalah erosi yang disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan dan aliran permukaan (Sinukaban 1989).

Erosi menyebabkan hilangnya tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman, berubahnya struktur tanah, berkurangnya jumlah dan keanekaragaman mikroorganisme tanah, menurunnya laju infiltrasi dan akhirnya menurunkan produktivitas tanah. Oleh karena menurunnya kualitas tanah untuk pertumbuhan tanaman, maka erosi selanjutnya akan semakin meningkat. Erosi yang serius menyebabkan lahan menjadi rusak, selanjutnya sedimen menyebabkan pencemaran sungai yang akhirnya mengendap di dalam saluran atau waduk atau danau (Arsyad 2009; Troeh et al. 2004; Sinukaban 1989).

(32)

erosi menyebabkan peningkatan persentase pasir dan kerikil di permukaan tanah, dan pada waktu yang sama mengurangi persentase debu dan liat (Sinukaban 1981). Dengan demikian tanah yang telah mengalami erosi bertekstur lebih kasar dibandingkan dengan sebelum tererosi. Kemudian oleh karena bahan organik dan unsur hara tanah umumnya terikat pada fraksi bahan halus (liat), maka sedimen atau tanah hasil erosi biasanya lebih kaya dengan bahan organik dan unsur hara dibandingkan dengan tanah asalnya (tanah yang tererosi) (Arsyad 2009). Pengkayaan juga dapat disebabkan oleh hanyutnya bentuk-bentuk larut dari hara yang ada di dalam residu tanaman atau pupuk organik dan anorganik yang digunakan di permukaan tanah, dan mudahnya pengangkutan terhadap partikel-partikel yang densitasnya lebih kecil terutama bahan organik (Elliot dan Wildung 1992; Sinukaban 1981).

Erosi akan bersifat selektif pada partikel-partikel halus jika erosi kecil dan tidak selektif jika erosi besar, karena selektivitas erosi terjadi disebabkan oleh keterbatasan energi aliran permukaan (Sinukaban 1981). Tingkat selektivitas erosi dapat diukur dari nilai nisbah pengkayaan sedimen (NKS) atau Sediment

Enrichment Ratio yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah yang terbawa erosi (sedimen) terhadap kandungannya di dalam tanah asalnya (Arsyad 2009).

Nilai NKS dari partikel-partikel halus dan distribusi ukuran partikel di dalam sedimen sangat bervariasi tergantung pada mekanisme penghancuran dan transportasi dari proses erosi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Sinukaban 1981). Arsyad (2009) mengemukakan bahwa NKS dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi penghancuran agregat dan aliran permukaan. Jika dalam proses erosi terjadi dominan penghancuran agregat sebelum pengangkutan butir-butir tanah, maka nilai NKS akan besar; sebaliknya jika penghancuran agregat tidak dominan, maka selektivitas erosi akan kecil dan nilai NKS akan kecil. Demikian juga jika kecepatan aliran permukaan makin tinggi akibat lereng yang makin curam, maka selektivitas erosi semakin kecil dan nilai NKS juga akan kecil. Sebaliknya jika aliran permukaan menjadi lambat akibat lereng yang makin landai atau oleh makin rapatnya tanaman dan makin banyaknya sisa tanaman di permukaan tanah, maka nilai NKS akan makin besar.

(33)

tanaman yang dapat menurunkan energi aliran permukaan dapat meningkatkan selektivitas erosi terhadap partikel-partikel halus, dan sekaligus menurunkan jumlah tanah tererosi secara dramatis (Johnsonet al. 1979). Oleh karena itu nilai NKS cenderung meningkat dengan menurunnya jumlah tanah tererosi (Menzel 1980) dan memberi petunjuk tingkat atau kecepatan pemiskinan tanah serta petunjuk untuk mengetahui apakah kehilangan hara merupakan faktor utama penyebab penurunan produktivitas tanah (Stocking 1985 diacu dalam Arsyad 2009). Sinukaban (1981) menemukan NKS fraksi liat dari tanah lempung berdebu 2.34 - 3.52 dengan pengolahan tanah konservasi, lebih tinggi dari nilai NKS yang hanya 1.07 dengan pengolahan tanah konvensional. Banua (1994) mendapatkan nilai NKS fraksi liat berkisar dari 0.98 - 1.66 dengan berbagai tindakan konservasi tanah pada lahan berlereng 30 % yang ditanami kubis dan kentang, sedangkan tanpa tindakan konservasi nilai NKS fraksi liat hanya 0.98.

Meningkatnya konsentrasi fraksi liat di dalam sedimen dengan makin selektifnya erosi, diikuti dengan meningkatnya konsentrasi bahan organik dan unsur hara di dalam sedimen tersebut. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar bahan organik dan unsur hara terjerap pada partikel-partikel halus seperti liat dan

koloid (Soepardi 1983). Konsentrasi unsur hara di dalam sedimen dapat 50 persen lebih tinggi daripada konsentrasinya di tanah asal (Wischmeier dan

Smith 1978). Foth (1990) melaporkan bahwa tanah tererosi mempunyai konsentrasi bahan organik, N-total, P dan K tersedia masing-masing 2.7, 2.7, 3.4, dan 19.3 kali lebih banyak dibandingkan konsentrasinya di tanah asal.

Banua (1994) melaporkan bahwa nilai NKS berkisar dari 0.99 - 1.57 untuk C-organik, 1.06 - 3.35 untuk N-total, 2.4 - 9.88 untuk P-tersedia dan 1.13 - 1.81 untuk K-tersedia dengan perlakuan berbagai tindakan konservasi tanah. Nilai NKS tertinggi adalah pada perlakuan tindakan konservasi yang menghasilkan erosi terkecil (8.37 ton/ha), sebaliknya nilai NKS terendah pada perlakuan tanpa tindakan konservasi yang menghasilkan erosi terbesar (66.55 ton/ha). Kemudian Suganda et al. (1997) melaporkan bahwa kehilangan hara (241 kg N/ha, 80 kg P2O5/ha, 18 kg K2O/ha) akibat erosi (65 ton/ha) pada lahan usahatani kentang

dengan guludan searah lereng, lebih besar dibandingkan dengan erosi (40.50 ton/ha) dan kehilangan hara (146 kg N/ha, 58 kg P2O5/ha, 13 kg KCl/ha) pada

(34)

7 - 14 persen menunjukkan bahwa nilai NKS berkisar 3.3 - 9.4 untuk C-organik, 6.4 - 9.0 untuk N-total, 12.9 - 33.9 untuk P-tersedia dan 1.1 - 3.0 untuk K dan 1.4 - 3.6 untuk Mg. Dalam hal ini erosi menurun dari 96.1 ton/ha menjadi 39.1 ton/ha akibat penggunaan mulsa yang sekaligus juga meningkatkan selektivitas erosi.

Suatu teknik konservasi tanah akan meningkatkan selektivitas erosi atau nilai NKS. Namun karena teknik konservasi tersebut dapat menekan jumlah tanah tererosi, maka teknik konservasi tersebut sekaligus juga akan menurunkan jumlah bahan organik dan hara yang hilang terbawa erosi. Dalam hal ini jumlah bahan organik dan hara yang hilang diduga dari konsentrasinya di dalam sedimen terhadap jumlah tanah tererosi, karena dijelaskan oleh King (1990) bahwa kehilangan unsur hara berhubungan langsung dengan jumlah tanah tererosi dan merupakan fungsi dari konsentrasi hara tersebut di dalam sedimen. Menurut Arsyad (2009) banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi bergantung pada besarnya erosi dan unsur hara yang terkandung dalam bagian tanah yang tererosi. Secara kasar banyaknya unsur hara yang hilang dari sebidang tanah yang tererosi dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara tanah semula dengan besarnya tanah tererosi. Namun lebih teliti jika jumlah hara yang hilang diukur dengan mengalikan banyaknya sedimen dengan unsur hara yang terbawa sedimen dan larut dalam air.

Usaha Pertanian di Hulu DAS dan Dampaknya

Sistem pertanian di hulu DAS umumnya merupakan pertanian lahan kering yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pertanian yang dilaksanakan pada lahan dengan tanah mineral, tanpa irigasi dan kebutuhan air bergantung hanya pada curah hujan (Hadinugroho 2002). Lahan kering dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Hidayat dan Mulyani 2002). Oleh karena itu pertanian lahan kering umumnya sering dikaitkan dengan pengertian usahatani bukan sawah oleh masyarakat di hulu DAS.

(35)

3 - 3.5 m pada tahun 1994 akibat sedimentasi (Setiawan dan Yudono 2002). Kemudian di dataran tinggi Bedugul (daerah tangkapan air atau DTA Danau Beratan, Bali), rata-rata erosi di seluruh DTA 102 ton/ha/tahun dan sedimentasi di Danau Beratan 74 ton/tahun (13.47 ton/tahun berasal dari daerah kebun sayur, 65.140 ton/tahun dari lahan tandus) (Budihardja dan Syaifuddin 2003). Selanjutnya dengan luas hutan dan kebun kopi masing-masing 42.6 % dan 9.9 % dari luas DAS (DAS Tulang Bawang, Lampung) di Sub DAS Besai, jumlah air hujan yang langsung masuk ke sungai < 10 % dan erosi yang terjadi 12.08 ton/ha/tahun (1975 - 1981). Namun dengan luas hutan dan kebun kopi masing-masing 8.4 % dan 71.2 % luas DAS, jumlah air hujan yang masuk ke sungai meningkat menjadi 24.5 % dan terjadi erosi 49.93 ton/ha/tahun (1996 - 1998) (Sihite 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan luas hutan menjadi lahan pertanian meningkatkan jumlah tanah tererosi dan air hujan yang langsung masuk ke sungai, berarti juga meningkatkan sedimentasi.

(36)

Andisol, Karakteristik dan Permasalahannya

Andisol merupakan salah satu ordo tanah pada lahan kering dataran tinggi di hulu DAS (Dariah dan Husen 2004). Andisol yang termasuk tanah-tanah pertanian utama lahan kering adalah : 1) Udands, Andisol yang berdrainase baik di wilayah beriklim humid dengan rejim kelembaban tanah udik; 2) Ustands, Andisol yang terdapat di wilayah agak kering sampai kering dengan rejim kelembaban tanah ustik; dan 3) Vitrands, Andisol yang bertekstur agak kasar dengan kandungan gelas volkan yang tinggi (Hidayat dan Mulyani 2002).

Andisol adalah tanah-tanah yang mempunyai lapisan < 36 cm dengan sifat andik pada kedalaman > 60 cm (Hardjowigeno 2010). Sifat umum Andisol adalah fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanik dengan mineral ferromagnesium, dan fraksi liat sebagian besar berupa alofan berkembang dan juga mengandung halloysit. Kemudian ciri Andisol adalah sebagai berikut : 1) Ciri morfologi, horizon A1 tebal bewarna kelam, coklat sampai hitam, sangat

porous, gembur, tak liat (non plastik), tak lekat (non sticky), struktur remah, mengandung bahan organik 8 - 30 persen dengan pH 4.5 - 6.0, beralih tegas ke horizon B2 berwarna kuning sampai coklat, struktur gumpal dengan granulasi

yang tak pulih dengan bahan organik antara 2 - 8 persen, atau beralih ke horison C berbentuk batang gibsit dari oxida Al atau Fe; 2) Sifat mineralogi, fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanis dan mineral feromagnesium, fraksi lempung sebagian besar allophan dan berkembang menjadi hallosit; dan 3) Sifat fisika-kimia, kejenuhan basa (KB) rendah dengan kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, nisbah C/N rendah dan kadar P rendah karena terfiksasi kuat (Darmawijaya 1997). Hardjowigeno (2003) menambahkan bahwa pada Andisol sering terjadi penambahan abu vulkanik yang menyebabkan terjadinya stratifikasi atau pembentukan Andisol yang baru (lapisan tanah baru). Oleh karena itu dapat ditemukan Andisol yang berlapis karena adanya stratifikasi tersebut.

(37)

Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sedang sampai tinggi, didominasi oleh ion Ca dan Mg dan sebagian juga K, KTK sebagian besar sedang sampai tinggi dengan KB umumnya sedang. Dengan demikian kesuburan alami Andisol termasuk sedang hingga tinggi (Hidayat dan Mulyani 2002). Kadar C-organik tanah Andisol yang umumnya tinggi disebabkan oleh dekomposisi bahan organik pada Andisol relatif lambat akibat adanya hidroksida alumunium amorfous pada suhu udara yang dingin (Djaenuddin 2004).

Menurut Prasetyo (2005) Andisol di Indonesia umumnya mempunyai sifat gembur sehingga mudah diolah dan baik untuk pertumbuhan akar tanaman, solum dalam, kapasitas menyimpan air tinggi, KTK dan KB sedang hingga tinggi, cadangan hara (berupa mineral mudah lapuk) tinggi. Oleh karena itu secara umum Andisol mempunyai potensi kesuburan tanah tergolong tinggi dan umumnya dimanfaatkan untuk pertanian pangan lahan kering, hortikultura sayuran dan perkebunan. Hidayat dan Mulyani (2002) menjelaskan bahwa komoditas tanaman yang disarankan pada lahan kering Andisol di dataran tinggi beriklim basah adalah tanaman serealia (jagung), umbi-umbian (ubi jalar), hortikultura sayuran (kentang, kubis, tomat, buncis, wortel), bunga-bungaan (sedap malam, mawar), tembakau, teh, kopi arabika, kayumanis, vanili dan buah-buahan (alpokat, markisa).

Kurnia et al. (2004) mengemukakan bahwa Andisol yang merupakan salah satu ordo tanah pada kawasan usahatani sayuran dataran tinggi tergolong rentan atau mudah tererosi meskipun umumnya mempunyai sifat fisika yang baik, karena tekstur tanahnya mengandung fraksi debu lebih banyak (mempunyai sifat ”thixotropic”, tanah licin dan berair bila dipirit) dan umumnya berada pada topografi berlereng dengan curah hujan tinggi. Dariah dan Husen (2004) menambahkan bahwa tanah-tanah yang mempunyai sifat Andik seperti Andisol mempunyai porositas yang tinggi sehingga air lebih mudah masuk ke dalam tanah, namun karena teksturnya didominasi oleh fraksi ringan (debu) yang sangat mudah terangkut oleh aliran permukaan, maka tanah menjadi sangat mudah tererosi begitu tanah tersebut jenuh dan terjadi aliran permukaan.

(38)

kejenuhan Al tinggi yang dapat meracuni tanaman. Kemudian letaknya di dataran tinggi dan lerengnya yang terjal menyebabkan erosi dan pencucian hara atau bahan organik cukup intensif, sedangkan dominasi mineral amorf dan kompleks Al-humus berpotensi mengurangi ketersediaan P untuk tanaman. Penambahan P dan bahan organik banyak disarankan untuk mengatasi masalah retensi P, arah barisan tanaman atau guludan searah kontur atau memotong lereng merupakan teknik KTA yang dinilai mampu mengendalikan aliran permukaan dan erosi (Prasetyo 2005).

Usahatani Kentang Dataran Tinggi

(39)

Secara umum dataran tinggi di hulu DAS mempunyai iklim yang memenuhi persyaratan optimum untuk pengembangan berbagai komoditas sayuran termasuk kentang. Suhu rendah dan curah hujan di dataran tinggi yang hampir merata sepanjang tahun memungkinkan usahatani sayuran dapat diusahakan sepanjang tahun (Kurnia et al. 2004). Dengan kata lain kentang adaptif dengan kondisi agroklimat lahan kering dataran tinggi yang umumnya berlereng, namun dihadapkan pada banyak kendala terutama tingginya serangan hama dan penyakit atau organisme pengganggu tanaman (OPT) (Sunarjono 2007).

Menurut Lutaladio et al. (2009) faktor kendala pengembangan usahatani kentang berkelanjutan dapat dibedakan atas faktor teknis, faktor sosial-ekonomi dan faktor kelembagaan dan kebijakan. Faktor teknis meliputi karakteristik biologi kentang, sistem perbenihan/pembibitan yang terbatas, dan faktor hama dan penyakit. Faktor sosial-ekonomis meliputi biaya produksi yang tinggi dan kurangnya fasilitas kredit, instabilitas harga, pasar lokal tidak efisien, dan terbatasnya akses terhadap pasar yang bernilai lebih tinggi. Hama dan penyakit merupakan kendala yang cukup besar dalam usahatani kentang dan penyakit utama tanaman kentang adalah late blight dan bacterial wilt, sedangkan hama utama adalah aphids, tuber mothsdan leaf miners.

Dalam CIP-Balitsa tahun 1999 telah terinventarisasi sebanyak 72 jenis OPT pada tanaman kentang yang terdiri atas 4 bakteri patogen, 13 cendawan patogen, 15 virus patogen, 1 mikroplasma patogen, 8 penyakit fisiologi (abiottik) dan 31 jenis hama. Namun kelompok OPT yang umum menyerang tanaman kentang dataran tinggi adalah Phytophthora infestans (penyakit busuk batang dan daun), Fusarium oxysporum (penyakit layu fusarium), Alternaria solani

(penyakit becak daun alternaria), Ralstonia solanacearum(penyakit layu bakteri),

Meloidogyne spp(nematoda bengkak akar), nematoda sista kentang (NSK), virus kompleks (penyakit mosaik), trips (Thrips palmi), ulat daun/umbi kentang (Phthorimaea operculella), tungau (Polyphagotarsonemus latus dan Tetranychus sp), kutu daun persik (Myzus persicae), lalat pengorok daun (Liriomyza sp), orong-orong (Gryllotalpha) dan kutu kebul (Bemisia tabaci) (Duriat et al. 2006).

(40)

daun, batang dan umbi di dalam tanah dan sangat berpotensi terjadi pada daerah dingin dan lembab, dapat menurunkan produksi kentang hingga 90 %. Gejala pada daun berupa hawar (blight) atau bercak abu-abu yang berukuran besar dengan bagian tengah agak gelap dan agak basah. Oleh karena itu kasus penyakit busuk daun dan batang oleh P. infestanssering terjadi di dataran tinggi bersuhu rendah dan kelembaban tinggi.

Selain masalah hama dan penyakit tanaman, usahatani kentang datarn tinggi dihadapkan pada masalah erosi. Umumnya budidaya sayuran dataran tinggi dilakukan secara intensif pada lahan berlereng dengan tanah yang didominasi oleh Andisol yang umumnya peka terhadap erosi (Kurnia et al. 2004). Andisol yang umumnya gembur dan mempunyai porositas baik sangat cocok untuk pengembangan tanaman sayuran termasuk kentang (Hidayat dan Mulyani 2002), karena tanaman kentang tumbuh dan produktif pada tanah-tanah ringan yang dicirikan oleh sedikit pasir dan kaya bahan organik serta gembur dengan aerase yang baik (Sunarjono 2007).

Umumnya petani menanam kentang dan sayuran lainnya dengan guludan atau bedengan (raised bed) selebar 0.7 - 1.2 m dan searah lereng. Selain untuk menciptakan kondisi drainase dan aerase yang baik, guludan searah lereng dimaksudkan untuk memudahkan penanaman, pemeliharaan dan panen. Namun parit atau saluran diantara guludan searah lereng akan mempercepat aliran permukaan dan menyebabkan tanahnya makin mudah tererosi. Kondisi ini akan mempercepat hilangnya tanah lapisan atas yang subur, sehingga akibat usahatani sayuran yang terus menerus pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan atau degradasi lahan (Kurnia et al. 2004).

Hasil penelitian di pegunungan Tengger/Bromo menunjukkan bahwa pada lahan usahatani kentang dan sayuran lainnya terjadi erosi 100 - 200 ton/ha/tahun (Suryanataet al. 1998), dan rata-rata erosi pada pertanaman kentang 150 - 200 ton/ha/tahun akibat penanaman dengan guludan searah lereng (Saefuddinet al.

(41)

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa penanaman kentang dengan guludan searah lereng dan searah kontur pada lereng 30 % di Desa Sukamanah Kecamatan Pengalengan masing-masing menyebabkan erosi sebesar 15.7 ton/ha dan 6.6 ton/ha setiap musim tanam pada tahun 1992 (Hermawati 1992), 32 ton/ha dan 6 ton/ha pada tahun 1994 (Banua 1994), 56.31 ton/ha dan 26.31 ton/ha pada tahun 2004 (Katharina 2007). Penerapan teknik konservasi di DAS Citere Kecamatan Pengalengan dengan usahatani dominan kentang dan kubis tahun 1993 - 1995 dapat menurunkan aliran permukaan dan annual water yield

serta meningkatkan base flow(Sinukaban et al. 1998). Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan bagian dari pengelolaan lahan yang dilakukan oleh petani sayuran umumnya.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan
Tabel 1   Perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikas teknik konservasi tanah pada lahan sayuran
Tabel 2 Jenis, sumber dan kegunaan data untuk perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi
Gambar 2 Diagram alir perencanaan usahatani sayuran berkelanjutan berbasiskentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi
+7

Referensi

Dokumen terkait

10Base5, which is part of the IEEE 802.3 baseband physical layer specification, has a distance limit of 1640 feet - 500 meters - per

(3) Bagi Satuan Pendidikan tingkat SMP, SMA dan SMK yang menyelenggarakan PPDB Online melalui seleksi TPA, dapat dilaksanakan setelah proses verifikasi pendaftaran

Sulistyarini (2011: 231) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam resiliensi terdapat sebuah kekuatan bernama optimis, yaitu segala sesuatu bisa menjadi lebih

Berdasarkan uraian tersebut pemeriksaan kesehatan dan penjamah makanan yang akan bekerja sebagai penjamah makanan mempunyai sertifikat kursus penjamah makanan di Instalasi

(7) Berdasarkan persamaan.7 di atas dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai SAIFI dan SAIDI maka nilai f(x) akan semakin besar, dengan kata lain individu akan

Sejarah dapat membentuk identitas pelajar menjadi yang lebih baik, dari sejarah tersebut mereka dapat menilai mana yang baik untuk mereka dan mana yang tidak baik melalui media

kelompok. c) Dalam kegiatan belajar mengajar masih banyak siswa yang kurang memperhatikan atau membuat kegiatan lain diluar tujuan yang akan dicapai sehingga

karena ia adalah orang yang bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukan oleh produk Vivo di Surakarta, beberapa supervisor Vivo di Singosaren sebagai