KAJIAN SIFAT-SIFAT FINISHING INTERIOR
PADA BEBERAPA JENIS KAYU CEPAT TUMBUH
DIMAS MULYANA
E 24102018
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DIMAS MULYANA
E 24102018
S K R I P S I
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian tingkat S A R J A N A K E H U T A N A N
pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Kajian Sifat-Sifat Finishing Interior Pada Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh.
Nama Mahasiswa : Dimas Mulyana
NRP : E 24102018
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Jurusan : Teknologi Hasil Hutan
Fakultas : Kehutanan
Menyetujui,
Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc. Dosen Pembimbing
Mengetahui :
Prof. Dr. Ir. H. Cecep Kusmana, M.S. Dekan Fakultas Kehutanan
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Oktober 1984 dan merupakan
anak pertama dari dua bersaudara. Ayah bernama Dadang Iskandar (Almarhum)
dan Ibu bernama Mumun Meimuna.
Penulis lulus pada tahun 1996 dari Sekolah Dasar Negeri Gunung Batu V,
dan pada tahun 1999 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri
1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis memasuki Sekolah Menengah Umum
Bina Bangsa Sejahtera. Setelah lulus tahun 2002, penulis berhasil memasuki
Institut Pertanian Bogor dengan memilih Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) Non-Getas (Sancang-Kamojang) selama satu bulan dan
di KPH Sukabumi selama satu bulan. Selama kuliah, penulis pernah menjadi
asisten dosen mata kuliah Penggergajian Kayu.
Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
P.T. ANDITYA FURNITURE dan Industri Seni Ukir Jepara selama dua bulan.
Selain itu penulis juga memiliki status kepegawaian di suatu perusahaan swasta
P.T. GENERAL ELECTRIC selama lima bulan dan di Perusahaan Distributor
P.T. Mitra Persada Nusantara sampai dengan sekarang.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, pada
.
RINGKASAN
Dimas Mulyana (E24102018). Kajian Sifat-Sifat Finishing Interior Pada Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Wayan Darmawan, M.Sc.
Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang melimpah (mega biodiversity). Sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia berasal dari hutan yang memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung, meliputi manfaat dari segi ekologis, sosial, dan ekonomi. Perkembangan dunia kehutanan saat ini cenderung mengarah pada cara memproduksi kayu untuk memenuhi kebutuhan industri dengan tingkat pemerataan hasil yang rendah. Seiring dengan pertambahan populasi dan perkembangan ekonomi, permintaan global dan regional untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan akan terus meningkat. Berdasarkan jumlah kapasitas industri yang ada pada saat ini diperkirakan kebutuhan akan kayu bulat mencapai 27 juta m3 per tahun, dalam waktu sepuluh tahun ke depan kebutuhan tersebut diperkirakan dapat mencapai 37,6 juta m3 per tahun, sementara areal berhutan dan ketersediaan kayu kelas awet di beberapa negara cenderung menurun.
Alternatif lain yang sekarang diupayakan adalah memanfaatkan jenis kayu bermutu rendah dan jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species), seperti kayu sengon (Paraserianthes falcataria L.), kayu akasia (Acacia mangium Willd.), kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.), dan kelapa hibrida (Cocos nucifera L.). Salah satu upaya untuk meningkatkan sifat dekoratif kayu dan daya protektif kayu, sehingga dapat mempertahankan sifat-sifat kekuatan, keawetan, stabilitas dimensi, yaitu melalui perlakuan terhadap kayu dengan pengerjaan finishing pada permukaan kayu. Hal tersebut dikarenakan permintaan terhadap meubel kayu untuk di dalam maupun di luar rumah (indoor wooden furniture dan out door wooden furniture/garden furniture) akan terus meningkat. Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu dapat mengetahui sifat-sifat finishing pada kayu cepat tumbuh (kelapa hibrida, akasia, afrika, sengon) terhadap berbagai macam pengujian, dan dengan harapan dapat memperoleh suatu informasi mengenai sifat-sifat finishing pada kayu tersebut sebagai salah satu alternatif bagi penyediaan bahan baku industri meubel yang memiliki kualitas dan sifat fisis mekanis yang baik, serta dapat mengetahui bahan finishing yang cocok untuk kayu-kayu tersebut.
kamera digital, Stopwatch. timbangan, kaliper, gelas ukur, water bath, sticker dan stirrer, pemanas air dan mikrogloss 600. Masing-masing contoh uji diberikan suatu perlakuan pelapisan permukaan kayu dengan menggunakan sistem nitrocellulose (nirtocellulose system) dan sistem melamine (melamine system). Pengujian sifat finishing dibagi kedalam dua bagian, yaitu contoh uji A menggunakan air destilata sedangkan contoh uji B diuji menggunakan bahan seperti minyak sayur, kopi, kecap, cuka makan (25%) dan detergen sebagai reagent’s.
Berdasarkan hasil pengukuran berat labur dari bahan finishing yang diaplikasikan pada permukaan masing-masing jenis kayu, ternyata menunjukan perbedaan yang tidak mencolok (relatif sama) karena menggunakan metode dan kondisi aplikasi yang sama, yaitu dengan menggunakan spray gun pada tekanan 3.8 kg/cm2 dan 2 kali spray. Adanya sedikit perbedaan disebabkan perbedaan karakteristik anatomi kayu dari ukuran pori, bidang perforasi, dan kualitas permukaan contoh uji. Berat labur rata-rata bahan finising pada masing-masing jenis kayu adalah sebesar 0.003 g/cm2. Hasil pengujian daya tahan lapisan cat terhadap perendaman air selama 1 jam dan pengeringan selama 24 jam menunjukan besarnya persentase rata-rata penambahan berat kayu pada semua jenis kayu adalah sebesar 0.15%, dan rata-rata penurunan berat kayu pada semua jenis kayu adalah sebesar 0.04%, untuk sistem nitrocellulose maupun sistem melamine. Hal tersebut membuktikan bahan finishing kayu dengan sistem nitrocellulose maupun sistem melamine dapat mencegah daya adsorbsi air ke dalam maupun keluar kayu.
Pengujian dengan menggunakan pelaburan terhadap bahan kimia rumah tangga (detergen, minyak, dan kecap) tidak mengakibatkan perubahan derajat kilap, baik pada bahan yang dilapisi melamine maupun nitrocellulose, akan tetapi pengujian dengan bahan kimia rumah tangga seperti kopi dan cuka mengalami penurunan tingkat derajat kilap dan perubahan warna pada lapisan permukaan film. Derajat kilap rata-rata sistem melamine sebesar 91.7% dan sistem nitrocellulose sebesar 79.3%, derajat kilap sistem melamine lebih tinggi daripada sistem nitrocellulose. Dari hasil pengujian terhadap cacat permukaan setelah pengujian menunjukan bahwa keempat jenis kayu mempunyai kelas finishing 8, karena persentase daerah bercacat akibat pengujian perendaman dalam air dan pelaburan terhadap bahan kimia rumah tangga adalah 2-3%.
PRAKATA
Segala puji adalah milik Allah SWT, Dialah yang telah menciptakan langit
yang tak bertiang, berputarnya siang dan malam. Atas kasih sayang dan
nikmat-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian
ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas pimpinan dan teladan
kita Rasulullah SAW, para sahabat dan pengikut yang setia kepada ajarannya
hingga akhir zaman.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan
judul “Kajian Sifat-Sifat Finishing Interior Pada Beberapa Jenis Kayu Cepat
Tumbuh“
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu, bapak, adik, kakek, nenek dan keluarga tercinta yang telah mendukung
dan mendo’akan penelitian ini agar dapat cepat menyelesaikannya.
2. Adinda Ajeng Agustini yang selalu memberikan do'a, kasih sayang,
dukungan, kebahagiaan dalam menjalani kehidupan ini.
3. Bapak Dr. Ir Wayan Darmawan, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan, masukan, saran dan bantuan yang tak ternilai
harganya kepada penulis terutama dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc. selaku dosen penguji wakil dari
Departemen Konservasi dan Bapak Ir. Ahmad Hadjib, M.Sc selaku dosen
penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan yang telah memberikan
arahan, masukan, saran dan bantuan yang tak ternilai harganya kepada
penulis.
5. Keluarga besar Drs. Nurdin Effendi dan Keluarga besar Edwin Pieter Taka
yang selalu memberikan dorongan, bantuan baik materil maupun moril yang
tak terhingga kepada penulis dalam menempuh masa studi.
6. Bapak Kadiman, staff laboratorium kayu solid, staff laboratorium P.T. Propan
Raya (Bapak Suseno, Bapak Solikhin, M. Amarullah) yang membantu dalam
7. Saudara-saudara di rumah dan teman-teman (Ujang Pramono, M. Arief S.N,
Hechkel, M. Ilyas, Yuri Suryahadi, Mas Dirin, Astrid Fitrieana, Citra
Andhansari, Lani Agrina, Khairunisa Syarif) yang banyak membantu dan
memberikan motivasi dalam kegiatan penelitian ini.
8. Semua teman-teman THH 39 dan teman-teman Fahutan yang selalu
mengingatkan dan memberi motivasi kepada penulis untuk terus semangat.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi, wawasan maupun suatu
yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan semoga
kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat diperbaiki dalam tulisan
selanjutnya.
Bogor, Januari 2007
DAFTAR ISI
Gambaran Umum Bahan Baku Kayu Cepat Tumbuh... 4Pengetahuan Dasar Finishing Kayu... 8
Faktor Bahan Baku Kayu... 8
Faktor Bahan Baku Finishing... 10
Faktor Aplikasi Bahan Finishing... 12
Tahapan Finishing... 13
Sistem Pengaplikasian Cat... 17
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
Bahan dan Alat... 19
Tahapan Penelitian... 20
Pengujian Daya Tahan Lapisan Cat... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat labur rata-rata bahan pengisi (Wood Filler)... 26
Berat Labur Pewarna Dasar (Wood Stain)... 26
Berat Labur Cat Dasar (Base coat)... 27
Berat Labur Cat Akhir (Top Coat)... 29
Cacat yang Terjadi Selama Proses Pengerjaan, Sebelum Pengujian.... 30
Daya Tahan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 43
Saran... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
v
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1 Sifat-Sifat Kayu Cepat Tumbuh... 7
2 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Nitrocellulose... 17
3 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Melamine... 18
4 Klasifikasi Kondisi Permukaan dalam 10 Kelas... 24
5 Berat Labur Rata-rata Wood Filler pada Masing-masing Jenis Kayu... 26
6 Berat Labur Rata-rata Wood Stain pada Masing-masing Jenis Kayu... 27
7 Berat Labur Rata-rata Sealer pada Masing-masing Jenis Kayu... 28
8 Berat Labur Rata-rata Top Coat pada Masing-masing Jenis Kayu... 29
9 Rata-rata Persentase Penambahan Berat 4 Jenis Kayu Setelah Perendaman Air Selama 1 Jam...………... 35
10 Rata-rata Persentase Pengurangan Berat 4 Jenis Kayu Setelah Perendaman Air Selama 24 Jam………... 37
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Hal
1 Pengukuran derajat kilap dengan menggunakan microgloss 600... 25
2 Permukaan kayu yang terserang jamur blue stain... 30
3 Penyayatan permukaan pada kayu akibat jamur... 31
4 Permukaan kayu setelah dilakukan proses finishing... 31
5 Peristiwa blistening pada cat akhir... 32
6 Cacat Pin hole pada lapisan permukaan cat... 33
7 Hasil pengujian terhadap bahan kimia rumah tangga... 39
8 Bentuk pantulan cahaya sistem melamine... 40
9 Bentuk pantulan cahaya sistem nitrocellulose... 40
10 Jenis kayu yang diaplikasikan sistem nitrocellulose... 42
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1 Tahapan kerja fiishing Nitrocellulose... 47
2 Tahapan kerja fiishing Melamine... 48
3 Data fisik bahan-bahan finishing yang digunakan... 49
4 Rekapitulasi berat labur filler kayu Akasia... 50
5 Rekapitulasi berat labur filler kayu Afrika... 50
6 Rekapitulasi berat labur filler kayu Sengon... 51
7 Rekapitulasi berat labur filler kelapa hibrida... 51
8 Rekapitulasi Perhitungan Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) Kayu Akasia…... 52
9 Rekapitulasi Perhitungan Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) Kayu Afrika... 52
10 Rekapitulasi Perhitungan Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) Kayu Sengon... 53
11 Rekapitulasi Perhitungan Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) kelapa hibrida……..…... 53
12 Rekapitulasi Perhitungan Berat Labur Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) (g/ Cm2) Kayu Akasia... 54
13 Rekapitulasi Perhitungan Berat Labur Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) ( g/ Cm2 ) Kayu Afrika... 55
14 Rekapitulasi Perhitungan Berat Labur Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) ( g/ Cm2 ) Kayu Sengon... 56
15 Rekapitulasi Perhitungan Berat Labur Pewarnaan Dasar (Stain), Penyekat (Sanding Sealer), dan Cat Akhir (Top Coat) ( g/ Cm2 ) Kelapa Hibrida………...……….... 57
16 Rekapitulasi Perhitungan Penambahan dan Pengurangan Berat Sampel Kayu Akasia Setelah Perendaman Dalam Air... 57
17 Rekapitulasi Perhitungan Penambahan dan Pengurangan Berat Sampel Kayu Afrika Setelah Perendaman Dalam Air... 58
19 Rekapitulasi Perhitungan Penambahan dan Pengurangan Berat Sampel Kelapa hibrida Setelah Perendaman Dalam Air... 58 20 Derajat Kilap (%) Setelah Peleburan Dengan Bahan Kimia Rumah
Tangga Pada Kayu Akasia... 59
21 Derajat Kilap (%) Setelah Peleburan Dengan Bahan Kimia Rumah
Tangga Pada Kayu Afrika... 59
22 Derajat Kilap (%) Setelah Peleburan Dengan Bahan Kimia Rumah
Tangga Pada Kayu Sengon... 60
23 Derajat Kilap (%) Setelah Peleburan Dengan Bahan Kimia Rumah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Salah
satunya adalah sumber daya alam yang berasal dari hutan. Hutan merupakan suatu
ekosistem yang kompleks dan mempunyai banyak manfaat langsung maupun
tidak langsung, yang meliputi manfaat dari segi ekologis, sosial dan ekonomi.
Dari segi ekologis, hutan berperan sebagai perlindungan ekosistem flora, fauna
dan sumber plasma nutfah. Sedangkan dari segi ekonomi dan sosial, hutan
berperan sebagai sumber devisa dan mata pencaharian bagi masyarakat. Sehingga
hutan selain dituntut untuk dapat memberikan manfaat ekologis juga diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Seiring dengan pertambahan populasi dan perkembangan ekonomi,
permintaan global dan regional untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan
akan terus meningkat, sementara areal berhutan di beberapa negara cenderung
menurun. Semakin berkurangnya luas areal hutan yang ada pada saat ini
berpengaruh terhadap berkurangnya produksi kayu yang dihasilkan. Penurunan
produksi kayu tidak diimbangi dengan jumlah permintaan yang terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Berdasarkan jumlah kapasitas industri yang ada pada saat ini diperkirakan
kebutuhan akan kayu bulat mencapai 27 juta m3 per tahun. Dalam waktu sepuluh tahun ke depan kebutuhan tersebut diperkirakan dapat mencapai 37,6 juta m3 per tahun. Potensi ketersediaan kayu bulat oleh Hutan Tanaman Industri (HTI) sampai
bulan Juni 2006 diperkirakan mencapai 19,2 juta m3 per tahun. Sampai dengan bulan Agustus 2005, realisasi pembangunan HTI kayu pertukangan telah
mencapai 2,3 juta hektar atau mencapai 24,5% dari target yang ditetapkan seluas
9,4 juta hektar (Fauzi A, 2006).
Kayu yang digunakan untuk industri pengerjaan kayu adalah jenis kayu
komersil yang berkualitas tinggi dan mempunyai corak yang dekoratif, seperti
kelas keawetan dan nilai jual yang tinggi, tetapi jumlahnya terbatas sehingga
produksinya juga terbatas.
Ketergantungan pada jenis-jenis kayu komersil tersebut menyebabkan
penggunaan kayu menjadi tidak efisien dan kurang menguntungkan. Upaya untuk
tetap memenuhi jumlah permintaan yang terus meningkat yaitu dengan mengganti
jenis kayu komersil dengan jenis kayu lain yang memiliki kualitas sama dengan
jenis kayu komersil. Kelemahan yang dimiliki kayu non komersil yaitu mudah
terserang oleh faktor perusak, baik faktor biologis maupun non biologis. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu perlakuan khusus, salah satunya yaitu
dengan melakukan finishing. Finishing yaitu melapisi bagian permukaan kayu dengan bahan berasal dari cat. Selain itu dilakukan perbaikan terhadap sifat-sifat
tertentu dari jenis kayu non komersil yang diharapkan dapat menjadi produk
subsitusi dari jenis kayu komersil yang bermutu tinggi.
Bahan baku alternatif lain berupa kayu solid dapat mengimbangi
perkembangan kebutuhan konsumen akan permintaan meubel kayu. Saat ini mulai
diupayakan pemanfaatan jenis kayu bermutu rendah dan jenis kayu cepat tumbuh
(fast growing species), seperti Sengon (Paraserianthes falcataria L.), Akasia (Acacia mangium Willd.), Afrika (Maesopsis eminii Engl.), dan kelapa hibrida (Cocos nucifera L.).
Pada saat ini terdapat berbagai macam industri yang bergerak dalam
bidang pengerjaan kayu, diantaranya moulding dan furniture. Akan tetapi untuk memperoleh suatu hasil finishing yang baik diperlukan keadaan permukaan tekstur kayu yang indah, khususnya untuk kayu yang mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi. Dengan demikian suatu langkah yang perlu dikembangkan yaitu
dengan menggunakan bahan kayu yang mempunyai daya ekonomis rendah dan
dilakukan suatu finishing yang baik, serta perlu diperhatikan mengenai sifat-sifat finishing terhadap kayu tersebut.
Salah satu pengerjaan terhadap kayu pada bidang perforasi yang umum
dipakai yaitu pengerjaan pada bidang tangensial. Hal tersebut dikarenakan corak
yang diberikan pada bidang tangensial memberikan kesan dekoratif yang indah,
sedangkan pengerjaan bahan baku yang berasal dari papan radial dan papan semi
3
bidang tersebut relatif sedikit dan terbatas. Jenis kayu dan bahan baku cat interior
yang dipilih harus sesuai, sehingga pengerjaan terhadap kayu dapat memberikan
hasil yang baik dan dapat dijadikan sebagai acuan atau informasi pengembangan
dan penelitian di masa yang akan datang terhadap penggunaan kayu cepat tumbuh
sebagai bahan baku alternatif.
Bahan yang mempunyai kualitas yang bagus tidak berarti selalu cocok
dengan struktur permukaan kayu. Hal tersebut perlu diperhatikan melalui tahapan
proses finishing. Bahan yang umum digunakan dan sering dipakai dalam lingkup pasaran (moulding dan furniture) yaitu jenis cat top coat Nitrocelulose (NC) dan Melamine, yang diproduksi oleh PT. Inkote Indonesia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat pada kayu cepat
tumbuh terhadap berbagai macam pengujian Interior Finishing dan daya tahan lapisan finishing menurut ASTM (American Society for Testing Materials).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumber
informasi mengenai sifat-sifat finishing kayu cepat tumbuh (akasia, afrika, sengon, dan kelapa hibrida) sehingga menjadi salah satu alternatif bagi
penyediaan bahan baku industri meubel yang memiliki kualitas yang baik dan
dapat menjadi tambahan informasi bagi penelitian serta pengembangan lebih
lanjut mengenai hal yang sama.
Sasaran Penelitian
Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah perlakuan finishing kayu dengan bahan finishing yang berbeda akan menjadikan kayu lebih awet, terlindungi, dan dapat meningkatkan nilai estetika (keindahan) kayu sebagai
Gambaran Umum Bahan Baku Kayu Cepat Tumbuh
Substrat adalah material yang akan diberi bahan finishing. Kayu sebagai substrat adalah salah satu material yang dapat digunakan sebagai bahan baku
furniture. Sifat-sifat umum kayu antara lain berasal dari batang pohon yang renewable, bersifat higroskopis, bersifat anisotropis, dan berasal dari batang pohon yang memiliki komponen kimia yang sama (selulosa, hemiselulosa, lignin).
Berdasarkan segi anatomi, kayu adalah material yang mempunyai jenis beragam,
permukaannya kasar, berpori, absorbent, higroskopik, mempunyai kandungan zat ekstraktif, mempunyai warna, serat, tekstur, dan pori yang struktur jaringannya
kompleks serta tidak uniform.
Kayu solid merupakan bahan baku yang paling sering digunakan dalam
pembuatan furniture. Kelebihan kayu solid dibandingkan dengan bahan lainnya (papan partikel, papan serat, besi, dan logam lainnya) adalah kayu solid memiliki
nilai estetika yang terlihat pada permukaan kayu berupa serat yang berliuk-liuk
yang menambah keindahan kayu. Kayu solid membutuhkan paling banyak
perhatian dalam proses finishingnya. Keindahan alaminya dapat terlihat apabila dilakukan proses finishing yang tepat, sebaliknya dapat terlihat buruk apabila ada kesalahan dalam proses finishing.
Kayu kelapa hibrida (Cocos nucifera L.)
Menurut sistem klasifikasi, kelapa hibrida termasuk dalam Divisi
Spermathophyta, Subdivisi Angiospermae Kelas Monocotyledoneae Ordo
Palmae, Familia Arecaceae, Genus Cocos, Spesies Cocos nucifera L (Saroso,
2000).
Varietas kelapa yang banyak dibudidayakan, yaitu kelapa dalam dan
kelapa genjah. Kelapa hibrida adalah hasil perkawinan silang antara 2 varietas
kelapa baik antara sesama varietas dalam; varietas genjah dengan dalam maupun
antara varietas genjah, sehingga menghasilkan sifat-sifat yang baik dari kedua
jenis kelapa asal. Karakteristik kelapa hibrida pada dasarnya adalah memproduksi
5
tetapi memiliki ketahanan yang rendah terhadap penyakit (sangat rentan terhadap
penyakit), bahkan kayu kelapa hibrida sangat rentan terhadap serangan jamur dan
serangga perusak kayu. Kelapa hibrida memiliki masa produktif antara umur 3-4
tahun dengan habitus pohon kira kira 6-7 meter.
Kelapa hibrida memiliki riap tumbuh sebesar 50 – 70 m3/ha/tahun, dengan BJ (Berat Jenis) sebesar 0.57 – 0.62. Kelapa hibrida termasuk kayu yang memiliki
kekuatan tinggi (kelas kuat II – III), tetapi mudah terserang penyakit (kelas awet
IV). Bagian batang luar pangkal sampai tengah batang (sekitar 0,45 m3 per pohon) dimanfaatkan sebagai kayu (timber), yang diklasifikasikan kayu kelas kuat II, sedangkan bagian tengah batang dan pucuk (sekitar 0,60 m3) diklasifikasikan sebagai kayu kelas kuat III-IV. Batang kelapa hibrida yang sudah tua dapat
dijadikan sebagai bahan kontruksi out door, alat rumah tangga dan gazebo. Batang
yang benar-benar tua dan kering sangat tahan terhadap serangan rayap. Kayu dari
pohon kelapa hibrida yang dijadikan meubel dapat diserut sampai permukaannya
licin dengan tekstur yang menarik (Deptan, 2002).
Daerah yang paling baik untuk tanaman kelapa hibrida adalah dataran
rendah. Daerah pusat produksi kelapa hibrida antara lain: Jawa Barat, Sulawesi
Utara, Palu, Bali dan lainnya. Kelapa sangat bermanfaat mulai dari buah sampai
batang. Daging buah kelapa dibuat kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak
dan bungkil. Tempurung dibuat karbon aktif, bahan bakar, bahan baku baterai dan
semikonduktor serta kertas karbon. Air kelapa difermentasi oleh bakteri asam
cuka untuk menghasilkan Nata de coco atau dibuat kecap kelapa. Batang kelapa
akhir-akhir ini dipakai untuk membuat rumah (Saroso, 2000).
Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
Kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) termasuk dalam famili mimosaceae yang merupakan jenis kayu daun lebar. Kayu sengon mempunyai BJ antara 0.24-0.49 dan memiliki riap tumbuh sebesar 37.4 m3. Kayu sengon termasuk dalam kayu yang memiliki kelas kuat III serta kelas awet IV.
Kayu sengon banyak dimanfaatkan untuk bahan pembuatan papan partikel, pulp
dan perabot rumah tangga. Karena kayu sengon tergolong kayu lunak maka kayu
Kayu sengon memiliki kayu gubal berwarna putih dan teras berwarna
kemerah-merahan. Tekstur kayu sengon agak kasar dengan serat lurus dan
terpadu, kayu lunak dan mudah dikerjakan, daya retak dan kembang susut agak
besar (Anonymous, 1981).
Kayu Akasia (Acacia mangium Wild)
Kayu akasia (Acacia mangium Wild) termasuk dalam famili Leguminoceae. Jenis ini umumnya di Indonesia dikenal sebagai kayu akasia,
sedangkan di luar negeri dikenal juga dengan nama sabah salwood, black wattle, hickory wattle atau brown salwood. Kayu akasia merupakan spesies asli dari Maluku, Papua Barat, Papua Nugini, Australia and Queensland. Untuk tujuan
komersial, sangat beralasan memilih akasia sebagai jenis yang perlu
dikembangkan di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia karena
sifat-sifatnya yang cukup istimewa.
Kayu akasia mempunyai riap tumbuh sebesar 46 – 50 m3/ha/tahun dan memiliki BJ sebesar 0.47 – 0.52. Kayu akasia memiliki corak polos berwarna
gelap dan terang bergantian pada bidang radial, tekstur halus sampai agak kasar
dan merata, arah serat biasanya lurus, kadang berpadu. Permukaan agak
mengkilap, kesan rabanya licin dan kekerasannya berkisar dari agak keras sampai
dengan keras (Mandang dan Pandit, 1997).
Silitonga (1987) dalam Mardiana (1990) menyebutkan bahwa kayu akasia yang diperoleh dari hutan tanaman diduga mempunyai sifat yang berbeda dalam
hal sifat anatomi, sifat mekanis, komposisi kimia, kayu remaja dan kayu reaksi.
Beberapa pengalaman membuktikan bahwa kayu akasia berpotensi untuk
digunakan sebagai kayu gergajian, moulding, meubel dan vinir. Papan yang diperoleh dari kayu akasia cukup memuaskan dengan permukaan yang bersih
serta lurus tanpa gigitan gigi gergaji, arah seratnya lurus pada arah tangensial
namun sedikit terjalin (interlocking) pada arah radial. Berdasarkan sifat tersebut terlihat bahwa kayu akasia tidak cukup kuat untuk kayu struktural konstruksi berat
akan tetapi lebih baik digunakan untuk kayu konstruksi ringan dan meubel,
sehingga kayu ini sangat potensial dikembangkan sebagai industri meubel dan
7
Kayu Afrika (Maesopsis eminii. Engl)
Van der Maesen dan Hanum (1997) dalam Mardiana (1990) menyebutkan kayu afrika termasuk kedalam famili Rhamnaceae dengan nama perdagangan
yaitu musici atau manii sedangkan di Indonesia sering disebut dengan nama kayu
afrika. Tumbuhan ini termasuk jenis kayu eksotik (kayu asing) dari Afrika Barat
yaitu Kenya sampai Liberia.
Kayu afrika merupakan jenis intolerir yang cepat tumbuh, berdaun pendek,
tinggi pohon mencapai 15 – 45 meter dengan batang yang lurus berbentuk
silindris dan mempunyai tajuk yang lebar. Kayu afrika memiliki pertumbuhan
tinggi yang cepat 1-3 meter per tahun dengan pertumbuhan diameter 1.5-5.5
cm/tahun, bahkan di Malaysia pertumbuhan mencapai tinggi 20 meter dalam
waktu 6 tahun.Untuk mengetahui lebih jelas mengenai sifat-sifat penting yang
dimiliki kayu kelapa hibrida, kayu sengon, kayu akasia dan kayu afrika dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat kayu cepat tumbuh
Pengetahuan Dasar Finishing Kayu (Wood Finishing)
Kualitas atau mutu kayu khususnya untuk kayu yang berkualitas rendah
dapat diketahui melalui anatomi kayu, baik pada penampilan serat, pori ataupun
teksturnya. Kualitas tersebut dapat ditingkatkan dengan memperbaiki nilai
dekoratifnya, sehingga kayu tersebut mempunyai nilai estetika tersendiri.
Meningkatkan kualitas kayu dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
finishing. Teknik finishing dapat dilakukan dengan beberapa pemahaman terhadap pemilihan kayu kayu yang digunakan, sifat-sifat bahan finishing, serta tujuan pengaplikasian bahan finishing yang akan dilakukan (Solikhin, 2006).
Finishing kayu (Wood Finishing) adalah suatu proses dengan melakukan tahapan-tahapan kegiatan pengaplikasian suatu cairan (paint) yang akan menyebar pada suatu permukaan (surface) khususnya kayu, dan setelah mengering akan membentuk lapisan film tipis yang padat (Solid Thin Film) yang berfungsi sebagai perlindungan (protektif) dan peningkatan nilai keindahan kayu (dekoratif) (Adidarma, 1998). Sifat-sifat finishing pada prinsipnya dapat dipengaruhi oleh tiga macam faktor diantaranya faktor bahan baku kayu, faktor bahan pelapis yang
digunakan, dan faktor aplikasi bahan finishing yang digunakan (USFPL, 1974).
Faktor Bahan Baku Kayu
Faktor bahan baku sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat finishing yang akan dihasilkan. Setiap kayu memiliki sifat-sifat finishing yang berbeda dengan bahan baku yang lainnya, sehingga kegiatan finishing sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dari kayu. Beberapa sifat kayu yang yang
memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat finishing yaitu kembang susut, zat ekstraktif, ukuran pori dan tekstur kayu (ATTC, 1992).
Kembang Susut Kayu
Kembang susut kayu terjadi karena kayu menyerap air, sehingga kayu
dapat mengalami penambahan dimensi atau yang biasa disebut pengembangan.
Selain itu kayu dapat mengalami pengurangan dimensi atau biasa disebut
penyusutan. Adanya kembang susut kayu dapat menyebabkan penggeliatan
9
kayu akan mengalami kestabilan pada kadar air kesetimbangan (15%). Ada
beberapa cara untuk meningkatkan stabilisasi kayu, yaitu:
1. Melapisi permukaan kayu dengan lembaran. Hal ini berfungsi untuk
mengimbangi perubahan dimensi yang arahnya berlawanan (cross sheet). 2. Menggunakan bahan tahan air dari bagian dalam untuk menahan aborbsi dan
desorbsi.
3. Mengurangi sifat higroskopis kayu dengan cara pengeringan sampai dengan
kadar air kesetimbangan.
4. Mengisi sel kayu dengan memasukkan bahan bulking agent seperti PEG (Poly Ethylene Glycol), Karboresin T-115, Garantor V.C.
Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif kayu dapat berupa minyak, getah, lemak, lilin, zat warna dan
lain-lain. Zat ekstraktif sangat berpengaruh terhadap finishing karena mudah terlarut oleh air atau pelarut (solvent), merubah warna kayu setelah terkena matahari, menjadi kemerahan setelah bereaksi dengan cat atau perekat yang
mengandung asam, menjadi putih atau pucat setelah bereaksi dengan bahan
bleaching. Kayu yang memiliki warna beragam mempunyai kandungan zat ekstraktif yang tinggi pada daerah teras. Setiap jenis kayu mempunyai warna
tertentu bahkan pada satu bidang kayu dapat mempunyai lebih dari satu warna
yaitu muda (gubal) dan tua (teras).
Ukuran Pori-Pori dan Tekstur Kayu
Dalam melakukan proses finishing ukuran pori kayu akan mempengaruhi daya rekat cat (adhesi), dimana jumlah pori-pori yang sedikit dan tekstur permukaan yang halus menyebabkan daya rekat cat kurang baik. Untuk itu
diperlukan pemilihan jumlah pori yang banyak dan bentuk tekstur yang kasar
untuk meningkatkan daya rekat permukaan kayu dengan bahan pelapisnya.
Untuk kayu yang mempunyai tekstur dengan serat yang berbulu akan
menyebabkan permukaan kayu tidak merata, sehingga apabila kayu terkena air
Faktor Bahan Finishing
Cat (Paint) telah didefinisikan sebagai material pelapis berwarna dalam bentuk cair atau serbuk, setelah diaplikasikan akan membentuk lapisan film yang
tipis dan kering yang mempunyai fungsi sebagai pelindung dan dekorasi
permukaan. Terdapat 5 bahan dasar penyusunan cat, yaitu bahan pembentuk film
(binder), bahan pewarna (colourant), filler atau extender, pelarut (solvents) dan bahan pembantu (additives).
Bahan Pembentuk Film(Binder)
Binder disebut juga polimer cair atau resinous material sebagai bahan utama yang berikatan dengan kayu dan melindungi permukaan dari kerusakan
akibat kondisi iklim, mekanis dan kimia. Binder mempunyai daya rekat pada
kayu, mengikat pigmen, filler, dan additive. Binder berasal dari minyak alam (natural oil) atau resin alam (natural resin) atau gabungan keduanya dan resin sintetis (syinthetic resin). Binder mengandung pigment yang berfungsi untuk mewarnai kayu. Binder dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu thermoplastic binder dan thermosetting binder (Suseno, 2006).
Binder yang berasal dari natural resin umumnya berbentuk padatan (natural hard resin) diantaranya kopal, damar, shellac, colophorium dan natural resin. Binder yang banyak digunakan dalam wood finishing traditional adalah shellac. Kadar binder yang dihasilkan shellac berupa nitrocellulose dengan total padatan 35 %. Binder yang berasal dari minyak alam yang sering digunakan yaitu minyak linseed, tung oil, dan castor oil. Binder ini digunakan karena mempunyai sifat yang cepat kering di udara, sedangkan untuk minyak kelapa tidak dapat
mengering di udara secara langsung.
11
polyurethane resin digunakan untuk bahan wood exterior finishing. (Adidarma, 1998).
Bahan pewarna(Colourant)
Colourant merupakan bahan solid yang ditambahkan kedalam cat dengan tujuan tertentu baik berupa dystuff sebagai warna transparan yang larut dalam solvent atau pigment. Ada tiga fungsi utama pigment yaitu : fungsi dyste (warna, opasitas, kilap), fungsi protektif (kestabilan cuaca, kekerasan permukaan, fleksibilitas, dan adhesi) dan fungsi reinforcing (elastisitas, kekerasan, dan daya tahan terhadap abrasi). Ketiga fungsi tersebut tentunya didukung oleh pemilihan
tipe pigment yang benar dengan konsentrasi yang tepat. Pigment tidak larut dalam solvent melainkan terdispersi dalam sistem cat (Adidarma, 1998).
Bahan pengisi(Filler)
Nama lain dari filler adalah extender pigments. Pigmen ini tidak berpengaruh besar terhadap opasitas atau warna. Fungsinya adalah sebagai bahan
pengisi cat, memperluas sistem cat untuk mengurangi biaya pengecatan. Filler digunakan untuk menutup pori-pori kayu atau bekas goresan pada permukaan
kayu. Selain itu filler digunakan pula untuk menutupi celah antara sambungan dan memperbaiki cacat minor pada permukaan kayu. Sifat-sifat yang dimiliki wood filler yang baik adalah cepat kering, mudah diamplas dan menyerap stain tanpa menimbulkan belang-belang (ATTC, 1992).
Pelarut (Solvents)
Solvent adalah zat cair volatile sebagai bahan pelarut organik (resin atau binder) yang mengurangi kekentalan (viskositas) dari cat agar siap untuk diaplikasikan. Pelarut yang biasa digunakan adalah thinner. Mekanisme dari kelarutan pada prinsipnya yaitu hanya larut dalam suatu jenis pelarut tertentu yaitu
true solvent. Jika true solvent ditambah, maka mata rantai molekul resin akan semakin menjauhi satu dengan yang lainnya, sehingga interaksi antara molekul
terlalu banyak solvent yang dicampurkan, maka daya larut resin akan berkurang sehingga dapat terjadi pengendapan (ATTC, 1992).
Bahan pembantu(Additives)
Additive hanya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan bahan cat (1–2 %). Additive dapat berpengaruh penting terhadap keseluruhan sifat fisik dan kimia dari pelapisan permukaan (surface coating). Menurut Adidarma, 1998 bahan additive berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi:
1. Additive untuk membantu proses produksi seperti: surfactant/wetting agent/dispersant yang berfungsi untuk mempermudah disperse pigment, dan defoamer yang dapat menghilangkan busa dalam proses produksi.
2. Additive untuk mencegah kerusakan selama penyimpanan seperti: anti skinning yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya “skin“ pada permukaan dan anti separation/anti selting yang dapat mencegah terjadinya pengendapan. 3. Additive untuk mempermudah aplikasi seperti: flow modifies untuk membuat
cat bersifat anti lentur (sagging) dan cataliyst atau accelerator yang dapat membantu dan mempercepat terjadinya reaksi kimia dalam proses
pengeringan.
4. Additive untuk memperbaiki film appearance seperti: slip agent yang berfungsi untuk memperlicin permukaan dan tahan goresan, plasticizer yang berfungsi untuk meningkatkan flexibility dan wetting agent yang berfungsi untuk meningkatkan daya rekat cat pada kayu.
5. Additive untuk meningkatkan sifat-sifat protektif cat seperti: biocides dan fungicides, UV absorber.
Faktor Aplikasi Bahan Finishing
Selain dipengaruhi oleh keahlian pekerja, hasil finishing yang baik sangat dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan alat yang akan digunakan. Bahan-bahan
13
Salah satu metode yang sering digunakan dalam pengaplikasian bahan
finishing adalah metode spraying, baik dengan sistem air mix maupun elektrostatik. Metode spraying merupakan suatu metode untuk mengatomisasi suatu cairan menjadi bercak-bercak halus yang akan menempel pada permukaan
kayunya. Alat yang digunakan untuk melakukan metode spraying yaitu spray gun. Selain metode spraying, terdapat metode lainnya yang sering digunakan seperti menggunakan kuas dan roller, namun proses finishing yang akan dihasilkan tidak rata (permukaan lapisan cat tidak datar).
Dalam pengaplikasian bahan finishing harus diketahui tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pengaplikasian bahan finishing yang dilakukan dapat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dalam melakukan proses finishing. Selanjutnya Suseno (2006), mengemukakan bahwa ada 3 tujuan tampilan
finishing yang akan dilakukan yaitu bentuk tampilan permukaan lapisan cat yang memperlihatkan sifat alami kayu (finishing natural), permukaan lapisan cat diberi pewarna sesuai dengan selera dan sifat alami kayu masih terlihat (finishing transparan), dan permukaan lapisan cat menutupi seluruh bagian dari permukaan kayu sehingga serat kayu tidak terlihat (finishing duco).
Tahapan Finishing
Dalam melakukan proses finishing dengan sistem nitrocellulose dan sistem melamine, perlu diperhatikan langkah-langkah proses pengerjaannya. Berikut
tahapan pelapisan bahan finishing pada kayu (Inkote, 2006).
Persiapan Permukaan Kayu Dengan Pengampelasan (Sanding)
Sebelum melakukan pengaplikasian bahan finishing, maka perlu diperhatikan kondisi permukaan kayu. Kayu harus dikeringkan hingga mencapai
kadar air sebesar 10-12 %, kayu tidak bergetah dan memiliki serat bagus,
sehingga proses pengampelasan menjadi lebih mudah.
Tujuan utama dalam melakukan pengampelasan yaitu untuk mendapatkan
permukaan kayu yang licin dan rata, sehingga kayu siap menerima bahan
pada proses pengampelasan kayu harus dilakukan secara benar. Pada proses
pengampelasan biasanya digunakan kertas ampelas dari nomor 180 atau 240
tergantung kondisi permukaan kayu.
Pengisian Permukaan Kayu Dengan Filler atau Pendempulan
Pengaplikasian filler dapat menghasilkan permukaan kayu yang halus dan seragam untuk proses finishing selanjutnya. Apabila filler tidak digunakan, maka bahan finishing seperti varnish, lacquer, dan paint akan meresap kedalam pori-pori sehingga membutuhkan lebih banyak bahan finishing. Cara pengaplikasian filler yaitu dengan menggunakan kape atau scrap. Filler yang digunakan dalam proses finishing ini adalah Inkote Wood Filler untuk meubel interior. Inkote Wood Filler digunakan sebagai pengisi pori kayu yang terbuat dari resin nitrocellulose.
Sifat dari Inkote Wood Filler yaitu cepat kering, mudah dilakukan
pengampelasan, daya rekat (adhesi) terhadap kayu baik dan menyerap warna (wood stain) dengan baik.
Filler tersedia dalam 2 bentuk yaitu pasta dan cair. Filler dalam bentuk pasta terbagi menjadi 2 yaitu water based filler dan oil based filler. Filler cair tidak memerlukan solvent sebagai pelarut dan digunakan untuk close-grained wood, sedangkan filler dalam bentuk pasta perlu diberi tambahan pelarut sebelum digunakan tergantung bahan dasar filler tersebut. Pada water based filler digunakan tambahan pelarut air, sedangkan pada oil based filler digunakan gum terpenin atau thinner. pelarut berfungsi untuk melunakkan filler agar mudah diaplikasikan.
Pewarnaan Permukaan Kayu Dengan Stain
Stain adalah pewarna yang biasa digunakan untuk memperjelas atau merubah warna natural kayu. Fungsi utama stain adalah mewarnai kayu tanpa menutupi serat-serat kayu dan memperjelas serta memperindah serat-serat kayu.
Sifat-sifat yang dimiliki oleh wood stain yang baik adalah cepat kering, penetrasi kedalam kayu baik sehingga serat-serat kayu yang telah diwarnai tampil dengan
cerah dan warna tidak mudah pudar (kecuali bila langsung terkena sinar
15
finishing yang dapat meninggalkan efek transparan agar keindahan natural dari kayu dapat diperlihatkan semaksimal mungkin. Stain dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu proses pembuatan, daya larut dalam air atau
cairan organik yang lain, cara aplikasi dan bahan kimia yang ditambahkan.
Ada berbagai macam pewarnaan kayu, yaitu pewarnaan natural,
pewarnaan transparan, pewarnaan semi transparan, pewarnaan paint (solid color/duco) dan efek pewarnaan khusus (air brush). Jenis warna yang digunakan dalam proses finishing adalah Inkote Wood Stain Candy Yellow dan Inkote Wood Stain Cocoa Brown. Wood stain tersebut bersifat transparan, mudah dicampur dan diencerkan sesuai warna yang diinginkan, cepat kering, penetrasi ke dalam pori
kayu sangat baik, warna cerah dan indah, relatif tahan terhadap sinar matahari dan
tidak luntur. Bahan pengencer yang harus digunakan untuk wood stain adalah Inkote thinner multiguna, sedangkan alat aplikasi yang digunakan berupa kain bal,
kuas atau spray gun.
Untuk mendapatkan warna yang lebih tua, maka aplikasi penyemprotan
dapat dilakukan lebih dari satu kali (biasanya 3 kali sampai 4 kali). Ada berbagai
macam pilihan warna wood stain antara lain candy brown, candy yellow, cocoa brown, coffe brown, dark brown, dark mahoni, green, light brown dan lain-lain.
Penutupan Permukaan Kayu Dengan Sealer
Sealer digunakan sebagai penghalang antara stain dengan top coat atau antara filler dengan stain. Kegunaan lain sanding sealer antara lain adalah agar pori-pori kayu tidak terlihat lagi dan merangsang corak dekoratif kayu. Aplikasi
sanding sealer dilakukan dengan menggunakan kuas atau spray gun. Ada banyak tipe sealer yang tersedia dipasaran sehingga perlu dilakukan pemilih sealer yang tepat, tergantung dari apa yang sedang dikerjakan (kayu yang digunakan berserat
Pelapisan Cat Akhir Permukaan Kayu Dengan Top Coat
Pemberian cat akhir pada permukaan kayu penting untuk dilakukan karena
akan memberikan pengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Bahan finishing untuk top coat dapat dibagi menjadi 3 yaitu varnish, lacquers, dan paint.
Varnish
Varnish adalah salah satu grup dari top coat yang biasa digunakan untuk pelapis yang transparan. Berdasarkan tujuannya varnish dibagi menjadi 3 tipe yaitu Oil Varnishes, Spirit Varnishes dan Japan Varnishes. Aplikasi penggunaan varnish dilakukan dengan menggunakan kuas. Proses pengeringannya membutuhkan waktu 1 sampai dengan 2 hari. Penggunaan varnish semakin lama
semakin tergeser oleh lak sintetik yang menawarkan berbagai macam pilihan
properti (ATTC, 1992).
Lak (Lacquers)
Lak merupakan formulasi sintetis yang dapat menghasilkan lapisan yang
transparan pada permukaan kayu. Perbedaan yang mendasar antara lak dan cat
adalah lak tidak memiliki pigment seperti cat. Sehingga lak tampak transparan.
Lak dapat digunakan sebagai sealer dan top coat. Sebagai sealer lak diutamakan
sifat kekuatannya dan persen solid yang tinggi. Sedangkan sebagai top coat,
diutamakan untuk penampilan, daya tahan, dan kehalusannya (ATTC, 1992).
Cat (Paint)
Cat adalah suatu cairan yang akan menyebar diatas suatu permukaan kayu
dan setelah mengering akan membentuk lapisan film tipis padat yang merupakan
17
Sistem Pengaplikasian Cat Akhir
Dalam pengaplikaian cat akhir perlu diperhatikan sistem pencampuran
bahan, karena terdapat berbagai jenis cat akhir dengan menggunakan sistem yang
berbeda. Jenis cat akhir yang paling menonjol dan sering digunakan untuk
interior wood finishing yaitu jenis cat akhir sistem nitrocellulose dan sistem melamine. Perbedaan sistem pencampuran bahan nitrocellulose dan melamine yaitu pada tahap pengaplikasian sanding sealer dan top coat. Berikut dapat diuraikan mengenai kedua sistem tersebut.
Cat Akhir Sistem Melamine
Sistem melamine adalah suatu sistem yang terdiri dari 2 komponen dengan
bahan dasar Urea atau Melamine Formaldehyde Resin yang membentuk reaksi crosslinking dengan alkyd resin dalam suasana lingkungan asam. Untuk proses pengerasan sistem ini diperlukan suatu bahan pengeras yang bersifat asam yang
kita sebut hardener sebagai komponen kedua. Oleh karena itu, sistem ini juga dikenal sebagai Acid Curing System atau Amino Alkyd System. Beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya kelembaban udara yang tinggi. Kelembaban udara
dapat mengakibatkan permukaan cat berbintik, berkabut dan lapisan film menjadi
tidak keras, serta tekanan udara yang terlalu besar akan mengakibatkan cat akan
meleleh dan terjadinya pemborosan dalam pemakaian cat. Tekanan udara yang
dianjurkan sekitar 3-3.5 kg/cm2 (Adidarma, 1998). Beberapa keunggulan dan kelemahan dari pemakaian cat dengan sistem ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan sistem melamine
No Keunggulan Kelemahan
1 Dengan 2 komponen hasil akan lebih flat.
Tidak praktis dalam penggunaan karena terdiri dari 2 komponen
2 Lapisan lebih keras, tahan goresan dan tingkat kilap lebih bagus.
Resin buatan amino alkyd dan Formaldehid yang pedih dan berbau pedas
3 Tahan terhadap bahan kimia rumah tangga.
Penggunaan hardener akan membuat karat peralatan pengecatan
4
Daya tutup pori lebih besar sehingga daya tahan terhadap air dan pelarut lebih tinggi.
Cat Akhir Sistem Nitrocellulose
Cat akhir sistem nitrocellulose adalah sistem reka oles dengan bahan dasar nitrocellulose dan alkyd resin, cara pembentukan lapisan filmnya melalui
penguapan pelarut, tanpa adanya reaksi kimia antara binder (no crosslinking). Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sistem ini yaitu cara pencampuran
thinner yang akan mempengaruhi kelarutan cat, waktu kering, ketahanan cat (resistivity paint), dan penampilan film. Kesalahan dalam pengaplikasian akan mengakibatkan cat menjadi tidak mengkilap, daya rekat jelek dan terjadi
gelembung cat (blushing)(Adidarma, 1998).
Penggunaan kondisi ruangan harus disesuaikan suhunya, dengan kisaran
antara 28-32oC dan kelembaban antara 50-70% RH. Sistem ini banyak dipakai dalam pengecatan furniture khususnya bagi yang senang dengan nilai kealamian kayu. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan dari penggunaan sistem ini
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Keunggulan dan kelemahan sistem nitrocellulose
No Keunggulan Kelemahan
1
Pemakaian lebih mudah karena terdiri dari satu komponen (tanpa hardener)
Daya isi pori kurang
2 Lapisan yang terbentuk
berpenampilan alami (open pore) Tidak tahan terhadap pelarut (solvent) 3 Lebih cepat kering (bantuan
udara)
lunak bila terkena panas (Thermoplastic)
4 Tidak berbau Viskositas lebih tinggi dari melamin dan kadar padatan lebih rendah
5
Cocok untuk interior hotel, butik, dan show room karena mudah direfinish.
Harganya mahal untuk kesatuan produk
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai pada bulan Mei
sampai Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kayu Solid,
Laboratorium Pengerjaan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Laboratorium PT. Propan Raya Jakarta, dan Depo Bangunan Serpong.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis kayu yang
cepat tumbuh yang berasal dari kebun rakyat, yaitu kayu kelapa hibrida, kayu
sengon, kayu akasia dan kayu afrika. Bahan-bahan finishing yang digunakan adalah Inkote Wood Filler, Inkote Wood Stain (Jatidan Cocoa Brown), Inkote NC Sanding Sealer, Inkote NC Meuble Lack, Inkote Melamine Sanding Sealer,dan Inkote Melamine Lack. Bahan yang digunakan sebagai pengencer yaitu Inkote Thinner NC dan Inkote Thinner Multiguna.
Pengujian sifat finishing kayu dilakukan dalam dua bagian yaitu contoh uji A dan contoh uji B. Contoh uji A dilakukan pengujian dengan menggunakan air
destilata sebagai kontrol sedangkan contoh uji B dilakukan pengujian dengan
menggunakan bahan seperti minyak sayur, kopi, kecap, cuka makan (25%) dan
detergen sebagai bahan pereaksinya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pemotong kayu
dengan ukuran yang telah disesuaikan yaitu circuar saw, bandsaw, mesin sander model 9094 untuk melakukan penghalusan kayu dan water wall machine untuk penghisap dust spray. Untuk pengaplikasian bahan finishing, alat yang digunakan adalah kape, kuas, kertas ampelas ukuran 80, 180, 240, 400, dan 1000, kain lap
bersih, mesin kompresor dan spray gun. Selain peralatan utama, penelitian ini menggunakan alat bantu berupa alat tulis dan kalkulator, kamera digital,
Tahapan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 2 proses finishing yaitu proses finishing dengan menggunakan sistem melamine (bahan dasar melamine) dan sistem nitrocellulose (bahan dasar nitrocellulose). Proses pengaplikasian kedua sistem tersebut pada dasarnya sama yaitu pembuatan contoh uji, persiapan permukaan
kayu, pengisian pori atau pendempulan dan pewarnaan, tetapi terdapat perbedaan
pada tahap pemberian cat dasar (base coat) dan cat akhir (top coat).
Pembuatan Contoh Uji
Contoh uji dibuat dari jenis kayu kelapa hibrida yang diperoleh dari daerah
Parung Kuda (Sukabumi), sedangkan kayu sengon, kayu akasia dan kayu afrika
diperoleh dari Hutan Rakyat Cibatok, Kabupaten Bogor. Kayu sengon, kayu
akasia dan kayu afrika dibuat contoh uji berukuran 2 cm x 5 cm x 15 cm yang
dibagi dalam 3 bidang yaitu papan tangensial atau Flat sawn, papan radial atau quarter sawn dan papan semi atau bastard sawn sedangkan kayu kelapa hibrida dibuat dalam 2 bidang yaitu bagian pangkal dan bagian tengah. Dari
masing-masing kayu tersebut diberi perlakuan finishing dan dilanjutkan dengan pengujian sifat-sifat finishingnya. Pengujian sifat-sifat finishing dilakukan dengan 4 kali pengulangan contoh uji sehingga diperoleh informasi data yang mewakili data
keseluruhan, selain itu pengulangan contoh uji bertujuan untuk memperoleh
kualitas finishing yang lebih baik dari ketiga bidang dibuat.
Persiapan Permukaan Kayu
Kayu yang telah dibuat menjadi contoh uji kemudian dihaluskan dengan
mengampelas bagian permukaan kayu supaya menjadi lebih halus dan rata.
Pengampelasan awal dilakukan dengan menggunakan ampelas nomor 180 atau
tergantung kondisi permukaan kayu. Pengampelasan dilakukan searah dengan
serat kayu dan dilakukan pada bagian kayu yang seratnya terkelupas dan terdapat
debu yang menempel sehingga bagian permukaan kayu tersebut menjadi halus
21
Pengisian Pori-pori atau Pendempulan
Setelah dilakukan pengampelasan dengan baik maka tahapan selanjutnya
yaitu pengisian pori-pori atau pendempulan dengan menggunakan bahan dari
Inkote Wood Filler yang dapat menampilkan serat kayu secara jelas. Pendempulan dilakukan dengan menggunakan kape yang dioleskan pada permukaan kayu
searah dan berlawanan serat agar hasil yang diperoleh menjadi lebih merata.
Setelah dilakukan pendempulan maka selanjutnya dilakukan pengampelasan
dengan kertas ampelas yang lebih halus yaitu ampelas nomor 240.
Pewarnaan (Staining)
Proses pewarnaan dilakukan dengan menggunakan spray gun. Bahan yang digunakan yaitu Inkote Wood Stain candy yellow dan Inkote Wood Stain cocoa brown. Untuk mendapatkan warna seragam pada kayu yang mempunyai perbedaan warna mencolok pada gubal dan terasnya seperti kayu akasia, maka
proses pewarnaan diaplikasikan dengan menggunakan kain bal sebelum lapisan
cat pada pengaplikasian pertama dengan spray gun dipermukaan kayu menjadi
kering sehingga distribusi warna menjadi rata.
Pemberian Cat Dasar (Base Coat)
Sistem nitrocellulose menggunakan Inkote Sanding Sealer sebagai cat dasar. Bahan pengencer yang digunakan yaitu Inkote Thinner Multiguna. Alat pengaplikasi yang digunakan yaitu spray gun dengan perbandingan campuran Inkote Sanding Sealer : Inkote Thinner Multiguna yaitu 1 : 1, sedangkan pada sistem melamine pengencer yang digunakan yaitu Inkote Thinner Melamine dengan perbandingan campuran Inkote Melamine Sanding Sealer : Hardener :
Inkote thinner Melamine yaitu 9 : 1 : 6. Pada proses pemberian cat dasar dengan menggunakan sistem melamine digunakan hardener dan thinner. Hardener digunakan untuk mempercepat proses pengeringan sanding sealer, sedangkan thinner digunakan sebagai pelarut. Setelah cat dasar kering, dilakukan pengampelasan dengan kertas ampelas. Pengampelasan dilakukan searah dengan
Pengecatan Akhir (Top Coat)
Sistem nitrocellulose menggunakan bahan Inkote NC Meubel Lack untuk proses pengecatan akhir. Sistem nitrocellulose dilakukan dengan memberikan variasi penampilan akhir berupa clear gloss, clear dof dan semi gloss. Sistem ini mempunyai karakteristik yaitu fleksibel (tidak mudah retak). Bahan pengencer
yang digunakan yaitu Inkote Thinner Multiguna dan alat pengaplikasian berupa spray gun dengan perbandingan campuran Inkote NC Meubel Lack : Inkote Thinner Multiguna yaitu 1 : 1.
Pada sistem melamine, bahan yang digunakan dalam pengecatan akhir adalah cat. Inkote Melamine Lack. Pengecatan akhir dilakukan dengan memberikan variasi penampilan akhir yaitu clear gloss. Bahan pengencer yang digunakan pada pengecatan akhir adalah Inkote Thinner Melamine, sedangkan alat pengaplikasi menggunakan spray gun. Perbandingan campuran Inkote Melamine Meubel Lak : Hardener : Inkote Thinner Melamine yaitu 9 : 1 : 6.
Pengujian Daya Tahan Lapisan Cat
Pengujian daya tahan lapisan cat dilakukan dengan menggunakan 2
metode pengujian, yaitu uji perendaman dalam air dan uji ketahanan terhadap
bahan kimia rumah tangga. Pada kedua metode pengujian tersebut dilakukan uji
retak permukaan dan uji pecah permukaan tetapi terdapat sedikit perbedaan yaitu
pada metode uji ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga dilakukan pula uji
kilap (gloss).
Pengujian retak permukaan dilakukan secara visual yang mengacu pada
ASTM D 660-93, sedangkan pengujian pecah permukaan dilakukan dengan
mengacu pada ASTM D 661-93. Alat yang diperlukan untuk melakukan kedua
pengujian tersebut (uji retak permukaan dan uji pecah permukaan) adalah lup.
Uji Perendaman Dalam Air
Pengujian perendaman terhadap air mengacu pada ASTM D 870-02.
Untuk menghindari adanya kegagalan, dalam pengujian dilakukan pengambilan 2
contoh uji dari masing-masing jenis kayu. Tahapan pengujian yang dilakukan
23
a. Pengukuran berat (g) contoh uji yang telah dilakukan proses finishing (pada saat proses finishing setiap perlakuan ditimbang berat sampelnya).
b. Penyusunan contoh uji ke dalam waterbath menggunakan striker dan diberi pemberat.
c. Penambahan air destilata kedalam waterbath hingga merendam keseluruh bagian dari contoh uji.
d. Pemanasan waterbath hingga air mencapai suhu 38 ± 2˚C (100 ± 4˚F).
e. Perendaman contoh uji dalam waterbath dilakukan selama kurang lebih 1 jam. f. Pengambilan dan pembersihan Contoh uji hingga kering dengan menggunakan
kain lap bersih, kemudian diamati perubahan yang terjadi pada contoh uji
selama 5-10 menit.
g. Penimbangan contoh uji dan perhitungan persen penambahan berat (pengujian
harus dilakukan secara cepat untuk menghindari kegagalan dalam
pengukuran). Perhitung persen penambahan berat dengan menggunakan
rumus :
X % = B – A x 100 % A
Keterangan :
X = Persentase penambahan berat (%)
A = Berat sebelum perendaman (g)
B = Berat setelah perendaman (g)
h. Contoh uji ditiriskan selama 12-24 jam kemudian diamati perubahan fisik cat
yang terjadi baik yang permanen maupun sementara, lalu dilakukan
penimbangan berat.
i. Perhitung persen pengurangan berat dengan menggunakan rumus:
X % = A – B x 100 % A
Keterangan :
X = Persentase pengurangan berat (%)
A = Berat sebelum pengeringan (g)
j. Mengamati cacat dan mencatat perubahan yang terjadi selama perlakuan
pengujian. Kondisi permukaan diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas dan
peringkat finishing, seperti yang tersaji pada Tabel 4. Bentuk-bentuk perubahan yang diamati akibat perlakuan pengujian yaitu perubahan warna,
blister, cat mengelupas, cacat retak, pemucatan dan persentase permukaan bercat.
Tabel 4. Klasifikasi kondisi cacat permukaan berdasarkan ASTM D 1654-92 (2000)
Persentase Permukaan Bercacat (%) Kelas
Tidak bercacat 10
Uji Ketahanan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga
Pengujian ini mengacu pada ASTM D 1308-02. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan bahan kimia rumah tangga seperti kecap, minyak sayur,
kopi, cuka makan 25 %, dan deterjen. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji
dikeringudarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Tujuan pengeringan ini adalah
untuk mendapatkan hasil yang optimal dari perhitungan alat microgloss 600. Waktu pengeringan yang cukup lama bertujuan untuk menghindari terjadinya
penguapan dari bahan cat yang memungkinkan kecerahan dan kekerasan menjadi
berubah. Tahapan pengujian yang dilakukan yaitu:
a. Pembagian contoh uji menjadi 6 bagian, lalu diukur derajat kilapnya (%)
25
setelah difinishing maupun setelah perlakuan pengujian dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran kilap Microgloss/reflektometer pada sudut 600. Contoh uji yang akan diukur derajat kilapnya harus benar-benar dalam
keadaan kering. Nilai derajat kilap (dalam satuan %) dapat dibaca langsung
pada alat. Cara penggunaan alat Microgloss dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengukuran derajat kilap dengan menggunakan Microgloss 600 b. Setiap bagian dilebur dengan bahan kimia rumah tangga dengan
menggunakan pipet sebanyak 2 tetes, lalu didiamkan selama 5-10 menit.
c. Contoh uji dibersihkan dengan menggunakan kain lap yang bersih, kemudian
diamati perubahan fisik cat dan persen kilap yang terjadi dengan interval
Berdasarkan hasil perhitungan berat labur rata-rata masing-masing bahan
finishing seperti Wood Filler, Wood Stain, Nitrocellulose Sanding Sealer, Melamine Sanding Sealer, NC Meubel Lack dan Melamine Lack serta pengujian terhadap daya tahan lapisan cat, maka diperoleh hasil-hasil seperti disajikan pada
Lampiran 4-23. Sifat-sifat fisik dari bahan finishing yang diaplikasikan pada
penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.
Berat Labur Rata-rata Bahan Pengisi (Wood Filler)
Pada saat pemberian filler, jenis kelapa hibrida lebih banyak menyerap
khususnya bagian pangkal dibandingkan bagian tengah dengan berat labur 0.05
g/cm2 dan 0.003g/cm2. Namun pengisian lebih sempurna dan merata pada bagian pangkal banyak fiber bundle yang terkupas karena sifat anatomi kayu kelapa hibrida.
Untuk kayu kelapa hibrida proses pengampelasannya cukup mudah. Berat
labur jenis kayu lainnya tidak menunjukan suatu perbedaan yang mencolok, akan
tetapi ada sedikit perbedaan pada masing-masing bidang perforasi hal tersebut
dapat dijelaskan pada Tabel 5.
Tabel 5. Berat labur rata-rata Wood Filler pada setiap jenis kayu (g/cm2)
No Bagian Kayu Jenis Kayu
Akasia Afrika Sengon Hibrida 1 Papan Radial 0.003 0.002 0.005
2 Papan Tangensial 0.003 0.002 0.004
3 Papan semi 0.002 0.002 0.004
4 Bagian Pangkal 0.005
5 Bagian Tengah 0.004
Berat Labur Pewarnaan Dasar (Wood Stain)
Jenis stain yang digunakan berupa pigmen stain produksi P.T. Inkote
Indonesia yang sifatnya tidak terlalu cerah dan tidak terlalu transparan dan tidak
27
3.8 kg/cm2 dengan 1 kali spray. Diperkirakan wood stain ini dapat menutupi permukaan sekitar 14.4 m2/liter dengan pemakaian thinner 1:2.
Berat labur stain pada jenis kelapa hibrida sangat sedikit penggunaanya
yaitu sekitar 0.0069 g/cm2 pada bagian tengah dan 0.0094 g/cm2 pada bagian pangkal. Berat labur yang sedikit disebabkan permukaan kelapa hibrida mudah
untuk dihaluskan, sehingga substrat kelapa hibrida termasuk kedalam klasifikasi
layak finishing. Pada jenis kayu lainnya tidak banyak perbedaan yang mencolok dengan rata-rata berat labur 0.001 g/cm2 seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Berat labur rata-rata Wood Stain pada setiap jenis kayu (g/cm2)
No Bagian Kayu Jenis Kayu
Akasia Afrika Sengon Hibrida 1 Papan Radial 0.001 0.001 0.001
Pada tahapan ini dan tahapan selanjutnya akan dibedakan dalam cara
pengaplikasian bahan sistem nitrocellulose dan sistemmelamine. Bahan cat dasar atau bahan penyekat antara stain dan top coat yang digunakan berbeda yaitu sistem nitrocellulose menggunakan Inkote NC Sanding Sealer, sedangkan untuk sistem melamine menggunakan Inkote Melamine Sanding Sealer. Cara pengaplikasian sama halnya pada stain yaitu menggunakan spray gun pada suhu
pengeringan 280C. Berdasarkan perhitungan, 1 liter NC sanding sealer dapat menutupi permukaan sekitar 8.2 m2/L, sedangkan untuk ML sanding sealer sebanyak 8.5-9 m2/L. Sehingga pemakaian dengan menggunakan melamine lebih irit dibanding dengan nitrocellulose.
Kadar padatan pada melamine sanding sealer lebih besar (komponen A =
49-54 % dan komponen B = 27 %) dengan jumlah campuran thinner 6/16 bagian
dari campuran total. Sedangkan kadar padatan NC sanding sealer sekitar 29-32%
data yang diperoleh dapat disampaikan bahwa produk Inkote lebih lebih
mengutamakan besarnya pemakaian jumlah padatan yang lebih rendah dari kadar
padatan produk P.T. Propan (Amarullah, 2005).
Berat labur rata-rata kelapa hibrida untuk sistem nitrocellulose baik pada
bagian pangkal maupun pada bagian tengah besarnya sama yaitu sebesar 0.001
g/cm2, sedangkan untuk sistem melamine pada bagian pangkal sebesar 0.001 g/cm2 dan pada bagian tengah sebesar 0.002 g/cm2. Selanjutnya rata-rata berat labur jenis kayu lainnya yaitu sebesar 0.002 g/cm2 untuk sistem nitrocellulose dan 0.003 g/cm2 untuk sistem melamine, penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 7. Berat labur kelapa hibrida lebih sedikit sehingga pemakaian lebih irit dengan
kualitas finishing yang relatif sama, hal tersebut disebabkan karena permukaan kayu kelapa hibrida tidak mempunyai pori-pori kayu, sehingga penyerapan cat
dasar lebih sedikit dibandingkan dengan permukaan kayu akasia, afrika, sengon
yang mempunyai pori-pori kayu.
Tabel 7. Berat labur rata-rata Sealer pada setiap jenis kayu (g/cm2) No Jenis
Kayu
Sistem Jenis Papan
Papan Radial Papan
Tangensial
Papan semi
1 Akasia NC 0.001 0.003 0.002
ML 0.002 0.003 0.002
2 Afrika NC 0.002 0.002 0.004
ML 0.003 0.003 0.004
3 Sengon NC 0.003 0.002 0.004
ML 0.005 0.003 0.006
Bagian Pangkal Bagian Tengah
4 Hibrida NC 0.00098 0.00131
29
Berat Labur Cat Akhir ( Top Coat )
Sama halnya saat pemberian sealer, terdapat dua sistem pemberian cat
akhir yaitu untuk sistem nitrocellulose menggunakan Inkote NC Meubel Lack, sedangkan untuk sistem melamine menggunakan Inkote Melamine Lack. Pada tahapan akhir ini perlu diperhatikan mengenai pengaplikasian bahan, karena dapat
mempengaruhi nilai derajat kilap. Banyaknya kadar padatan mempunyai
perbandingan yang sama dengan pencampuran sealer yaitu 6/16 untuk
pencampuran thinner dengan kadar padatan 48-56 % untuk komponen A dan 27
% untuk komponen B, sedangkan untuk sistem NC banyaknya kadar padatan
29-32 % dengan bahan pencampuran thinner 50 % dari campuran total.
Dari hasil perhitungan, kelapa hibrida mempunyai berat labur yang
terendah yaitu untuk sistem nitrocellulose sebesar 0.005 g/cm2 dan sistem melamine sebesar 0.006 g/cm2, sedangkan untuk jenis kayu lainnya memiliki berat labur sebesar 0.005 g/cm2 untuk sistem nitrocellulose, sedangkan untuk sistem melamine sebesar 0.007 g/cm2 data dari hasil perhitungan dijelaskan pada Tabel 8. Dari tahapan pelaburan filler sampai pemberian top coat, kelapa hibrida memiliki sifat finishing yang baik dilihat dari segi penggunaan bahan maupun kecocokan kayu dengan bahan finishing.
Tabel 8. Berat labur rata-rata Top Coat pada setiap jenis kayu (g/cm2) No Jenis
Kayu
Sistem Jenis Papan
Papan Radial Papan Tangensial Papan semi
1 Akasia NC 0.005 0.006 0.006
Bagian Pangkal Bagian Tengah
4 Hibrida NC 0.005 0.005
Bentuk Cacat Yang Terjadi Pada Lapisan Cat Sebelum Pengujian
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi selama proses finishing dilakukan, baik pada proses persiapan bahan baku maupun proses pengaplikasian
bahan finishing. Faktor-faktor tersebut menimbulkan cacat pada bahan baku yang digunakan. Bentuk cacat tersebut seperti Jamur Blue Stain Pada Kelapa hibrida, Cat Menggelembung (Blistering), Poor Adhesion, Pin Hole, Orange Peel dan Dust Inclutions. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai bentuk cacat selama proses finishing dapat dijelaskan sebagai berikut.
Jamur Blue Stain Pada Kelapa hibrida
Kehadiran jamur Blue Stain pada kelapa hibrida sangat mempengaruhi berjalannya proses persiapan bahan. Hal tersebut dikarenakan perlakuan
pengeringan alami yang lambat. Sementara kelembaban udara dan proses
penurunan kadar air dari rata-rata 34% ke 15% mempengaruhi timbulnya jamur.
Bila dilakukan pengeringan dalam oven akan menyebabkan serat kayu menjadi
melintir (Twisting) dan permukaan sukar untuk dilakukan pengampelasan.
Salah satu proses penanganan yang cepat yaitu dengan menyayat
permukaan hingga warna biru pada kayu tidak tampak (Gambar 3). Setelah
dilakukan perlakuan finishing, warna biru yang menempel pada substrat kayu menjadi tidak tampak, hal ini membuktikan bahwa perlakuan finishing menjadikan kualitas dan mutu kayu menjadi meningkat, serta memiliki nilai
dekoratif yang tinggi (Gambar 4).