• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai pada bulan Mei sampai Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kayu Solid, Laboratorium Pengerjaan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium PT. Propan Raya Jakarta, dan Depo Bangunan Serpong.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis kayu yang cepat tumbuh yang berasal dari kebun rakyat, yaitu kayu kelapa hibrida, kayu sengon, kayu akasia dan kayu afrika. Bahan-bahan finishing yang digunakan adalah Inkote Wood Filler, Inkote Wood Stain (Jatidan Cocoa Brown), Inkote NC Sanding Sealer, Inkote NC Meuble Lack, Inkote Melamine Sanding Sealer,dan Inkote Melamine Lack. Bahan yang digunakan sebagai pengencer yaitu Inkote Thinner NC dan Inkote Thinner Multiguna.

Pengujian sifat finishing kayu dilakukan dalam dua bagian yaitu contoh uji A dan contoh uji B. Contoh uji A dilakukan pengujian dengan menggunakan air destilata sebagai kontrol sedangkan contoh uji B dilakukan pengujian dengan menggunakan bahan seperti minyak sayur, kopi, kecap, cuka makan (25%) dan detergen sebagai bahan pereaksinya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pemotong kayu dengan ukuran yang telah disesuaikan yaitu circuar saw, bandsaw, mesin sander model 9094 untuk melakukan penghalusan kayu dan water wall machine untuk penghisap dust spray. Untuk pengaplikasian bahan finishing, alat yang digunakan adalah kape, kuas, kertas ampelas ukuran 80, 180, 240, 400, dan 1000, kain lap bersih, mesin kompresor dan spray gun. Selain peralatan utama, penelitian ini menggunakan alat bantu berupa alat tulis dan kalkulator, kamera digital, stopwatch, timbangan, kaliper, gelas ukur, water bath, sticker dan stirrer, pemanas air serta Mikrogloss 600 untuk menghitung derajat kilap.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 proses finishing yaitu proses finishing dengan menggunakan sistem melamine (bahan dasar melamine) dan sistem nitrocellulose (bahan dasar nitrocellulose). Proses pengaplikasian kedua sistem tersebut pada dasarnya sama yaitu pembuatan contoh uji, persiapan permukaan kayu, pengisian pori atau pendempulan dan pewarnaan, tetapi terdapat perbedaan pada tahap pemberian cat dasar (base coat) dan cat akhir (top coat).

Pembuatan Contoh Uji

Contoh uji dibuat dari jenis kayu kelapa hibrida yang diperoleh dari daerah Parung Kuda (Sukabumi), sedangkan kayu sengon, kayu akasia dan kayu afrika diperoleh dari Hutan Rakyat Cibatok, Kabupaten Bogor. Kayu sengon, kayu akasia dan kayu afrika dibuat contoh uji berukuran 2 cm x 5 cm x 15 cm yang dibagi dalam 3 bidang yaitu papan tangensial atau Flat sawn, papan radial atau quarter sawn dan papan semi atau bastard sawn sedangkan kayu kelapa hibrida dibuat dalam 2 bidang yaitu bagian pangkal dan bagian tengah. Dari masing-masing kayu tersebut diberi perlakuan finishing dan dilanjutkan dengan pengujian sifat-sifat finishingnya. Pengujian sifat-sifat finishing dilakukan dengan 4 kali pengulangan contoh uji sehingga diperoleh informasi data yang mewakili data keseluruhan, selain itu pengulangan contoh uji bertujuan untuk memperoleh kualitas finishing yang lebih baik dari ketiga bidang dibuat.

Persiapan Permukaan Kayu

Kayu yang telah dibuat menjadi contoh uji kemudian dihaluskan dengan mengampelas bagian permukaan kayu supaya menjadi lebih halus dan rata. Pengampelasan awal dilakukan dengan menggunakan ampelas nomor 180 atau tergantung kondisi permukaan kayu. Pengampelasan dilakukan searah dengan serat kayu dan dilakukan pada bagian kayu yang seratnya terkelupas dan terdapat debu yang menempel sehingga bagian permukaan kayu tersebut menjadi halus dan memudahkan proses pengerjaan kayu selanjutnya.

21

Pengisian Pori-pori atau Pendempulan

Setelah dilakukan pengampelasan dengan baik maka tahapan selanjutnya yaitu pengisian pori-pori atau pendempulan dengan menggunakan bahan dari Inkote Wood Filler yang dapat menampilkan serat kayu secara jelas. Pendempulan dilakukan dengan menggunakan kape yang dioleskan pada permukaan kayu searah dan berlawanan serat agar hasil yang diperoleh menjadi lebih merata. Setelah dilakukan pendempulan maka selanjutnya dilakukan pengampelasan dengan kertas ampelas yang lebih halus yaitu ampelas nomor 240.

Pewarnaan (Staining)

Proses pewarnaan dilakukan dengan menggunakan spray gun. Bahan yang digunakan yaitu Inkote Wood Stain candy yellow dan Inkote Wood Stain cocoa brown. Untuk mendapatkan warna seragam pada kayu yang mempunyai perbedaan warna mencolok pada gubal dan terasnya seperti kayu akasia, maka proses pewarnaan diaplikasikan dengan menggunakan kain bal sebelum lapisan cat pada pengaplikasian pertama dengan spray gun dipermukaan kayu menjadi kering sehingga distribusi warna menjadi rata.

Pemberian Cat Dasar (Base Coat)

Sistem nitrocellulose menggunakan Inkote Sanding Sealer sebagai cat dasar. Bahan pengencer yang digunakan yaitu Inkote Thinner Multiguna. Alat pengaplikasi yang digunakan yaitu spray gun dengan perbandingan campuran Inkote Sanding Sealer : Inkote Thinner Multiguna yaitu 1 : 1, sedangkan pada sistem melamine pengencer yang digunakan yaitu Inkote Thinner Melamine dengan perbandingan campuran Inkote Melamine Sanding Sealer : Hardener : Inkote thinner Melamine yaitu 9 : 1 : 6. Pada proses pemberian cat dasar dengan menggunakan sistem melamine digunakan hardener dan thinner. Hardener digunakan untuk mempercepat proses pengeringan sanding sealer, sedangkan thinner digunakan sebagai pelarut. Setelah cat dasar kering, dilakukan pengampelasan dengan kertas ampelas. Pengampelasan dilakukan searah dengan serat kayu, agar warna yang dihasilkan lebih merata dan terkesan licin serta halus.

Pengecatan Akhir (Top Coat)

Sistem nitrocellulose menggunakan bahan Inkote NC Meubel Lack untuk proses pengecatan akhir. Sistem nitrocellulose dilakukan dengan memberikan variasi penampilan akhir berupa clear gloss, clear dof dan semi gloss. Sistem ini mempunyai karakteristik yaitu fleksibel (tidak mudah retak). Bahan pengencer yang digunakan yaitu Inkote Thinner Multiguna dan alat pengaplikasian berupa spray gun dengan perbandingan campuran Inkote NC Meubel Lack : Inkote Thinner Multiguna yaitu 1 : 1.

Pada sistem melamine, bahan yang digunakan dalam pengecatan akhir adalah cat. Inkote Melamine Lack. Pengecatan akhir dilakukan dengan memberikan variasi penampilan akhir yaitu clear gloss. Bahan pengencer yang digunakan pada pengecatan akhir adalah Inkote Thinner Melamine, sedangkan alat pengaplikasi menggunakan spray gun. Perbandingan campuran Inkote Melamine Meubel Lak : Hardener : Inkote Thinner Melamine yaitu 9 : 1 : 6.

Pengujian Daya Tahan Lapisan Cat

Pengujian daya tahan lapisan cat dilakukan dengan menggunakan 2 metode pengujian, yaitu uji perendaman dalam air dan uji ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga. Pada kedua metode pengujian tersebut dilakukan uji retak permukaan dan uji pecah permukaan tetapi terdapat sedikit perbedaan yaitu pada metode uji ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga dilakukan pula uji kilap (gloss).

Pengujian retak permukaan dilakukan secara visual yang mengacu pada ASTM D 660-93, sedangkan pengujian pecah permukaan dilakukan dengan mengacu pada ASTM D 661-93. Alat yang diperlukan untuk melakukan kedua pengujian tersebut (uji retak permukaan dan uji pecah permukaan) adalah lup.

Uji Perendaman Dalam Air

Pengujian perendaman terhadap air mengacu pada ASTM D 870-02. Untuk menghindari adanya kegagalan, dalam pengujian dilakukan pengambilan 2 contoh uji dari masing-masing jenis kayu. Tahapan pengujian yang dilakukan yaitu:

23

a. Pengukuran berat (g) contoh uji yang telah dilakukan proses finishing (pada saat proses finishing setiap perlakuan ditimbang berat sampelnya).

b. Penyusunan contoh uji ke dalam waterbath menggunakan striker dan diberi pemberat.

c. Penambahan air destilata kedalam waterbath hingga merendam keseluruh bagian dari contoh uji.

d. Pemanasan waterbath hingga air mencapai suhu 38 ± 2˚C (100 ± 4˚F).

e. Perendaman contoh uji dalam waterbath dilakukan selama kurang lebih 1 jam. f. Pengambilan dan pembersihan Contoh uji hingga kering dengan menggunakan kain lap bersih, kemudian diamati perubahan yang terjadi pada contoh uji selama 5-10 menit.

g. Penimbangan contoh uji dan perhitungan persen penambahan berat (pengujian harus dilakukan secara cepat untuk menghindari kegagalan dalam pengukuran). Perhitung persen penambahan berat dengan menggunakan rumus :

X % = B – A x 100 % A

Keterangan :

X = Persentase penambahan berat (%) A = Berat sebelum perendaman (g) B = Berat setelah perendaman (g)

h. Contoh uji ditiriskan selama 12-24 jam kemudian diamati perubahan fisik cat yang terjadi baik yang permanen maupun sementara, lalu dilakukan penimbangan berat.

i. Perhitung persen pengurangan berat dengan menggunakan rumus:

X % = A – B x 100 % A

Keterangan :

X = Persentase pengurangan berat (%) A = Berat sebelum pengeringan (g) B = Berat setelah pengeringan (g)

j. Mengamati cacat dan mencatat perubahan yang terjadi selama perlakuan pengujian. Kondisi permukaan diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas dan peringkat finishing, seperti yang tersaji pada Tabel 4. Bentuk-bentuk perubahan yang diamati akibat perlakuan pengujian yaitu perubahan warna, blister, cat mengelupas, cacat retak, pemucatan dan persentase permukaan bercat.

Tabel 4. Klasifikasi kondisi cacat permukaan berdasarkan ASTM D 1654-92 (2000)

Persentase Permukaan Bercacat (%) Kelas Tidak bercacat 10 0-1 9 2-3 8 4-7 7 7-10 6 11-20 5 21-30 4 31-40 3 41-55 2 56-75 1 > 75 0

Uji Ketahanan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Pengujian ini mengacu pada ASTM D 1308-02. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bahan kimia rumah tangga seperti kecap, minyak sayur, kopi, cuka makan 25 %, dan deterjen. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mendapatkan hasil yang optimal dari perhitungan alat microgloss 600. Waktu pengeringan yang cukup lama bertujuan untuk menghindari terjadinya penguapan dari bahan cat yang memungkinkan kecerahan dan kekerasan menjadi berubah. Tahapan pengujian yang dilakukan yaitu:

a. Pembagian contoh uji menjadi 6 bagian, lalu diukur derajat kilapnya (%) dengan menggunakan alat Microgloss 600. Pengukuran derajat kilap kayu

25

setelah difinishing maupun setelah perlakuan pengujian dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran kilap Microgloss/reflektometer pada sudut 600. Contoh uji yang akan diukur derajat kilapnya harus benar-benar dalam keadaan kering. Nilai derajat kilap (dalam satuan %) dapat dibaca langsung pada alat. Cara penggunaan alat Microgloss dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengukuran derajat kilap dengan menggunakan Microgloss 600 b. Setiap bagian dilebur dengan bahan kimia rumah tangga dengan

menggunakan pipet sebanyak 2 tetes, lalu didiamkan selama 5-10 menit. c. Contoh uji dibersihkan dengan menggunakan kain lap yang bersih, kemudian

diamati perubahan fisik cat dan persen kilap yang terjadi dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam.

Berdasarkan hasil perhitungan berat labur rata-rata masing-masing bahan finishing seperti Wood Filler, Wood Stain, Nitrocellulose Sanding Sealer, Melamine Sanding Sealer, NC Meubel Lack dan Melamine Lack serta pengujian terhadap daya tahan lapisan cat, maka diperoleh hasil-hasil seperti disajikan pada Lampiran 4-23. Sifat-sifat fisik dari bahan finishing yang diaplikasikan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.

Berat Labur Rata-rata Bahan Pengisi (Wood Filler)

Pada saat pemberian filler, jenis kelapa hibrida lebih banyak menyerap khususnya bagian pangkal dibandingkan bagian tengah dengan berat labur 0.05 g/cm2 dan 0.003g/cm2. Namun pengisian lebih sempurna dan merata pada bagian pangkal banyak fiber bundle yang terkupas karena sifat anatomi kayu kelapa hibrida.

Untuk kayu kelapa hibrida proses pengampelasannya cukup mudah. Berat labur jenis kayu lainnya tidak menunjukan suatu perbedaan yang mencolok, akan tetapi ada sedikit perbedaan pada masing-masing bidang perforasi hal tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5. Berat labur rata-rata Wood Filler pada setiap jenis kayu (g/cm2)

No Bagian Kayu Jenis Kayu

Akasia Afrika Sengon Hibrida 1 Papan Radial 0.003 0.002 0.005

2 Papan Tangensial 0.003 0.002 0.004 3 Papan semi 0.002 0.002 0.004

4 Bagian Pangkal 0.005

5 Bagian Tengah 0.004

Berat Labur Pewarnaan Dasar (Wood Stain)

Jenis stain yang digunakan berupa pigmen stain produksi P.T. Inkote Indonesia yang sifatnya tidak terlalu cerah dan tidak terlalu transparan dan tidak menyebabkan bulu kayu naik (Grain Raising) akibat dari base solvent yang cepat mengering. Pengaplikasian bahan dengan menggunakan spray gun pada tekanan

27

3.8 kg/cm2 dengan 1 kali spray. Diperkirakan wood stain ini dapat menutupi permukaan sekitar 14.4 m2/liter dengan pemakaian thinner 1:2.

Berat labur stain pada jenis kelapa hibrida sangat sedikit penggunaanya yaitu sekitar 0.0069 g/cm2 pada bagian tengah dan 0.0094 g/cm2 pada bagian pangkal. Berat labur yang sedikit disebabkan permukaan kelapa hibrida mudah untuk dihaluskan, sehingga substrat kelapa hibrida termasuk kedalam klasifikasi layak finishing. Pada jenis kayu lainnya tidak banyak perbedaan yang mencolok dengan rata-rata berat labur 0.001 g/cm2 seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Berat labur rata-rata Wood Stain pada setiap jenis kayu (g/cm2)

No Bagian Kayu Jenis Kayu

Akasia Afrika Sengon Hibrida 1 Papan Radial 0.001 0.001 0.001

2 Papan Tangensial 0.001 0.002 0.002 3 Papan semi 0.001 0.002 0.002

4 Bagian Pangkal 0.001

5 Bagian Tengah 0.001

Berat Labur Cat Dasar (Base Coat)

Pada tahapan ini dan tahapan selanjutnya akan dibedakan dalam cara pengaplikasian bahan sistem nitrocellulose dan sistemmelamine. Bahan cat dasar atau bahan penyekat antara stain dan top coat yang digunakan berbeda yaitu sistem nitrocellulose menggunakan Inkote NC Sanding Sealer, sedangkan untuk sistem melamine menggunakan Inkote Melamine Sanding Sealer. Cara pengaplikasian sama halnya pada stain yaitu menggunakan spray gun pada suhu pengeringan 280C. Berdasarkan perhitungan, 1 liter NC sanding sealer dapat menutupi permukaan sekitar 8.2 m2/L, sedangkan untuk ML sanding sealer sebanyak 8.5-9 m2/L. Sehingga pemakaian dengan menggunakan melamine lebih irit dibanding dengan nitrocellulose.

Kadar padatan pada melamine sanding sealer lebih besar (komponen A = 49-54 % dan komponen B = 27 %) dengan jumlah campuran thinner 6/16 bagian dari campuran total. Sedangkan kadar padatan NC sanding sealer sekitar 29-32% dengan jumlah campuran thinner sebesar 50% dari campuran total. Berdasarkan

data yang diperoleh dapat disampaikan bahwa produk Inkote lebih lebih mengutamakan besarnya pemakaian jumlah padatan yang lebih rendah dari kadar padatan produk P.T. Propan (Amarullah, 2005).

Berat labur rata-rata kelapa hibrida untuk sistem nitrocellulose baik pada bagian pangkal maupun pada bagian tengah besarnya sama yaitu sebesar 0.001 g/cm2, sedangkan untuk sistem melamine pada bagian pangkal sebesar 0.001 g/cm2 dan pada bagian tengah sebesar 0.002 g/cm2. Selanjutnya rata-rata berat labur jenis kayu lainnya yaitu sebesar 0.002 g/cm2 untuk sistem nitrocellulose dan 0.003 g/cm2 untuk sistem melamine, penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 7. Berat labur kelapa hibrida lebih sedikit sehingga pemakaian lebih irit dengan kualitas finishing yang relatif sama, hal tersebut disebabkan karena permukaan kayu kelapa hibrida tidak mempunyai pori-pori kayu, sehingga penyerapan cat dasar lebih sedikit dibandingkan dengan permukaan kayu akasia, afrika, sengon yang mempunyai pori-pori kayu.

Tabel 7. Berat labur rata-rata Sealer pada setiap jenis kayu (g/cm2) No Jenis

Kayu

Sistem Jenis Papan

Papan Radial Papan Tangensial Papan semi 1 Akasia NC 0.001 0.003 0.002 ML 0.002 0.003 0.002 2 Afrika NC 0.002 0.002 0.004 ML 0.003 0.003 0.004 3 Sengon NC 0.003 0.002 0.004 ML 0.005 0.003 0.006

Bagian Pangkal Bagian Tengah 4 Hibrida NC 0.00098 0.00131

29

Berat Labur Cat Akhir ( Top Coat )

Sama halnya saat pemberian sealer, terdapat dua sistem pemberian cat akhir yaitu untuk sistem nitrocellulose menggunakan Inkote NC Meubel Lack, sedangkan untuk sistem melamine menggunakan Inkote Melamine Lack. Pada tahapan akhir ini perlu diperhatikan mengenai pengaplikasian bahan, karena dapat mempengaruhi nilai derajat kilap. Banyaknya kadar padatan mempunyai perbandingan yang sama dengan pencampuran sealer yaitu 6/16 untuk pencampuran thinner dengan kadar padatan 48-56 % untuk komponen A dan 27 % untuk komponen B, sedangkan untuk sistem NC banyaknya kadar padatan 29-32 % dengan bahan pencampuran thinner 50 % dari campuran total.

Dari hasil perhitungan, kelapa hibrida mempunyai berat labur yang terendah yaitu untuk sistem nitrocellulose sebesar 0.005 g/cm2 dan sistem melamine sebesar 0.006 g/cm2, sedangkan untuk jenis kayu lainnya memiliki berat labur sebesar 0.005 g/cm2 untuk sistem nitrocellulose, sedangkan untuk sistem melamine sebesar 0.007 g/cm2 data dari hasil perhitungan dijelaskan pada Tabel 8. Dari tahapan pelaburan filler sampai pemberian top coat, kelapa hibrida memiliki sifat finishing yang baik dilihat dari segi penggunaan bahan maupun kecocokan kayu dengan bahan finishing.

Tabel 8. Berat labur rata-rata Top Coat pada setiap jenis kayu (g/cm2) No Jenis

Kayu

Sistem Jenis Papan

Papan Radial Papan Tangensial Papan semi 1 Akasia NC 0.005 0.006 0.006 ML 0.007 0.006 0.006 2 Afrika NC 0.005 0.006 0.006 ML 0.008 0.008 0.008 3 Sengon NC 0.006 0.005 0.006 ML 0.008 0.007 0.008

Bagian Pangkal Bagian Tengah 4 Hibrida NC 0.005 0.005

Bentuk Cacat Yang Terjadi Pada Lapisan Cat Sebelum Pengujian Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi selama proses finishing dilakukan, baik pada proses persiapan bahan baku maupun proses pengaplikasian bahan finishing. Faktor-faktor tersebut menimbulkan cacat pada bahan baku yang digunakan. Bentuk cacat tersebut seperti Jamur Blue Stain Pada Kelapa hibrida, Cat Menggelembung (Blistering), Poor Adhesion, Pin Hole, Orange Peel dan Dust Inclutions. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai bentuk cacat selama proses finishing dapat dijelaskan sebagai berikut.

Jamur Blue Stain Pada Kelapa hibrida

Kehadiran jamur Blue Stain pada kelapa hibrida sangat mempengaruhi berjalannya proses persiapan bahan. Hal tersebut dikarenakan perlakuan pengeringan alami yang lambat. Sementara kelembaban udara dan proses penurunan kadar air dari rata-rata 34% ke 15% mempengaruhi timbulnya jamur. Bila dilakukan pengeringan dalam oven akan menyebabkan serat kayu menjadi melintir (Twisting) dan permukaan sukar untuk dilakukan pengampelasan.

Salah satu proses penanganan yang cepat yaitu dengan menyayat permukaan hingga warna biru pada kayu tidak tampak (Gambar 3). Setelah dilakukan perlakuan finishing, warna biru yang menempel pada substrat kayu menjadi tidak tampak, hal ini membuktikan bahwa perlakuan finishing menjadikan kualitas dan mutu kayu menjadi meningkat, serta memiliki nilai dekoratif yang tinggi (Gambar 4).

31

Gambar 3. Penyayatan permukaan pada kayu akibat jamur. .

Gambar 4. Permukaan kayu setelah dilakukan proses finishing

Cat Menggelembung (Blistering)

Peristiwa Blistering ini sering terjadi dalam proses pengaplikasian bahan khususnya pada saat pengaplikasian cat akhir (Top Coat). Hal tersebut dikarenakan pada saat cat disemprotkan pada kayu, maka terjadi suatu proses film building. Cat yang disemprotkan terperangkap oleh uap air antara cat dasar (sanding sealer) dan cat akhir. Dalam proses pengeringan terbentuk film dengan perubahan panjang molekul (no crosslinking) dan film yang terbentuk tidak tahan terhadap kondensasi air pada saat penguapan perarut (solvent evaporation). Peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh kadar uap air dalam kompresor tinggi (akibat dari kondensasi air dari efek pendingin pada saat penyemprotan). Untuk

mengatasinya, maka uap air harus dibuang pada tabung kompresor dan lakukan pengecekan tekanan udara pada tabung kompresor sekitar 3.8 kg/cm2. Tekanan udara yang terlalu besar mengakibatkan penguapan solvent terlalu besar. Selain itu dalam melakukan pengeringan harus menghindari panas matahari secara langsung dan sebaiknya dilakukan diruangan tertutup dengan suhu ruangan udara sekitar 28-30oC. Jika dikeringkan pada suhu yang tinggi peristiwa pengeringan kayu akan berlanjut dan menyebakan kadar air kayu menjadi menguap. Cat yang mengalami blistering ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Cacat Blistering pada lapisan permukaan cat.

Poor Adhesion

Penyebab terjadiya poor adhesion (menempelnya suatu benda asing seperti debu, kotoran, lemak, dust spray, silicon, oli, pada suatu permukaan substrat kayu) yaitu kondisi ruangan. Permukaan film menjadi kasar yang menyebabkan daya rekat antara cat dan substrat kayu berkurang. Untuk itu dianjurkan kondisi ruang pengeringan hasil aplikasi harus bersih dari debu dan memiliki sirkulasi udara yang baik, serta permukaan substrat harus dibersihkan dari kotoran dan lemak, hilangkan lapisan cat yang jelek. Pelarut yang jenuh diruang pengeringan akan mempengaruhi kecepatan keringnya permukaan film atau cat. Selain kondisi ruangan, tekanan kompresor yang tinggi dan pengaturan spray gun dapat menyebabkan cat menjadi cepat mengering diudara serta pada saat menempel disubstrat telah kering, sehingga menyebabkan daya rekat dan leveling yang rendah. Oleh karena itu lakukan penyemprotan pada suhu ruangan (28-30 oC).

33

Pin Hole

Bentuk cacat pin hole merupakan fenomena yang terjadi setelah cacat blistering, yaitu ditandai dengan terbentuknya lingkaran pada permukaan film (surface coating) akibat blistering yang pecah (Gambar 6). Fenomena ini cukup sulit untuk ditangani karena, akan berakibat pada penampilan film walaupun sudah dilakukan pengampelasan dan penyemprotan ulang top coat.

Gambar 6. Cacat Pin hole pada lapisan permukaan cat.

Orange Peel

Bentuk cacat ini cukup mudah untuk ditangani yaitu dengan pengampelasan lapisan cat dengan paint remover dan penyemprotan ulang. Namun hal ini sangat sering terjadi dalam proses pengaplikasian. Banyak sekali faktor yang mempengaruhinya diantaranya tekanan kompresor yang terlalu tinggi, lubang semburan cat pada spray gun (nozzle spray gun) terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan banyaknya bahan cat yang dikeluarkan, jarak pengaplikasian yang tidak sesuai dengan tekanan udara spray gun, juga pemakaian thinner yang tidak sesuai. Fenomena ini ditandai dengan penampilan permukaan film yang tidak merata seperti kulit jeruk.

Dust Inclutions

Peristiwa ini terkadang sering terjadi tanpa disengaja. Adanya partikel debu atau kotoran yang tenggelam dalam film cat basah yang berasal dari lingkungan

finishing (operator waktu Spray). Kegagalan menghilangkan debu sebelum spray, kontaminasi cat, salah menyaring cat, dan daya elektrostatik. Hal tersebut dapat ditanggulangi dengan cara mengganti filter spray secara periodik dan menghindari penggunaan kain yang lama dan penyaringan cat sebelum dimasukan ke dalam tabung spray gun, Untuk memperbaiki permukaan dust inclution kotoran yang banyak harus diampelas dan di refinishing, jika kotorannya sedikit dapat diatasi dengan dicompound dan polishing.

Daya Tahan Lapisan Cat Terhadap Perendaman Air

Dalam melakukan pengujian daya tahan terhadap perendaman air (Water Resistant), banyak hal yang perlu diperhatikan diantarnya contoh contoh uji harus benar-benar dalam keadaan kering ampelas (siap uji). Air yang digunakan adalah air destilata, hal tersebut dikarenakan untuk menghindari adanya unsur atau senyawa yang terdapat dalam air yang mempengaruhi proses pengujian. Pengunaan waterbath harus terbuat dari porselin atau plastik, jangan yang terbuat dari bahan yang berkarat sebab dapat mempengaruhi dalam melakukan pengujian. Dalam proses pengujian dihitung jumlah persentase penambahan berat dan pengurangan berat kayu, sehingga dapat diketahui banyak keluar masuknya air (daya adsorbsi) terhadap bahan finishing.

Persentase Penambahan Berat Kayu

Dokumen terkait