• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Sel Epithelial Terhadap Efek Relaksasi Oleh Ekstrak Aegle marmelos Correa. Pada Otot Polos Trakhea Marmut Terisolasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Sel Epithelial Terhadap Efek Relaksasi Oleh Ekstrak Aegle marmelos Correa. Pada Otot Polos Trakhea Marmut Terisolasi."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Nama Rumpun Ilmu: Kesehatan (Farmakologi)

LAPORAN

PENELITIAN KEMITRAAN

Judul:

Peranan Sel Epithelial Terhadap Efek Relaksasi Oleh Ekstrak Aegle marmelos Correa. Pada Otot Polos Trakhea Marmut Terisolasi.

oleh :

Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt. (173 224) Arko Jatmiko W, M.Sc.,Apt. (201 248)

Ratih Dwi Amaliah (20120350023) Aditya Rizqi Abdi Setyo (20120350051)

PROGRAM STUDI ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN KEMITRAAN

Judul Penelitian : Uji Aktivitas Antagonisme Piperin pada Reseptor beta Adrenergik dan Muskarinik: Studi in vitro dan in silico

Nama Rumpun Ilmu : Farmakologi Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Puguh Novi Arsito,M.Sc.,Apt b. NIDN/NIK : 0507118601/173224

c. Jabatan Fungsional :

-d. Program studi : Ilmu Farmasi e. Nomor Hp : +65701384948

f. Alamat e-mail : puguh.arsito@gmail.com Anggota Peneliti (1)

a. Nama Lengkap : Rima Erviana, M.Sc.,Apt b. NIDN/NIK : 0506067803/173240 c. Jabatan Fungsional :

-d. Program studi : Ilmu Farmasi Anggota Peneliti Mahasiswa (Mitra. 1)

a. Nama Lengkap : Ilham Perdana b. NIM : 20130350037 c. Program studi : Ilmu farmasi Anggota Peneliti Mahasiswa (Mitra. 2)

a. Nama Lengkap : julio candra wijaya b. NIM : 20130350007 c. Program studi : Ilmu Farmasi

(3)
(4)

4

RINGKASAN

Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang berlebihan terhadap zat – zat yang sebenarnya tidak berbahaya atau yang dikenal sebagai alergen. Manifestasi klinis umum dari alergi adalah asma. Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai sel inflamasi yang salah satunya adalah eosinofil. Eosinofil akan teraktivasi oleh mediator kimia yang dihasilkan oleh degranulasi sel mast. Kortek Maja (Aegle marmelos Correa.) memiliki beberapa kandungan kimia yang berpotensi sebagai antialergi yaitu diantaranya marmin, aegelin, lupen-ol dan lupen-on. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi golongan senyawa ekstrak, mempelajari aspek mekanisme farmakologi dan dosis optimal ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. sebagai antialergi pada tikus terinduksi ovalbumin melalui penghambatan migrasi eosinofil trakea secara in vivo.

Sebanyak 1250 gram serbuk kortek Aegle marmelos diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% (1:4), kemudian diidentifikasi menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan densitometri. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control group design menggunakan 25 ekor tikus wistar jantan, dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok K0: tanpa perlakuan. Kelompok K(-): sensitisasi OVA aerosol. Kelompok P1, P2, P3: sensitisasi OVA aerosol dengan variasi dosis ekstrak. Hari ke-14 dilakukan pengambilan jaringan trakea untuk pemeriksaan hispatologi. Analisis data menggunakan uji One-Way ANOVA dan Post Hoc Test.

Rata – rata hitung eosinofil trakea tertinggi terdapat pada kelompok K(-) (10.6 ± 2.19), diikuti oleh P1, P2, P3 dan K0. Uji One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara K(-) dengan K0, K(-) dengan P2 dan K(-) dengan P3, sedangkan antara P2 dan P3 tidak ada perbedaan bermakna (p>0.05).

(5)

disimpulkan bahwa ekstrak kortek Aegle marmelos dosis 250 mg/tikus adalah dosis optimal.

Kata kunci : Aegle marmelos Correa., asma alergi, eosinofil

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya (Candra et al., 2011). Clemens vons Pirquet pada tahun 1906 menggunakan istilah alergi untuk pertama kali sebagai perubahan kemampuan tubuh dalam merespon substansi asing bila terpajan dengan bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. Reaksi alergi dapat mempengaruhi hampir semua jaringan atau organ dalam tubuh, dengan manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari alergi termasuk asma, dermatitis atopik, rhinitis alergi, dan urtikaria/angioedema (Paramita, 2011). Meningkatnya angka kejadian alergi selama 20 tahun terakhir dapat menimbulkan masalah bagi dunia kesehatan. Alergi ditimbulkan karena perubahan reaksi tubuh (menjadi rentan) terhadap suatu bahan yang ada dalam lingkungan hidup kita sehari-hari.

(6)

reaction. Sel Th2 merupakan bagian dari sel limfosit T helper (CD4) yang dibedakan menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1 mensekresi interferon y (IFN-y), tumor necrosis factor-a (TNF-a), granulocytet monocyte colony stimulating factor atau GMCSF, interleukin-2 (IL-2) dan IL-3. Sedangkan Th2 mensekresi IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GMCSF. Masuknya alergen akan ditangkap oleh sel pengenal antigen (Antigen Persenting Cell/APC). Antigen akan diproses di dalam APC dan dengan bantuan Mayor histocompatibility (MHC) kelas II antigen diperkenalkan kepada sel limfosit T. Ciri antigen spesifik akan dibawa oleh limfosit T, teraktivasi dan berdiferensiasi ke profil Th2. Th2 akan merangsang IL-4 dan IL-13, sehingga memacu sel limfosit B untuk mensintesa IgE. (Ardinata, 2008).

IgE diproduksi oleh sel plasma yang terletak pada lymph node dan daerah yang mengalami reaksi alergi. IgE berbeda dengan antibodi yang lain dalam hal lokasinya. IgE sebagian besar menempati jaringan dan berikatan dengan permukaan sel mast dengan reseptornya yang disebut high affiniting IgE receptors (FcεRI). Ikatan antigen dengan IgE menyebabkan terjadinya penggabungan silang antar reseptor yang akan mengaktifkan sel mast yang menyebabkan degranulasi sel mast dan tersekresinya mediator kimia dari sel mast (Rifa’I, 2011), seperti histamin, protease, heparin sulfat, prostaglandin, sistenil leukotrin, chemokine dan sitokin (Holgates, 2000).

(7)

Indonesia sebagai penghasil tumbuhan obat mempunyai sekitar 30.000 jenis flora dihutan tropika Indonesia, sekitar 9.600 spesies merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Kusuma dan Zaky, 2005). Dari 30.000 jenis tanaman herbal itu baru sedikit yang termanfaatkan. Padahal permintaan atas obat-obatan herbal kian meningkat dari tahun ke tahun (Marimbo, 2007). Pemanfaatannya sangat beragam meliputi pemanfaatan sebagai aditif makanan, pengobatan, bahan bangunan, ritual keagamaan dan sebagainya.

Saat ini, penelusuran senyawa obat dari berbagai tanaman terus dilakukan, salah satunya adalah kandungan senyawa aktif yang berasal dari Aegle marmelos Correa (Rutaceae). Maja (Aegle marmelos Correa), suku jeruk-jerukan atau Rutaceae) adalah tumbuhan berbentuk pohon yang tahan lingkungan keras tetapi mudah luruh daunnya dan berasal dari daerah Asia tropika dan subtropika. Tanaman ini biasanya dibudidayakan di pekarangan tanpa perawatan dan dipanen buahnya. Berbagai hasil penelitian mengenai senyawa aktif pada tumbuhan ini telah dilaporkan, diantaranya senyawa tanin, skimianin, minyak esensial (sebagian besar kariofilena, sineol, sitral, sitronelal, D-limonena, dan eugenol), sterol triterpenoid termasuk lupeol, β-dan γ-sitosterol, α- β-dan β- amirin, flavonoid (sebagian besar rutin) β-dan kumarin termasuk aegelin, marmesin, umbelliferon, dan golongan steroid (Saleh, 2009). Kulit batang dan kortek akar tumbuhan Aegle marmelos mengandung turunan kumarin dan berdasarkan data difraksi sinar-X senyawa tersebut adalah marmin [7-(6’,7’-dihidroksigeranil-oksi) kumarin] (Gupta et al., 2006). Senyawa aktif lain yang ditemukan dari kulit batang dan kortek akar tanaman ini diantaranya aegelin, lupen-ol, lupen-on, epoksiaurapten, triterpen hopana dan aurapten (Riyanto, 2003)

(8)

dalam Aegle marmelos Correa sebagai anti inflamasi diduga berhubungan dengan interaksi senyawa tersebut dengan enzim siklooksigenase (COX) yang berperan dalam membentuk asam arakidonat menjadi prostaglandin (Nugroho et al., 2013). Prostaglandin merupakan mediator inflamasi yang menyebabkan timbulnya rasa perih, panas maupun edema (pembengkakan), yang nantinya mengakibatkan terjadinya perekrutan mediator inflamasi lain atau migrasi eosinofil pada tempat peradangan. Bila mediator inflamasi terbentuk berlebihan, maka timbullah reaksi hipersensitivitas dan alergi (Tjay dan Rahardja, 2002). Penelitian ini mencoba untuk menelusuri lebih lanjut tentang aktivitas golongan senyawa pada Aegle marmelos sebagai antialergi. Selain itu, penelitian ini juga mencoba untuk menentukan pendekatan terapi yang didasarkan pada peranan sel mast dalam menstimulasi proses pembentukan dan perekrutan eosinofil.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. dapat menghambat migrasi eosinofil trakea secara in vivo ?

2. Berapakah dosis optimal ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. yang dapat digunakan untuk penghambatan migrasi eosinofil trakea secara in vivo ?

3. Apakah golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kortek Aegle marmelos yang diduga berpotensi sebagai antialergi dengan melalui analisis kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri ?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa ekstrak, mempelajari aspek mekanisme farmakologi dan dosis optimal ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. sebagai antialergi pada tikus terinduksi ovalbumin melalui penghambatan migrasi eosinofil trakea secara in vivo. D. Luaran Penelitian

(9)

E. Keaslian penelitian

Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang aktivitas antialergi golongan senyawa yang berasal dari Aegle marmelos melalui inhibisi migrasi eosinofil trakea. Beberapa penelitian lain yang terkait dengan judul penelitian ini adalah hubungan pemberian ekstrak patikan kebo (Euphorbia hirta L.) dengan variabel ekstrak patikan kebo dan sel mast (Hermawan, 2009). Penelitian lainnya yaitu interaksi antara senyawa aktif dari Aegle marmelos Correa. sebagai agen anti inflamasi dengan reseptor COX-1 dan COX-2 (Nugroho et al., 2013) dan efek pemaparan Ovalbumin aerosol terhadap Eosinofilia Bronkus pada mencit Balb/C (Diding, 2007), serta hubungan pemberian ekstrak patikan kebo terhadap hitung Eosinofil darah tepi (Prihandhi, 2010).

(10)

A. Kerangka konsep

Bila suatu protein asing (antigen) berulang kali masuk ke dalam tubuh seorang yang berbakat hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi dari tipe IgE. IgE atau disebut juga regain, akan terikat pada membran sel mast tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen (alergen) yang sama rumus bangunnya memasuki tubuh lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. Akibatnya membran sel mast akan pecah (degranulasi sel mast).

Hasilnya adalah suatu reaksi alergi karena sejumlah zat perantara (mediator) dilepaskan, yakni histamin, serotonin, bradikinin dan asam arachidonat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat itu akan menarik makrofag dan eosinofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu. Mediator tersebut secara langsung atau melalui saraf otonom menimbulkan bermacam-macam penyakit seperti asma, rhinitis alergi dan eksim. Gejala seperti bronkokontriksi, vasodilatasi dan pembengkakan jaringan akan timbul sebagai reaksi terhadap masuknya antigen (Tjay dan Rahardja, 2002).

(11)

Lupen-ol dan lupen-on yang merupakan turunan senyawa steroid ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen antialergi karena kemampuannya dalam menghambat pelepasan mediator dari kultur sel mast. Pelepasan enzim β-heksosaminidase dari kultur sel RBL-2H3 yang diinduksi secara immunologis dengan antigen DNP24-BSA sebesar 35,69% dan 39,19%, dengan nilai IC50 sebesar 59,40 µM (lupenol) dan 72,51 µM (lupenon) mampu dihambat kedua senyawa ini dengan konsentrasi 100 µM (Nugroho, et al., 2010).

Melalui mekanisme aksi efek penghambatan degranulasi sel mast melalui kultur sel RBL-2H3 diduga berpengaruh pada terhambatnya migrasi sel-sel inflamasi, seperti eosinofil. Adanya mekanisme antialergi yang prospektif ini sangat memungkinkan untuk mengembangkan Aegle marmelos pada uji in vivo.

B. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas, dibuat suatu hipotesis, yaitu ekstrak kortek dari Aegle marmelos Correa. memiliki kandungan senyawa seperti kumarin, alkaloid dan steroid, yang dengan dosis optimalnya memiliki aktivitas sebagai antialergi dengan melalui aksi menghambat migrasi eosinofil trakea secara in vivo.

BAB III

Metodologi Penelitian

A. Rancangan Penelitian

(12)

B. Populasi dan Sampel

Subjek penelitian ini berupa 25 ekor tikus wistar jantan dengan berat badan ± 150 gram, dan berumur 10 minggu. Dalam penelitian ini subjek dibagi menjadi 5 kelompok. Pengambilan sampel dilakukan secara incidental sampling. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer, yaitu :

(k-1) (n-1) ≥ 15 Keterangan :

k : jumlah kelompok

n : jumlah sampel dalam tiap kelompok (Purawisastra, 2001)

Dalam penelitian ini subjek dibagi menjadi 5 kelompok, sehingga berdasarkan rumus Federer didapatkan jumlah subjek masing-masing kelompok sebagai berikut:

(k-1) (n-1) ≥ 15 (5-1) (n-1) ≥ 15 4 (n-1) ≥ 15 (n-1) ≥ 15/4 n ≥ 4,75  n ≥ 5

Dalam penelitian ini tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. C. Waktu & Tempat

1. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi UGM 2. Laboratorium Fitomedisin Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UMY D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Dosis ekstrak Aegle marmelos yang diberikan 2. Variabel Perancu

a. Dapat dikendalikan : galur, berat badan, makanan, umur, dan jenis kelamin.

b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan tikus terhadap suatu zat.

3. Variabel Tergantung Jumlah total eosinofil trakea E. Alat & Bahan

(13)

Kandang tikus, Suntikkan injeksi dengan jarum panjang 0,5 – 1,0 cm dan ukuran 24 gauge, Tabung ukur 10 ml dan 50 ml, Becker glass 100 ml, Mikroskop cahaya (Olympus®), Timbangan elektrik (Mettler Toledo®), Gelas objek, Deck glass, Mortir, Pengaduk magnet termostat tipe 1419 (B. Brawn®, W. Germany), vortex (CAT. M. Zippear Gmbh. Etzenbach®, W. Germany), pipet volume mikro 100,0 µL, 1000 µL dan 5000,0 µL (Gilson®, model 15415, France), kotak sinar UV 254 dan 366, plat KLT silica gel, cawan porcelain, tabung reaksi, evaporator, waterbath

2. Bahan

Tikus jantan ± 150 mg, Ekstrak kortek Aegle marmelos, Ovalbumin (Sigma Aldrich®), Akuades (Bratachem). Pakan tikus (AD2®), Formalin buffer 10%, Phosphate buffered saline, Blok parafin, Pewarna Hematoksilin Eosin (HE), Pereaksi Vanillin sulfat, Heksana (merck®, p.a grade), Pereaksi Dragendorf, HCl, H2SO4 pekat, NH4OH, CHCl3 (merck®, p.a grade)

F. Prosedur Kerja

1. Penyiapan Seri Konsentrasi Ovalbumin

Larutan inhalasi ovalbumin mengandung 0,1 g serbuk ovalbumin dalam 10 ml larutan phosphate buffered saline (PBS). Larutan PBS dibuat dengan menimbang KCl 0,1 g, KH2PO4 0,1 g, NaCl 4 g, dan Na2HPO4.H2O 1,08 g yang dilarutkan dalam 250 ml aquadest. Larutan yang digunakan untuk sensitisasi 1 kelompok perlakuan dibuat dengan mengambil 10 ml larutan ovalbumin dalam PBS pada pH 7,4.

2. Pembuatan Fraksi Heksana dan Fraksi Kloroform

(14)

(berwarna hijau muda). Larutan heksan ini digunakan untuk penotolan fraksi heksan 2 (fh2).

Larutan asam pada proses fraksinasi heksan diletakkan ke dalam cawan porcelain kemudian ditambahkan NH4OH, diaduk lalu ditambahkan kloroform (CHCl3) dan lakukan pengadukan kembali. Setelah itu masukkan ke dalam tabung reaksi dan kemudian lakukan penggojokan. Larutan di dalam tabung reaksi akan terpisah menjadi larutan ampas (berwarna kuning) dan larutan kloroform (berwarna putih bening). Larutan kloroform ini digunakan untuk penotolan fraksi kloroform (fk).

4. Pembuatan Tikus Model Asma Alergi dan Perlakuan

Untuk membuat tikus model asma alergi dilakukan sensitisasi awal pada tikus dengan inhalasi 1% ovalbumin dalam PBS tiap 1 kelompok perlakuan. Sensitisasi ulangan dilakukan secara inhalasi 7 dan 14 hari berikutnya.

5. Pembuatan perlakuan dosis ekstrak maja

Kelompok perlakuan 1 = 125 mg/1000 g* = 18,75 mg/150 g Kelompok perlakuan 2 = 250 mg/1000 g = 37,50 mg/150 g Kelompok perlakuan 3 = 500 mg/1000 g = 75 mg/150 g *nb : ekstrak maja (mg)/berat badan tikus (gram)

Dengan asumsi kapasitas volume maksimal lambung tikus yaitu 5 ml, maka;

Kelompok perlakuan 1 = 18,75 mg/0,75 ml Kelompok perlakuan 2 = 37,5 mg/1,5 ml Kelompok perlakuan 3 = 75 mg/3 ml  Pemberian ekstrak maja selama 14 hari

Kelompok P 1 = 0,75 ml x 5* = 3,75 ml Kelompok P 2 = 1,5 ml x 5 = 7,50 ml Kelompok P 3 = 3 ml x 5 = 15 ml

Total/hari = 26,25 ml  30 ml *nb : jumlah tikus per kelompok perlakuan

Dalam 14 hari = 14 hari x 30 ml = 420  500 ml = 75 mg/3 ml = X (mg)/500 ml X (ekstrak maja) = 12.500 mg

(15)

X (ekstrak maja) = 6.250 mg  Pembuatan CMC-Na 2%

2 g/100 ml = X (g)/500 ml

X (jumlah CMC-Na) = 10 gram/14 hari  5 gram/7 hari 6. Pengecatan/Staining

Cat yang umum dipakai dalam hispatologi adalah Hematoxylin-Eosin (HE) disamping cat khusus/histokimia seperti : PAS, Gomori, Ziel Nelson, Malory dan lain – lain dan juga cat lebih khusus yaitu Immunohistokimia seperti : ER, PR, CD20, LMP dan lain – lain.

Pengecatan menggunakan HE diawali dengan melakukan deparafinisasi dengan memasukkan preparat ke xylol I, II, III masing – masing selama 3 menit. Deparafinisasi berfungsi untuk melarutkan/melepaskan paraffin yang ada pada preparat. Setelah itu dilap dengan kain kassa di sekitar jaringan. Lalu dilanjutkan dengan melakukan rehidrasi yaitu preparat masuk ke alcohol 100%, 95%, 80%, dan 70% masing – masing selama 2 menit. Rehidrasi berfungsi untuk melarutkan/melepaskan xylol yang terbawa oleh preparat dan memasukkan kadar air ke dalam jaringan dengan cara bertahap mulai alcohol 100% sampai 70%. Preparat dicuci pada air mengalir selama 3 menit untuk melepaskan sisa cat/cairan yang terbawa sebelumnya

Pengecatan inti dilakukan dengan cara memasukkan preparat ke dalam larutan Mayer Hematoksilin selama 7 menit. Pengecatan ini dilakukan untuk memberikan warna biru pada inti sel. Preparat masuk ke air mengalir selama 7 menit. Kemudian dilakukan Counter stain dengan memasukkan preparat ke larutan eosin selama ± 0,5 menit. Hal ini dilakukan untuk memberikan warna merah pada sitoplasma, jaringan ikat, dan lainnya. Cat ini juga disebut Counter stain atau penyeimbang. Preparat masuk ke air wadah I, II, III masing – masing 3 celup.

(16)

Clearing berfungsi melarutkan/melepaskan sisa alcohol yang terbawa oleh preparat dan juga memberikan warna yang bening terhadap jaringan.

Langkah terakhir pengecatan HE yaitu lakukan mounting dengan meneteskan 1 tetes Entelan dan Dek Glass pada preparat. Mounting berfungsi memberikan warna yang cerah (tidak kusam) dan sebagai pelindung / pengawet jaringan dari mikroba/bakteri. Mounting bersifat permanen seperti Entelan, Canada balsam, Hipermount, EZ-mount dan lainnya.

(17)

BAB IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Preparat trakea tikus wistar yang telah diolah dan telah dilakukan pengecatan HE masing-masing kelompok diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 x 40 dalam 3 lapang pandang dan dihitung jumlah eosinofil trakea tikus wistar.

(18)

Keterangan :

K0 : Kelompok Kontrol nol K(-) : Kelompok OVA

P1 : Kelompok Ekstrak Aegle marmelos 125 mg/tikus/hari P2 : Kelompok Ekstrak Aegle marmelos 250 mg/tikus/hari P3 : Kelompok Ekstrak Aegle marmelos 500 mg/tikus/hari

Setelah dilakukan penelitian hitung eosinofil trakea pada tikus wistar didapatkan peningkatan rata – rata hitung eosinofil pada kelompok OVA. Pemberian kelompok ekstrak kortek Aegle marmelos menurunkan hitung eosinofil trakea. Data jumlah eosinofil trakea disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Rata – rata hitung eosinofil trakea (sel/3 LP) pada tikus wistar

Kelompok n Rata – rata ± SD

(19)

K0 5 1.93 ± 0.60

K(-) 5 10.6 ± 2.19

P1 5 9.27 ± 2.09

P2 5 5.27 ± 0.89

P3 5 3.80 ± 1.10

Histogram rata – rata hitung eosinofil trakea tikus wistar pada tiap kelompok perlakuan.

Keterangan :

 Data disajikan dengan 5x replikasi (3 lapang pandang pada tiap replikasi)  Mean :

X

± SD

K0 : Kelompok Kontrol nol K(-) : Kelompok OVA

P1 : Kelompok Ekstrak Aegle marmelos 125 mg/tikus/hari P2 : Kelompok Ekstrak Aegle marmelos 250 mg/tikus/hari P3 : Kelompok Ekstrak Aegle marmelos 500 mg/tikus/hari Analisis Statistik

Data yang diperoleh kemudian diuji menggunakan software program SPSS for Windows Release 16.0. Perhitungan menggunakan uji One way ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata lebih dari dua kelompok. Sebelum menggunakan uji ANOVA, dilakukan uji kenormalan distribusi data terlebih dahulu.

Macam alat uji kenormalan distribusi data yang digunakan adalah Shapiro-Wilk. Shapiro Wilk adalah metode analitik yang digunakan untuk sampel yang sedikit (< 50). Data Sig. (Lampiran 6.1) menunjukkan tingkat signifikansi atau

(20)

nilai probabilitas di atas 0.05, maka dapat dikatakan distribusi eosinofil/LPB pada masing – masing kelompok adalah normal.

Setelah diketahui bahwa data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan melakukan uji ANOVA. Data (Lampiran 6.2) menggambarkan ringkasan statistik dari 5 kelompok.

 Pada K0, rerata jumlah eosinofil trakea adalah 1.93, dengan jumlah minimum 1.33 dan maksimum 2.67, dengan tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% rerata jumlah eosinofil trakea ada pada range 1.18 sampai 2.67.

 Pada K(-), rerata jumlah eosinofil trakea adalah 10.6, dengan jumlah minimum 8.67 dan maksimum 14, dengan tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% rerata jumlah eosinofil trakea ada pada range 7.88 sampai 13.32.

 Pada P1, rerata jumlah eosinofil trakea adalah 9.26, dengan jumlah minimum 7.33 dan maksimum 12.67, dengan tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% rerata jumlah eosinofil trakea ada pada range 6.67 sampai 11.86.

 Pada P2, rerata jumlah eosinofil trakea adalah 5.26, dengan jumlah minimum 4.33 dan maksimum 6.67, dengan tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% rerata jumlah eosinofil trakea ada pada range 4.15 sampai 6.37.

 Pada P3, rerata jumlah eosinofil trakea adalah 3.79, dengan jumlah minimum 2.33 dan maksimum 5, dengan tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% rerata jumlah eosinofil trakea ada pada range 2.43 sampai 5.15.

Analisis ini (Lampiran 6.3) bertujuan untuk menguji berlaku tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu apakah kelima sampel mempunyai varians yang sama

Hipotesis :

H0 = Kelima varians populasi adalah identik H1 = Kelima varians populasi adalah tidak identik Pengambilan keputusan

(21)

Terlihat bahwa Levene T hitung (Lampiran 6.3) adalah 1.616 dengan nilai probabilitas 0.209. oleh karena probabilitas > 0.05, maka H0 diterima atau berarti kelima varians adalah sama. Dengan demikian, asumsi kesamaan varians untuk uji ANOVA sudah terpenuhi.

Data (Lampiran 6.4) digunakan untuk menguji apakah dari kelima sampel mempunyai rata – rata yang sama.

Hipotesis :

H0 = Kelima rata –rata populasi adalah identik H1 = Kelima rata – rata populasi adalah tidak identik Pengambilan keputusan

 Jika probabilitas > 0.05, maka H0 diterima  Jika probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak

Melihat bahwa F hitung adalah 29.106 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, maka H0 ditolak, yang artinya rata – rata jumlah eosinofil trakea dari masing – masing kelompok tersebut berbeda.

Untuk mengetahui di antara kelima kelompok, mana saja kelompok yang berbeda dan mana saja yang tidak berbeda, hal ini akan dibahas pada analisis Tukey dalam Post Hoc Test.

Uji signifikansi perbedaan, berdasarkan nilai probabilitas  Jika probabilitas > 0.05, maka H0 diterima

 Jika probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak

Post Hoc (Lampiran 6.5) menunjukkan probabilitas dari sebagian besar kelompok < 0.05, maka H0 ditolak, berarti perbedaan mean diantara sebagian kelompok tersebut benar – benar nyata (hubungan antar variable). Hal tersebut juga dapat dilihat dengan adanya tanda (*) di belakang angka Mean Difference.

Untuk mencari kelompok sampel mana saja yang mempunyai perbedaan rata – rata yang tidak berbeda secara signifikan maka dapat dilihat pada lampiran 6.6.

(22)

Asma merupakan kondisi inflamasi kronis di saluran pernafasan yang ditandai dengan terjadinya kesulitan bernafas. Asma memiliki gejala seperti sesak nafas, dada terasa berat dan batuk (Purbaningrum, 2010). Proses inflamasi yang terjadi menimbulkan munculnya sel inflamasi seperti eosinofil. Eosinofil sering dijumpai di sekitar tempat terjadinya reaksi imun yang diperantarai IgE, yang berhubungan dengan alergi (Purbaningrum, 2010). Alergi umumnya disebabkan oleh benda asing yang biasa disebut alergen. Pada penelitian ini alergen yang digunakan berupa ovalbumin (OVA) yang dipaparkan secara inhalasi. Sel penyaji antigen (APC) akan mengenali alergen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel limfosit T secara langsung atau melalui sitokin.

Pada penelitian ini didapatkan peningkatan jumlah eosinofil trakea pada kelompok OVA (Gambar 15). Secara statistik didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok K0 dan K(-) (p = 0.000) (Lampiran 6.5). Hal ini menandakan pemaparan OVA terhadap tikus wistar berhasil menimbulkan reaksi imun yang diperantarai IgE, sehingga terjadi proses alergi yang menyebabkan munculnya sel inflamasi seperti eosinofil.

Ovalbumin memiliki prevalensi hingga 100% dalam menimbulkan alergi. Ovalbumin yang dipaparkan akan dikenali oleh APCs dan akan didegradasi menjadi peptida-peptida yang kemudian bersama molekul HLA akan dipresentasikan pada sel limfosit T (CD4+) yang selanjutnya mendorong limfo-B untuk memproduksi antibodi (IgE), mengaktivasi sel-sel sitotoksis, juga menstimulasi makrofag untuk membentuk sitokinnya (Diding, 2007). Sitokin adalah protein yang berperan utama pada komunikasi antara berbagai bagian dari sistem imun. Terutama dibentuk oleh monosit, makrofag, tetapi juga dapat dibentuk oleh limfosit, granulosit, hepatosit, keratinosit, fibroblast dan sel-sel epitel. Bila sitokin sudah mencapai tujuannya, akan timbul efek biologis tertentu seperti aktivasi, pembiakan dan pemindahan ke tempat lain (Tjay dan Rahardja, 2002), dalam hal ini adalah migrasi eosinofil ke trakea.

(23)

pada jaringan trakea. Eosinofil tersebut akan aktif kembali apabila terjadi pemaparan berulang.

Kortek Maja (Aegle marmelos Correa.) berpotensi untuk dikembangkan sebagai alergi jika ditinjau dari kandungan senyawa yang terdapat di dalamnya, diantaranya seperti aegelin, skimianin, marmesin, lupenol, lupeol, dan marmin. Hasil penelitian memperlihatkan ekstrak Aegle marmelos dosis 125 mg/tikus (P1) dapat menurunkan jumlah eosinofil trakea (Tabel 4) tapi penurunan ini tidak bermakna secara statistik (Lampiran 6.5) (p = 0.641) dibandingkan kelompok asma. Sedangkan ekstrak Aegle marmelos dosis 250 mg/tikus (P2) memperlihatkan penurunan jumlah eosinofil trakea (Tabel 4) dan penurunan ini bermakna secara statistik (Lampiran 6.5) (0.000) dibandingkan kelompok asma.

Penurunan jumlah eosinofil tersebut dimungkinkan akibat adanya kandungan yang dimiliki oleh kortek Aegle marmelos seperti kumarin, yang menurut Nugroho (2011) memiliki fungsi sebagai antialergi. Efek antialergi ini mampu menghambat degranulasi sel mast, sehingga pelepasan sitokin dan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien dan prostaglandin terhambat yang selanjutnya akan dapat menurunkan jumlah eosinofil trakea. Selain itu di dalam kortek Aegle marmelos terdapat lupen-on dan lupen-ol yang mampu menghambat pelepasan mediator kimia dari kultur sel mast. Aegelin yang merupakan turunan senyawa alkaloid yang terkandung di dalamnya juga diketahui mempunyai efek antialergi (Nugroho, 2010).

(24)

Efek antialergi oleh senyawa kumarin juga telah dibuktikan dari hasil uji klinik oleh Husori (2011), bahwa pemberian senyawa turunan kumarin (3,4-dimetil-7-[4-(p-klorobenzil)-piperazin-1-il]-propoksikumarin.dihidroklorida) dosis tunggal 20 mg mampu melindungi penyumbatan bronkus pada manusia, 60 menit setelah paparan alergen. Senyawa ini mampu menghambat pelepasan dan re-uptake histamin oleh sel leukosit manusia, yang berlangsung dengan pola tergantung dosis (Assem dan Chong, 1976).

Penelitian lainnya menyebutkan, ekstrak Aegle marmelos memiliki aktivitas anti inflamasi yang sangat signifikan. Hal ini dikarenakan adanya lupeol dan skimmianin karena kedua senyawa telah menunjukkan potensi yang sama dalam bentuk murni (Geetha dan Varalakshmi, 2001). Lupeol dan Citral dalam ekstrak Aegle marmelos juga menunjukkan penghambatan aktivitas reseptor H1 dengan melihat efek positif pada relaksasi jaringan ileum dan trakea marmut terisolasi (Arul et al., 2004), karena sebagian besar mekanisme anti inflamasi dan antialergi bertindak melalui penghambatan mediasi sinyal oleh histamin (Maity et al., 2009).

Pada hasil penelitian ini, kelompok kortek Aegle marmelos dosis 250 mg/tikus dengan dosis 500 mg/tikus tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam menurunkan hitung eosinofil (p = 0.557) (Lampiran 6.5). Hasil ini menunjukkan ekstrak kortek Aegle marmelos dosis 250 mg/tikus memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan ekstrak kortek Aegle marmelos dosis 500 mg/tikus dalam menurunkan jumlah eosinofil. Namun jumlah eosinofil pada kelompok asma alergi dengan ekstrak kortek Aegle marmelos dosis 500 mg/mencit lebih rendah jika dibandingkan jumlah eosinofil pada kelompok asma alergi dengan ekstrak kortek Aegle marmelos dosis 250 mg/tikus (Gambar 17).

(25)

eosinofil yang dilakukan secara manual dan hanya menggunakan 3 lapang pandang saja.

KESIMPULAN

1. Ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. dapat menghambat migrasi eosinofil trakea secara in vivo hal ini dapat terlihat pada penurunan jumlah eosinofil trakea pada kelompok perlakuan P1, P2 dan P3 (Gambar 15).

2. Ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. dengan dosis optimal 250 mg/tikus dapat menurunkan jumlah eosinofil trakea pada tikus wistar model asma alergi (p < 0.05).

3. Ekstrak kortek Aegle marmelos Correa. terdeteksi memiliki kandungan senyawa kumarin, steroid dan alkaloid yang diduga berpotensi sebagai antialergi melalui analisis kromatografi lapis tipis.

BAB IV

Biaya dan Jadwal Penelitian

A. Biaya Penelitian

B. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

Mar Apr Mei Jun Jul

1 Tahap Persiapan

a. Persiapan bahan penelitian √

2 Tahap Pelaksanaan

Jenis Anggaran Jumlah

Honorarium Rp. 900.000,- (15%) Belanja bahan habis pakai Rp. 3.600.000,- (60%) Perjalanan Rp. 600.000,- (10%) Lain lain (Publikasi dan laporan) Rp. 900.000,- (15%)

(26)

6.000.000,-a. Ekstraksi √

d. Penyusunan laporan akhir √

e. Pengumpulan laporan akhir √

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, G.P., 2006, Current Issues with Beta2-adrenoceptor Agonists: Pharmacology and Molecular and Cellular Mechanisms, Clin Rev Allergy Immunol, 31(3) : 119-130

Arul, V., Miyazaki, S. and Dhananjayan, R., 2005, Studies on the Anti-inflammatory, Antipyretic and Analgesic Properties of the Leaves of Aegle marmelos Corr, J Ethnopharmacol, 96(1) : 159-163

Arumugam, S., Kavimani, S., Kadalmani, B., Ahmed, A.B.A., Akbarsha, M.A. and Rao, M.V., 2008, Antidiabetic Activity of Leaf and Callus Extracts of Aegle marmelos in Rabbit, ScienceAsia,34 : 317-321

Barnes, P.J., 1990, Muscarinic Receptors in Airways: Recent Developments, J. Appl. Physiol, 68(5) : 1777-1785

Bryce, P.J., Mathias, C.B., Harrison, K.L., Watanabe, T., Geha, R.S. and Oettgen, H.C., 2006, The H1 Histamine Receptor Regulates Allergic Lung Responses, J. Clin. Invest, 116(6) : 1624-1632

Currie, G.P., Lee, D.K.C. and Srivastava, P., 2005, Long-acting Bronchodilator or Leukotriene Modifier as Add-on Therapy to Inhaled Corticosteroids in Persistent Asthma?,Chest, 128(4) : 2954-2962

De Backer, M.D., Gommeren, W., Moereels, H., Nobels, G., Van Gompel, P., Leysen, J.E. and Luyten, W.H., 1993, Genomic Cloning, Heterologous Expression and Pharmacological Characterization of a Human Histamine H1 Receptor, Biochem. Biophys. Res. Commun, 197(3) : 1601-1608 Delmotte, P., Ressmeyer, A., Bai, Y. and Sanderson, M.J., 2010, Mechanisms of

(27)

Devalia, J.L. and Davies, R.J., 1999, Effect of Antihistamines on Epithelial Cells, Clin. Exp. Allergy, 29(3) : 64-68

Dickenson, J.M. and Hill, S.J., 1991, Histamine-stimulated Increases in Intracellular Calcium in the Smooth Muscle Cell Line, DDT1MF-2, Biochem. Pharmacol, 42(8) : 1545-1550

Djikstra, D., Stark, H., Chazot, P.L., Shenton, F.C., Leurs, R., Werfel, T. and Gutzmer, R., 2008, Human Inflammatory Dendritic Epidermal Cells Express a Functional Histamine H4 Receptor, J. Invest. Dermatol, 128(7) : 1696-1703

Du Buske, L.M., 2006, Clinical Comparison of Histamine H1-receptor Antagonist Drugs,J. Allergy Clin.Immunol., 98(6) : 307-318

Ehlert, F.J., 2003, Contractile Role of M2 and M3 Muscarinic Receptors in Gastrointestinal, Airway and Urinary Bladder Smooth Muscle, Life Sci., 74(2-3) : 355-366

Escribano, L., Akin, C., Castells, M. and Schwartz, L.B., 2006, Current Options in the Treatment of Mast Cell Mediator-related Symptoms in Mastocytosis, Inflamm Allergy Drug Targets, 5(1) : 61-77

Gosens, R., Zaagsma, J, Meurs, H. and Halayko, A.J., 2006, Muscarinic Receptor Signaling in the Pathophysiology of Asthma and COPD, Respir.Res.7(1) : 73-87

Graziano, F.M., Cook, E.B. and Stahl, J.L., 2000, Antihistamines and Epithelial Cells, Allergy Asthma Proc, 21(3) : 129-133

Hendeles, L., Marshik, P.L., Ahrens, R., Kifle, Y. and Shuster, J., 2005, Response to Nonprescription Epinephrine Inhaler During Nocturnal asthma, Ann. Allergy Asma Immunol, 95(6) : 530-534

Iriyoshi, N., Takeuchi, K., Yuta, A., Ukai, K. and Sakakura, Y., 1996, Increased Expression of Histamine H1 Receptor mRNA in Allergic Rhinitis, Clin. Exp. Allergy, 26(4) : 379-385

Janković, S.M., Milovanović, D.R. and Janković, S.V., 1999, Schild's Equation and the Best Estimate of pA2 Value and Dissociation Constant of an Antagonist, Croat. Med. J, 40(1) : 67-70

Janssen, L.J. and Killian, K., 2006, Airway Smooth Muscle as a Target of Asthma Therapy: History and New Directions, Respir. Res., 7 : 123

Jarvie, E.M., Cellek, S. and Sanger, G.J., 2008, Potentiation by Cholinesterase Inhibitors of Cholinergic Activity in Rat Isolated Stomach and Colon, Pharmacol. Res, 58(5) : 297-301

Johansson, S.G.O, 2009, New Nomenclature and Clinical Aspects of Allergic Diseases, in Pawankar, R., Holgate, S.T. and Rosenwasser, R.J., Allergy Frontiers : Classification and Pathomechanisms, Vol. 2, Springer, Japan. Kamalakkannan, N. and Prince, P.S.M., 2003, Effect of Aegle marmelos Correa.

(Bael) Fruit Extract on Tissue Antioxidants in Streptozotocin Diabetic Rats, Indian J. Exp. Biol, 41(11) : 1285-1288

Kamalakkannan, N. and Prince, P.S.M., 2005, The Effect of Aegle marmelos Fruit Extract in Streptozotocin Diabetes : a Histopathological Study, J Herb Pharmacother, 5(3) : 87-96

(28)

Magnan, A., Meunier, J.P., Saugnac, C., Gasteau, J. and Neukirch, F., 2008, Frequency and Impact of Alergic Rinitis in Asthma Patients in Everyday General Medical Practice: a French Observational Cross-sectional Study, Allergy, 63(3) : 292-298

Mak, J.C. and Barnes, P.J., 1990, Autoradiographic Visualization of Muscarinic Receptor Subtypes in Human and Guinea-pig Lung, Am. Rev. Respir. Dis, 141(6) : 1559-1568

Maity, P., Hansda, D., Bandyopadhyay, U. and Mishra, D.K., 2009, Biological Activities of Crude Extracts and Chemical Constituents of Bael, Aegle marmelos (L.) Corr, Indian J. Exp. Biol, 47(11), 849-861.

Nugroho, A.E,Riyanto, S., Sukari, M.A. and Maeyama, K., 2008, The Effects of Compounds Isolated from Aegle marmelos Correa, on Histamine Release from Mast Cells, in 81st Annual meeting of Japanese pharmacological Society, Yokohama., March 17 - 18th2008.

Nugroho, A.E., Riyanto, S., Sukari, M.A. dan Maeyama, K., 2010, Pengaruh Lupene-ol and Lupene-on dari Aegle marmelos Correa terhadap Pelepasan Enzim β–hexoaminodase dari Sel Mast, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 8(1) : 55-60

Nugroho, A.E., Sahid, N.A., Riyanto, S., Maeyama, K., and Ikawati, Z, 2011, Effects of Marmin Isolated from Aegle marmelos Correa on L-histidine Decarboxilase Enzyme in RBL-2H3 Cells, Thai J. Pharm. Sci.35 : 1-7 Offermanns, S. and Rosenthal, W., 2008, Encyclopedia of Molecular

Pharmacology, 2nded., Springer-Verlag, New York

Riyanto, S., Sukari, M.A., Rahmani, M., Gwendoline, C.L.E., Taufiq-Yap, Y.H., Aimi, N. and Kitajima, M., 2001a, Alkaloids from Aegle marmelos (Rutaceae), Malaysian Journal of Analytical Sciences, 7(2) : 463-465 Riyanto, S., Sukari, M.A., Rahmani, M. dan Ali, A.M., 2001b. Identifikasi dan

Uji Bioaktivitas Lupeol and Marmin yang dipisahkan dari Korteks Aegle marmelos.Biologi, 2(11): 685-692

Riyanto, S., 2003, Phytochemical Studies and Bioactivity Tests of Murraya paniculata Jack., Aegle marmelos Correa and Zingiber Amaricans Blume, Dissertasi, University Putra Malaysia.

Sonar, S. and Renz, H., 2009, Biology of Neurotrophins, Neuropeptides, and Muscarinic Receptors in Asthma, in Allergy Frontiers : Clasiffication and Pathomechanism, Vol. 2, pp. 469-491, Springer, Tokyo., 2009.

Sudharameshwari, K. and Radhika, J., 2007, Antibacterial Screening of Aegle marmelos, Lawsonia inermis and Albizzia Libeck, Afr. J. Trad. CAM,4(2) : 199 – 204

Takase, H., Yamamoto, K., Hirano, H., Saito, Y. and Yamashita, A., 1994, Pharmacological Profile of Gastric Mucosal Protection by Marmin and Nobiletin from a Traditional Herbal Medicine, Aurantii fructus immaturus, Jpn. J. Pharmacol, 66(1) : 139-147

Tanaka, K., 1996, The Clinical Application of Long-acting Preparations of Theophylline, Nippon Rinsho, 54(11) : 3108-3112

(29)

Venkatesan, D., Karrunakarn, C., Kumar, S.S. and Swamy, P.P., 2009, Identification of Phytochemical Constituents of Aegle marmelos Responsible for Antimicrobial Activity against Selected Pathogenic Organisms, Etnobot.Leaf.,13 : 1362-1372

Vogel, H.G., 2002, Drug Discovery and Evaluation : Pharmacological Assays, Second Edition., Springer Berlin-Heidelberg, New York.

Yamada, Y., Nakatani, N. and Fuwa, H., 1987, Epoxyaurapten and Marminfrom Juice Oil in Hassaku (Citrus hassaku) and the Spasmolytic Activity of 7-Geranyloxycoumarin-related Compounds, Agric. Biol. Chem.,51(4) : 1105-1110

Zhao, S., Wang, J., Yang, Y., He, Z. and Liao, Q., 2009, Organ Bath in Detecting the Effect of One-hour Warm Ischemia on Pulmonic Arteries and Bronchi from Non-heart-beating Donor Lungs, Chin. Med. J, 122(23) : 2903-2906

LAMPIRAN

1. Lampiran. 1 (Justifikasi biaya penelitian)

1 Belanja bahan habis pakai

Jenis Bahan Jumlah Harga satuan Total

- Gas karbogen (PT. Aneka Gas) 1 tabung x

- Larutan saline (lab kimia

Instrumental UGM) 1 l

(30)

- Pisau scalpel (Brataco) 20 pcs x Rp 5.000/pcs Rp 100.000

- Kloroform (Merck) 1 l x Rp 150.000/l Rp 150.000

- Blue tip (Brataco) 1 bks x Rp 100.000/bks Rp 100.000

- Yellow tip (Brataco) 1 bks x Rp 100.000/bks Rp 100.000

- Etanol antiseptic (Brataco) 2 l x Rp 25.000/l Rp 50.000

- Masker dan sarung tangan

(One Med) 1 bks

x

Rp 50.000/bks Rp 50.000

- Benang Cat Gut (One Med) 20 pcs x Rp 5.000/pcs Rp 100.000

- Hewan uji marmut 20 ekor x Rp 20.000 = Rp 400.000

- Pemakaian lab fitomedisin 1bulan x Rp 50.000 = Rp. 100.000

- Pemakaian lab farmakologi 4 bulan x Rp 100.000 = Rp. 400.000

- Pemakaian Organ bath 4 kali x Rp 100.000 = Rp. 400.000

- Pengurusan publikasi Rp 800.000 = Rp.800.000

- Cetak laporan dan CD Rp.100.000 = Rp.100.000

Total Rp. 900.000 4 Honorarium

- Honor ketua Rp 225.000

- Honor anggota Rp.675.000

Total Rp. 900.000

2. Lampiran. 2 (Susunan Organisasi Tim Penelitian)

Ketua tim peneliti : Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt. Penanggungjawab ekstraksi : Ratih Dwi Amaliah

Penanggungjawab uji aktivitas : Aditya Rizqi Abdi Setyo Analisis data dan supervisor : Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt

Publikasi dan laporan : Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc.,Apt.

(31)

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt. b. Tempat, Tanggal Lahir : 7 Nov 1986

c. NIK : 173 224

d. Jabatan Fungsional : -e. Jabatan Struktural :

-f. Fakultas/Program Studi : FKIK/ Farmasi g. Perguruan Tinggi : UMY

h. Bidang Keahlian : Farmakologi

Yogyakarta, 24 Agustus 2016

Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt

(173 224)

Anggota Peneliti Anggota. 1

a. Nama Lengkap dan Gelar : Arko Jatmiko W, M.Sc.,Apt. b. Tempat, Tanggal Lahir : Sleman, 20 September 1987

c. NIK : 201 248

d. Jabatan Fungsional : -e. Jabatan Struktural :

-f. Fakultas/Program Studi : FKIK / Ilmu Farmasi g. Perguruan Tinggi : UMY

h. Bidang Keahlian : Farmakologi dan Toksikologi

Yogyakarta, 24 Agustus 2016

Ketua Pelaksana

Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt. (NIK: 201 248)

(32)

a. Nama Lengkap : Ratih Dwi Amaliah

b. Tempat, Tanggal Lahir : Tamiang layang, 4 Nov 1994 c. Alamat : Jl Glagah UH No.234, Yogyakarta d. Fakultas/Program Studi : FKIK / S1 Ilmu Farmasi

e. Perguruan Tinggi : UMY

Yogyakarta, 24 Agustus 2016

Anggota Pelaksana,

Ratih Dwi Amaliah

20120350023

Anggota. 3

a. Nama Lengkap : Aditya Rizqi Abdi Setyo b. Tempat, Tanggal Lahir : Sintang, 1 Nov 1994

c. Alamat : jl dharma putra, Kalbar d. Fakultas/Program Studi : FKIK / Farmasi

e. Perguruan Tinggi : UMY

Yogyakarta, 24 Agustus 2016

Anggota Pelaksana,

Aditya Rizqi Abdi Setyo

(33)

Lampiran. 4 Surat Pernyataan

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Puguh Novi Arsito, M.Sc.,Apt.

NIK : 173 224

Prodi/Fakultas : Ilmu Farmasi/FKIK Bidang Keahlian : Farmakologi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, sehubungan dengan pengajuan laporan Kemitraan LP3M UMY:

1. Karya usulan yang diajukan adalah karya asli penulis 2. Hanya mengusulkan satu penelitian yang didanai LP3M

3. Tidak sedang menjadi ketua peneliti pada penelitian lain yang dibiayai Ditlitabmas Dirjen Dikti

(34)

Yogyakarta, 24 Agustus 2016

Ketua Penelitian

Gambar

Gambar 16. Penampang melintang trakea (perbesaran 400x)
Gambar 17. Histogram hitung eosinofil tiap kelompok perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk setiap rombongan belajar tersedia satu ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis (Sumber:

Penggunaan bio rodensia diduga lebih menguntungkan dalam pengendalian populasi tikus karena dapat mengatasi adanya sifat tikus yang sangat curiga terhadap benda

Hal tersebut dapat disebabkan karena karakteristik dari pisang raja sereh sendiri yang memiliki rasa manis dengan sedikit sepat memungkinkan kandungan glukosa yang

Mengungkapkan gagasan, pendapat, perasaan, informasi dalam bentuk teks naratif, deskriptif, eksposisi, argumentatif, persuasif, teks pidato, artikel, proposal, surat dinas, surat

Hasil olahan data yang dirumuskan indikator keberhasilan program pada Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar berada pada kategori efektif dengan hasil

Jika kita lihat secara seksama pembahasan yang terdapatdi atas tentang vitalnya peran HKI dalam pembangunan perekonomian di dalam masyarakat Indonesia, sehingga

Tahap terakhir yaitu melakukan rekap hasil data survei dari kuisioner yang telah diisikan oleh penanggungjawab di beberapa tempat perumahan yang penulis kunjungi dan membuat

harus dicatatkan dan menurut agama masing-masing. Dalam agama Islam pernikahan harus memenuhi syarat dan rukun nikah baru dikatakan sah. Praktiknya, di Kabupaten