• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemaknaan Lirik Lagu “ Drama Keadilan “ (Studi Semiologi Terhadap Pemaknaan Lirik lagu “Drama Keadilan Yang Dipopulerkan Oleh Saykoji”).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemaknaan Lirik Lagu “ Drama Keadilan “ (Studi Semiologi Terhadap Pemaknaan Lirik lagu “Drama Keadilan Yang Dipopulerkan Oleh Saykoji”)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

RENNY YUNA RITA SARI

Npm : 0743010024

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

LEMBAR PERSETUJ UAN UJ IAN / SEMINAR PROPOSAL

Judul : REPRESENTASI KETIDAKADILAN DI BALIK LIRIK LAGU “DRMA KEADILAN” OLEH SAYKOJI. (Study Semiotik terhadap Representasi ketidakadilan di balik lirik lagu “drama keadilan” oleh Saykoji.

Nama Mahasiswa : Renny Yunarita Sari NPM : 0743010024

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti ujian / seminar proposal

Pembimbing

Juwito, S.sos ,Msi NPT. 956 700 036

Mengetahui, Ketua Pr ogr am Studi

(3)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN SEMINAR PROPOSAL

Judul Seminar Proposal : Repr esentasi Ketidakadilan di balik lir ik lagu “Dr ama Keadilan” yang dipopuler kan oleh saykoji.

Nama Mahasiswa : RENNY YUNA RITA NPM : 0743010024

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Telah diuji dan diseminarkan pada tanggal :13 april 2012 Dosen Pembimbing Tim Penguji :

1.

J uwito, S.sos, Msi J uwito, S.sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1 NPT. 36704 95 0036 1 2.

Zainal Abidin achmad, S.Sos, M.Si, M.Ed NPT. 373 05 99 0170 1

3.

Dr a. Her lina Suk smawati, M.Si NIP.196412251993092001

Mengetahui,

DEKAN KETUA PROGRAM STUDI

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pemaknaan Lir ik Lagu Drama Keadilan ” ( Studi Semiologi pemaknaan Lir ik Lagu “ Dr ama Keadilan ” Oleh Saykoji ) “.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya meskipun penulis sudah berusaha sebaik-baiknya. Hal tersebut karena masih kurangnya ilmu, penulis bersedia menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Mengingat hal tersebut, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Bapak Juwito, S. Sos, Msi, selaku Dosen Pembimbing utama dalam penelitian ini, dan ucapan terima kasih pula kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(5)

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak / Ibu Dosen serta staff karyawan Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yang telah memberi banyak dorongan pada saya. 5. Bapak Sunarto dan Ibu Sri Astuti sebagai Ayah dan Ibu kandung tersayang

dan tercinta di Dunia yang selalu mendukung dan mendoakan penulis. 6. Adik saya tercinta Nararia Indreswari.

7. My Sweetheart Moh. Zakki Sofian Jaswadi beserta keluarganya Bapak Jaswadi dan Ibu Sofiah tersayang yang selalu mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat tercinta Dewi Ratih, Neri Sabatini, Dika, Setya Kartika, Hilman beserta teman-teman lainnya yang turut membantu dalam skripsi ini. 9. Dan buat para teman seperjuangan penulis dalam meraih gelar sarjana Tika putri, fara ,Nizwan, Diaz terima kasih atas dukungan dan kebersamaan nya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa laporan ini dapat berguna untuk teman-teman mahasiswa di Jurusan Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, 06 juni 2012 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HAL PERSETUJUAN ... i

HAL PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 09

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 09

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 09

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Musik ... 11

2.1.2 Teori Musik ... 11

2.1.3 Alat – Alat Musik ... 14

2.1.4 Aliran – Aliran Musik ... 14

2.2 Lirik Lagu ... 16

(7)

2.6 Ketidakadilan hukum di Indonesia ... 23

2.7 Keadilan yang semestinya ... 25

2.8 Ideologi dan Mitos ... 26

2.9 Mitos sebagai sistem semiologi ... 28

2.10 Perubahan makna dan Ambiguitas ... 30

2.11 Semiotika Komunikasi ... 32

2.12 Semiotika Roland Barthes ... 34

2.13 Kerangka Berpikir ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Unit Analisis dan Corpus Penelitian ... 44

3.2.1 Unit Analisis ... 44

3.2.2 Corpus Penelitian ... 45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.4 Metode Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum objek penelitian... 49

4.2 Penyajian data dan Analisis Data... 50

4.2.1 Penyajian Data ... 50

4.2.2 Analisis Data ... 51

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 105 5.2 Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA

(9)

Dalam lirik lagu “Drama Keadilan” yang dipopulerkan oleh Saykoji. Dalam lagu tersebut menggambarkan kritik sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna kritik sosial pada lirik lagu “Drama Keadilan” yang di populerkan Saykoji.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat kualitatif-interpretatif semiologi dari Roland Barthes, yaitu metode signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang dianalisis menggunakan lima macam kode pembacaan menurut Barthes, yaitu kode heurmeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, kode gnomik. Untuk pemaknaan sebuah tanda sehingga dapat mengetahui tanda denotative dan tanda konotatifnya. Dalam tahap kedua dari tanda konotatifnya akan muncul mitos yang menandai masyarkat yang berkaitan dengan buday sekitar.

Kesimpulan pada pemaknaan lirik lagu “ Drama Keadilan “ yang dipopulerkan oleh Saykoji ini adalah banyaknya permasalahan – permasalahan yang dialami negara Indonesia yang diakibatkan oleh perilaku para pejabat pemerintah yang bertindak seenaknya, yang seharusnya keadilan itu ditegakkan dengan seadil –adilnya.

Kata Kunci : Semiologi Roland Barthes, Lirik lagu Drama Keadilan, pemaknaan

ABSTRACT

RENNY YUNARITA SARI. Lyr ics meaning (Semiology studies pur por t lyr ics of the song “ Dr ama J ustice” to spar ed by Saykoji)

In the lyrics of the song “ Drama Justice” by Saykoji. The song describe about social criticism. The purpel of this study was to determine the meaning of social criticsm in the song lyrics “Drama Justice”by Saykoji.

Methods of data analysis in this study using qualitative research methods, intepretative semiology of Roland Barthes, the Significance of two stage method (two orders of signification). Analyzed using five kinds of code readibility by Bhartes,hermeneutic code, code semik, symbolic code, the code proaretic, gnomoc code. For the meaning of a sign so that it can find and mark konotative denotative sign. In the second stage of connotative signs that mark will appear mytbs relating to the curtural community around.

Conclusion in the meaning of the lyrics “Drama Justice” by Saykoji is that many problems experienced by the state of Indonesia as result of attitudes of goverment officials who act arbitrarily,wich should the real Justice.

(10)

1.1.

Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia terdapat banyak sekali fenomena komunikasi

dan sosial didalamnya. Pada fenomena-fenomena tersebut terdapat berbagai

macam permasalahan yang dapat diangkat untuk menjadi sebuah penelitian.

Dalam hal ini, penulis ingin meneliti sebuah permasalahan atau fenomena yang

terjadi dalam masyarakat yang tertuang dalam sebuah lirik lagu.

Mengangkat masalah kritik sosial tentang ketidakadilan sebenarnya

tidak terlepas dari fenomena yang terjadi di Masyarakat. Kritik sosial yang di

tujukan kepada pemerintah dan di sampaikan dalam bentuk apapun, jelaslah

melenceng yang di tuding menjelek – jelekkan bangsa. Pendapat mereka yang

mengungkapkan keterpurukan banyak orang haruslah ditengok sebagai kritik

sosial dan juga bentuk keprihatinan mereka – mereka atas situasi yang membelit

dan mengakibatkan sebagian orang hidup menderita.

Pada dasarnya pemerintah tidak bisa berdiri sendiri dan beroperasi

hanya demi kepentingan para pejabat dan birokrat maupun segelintir orang di

masyarakat. Pemerintah bukanlah untuk dirinya sendiri, sebaliknya ada tekanan

untuk menunaikan kewajiban atas kepentingan umum.

(11)

berniat memperbaiki kinerjanya. Begitu juga seharusnya pemerintah tidak perlu

sesal dengan soal cara dalam menyampaikan kritik. Sejauh kritik adalah sah

atau legal. Persoalannya, situasi di tingkat negara telah berubah. Kekuasaan

besar dan terpusat sperti itu di bawah orde baru telah berakhir, sementara

berbagai kelompok dalam masyarakat telah menunjukkan kemajuan

partisipasinya dan menyampaikan kritik atau kebebasan berpendapat.

Berangkat dari fenomena sosial di atas salah satu penyanyi rap yang

cukup diperhitungkan yaitu saykoji. Saykoji hanya terdiri dari satu penyanyi

yakni Ignatius Rosoinaya Penyami atau lebih sering di panggil Igor. Dalam

formasi panggung biasanya saykoji terdiri dari Guntur Simbolon dan Delta MC

dari Batik Tribe. Mengangkat ke dalam sebuah lirik lagu yang berjudul “ Drama

Keadilan “.

Lagu merupakan budaya manusia yang menarik, sebab dapat

mempersatukan berbagai jenis manusia dari kultur yang berbeda. Pada dasarnya

lagu merupakan kegiatan komunikasi karena di dalamnya terdapat proses

penyampaian pesan dari si pencipta lagu kepada khalayak pendengarnya. Pesan

yang terkandung dalam sebuah lagu merupakan hasil dari pikiran atau perasaan

dari si pencipta lagu sebagai orang yang mengirim pesan. Konsep pesan ini

dapat juga berupa ungkapan – ungkapan dari perasaan senang, sedih atau marah

juga dapat berupa mendapat seperti pujian atau bahkan kritik akan suatu hal.

(12)

bersumber dari pola pikirnya serta dari pengetahuan (

frame of reference )

dan

latar belakang pengalaman

( field of experience)

yang terbentuk dari hasil

interaksinya dengan lingkungan sosial di sekitarnya.

Penelitian ini berangkat dari asumsi Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson

bahwa komunikasi adalah proses memahami dan berbagai makna ( Mulyana,

2004 : 69 ) komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dapat dikatakan

komunikatif ( komunikasi yang efektif ) apabila para peserta komunikasi dapat

memahami makna dari pesan yang di komunikasikan, hal ini mengacu ada

pemikiran bahwa suatu pesan dalam bentuk sistem tanda merupakan hasil

penurunan makna dari pembuatan pesan.

Melihat esensinya seperti itu maka sebenarnya penampilan sebuah lirik

lagu tidak hanya menyajikan berupa kata – kata sederhana yang karenanya ia

hanya melangkapi. Efektifitasnya tidak terletak pada teks yang lekat bersama

lirik lagu itu sendiri, melainkan tergantung pada persepsi di kalangan

masyarakat penikmatnya. Apabila lirik lagu dapat menuntun persepsi di

kalangan masyarakat ke objek tertentu sebagaimana di harapkan, maka lirik

lagu itu sendiri akan terbukti bahwa ia mampu berperan positif terhadap objek

yang dimaksud. Itulah sebabnya, mengapa lirik lagu dapat dikatakan sebagai

sebuah sarana fugsi komunikasi verbal. Persepsi di kalangan masyarakat yang

dibentuk oleh lirik lagu tersebut dapat memberikan sebuah dukungan dan

(13)

melakukan interpretasi terhadap sebuah lirik lagu tersebut sesuai dengan

konteksnya sehingga pemahaman secara menyeluruh terhadap makna pesan

yang di sampaikan si pencipta dapat tercapai.

Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang dinyanyikan

mempunyai peranan yang sangat penting karena lirik lagu sebagaimana bahasa

dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas

sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu bila dapat memilahnya bisa

memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata atau peristiwa, juga secara

individu mampu memikat perhatian. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk

sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai.

Oleh karena itu, ketika lirik lagu mulai di aransir dan diperdengarkan

kepada khlayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar

meluasnya sebuah keyakinan, nilai – nilai, bahkan prasangka tertentu. Suatu

lirik lagu dapat menggambarkan suatu realitas yang terjadi dimasyarakat,

termasuk realitas yang menggambarkan tentang penyimpangan – penyimpangan

yang terjadi di dalam pemerintah sendiri.

Pemaknaan bahasa pada kegiatan pembuatan hasil karya lirik lagu pada

sebuah karya seni musik berada pada pemakaian bahasa pada kegiatan yang

lain, seperti pada pemakaian sehari – hari. Perbedaan ini terlihat dari kalimat –

kalimat yang dibuat tersebut karena di dalamnya mengandung makna yang

(14)

asosiasi pikiran yang berkaitan serta perasaan yang melengkapi konsep yang

ditetapkan.

Apa yang disebut dengan tanda pada bahasan teks akan membentuk

sebuah

interpretant

( makna ) secara keseluruhan. Dari sini dapat di simpulkan

bahwa sebuah tanda pada bahasa teks terjadi atau terbentuk setelah melalui

proses represntaso dan

intepretasi

( makna ) suatu objek akibat hubungan timbal

balik tersebut dilambangkan oleh pemakaianya dengan suatu simbol antara lain

kata – kata, gambar atau isyarat. Tidak terkecuali dalam hal tersebut adalah

pesan – pesan yang terdapat di dalam lirik lagu Saykoji Tersebut, yang dibentuk

mellalui proses interpretasi terhadap baerbagai realitas atau fenomena yang

terjadi.

Lagu – lagu menyuarakan kritik sosial tentang ketidakadilan dan

bertemakan realisme sosial bukan baru – baru ini saja terdengar, bahkan

sebelum Saykoji, Franky Sahilatua, Iwan Fals, Slank secara sarkas mengejek

tabiat dan perilaku politisi kita, dan bukan hanya seniman dengan kritik

sosialnya, kalangan sastrawan dan budayawan oun juga ikut menyuarakan

kegelisahan dan ketimpangan yang ada di masyarakat. Sungguh naif dan absurd

kiranya kalangan politisi kita krrangka berpikirnya kembali ke masa orde baru (

Revolta, 2008 :52 ) Iwan Fals sebagai musisi yang secara menonjol

menyampaikan kritik kepada pemerintah di masa puncak kekuasaan Orde Baru.

(15)

kehidupan masyarakat. Sejak era 1970-an. Lirik kritik sosial memang sudah

mewarnai blantika musik Indonesia. Sebut saja Mogi Darusman, yang sudah di

kenal sebagai “pengusung “ lagu – lagu rock bertema protes sosial politik.

Melalui lagu rayap – rayap yang tergolong sangat keras, dan berani untuk mas

itu, Mogi menyampaikan kritik sosialnya saat cengkraman rezim Soeharto amat

kuat. Mogi memang bukan musisi yang memelopori muculnya tema – tema

protes sosial politik dalam lirik lagu, sebelumnya ada nama Reny Sylado,

almarhum Harry Roesly, Leo Kristi, Gombloh, Lemon Trees dan God Bless (

gong 2000 ).

Melihat perkembangan lagu-lagu atau musik di Indonesia jaman

sekarang sungguh sangat menggembirakan. Perkembangan ini tentu sebagai

akibat cukup banyaknya para pencipta lagu yang didukung oleh kecanggihan

teknologi didunia rekaman. Mereka berkreasi dengan segala kemampuannya

dibidang musik, dengan tujuan lagu yang diciptakan banyak digemari oleh

khalayak. Musik di Indonesia sangat bermacam-macam, dari pop,rap, dangdut,

r&b, keroncong, dan masih banyak lagi, tapi lagu yang cukup banyak digemari

oleh khalayak yaitu musik aliran rap. Perkembangan musik di Indonesia sangat

cepat, sampai-sampai musik tradisioanal kita dilupakan hanya gara-gara tumbuh

dan berkembangnya musik non tradisional atau musik modern. Namun

lama-kelamaan mengalami perubahan, dan perubahan ini terjadi karena datangnya

(16)

Sebuah lagu merupakan salah satu bagian dari seni juga sebagai suatu

kebutuhan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, sebuah lagu seharusnya

dinilai tidak hanya sekedar merupakan bunyi-bunyian maupun suara-suara saja,

namun lebih menekankan kepada sesuatu yang bernilai tinggi yang dapat

memberikan arti lebih.

Dalam lirik lagu “ Drama Sosial “ yang merupakan single di populerkan

oleh Saykoji ini menceritakan tentang perilaku sebagian dari pejabat pemerintah

yang sering dinilai melakukan penyimpangan – penyimpang dan bertindak demi

kepentingan pribadi semata sebagai oknum yang berkuasa di negeri ini. Dan

dapat di garis besarkan adanya ketidakadilan aparat hukum dalam menindak

masalah hukum itu sendiri.

Diantara lagu-lagu yang diciptakan oleh seorang pencipta lagu, banyak

sekali lagu-lagu yang liriknya bercerita tentang Kritik Sosial. Namun tidak

begitu banyak kritik sosial yang di tujukan oleh pemerintah. Rapper yang lebih

dikenal dengan Saykoji yang mempunyai nama asli Igor Ignatius Rosoinaya

Penyami dan biasa di sapa akrab Igor. Mengatakan bahwa lagu tersebut dibuat

karena merasa muak dengan pejabat pemerintah yang bertindak sewenang –

wenang dan hanya mementingkan kepentingan pribadi semata, yang seharusnya

pihak – pihak yang dimaksud dalam lagu ini berterima kasih karena telah di

ingatkan. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa persoalan lirik vulgar atau

(17)

Sebuah lagu belum lengkap keberadaannya tanpa adanya lirik. Lirik lagu

diciptakan untuk melengkapi dan memepperindah keberadaan sebuah lagu

tersbut. Sebuah lirik diciptakan oleh mereka – mereka yang mempunyai

inspirasi dan insting yang lebih, sehingga nantinya akan tercipta lirik demi lirik

yang mencakup indah untuk diperdengarkan.

Salah satu rapper Indonesia yang namanya sudah di kenal dalam

blantika musik Indonesia Igor Ignatius Rosoinaya Penyami atau Saykoji

banyak sekali lirik-lirik dalam lagunya yang mempunyai makna tersembunyi.

Seperti sudah diketahui oleh khalayak bahwa Saykoji merupakan salah satu

Rapper yang lagu-lagunya banyak bertemakan tentang Kritik’an, kehidupan real

yang erimg terjadi dalam masyarakat.

Lirik lagu Drama Keadilan ini memang cukup sederhana, kiasan namun

sarat akan akan makna yang peneliti tertarik untuk melakukan penelitian. Lagu

tersebut memiliki kandungan makna, sehingga tidak semua khalayak bisa

memahami makna yang sebenarnya dalam lirik Lagu tersebut, karena sedikit

menggunakan kata-kata yang mengandung kata kiasan atau makna yang bukan

sebenarnya. Lirik lagu Drama Keadilan mempunyai makna, sehingga tidak

mudah dipersepsikan oleh khalayak, makna sesungguhnya dari lirik lagu

tersebut.

Lagu Drama Keadilan ini pun buat terkemas dalam musik minimalis.

(18)

kritik sosial yang mengena untuk keadaan pemerintahan saat ini. Soal

penyimpangan ketidakadilan hukum.

Oleh karena itu untuk mengerti dan memahami lirik-lirik lagu tersebut

secara utuh dan untuk mengetahui apa sebenarnya makna yang terkandung

dalam lirik lagu tersebut, serta untuk dapat merepresentasikan ketidakadilan

dalam lagu tersebut, penulis tertarik mempresentasikan karena dalam lirik lagu

tersebut terdapat makna-makna dalam kata yang harus dikupas untuk bisa

dengan mudah bisa dimengerti oleh khalayak, maka perlu dilakukan sebuah

analisis dengan menggunakan metode penelitian Kualitatif melalui pendekatan

semiologi dari teori Roland Barthes.

1.2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang terjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah : Pemaknaan lirik lagu “ Drama

Keadilan“ yang dipopulerkan oleh Saykoji dalam single nya.

1.3

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemaknaan lirik lagu “

Drama keadilan “ yang dipopulerkan Saykoji.

(19)

1.

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah literature

penelitian ilmu komunikasi khususnya pada kajian system tanda komunikasi

berupa lirik lagu dengan pendekatan semiotik.

2.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak

pendengar lirik lagu dan dapat membantu dalam memahami tanda yang ada

(20)

BAB II KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i 2.1.1 Musik

Sistem tanda musik adalah oditif namun untuk mencapai pendengarnya, pengubah musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk system tanda perantara tertulis. Bagi semiotikus musik, adanya tanda-tanda perantara musik yang dicatat dalam partitur orkestra. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis karya musik sebagai teks. Itulah sebabnya mengapa penelitian musik terarah dan sintaksis.

Meski demikian semiotik tidak dapat hidup hanya dengan sintaksis. Tidak ada semiotika tanpa semantic. Jadi, juga tidak ada semiotika musik tanpa semantik musik, bisa dikatakan harus senantiasa membuktikan hak kehadirannya. (Van Zoest,1993 : 120-121).

2.1.2 Teor i Musik

(21)

a) Suar a

Teori musik menjelaskan bagaimana suara dinotasikan atau dituliskan dan bagaimana suara tersebut ditangkap dalam benak pendengarnya. Dalam musik, gelombang suara biasanya dibahas tidak dalam panjang gelombangnya maupun periodenya, melainkan dalam frekuensinya. Aspek-aspek dasar suara dalam musik biasanya dijelaskan dalam tala (inggris : pitch, yaitu tinggi nada), durasi (berapa lama suara nada), intensitas, dan timbre (warna bunyi).

b) Nada

Suara dapat dibagi-bagi ke dalam nada yang memiliki tinggi nada atau tala tertentu menurut frekuensinya ataupun menurut jarak relatif tinggi nada tersebut terhadap tinggi nada patokan. Perbedaan tala antara dua nada disebut sebagai interval. Nada dapat diatur dalam tangga nada yang berbeda-beda. Tangga nada yang paling lazim adalah tangga nada mayor, tangga nada minor, dan tangga nada pentatonik. Nada dasar suatu karya musik menentukan frekuensi tiap nada dalam karya tersebut. Nada dalam teori musik diatonis barat diidentifikasikan menjadi 12 nada yang masing-masing diberi nama yaitu nada C,D,E,F,G,A dan B. Serta nada-nada kromatis yaitu Cis/Des, Dis/Es, Fis/Ges, Gis/As, dan Ais/Bes.

c) Ritme

(22)

sebagai satu ketukan. Nada-nada tertentu dapat diaksentuasi dengan pemberian tekanan (dan pembedaan durasi).

d) Notasi

Notasi musik merupakan penggambaran tertulis atas musik. Dalam

notasi balok, tinggi nada digambarkan secara vertical, sedangkan waktu (ritme) digambarkan secara horizontal. Kedua unsur tersebut membentuk paranada, disamping petunjuk-petunjuk nada dasar, tempo, dinamika, dan sebagainya.

e) Melodi

Melodi adalah serangkaian nada dalam waktu. Rangkaian tersebut dapat dibunyikan sendirian, yaitu tanpa iringan, atau dapat merupakan bagian dari rangkaian akord dalam waktu (biasanya merupakan rangkaian nada tertinggi dalam akord-akord tersebut).

Melodi terbentuk dari sebuah rangkaian nada secara horisontal. Unit terkecil dari melodi adalah motif. Motif adalah tiga nada atau lebih yang memiliki maksud atau makna musikal. Gabungan dari Motif adalah Semi Frase, dan gabungan dari Semi Frase adalah Frase (Kalimat). Sebuah melodi yang paling umum biasanya terdiri dari dua Semi Frase yaitu kalimat tanya (Antisiden) dan kalimat jawab (Konsekuen).

f) Har moni

(23)

arpeggio). Harmoni yang terdiri dari tiga atau lebih nada yang dibunyikan ber samaan biasa nya disebut akor d.

(http://www.id.wikipedia.org/wiki/teorimusik)

2.1.3 Alat – Alat Musik

Alat-alat musik di Indonesia sangat bermacam-macam, diantaranya yaitu alat musik tradisional :

a. Alat musik petik : Gitar, kecapi, sasando, banjo, ukulele, mandolin harpa, gambus.

b. Alat musik gesek : Biola, rebab, cello.

c. Alat musik ketuk : Organ, piano, harpsichord.

d. Alat musik tiup : Seruling, terompet, trombone, harmonica, pianika, recorder sopran.

e. Alat musik pukul : Tomborin, jidor, rebana, gamelan. f. Alat musik modern: Gitar listrik, organ, akordeon, drum.

2.1.4 Alir an – Alir an Musik

(24)

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, dunia musik mengalami banyak perkembangan. Banyak jenis musik baru yang lahir dan berkembang. Contohnya musik triphop yang merupakan perpaduan antara beat-beat elektronik dengan musik pop yang ringan dan enak didengar. Contoh musisi yang mengusang jenis musik ini adalah Frou Frou, Sneaker Pimps, dan Lamb. Ada juga hip-hop rock yang diusung oleh Linkin Park. Belum lagi dance rock dan neo wave rock yang kini sedang in. banyak kelompok musik baru yang berkibar dengan jenis musik ini, antara lain Franz Ferdinand, Bloc Party, The Killers, The Bravery dan masih banyak lagi. Bahkan sekarang banyak pula grup musik yang mengusung lagu berbahasa daerah dengan irama musik rock, jazz, dan blues. Grup musik yang membawa aliran baru ini di Indonesia sudah cukup banyak salah satunya adalah Funk de Java yang mengusung lagu berbahasa Jawa dalam musik rock.

Berikut macam-macam aliran musik : a. Musik klasik.

b. Musik rakyat/musik tradisional.

c. Musik keagamaan (Gambus, Kasidah, Nasyid). d. Blues.

e. Jazz. f. Country. g. Rock.

(25)

Sejatinya, musik adalah bagian dari kultur, hidup, dan ekspresi diri dalam berkesenian yang patut dikedepankan. Jadi, tak keliru pula jika menyebut bahasa musik adalah bahasa universal. Ya, lepas dari soal selera atas jenisnya, musik tidaklah mengenal batas. Tua-muda, lelaki-perempuan, kaya-miskin, pejabat atau rakyat, orang kantoran atau mereka yang mencari nafkah di pinggir jalan, semua bersentuhan dengan musik. Yang membedakan hanya soal selera dan peran. Ada yang menyukai irama lembut, keras, dan cepat, melankolis, menghanyutkkan, atau yang enak dipakai berjingkrak, bergoyang badan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ada yang menciptakan, memainkan, membisniskan, atau sebatas penikmat.

2.2 Lir ik Lagu

Lirik lagu dalam musik dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat dipakai sebagai sarana untuk sosialisai dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan nilai-nilai bahkan prasangka tertentu. (Setyaningsih,2003 : 7-8).

(26)

Tetapi mau tidak mau kaum homoseksual memang telah hadir ditengah-tengah masyarakat yang tidak segan menunjukkan identitas mereka.

Sejalan dengan pendapat Soerjono Soekamto dalm Rachmawati ( 2001 : 1), yang menyatakan :

“musik berkaitan erat dengan setting sosial kemasyarakatan tempat dia berada. Musik merupakan gejala khas yang dihasilkan akibat adanya interaksi sosial, dimana dalam interaksi tersebut manusia menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Disinilah kedudukan lirik sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bukti suara belaka karena yang menyangkut perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok sosial dalam wadah bahasa atau lirik sebagai penunjangnya.”

Berdasarkan kutipan diatas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan serta pula dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung di dalam masyarakat.

Lirik lagu merupakan salah satu beragam karya seni yang ada, juga pada dasarnya sama dengan puisi. Puisi tergolong sebagai seni kata. Oleh karena itu lirik digolongkan sebagai seni kata sebab mediumnya adalah kata dalam bahasa. (James Jerret dikutip oleh Herwindo, 2006 : 11).

(27)

2.3 Mak na Kr itik dan Bahasa

Kata sekedar mengandung arti melainkan juga lebih utama bagaimana publik memaknai sebuah kata dalam kehidupan. Arti kata seringkali bukan merupakan makna sesungguhnya dalam realitas sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Taufik Abdullah dalam Masoed, 1993:3 yang mengatakan :

“Kata ketika dinaikan tingkatannya menjadi sebuah konsep, maka kesatuan maknanya menjadi problematik. Kamus oun tak berfungsi

sebagai penunjuk makna sebab tidak lebih hanya sekedar pemberi indikasi arti kata. Penentuan makna seringkali bersifat hegemonic yang bertolak dari kepentingan kekuasaan.”

(28)

gilirannya itu mampu melakukan perlawanan dan perubahan atasnya (Masoed, 1993:32).

Aru Harafiah kritik yang dapat diperoleh dari kamus bahasa besar Indonesia adalah kecaman atau tanggapan, kadang – kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, kata tersebut disebut mempunyai arti yaitu (1) genting, kemelut, sangat berbahaya (ttg keadaan) dan (2) selalan, kecaman,sanggahan. Kamu yang pertama mengartikan kata mengritik sebagai mengemukakan kritik, mengecam, sedangkan kamus yang kedua mengartikannya sebagai memberi pertimbangan dengan mengemukakan mana – mana yang salah, mencela, mengecam (Masoed, 1996:36).

Dari beberapapengertian tersebut tampak bahwa kritik dalam bahasa Indonesia, cenderung mengandung konotasi yang negatif, dapat beranonim dengan pengertian sepenuhnya berkonotasi negatif seperti celaan, tetap tidak dapat bersinonim dengan kata yang berpengertian sepenuhnya positif (masoed, 1996:36).

(29)

hierarkis, segala macam bentuk kritik tidak mungkin akan berkembang secara transparan sebab kritik merupakan bentuk perbedaan yang tidak dikehendaki pleh penguasa (Masoed, 1999:16).

Kritik tidak selamanya berarti melawan atau menentang. Kritik itu mengandung muatan “saling memberi arti’. Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan ataudiperhitungkan dalam merumuskan kebijakan dan tindak lanjutnya. Juga untuk menilai sejauh mana hal – hal yang berlalu, terselenggara sebagaimana mestinya (Masoed, 1999:16).

Pengalaman menunjukkan kehidupan dan perkembangan masyarakat kita dewasa, tidak pernah luput dan upaya “saling memberi arti”. Upaya ini, ditandai oleh penekanan arti dan maknakritik ditengah pengelutan apapun didalamnya. Sesungguhnya ”saling memberi arti” lewat distribusi kritik pada kontelasi yang manapun tidak akan memungkinkan rusaknya sendi – sendi persatuan dan kekerabatan (Masoed, 1999:18).

2.4 Kr itik Sosial

(30)

berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan representasi sebuah sistem sosial atau masyarakat. (Masoed, 1999:47).

Cara berpikir yang demikian sering dipakai oleh kaum fungsionalis dala, menempatkan kritik sosial dalam proses politik. Kritik sosial menurut mereka harus bersumber dan merupakan bagian dari sistem itu sendiri. Kritik sosial di luar sistem dianggap sesuatu yang tabu dan tidak dapat diterima, bahkan dianggap sebagai tindakan subversive, sebab menggoncangkan sistem. Dalam perspektif demikian, kritik sosial harus dilakukan sesuai dengan norma – norma atau aturan – aturan main, dalam sistem tersebut. (Masoed, 1999:47).

Pendekatan yang demikianlah boleh di bilang yang paling banyak dianut oleh kalangan elit politik yang berkuasa. Elit politik sering kali melontarkanucapan klise demikian : mengemukakan kritik dibolehkan asal konstruktif, artinya mengkritik boleh asal tidak merusak bangunan sistem yang sudah status quo. (Masoed, 1999:47).

Kritik sosial juga berarti sebuah inovasi sosial. Dalam arti bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru sembari menilai gagasan – gagasan lama untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial kerangka yang demikian berfungsi untuk membongkar berbagai sikap konservatif, status quo danvested interest dalam mayarakat untuk perubahan sosial (Masoed, 1999:48).

(31)

menginginkan suasana baru, suasana yang lebih baik dan lebih maju, atau secara politis, suasana yang lebih demokratis dan terbuka.

Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai dari cara yang paling tradisional, seperti pepe (berjemur sendiri), ungkapan – ungkapan sindirian melalui komunikasi antar personal dan komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukkan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni sastra dan melalui media massa (Masoed, 1999:49).

2.5 Keadilan dalam penger tiannya

(32)

kultur hukum yang menyangkut budaya dan tingkah laku penegak hukum. Keadilan dapat ditinjau dari aspek ekonomi, aspek sosial, aspek politik dan budaya dan dalam hal ini adalah kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pemenuhan secara baik dan tepat dalam semua bidang. Dalam melaksanakan proses keadilan hukum dan keaadilan sosial maka sangat dibutuhkan kontrol sosial yang dapat berupa pergerangan kalangan dari tokoh – tokoh yang ada dan juga sebagai warga negara, dari mahasiswa atau akademis yang bergerak dengan penuh semangat secara konsisten dan mengedepankan nilai – nilai kebenaran dan dari kalangan swadaya masyarakat yang berkonsentrasi dibasis rakyat dengan adanya dukungan dan kepentingan masyarakat.

2.6 Ketidakadilan hukum di Indonesia

(33)

setiap saat agar kenyamanan hukum di Indonesia merata. Dunia kejahatan itu merupakan aksi dan reaksi dari pelaku kejahatan dengan korban atau masyarkat sekitar. Tidak jarang ketidakadilan hukumlah yang membuat pelaku kejahatan bertindak berani. Kalau mereka tertangkap mereka (pelaku kejahatan)di amuk massa dan itu taruhannya nyawa. Karena taruhannya nyawa mereka pun tidak tanggung – tanggung dalam melakukan kejahatan.

Banyak masalah – masalah yang terjadi di negeri ini, tetapi semua masalah tersebut dibelokkan, sehingga masalah tersebut tidak kunjung usai. Lembaga – lembaga yang ada di negara ini harus berhenti bicara, khususnya pada sistem – sistem yang adanya dalam sebuah teori karena semua teori tenteng sistem sudah habis dijadikan undang – undang. Dalam hal ini kepentingan suap menyuap yang ada di negara ini tidak hanya berupa money politic tetapi juga dengan jalan penipuan. Menegakkan hukum di negara ini sangatlah sulit, disebabkan aparat – aparat hukum itu pernah juga melakukan hal – hal yang sama. Yang di manfaatkan oleh penjahat adalah masalalunya akan dibongkar apabila kasusnya dibuka.

(34)

2.7 Keadilan yang semestinya

Hukum yang semestinya melindungi dan menegakkan keadilan justru terasa malah tak adil. Semua itu mencerminkan arogansi elite yang menggunakan kekuasaan nya untuk mengatur proses hukum. Tanpa memihak keadilan dan rakyat hukum hanya prosedur yang kehilangan moralitas. Hukum menjadi sebuah permainan. Jika kondisi ini berlanjut maka rakyat akan terus menjadi korban, tanpa kekuasaan dan modal mereka lebih mudah di incar jerat hukum. Akibat berikutnya masyarakat bkal menjadi hilang kepercayaan terhadap hukum dan pemerintah.

Praktik hukum yang menindas rakyat menunjukkan berlanjutnya struktur dan mental kolonialisme dalam pemerintahan Indonesia. Birokrasi yang seharusnya melindungi dan melayani raklyat justru menindas. Hukum untuk menjamin kepentingan modal dan elite. Reformasi hukum yang diciptakan selama ini ternyata semu. Masyarakat diharapakan terus menggalang solidaritas untuk melwan ketidakadilan yang menimpa rakyat. Hal ini perlu kerja sama semua tokoh dan memanfaatkan jaringan media sosial. Media juga perlu mengawal hukum dan mendorong penegakan keadilan.

(35)

polisi. Penegakan hukum supremasi di negera ini masih jauh dari harapan masyarakat. Carut marutnya penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi maupun advokat yang menjalankan fungsinya belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Faktanya maraknya perbuatan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap aparat penegak hukum baikl kepada hakim,polisi jaksa maupun terdakwa bahkan terhadap pengacara yang sudah pada taraf memprihatinkan.

2. 8 Ideologi dan Mitos

Mitos berasal dari bahas yunani “ mutos” berarti cerita. Biasanya di gunakan untuk menunjuk cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak mempunyai kebenaran historis. Meskipun demikian, cerita semacam itu tetap dibutuhkan agar manusia dapat memahami lingkungan dan dirinya. Ciri mitos ( kisah yang tidak benar) dan fungsinya (diperlukan untuk memahami lingkungan), inilah diteorisasikan oleh barthes dengan menggunakan pendekatan Semiologi (Sunardi, 2004: 89)

Mitos menurut barthes adalah sebuah sistem komunikasi, dengan demikian dia adalah pesan. Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah objek, sebuah konsep atau sebuah ide, Karena mitos adalah sebuah mode penanndaan yakni sebuah bentuk (Kurniawan, 2001:84)

(36)

symbol dalam komunikasi, mitos bukan hanya diciptakan dalam bentuk diskursus tertulis, melainkan sebagai produk sinema, fotografi,advertensi,olahraga dan televise. (sobur, 2004: 208)

Dikaitkan dengan ideologi maka seperti dikatakan Van Zoest (1980), “ ideologi dan mitologi didalam hidup kita sama dengan kode – kode dalam pembuatan semiotic dan komunikasi kita “. Tanpa itu menurutnya, komunikasi tidak dapat berlangsung. Setiap penggunaan teks, setiap penaganan bahasa, setiap semiosis (penggunaan tanda) pada umumnya hanya timbul berkat suatu ideologi yang secara sadar atau tidak sadar dikenal oleh pemakai tanda. Sebuah teks tak pernah terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. (sobur, 2004 :209)

Kita bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti berbagai konotasi yang ada didalamnya. Salah satu cara adalah mencari mitologi dalam teks – teks semacam itu. Ideology adalah suatu yang abstrak, sementara mitologi (kesatuan mitos – mitos yang koheren) menyajikan pnkasnani makna – makna yang mempunyai wadah dalam ideologi.( sobur, 2004:209)

(37)

dengan tujuan menawarkan perubahan melalui proses pemikiran yang normative.

Mitos dan ideology pada dasarnya ialah dua hal yang sulit dipisahkan, perbedaannya bila mitos bertumpu pada kepercayaan, sedangkan ideology pada intelektualitas. Tetapi mitos akan lumpuh pada waktu normal, jika merujuk pada sejarah, mitos lebih subjektif sedangkan ideology lebih objektif. (sobur, 2004:209)

2. 9 Mitos sebagai suatu sistem semiologi

Bagi Mitologi, karena hal itu merupakan studi tentang suatu jenis wicara tidak lain merupakan suatu bagian dari ilmu yang sangat luas tentang tanda tanda yang dipostulasikan oleh saussure sekitar empat puluh tahun yang lalu dengan nama semiologi. Semiologi belum muncul waktu itu. Tetapi karena saussure sendiri, dan terkadang independen dari dia, keseluruhan bagian riset kontemporer telah mengacu kepada masalah makna ; psikoanalisis, strukturalisme, psikologi eidetic (tentang ingatan yang akurat), beberapa jenis kritik sastra yang contoh – contoh pertamanya telah diberikan oleh Bachelard, tidak lagi memerhatikan fakta – fakta kecuali fakta – fakta itu diberkati dengan pertandaan. Kini untuk mempostulasikan suatu pertandaan adalah untuk memiliki sumber ke semiologi.

(38)

kesatuan sebuah elsplanasi tidak bisa disasarkan pada amputasi salah satu pendekatannya, tetapi seperti dikatakan oleh engels, didasarkan pada koordinasi dialektis terhadap ilmu – ilmu tertentuyang digunakannya. Hal ini berlaku bagi mitologi: mitologi merupakan bagian dari semiologi karena ia merupakan ilmu formal, merupakan bagian dari ideologi karena ia merupakan ilmu sejarah.

Semiotika mempostulasikan suatu hubungan antara dua terma penanda ( signifier) dan pertanda (signified). Hubungan ini berkaitan dengan objek – objek yang termasuk kedalam kategori – kategori yang berbeda, dan karena itulah hubungan ini tidak bersifat persamaan (equality) melainkan kesepadanan (equivalance). Disini kita harus waspada karena meskipun terdapat bahasa biasa yang sekedar mengatakan bahwa penanda itu mengungkapkan petanda, kita berhadapan, dalam setiap system semiologis, yidak dengan dua, tetapi dengan tiga terma sesudah yang laiinnya, tetapi korelasi yang menghubungkan terma – terma itu: karena itu, terdapat penanda, pertanda dan tanda yang merupakan totalitas asosiatif dari kedua terma yang pertama.

(39)

Disini kita harus ingat bahwa materi – materi dalam wicara mistis ( bahasa itu sendiri, fotografi, lukisa, poster, ritus, objek dan seterusnya). Meskipun berbeda pada awalnya, direduksi menjadi suatu fungsi penanda yang murni bagitu materi- materi itu hanya bahan mentah yang sama, kesatuan mereka adalah bahwa mereka adalah bahwa mereka semua turun pada status sekedar suatu bahasa.

2.10 Per ubahan Makna dan Ambiguitas

Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Telah diketahui bahwa pemakaian bahasa telah diwujudkan di dalam bentuk kata dan kalimat. Manusialah yang menggunakan kata dan kalimat itu dan manusia pula menambah kosa kata yang sesuai dengan kebutuhannya (Pateda, 2001:56).

Karena pemikiran bahasa berkembang, makan pemakaian kata dan kalimat berkembang pula. Perkembangan tersebut dapat berwujud penambahan dan pengurangan. Pengurangan yang dimaksud disisni, bukan saja pengurangan dalam kualitas kata, maka berarti ia telah memasuki wilayah kajian makna (Pateda, 2001:156).

(40)

Perubahan terjadi karena manusia sebagai pemakai bahasa menginginkannya. Pembicaraan membutuihkan kata baru. Kadang – kadang karena belum ditemukan kata baru untuk mendukung pemikirannya, maka pembicara mengubah bentuk kata yang telah ada, atau boleh jadi ia mengubah makna kata yang telah ada sehingga muncul kata – kata yang bermakna ganda (Pateda, 2001:158).

Setiap kata mengandung makna. Makna itu ada yang sudah jelas, tetapi ada juga yang maknanya kabur. Setiap kata dapat saja mengandung lebih dari satu makna. Dapat saj sebuah kata mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai dengan lingkungan pemakaiannya. Hunungan makna tanpa pula jika kata akan dirangkaikan satu dengan yang lain sehingga akan terlihat makna dalam pemakaian bahasa (pateda, 2001:200).

(41)

2.11 Semiotika Komunikasi

Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu tanda. Tanda itu sendiri adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan didunia ini ditengah-tengah masyarakat dalam hidup bersama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal (things). Memaknai (to sinify) berarti tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga termasuk dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi. (Kurniawan, 2004 : 15).

Semiotika berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti tanda atau

seme yang berarti penafsir tanda. Jika diterapkan dalam tanda-tanda bahasa, maka huruf,kata. Kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie). Sebuah teks baik itu lagu, musik, surat cinta, cerpen, puisi, komiki, kartun semua hal itu mungkin terjadi “tanda” dapat dilihat dari aktifitas penanda: yaitu suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi.

(42)

agar kita sedikit punya pegangan. Menurut Hjelmslev, mendefinisikan tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana ekspresi dan wahana isi”. (Sobur, 2004 : 15-16).

Semiotika modern mempunyai dua orang Bapak yaitu Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Terdapat perbedaan antara Pierce dan Saussure antara lain; Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh cikal bakal linguistic umum. (Sobur, 2004 : 110).

Kehadiran pragmatisme Pierce dan Strukturalisme Saussure dalam kancah perbincangan filsafat bahasa mempertegas adanya studi tanda dengan ilmu yang mereka sebut semiologi (Saussure) dan semiotika (Pierce). Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar tentang dua nama ilmu tentang tanda tersebut. Kalaupun ada, perbedaan itu hanya mengacu pada orientasinya. Penggunaaan semiologi menunjuk pengaruh kubu Saussure (salah satunya Roland Barthes), sedangkan penggunaan semiotika mengacu pada kubu Pierce. (Kurniawan, 2001 : 51).

(43)

Semiotika menaruh perhstian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan begitu, semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk menyatakan kebenaran…(Berger dalam Sobur, 2004 : 18).

2.12 Semiologi Roland Bar thes

Roland Barthes adalah salah satu tokoh semiologi komunikasi yang menganut aliran strukturalis yang getol mempraktikan model linguistic dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama; ekspones penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sisitem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pendapat ini dalam Writing Degree Zero (1953; terj. Inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj Inggris 1972). (Sobur, 2004 : 63).

Menurut Shklovsky “Karya-karya yang diciptakan melalui tekhnik-tekhnik khas yang dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi karya seartistik mungkin”. (Budiman, 2003 : 11).

(44)

karya sastra atau seni. Fenomena kesastraan dan estetika didekati sebagai sistem tanda-tanda. (Budiman, 2003 : 111).

Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang sangat berkembang menyediakan metode dan peristilahan dasar yang dipakai oleh seorang semiologi dalam mempelajari semua sistem tanda sosial lainnya. Semiologis adalah ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari bahasa secara terpisah dari kandungannya. Didalam semiologi seseorang diberikan “kebebasan” didalam memaknai sebuah tanda. (Kurniawan, 2001 : 15).

Barthes tertarik terhadap kenyataan bahwa kalimat yang sama, bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Dengan kata lain, Barthes memperhatikan makna sebagai proses negoisasi antara pembaca dengan penulis melalui teks. Tanda-tanda yang terdapat dalam teks berinteraksi dengan pengalaman personal dan cultural penggunaanya dan juga secara konversi dengan apa yang diharapkan dan dialami oleh penggunanya. (Fiske, 2006 : 17).

(45)

makna suatu karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dengan suatu cara tertentu. (Kurniawan, 2001 : 89).

Kode sebagai sistem makna yang lengkap sebagai acuan dari setiap tanda, menurut Barthes terdiri dari lima jenis. Lima kode yang ditinjau oleh Barthes adalah kode hermeneutika (kode teka-teki), kode proaretik, kode budaya, kode semik, dan kode simbolik. (Kurniawan, 2001 : 69).

Kode hermeneutika atau kode teka-teki berkisar kepada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsure terstruktur utama dalam narasi tradisional. Didalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam cerita. (Sobur, 2004 : 65). Dibawah kode ini, orang dapat mendaftar beragam istilah yang sebuah teka-teki dapat dibedakan, diduga, diformulasikan, dipertahankan, dan akhirnya disikapi. Kode ini disebut juga suara kebenaran (The Voice of Truth). (Kurniawan, 2001 : 69) kode ini berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam suatu wacana. (Tinaburko, 2008 : 19).

(46)

yang mereka ekspresikan (Kurniawan, 2001 : 69). Gnomik atau kode cultural (budaya) banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan kea pa yang telah diketahui. (Sobur, 2004 : 66).

Kode semik atau semantic, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda. Kode semik menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat kumpulan satuan konotasi melekat, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap bahwa denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”. (Sobur, 2004 : 66)

Kode simbolik (tema) yang bersifat tidak stabil dan dapat dimasuki melalui beragam sudut pendekatan. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat structural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pasca structural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. (Sobur, 2004 : 66).

(47)

penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebut sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Focus kajian Barthes terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau metabahasa. (Kurniawan, 2001 : 115).

Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai denotasi. Hal ini mengacu pada anggapan umum, maka jelaslah tentang tanda. Sebuah contoh foto tentang keadaan jalan mendenotasi jalan tertentu; kata jalan mendenotasi jalan perkotaan yang membentang diantara bangunan (Fiske, 2006 : 118). Denotasi menurut Barthes merupakan sistem signifikasi tingkat pertama dan lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. (Sobur, 2004 : 70).

(48)

Untuk membuat ruang atensi yang lebih lapang bagi diserminasi makna dan teks, Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda pada wacana naratif ke dalam serangkaian fragmer ringkas dan berurutan yang disebutnya sebagai leksia-leksia (lexias) yaitu satuan-satuan bacaan (unit of reading) dengan panjang pendek bervariasi.

Dalam memaknai “teks” kita akan dihadapkan pada pilihan-pilihan pisau analisis mana yang bisa kita pakai dari sekian jumlah pendekatan yang begitu melimpah. Ketika kita sampai pada pilihan tertentu semestinya “setia” dengan satu pilihan, namun bisa juga mencampuradukan dengan beberapa pilihan tertentu, tergantung kepentingan dari tujuan “pembaca” dalam membedah pembacanya. Bisa pula benar-benar hanya memfokuskan pada teks dan “melupakan” sang pengarang, “pembaca” kemudian dapat melakukan interpretasi terhadap suatu karya.

Dalam hal ini “pembacalah” yang memberikan makna dan penafsiran “pembaca” mempunyai kekuasaan absolute untuk memaknai sebuah hasil karya (lirik lagu) yang dilihatnya, bahkan tidak harus sama dengan maksud pengarang. Semakin cerdas pembaca itu menafsirkan, semakin cerdas pula karya lirik dalam lagu itu memberikan maknanya. Wilayah kajian “teks” yang dimaksud Barthes memang sangat luas, mulai bahasa verbal seperti karya satra hingga fashion atau cara berpakaian.

(49)

sebelumnya. Satra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem pertama.

Sistem kedua ini disebut konotatif, yang didalam mitologisnya secara tegas ia bedakan dari makna denotative atau system pemaknaan tataran pertama Barthes menciptakan bagaimana tanda kerja.

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Bar thes 1. Signifier (penanda) 2. Signified (petanda) 3. Denotative Sign

(tanda denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PETANDA KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz, 1999, dalam Alex Sobur, 2004 : 69.

(50)

2.13 Ker angka Berpikir

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam mempresentasikan suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda dalam setiap individu tersebut. Begitu juga individu dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam sebuah lirik lagu, maka pencipta lagu tidak terlepas dari kedua hal tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan representasi terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan, lirik lagu “Drama Keadilan” yang dipopulerkan oleh Saykoji. Lirik lagu “Drama Keadilan” akan di analisis dengan menggunakan pendekatan semiologi dari Roland Barthes.

(51)

Dalam pendekatan Roland Barthes terdapat signifikasi dua tahap, pertama terdapat komponen penanda dan petanda dan makna denotasi, tanda itu akan dikaitkan dengan reality eksternal (kenyataan yang ada diluar). Tahap kedua adalah penanda dan petanda itu mempunyai bentuk makna yang isinya mengandung mitos dan berkaitan dengan budaya sekitar.

Secara sistematis dapat di tunjukkan bagan kerangka sebagai berikut : Gambar 2.2 Bagan Kerangka Ber pikir

Lirik lagu “Drama Keadilan” oleh

Saykoji

Analisis Menggunakan Metode Semiologi

Roland Barthes

Hasil dari Representasi kritik sosial

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 J enis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis kualitatif. Artinya data yang digunakan merupakan data kualitatif yaitu tidak menggunakan data atas angka-angka. Melainkan berupa pesan-pesan verbal (tulisan) yang terdapat pada lirik lagu “Dram Keadilan” yang dipopulerkan oleh Saykoji dalam salah satu lagu single nya.. Data-data kualitatif tersebut berusaha diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi-referensi secara ilmiah.

Penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat penelitian yang diteliti. Dan yang ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi. (Moleong, 2005 : 5)

(53)

pendekatan induktif. Data dikumpulkan, dianalisis, dan diabstraksikan sehingga muncul teori sebagai penemuan penelitian kualitatif.

Metode semiotika adalah sebuah metode yang memfokuskan pada ‘tanda’ dan ‘teks’ sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (Piliang, 2003 : 270). Penggunaan semiotika sebagai metode pembacaan dialam berbagai cabang keilmuan dimungkinkan, oleh karena ada kecenderungan dewasa ini untuk memandang berbagai diskursus sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seni sebagai fenomena bahasa. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dianggap sebagai fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang sebagai tanda. (Piliang, 2003 : 257)

Dengan semiotika kita berurusan dengan tanda, dengan tanda-tanda kita mencoba mencari keteraturan ditengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya agar kita mempunyai pegangan. “Apa yang dkerjakan oleh semiotika adalah mengerjakan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawa pada sebuah kesadaran”. (Sobur, 2003 : 16).

3.2 Unit Analisis dan Cor pus Penelitian 3.2.1 Unit Analisis

(54)

3.2.2 Cor pus Penelitian

Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin. (Kurniawan, 2001 : 70). Corpus atau data yang dikumpulkan berwujud teks. Pada penelitian ini yang menjadi Corpus adalah lirik lagu yang berjudul “Drama Keadilan” yang di populerkan oleh Saykoji. Adapun lirik lagu “Drama Keadilan” adalah sebagai berikut :

“ DRAMA KEADILAN”

Dimana kebaikan, Dimana Keadilan

Mengapa hanya kebohongan yang dihasilkan Jujur tlah kau larikan, alibi kau carikan Kehormatan akan jabatan pun kau matikan

Demokrasi, rakyat memimpin ataukah uang? Semudah itu kau injak – injak darah pejuang Tak kau buang peluang saat dia masuk ruang Hati mu mengusir nurani rakus yang tertuang Kontaminasi engkau lemah fondasi

Kau masih lupakan rakyat yang lelah berorasi Rotasi, kan jalan pikiran bodoh basi

(55)

Mendengar kebenaran kaupun berdebar hati Tak heran bila rakyatpun mulai menebar maki Ku ingin aparat yang bisa jadi panutan

Bukan salah pilih pilihan yang kau lakukan Bukan asupan suapan yang melarutkan

Kentalnya semangat bela bangsa tak terjatuhkan Dan bukan yang sudah sudah terus terjadi Yang sudah terluka luka trus dijerati Masih tak berubah ubah terus sesaki Bebani pundak pundak susah mendaki Bangsa, jadi mangsa pasar dan pangsa

Memotong keadilan bagai potong bebek angsa Serong kekiri juga serong kekanan

Beri ancaman beri tindakan beri tekanan

Bunyi rekaman bagai kebenaran dan terkaman Kepenatan gerah bukti kriminal tak aman Apabila serangan padakupun kau dengarkan Berarti ekspresi tlah dimatikan kekejaman

3.3 Tek nik Pengumpulan Data

(56)

1. Jenis Data : pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendengarkan secara langsung lagu “Drama Keadilan” dan membaca serta memahami kata-perkata dari lirik lagunya. Yang kemudian ditulis kembali oleh peneliti untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.

2. Sumber Data : data yang berasal dari bahan-bahan referensi seperti buku artikel-artikel, dan data dari internet yang berhubungan dengan objek kajian yang diteliti.

3.4 Metode Analisis Data

Peneliti menginterpretasikan teks dalam lirik lagu “Drama Keadilan”, serta menyimpulkan berbagai makna mengenai bagaimana kritik sosial yang digambarkan dalam lirik lagu tersebut. Dalam lirik lagu yang terdiri dari judul lagu, song, inilah yang kemudian akan dianalisis dalam penelitian ini dengan menggunakan pandangan dari Roland Barthes, yaitu metode signifikasi dua tahap (two order of signifikasi) yang akan dianalisis menggunakan lima macam kode pembacaan menurut Barthes, yaitu kode hermeunitik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, dan kode cultural untuk pemaknaan sebuah tanda, sehingga akan mengetahui tanda denotatif dan konotatifnya.

(57)
(58)

4.1 Gambar an Umum Objek Penelitian

Lewat lagu “So what gitu loh” di Album pertama nama Saykoji mulai di kenal public pada tahun 2006. Saat itu Saykoji merupakan salah satu penyanyi rap yang cukup di perhitungkan, setelah era Iwa K meredup. Setelah cukup sukses dengan album pertama, saykoji pun merilis album kedua dengan single “Jomblo” yang di populerkan pada generasi muda. Setelah itu Saykoji pun ikut dalam kompilasi album yang dirilis EMI dan mengeluarakan single “ Kecoa Ngesot”.

Saykoji hanya terdiri dari satu penyanyi yaitu Ignatius Rosoinaya Penyami atau lebih sering di panggil igor. Sebelumnya Igor tidak terlalu menyukai musik Rap karena musik Rap tidak jelas dalam melantunkan Syair. Namun saat mendengarkan musisi Rap Indonesia, Black Skin, Iwa K, dan Neo akhirnya ia mulai menyukai music Rap dan mulai mempelajarinya lebih lanjut. Ia memilih nama Saykoji sebagai nama panggungnya. Hal ini berdasarkan pengalamannya sewaktu masih bersekolah, saat itu ia dikenal sebagai siswa yang penyendiri. Sehingga pernah disebut sebagai pschyo, dan julukan inilah nama Saykoji (ejaan Inggris- Indonesia untuk Psycho G) muncul.

(59)

yang bernama tiga sahabat lainnya yaitu Jflow, Guntur Simbolon, Rndy Rainhard. Pada pertengahan 2009, Saykoji kembali mengeluarkan single baru yang berjudul online. Meski baru berupa single namun lagu ini sudah mampu terkenal dengan cepat bahkan digunakan sebagai lagu tema sebuah produk telpon Selular, sehingga lagu online semakin populer. Saykoji juga mengeluarkan single kontroversial berjudul Copy My style yang menceritakan pemalsuan hak cipta lagu Saykoji Tahukah Kau.

Ignatious rosoinaya Penyami di singkat atau lebih sering di panggil Igor ini atau lebih terkenal sebagai Saykoji lahir di Balikpapan Kalimantan Timur, 8 Juni 1983. Adalah salah seorang Rapper Indonesia yang namanya cukup diperhitungkan. Igor sudah memiliki seorang anak yang bernama Aaron Miguel Penyami dari hasil pernikannya dengan Tessy Penyami.

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data

4.2.1 Penyajian Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu “ Drama Keadilan “ yang dipopulerkan oleh Saykoji.

(60)

Lirik lagu “Drama Keadilan” selanjutnya akan di analisis berdasarkan landasan teori barthes, untuk mengetahui pengungkapan maknanya.

Tanda – tanada berupa tulisan, terdiri dari kata – kata tersebut akan di penggal – penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia (satuan Bacaan) yang dapat berupa kata, beberapa kalimat, sebuah paragraf, atau beberapa paragraf untuk diketegorikan ke dalam kode barthes, sehingga dapat diketahui bagaimana makna lirik lagu tersebut.

Definisi dari tanda Roland Barthes adalah berdasarkan unsur penanda( signifier), petanda (signified), yang diantara hubungan tersebut terdapat dua tahap yang disebut tataran pertama dan tataran ke dua. Pada tataran pertama, berupa realitas atau kenyataan dan juga tanda yang ada dalam masyarakat. Barthes menyebut tataran ini sebagai denotasi, kemudian pada tatarankedua merupakan pencerminan budaya yang dimiliki masyarakat atau disebut barthes sebagai konotasi.

4.2.2 Analisis Data

Judul lagu mencerminakan isi dari lirik lagu yang diwakilinya. Judul “Drama Keadilan” menimbulan pertanyaan, apa yang dimaksud dengan Drama Keadilan? Pemaknaan lirik lagu Drama Keadilan ini akan dilakukan peneliti dengan menentukan petanda- petanda dalam peta Roland Barthes, mengkategorikan kalimat dari bait per bait ke dalam 5 kode barthes.

(61)

Dimana kebaikan dimana keadilan

Mengapa hanya kebohongan yang dihasilkan

Jujur tlahn kau larikan, alibi kau carikan

Kehormatan akan jabatan pun kau matikan

Bait 1, kalimat ke-1 : dimana kebaikan dimana keadilan

Dimana : pertanyaan letak Baik : bagus, elok

Benar : Betul, sesuai sebagaimana adanya

1.Penanda :

Dimana kebaikan Dimana kebenaran

2.Petanda :

Konsep tentang pencarian akan sesuatu hal yang baik, benar sesuai dengan sebagaimana adanya 3.Tanda Denotatif :

Akan suatu pertanyaan tentang kebaikan dan kebenaran

4.Penanda Konotatif :

Pencarian jawaban yang sesuai dengan sebagaimana adanya

5.Petanda konotatif:

Konsep tentang pencarian jawaban akan kebenaran 6.Tanda Konotatif :

Letak dimana kebaikan dan kebenaran itu sesuai dengan sebagaimana adanya

(62)

Keadilan terdapat kata kebaikan dan kebenaran yang menimbulkan pertanyaan kebaikan kebenaran seperti apa? Hal ini menunjukkan letak dimana kah kebaikan dan kebenaran yang harusnya di tegakkan dijunjung tinggi tapi di kupas tidak sebagaimana mestinya.

Kode proar etik, karena dalam kalimat mengandung cerita tentang suatu harapan yang mulia untuk masa depan hukum yang adil sesuai dengan kebenaran yang ada.

Kode semik karena penggunaan kata dimana merupakan suatu petunjuk atau suatu dorongan untuk mencari tau, mengupas tuntas akan suatu kebaikan dan kebenaran.

Dalam bait diatas terdapat kalimat Dimana Kebaikan Dimana kebanaran yang artinya pencarian jawaban pasti akan arti kebaikan dan kebenaran dalam suatu keadilan yang ditegakkan sesuai sebagaimana adanya.

Bait 1, Kalimat Ke-2 : Mengapa hanya kebohongan yang dihasilkan

Mengapa : pertanyaan alasan

Hanya : Cuma, tidak lain

Bohong : tidak sesuai hal yang sebenarnya

Hasil : dapat

(63)

kebohongan yang dihasilkan

Konsep tentang ketidakjujuran

3.Tanda Denotatif : Adanya kecurangan 4.Penanda Konotatif :

Ketidakjujuran yang dihasilkan sehingga merugikan

5.Petanda konotatif: Konsep tentang kehidupan yang tidak jujur

6.Tanda Konotatif :

Menunjukkan hanya kecurangan dan ketidakjujuran yang dihasilkan

Kalimat kedua dalam bait pertama ini termasuk dalam kode her meneutik , karena kalimat tersebut menimbulkan teka-teki. Hanya kebohongan apa yang dihasilkan? Suatu bentuk kecurangan akan suatu hal yang sebenarnya harus mengedepankan kejujuran.

Kode proar etik, karena dalam kalimat ini akan menegaskan makna hanya kebohongan yang dihasilkan.

Kalimat kedua, pada bait pertama ini termasuk k ode semik karena kalimat tersebut akan menjelaskan tentang hasil yang didapat hanya sebuah kebohongan yang merupakan merugikan orang lain dengan bertindak curang.

(64)

Kalimat kedua adalah Mengapa hanya Kebohongan yang dihasilkan dapat diartikan sebuah pertanyaan akan suatu alasan mengapa h

Gambar

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Marcella Elwina S, S.H., CN., M.Hum., (Dosen Hukum Pidana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang) menjelaskan bahwa pada kasus penghinaan dan pencemaran nama baik

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara religiusitas dengan penerimaan diri pada narapidana di rumah tahanan Negara klas II B Purbalingga.. Alat pengumpul data

Beberapa permasalahan yang diuraikan tersebut, maka penulis dapat merumuskan perma salahan pokok yang di hadapi perusahaan yaitu “masih lemahnya pengendalian intern

Redaksi jmal kinetika Mdguupk& lenma Kasin atcs p&tisipasinya naskah dai pcnulis. l,6giri6d aftlkel s6ta korespodensi dapol

Banyaknya jumlah data yang harus diolah oleh panitia penerimaan siswa baru dengan jumlah terbatas dan dalam waktu singkat untuk membuat laporan, akan sangat menyulitkan jika

tahunan Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) Kabupaten Pesisir Selatan.. Dengan mempertimbangkan berbagai keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan. ditahun-tahun

Pada penulisan ini diuraikan tentang algoritma pembentukan pohon biner, menyisipkan simpul pada pohon biner dan juga kunjungannya yang berupa InOrder, PreOrder dan

kegiatan SKPD serta masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan Kabupaten