• Tidak ada hasil yang ditemukan

Weathering acceleration of andesite rock to release the nutrients element with humic material assistance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Weathering acceleration of andesite rock to release the nutrients element with humic material assistance"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PERCEPATAN PELAPUKAN BATUAN ANDESIT UNTUK PELEPASAN UNSUR HARA DENGAN BANTUAN BAHAN HUMAT

Oleh :

EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK A14070013

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Andesite Rock to Release the Nutrients Element with Humic Material Assistance. Supervised by BASUKI SUMAWINATA and GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Addition of recent volcanic material to increase fertility of weathered soils

have been frequently tried, but due to slow release of nutrients from volcanic

rocks it is therefore there is still no tangible benefit of ameliorating soil with such

materials. Various attempts to increase the release of nutrients from volcanic

rocks have been tried such as grinding the rocks into a smaller size as well as use

of chemical reagents to acidify rocks. However, all these trials still resulted in

slow rates of nutrient release. This research aims to study the role of humic

compounds in the release of the elements of andesitic-basaltic rock (sand size) and

as well as to understand the processes.

The method used in this research include: reaction of andesitic-basaltic

sand with humic compounds by soaking experiment, chemical analysis of the sand

using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and Flamephotometer.and mineralogical analyses of the sand using Polarizing Microscope and Scanning Electron Microscope (SEM).

The result showed that sand from Cimangkok before treatment with humic

material having a pH 5,80 while that has been treated with humic material having

a pH of 7,25. In addition, concentration of elements such as K, Na, Fe, Cu and Zn

increased after treatment with humic material. However, the concentration of Ca

& Mg were decreased, meanwhile the concentration of Mn was not affected. From

the analysis of the mineral it was observed that the surface of Plagioclase mineral,

Hyperstene and Augit was subjected to weathering, and was marked by the

surface of minerals become perforated and the surface of the minerals become

(3)

RINGKASAN

EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK. 2012. Percepatan Pelapukan Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur Hara dengan Bantuan Bahan Humat. Di

bawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA dan GUNAWAN

DJAJAKIRANA.

Penambahan bahan volkanik muda untuk menambah kesuburan alami

tanah-tanah yang telah terlapuk lanjut sudah lama dilakukan, akan tetapi

mengingat pelepasan unsur hara dari batuan volkanik tersebut umumnya berjalan

sangat lambat, sehingga sampai saat ini belum terlihat manfaatnya secara nyata

sebagai bahan amelioran. Berbagai usaha untuk meningkatkan kelarutan batuan

tersebut telah dilakukan sebagai contoh: usaha penghancuran batuan menjadi

ukuran yang lebih kecil, demikian pula dengan pereaksi kimia seperti

mengasamkan batuan. Akan tetapi semua hasil tersebut masih belum

menunjukkan pelepasan unsur hara yang cukup nyata untuk diaplikasikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan senyawa humat dalam

pelepasan unsur-unsur dari batuan (ukuran pasir) Andesitik-Basaltik dan sekaligus

untuk memahami proses-proses yang terjadi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; analisis mineral

dengan Polarizing Microscope dan Scanning Electron Microscope (SEM), analisis unsur hara dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan

Flamephotometer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasir Cimangkok sebelum perlakuan

dengan bahan humat memiliki pH 5,80 sedangkan yang telah diperlakukan

dengan bahan humat memiliki pH sebesar 7,25. Selain itu unsur-unsur seperti K,

Na, Fe, Cu dan Zn mengalami kenaikan setelah diberi perlakuan dengan bahan

humat. Tetapi untuk unsur Ca, Mg mengalami penurunan dan unsur Mn berada

dalam kondisi yang tetap. Dari analisis mineral terlihat bahwa permukaan mineral

Plagioklas, Hyperstene dan Augit mengalami pelapukan ditandai dengan

permukaan mineral menjadi berlubang-lubang dan permukaan mineral menjadi

bersih dari massa dasar setelah diberi perlakuan dengan bahan humat.

(4)

Oleh :

EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK A14070013

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Percepatan Pelapukan Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur

Hara dengan Bantuan Bahan Humat

Nama Mahasiswa : Eko Viyentino Simanjuntak

Nomor Pokok : A14070013

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr.) (Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc.) NIP. 19570610 198103 1 003 NIP. 19580824 198203 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

1988, putra dari pasangan keluarga Biraun Simanjuntak dan Ruslina Tampubolon.

Sebagai anak kelima dari lima bersaudara yaitu Friska Yunita Hamonangan

Simanjuntak, Roy Andry Parlindungan Simanjuntak, Hendra Simanjuntak dan

Frans Gery Simanjuntak.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 11 Medan

pada tahun 2001 kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 4 Medan dan lulus pada

tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 2 Medan, kemudian di tahun yang sama penulis

diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).

Selama jadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata

kuliah Biologi Tanah tahun ajaran 2010/2011, di Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan. Pada tahun 2011 penulis berkesempatan menjadi pemakalah

dalam Seminar dan Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) X

yang diadakan di Kota Solo. Skripsi ini dalam bentuk tulisan ilmiah terpublikasi

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan kasih dan karunia-Nya kepada kita semua. Hanya dengan izin dan

kemudahan yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan perkuliahan,

penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Percepatan Pelapukan

Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur Hara dengan Bantuan Bahan Humat”,

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu

Tanah dan Sumberdaya lahan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

 Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, saran dan

motivasi yang sungguh luar biasa selama penulis menjalani kuliah, penelitian dan

penulisan skripsi ini.

 Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi kedua, atas

bimbingan, nasihat, saran dan motivasi kepada penulis.

 Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah menguji dan

memberikan masukan untuk kesempurnaan tulisan ini.

 Direksi, staf, dan karyawan PT. BAM (Biccon Agro Makmur) Muaro Jambi,

Jambi atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menjalankan uji

lapang serta dapat menambah pengalaman yang luar biasa.

 Bapak (B. Simanjuntak) dan Mama (R. Tampubolon) tercinta atas doa dan

perhatian yang tak kunjung padam bagi penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

 Kakak (Friska Yunita Hamonangan Simanjuntak), abang-abangku (Roy Andry

Parlindungan Simanjuntak, Hendra Simanjuntak, Frans Gerry Simanjuntak),

terima kasih atas dorongan dan semangat yang telah diberikan bagi penulis.

 Staf Laboratorium (Pak Mantri, Bu Oktori, Bu Yani dan Kak Meiyu) serta

seluruh staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

 Semua pihak yang turut membantu penulisan dalam perkuliahan, penelitian dan

(8)

memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, 2 Januari 2012

(9)
(10)

Tabel Halaman

Teks

1. Pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dengan pelarut bahan

humat ... 13 2. Perbandingan hasil analisis tanaman kontrol dan tanaman dengan

perlakuan pupuk pasir yang telah diperlakukan dengan bahan humat ... 21

LAMPIRAN

1. Pengukuran panjang dan lebar daun pelepah ke-9 pada tanaman

kontrol (K) ... 27 2. Pengukuran panjang dan lebar daun pelepah ke-9 pada tanaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1. Fotomicrograph dari mineral Plagioklas (gambar atas A dan B) dan mineral Augit (gambar bawah C) setelah perlakuan dengan humat. Foto A pada mikroskop menggunakan analysator sedangkan foto B dan C menggunakan cross nikol dengan perbesaran skala bar 70

mikron ... 14 2. Scanning electron micrograph dari mineral Plagioklas. Foto 2a

sebelum perlakuan dan foto 2b setelah perlakuan dengan skala bar 200

mikron. Foto 2c dan 2d perbesaran dengan skala bar 100 mikron ... 14 3. Scanning electron micrograph dari mineral Hyperstene. Foto 3a

sebelum perlakuan dan foto 3b setelah perlakuan dengan skala bar 100

mikron. Foto 3c dan 3d perbesaran dengan skala bar 20 mikron ... 15 4. Scanning electron micrograph dari mineral Augit. Foto 4a sebelum

perlakuan dan foto 4b setelah perlakuan dengan skala bar 100 mikron.

Foto 4c dan 4d perbesaran dengan skala bar 20 mikron ... 15 5. Pengamatan daun pelepah pertama tanaman kontrol (K) dan tanaman

perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat (P) ... 20

LAMPIRAN

(12)

Pengembangan pertanian yang pesat menyebabkan hampir semua lahan

berbahan induk volkanik yang relatif subur sudah digunakan. Pilihan

pengembangan lahan berikutnya jatuh kepada lahan-lahan berbahan induk tua

seperti Podsolik di Sumatera dan Kalimantan, yang umumnya memiliki kesuburan

alami yang kurang baik, karena kandungan bahan mineral mudah lapuk seperti

Olivin, Augit, Hyperstene, Feldspar yang sangat rendah. Usaha untuk

meningkatkan kualitas kesuburan tanah miskin tersebut telah lama dipikirkan oleh

para ahli tanah antara lain dengan memberikan tepung batuan ke dalam tanah

untuk meniru apa yang terjadi pada saat abu gunung api tersebar pada lahan-lahan

pertanian di Jawa.

Berbagai usaha untuk meningkatkan kecepatan pelepasan unsur hara dari

tepung batuan yang diberikan kepada tanah telah dilakukan, sebagai contoh usaha

penghancuran batuan menjadi ukuran yang lebih kecil, demikian pula dengan

reaksi kimia seperti mengasamkan batuan. Semua hasil tersebut masih belum

menunjukkan pelepasan unsur hara yang cukup nyata untuk diaplikasikan

(Poeloengan, 1980). Adapula yang mereaksikannya dengan urea di mana terlihat

peningkatan pelepasan unsur hara, akan tetapi masih sulit diaplikasikan (Irwanti,

1999).

Salah satu kemungkinan untuk peningkatan pelepasan unsur hara dari

mineral adalah dengan mereaksikannya dengan bahan humat pada pH alkalis

sehingga senyawa silika mineral akan lebih mudah larut dan pula diharapkan

sebagian unsur-unsur akan dikhelat sehingga menjadi tersedia. Ahmad (2011),

menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada batuan beku dalam dapat

meningkatkan kelarutan unsur hara pada mineral dan juga memperlihatkan

bagaimana proses pelapukan tersebut terjadi. Batuan beku dalam memiliki kristal

yang besar dan umumnya sangat keras dibandingkan dengan batuan beku luar

seperti pada pasir Andesitik yang banyak dijumpai dan lebih mudah hancur secara

(13)

2

luar diperkirakan lebih mudah melepaskan unsur hara pada perlakuan batuan

tersebut dengan bahan humat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan senyawa humat dalam

pelepasan unsur-unsur dari batuan (ukuran pasir) Andesitik-Basaltik dan sekaligus

(14)

Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan

kepadatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan

sedimen merupakan penyusun permukaan bumi yang paling luas penyebarannya

secara horisontal. Penyebaran batuan metamorf tidak seluas batuan beku dan

sedimen kerena batuan ini terbentuk jauh di bawah permukaan bumi dan hanya

berhubungan dengan proses tektovulkanisme. Batuan terjadi dalam kondisi

berbagai pembentukan. Lingkungan pembentukan batuan dipengaruhi oleh pH,

komposisi magma asal (batuan beku), komposisi batuan asal (sedimen dan

metamorf), temperatur pembentukan, proses dekomposisi (rekristalisasi,

lithifikasi), tekanan dan waktu. Pembentukan dan penyebarannya di permukaan

bumi memerlukan berbagai proses geologi. Batuan beku memerlukan proses

tektovulkanisme, batuan sedimen proses sedimentasi dan tektonik, batuan

metamorf proses pembebanan dan tektonik. Tekstur dan komposisi mineral batuan

beku pada suatu daerah, dapat sama dan dapat berbeda, tergantung dari

temperatur, larutan kimia (fluida), konsentrasi, komposisi host rock dan waktu pembentukannya (Browne, 1991 dalam Corbett dan Leach 1996).

Batuan Beku

Batuan beku (igneous rock) adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma pada temperatur 600oC – 1500oC. Menurut Travis (1955),

berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineralnya, batuan beku dibagi atas:

1. Batuan beku ultra basa; dengan kandungan mineral: Olivin dan

Ca-Plagioklas. Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya Peridotit.

2. Batuan beku basa; dengan kandungan mineral: Ca-Plagioklas, Piroksin.

Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya: Gabro dan Basalt.

3. Batuan beku intermediet; dengan kandungan mineral: Biotit, Ca – Na

Plagioklas, Hornblende/Amfibol. Contoh batuannya: Diorit dan Andesit.

4. Batuan beku masam; dengan kandungan mineral: Kuarsa, K – Feldspar.

(15)

4

Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibagi atas:

1. Batuan beku luar/ekstrusif/eruptif (vulcanic rocks), memiliki tekstur holohialin.

2. Batuan beku korok/gang (hypabysal rocks), memiliki tekstur hipokristalin. 3. Batuan beku dalam/intrusif (plutonic rocks), memiliki tekstur

holokristalin.

Tingkat pelapukan batuan beku dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan

pembentukan dengan iklim (suhu) kepadatannya. Semakin berbeda lingkungan

pembentukannya dengan lingkungan sekarang, akan semakin mudah lapuk.

Batuan beku yang bertekstur holohialin lebih mudah melapuk dibanding yang

bersifat hipokristalin dan holokristalin.

Sistematika Mineral pada Batuan

Mineral-mineral penyusun batuan memiliki kesamaan fisik dan sifat fisik,

sehingga memungkinkan dilakukan penggolongan. Penggolongan mineral ke

dalam suatu sistematika dikemukakan oleh Berzellius berdasarkan kelompok

anion dan kation yang sama dalam kelompok besar yang disebut kelas. Klasifikasi

mineral berdasarkan kelas atau golongan terdiri dari golongan unsur, golongan

oksida, golongan hidroksida, golongan sulfida, golongan halida, golongan

karbonat, golongan sulfat, golongan fosfat dan golongan silikat. (Tan, 2003).

Golongan Karbonat

Mineral golongan karbonat dicirikan oleh kompleks anion CO32-. Mineral

karbonat yang penting dibagi atas tiga grup yaitu grup Kalsit, Aragonit dan

dolomit. Pada grup Kalsit, setiap atom O akan terikat pada dua atom Ca dan setiap

atom Ca akan terikat pada delapan atom O (Hurlbut and Klein, 1977). Kelarutan

mineral Kalsit bervariasi tergantung pada tekanan CO2 dan konsentrasi H+ dalam

larutan (Krauskopf, 1967 dalam Birkeland, 1974). Peningkatan tekanan CO2 dan

konsentrasi ion H+ akan meningkatkan laju peruraian Kalsit dan Aragonit serta

(CaMg)(CO3)2 dari golongan Dolomit. Kalsium karbonat (CaCO3) berada dalam

bentuk (a) partikel dan fragmen yang berbeda dari bahan organik atau inorganik,

(16)

oleh proses inorganik yang tersementasi secara kasar atau halus (Brownlow,

1979).

Golongan Silikat

Silika merupakan penyusun utama kerak bumi (Holmes, 1964). Kombinasi

silika dengan unsur lain membentuk golongan silikat. Mineral golongan silikat

dikelompokkan berdasarkan perbandingan unsur silikon dan oksigen. Mineral

silikat terbagi dua jenis, yaitu silikat primer dan mineral silikat sekunder

(Loughnan, 1969). Mineral silikat primer adalah mineral silikat yang terbentuk

dari hasil pembekuan magma, contohnya grup mineral Piroksin, sedangkan

mineral silikat sekunder terbentuk dari hasil pelapukan batuan atau dari hasil

ubahan mineral primer, contohnya grup mineral liat (clay).

Menurut Loughnan (1969) dalam struktur silikat, oksigen merupakan

anion yang paling penting. Ikatan antara kation dan oksigen meningkat sesuai

dengan jarak radius kation dan oksigen maka ikatan mineralnya akan semakin

kuat.

Mineral silikat didominasi oleh unsur Si, Al dan O ditambah unsur-unsur

lain seperti K, Na, Ca, Mg, Fe. Unsur Si dengan angka koordinasi empat akan

berikatan dengan oksigen membentuk kisi tetrahedra SiO4. Kisi tetrahedra di

dalam mineral akan membentuk rantai tetrahedra melalui penggunaan secara

bersama atom oksigen pada sudut-sudutnya. Berdasarkan susunan SiO4 di dalam

struktur mineral, dikenal enam tipe silikat (Tan, 2003), yaitu:

1. Siklosilikat: lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO3,

Si2O5). Struktur kelompok ini dicirikan oleh lingkaran heksagonal yang

beranggota enam tetrahedra yang dihubungkan satu sama lain oleh kation

seperti Mg, Na dan/atau Fe. Ikatan yang dihubungkan oleh kation tersebut

merupakan titik lemah mineral Turmalin, namun karena banyaknya ikatan

Si-O mineral ini relatif stabil.

2. Inosilikat: rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO3, Si4O11).

Kelompok ini dalam strukturnya mempunyai silika rantai tunggal

(Piroksen) dan rantai ganda (Amfibol) dihubungkan satu sama lain oleh

(17)

6

3. Nesosilikat: tetrahedra SiO4 terpisah. Kelompok ini terdiri atas tetrahedra

tunggal yang dihubungkan satu sama lain oleh ion Mg2+ dan Fe2+. Ikatan

Mg-O dan Fe-O merupakan ikatan yang lemah. Kepekaan mineral ini

terhadap pelapukan bervariasi satu sama lain, misalnya Amfibol dan

Olivin. Susunan atom oksigen yang padat misalnya pada atom zirkon

mengakibatkan mineral ini relatif keras, sementara pada atom olivin

susunan oksigennya relatif lebih renggang membuat mineral ini cepat

terlapuk.

4. Filosilikat: lembar tetrahedra (Si2O5). Rangkaian lembar tetrahedra silika

dengan oktahedra aluminiun melalui penggunaan secara bersama atom

oksigen. Penghancuran mineral biasanya terjadi melalui pemaksa-pisahan

ikatan Al-O dalam posisi tetrahedra dan oktahedra. Mineral Biotit dan

Muskovit merupakan contoh dari kelompok ini.

5. Sorosilikat: dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si2O7, Si5O16). Tetrahedra

silika secara tersendiri dan yang terangkai terbentuk melalui penggunaan

secara bersama atom oksigen. Mineral Epidot agak sukar terlapuk, namun

subsitusi isomorfik membuat mineral ini peka terhadap pelapukan.

6. Tektosilikat: jaringan tetrahedra (SiO2). Mineral ini dianggap sebagai

larutan padat dengan bentuk jaringan tetrahedra silika, yang

celah-celahnya ditempati oleh Na, Ca dan sebagainya. Kerapatan susunan atom

dalam strukturnya menyebabkan tingkat ketahanan bervariasi. Subsitusi Si

oleh Al dalam menyebabkan mineral Plagioklas lebih lemah dari mineral

K-Feldspar.

Lignit

Lignit dikenal dengan nama batubara muda, batubara coklat (brown coal) dan leonardite (Karr, 2001). Lignit terbentuk dari proses akumulasi bahan organik dalam jumlah yang berlebih, tergenang, mengalami dekomposisi dan

pengompakan (consolidated) (Lawson dan Stewart, 1989). Proses perubahan material organik menjadi lignit terjadi melalui dua fase pembentukan. Fase

pertama adalah proses akumulasi bahan organik dalam lingkungan yang

tergenang. Kemudian oleh aktivitas mikroba, akumulasi bahan organik mengalami

(18)

proses pembentukan bahan gambut. Pada fase kedua, bahan gambut yang telah

terbentuk mengalami proses penimbunan oleh material sedimen (sedimentasi), sehingga bahan gambut mengalami pemanasan hingga mencapai suhu ≥ 2000

C.

Dari proses pematangan tersebut batubara diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan

(Sembiring 2006), yaitu:

1. Batubara antrasit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling

tinggi dan nilai kalorinya berada > 7100 kal/gram.

2. Batubara bituminous, memiliki nilai kalori 6100-7100 kal/gram.

3. Batubara sub bituminous, memiliki nilai kalori 5100-6100 kal/gram.

4. Batubara lignit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling

rendah dan memiliki nilai kalori < 5100 kal/gram.

Senyawa Humat

Bahan organik di dalam tanah sering dipisahkan menjadi bahan

terhumifikasi dan tak terhumifikasi. Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah

senyawa-senyawa dalam tanaman dan organisme lain dengan karakteristik yang

jelas seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat dan lignin.

Tidak semua senyawa-senyawa tersebut terkena reaksi-reaksi degradasi dan

dekomposisi, ada yang dijerap oleh komponen anorganik tanah, seperti liat atau

senyawa-senyawa tersebut berada dalam kondisi anaerobik. Di dalam

kondisi-kondisi semacam ini, senyawa tersebut lebih terlindungi dari dekomposisi. Fraksi

terhumifiksai dikenal sebagai humus, atau sekarang lebih dikenal dengan senyawa

humat dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam

mengusulkan penggunaan nama asam fulvat menggantikan istilah asam krenik

(19)

8

koloidal yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat hitam dan

mempunyai berat molekul relatif lebih tinggi (Tan, 2003).

Senyawa humat tidak hanya di dalam tanah, tetapi juga terdapat di dalam

batuan, endapan sedimen sungai, laut dan danau. Berdasarkan hal tersebut

senyawa humat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe (Tan, 2003), yaitu:

1. Senyawa humat yang berasal dari terrestrial atau tanah, dibedakan berdasarkan asal dari bahan organiknya; kayu daun jarum (softwood), kayu daun lebar (hardwood), rumput dan bambu.

2. Senyawa humat dari aquatic, merupakan senyawa humat yang berasal dari endapan sungai, laut dan danau, yang materialnya dapat berasal dari luar

maupun dalam cekungan. Jika bahannya berasal dari luar cekungan, maka

komposisi senyawa humatnya mirip dengan terrestrial. 3. Senyawa humat dari gambut atau endapan rawa.

4. Senyawa humat dari endapan geologi, berupa batubara dan serpih (shale). 5. Senyawa humat dari Anthropogenic; senyawa humat yang berasal dari

aktivitas pertanian, industri, ternak, unggas dan sisa pembuangan

(sampah).

Bahan-bahan humat mengandung sejumlah ragam gugus hidroksil, namun

untuk karakterisasi asam humat umumnya hanya tiga jenis OH yang dibedakan

(Tan, 2003), yaitu:

1. Hidroksil total adalah gugus OH yang berkaitan dengan semua gugus

fungsional, seperti fenol, enol, hidrokuinon. Akan tetapi, dalam banyak

kasus hidroksil total mengacu hanya pada jumlah gugus OH-fenolik dan

alkoholik.

2. Gugus OH-fenolik adalah OH yang terikat pada lingkar benzena.

3. Gugus OH-alkoholik adalah OH yang berikatan dengan gugus alkoholik.

Peranan Senyawa Humat

Bahan-bahan humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan di

bidang pertanian. Bersama dengan liat tanah bahan-bahan humat mengandung

peranan penting atas sejumlah aktivitas kimia tanah. Mereka terlibat dalam reaksi

(20)

maupun tidak langsung. Secara tidak langsung mereka diketahui memperbaiki

kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara

langsung, bahan-bahan humat dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman

melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses

fisiologi lainnya. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan tanah

dan memainkan peranan penting khususnya dalam translokasi atau mobilisasi

lempung, aluminium dan besi yang menghasilkan perkembangan horizon spodik

dan horizon argilik (Tan, 2003).

Asam Humat Lignit

Asam humat lignit bersifat lebih hydrophobic, mengalami kondensasi yang tinggi sehingga jumlah gugus rantai dan gugus fungsionalnya sedikit dengan

kandungan hidrogen, oksigen dan nitrogen rendah (Francioso et al. 2003), serta kandungan alifatik dan C/N ratio yang tinggi (Zavodska dan Lesny, 2006).

Purifikasi garam humat akan menghasilkan senyawa humat dalam bentuk

asam humat. Asam humat mempengaruhi tingkat pelepasan hara dari mineral

tanah. Asam humat dapat memperbesar konsentrasi pelepasan hara kalium yang

terfiksasi oleh mineral illit dan montmorillonit (Tan, 2003). Senyawa humat yang

difraksionasi, utamanya dalam mencegah pemecahan hormon indoleacetic acid

(IAA) tanaman (Mato et al., 1971, 1972) dan meningkatkan serapan air (Piccolo

(21)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium, yaitu (1) Laboratorium

Genesis dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Institut Pertanian Bogor untuk perlakuan reaksi bahan humat dan pasir

Andesitik-Basaltik serta analisis kimia, dan (2) Laboratorium di Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Bogor untuk analisis mineral. Kegiatan penelitian

berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober tahun 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir dari Sungai

Cimangkok, Cianjur, Jawa Barat dan pelarut yang digunakan adalah bahan humat.

Untuk analisis kimia menggunakan air destilata dan Asam Sitrat 2%.

Alat yang digunakan adalah BICO PULVERIZER (sebagai alat

penggiling), ember (wadah penampungan), Scanning Electron Microscope

(SEM), AAS (untuk mengukur kadar Ca, Mg, Fe, Cu, Zn dan Mn),

Flamephotometer (untuk mengukur kadar K dan Na), serta pH-meter (untuk mengukur pH).

Metode Penelitian

Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: perlakuan pasir

Cimangkok dengan bahan humat, analisis mineralogi dari pasir Cimangkok dan

analisis kimia pasir Cimangkok sebelum dan setelah perlakuan dengan bahan

humat. Tahapan kerja penelitian adalah sebagai berikut :

Perlakuan Pasir Cimangkok dengan Bahan Humat

Pasir Cimangkok digiling dengan alat BICO PULVERIZER hingga lolos

saringan 16 mesh. Sebanyak 17 kg pasir hasil gilingan direndam dengan dengan 3

liter bahan humat hasil ekstraksi lignit dengan KOH 1N selama dua bulan di

dalam ember. Selama diinkubasi dilakukan pengadukan setiap 2 hari sekali. Pada

(22)

Analisis Mineral

Analisis mineral dilakukan terhadap bahan pasir Cimangkok sebelum dan

setelah perlakuan. Contoh pasir yang akan dianalisis mineral dicuci bersih dengan

air. Analisis mineral dilakukan dengan mikroskop polarisasi dan juga mikroskop

electron (Scanning Electron Microscope).

Analisis Kimia

Analisis kimia juga dilakukan terhadap bahan pasir Cimangkok sebelum

dan setelah perlakuan, yaitu dengan mengekstrak keduanya menggunakan air

destilata dan Asam Sitrat 2 %. Pengekstrakan dilakukan dengan menambahkan air

destilata dan Asam Sitrat masing sebanyak 30 ml terhadap 10 g

masing-masing contoh pasir. Pengocokan dengan masing-masing-masing-masing 30 ml air destilata dan

Asam Sitrat 2% dilakukan 2 kali berturut-turut dan dilanjutkan dengan 1 kali

pengocokan dengan masing-masing 40 ml air destilata dan Asam Sitrat 2%.

Pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan reciprocal shaker. Setiap kali pengocokan ekstraktan disaring dan ditampung di dalam sebuah labu takar 100

ml. Terakhir ekstrakan kemudian dianalisis dengan menggunakan AAS dan

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kelarutan Unsur Hara

Pasir Cimangkok sebelum perlakuan dengan bahan humat memiliki pH 5,8

sedangkan yang telah diperlakukan dengan bahan humat memiliki pH sebesar

7,25. Kenaikan pH pada pasir setelah perlakuan humat terjadi karena bahan humat

yang digunakan diperoleh dari ekstraksi bahan sumber humat menggunakan

larutan KOH 1N.

Pengaruh peningkatan pH pada campuran pasir Andesit dengan perlakuan

bahan humat terhadap pelepasan unsur hara disajikan pada Tabel 1. Perbandingan

terhadap pasir sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dengan bahan humat pada

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar kelarutan unsur mikro seperti Cu, Zn, Fe baik

yang terekstrak oleh air destilata maupun Asam Sitrat 2% lebih tinggi pada pasir

setelah perlakuan. Demikian pula untuk unsur K, akan tetapi sulit untuk

mengatakan bahwa unsur K yang terukur tersebut merupakan hasil seluruhnya

dari peningkatan kelarutan unsur K, karena unsur tersebut ditambahkan sebagai

KOH pada saat pelarutan bahan humat. Walaupun demikian karena pada

perlakuan pasir humat dengan ekstraksi Asam Sitrat 2% menunjukkan

peningkatan yang sangat jelas yakni sampai lebih dari 200% daripada ekstraksi K

oleh air destilata, maka dapat dikatakan bahwa pelepasan tersebut juga merupakan

andil dari pelepasan unsur K pada mineral. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa

unsur Ca dan Mg tidak menunjukkan penambahan unsur yang terekstrak baik oleh

air maupun Asam Sitrat 2% pada perlakuan pasir-humat dibandingkan dengan

dari pasir sebelum perlakuan. Hal ini dapat dipahami karena Ca dan Mg dalam

humat mengendap. Mineral yang banyak mengandung Ca dan Mg seperti Augit

dan Hyperstene mengalami penurunan kandungan Ca dan Mg karena jumlahnya

(24)

Tabel 1. Pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dengan pelarut bahan humat

Pengaruh Perlakuan terhadap Mineral secara Fisik

Proses pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dipengaruhi oleh sifat

fisik dan kimia dari mineral silikat sebagai penyusun utama pasir

Andesitik-Basaltik. Secara mikroskopik terlihat bahwa pada permukaan mineral Plagioklas,

Augit dan Hyperstene mengalami pembersihan dari massa dasar setelah perlakuan

dengan baham humat dan permukaan mineral tersebut berlubang-lubang.

Penampakan fisik dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop polarisasi

Gambar 1 dan mikroskop elektron Gambar 2, 3, dan 4.

Terlihat dari foto-foto pada Gambar 1 bahwa mineral Plagioklas

mengalami pelapukan lebih banyak jika dibandingkan dengan mineral Augit. Pada

mineral Plagioklas terlihat lebih banyak lubang-lubang yang terbentuk setelah

diberi perlakuan sedangkan permukaan yang berlubang pada mineral Augit hanya

(25)

14

Gambar 1. Fotomicrograph dari mineral Plagioklas (gambar atas A dan B) dan mineral Augit (gambar bawah C) setelah perlakuan dengan humat. Foto A pada mikroskop menggunakan analysator sedangkan foto B dan C menggunakan cross nikol dengan perbesaran skala bar 70

mikron.

(26)

Gambar 3. Scanning electron micrograph dari mineral Hyperstene. Foto 3a sebelum perlakuan dan foto 3b setelah perlakuan dengan skala bar 100 mikron. Foto 3c dan 3d perbesaran dengan skala bar 20 mikron.

(27)

16

Gambar 2 merupakan hasil scanning dari mineral Plagioklas. Gambar ini menunjukkan bahwa permukaan mineral Plagioklas setelah diberi perlakuan

humat terlihat bersih dari massa dasar dan berlubang-lubang. Foto 2c dan 2d pada

Gambar 2 merupakan perbesaran mineral Plagioklas sebelum dan setelah

perlakuan humat dengan skala bar 100 mikron. Perbesaran skala bar 100 mikron

pada foto 2d (setelah perlakuan humat) menunjukkan bahwa permukaan mineral

Plagioklas memiliki lubang-lubang yang lebih banyak jika dibandingkan dengan

foto 2c (sebelum perlakuan humat).

Gambar 3 merupakan hasil scanning mineral Hyperstene. Pada foto 3b mineral Hyperstene mengalami pembersihan dari massa dasar sehingga

permukaan mineral menjadi tidak rata. Berbeda dengan foto 3a dengan skala bar

yang sama yaitu 100 mikron, terlihat bahwa permukaan mineral Hyperstene masih

tertutupi massa dasar. Dari perbesaran skala bar 20 mikron terlihat lebih jelas

permukaan mineral Hyperstene masih tertutupi massa dasar (foto 3c). Setelah

diberi perlakuan humat (foto 3d), permukaan mineral Hyperstene sudah bersih

dari massa dasar sehingga permukaan mineral tidak rata.

Gambar 4 menunjukkan hasil scanning mineral Augit. Sama halnya dengan mineral Plagioklas dan mineral Hyperstene, terlihat bahwa mineral Augit

setelah perlakuan mengalami perubahan bentuk permukaan. Sebelum diberi

perlakuan humat permukaan mineral Augit masih tertutup massa dasar, sedangkan

setelah perlakuan humat permukaan mineral Augit bersih dari massa dasar dan

berlubang-lubang. Pada perbesaran dengan skala bar 20 mikron, lubang-lubang

permukaan mineral Augit setelah perlakuan humat (foto 4d) terlihat sangat jelas

jika dibandingkan sebelum perlakuan humat (foto 4c).

Proses Pelepasan Unsur Hara dari Pasir Andestik-Basaltik

Hasil uji SEM sebelum dan setelah percobaan memperlihatkan bahwa

proses pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dipengaruhi oleh sifat fisik

dan kimia dari mineral silikat sebagai penyusun utama pasir Andesitik-Basaltik.

Proses pelepasan unsur dari mineral silikat yang terdapat dalam pasir

(28)

1. Bidang batas kristal antara mineral dengan massa dasar

Hasil uji Scanning Electron Microscope (SEM) setelah perlakuan menunjukkan adanya kerusakan pada bidang batas (bidang kontak) antar

kristal. Kerusakan ini menunjukkan bahwa perbedaan butir kristal mineral

Plagioklas, Hyperstene dan Augit dengan massa dasar kristal dapat menjadi

celah bagi pelarut untuk masuk ke dalam ruang antar kristal dan

mendegradasi hubungan interlocking antara kristal Plagioklas, Hyperstene dan Augit dengan massa dasar (Gambar 1, 2 dan 3). Menurut Lowe (1986),

tekstur batuan dengan derajat ukuran butir kristal yang tidak seragam

(inequigranular) memiliki daya sangga yang rendah terhadap usaha penghancuran dibandingkan dengan batuan yang ukuran butirnya seragam

(equigranular). Perbedaan waktu pembentukan antara mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit dengan massa dasar memberikan tingkat resistensi

yang berbeda. Mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit terbentuk dengan

perubahan yang relatif lambat, sehingga dapat membentuk kristal yang

sempurna dengan ukuran yang lebih besar, berbeda dengan massa dasar

kristal yang terbentuk dari proses diferensiasi kristal yang berjalan cepat

sehingga tidak membentuk kristal yang sempurna dengan ukuran yang jauh

lebih kecil dari mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit. Perubahan yang

terjadi secara tiba-tiba akan memberikan tekanan pada mineral Plagioklas,

Hyperstene dan Augit dengan massa dasar yang terbentuk. Tekanan akan

menyebabkan terbentuknya mikro struktur (Putnis, 1992). Terbentuknya

mikro struktur dalam tubuh mineral akan menjadi salah satu faktor yang

mendapat mempercepat pelarutan pada pasir Andesitik-Basaltik.

Mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit yang terdapat di antara massa

dasar kristal memiliki resisten yang berbeda. Perlakuan dengan asam humat

yang mengandung gugus organik menyebabkan terjadinya degradasi pada

bidang kontak antara mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit dengan

massa dasar kristal. Bidang kontak merupakan zona lemah dari suatu

hubungan interlocking antara kristal, di mana pelarut akan mudah memasuki bidang ini dan menghancurkan kristal mineral dan terlepasnya unsur-unsur

(29)

18

2. Bidang belahan kristal

Perbedaan komposisi kimia akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia

mineral. Salah satu sifat fisik mineral adalah adanya bidang belahan. Bidang

belahan mineral merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu mineral

terhadap usaha pelarutan. Pemberian tekanan terhadap mineral menyebabkan

mineral terbelah menurut bidang dimana pada bidang tersebut terjadi

ikatan-ikatan atom yang paling lemah. Usaha pelarutan dengan bahan humat akan

merusak kristal mineral melalui bidang belahannya. Besarnya kemampuan

pelarut akan mempengaruhi kestabilan kristal mineral. Semakin tinggi daya

larut pelarut, akan semakin mudah menghancurkan mineral melalui bidang

belahannya.

3. Permukaan kristal yang tidak rata

Permukaan kristal yang tidak rata akan proses penghancuran akan

mengakibatkan permukaan pasir Andesitik-Basaltik menjadi tidak sama

(memiliki beda tinggi). Ketidakseragaman permukaan ini akan menyebabkan

mineral mudah mengalami pelarutan (pelepasan unsur hara) pada bagian

(30)

Pemberian bahan humat dapat meningkatkan pelepasan unsur hara dari

pasir Andesitik-Basaltik terutama unsur hara mikro.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada pasir setelah perlakuan dengan

bahan humat di lapangan untuk mengetahui manfaatnya secara langsung terhadap

(31)

20

HASIL UJI LAPANG

Uji lapang penggunaaan pupuk pasir dengan humat dilakukan di Kebun

Kelapa Sawit PT. Biccon Agro Makmur, Muaro Jambi, Jambi. Kegiatan

penelitian berlangsung dari bulan April sampai Mei tahun 2012. Bahan yang

digunakan pada penelitian ini adalah pupuk pasir setelah perlakuan dengan bahan

humat kemudian pupuk tersebut diaplikasikan pada lahan gambut. Tanaman yang

digunakan yaitu tanaman kelapa sawit yang berumur 2 tahun tetapi umur tanaman

kontrol lebih tua sekitar dua bulan dari tanaman dengan perlakuan pupuk pasir

dengan bahan humat. Metode uji lapang yaitu dengan menabur pupuk pasir

setelah perlakuan dengan bahan humat di piringan tanaman kelapa sawit dengan

dosis 1 kilogram untuk satu pokok tanaman dan dilakukan sebanyak 17 tanaman

kelapa sawit. Sebelum dan setelah perlakuan dengan pupuk pasir hasil perlakuan

dengan bahan humat (P), dilakukan analisis pada tanaman sebanyak 5 sampel

yaitu sampel P3, P6, P7, P10 dan P11. Untuk tanaman kontrol (K) juga dilakukan

analisis tanaman sebanyak 5 sampel yaitu sampel K3, K6, K7, K10 dan K11.

Pengamatan daun pelepah pertama pada tanaman kontrol (K) dan tanaman

dengan perlakuan pupuk pasir dengan humat (P) dapat dilihat pada Gambar 6.

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa daun dengan perlakuan pupuk (P) memiliki

daun yang lebih hijau jika dibandingkan dengan daun tanaman kontrol (K).

Gambar ini berarti pemberian pupuk pasir dengan bahan humat (P) dapat

mempengaruhi warna daun tanaman menjadi daun yang lebih hijau jika

dibandingkan dengan tanaman kontrol (K).

(32)

Hasil analisis setelah penambahan pupuk pasir dengan bahan humat

disajikan pada Tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanaman dengan

perlakuan pasir dengan bahan humat memiliki nilai yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan kontrol yang dapat dilihat dari nilai Kadar Abu, N-Total, P,

Basa-basa, Unsur Mikro, dan Boron. Nilai bobot tanaman setelah perlakuan

dengan pupuk pasir dengan bahan humat memiliki nilai yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan nilai tanaman kontrol. Hal ini dikarenakan umur tanaman

kontrol lebih tua dibandingkan umur tanaman dengan perlakuan pupuk pasir

humat.

Tabel 2. Perbandingan hasil analisis tanaman kontrol dan tanaman dengan perlakuan pupuk pasir yang telah diperlakukan dengan bahan humat.

Kontrol Perlakuan

Hasil analisis memperlihatkan bahwa kandungan basa-basa pada tanaman

perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat memiliki kadar lebih tinggi jika

dibandingkan dengan kontrol yang dapat dilihat dari unsur K, Na dan Ca.

Sedangkan untuk unsur Mg pada perlakuan pasir dengan bahan humat tidak

mengalami perubahan karena pupuk pasir dengan humat memiliki kandungan

unsur Mg yang sangat kecil. Dari Tabel 2 dapat dilihat juga bahwa kandungan

unsur mikro dari perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat memliki kadar lebih

tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya unsur Fe, Mn, Cu dan Zn jika

(33)

22

Dari hasil analisis uji lapang dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk

pasir yang telah diperlakukan dengan bahan humat dapat meningkatkan serapan

(34)

Senyawa Humat. Thesis. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Birkeland, P.W. 1974. Pedology, Weathering and Geomorphological Research. Oxford University Press. Oxford.

Brownlow, A. H. 1979. Geochmestry. Prentice- Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Corbett, G. J and Leach TM. 1996. Structure, alteration and mineralization.

Exploration Workshop. 41-74.

Francioso, O., D. Montecchio, V. Tugnoli, Z. Sanchez-Cortes and C. Gessa. 2003. Quantitative estimation of peat, brown coal and lignite humic acids using chmical parameters, 1H-NMR and DTA analyses. Bioresource Technology. 88: 189-195.

Holmes, A. 1964. Principle of Physical Geology. Nelson’s Australian Paperbacks.

Australia.

Hurlbut, C. S and C. Klein. 1977. Manual of Mineralogy. John Wiley and Sons, Inc.

Irwanti, I. 1999. Peranan Urea dan Amonium Sulfat dalam Mempercepat Pelepasan Ca, Mg, K, Cu dan Zn dari Mineral-Mineral pada Pasir Cimangkok dan Ciapus. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Karr, M. 2001. Oxidized Lignites and Extracs from Oxidized Lignites in Agriculture. ARCPACS Cert. Prof. Soil. Sci.

Lawson, G. J And D. Stewart. 1989. Coal Humid Acids. hlm 641-685. In: M.H.B. hayes (Eds). Humic Substances II. John Wiley & Sons Ltd.

Loughnan, F. C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publishing. New York.

Lowe, D. L. 1986. Controls on the rates of weathering and clay minerals in airfall tephras: a review and new New Zealand case study. In: SM Colman and DP Detheir (Eds). Rates of Chemical Weathering of Rocks and Minerals. Hlm 265-330. Academic Press. Orlando. FL.

(35)

24

Mato, M. C., M. G. Olmedo, and I. Mendez. 1972. Inhibition of indoleacetic acid oxidase by soil humic acids fractionated in Sephadex. Soil Biol Biochem 4: 469-473.

Piccolo, A., G. Celano, and G. Pietramellara. 1993. Effects of fractions of coal-derived humic subtances on seed germination and growth of seedlings (Lactuca sativa and Lycopersicon esculentum). Biology and fertility of soil. 16 (1): 11-15.

Putnis, A. 1992. Introduction to Mineral Sciences. Cambridge University Press.

Poeloengan, L. Y. 1980. Kesuburan Alami Latosol Nanggung dan Ciampea. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sembiring, S. F. 2006. Low rank coal business opportunity of Indonesian. Asia

Pasific Symposium of Low Rank Coal. Bandung.

psdg.bgl.esdm.go.id/makalah/BS-simon-minerbapabum.pdf

Tan, K. H. 2003. Humic Matter in Soil and the Enviroment. Marcel Dekker, Inc. New York.

Travis, R. B. 1955. Classification of rock. Quaterly of the Corolado School of Mines. 50 (1): 98

Zavodska, L and J. Lesny. 2006. Recent development in lignite investigation.

(36)
(37)

26

a b c

Gambar Lampiran 1. Porses penggilingan pasir Andesitik Basaltik

a b

(38)
(39)

28

(40)

Pengembangan pertanian yang pesat menyebabkan hampir semua lahan

berbahan induk volkanik yang relatif subur sudah digunakan. Pilihan

pengembangan lahan berikutnya jatuh kepada lahan-lahan berbahan induk tua

seperti Podsolik di Sumatera dan Kalimantan, yang umumnya memiliki kesuburan

alami yang kurang baik, karena kandungan bahan mineral mudah lapuk seperti

Olivin, Augit, Hyperstene, Feldspar yang sangat rendah. Usaha untuk

meningkatkan kualitas kesuburan tanah miskin tersebut telah lama dipikirkan oleh

para ahli tanah antara lain dengan memberikan tepung batuan ke dalam tanah

untuk meniru apa yang terjadi pada saat abu gunung api tersebar pada lahan-lahan

pertanian di Jawa.

Berbagai usaha untuk meningkatkan kecepatan pelepasan unsur hara dari

tepung batuan yang diberikan kepada tanah telah dilakukan, sebagai contoh usaha

penghancuran batuan menjadi ukuran yang lebih kecil, demikian pula dengan

reaksi kimia seperti mengasamkan batuan. Semua hasil tersebut masih belum

menunjukkan pelepasan unsur hara yang cukup nyata untuk diaplikasikan

(Poeloengan, 1980). Adapula yang mereaksikannya dengan urea di mana terlihat

peningkatan pelepasan unsur hara, akan tetapi masih sulit diaplikasikan (Irwanti,

1999).

Salah satu kemungkinan untuk peningkatan pelepasan unsur hara dari

mineral adalah dengan mereaksikannya dengan bahan humat pada pH alkalis

sehingga senyawa silika mineral akan lebih mudah larut dan pula diharapkan

sebagian unsur-unsur akan dikhelat sehingga menjadi tersedia. Ahmad (2011),

menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada batuan beku dalam dapat

meningkatkan kelarutan unsur hara pada mineral dan juga memperlihatkan

bagaimana proses pelapukan tersebut terjadi. Batuan beku dalam memiliki kristal

yang besar dan umumnya sangat keras dibandingkan dengan batuan beku luar

seperti pada pasir Andesitik yang banyak dijumpai dan lebih mudah hancur secara

(41)

2

luar diperkirakan lebih mudah melepaskan unsur hara pada perlakuan batuan

tersebut dengan bahan humat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan senyawa humat dalam

pelepasan unsur-unsur dari batuan (ukuran pasir) Andesitik-Basaltik dan sekaligus

(42)

Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan

kepadatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan

sedimen merupakan penyusun permukaan bumi yang paling luas penyebarannya

secara horisontal. Penyebaran batuan metamorf tidak seluas batuan beku dan

sedimen kerena batuan ini terbentuk jauh di bawah permukaan bumi dan hanya

berhubungan dengan proses tektovulkanisme. Batuan terjadi dalam kondisi

berbagai pembentukan. Lingkungan pembentukan batuan dipengaruhi oleh pH,

komposisi magma asal (batuan beku), komposisi batuan asal (sedimen dan

metamorf), temperatur pembentukan, proses dekomposisi (rekristalisasi,

lithifikasi), tekanan dan waktu. Pembentukan dan penyebarannya di permukaan

bumi memerlukan berbagai proses geologi. Batuan beku memerlukan proses

tektovulkanisme, batuan sedimen proses sedimentasi dan tektonik, batuan

metamorf proses pembebanan dan tektonik. Tekstur dan komposisi mineral batuan

beku pada suatu daerah, dapat sama dan dapat berbeda, tergantung dari

temperatur, larutan kimia (fluida), konsentrasi, komposisi host rock dan waktu pembentukannya (Browne, 1991 dalam Corbett dan Leach 1996).

Batuan Beku

Batuan beku (igneous rock) adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma pada temperatur 600oC – 1500oC. Menurut Travis (1955),

berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineralnya, batuan beku dibagi atas:

1. Batuan beku ultra basa; dengan kandungan mineral: Olivin dan

Ca-Plagioklas. Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya Peridotit.

2. Batuan beku basa; dengan kandungan mineral: Ca-Plagioklas, Piroksin.

Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya: Gabro dan Basalt.

3. Batuan beku intermediet; dengan kandungan mineral: Biotit, Ca – Na

Plagioklas, Hornblende/Amfibol. Contoh batuannya: Diorit dan Andesit.

4. Batuan beku masam; dengan kandungan mineral: Kuarsa, K – Feldspar.

(43)

4

Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibagi atas:

1. Batuan beku luar/ekstrusif/eruptif (vulcanic rocks), memiliki tekstur holohialin.

2. Batuan beku korok/gang (hypabysal rocks), memiliki tekstur hipokristalin. 3. Batuan beku dalam/intrusif (plutonic rocks), memiliki tekstur

holokristalin.

Tingkat pelapukan batuan beku dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan

pembentukan dengan iklim (suhu) kepadatannya. Semakin berbeda lingkungan

pembentukannya dengan lingkungan sekarang, akan semakin mudah lapuk.

Batuan beku yang bertekstur holohialin lebih mudah melapuk dibanding yang

bersifat hipokristalin dan holokristalin.

Sistematika Mineral pada Batuan

Mineral-mineral penyusun batuan memiliki kesamaan fisik dan sifat fisik,

sehingga memungkinkan dilakukan penggolongan. Penggolongan mineral ke

dalam suatu sistematika dikemukakan oleh Berzellius berdasarkan kelompok

anion dan kation yang sama dalam kelompok besar yang disebut kelas. Klasifikasi

mineral berdasarkan kelas atau golongan terdiri dari golongan unsur, golongan

oksida, golongan hidroksida, golongan sulfida, golongan halida, golongan

karbonat, golongan sulfat, golongan fosfat dan golongan silikat. (Tan, 2003).

Golongan Karbonat

Mineral golongan karbonat dicirikan oleh kompleks anion CO32-. Mineral

karbonat yang penting dibagi atas tiga grup yaitu grup Kalsit, Aragonit dan

dolomit. Pada grup Kalsit, setiap atom O akan terikat pada dua atom Ca dan setiap

atom Ca akan terikat pada delapan atom O (Hurlbut and Klein, 1977). Kelarutan

mineral Kalsit bervariasi tergantung pada tekanan CO2 dan konsentrasi H+ dalam

larutan (Krauskopf, 1967 dalam Birkeland, 1974). Peningkatan tekanan CO2 dan

konsentrasi ion H+ akan meningkatkan laju peruraian Kalsit dan Aragonit serta

(CaMg)(CO3)2 dari golongan Dolomit. Kalsium karbonat (CaCO3) berada dalam

bentuk (a) partikel dan fragmen yang berbeda dari bahan organik atau inorganik,

(44)

oleh proses inorganik yang tersementasi secara kasar atau halus (Brownlow,

1979).

Golongan Silikat

Silika merupakan penyusun utama kerak bumi (Holmes, 1964). Kombinasi

silika dengan unsur lain membentuk golongan silikat. Mineral golongan silikat

dikelompokkan berdasarkan perbandingan unsur silikon dan oksigen. Mineral

silikat terbagi dua jenis, yaitu silikat primer dan mineral silikat sekunder

(Loughnan, 1969). Mineral silikat primer adalah mineral silikat yang terbentuk

dari hasil pembekuan magma, contohnya grup mineral Piroksin, sedangkan

mineral silikat sekunder terbentuk dari hasil pelapukan batuan atau dari hasil

ubahan mineral primer, contohnya grup mineral liat (clay).

Menurut Loughnan (1969) dalam struktur silikat, oksigen merupakan

anion yang paling penting. Ikatan antara kation dan oksigen meningkat sesuai

dengan jarak radius kation dan oksigen maka ikatan mineralnya akan semakin

kuat.

Mineral silikat didominasi oleh unsur Si, Al dan O ditambah unsur-unsur

lain seperti K, Na, Ca, Mg, Fe. Unsur Si dengan angka koordinasi empat akan

berikatan dengan oksigen membentuk kisi tetrahedra SiO4. Kisi tetrahedra di

dalam mineral akan membentuk rantai tetrahedra melalui penggunaan secara

bersama atom oksigen pada sudut-sudutnya. Berdasarkan susunan SiO4 di dalam

struktur mineral, dikenal enam tipe silikat (Tan, 2003), yaitu:

1. Siklosilikat: lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO3,

Si2O5). Struktur kelompok ini dicirikan oleh lingkaran heksagonal yang

beranggota enam tetrahedra yang dihubungkan satu sama lain oleh kation

seperti Mg, Na dan/atau Fe. Ikatan yang dihubungkan oleh kation tersebut

merupakan titik lemah mineral Turmalin, namun karena banyaknya ikatan

Si-O mineral ini relatif stabil.

2. Inosilikat: rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO3, Si4O11).

Kelompok ini dalam strukturnya mempunyai silika rantai tunggal

(Piroksen) dan rantai ganda (Amfibol) dihubungkan satu sama lain oleh

(45)

6

3. Nesosilikat: tetrahedra SiO4 terpisah. Kelompok ini terdiri atas tetrahedra

tunggal yang dihubungkan satu sama lain oleh ion Mg2+ dan Fe2+. Ikatan

Mg-O dan Fe-O merupakan ikatan yang lemah. Kepekaan mineral ini

terhadap pelapukan bervariasi satu sama lain, misalnya Amfibol dan

Olivin. Susunan atom oksigen yang padat misalnya pada atom zirkon

mengakibatkan mineral ini relatif keras, sementara pada atom olivin

susunan oksigennya relatif lebih renggang membuat mineral ini cepat

terlapuk.

4. Filosilikat: lembar tetrahedra (Si2O5). Rangkaian lembar tetrahedra silika

dengan oktahedra aluminiun melalui penggunaan secara bersama atom

oksigen. Penghancuran mineral biasanya terjadi melalui pemaksa-pisahan

ikatan Al-O dalam posisi tetrahedra dan oktahedra. Mineral Biotit dan

Muskovit merupakan contoh dari kelompok ini.

5. Sorosilikat: dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si2O7, Si5O16). Tetrahedra

silika secara tersendiri dan yang terangkai terbentuk melalui penggunaan

secara bersama atom oksigen. Mineral Epidot agak sukar terlapuk, namun

subsitusi isomorfik membuat mineral ini peka terhadap pelapukan.

6. Tektosilikat: jaringan tetrahedra (SiO2). Mineral ini dianggap sebagai

larutan padat dengan bentuk jaringan tetrahedra silika, yang

celah-celahnya ditempati oleh Na, Ca dan sebagainya. Kerapatan susunan atom

dalam strukturnya menyebabkan tingkat ketahanan bervariasi. Subsitusi Si

oleh Al dalam menyebabkan mineral Plagioklas lebih lemah dari mineral

K-Feldspar.

Lignit

Lignit dikenal dengan nama batubara muda, batubara coklat (brown coal) dan leonardite (Karr, 2001). Lignit terbentuk dari proses akumulasi bahan organik dalam jumlah yang berlebih, tergenang, mengalami dekomposisi dan

pengompakan (consolidated) (Lawson dan Stewart, 1989). Proses perubahan material organik menjadi lignit terjadi melalui dua fase pembentukan. Fase

pertama adalah proses akumulasi bahan organik dalam lingkungan yang

tergenang. Kemudian oleh aktivitas mikroba, akumulasi bahan organik mengalami

(46)

proses pembentukan bahan gambut. Pada fase kedua, bahan gambut yang telah

terbentuk mengalami proses penimbunan oleh material sedimen (sedimentasi), sehingga bahan gambut mengalami pemanasan hingga mencapai suhu ≥ 2000

C.

Dari proses pematangan tersebut batubara diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan

(Sembiring 2006), yaitu:

1. Batubara antrasit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling

tinggi dan nilai kalorinya berada > 7100 kal/gram.

2. Batubara bituminous, memiliki nilai kalori 6100-7100 kal/gram.

3. Batubara sub bituminous, memiliki nilai kalori 5100-6100 kal/gram.

4. Batubara lignit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling

rendah dan memiliki nilai kalori < 5100 kal/gram.

Senyawa Humat

Bahan organik di dalam tanah sering dipisahkan menjadi bahan

terhumifikasi dan tak terhumifikasi. Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah

senyawa-senyawa dalam tanaman dan organisme lain dengan karakteristik yang

jelas seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat dan lignin.

Tidak semua senyawa-senyawa tersebut terkena reaksi-reaksi degradasi dan

dekomposisi, ada yang dijerap oleh komponen anorganik tanah, seperti liat atau

senyawa-senyawa tersebut berada dalam kondisi anaerobik. Di dalam

kondisi-kondisi semacam ini, senyawa tersebut lebih terlindungi dari dekomposisi. Fraksi

terhumifiksai dikenal sebagai humus, atau sekarang lebih dikenal dengan senyawa

humat dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam

mengusulkan penggunaan nama asam fulvat menggantikan istilah asam krenik

(47)

8

koloidal yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat hitam dan

mempunyai berat molekul relatif lebih tinggi (Tan, 2003).

Senyawa humat tidak hanya di dalam tanah, tetapi juga terdapat di dalam

batuan, endapan sedimen sungai, laut dan danau. Berdasarkan hal tersebut

senyawa humat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe (Tan, 2003), yaitu:

1. Senyawa humat yang berasal dari terrestrial atau tanah, dibedakan berdasarkan asal dari bahan organiknya; kayu daun jarum (softwood), kayu daun lebar (hardwood), rumput dan bambu.

2. Senyawa humat dari aquatic, merupakan senyawa humat yang berasal dari endapan sungai, laut dan danau, yang materialnya dapat berasal dari luar

maupun dalam cekungan. Jika bahannya berasal dari luar cekungan, maka

komposisi senyawa humatnya mirip dengan terrestrial. 3. Senyawa humat dari gambut atau endapan rawa.

4. Senyawa humat dari endapan geologi, berupa batubara dan serpih (shale). 5. Senyawa humat dari Anthropogenic; senyawa humat yang berasal dari

aktivitas pertanian, industri, ternak, unggas dan sisa pembuangan

(sampah).

Bahan-bahan humat mengandung sejumlah ragam gugus hidroksil, namun

untuk karakterisasi asam humat umumnya hanya tiga jenis OH yang dibedakan

(Tan, 2003), yaitu:

1. Hidroksil total adalah gugus OH yang berkaitan dengan semua gugus

fungsional, seperti fenol, enol, hidrokuinon. Akan tetapi, dalam banyak

kasus hidroksil total mengacu hanya pada jumlah gugus OH-fenolik dan

alkoholik.

2. Gugus OH-fenolik adalah OH yang terikat pada lingkar benzena.

3. Gugus OH-alkoholik adalah OH yang berikatan dengan gugus alkoholik.

Peranan Senyawa Humat

Bahan-bahan humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan di

bidang pertanian. Bersama dengan liat tanah bahan-bahan humat mengandung

peranan penting atas sejumlah aktivitas kimia tanah. Mereka terlibat dalam reaksi

(48)

maupun tidak langsung. Secara tidak langsung mereka diketahui memperbaiki

kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara

langsung, bahan-bahan humat dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman

melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses

fisiologi lainnya. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan tanah

dan memainkan peranan penting khususnya dalam translokasi atau mobilisasi

lempung, aluminium dan besi yang menghasilkan perkembangan horizon spodik

dan horizon argilik (Tan, 2003).

Asam Humat Lignit

Asam humat lignit bersifat lebih hydrophobic, mengalami kondensasi yang tinggi sehingga jumlah gugus rantai dan gugus fungsionalnya sedikit dengan

kandungan hidrogen, oksigen dan nitrogen rendah (Francioso et al. 2003), serta kandungan alifatik dan C/N ratio yang tinggi (Zavodska dan Lesny, 2006).

Purifikasi garam humat akan menghasilkan senyawa humat dalam bentuk

asam humat. Asam humat mempengaruhi tingkat pelepasan hara dari mineral

tanah. Asam humat dapat memperbesar konsentrasi pelepasan hara kalium yang

terfiksasi oleh mineral illit dan montmorillonit (Tan, 2003). Senyawa humat yang

difraksionasi, utamanya dalam mencegah pemecahan hormon indoleacetic acid

(IAA) tanaman (Mato et al., 1971, 1972) dan meningkatkan serapan air (Piccolo

(49)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium, yaitu (1) Laboratorium

Genesis dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Institut Pertanian Bogor untuk perlakuan reaksi bahan humat dan pasir

Andesitik-Basaltik serta analisis kimia, dan (2) Laboratorium di Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Bogor untuk analisis mineral. Kegiatan penelitian

berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober tahun 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir dari Sungai

Cimangkok, Cianjur, Jawa Barat dan pelarut yang digunakan adalah bahan humat.

Untuk analisis kimia menggunakan air destilata dan Asam Sitrat 2%.

Alat yang digunakan adalah BICO PULVERIZER (sebagai alat

penggiling), ember (wadah penampungan), Scanning Electron Microscope

(SEM), AAS (untuk mengukur kadar Ca, Mg, Fe, Cu, Zn dan Mn),

Flamephotometer (untuk mengukur kadar K dan Na), serta pH-meter (untuk mengukur pH).

Metode Penelitian

Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: perlakuan pasir

Cimangkok dengan bahan humat, analisis mineralogi dari pasir Cimangkok dan

analisis kimia pasir Cimangkok sebelum dan setelah perlakuan dengan bahan

humat. Tahapan kerja penelitian adalah sebagai berikut :

Perlakuan Pasir Cimangkok dengan Bahan Humat

Pasir Cimangkok digiling dengan alat BICO PULVERIZER hingga lolos

saringan 16 mesh. Sebanyak 17 kg pasir hasil gilingan direndam dengan dengan 3

liter bahan humat hasil ekstraksi lignit dengan KOH 1N selama dua bulan di

dalam ember. Selama diinkubasi dilakukan pengadukan setiap 2 hari sekali. Pada

(50)

Analisis Mineral

Analisis mineral dilakukan terhadap bahan pasir Cimangkok sebelum dan

setelah perlakuan. Contoh pasir yang akan dianalisis mineral dicuci bersih dengan

air. Analisis mineral dilakukan dengan mikroskop polarisasi dan juga mikroskop

electron (Scanning Electron Microscope).

Analisis Kimia

Analisis kimia juga dilakukan terhadap bahan pasir Cimangkok sebelum

dan setelah perlakuan, yaitu dengan mengekstrak keduanya menggunakan air

destilata dan Asam Sitrat 2 %. Pengekstrakan dilakukan dengan menambahkan air

destilata dan Asam Sitrat masing sebanyak 30 ml terhadap 10 g

masing-masing contoh pasir. Pengocokan dengan masing-masing-masing-masing 30 ml air destilata dan

Asam Sitrat 2% dilakukan 2 kali berturut-turut dan dilanjutkan dengan 1 kali

pengocokan dengan masing-masing 40 ml air destilata dan Asam Sitrat 2%.

Pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan reciprocal shaker. Setiap kali pengocokan ekstraktan disaring dan ditampung di dalam sebuah labu takar 100

ml. Terakhir ekstrakan kemudian dianalisis dengan menggunakan AAS dan

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kelarutan Unsur Hara

Pasir Cimangkok sebelum perlakuan dengan bahan humat memiliki pH 5,8

sedangkan yang telah diperlakukan dengan bahan humat memiliki pH sebesar

7,25. Kenaikan pH pada pasir setelah perlakuan humat terjadi karena bahan humat

yang digunakan diperoleh dari ekstraksi bahan sumber humat menggunakan

larutan KOH 1N.

Pengaruh peningkatan pH pada campuran pasir Andesit dengan perlakuan

bahan humat terhadap pelepasan unsur hara disajikan pada Tabel 1. Perbandingan

terhadap pasir sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dengan bahan humat pada

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar kelarutan unsur mikro seperti Cu, Zn, Fe baik

yang terekstrak oleh air destilata maupun Asam Sitrat 2% lebih tinggi pada pasir

setelah perlakuan. Demikian pula untuk unsur K, akan tetapi sulit untuk

mengatakan bahwa unsur K yang terukur tersebut merupakan hasil seluruhnya

dari peningkatan kelarutan unsur K, karena unsur tersebut ditambahkan sebagai

KOH pada saat pelarutan bahan humat. Walaupun demikian karena pada

perlakuan pasir humat dengan ekstraksi Asam Sitrat 2% menunjukkan

peningkatan yang sangat jelas yakni sampai lebih dari 200% daripada ekstraksi K

oleh air destilata, maka dapat dikatakan bahwa pelepasan tersebut juga merupakan

andil dari pelepasan unsur K pada mineral. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa

unsur Ca dan Mg tidak menunjukkan penambahan unsur yang terekstrak baik oleh

air maupun Asam Sitrat 2% pada perlakuan pasir-humat dibandingkan dengan

dari pasir sebelum perlakuan. Hal ini dapat dipahami karena Ca dan Mg dalam

humat mengendap. Mineral yang banyak mengandung Ca dan Mg seperti Augit

dan Hyperstene mengalami penurunan kandungan Ca dan Mg karena jumlahnya

(52)

Tabel 1. Pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dengan pelarut bahan humat

Pengaruh Perlakuan terhadap Mineral secara Fisik

Proses pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dipengaruhi oleh sifat

fisik dan kimia dari mineral silikat sebagai penyusun utama pasir

Andesitik-Basaltik. Secara mikroskopik terlihat bahwa pada permukaan mineral Plagioklas,

Augit dan Hyperstene mengalami pembersihan dari massa dasar setelah perlakuan

dengan baham humat dan permukaan mineral tersebut berlubang-lubang.

Penampakan fisik dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop polarisasi

Gambar 1 dan mikroskop elektron Gambar 2, 3, dan 4.

Terlihat dari foto-foto pada Gambar 1 bahwa mineral Plagioklas

mengalami pelapukan lebih banyak jika dibandingkan dengan mineral Augit. Pada

mineral Plagioklas terlihat lebih banyak lubang-lubang yang terbentuk setelah

diberi perlakuan sedangkan permukaan yang berlubang pada mineral Augit hanya

(53)

14

Gambar 1. Fotomicrograph dari mineral Plagioklas (gambar atas A dan B) dan mineral Augit (gambar bawah C) setelah perlakuan dengan humat. Foto A pada mikroskop menggunakan analysator sedangkan foto B dan C menggunakan cross nikol dengan perbesaran skala bar 70

mikron.

(54)

Gambar 3. Scanning electron micrograph dari mineral Hyperstene. Foto 3a sebelum perlakuan dan foto 3b setelah perlakuan dengan skala bar 100 mikron. Foto 3c dan 3d perbesaran dengan skala bar 20 mikron.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dengan pelarut bahan humat
Gambar 1. Fotomicrograph dari mineral Plagioklas (gambar atas A dan B) dan mineral Augit
Gambar 3. Scanning electron micrograph dari mineral Hyperstene. Foto 3a sebelum perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

3HUDQ SHQWLQJ NHOXDUJD PHUXSDNDQ lingkungan utama dalam menyiapkan anak remaja menghadapi masa pubertas. Proses pembentukan kepribadian anak remaja tersebut dapat

penyerapan bunyi yang kurang baik telah menyebabkan gangguan bunyi dalam bilik kuliah. Susunatur kerusi yang terdapat dalam bilik kuliah juga tidak baik kerana ia boleh

Jumlah kekuasaan sangat ditentukan oleh banyaknya relasi yang dibangun oleh segenap anggota dalam suatu komunitas, yang selalu bekerja sama dari waktu ke waktu

Dengan adanya rasa rajâ‟ pada jiwa seseorang, akan memberikan rasa optimisme yang tinggi untuk menjalani hidup, sehingga seseorang bisa mengendalikan pikirannya ketika

Perekayasaan mixer settler atau tangki pengaduk pengenap salah satunya adalah tangki berpengaduk (mixer tank), digunakan untuk proses ekstraksi uranium dari larutan asam fosfat

Dalam penelitian ini, peneliti memusatkan perhatian terhadap perubahan berat segar , berat kulit, berat daging buah, peel to pulp ratio (rasio berat kulit buah dan berat daging

Agroindustri daging sapi merupakan suatu kegiatan ekonomi, karena berhubungan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi untuk