• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) (Studi kasus usaha perikanan H. Ijam di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) (Studi kasus usaha perikanan H. Ijam di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN

IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

(Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

ASTRID BAGJARIANI

H34096009

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MAKALAH SEMINAR

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. Ijam Di

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Astrid Bagjariani 1) dan Juniar Atmakusuma 2)

1)

Mahasiswa, Departemen Agribisnis FEM IPB, H34096009

2)Dosen Pembimbing, Departemen Agribisnis FEM, IPB, Ir. MS

ABSTRACT

Enterprises Colossoma macropomum hatcheries (BAT) is a very risky business. One manufacturer BAT successful to date is Fishery H. Ijam (UPHI). The purpose of this study was to analyze the source of hatchery production risk BAT analyze how the probability and impact of risks seed production in BAT activity, and analyze alternative strategies that can be done to address the risks of production that occurs in UPHI. Six factors are the source of production risk is an error in the selection of the parent, the parent fault injection, cannibalism, the dry season, water temperature changes are extreme seed can lead to death, and disease. Based on the analysis of the probability of using the z-score is the source of production risk mistakes in the selection of the parent has a value of 12.1 percent probability risk, stem injection errors by 39.7 percent, 10.6 percent cannibalism, weather factors during the dry season by 29 , 8 percent, changes in water temperature of 37.8 percent, and 39.4 percent of the disease. Meanwhile, based on the analysis of the impact of risk using Value at Risk (VaR) shows that the errors stem injection of Rp 28,802,201, dry summer weather factors of Rp 25,448,054, parent selection error Rp 13,858,178, Rp 6,676,490 disease , changes in water temperature of Rp 6,366,539 and Rp 3,891,437 cannibalism. An alternative strategy that uses a strategy of preventive risk is a source of risk in quadrants 1 and 2 changes in temperature, disease, stem injection error and weather factors during the dry season. The use of mitigation strategies used for sources of risk in quadrants 2 and 4, namely injecting stem errors, weather factors, and errors in the selection of sires. As for the sources of risk that exist in quadrant 3 cannibalism using preventive strategies.

(3)

RINGKASAN

ASTRID BAGJARIANI. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal

Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H.

Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor). Skripsi.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA).

Industri perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan yang dilakukan secara berlebihan atau over fishing. Ikan Bawal Air Tawar (BAT) merupakan salah satu komoditas subsektor perikanan budidaya yang memiliki potensi pada pasar ikan konsumsi. Permintaan ikan BAT dari Hongkong, baru bisa dipenuhi 10 persen saja. Penyediaan benih unggul merupakan faktor kunci dan strategis untuk dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan potensi perikanan budidaya sehingga mampu berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Benih memainkan peranan penting sebagai sarana produksi utama dalam mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. Tersedianya benih bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus keberlanjutan produksi perikanan budidaya.

Penelitian dilakukan pada salah satu pembudidaya ikan BAT di Kabupaten Bogor yaitu Bapak H. Ijam yang merupakan pemilik Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI), yang dilaksanakan dari bulan Oktober-Desember 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis risiko produksi berupa analisis sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi, dan menganalisis strategi yang akan diusulkan untuk mengatasi sumber-sumber risiko yang tersebut dalam pembenihan ikan BAT pada UPHI. Data yang digunakan berasal dari data primer dan sekunder dengan responden sebanyak 12 orang yang berasal dari pihak internal UPHI dengan metode purposive. Analisis yang dilakukan berupa analisis kualitatif yang meliputi gambaran umum perusahaan, proses pembenihan BAT pada UPHI, identifikasi sumber-sumber risiko, dan penanganan risiko serta analisis kuantitatif meliputi analisis probabilitas, dengan metode nilai standar atau z-score, dan analisis dampak dengan menggunakan metode VaR (Value at Risk).

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa ada empat faktor-faktor yang menjadi sumber risiko pada kegiatan produksi pembenihan BAT pada UPHI yaitu Sumber risiko produksi kesalahan SDM memiliki nilai probabilitas risiko terbesar yaitu sebesar 48,4 persen, faktor cuaca 45,6 persen, kanibalisme sebesar 42,5 persen, dan penyakit sebesar 8,5 persen. Pada perhitungan dampak risiko produksi ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error

(4)

Strategi penanganan risiko dirumuskan berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi pada peta risiko. Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 1 dan 2 akan ditangani dengan strategi preventif, sedangkan sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2 dan 4 ditangani dengan strategi mitigasi. Kuadran 1 diisi oleh sumber risiko produksi kanibalisme. Strategi preventif yang diusulkan untuk menangani kanibalisme adalah dengan penjadwalan pemberian pakan sehingga mampu mengurangi sifat kanibalisme dari benih BAT itu sendiri. Kuadran 2 diisi oleh kesalahan SDM dan faktor cuaca. Strategi preventif yang diusulkan adalah job description yang jelas dan tepat sesuai keahlian karyawan, pembuatan SOP (standard opereation process) pembenihan BAT, mengikuti pelatihan pembenihan BAT, pemeliharan BAT secara intensif baik dalam pemberian pakan maupun pemeliharan benih BAT, sedangkan strategi mitigasi yang diusulkan untuk sumber risiko pada kuadran 2 adalah menambahkan dosis obat ovaprim yang digunakan dengan segera apabila terjadi kekurangan dosis obat pada induk, recruitment jasa ahli untuk penyuntikan indukan BAT, diversifikasi usaha ikan hias koi dan ikan pemancingan, serta untuk usulan strategi mitigasi terakhir adalah dengan menambah fasilitas alat stel otomatis suhu. Kuadran 3 diisi oleh sumber risiko penyakit. Strategi yang diusulkan berupa strategi pencegahan atau preventif karena probabilitas dan dampak yang dihasilkan kecil. Strategi preventif untuk penyakit berupa penyeleksian pakan terlebih dahulu, penjadwalan pembersihan media budidaya, filterisasi sumber pengairan, dan isolasi ikan BAT yang terkena penyakit.

(5)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN

IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

(Studi Kasus Pada Usaha Perikanan H. ijam Di Desa Cikupa,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

ASTRID BAGJARIANI H34096009

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air

Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Usaha Perikanan H. IJam Di Desa Cikupa, Kecamatan

Tenjolaya, Kabupaten Bogor)

Nama : Astrid Bagjariani

NRP : H34096009

Disetujui, Pembimbing

Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 19530104 197903 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko

Produksi Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) (Studi Kasus Usaha Perikanan H. Ijam Di Desa Cikupa, Kecamatan Tenjolaya,

Kabupaten Bogor)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka

dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Astrid Bagjariani

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 30 Maret 1988. Penulis adalah

anak pertama dari pasangan Bapak Drs. Agus Bagja ES dan Ibu Ariani Yuhana

S.Pd.

Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Kotanyari

pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Satu Banjarsari dan lulus pada tahun

2003 dan selanjutnya menyeleseikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

Negeri Dua Ciamis pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa

Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian

Manajemen Agribisnis melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan

lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program

Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan

karuniaNya. Alhamdulillah atas pertolonganNya yang telah diberikan kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Analisis Risiko Produksi Pembenihan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten

Bogor”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen

Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Shalawat

serta salam tak lupa penulis haturkan pada nabi besar Muhammad SAW beserta

keluarga, sahabat, serta penerus seperjuangannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi dan alternatif

strategi penanganan risiko pada budidaya pembenihan Bawal Air Tawar

(Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Segala upaya dan kerja yang optimal telah dilakukan dalam

penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum wr.wb

Bogor, Maret 2013

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya

dengan nikmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Risiko Produksi Pembenihan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pada Usaha Perikanan H. Ijam, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten

Bogor”. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik

moril maupun materiil, yaitu :

1. Ayahanda Drs. Agus Bagja E. S dan Ibunda Ariani Yuhana SPd sebagai orang

tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik dan telah banyak memberi

doa, materi, motivasi, saran serta kepercayaan kepada penulis. Terima kasih

untuk semua pengorbanan, cinta, serta kasih sayang yang tiada henti dan

habisnya untuk penulis.

2. Ibu Ir. Juniar Atmaksuma MSi sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Suharno, M. Adev dan Bapak Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, MS

selaku dosen evaluator yang telah meluangkan waktunya serta memberikan

kritikan dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Bapak H. Ijam sebagai Ketua pemilik usaha sekaligus sebagai Pembimbing

Lapang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan

penelitian dan membantu penulis selama di lapangan.

5. Pihak Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI), Bapak Kokom, Bapak Andri, Ibu

Denti, serta karyawan lainya yang telah menberikan waktu, informasi,

kesempatan dan dukungannya.

6. Seluruh Staf dan dosen Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor atas

bantuan dan informasi yang telah diberikan.

7. Sahabat-sahabat terbaik Lusi , Dian Rosyiana, Euis Mustika, Rezy Vemilina

(11)

8. Teman-teman AGB yang telah memberikan semangat, doa, saran, dan

motivasinya. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu ,

terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Maret 2013

(12)

DAFTAR ISI

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.2.7 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan ... 17

2.3 Penelitian Terdahulu ... 18

2.3.1 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ... 18

2.3.2 Sumber-Sumber Risiko Agribisnis ... 19

2.3.3 Metode Analisis Risiko ... 22

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 32

(13)

4.4.2 Identifikasi Sumber-Sumber Risiko ... 37

4.4.3 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 38

4.4.3 Pengukuran Dampak Risiko ... 40

4.4.4 Pemetaan Risiko ... 40

4.4.5 Penanganan Risiko ... 41

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 44

5.1 Profil Perusahaan ... 44

5.2 Aspek Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... 45

5.3 Aspek Sumberdaya Perusahaan ... 45

5.3.1 Karyawan ... 45

5.3.2 Kepemilikan Peralatan ... 46

5.3.3 Aspek Permodalan ... 47

5.4 Unit Bisnis ... 48

5.4.1 Proses Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar ... 48

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN ... 54

IKAN BAWAL AIR TAWAR ... 54

6.1 Identifikasi Sumber-sumber Risiko Produksi ... 54

6.2 Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi ... 61

6.3 Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi ... 65

6.4 Pemetaan Risiko Produksi ... 68

6.5 Strategi Penanganan Risiko Produksi ... 70

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

7.1 Kesimpulan ... 88

7.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Benih Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor

Tahun 2007-2010 ... 5

2. Data Beberapa Pembudidaya BAT di Kabupaten Bogor Tahun 2011.... 7

3. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ... 10

4. Perbedaan Ikan Bawal Air Tawar Jantan dan Betina ... 13

5. Tanda Induk Betina dan Jantan Bawal Air Tawar yang Matang Gonad 15

6. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ... 35

7. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 62

8. Perbandingan Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 65

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Input-input Budidaya Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar ... 6

2. Jenis Usaha Pembenihan H. Ijam ... 8

3. Persentase Usaha Bawal Ikan Air Tawar H. Ijam ... 8

4. Produktivitas Benih BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode Januari-Desember 2012 ... 10

5. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan ... 29

6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 34

7. Peta Risiko ... 41

8. Penghindaran Risiko (Strategi Preventif) ... 42

9. Mitigasi Risiko ... 43

10. Stuktur Organisasi Usaha Perikanan H. Ijam Tahun 2012 ... 45

11. Alur Pembenihan BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) ... 49

12. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi pada UPHI ... 70

13. Usulan Strategi Preventif Risiko Produksi ... 79

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Benih Bawal Air Tawar pada Usaha Perikanan H. Ijam

Periode Januari - Desember 2012 ... 95

2. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kesalahan SDM ... 96

3. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Faktor Cuaca ... 96

4. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kanibalisme ... 97

5. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit ... 97

6. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan SDM ... 98

7. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Faktor Cuaca ... 98

8. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kanibalisme ... 99

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri perikanan budidaya merupakan sektor yang paling cepat

berkembang dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang laju

produktivitasnya dinilai semakin menurun disebabkan oleh kegiatan penangkapan

yang dilakukan secara berlebihan atau over fishing.1 Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) nilai ekspor perikanan Indoneisa dari

tahun ketahun cenderung meningkat. Ditahun 2009 nilai ekspor perikanan

Indonesia mencapai US $ 2,5 millar dan ditahun 2010 meningkat menjadi US $

2,8 millar. Selain itu angka konsumsi ikan perkapita Indonesia juga semakin

meningkat. Ditahun 2009 konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 29,08 kg

perkapita/thn dan meningkat ditahun 2010 menjadi 30,48 kg perkapita/thn. Hal ini

menunjukkan bahwasanya masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya

kebutuhan protein khususnya hewani. Ikan bawal merupakan salah satu protein

hewani juga sebagai komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi.

Ketenaran ikan Bawal Air Tawar (BAT) belum dapat disejajarkan dengan

komoditas perikanan lainnya, namun produksi ikan ini setiap tahunnya terus

meningkat. Oleh karena itu, tidak heran jika pada masa yang akan datang, ikan

bawal menjadi komoditas unggulan seperti jenis ikan air tawar lainnya2.

Ikan Bawal Air Tawar (BAT) merupakan jenis ikan yang cukup populer di

pasar ikan konsumsi. Akan tetapi ikan bawal laut yang lebih dulu populer, BAT

pun memiliki popularitas yang tidak kalah baiknya diantara ikan tawar lain. Pada

awalnya BAT merupakan ikan yang diimport dari Brasil. Dalam industri

perikanan di tanah air BAT ini tergolong baru. Namun peningkatannya sangat

pesat sebab mendapat sambutan yang sangat baik dari para petani ikan di

indonesia. Meskipun banyak durinya namun daging ikan bawal sangat gurih dan

nikmat. Sebagai ikan konsumsi BAT sekarang menjadi alternatif baru. Beberapa

(18)

2 petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan nila dan ikan mas beralih

memelihara BAT, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan.3

Pasar BAT masih membidik konsumen lokal (dalam negeri) khususnya di

kota-kota besar. Pasar lokal yang mendominasi permintaan BAT terbanyak saat

ini yaitu Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa

Timur yang diperkirakan angkanya mencapai jutaan ekor per musim. Contohnya

pembudidaya atau pedagang perantara dari Waduk Cirata (Cianjur) atau Jatiluhur

(Purwakarta) mendistribusikan ke TPI Muara Bari dan Muara Angke yang selain

menampung ikan hasil tangkapan juga menerima BAT. Mereka mengirimkan ke

Pasar Turi (Surabaya), Pasar Kobong (Semarang), Lahat (Sumsel), Bandung,

Lampung, Bogor dan Cirebon, selain dikirim ke pasar di Jakarta. Permintaan BAT

sudah merambah ke mancanegara. Permintaan terbesar selama ini berasal dari

Hong Kong dan Amerika Serikat dengan jumlah mencapai puluhan juta ekor

tetapi Indonesia baru bisa memasok 10 persennya. Contohnya ikan hasil budidaya

di Cirata juga diekspor ke Johor Baru (Malaysia). Di kalangan penggemar ikan

hias, BAT juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dipajang di akuarium dan

kolam taman terutama saat masih benih.4 Peternakan BAT, kini sudah bisa

dibudidayakan di air tawar, baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah.

Pertumbuhan bawal dalam air tawar sangat pesat, bahkan bila dibandingkan pada

habitatnya semula (di laut) jauh lebih cepat. Sebab pertumbuhan di laut, hidupnya

liar dan bergerombol dengan sesama jenisnya, sehingga dalam memperoleh

makanannya pun dilakukan sendiri. Sangat berbeda dengan pembudidayaan dalam

air tawar, meski hidupnya terbatas tetapi kebutuhan pakan, konsentrat serta

vitamin sangat terjamin. Sehingga pertumbuhannya jauh lebih cepat. Dilihat

secara agrobisnis, budidaya ikan jenis ini cukup memiliki prospek yang baik.

Jawa Barat adalah provinsi yang perkembangan budidaya air tawarnya

sangat baik. Sentra perikanan budidaya air tawar di provinsi ini tersebar di

Beberapa kabupaten. Komoditas unggulan yang dibudidayakan adalah ikan mas,

bawal air tawar, nila, lele, gurame dan ikan air tawar lainya. Salah satu daerah

tersebut adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor telah ditetapkan sebagai

3

http://gemawirausaha.blogspot.com/2012/01/bisnis-ikan-bawal.html [23 Oktober 2012]

4

(19)

3 daerah kawasan minapolitan perikanan budidaya, perikanan budidaya Kabupaten

Bogor tidak hanya pembesaran ikan untuk konsumsi. Terdapat banyak unit-unit

pembenihan rakyat di Kabupaten Bogor. Dimulai dari usaha benih larva 1,5-2 cm,

usaha benih sampai ukuran 5–8 cm, usaha benih sampai ukuran 10–12 cm dan ada

pula yang mengusahakan benih sampai ukuran 20 ekor per kilogram.

Keberhasilan perikanan budidaya di Kabupaten Bogor karena terdapat sarana

budidaya ikan yang mendukung. Dimulai dari sumber air, pakan, benih, dan pasar.

Mengenai pemasaran terdapat pasar benih ikan di wilayah Ciseeng sehingga para

pembenih tidak perlu khawatir mengenai pemasaran benihnya. Di parung terdapat

pasar ikan yang memudahkan para pembudidaya untuk menjual hasil

budidayanya. Jadi, penetapan Kabupaten Bogor sebagai kawasan perikanan

budidaya terpadu atau sering disebut minapolitan sangatlah tepat. 5

Bawal Air Tawar (BAT) disukai para konsumen dengan rasa dagingnya

yang empuk dan gurih, ikan BAT pun dapat dijadikan sebagai ikan hias dengan

ukuran benih umur 1 bulan yang dapat disuguhkan dalam akuarium, hal tersebut

karena ikan BAT memiliki keindahan warna kulit yang menawan ditambah

terkena sinar lampu, kulitnya yang silver mengkilat indah. Budidaya pembenihan

ikan BAT sebagai ikan hias berpotensi keuntungan yang lebih besar dibandingkan

pembenihan untuk ikan konsumsi. Nilai jualnya lebih mahal karena penjualan

dihitung per ekor. Target pasar ikan hias BAT diorentasikan terhadap pasar

hobbies, namun dalam setiap kali pembenihan untuk menghasilkan kriteria ikan

BAT hias kualitas tinggi kurang dari 5-10 persen. Pasar sektor hobbies ini

menuntut kualitas prima baik fisik (katurangga) maupun kesehatannya, karena

yang dibutuhkan paling utama adalah penampilan, baik bentuk fisik maupun

bentuk warnanya. Diversifikasi usaha baru ini dapat menambah keuntungan

bahkan sisa bibit dari hobbies bisa dialokasikan untuk ikan konsumsi. Gambaran

tersebut mengindikasikan bahwa membudidayakan BAT memiliki keuntungan

ganda, sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi sentra usaha baru.

Dibandingkan dengan ikan baronang yang harganya mencapai puluhan ribu per kg

5

(20)

4 dan menjadi makanan favorit konsumen dunia, ikan BAT memiliki rasa yang

sama bahkan cenderung lebih unggul dengan harga dan ketersediaanya yang

mudah terjangkau. Umumnya penjualan benih dihitung per ekor atau per kulak

(takaran). Harga benih kualitas baik dengan bobot antara 25-50 gram Rp 80,00

hingga Rp 100,00 per ekor. Sedangkan benih larva yang berbobot antara 75-100

gram Rp 125,00 hingga Rp 175,00. Benih dewasa yang banyak dibeli para

pembudidaya berbobot 150-200 gram berada pada kisaran harga Rp 200,00

hingga Rp 300,00. Peningkatan konsumsi yang berbanding lurus dengan

peningkatan jumlah produksi budidaya ikan BAT akan meyebabkan peningkatan

permintaan benih sebagai salah satu input utama bagi kegiatan budidaya BAT. 6

Penyediaan benih unggul merupakan faktor kunci dan strategis untuk

dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan potensi perikanan budidaya

sehingga mampu berkontribusi terhadap pembangunan nasional. Benih

memainkan peranan penting sebagai sarana produksi utama dalam

mengoptimalkan sumber daya dan potensi perikanan budidaya. Tersedianya benih

bermutu bagi pembudidaya merupakan faktor utama di dalam siklus keberlanjutan

produksi perikanan budidaya.7

Potensi pembenihan BAT di Kabupaten Bogor cukup tinggi karena belum

banyak pembudidaya yang melakukan pembenihan BAT. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya sumberdaya yang dimiliki oleh petani ikan di Kabupaten Bogor,

seperti modal dan tenaga ahli untuk proses seleksi dan penyuntikan induk.

Perkembangan produksi benih BAT di Kabupaten Bogor juga cenderung semakin

meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat terlihat dari data Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2007-2010 pada Tabel 1.

6

http://mitra-bisnis.tripod.com/bawal.htm [14 November 2012]

7

(21)

5

Jumlah 716.660 744.600 847.112 928.304

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa perkembangan produksi benih ikan air

tawar di Kabupaten Bogor dari tahun 2007-2010 cenderung mengalami

peningkatan. Meningkatnya jumlah benih ikan air tawar tersebut tentunya

berbanding lurus dengan usaha pembenihan ikan air tawar itu sendiri. Untuk

menghasilkan benih yang berkualitas dibutuhkan teknik dan waktu pemijahan

yang tepat, oleh sebab itu untuk memproduksi benih harus didukung dengan

keahlian dan keterampilan di bidangnya. Saat ini teknologi produksi benih masih

terbatas di kalangan masyarakat karena risiko pada pembenihan ini cukup besar.

Menurut Prahasta (2009), risiko produksi yang terdapat pada kegiatan

pembenihan BAT adalah buruknya kualitas air yang disebabkan oleh faktor cuaca

dan menyebabkan serangan hama penyakit. Pada umur benih, ikan memiliki

kondisi tubuh yang lemah gerakannya lambat dan belum memiliki kemampuan

perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Keadaan tersebut menunjukan

meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar,

tetapi di balik itu usaha pembenihan mempunyai resiko usaha yang tinggi. Tingkat

mortalitas benih yang tinggi ini umumnya terjadi akibat keteledoran pembenih

terutama lemahnya upaya pengendalian. Pada proses produksi lanjutan

pembesaran, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca dan penyakit pada

(22)

6 beradaptasi dengan lingkunganya. Pembenihan BAT merupakan tahapan yang

rentan dan mempunyai tingkat kegagalan tinggi yang disebabkan oleh tingginya

risiko operasional atau produksi, oleh karena itu para pembudidaya yang

mengusahakanya harus melakukan manajemen risiko yang tepat agar setiap

sumber risiko yang muncul dapat dicegah dan diatasi.

Proporsi untuk masing-masing input dari budidaya BAT dapat

diklasifikasikan dalam dua hal yaitu proses pembenihan : induk 43 persen, pakan

37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen. dan proses pembesaran :

benih 43 persen, pakan 37 persen, pupuk, probiotik, dan lain-lain 20 persen. Dapat

dilihat lebih jelas pada gambar 1 untuk masing-masing input dalam proses

pembesaran.

Gambar 1. Input-input Produksi Budidaya Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar

Usaha budidaya pembesaran BAT, input benih memiliki peranan yang

sangat penting dimana benih memiliki peranan paling besar dengan persentase 43

persen, diikuti input-input produksi yang lain yaitu pakan 37 persen, pupuk,

probiotik, dan lain-lain 20 persen.8 Proporsi benih memiliki persentase yang

sangat besar menunjukan vital nya benih bagi proses lanjutan yakni pembesaran,

dengan kualitas benih yang baik maka dapat mengurangi tingkat mortalitas

sehingga hasil panen yang didapat mampu memenuhi bahkan melebihi target

sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan.

Di Kabupaten Bogor terdapat beberapa pembudidaya benih BAT. Salah

Satu pembudidaya BAT yaitu Bapak H. Ijam yang merupakan pembudidaya ikan

air tawar berpengalaman sejak tahun 1993 di Kabupaten Bogor dengan luas lahan

8

(23)

7 sektar 13.500 m2. Ikan yang diproduksi oleh Bapak H. Ijam yaitu ikan air tawar

seperi ikan mas, ikan gurame, dan ikan bawal. Selain ikan konsumsi air tawar,

ada pula ikan hias seperti ikan koi. Jenis ikan yang lebih diutamakan produksinya

yaitu ikan yang saat itu sedang mengalami peningkatan permintaan (update), hal ini dimaksudkan untuk memperoleh peningkatan keuntungan. Data pembudidaya

ikan air tawar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Beberapa Pembudidaya BAT di Kabupaten Bogor Tahun 2011

No Nama

Pembudidaya

Alamat Luas Lahan

(m2)

Komoditi

1 Supardi Lemah Duhur, Caringin 1.500 Mas, Nila, Lele, Bawal

2 Jujun Juhaeni Cijeruk 4.500 Mas, Bawal

3 H. Ijam Situ Daun, Tenjolaya 13.500 Mas, Lele, Bawal, Koi

4 Tirta Raharja Bojong Sempu, Parung 12.200 Gurame, Bawal

5 Boy Johan J Ciseeng 10.000 Mas, Nila, Bawal Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Bogor (2012)

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu

terendah 21,80C dengan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udara 70 persen,

curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500–4.000 mm dengan curah hujan

maksimum pada bulan Oktober hingga Januari.9 Suhu dalam perawatan telur lebih

tinggi dibandingkan dalam masa proses pembenihan yang lainya yaitu 270-290C.10

Oleh karena itu Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mendukung untuk

pembenihan BAT.

Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) merupakan salah satu usaha budidaya

perikanan BAT milik perseorangan sejak tahun 1993 yang sedang berkembang

dalam produksi BAT. Usaha perikanan Bapak H. Ijam memiliki potensi untuk

tumbuh dan berkembang lebih besar karena usaha perikanan Bapak H. Ijam

merupakan pioneer dalam bidang perikanan air tawar di wilayahnya sehingga sudah memiliki banyak pelanggan tetap dikarenakan kualitas ikan yang

diproduksi unggul khususnya benih BAT. Lokasi usaha terletak di Kampung

Cikupa, Desa Situ Daun Rt/Rw 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor

dengan batasan di sebelah utara Desa Cihideung Udik, di sebelah selatan dengan

9

http://www.kotabogor.go.id/sekilas-bogor/letak-geografis [23 Oktober 2012]

10

(24)

8 Desa Gunung Malang, di sebelah barat dengan kali Cinangneng, dan di sebelah

timur berbatasan dengan kali Cihideung.

Budidaya benih yang dilakukan oleh UPHI tidak hanya benih BAT akan

tetapi H. Ijam juga memproduksi benih ikan mas, benih ikan patin, dan ikan koi.

Usaha pembenihan BAT merupakan usaha prioritas yang dijalankan oleh bapak

H. Ijam karena besarnya permintaan terhadap benih BAT yang dihasilkan oleh

UPHI dibandingkan benih ikan yang lainya dimana benih BAT yang dihasilkan

memiliki kualitas unggul dibanding produsen petani pembenih sejenis diantaranya

mampu beradaptasi dengan cepat, memiliki daya tahan tinggi, serta sudah teruji

kualitasnya. Untuk persentase usaha budidaya ikan air tawar yang dilakukan

bapak H. Ijam dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Usaha Pembenihan UPHI

Dapat dilihat dalam gambar 2 produksi benih BAT berada pada urutan

paling besar yaitu 34 persen. Proporsi produksi pembenihan dalam usaha

budidaya BAT juga memiliki persentasi yang paling besar di bandingkan produksi

yang lain yaitu sebesar 58 persen, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

(25)

9 Usaha benih lebih besar dibandingkan memproduksi ikan bawal konsumsi

dan ikan bawal hias, hal tersebut disebabkan oleh selain banyaknya permintaan

dari para konsumen tetap, UPHI juga menyuplai kebutuhan budidaya BAT

internal perusahaan. Proses produksi atau budidaya merupakan rangkaian kegiatan

yang mengkombinasikan dan mengelola input yang tersedia untuk menghasilkan

output yang tidak akan pernah lepas dari risiko. Saat ini produksi larva atau

budidaya pembenihan dilakukan satu bulan sekali. Hal ini disesuaikan dengan

waktu pendederan benih BAT untuk mencapai ukuran 1,5-2 cm atau biasa disebut

nyilet. Pemijahan satu ekor induk betina ukuran berkisar 2 kg dapat menghasilkan

sekitar 200.000 telur. Setelah 7 hari perawatan, lalu larva siap ditebar di kolam

pendederan dengan luas kolam 500 m2. Benih siap dipanen setelah umur kurang

lebih 30 hari dengan ukuran 1,5-2 cm.

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data produksi selama kurang lebih

16 bulan yaitu dari bulan Januari hingga Desember 2012. Setiap hasil produksi

pembenihan digunakan perbandingan 1:3 untuk induk betina dan jantan. Sehingga

dipersiapkan 15:5 untuk induk jantan dan betina maka menghasilkan sekitar

1.000.000 telur sampai pada panen benih siap jual. Panen benih BAT yang

dihasilkan berkisar 108 ribu ekor sampai 401 ribu ekor dalam siklus produksi per

bulan Januari hingga Desember 2012. Produksi tersebut ditujukan untuk

memenuhi permintaan para petani pembudidaya pembesaran ikan bawal air tawar

yang lain serta permintaan internal perusahaan.

Selama menjalankan kegiatan usaha pembenihan BAT oleh UPHI

diperoleh produktivitas paling rendah pada bulan April karena adanya perubahan

cuaca di penghujung musim kemarau beralih ke musim penghujan. Pada setiap

peralihan musim penghujan maupun kemarau selalu disertai serangan hama dan

penyakit. Usaha pada sektor perikanan memiliki tingkat risiko yang cukup

bergantung pada kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau diduga

sebelumnya. Berfluktuatifnya produktivitas mengindikasikan adanya risiko

produksi yang terjadi pada usaha pembenihan BAT yang dijalankan UPHI. Risiko

produksi yang dialami pembudidaya pembenihan berimplikasi terhadap

penerimaan. Fluktuasi produktivitas benih BAT pada UPHI dapat dilihat dalam

(26)

10

Sumber : Usaha H. Ijam, data diolah 2013

Dari Tabel 3 terlihat bahwa setiap bulannya produktivitas benih yang

dihasilkan oleh UPHI bervariasi, produktivitas benih BAT berkisar antara 6.000

ekor hingga 22.213 ekor per kilogram indukan yang di pijahkan pada periode

bulan Januari hingga Desember 2012, produktivitas benih BAT rata-rata 15.936

ekor per kilogram setiap indukan. Adapun grafik produktivitas benih BAT setelah

diplotkan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Produktivitas Benih BAT pada Usaha Perikanan H. Ijam Periode

Januari-Desember 2012

Fluktuatifnya produktivitas disebabkan oleh berbagai risiko produksi.

(27)

11 risiko produksi yang dialami seperti tingkat mortalitas yang meningkat baik

karena hama dan penyakit, kesalahan tenaga kerja, cuaca atau iklim, keadaan

geografis, penggunaan indukan bahkan karakteristik dari BAT itu sendiri yang

mengakibatkan jumlah produksi rendah dan kualitas hasil panen juga menurun.

Adanya risiko yang dihadapi UPHI dalam pembenihan BAT memberikan

gambaran bahwa proses produksi pembenihan banyak mengandung risiko, UPHI

mampu bertahan dan mengembangkan usahanya merupakan salah satu hal yang

menarik untuk dipelajari. Hal ini menjadi bahan kajian dalam penelitian mengenai

analisis risiko produksi pembenihan BAT sehingga dapat diketahui strategi usaha

yang dapat diusulkan dalam mengendalikan sumber-sumber yang menyebabkan

risiko untuk dapat meminimalkan dampaknya.

Berdasarkan keadaan lapang diperoleh beberapa permasalahan yang

dijawab dalam penelitian ini :

1. Apa saja sumber-sumber risiko pembenihan BAT yang dihadapi UPHI?

2. Berapa probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber

risiko pada kegiatan pembenihan BAT terhadap UPHI?

3. Bagaimana alternatif strategi risiko yang akan dilakukan UPHI untuk

mengelola risiko yang dihadapi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis sumber-sumber risiko pada pembenihan BAT milik UPHI.

2. Menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan

oleh sumber-sumber risiko pada kegiatan pembenihan BAT terhadap UPHI.

3. Menganalisis alternatif strategi penanganan risiko pembenihan BAT yang

dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi pada UPHI

dalam menjalankan usahanya.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memberikan manfaat dan

(28)

12 1. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan dalam budidaya air tawar

khususnya pembenihan BAT.

2. Peneliti sebagai aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan,

serta sebagai salah satu syarat kelulusan Program Alih Jenis Agribisnis

Institut Pertanian Bogor

3. Pengusaha dapat menjadi masukan untuk pengembangan usaha.

4. Pembaca sebagai sumber pengetahuan atau informasi tentang risiko yang

dihadapi oleh pengusaha pembenihan BAT.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian Analisis Risiko Produksi Pembenihan Ikan

Bawal Air Tawar atau BAT (Colossoma macropomum) dilakukan pada Usaha Perikanan H. Ijam (UPHI) yang terletak di Kampung Cikupa, Desa Situ Daun

Rt/rw 03/01 Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Terbatasnya waktu serta

kemampuan dalam melakukan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini

terbatas pada :

1. Produk yang dikaji, yaitu ikan air tawar yakni BAT. Hal ini didasarkan bahwa

perikanan budidaya memiliki peluang besar setelah perikanan tangkap yang

akan habis tereksploitasi. Pemilihan komoditas tersebut dikarenakan tingkat

keberlangsungan permintaanya yang paling tinggi pada UPHI yakni benih

ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum).

2. Penelitian ini mengkaji analisis penanganan risiko pada pembenihan BAT

(29)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Bawal Air Tawar

Ikan bawal mempunyai bentuk badan yang sedikit bulat dan pipih dengan

kepala hampir bulat, sisik kecil, punggung berwana abu-abu tua, perut berwarna

putih abu-abu dan merah. Gigi ikan bawal tajam, namun tidak seganas seperti ikan

piranha. Ikan ini berasal dari Brazil dan dapat ditemukan di sungai-sungai besar

seperti Amazon (Brazil) dengan nama Tambaqui. Sedangkan untuk di beberapa negara lain, ikan ini mempunyai nama seperti diantaranya adalah Gamitama

(Peru), Red Bally Pacu (Amerika Serikat dan Inggris) dan Cachama (Venezuela). Ikan bawal hidup secara bergerombol di daerah yang airnya tenang. Mulanya ikan

bawal diperdagangkan sebagai ikan hias. Namun dagingnya yang enak dan ukuran

ikan yang cukup besar, masyarakat menjadikan ikan bawal sebagai ikan

konsumsi.

Induk ikan bawal jantan dan betina pada saat masih kecil sangat sulit

dibedakan, tetapi setelah dewasa, perbedaan tersebut akan tampak jelas.

Perbedaan bawal jantan dan bawal betina dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Ikan Bawal Air Tawar Jantan dan Betina

No Ikan Bawal Betina Ikan Bawal Jantan

1 Tubuh lebih gemuk Tubuh lebih langsing

2 Warna lebih menyala Warna kurang menyala

3 Setelah matang gonad, perut lebih

Perikanan budidaya atau aquaculture merupakan kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka

mendapatkan keuntungan atau profit. Sedangkan yang dimaksud budidaya adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak atau reproduksi, menumbuhkan,

serta meningkatkan biota akuatik sehingga memperoleh keuntungan (Effendi,

2004).

Pemenuhan kebutuhan benih BAT sebagai salah satu input vital dalam

(30)

14 bawal air tawar dapat dibagi dalam beberapa subsistem. Setiap pelaku dapat

bergerak dalam masing-masing subsistem tergantung dari modal yang dimiliki

dan prasarana budidaya yang tersedia, serta bisa juga setiap para pelaku tersebut

bergerak dari mulai proses budidaya pembenihan hingga pembesaran. Subsistem

ini meliputi pembenihan, pendederan, pebesaran dan subsistem penunjang

(Effendi, 2004).

1. Subsistem pembenihan

Pada subsistem pembenihan, pelaku bisnis dapat mulai dari kegiatan

memelihara induk sampai menghasilkan benih ukuran dua inchi atau seberat

tiga gr setiap ekornya. Benih ukuran tersebut menjadi input untuk subsistem

pendederan atau bisa langsung dijual. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama

enam minggu.

2. Subsistem pendederan

Pada subsistem pendederan, pelaku bisnis memulai dari kegiatan memelihara

benih ukuran dua inchi sampai benih mencapai ukuran empat inchi seberat 25

gr per ekornya. Benih ukuran ini bisa dijual atau menjadi input subsistem

pembesaran. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama enam minggu.

3. Subsistem pembesaran

Pada subsistem pembesaran, pelaku bisnis bertugas membesarkan benih dari

hasil pendederan ukuran empat inchi seberat 25 gr per ekor hingga menjadi

ikan konsumsi. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama tiga bulan. Selain itu,

subsistem ini bertugas mencari pasar dalam dan luar negeri.

4. Subsistem penunjang

Pada subsistem penunjang, pelaku bisnis bertugas menyiapkan sarana dan

prasarana yang diperlukan oleh masing-masing subsistem, seperti

menyediakan peminjaman modal bagi lembaga keuangan, pelatihan-pelatihan

bagi lembaga-lembaga terkait, penyedia pakan tambahan, peralatan, dan

sarana produksi lainya. Adanya subsistem tersebut diharapkan kegiatan

budidaya dapat berjalan lancar, karena masing-masing subsistem mempunyai

tugas yang berlaianan dan akan terjalin kerjasama yang saling

(31)

15 2.2 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar

Pembenihan adalah kegiatan membiakkan (menghasilkan benih) ikan

dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu yang belum dewasa. Sedangkan yang

dimaksud dengan benih ikan adalah ikan dalam umur, bentuk dan ukuran tertentu

yang belum dewasa, termasuk telur, larva dan biakkan murni algae (Anonimous,

2005). Adapun tahapan pembenihan BAT Menurut Prahasta (2009) ialah

pemeliharaan induk, seleksi indukan, pemberokan, penyuntikan, pemijahan,

penetasan, pemeliharaan larva dan pemberian pakan.

2.2.1 Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk atau disebut pula pematangan gonad (telur)

merupakan kegiatan pemeliharaan induk sampai induk matang gonad atau siap

untuk dipijahkan. Induk-induk dipelihara di kolam dengan kepadatan 2-4

kilogram per m2 atau 25 induk dengan berat 2-4 kg dalam kolam berukuran 400

m2. Dalam pemeliharaan, induk diberi pakan tambahan berupa pelet dengan kadar

protein 35 persen dan dosis 3 persen per hari, menjelang musim hujan tiba

dosisnya ditambah menjadi 4 persen dari berat tubuh ikan.

2.2.2 Seleksi Induk

Satu bulan setelah musim hujan, dilakukan seleksi induk tahap awal. Pada

saat itu, induk bawal biasanya sudah ada yang matang gonad. Tanda induk yang

matang Gonad yaitu dapat dilihat dalam Tabel 5 :

Tabel 5. Tanda Induk Betina dan Jantan Bawal Air Tawar Matang Gonad

Betina Jantan

induk betina yang matang telur dicirikan dengan perut

yang buncit dan lubang akan keluar cairan berwarna putih susu atau sperma. Perut induk jantan tetap seperti biasa (tidak buncit). Berat induk jantan sebaiknya 3-4 kilogram.

Sumber : Aries, 2000

2.2.3 Pemberokan

Pemberokan merupakan kegiatan menyimpan induk-induk yang berasal

dari kolam pemeliharaan induk hingga induk disuntik untuk dipijahkan.

(32)

16 kandungan lemak yang tinggi dapat menghambat keluarnya telur saat dipijahkan

atau di-streeping. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memudahkan dalam

membedakan induk yang gendut karena telur atau gendut karena makanan.

Pemberokan ini dilakukan selama 2-3 hari. Induk yang gendut akibat pakan

biasanya perutnya akan kempes setelah pemberokan.

2.2.4 Penyuntikan

Penyuntikan merupakan kegiatan memasukkan hormon perangsang ke

dalam tubuh induk dengan menggunakan alat suntik agar telurnya keluar.

Penyuntikan hormon LHRH-a Ovaprim dilakukan pada bagian sirip punggung, dosis yang dipakai adalah 0,7 mililiter per kilogram berat induk betina, sedangkan

dosis untuk induk jantan 0,5 mililiter per kilogram berat induk jantan. Induk yang

pertama disuntik yaitu induk BAT betina, hormone disuntikan 2 kali dengan

selang waktu 8, 10, atau 12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 30 persen dari

dosis total dan penyuntikan kedua lebih tinggi dari dosis penyuntikan pertama

yaitu 70 persen dari dosis total. Induk jantan disuntik hanya satu kali ketika

penyuntikan kedua induk betina.

2.2.5 Pemijahan

Pemijahan ikan bawal air tawar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

induced breeding dan induced spawning.

1) Pemijahan induced breeding, induk jantan dan induk betina yang sudah disuntik dimasukkan ke dalam bak yang berbeda. Tujuannya agar tidak terjadi

pemijahan yang tidak diinginkan. Air dalam bak atau kolam tersebut harus

tetap mengalir agar induk tidak stres dan proses ovulasi telur tidak terganggu.

Sebelum streeping dimulai harus dilakukan pengecekan induk. Tujuannya

agar induk yang di-streeping benar-benar induk yang telah siap. Streeping

telur dan sperma dilakukan berulang kali sampai telur dalam tubuh betina

keluar semua, demikian juga dengan sperma. Selama proses streeping

dilakukan jangan ada air yang masuk ke dalam wadah telur.

2) Induced spawning merupakan sistem pemijahan ikan bawal dimana induk-induk yang sudah disuntik tidak di-streeping, tetapi dibiarkan memijah sendiri

(33)

17 pemijahan tidak banyak. Adapun kelemahannya yaitu ada kemungkinan tidak

semua telur keluar dan pembuahannya kurang sempurna.

2.2.6 Pemanenan dan Penetasan

Setelah pemijahan, telur-telur diambil menggunakan scope-net halus. Lakukan penyeleksian antara telur yang siap dipanen dengan ciri-ciri telur-telur

tersebut tidak menempel pada tangan jika dipegang.

Penetasan merupakan kegiatan merawat telur-telur yang sudah dikeluarkan

dari induk betina sampai menetas atau panen. Setelah pemijahan telur-telur

diambil menggunakan scope net halus, kemudian telur tersebut ditetaskan di dalam akuarium yang telah dilengkapi dengan aerasi dan water heater dengan suhu 27-290C. Kepadatan telur yang dianjurkan 150-250 butir per liter air.

Apabila kondisi lingkungan baik telur akan menetas dalam waktu 18-24 jam.

Daya tetas telur bawal tergantung dari kualitas telur, kualitas air, dan faktor-faktor

lain yang mempengaruhinya, seperti penggantian air dan aliran listrik untuk

menghidupkan aerator dan heater.

2.2.7 Pemeliharaan Larva dan Pemberian Pakan

Larva (larvae) secara definisi adalah bentuk muda (juvenile) hewan dengan perkembangan tak langsung yang melalui metamorfosis. Bentuk larva

dapat sangat berbeda dengan bentuk dewasanya, larva umumnya memiliki organ

khusus yang tak terdapat pada bentuk dewasa.11 Pemeliharaan larva merupakan

kegiatan merawat telur-telur yang baru menetas (larva) sampai siap ditebar ke

tempat pemeliharaan. Kegiatan ini dapat dilakukan di akuarium dan di kolam.

Kelebihan benih pemeliharaan di akuarium adalah lebih terkontrol dan kematian

dapat ditekan sekecil mungkin, tetapi kelemahannya pekerjaan lebih banyak

karena harus merawat setiap hari. Adapun kelebihan pemeliharaan di kolam yaitu

pekerjaan tidak banyak dan biayanya dapat ditekan serendah mungkin, tetapi

kelemahannya adalah kematian lebih tinggi. Setelah larva berumur empat hari

pakan cadangan dalam tubuh larva akan habis, saat itulah larva mulai diberi

pakan. Jenis pakan yang diberikan yaitu Naupli Artemia, Brachiounur atau Moina. Setelah berumur 14 hari larva siap ditebar ke kolam pendederan. Benih larva BAT memiliki Survival Rate (SR) 75 persen hingga berumur satu bulan.

11

(34)

18 2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik pada

penelitian ini yaitu diantaranya adalah mengenai sumber-sumber risiko agribisnis,

metode analisis risiko dan strategi pengelolaan risiko, dan penelitian-penelitian

lainya yang relevan. Penelitian-penelitian terdahulu akan menjadi bahan acuan

dalam kegiatan penelitian ini.

2.3.1 Pembenihan Ikan Bawal Air Tawar

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai pembenihan BAT. Tinjauan

pustaka mengenai hasil-hasil penelitian tersebut diperlukan untuk memberikan

pengetahuan baru, masukan, dan hipotesa (dugaan) awal dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai risiko produksi pembenihan ikan bawal air tawar

dengan menyesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Brajamusti (2008) mengambil judul

analisis pendapatan usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar studi kasus pada

Ben’s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan menghitung tingkat pendapatan

usaha serta menganalisis efisiensi usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar

jika terjadi perubahan-perubahan dalam produksi. Hasil analisis menunjukan

bahwa perusahaan pada tahun 2007 memperoleh pendapatan atas biaya tunai

sebesar Rp 509.288.400 sedangkan pendapatan atas biaya totalnya adalah sebesar

Rp 431.097.400 Nilai R/C ratio tunai usahatani pembenihan larva ikan bawal air tawar menunjukan sebesar 2,96 dan R/C ratio total menunjukan 2,28. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa adanya fluktuasi harga jual larva,

fluktuasi harga barang-barang input yang mempengaruhi pendapatan perusahaan.

Mustikawati (2009) meneliti mengenai kelayakan usaha pembenihan larva

ikan bawal air tawar studi kasus pada usaha perikanan H. Ijam di Desa Cikupa,

Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengkaji

kelayakan bisnis pembenihan ikan bawal air tawar pada usaha tersebut. Penelitian

ini menggunakan alat analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return

(IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan analisis sensitifitas. Hasil menunjukan bahwa usaha ikan bawal air tawar sangat layak untuk dijalankan

(35)

19 persen. Angka tersebut berada di atas tingkat suku bunga kredit yang berlaku

yaitu 7 persen. Ini artinya kemampuan usaha dalam pengembalian modal lebih

besar dari tingkat suku bunga kredit. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan

bahwa usaha pembenihan larva ikan bawal air tawar mempunyai risiko

operasional yang sangat tinggi yaitu dengan terlihatnya nilai switching value yaitu dimana ketika terjadi penurunan produksi larva dan benih ikan bawal air tawar

lebih dari atau sama dengan 22,43 persen, maka usaha masih bisa ditolerir akan

tetapi apabila penurunan melebihi nilai tersebut maka usaha sudah tidak layak

dijalankan. Nilai tersebut merupakan titik aman dimana usaha pembenihan ikan

bawal air tawar tetap dikatakan layak dan dapat dijalankan karena perusahaan

masih dapat memperoleh keuntungan. Hal tersebut terjadi ketika musim kemarau,

serta sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas indukan, kualitas air

kolam, pakan yang digunakan, dan skill para tenaga kerja yang digunakan, serta fluktuasi harga input dan output.

Dalam kajian ini menyebutkan pula bahwa dengan penurunan harga yang

terjadi pada larva ikan bawal air tawar juga mempunya risiko pasar yang sangat

tinggi yaitu hasil switching value penurunan harga jual larva hanya bisa ditolerir hingga sebesar 7,04 persen yaitu dari harga jual Rp 8,00 per ekor menjadi Rp 7,43

per ekor. Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas menunjukan bahwa

pembenihan ikan bawal air tawar layak untuk diusahakan, tetapi pembenihan ikan

bawal air tawar juga rentan terhadap risiko operasional atau proses produksi

seperti pengaruh cuaca, kualitas indukan, kualitas air, dan pakan yang digunakan

sangat berpengaruh pada pendapatan perusahaan.

2.3.2 Sumber-Sumber Risiko Agribisnis

Indikasi risiko dalam suatu usaha berdasarkan penelitian terdahulu secara

umum dapat terlihat dari adanya variasi hasil produksi dalam usaha pembenihan

BAT, khususnya dari adanya fluktuasi yang cukup signifikan atau bersifat negatif

dalam bentuk penurunan nilai tertentu yang dialamai perusahaan dalam periode

tertentu usahanya. Terjadinya variasi produktivitas benih BAT tawar pada UPHI

juga dapat menggambarkan bahwa usaha-usaha benih ikan bawal air tawar yang

ada di Indonesia juga mengalami variasi produktivitas sehingga dapat juga

(36)

20 memiliki risiko dalam pengusahaanya. Sumber-sumber penyebab risiko pada

usaha perikanan sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan

suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error)

dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat diminimalisasi dengan

menggunakan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan

yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas.

Penelitian mengenai risiko dengan komoditas pembenihan larva ikan

bawal air tawar yang telah dilakukan oleh Sahar (2010) menemukan bahwa

sumber-sumber risiko pada pembenihan larva ikan bawal air tawar di Ben’s Farm

Bogor adalah risiko produksi dan risiko pasar. Risiko produksi dalam penelitian

Sahar (2010) terdapat beberapa sumber risiko produksi, diantaranya adalah

penyakit yang menyerang induk dan larva ikan bawal air tawar, faktor cuaca, dan

faktor manusia serta kerusakan peralatan teknis di perusahaan. Untuk risiko pasar

terdapat beberapa sumber risiko yang sangat mempengaruhi keberlangsungan

perusahaan, diantaranya fluktuasi harga input dan fluktuasi harga benih. Pada

penelitian tersebut, peneliti menggunakan peta risiko untuk mengklasifikasi

sumber-sumber risiko yang ada, hal tersebut bertujuan untuk mempermudah

dalam mencari alternatif penanganan risiko yang harus dilakukan oleh

perusahaan.

Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitan Lestari (2009),

sumber-sumber risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei dengan mengambil studi

kasus di PT Suri Tani Pemuka Serang, Banten. Pada penelitiaan tersebut terdapat

sumber risiko pasar yang dihadapi, yaitu fluktuasi harga input. Sumber Risiko

operasional diantaranya adalah pengadaan induk udang vannamei yang didatangkan dari Hawwai, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga

persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan harus

melewati proses karantina terlebih dahulu sehingga meminimumkan risiko. Sering

ditemukan kasus induk udang vannamei yang mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan juga adanya perbedaan suhu yang

relative besar. Adapun sumber operasional lainnya adalah faktor penyakit, cuaca,

mortalitas dan kerusakan pada peralatan teknis. Analisis yang dilakukan setelah

(37)

21 kemudian risiko tersebut diklasifikasikan ke dalam peta risiko untuk mengetahui

tingkat krusial sumber risiko tersebut.

Penelitian Lestari (2009) mengungkapkan bahwa sumber-sumber risiko

yang telah teridentifikasi yaitu risiko pasar yang dihadapi, dengan fluktuasi harga

input. Untuk sumber Risiko operasional diantaranya adalah pengadaan induk

udang vannamei yang didatangkan dari Hawwai, Amerika Serikat dengan tingkat

risiko sekitar tiga persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh

perusahaan harus melewati proses karantina terlebih dahulu sehingga

meminimumkan risiko. Sering ditemukan kasus induk udang vannamei yang

mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan juga

adanya perbedaan suhu yang relative besar. Sumber-sumber risiko tersebut

dipetakan ke dalam peta risiko. Hasilnya yaitu pada kuadran 1 dengan tingkat

kemungkinan terjadinya risiko besar dan dampak yang dihasilkan pun besar

adalah penyakit dan tingkat mortalitas. Pada kuadran 2 dengan probabilitas yang

kecil tetapi menimbulkan dampak yang besar yaitu pengadaan induk. Sementara

itu pada kuadran 3 yaitu fluktuasi harga induk, fluktuasi harga pakan, dan

fluktuasi harga benih. Pada kuadran 4 yaitu kerusakan peralatan dan cuaca. Hal

tersebut tidak berbeda dengan penelitan Sahar (2010) dimana peta risiko sumber

risiko yang berada pada kuadran satu dan kuadran empat tidak teridentifikasi

sumber risikonya. Sumber risiko yang berada di kuadran dua adalah risiko

produksi yaitu cuaca dan risiko harga yaitu fluktuasi harga jual larva. Sedangkan

sumber risiko yang berada di kuadran tiga adalah risiko produksi, yaitu penyakit

yang menyerang indukan, penyakit white spot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis dan faktor manusia, sumber risiko pasar di kuadran tiga adalah

fluktuasi harga input.

Terdapat perbedaan sumber-sumber risiko yang dikemukakan dalam

penelitian Siregar (2010) dan Silaban (2011) tentang analisis risiko produksi

pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kota Depok dan analisis risiko

produksi ikan hias pada PT. Taufan Fish Farm di Kota Bogor, sumber-sumber

risiko hanya terdapat dalam risiko produksi. Sumber risiko tersebut diantaranya

adalah kesalahan dalam melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air,

(38)

22 tidak ada pada perusahaan mereka, hal tersebut dilihat dari harga benih dan harga

input yang cenderung setabil setiap tahunnya.

Benang merah yang dapat diambil dari penelitian terdahulu diperoleh

varian variabel yang menjadi sumber risiko pasar yaitu fluktuasi harga pakan,

fluktuasi harga benih, dan fluktuasi harga induk. Sedangkan untuk sumber risiko

produksi, yaitu cuaca, hama dan penyakit, kerusakan teknis, kesalahan dalam

melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air, dan kualitas pakan.

Variabel-variabel tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menelusuri dan memeriksa

hal-hal yang berpotensi menjadi sumber risiko pada usaha pembenihan BAT pada

UPHI.

2.3.3 Metode Analisis Risiko

Penelitian mengenai risiko bisnis terus berkembang juga didorong dengan

penggunaan alat analisis yang semakin diversif. Hal tersebut berdampak sangat baik bertujuan untuk memberikan hasil penelitian yang lebih baik dengan hasil

yang semakin beragam sebagai bahan referensi kepada perusahaan. Penelitian

yang tidak hanya dilakukan dengan tiga alat analisis dasar yang umum digunakan

yaitu variance, standard deviation, dan coefficient varience. Akan tetapi juga menggunakan alat analisis untuk mengetahui probabilitas dan dampak dari

terjadinya suatu risiko seperti yang telah dilakukan dalam penelitian Lestari

(2009).

Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis

seperti standard deviation, variance, dan coefficient variation. Pada penelitian Sahar (2010) tentang manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal

menggunakan analisis deskriptif untuk menentukan sumber-sumber risiko yang

ada dalam perusahaan. Untuk menentukan nilai risiko Sahar (2010) menggunakan

alat analisis coefficient variation, analisis Z-score dan Value at Risk (VaR). Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitian Lestari (2009) tentang manajemen risiko

dalam usaha pembenihan udang vannamei dan Siregar (2010) tentang analisis

risiko produksi pembenihan lele dumbo. Lestari (2009) dan Siregar (2010)

(39)

23 Berbeda dengan Siregar (2010) dalam penelitiannya tentang analisis risiko

produksi pembenihan lele dumbo pada Family Jaya 1 Kota Depok dan analisis

risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm di Kota Bogor,

sumber-sumber risiko hanya terdapat dalam risiko produksi. Silaban (2011) tentang

analisis risiko produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm yang hanya

menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Silaban (2011) juga mencoba melihat pengaruh diversifikasi (portofolio) untuk

mengendalikan risiko dalam perusahaan yang dikajinya.

Berdasarkan hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu mengenai metode

analisis, terlihat bahwa metode analisis yang ada tidak lagi sekedar digunakan

untuk mengukur besaran risiko, tetapi juga digunakan untuk mengukur peluang

terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkannya bagi usaha yang

dijalankannya. Terdapat persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian

terdahulu. Metode analisis risiko yang dipergunakan pada penelitian Lestari

(2009), Siregar (2010), dan Sahar (2010) dengan menggunakan alat analisis

deskriptif, coefficient variation, Z-score dan Value at Risk (VaR) juga digunakan dalam penelitian ini.

2.4 Strategi Penanganan Risiko

Pemetaan risiko adalah proses yang harus dilakukan sebelum dapat

menangani risiko. Peta risiko menggambarkan mengenai kemungkinan terjadinya

dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu risiko. Berdasarkan hasil

pemetaan risiko tersebut, maka selanjutnya perusahaan menetapkan strategi

penanganan risiko yang tepat. Strategi penanganan risiko secara garis besar

terbagi atas dua yaitu penghindaran risiko dan mitigasi risiko, Lestari (2009).

Strategi penanganan risiko dalam pertanian ada dua (Kountur,2008), yaitu

strategi preventif dan mitigasi12. Menurut Lestari (2009), Sahar (2010) dan Siregar

(2010) pada penelitiaanya tentang manajemen risiko dalam usaha pembenihan

udang vannamei dan analisis risiko produksi pembenihan lele dumbo strategi

penanganan risiko yang tepat adalah strategi preventif dan strategi mitigasi.

12

(40)

24 Berbeda strategi dengan penelitian Siregar (2010), strategi preventif yang

dilakukan oleh Siregar, yaitu pengendalian perubahan suhu yang ekstrim dan

pengendalian serangan hama. Untuk strategi mitigasi yang dilakukan adalah

mengatasi musim kemarau yang menyebabkan penurunan produksi telur yang

dihasilkan.

Berbeda dengan Silaban (2011) dalam penelitiannya, bahwa strategi

preventif tidak efektif digunakan dalam mengelola risiko. Pada penelitian Silaban

(2011) tentang analisis risiko produksi ikan hias yang hanya menggunakan

strategi mistigasi saja. Strategi mistigasi yang dilakukan Silaban (2011) adalah

dengan menggunakan diversifikasi (portofolio) pada usaha yang ada. Adanya

diversifikasi akan dapat meminimisasi risiko tetapi tidak dapat dihilangkan

seluruhnya menjadi nol. Alternatif strategi yang disarankan oleh Silaban adalah

melakukan diversifikasi komoditas ikan hias yang dibudidayakan di perusahaan.

Hal tersebut berfungsi apabila salah satu kegiatan pembenihan satu jenis ikan hias

gagal, dapat ditutupi dengan kegiatan pembenihan ikan hias lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terlihat adanya perbedaan strategi

penanganan risiko antara penelitian Siregar (2010) dan Silaban (2011). Strategi

preventif dan strategi mitigasi dijadikan alternatif strategi oleh Siregar. Tetapi

menurut Silaban (2010) alternatif strategi preventif kurang efektif bila dilakukan

sehingga alternatif yang paling tepat adalah strategi mitigasi saja. Perbedaan

tersebut dikarenakan kondisi tempat yang berbeda sehingga alternatif strategi

yang diberikan juga tentunya akan berbeda. Hasil tinjauan terhadap

penelitian-penelitian sebelumnya mampu menjadi landasan dalam mengembangkan potensi

Gambar

Gambar 2.  Usaha Pembenihan UPHI
Tabel 3. Produksi Benih Ikan Bawal Air Tawar pada Usaha H. Ijam Periode Januari-Desember 2012
Gambar 5.  Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan
Gambar 6.  Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait