• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Ukuran dan Bentuk Morfometrik Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Ukuran dan Bentuk Morfometrik Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK MORFOMETRIK

PERMUKAAN KEPALA BEBERAPA DOMBA LOKAL

INDONESIA

RANY PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Ukuran dan Bentuk Morfometrik Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RANY PRATIWI. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Morfometrik Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia. Dibimbing oleh RINI HERLINA MULYONO dan M. BAIHAQI.

Penelitian bertujuan untuk membandingkan ukuran dan bentuk kepala domba ekor tipis (DET), batur, wonosobo, garut tangkas dan pedaging berdasarkan akrokranion-prosthion (X1), basion-prosthion (X2), panjang rahang bawah(X3), tinggi kepala(X4), tuber facial (X5), nasion-rhinion (X6), entorbitale (X7), euryon (X8), supraorbitale (X9). Ternak yang digunakan sebanyak 111 ekor (32 jantan dan 79 betina). Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif, T2 -Hotelling dan analisis komponen utama. Perbedaan ukuran permukaan kepala ditemukan antara galur domba penelitian. Penciri ukuran DET dan garut pedaging adalah basion-prosthion dengan vektor eigen masing-masing +0.912 dan +0.928, sedangkan domba batur dan wonosobo adalah akrokranion-prosthion,

masing-masing +0.969 dan +0.902. Penciri bentuk DET, wonosobo dan garut pedaging adalah panjang rahang bawah dengan vektor eigen masing-masing +0.904, +0.836, dan +0.965, sedangkan domba batur adalah tinggi kepala dengan vektor eigen +0.907. Penciri ukuran dan bentuk domba garut tangkas sama yaitu pada tinggi kepala, dengan vektor eigen masing-masing +0.905 dan ‒0.406. Kerumunan data kelompok garut tangkas dan pedaging terpisah, juga domba batur dan wonosobo. Tumpang tindih ditemukan pada DET, garut tangkas, wonosobo dan batur.

Kata kunci: analisis komponen utama, domba lokal Indonesia, ukuran dan bentuk kepala (fighting and meat types). The variables measured were akrokranion-prosthion

(5)

respectively. The head shape discrimination of Batur sheep was head height with the value of eigen vektor is +0907. The head size and shape discriminations on garut fighting type sheep was head hight with eigen vektor values are +0905 and -0406. Data clustered between garut fighting and meat types was separated. It also happened between batur sheep and wonosobo sheep. Overlaping data was found on DET, garut fighting-type, wonosobo and batur sheep.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK MORFOMETRIK

PERMUKAAN KEPALA BEBERAPA DOMBA LOKAL

INDONESIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Perbandingan Ukuran dan Bentuk Morfometrik Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia

Nama : Rany Pratiwi NIM : D14090105

Disetujui oleh

Ir Rini H Mulyono, MSi Pembimbing I

M Baihaqi, SPt MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul ”Perbandingan Ukuran dan Bentuk Morfometrik Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia”. Shalawat dan salam Penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang menjadi suri tauladan manusia.

Terimakasih Penulis ucapkan kepada Ir Rini Herlina Mulyono, MSi dan M Baihaqi, SPt MSc sebagai pembimbing, Dr Ir Asep Sudarman, M Rur Sc dan Ir Sri Rahayu, MSi sebagai penguji sidang, Edit Lesa A, SPt MSc sebagai panitia ujian sidang, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Wonosobo, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, bapak Mishad, bapak Sugiarto, bapak Yono, Pak Guru, Firman, Tatan dan Emak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, adik, Hima, Irvandri, Nuris, Komang Alit, Roaslein, Adhitya, Dofactora, Reza, Tommy, Aldi, Muthia, Meyriandini dan teman-teman yang lain atas segala doa dan dukungannya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

Rany Pratiwi

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Ukuran-ukuran Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia 5

Hasil Statistik T2-Hotelling 7

Ukuran dan Bentuk Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia dan

Diagram Kerumunan 8

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

(13)

DAFTAR TABEL

1. Rincian Domba Penelitian 2

2. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman ukuran permukaan

kepala domba jantan penelitian 5

3. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman ukuran permukaan

kepala domba betina penelitian 6

4. Hasil uji T2-Hotelling antara jantan dan betina pada masing-masing

galur domba penelitian 7

5. Hasil uji T2-Hotelling jantan dan betina antara galur domba penelitian 8

6. Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada DET 8

7. Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala DET 9

8. Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba batur 9 9. Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

kepala domba batur 10

10. Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba wonosobo 10 11. Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala domba wonosobo 11

12. Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba garut tangkas 11 13. Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala domba garut tangkas 12

14. Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba garut pedaging 12 15. Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala domba garut pedaging 13

16. Penciri ukuran dan bentuk pada galur domba penelitian 13

DAFTAR GAMBAR

1. Peubah yang diamati 3

2. Kerumunan data pada domba ekor tipis, batur, wonosobo, garut tangkas, dan garut pedaging berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

DJPKH atau Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menyatakan bahwa populasi domba meningkat dari sekitar 10 725 488 ekor pada 2010 menjadi 11 791 000 ekor pada tahun 2011. Peningkatan populasi domba tersebut diiringi dengan peningkatan permintaan karena peningkatan pendapatan masyarakat yang dikaitkan dengan peran ternak domba yang berhubungan dengan sosial budaya dan agama masyarakat, sebagai ternak penghasil daging untuk dikonsumsi, ternak untuk keperluan akikah dan ternak korban Idul Adha. Domba terkonsentrasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sehingga pengamatan domba pada penelitian ini dilakukan di lokasi Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu Domba ekor tipis (DET), garut, batur dan wonosobo merupakan domba yang telah beradaptasi baik dengan iklim Indonesia. Domba garut, batur dan wonosobo merupakan domba lokal hasil silangan dengan domba unggul luar Indonesia.

Setiap jenis domba lokal memiliki karakteristik morfometrik kepala yang diwariskan secara genetik, sehingga penelitian ini dilakukan untuk menentukan perbedaan ukuran (size) dan bentuk (shape) permukaan kepala antara galur DET, garut tangkas, garut pedaging, batur dan wonosobo. Ukuran dan bentuk permukaan kepala domba tersebut berkaitan dengan kondisi tengkorak (cranium). Analisis morfometrik yang bervariasi dalam bentuk dan proporsi tulang tengkorak dipengaruhi oleh pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Sebuah studi menerangkan bahwa evolusi berkorelasi dengan karakter tengkorak dan berperan selektif dalam adaptasi morfologi (Parés et al. 2010).

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh informasi genetik karakteristik morfometrik berdasarkan ukuran (size) dan bentuk (shape) kepala pada domba ekor tipis (DET), batur, wonosobo, garut tangkas dan pedaging.

2. Menentukan penciri ukuran (size) dan bentuk (shape) kepala pada domba penelitian.

3. Mengidentifikasi pengelompokkan masing-masing populasi domba lokal yang divisualisasikan dalam diagram kerumunan.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012 sampai Pebruari 2013. Penelitian DET dilaksanakan di UP3J (Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol) Fakultas Peternakan IPB Kecamatan Jonggol, domba batur di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, domba wonosobo di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo dan domba garut tangkas dan pedaging di kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut.

Bahan

Domba yang digunakan dalam penelitian terdiri atas DET, batur, wonosobo, garut tangkas dan garut pedaging sebanyak 111 ekor, dengan rincian pada Tabel 1. Domba jantan dan betina penelitian berumur 1.5-2.0 tahun (kondisi gigi I2), yaitu pada saat domba dalam kondisi dewasa tubuh.

Tabel 1 Rincian Domba Penelitian

Alat

Alat yang digunakan meliputi jangka sorong digital, kaliper, tali untuk

handling domba, wearpack, lembar data, alat tulis dan kamera. Pengolahan data dan diagram kerumunan dibantu dengan Minitab® 16.1.0.

Prosedur

Bagian-bagian pengukuran permukaan kepala domba (craniometrics) dijadikan peubah penelitian seperti yang dilakukan oleh Damayanti (2004) berdasarkan metode Hayashi et al. (1980). Kaliper digunakan untuk pengukuran

(16)

3 untuk nasion–rhinion (X6), entorbitale kiri–kanan (X7), euryon kiri–kanan (X8) dan supraorbitale kiri–kanan (X9).

Akrokranion–prosthion (X1) diukur dari ujung tulang tengkorak sampai batas titik tepi bawah rahang atas, basion–prosthion (X2) dari batas pangkal tulang baji sampai titik tepi bawah rahang atas, panjang rahang bawah (X3) dari ujung titik tepi bawah rahang atas sampai pangkal rahang bawah, tinggi kepala (X4) dari ujung tulang tengkorak sampai tulang rahang bawah, tuber facial kiri–kanan (X5) dari ujung tulang pipi kiri sampai ujung tulang pipi kanan, nasion–rhinion (X6) dari pangkal hidung sampai tulang hidung bagian bawah, entorbitale kiri–kanan (X7) dari pangkal entorbitale (lekuk mata) kiri sampai pangkal entorbitale kanan, euryon kiri–kanan (X8) atau lebar kepala dari pelipis sebelah kiri sampai pelipis sebelah kanan, supraorbitale kiri–kanan (X9) dari tulang di atas lekuk mata kiri sampai kanan.

Gambar 1 Peubah yang diamati

Analisis Data

Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman pada masing-masing peubah diolah berdasarkan rumus Walpole (1982). Uji T2-Hotelling digunakan untuk membedakan ukuran-ukuran permukaan kepala antara galur domba penelitian. Pengujian T2-Hotelling berdasarkan Gaspersz (1992) dengan membentuk hipotesis sebagai berikut:

H0 : U1 = U2 : Jika vektor rata-rata kelompok domba ke-1 sama dengan ke-2 H1 : U1 ≠ U2: Jika vektor rata-rata kelompok domba ke-1 tidak sama dengan ke-2

(17)

4

Keterangan:

T2 = nilai T2-Hotelling F = nilai hitung T2-Hotelling

n1 = jumlah data pengamatan pada kelompok domba ke-1

n2 = jumlah data pengamatan pada kelompok domba ke-2

SG1 = invers matriks gabungan

P = banyak peubah yang diukur

= vektor nilai rata-rata peubah acak dari kelompok domba ke-1

= vektor nilai rata-rata peubah acak dari kelompok domba ke-2

Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk pada masing-masing kelompok domba penelitian. Persamaan AKU diturunkan dari matriks kovarian. Persamaan ukuran disetarakan dengan persamaan komponen utama pertama dan bentuk dengan persamaan komponen utama kedua. Persamaan ukuran dan bentuk berdasarkan persamaan AKU menurut Gaspersz (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut:

Keterangan:

Y1 = skor ukuran

Y2 = skor bentuk

X1, X2, X3, …, X9 = peubah ukuran kepala domba penelitian

a1 = vektor eigen untuk skor ukuran

a2 = vektor eigen untuk skor bentuk

Diagram Kerumunan

(18)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran-ukuran Permukaan Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia

Hasil statistik deskriptif disajikan pada Tabel 2 dan 3. Ukuran kepala DET baik pada jantan maupun betina berukuran terkecil, dengan keseragaman yang tinggi, karena memiliki koefisien keragaman yang rendah pada peubah ukuran permukaan kepala, terutama pada jantan. Ukuran-ukuran permukaan kepala bukan merupakan peubah yang diperhatikan oleh peternak, mengindikasikan bahwa alam berperanan dalam menyeleksi sifat-sifat tersebut sehingga meningkatkan keseragaman.

Tabel 2 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman ukuran permukaan kepala domba jantan penelitian

Keterangan: n=jumlah sampel; DET=Domba Ekor Tipis; X1=akrokranion-prosthion; X2= basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah; X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion;

X7=entorbitale; X8=euryon; X9=supraorbitale; persen di dalam tanda kurung menunjukkan

koefisien keragaman

(19)

6

alam dalam menyeleksi sifat-sifat ukuran permukaan kepala DET memungkinkan bagian-bagian kepala tertentu berkembang dan dapat berfungsi baik atau beradaptasi sesuai dengan kondisi UP3J.

Menurut Mulliadi (1996) domba tipe tangkas memerlukan ukuran kepala yang lebih kuat dan besar untuk mempertahankan diri. Sifat agresif pada domba tipe tangkas selalu diperlihatkan dengan tingkah laku menanduk-nanduk segala sesuatu yang merupakan ancaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan koefisien keragaman ukuran permukaan kepala pada garut tangkas jantan yang tinggi mengindikasikan bahwa ukuran permukaan kepala masih dapat terus ditingkatkan, meskipun pada penelitian ini ukuran permukaan kepala garut tangkas paling besar.

Tabel 3 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman ukuran permukaan kepala domba betina penelitian

Keterangan : n=jumlah sampel; DET=Domba Ekor Tipis; X1=akrokranion-prosthion; X2= basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah; X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion;

X7=entorbitale; X8=euryon; X9=supraorbitale; persen di dalam tanda kurung menunjukkan

koefisien keragaman

(20)

7 diamati memiliki heritabilitas tinggi. Menurut Supriyantono dan Irianti (2007) heritabilitas ukuran-ukuran tulang lebih besar dibandingkan dengan sifat bobot badan dan reproduksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sifat kuantitatif ini banyak dipengaruhi oleh genetik. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa sifat kuantitatif tidak dapat dipisahkan menjadi kelompok terputus dan mudah dibedakan sehingga diperlukan suatu metode statistik untuk mencirikan sifat tersebut.

Hasil Statistik T2-Hotelling

Hasil T2-Hotelling ukuran-ukuran linear permukaan kepala antara jantan dan betina pada masing-masing galur disajikan pada Tabel 4 (P<0.01), kecuali pada kelompok domba Wonosobo (P<0.05). Perbedaan ukuran permukaan kepala antara galur domba penelitian diperoleh pada penelitian ini (P<0.01), kecuali pada kelompok domba Garut Tangkas dan Pedaging yang berbeda nyata (P<0.05). Tabel 4 Hasil uji T2-Hotelling antara jantan dan betina pada masing-masing galur

domba penelitian

(21)

8

Tabel 5 Hasil uji T2-Hotelling jantan dan betina antara galur domba penelitian

Keterangan : DET = Domba Ekor Tipis ; Dombos = Domba Wonosobo; ** = sangat nyata (P<0.01), * = nyata (P<0.05), tn = tidak nyata (P>0.05)

Ukuran dan Bentuk Kepala Beberapa Domba Lokal Indonesia dan Diagram Kerumunan

Perbedaan ukuran-ukuran permukaan kepala antara galur domba yang diamati, dilanjutkan dengan perbedaan ukuran dan bentuk kepalanya. Ozcan et al.

(2010) menyatakan bahwa ukuran dan bentuk dari tengkorak domba bervariasi tergantung spesies dan jenis kelamin. Domba pedaging memiliki kepala yang besar dan kasar. Penyajian persamaan ukuran dan bentuk kepala serta korelasi antara masing-masing peubah terhadap skor ukuran dan bentuk kepala didahulukan untuk kemudian dibahas, setelah disajikan diagram kerumunan. Pada penelitian ini, persamaan ukuran dan bentuk kepala pada DET disajikan pada Tabel 6, sedangkan korelasi antara masing-masing peubah ukuran permukaan kepala terhadap skor ukuran dan skor bentuk kepala DET disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada DET

Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah;

X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale; X8=euryon;

(22)

9 Tabel 7 Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala DET

Penciri ukuran kepala DET terletak pada panjang basion-prosthion (X2) dengan perolehan korelasi terhadap skor ukuran sebesar +0.912. Penciri bentuk kepala DET terletak pada panjang rahang bawah (X3) dengan perolehan korelasi sebesar +0.904. Hal ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran panjang

basion-prosthion (X2) maka skor ukuran kepala juga semakin besar. Semakin besar ukuran panjang rahang bawah (X3) maka skor bentuk kepala juga semakin besar.

Tabel 8 dan 9 masing-masing menyajikan persamaan ukuran dan bentuk kepala serta korelasi antara masing-masing peubah ukuran permukaan kepala terhadap skor ukuran dan skor bentuk kepala pada domba batur. Penciri ukuran kepala domba batur terletak pada panjang akrokranion-prosthion (X1) dengan perolehan korelasi terhadap skor ukuran sebesar +0.969. Penciri bentuk kepala domba batur terletak pada tinggi kepala (X4) dengan perolehan korelasi sebesar +0.907. Hal ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran panjang akrokranion-prosthion (X1) maka skor ukuran kepala juga semakin besar. Semakin besar ukuran tinggi kepala (X4) maka skor bentuk kepala juga semakin besar.

Tabel 8 Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba batur

Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah;

X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale; X8=euryon;

(23)

10

Tabel 9 Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan kepala domba batur

Penciri ukuran dan bentuk kepala domba wonosobo disajikan pada persamaan ukuran dan bentuk kepala pada Tabel 10, sedangkan korelasi antara setiap peubah ukuran kepala terhadap skor ukuran dan skor bentuk kepala disajikan pada Tabel 11. Penciri ukuran kepala domba wonosobo terletak pada panjang akrokranion-prosthion (X1) dengan perolehan korelasi terhadap skor ukuran sebesar +0.902. Penciri bentuk kepala domba Wonosobo terletak pada panjang rahang bawah (X3) dengan perolehan korelasi sebesar +0.836. Hal ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran panjang akrokranion-prosthion (X1) maka skor ukuran kepala juga semakin besar. Semakin besar ukuran panjang rahang bawah (X3) maka skor bentuk kepala juga semakin besar.

Tabel 10 Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba wonosobo

Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah;

X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale; X8=euryon;

(24)

11 Tabel 11 Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala domba wonosobo

Tabel 12 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk kepala domba garut tangkas. Penciri ukuran kepala domba garut tangkas terletak pada tinggi kepala (X4) dengan perolehan korelasi terhadap skor ukuran sebesar +0.905 (Tabel 13). Penciri bentuk kepala domba garut tangkas terletak pada tinggi kepala (X4) dengan perolehan korelasi sebesar ‒0.406 (Tabel 13). Hal ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran tinggi kepala (X4) maka skor ukuran kepala juga semakin besar. Semakin besar ukuran tinggi kepala (X4) maka skor bentuk kepala juga semakin kecil.

Tabel 12 Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba garut tangkas

Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah;

X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale; X8=euryon;

(25)

12

Tabel 13 Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan linear kepala domba garut tangkas

Penciri ukuran dan bentuk kepala domba garut pedaging disajikan pada persamaan ukuran dan persamaan bentuk kepala (Tabel 14). Penciri ukuran kepala domba garut pedaging terletak pada panjang basion-prosthion (X2) dengan perolehan korelasi terhadap skor ukuran sebesar +0.928 (Tabel 15). Penciri bentuk kepala domba garut pedaging terletak pada panjang rahang bawah (X3) dengan perolehan korelasi sebesar +0.965 (Tabel 15). Hal ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran panjang basion-prosthion (X2) maka skor ukuran kepala juga semakin besar. Semakin besar ukuran panjang rahang bawah (X3) maka skor bentuk kepala juga semakin besar. Rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk dari galur domba penelitian disajikan pada Tabel 16.

Tabel 14 Persamaan ukuran dan bentuk kepala pada domba garut pedaging

Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah;

X4=tinggi kepala; X5=tuber facial; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale; X8=euryon;

(26)

13 Tabel 15 Korelasi antara ukuran atau bentuk terhadap setiap peubah permukaan

linear kepala domba garut pedaging

(27)

14

Keterangan : domba Ekor Tipis jantan, domba Ekor Tipis betina, domba Batur jantan, domba Batur betina, domba Wonosobo Jantan, domba Wonosobo betina, domba Garut Tangkas jantan, domba Garut Tangkas betina, domba Garut Pedaging jantan, domba Garut Pedaging betina

Gambar 2 Kerumunan data pada domba ekor tipis, batur, wonosobo, garut tangkas, dan garut pedaging berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk kepala

Kerumunan data individu-individu galur domba penelitian berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk kepala memperlihatkan pemisahan kerumunan galur domba garut tangkas dan pedaging, juga antara domba wonosobo dan domba batur. Pemisahan kerumunan terjadi karena perbedaan skor bentuk, yang mengindikasikan bahwa bentuk kepala merupakan karakteristik yang bersifat mewaris. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Saparto (2004) bahwa kranium merupakan sifat mewaris pada suatu bangsa, sehingga setiap bangsa memiliki ukuran kranium yang berbeda.

(28)

15 merupakan hasil persilangan antara domba texel dan DET atau domba ekor gemuk.

Berdasarkan kerumunan data, pemisahan data individu-individu domba garut tangkas dan pedaging sebagai akibat dari seleksi peternak. Arah pemuliaan yang berbeda berakibat pada perbedaan karakteristik morfometrik kepala, yang dalam hal ini adalah bentuk kepala. Penciri bentuk kepala domba garut tangkas dan pedaging ditemukan berbeda, yaitu masing-masing tinggi kepala (X4) yang berkorelsi negatif terhadap bentuk kepala dan panjang rahang bawah (X3) yang berkorelasi positif terhadap bentuk kepala. Korelasi negatif antara tinggi kepala (X4) dan bentuk kepala pada domba garut tangkas, mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran tinggi kepala (X4) maka skor bentuk kepala yang diperoleh semakin kecil. Hal ini yang berakibat pada pemisahan antara kedua jenis domba garut tersebut. Tinggi kepala (X4) sebagai penciri bentuk domba tangkas kemungkinan dikaitkan dengan sifat menanduk atau dengan kata lain, peternak secara tidak langsung menyeleksi tinggi kepala untuk difungsikan sebagai alat untuk mempertahankan diri pada saat berkelahi. Penciri bentuk domba garut pedaging pada panjang rahang bawah (X3) dikaitkan secara tidak langsung dengan kemampuan domba memamah biak atau ruminasi. Rahang yang kuat pada domba garut pedaging diperlukan untuk memamah biak sehingga dihasilkan produk daging yang diinginkan peternak. Seleksi menginginkan organ-organ tertentu untuk berfungsi sesuai dengan yang dikehendaki. Penciri bentuk kepala pada garut tangkas ditemukan sama dengan penciri ukuran kepalanya, yaitu tinggi kepala (X4). Sebagai domba aduan, domba garut tangkas memiliki karakteristik tersendiri.

Tumpang tindih antara data kelompok domba garut tangkas dan DET karena ditemukan beberapa data betina saling tumpang tindih, tidak demikian pada yang jantan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi ke arah tangkas terlihat jelas pada kepala domba garut tangkas jantan. Hal tersebut bersesuaian dengan Mulliadi (1996) bahwa pada domba garut tangkas diarahkan kepada domba yang memiliki tubuh lebih besar, aktif dan memiliki karakteristik domba aduan. Tabel 16 menyajikan rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk domba ekor tipis, batur, wonosobo, garut tangkas dan garut pedaging berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Domba garut tangkas dan domba garut pedaging memiliki perbedaan penciri ukuran yaitu panjang basion-prosthion pada garut pedaging dan tinggi kepala pada garut tangkas dan perbedaan penciri bentuk, yaitu panjang rahang bawah pada garut pedaging dan tinggi kepala pada garut tangkas. Perbedaan terjadi karena perbedaan arah seleksi. Domba garut pedaging diseleksi ke arah produksi daging, sedangkan garut tangkas ke arah sifat aduan atau tangkas.

Kesamaan penciri ukuran kepala pada domba batur dan wonosobo yaitu

(29)

16

kelompok domba batur yang bertumpang tinggi dengan domba garut tangkas. Domba batur memiliki kekerabatan yang dekat dengan domba garut secara genetik (Prayitno et al. 2011).

Tujuan produksi daging pada domba wonosobo lebih besar dibandingkan dengan domba batur, walaupun kedua galur domba ini berukuran besar. Hal tersebut terjadi karena domba batur yang berukuran besar lebih banyak dipelihara sebagai domba kesayangan yang kerap dipertontonkan dalam kontes-kontes.

Hal menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah penciri bentuk DET, domba wonosobo dan domba garut pedaging yang sama, yaitu panjang rahang bawah (X3). Rahang bawah berperanan dalam proses perenggutan makanan hijauan dan pengunyahan atau ruminasi pada domba. Perbedaan arah seleksi sebagai domba kesenangan (aduan atau kontes domba batur) secara tidak langsung diperlihatkan dengan perbedaan kualitas pakan. Pemberian hijauan pakan ternak pada domba kesenangan berbeda dengan domba tipe pedaging berdasarkan kualitasnya. Kualitas hijauan pakan domba kesenangan lebih baik dibandingkan dengan domba untuk tujuan pedaging. Pemilihan hijauan paka ternak berusia muda dan dipilih yang baik diterapkan pada domba garut tangkas dan domba batur, sehingga pada kedua galur domba ini, fungsi rahang bawah tidak sebaik DET, domba wonosobo dan garut pedaging.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ukuran-ukuran permukaan kepala domba ekor tipis, batur, wonosobo, garut tangkas dan garut pedaging, berbeda satu sama lain.

2. Penciri ukuran DET dan garut pedaging adalah basion-prosthion, sedangkan domba batur dan wonosobo adalah akrokranion-prosthion.

3. Penciri bentuk DET, wonosobo dan garut pedaging adalah panjang rahang bawah, sedangkan domba batur dan garut tangkas adalah tinggi kepala.

4. Penciri ukuran dan bentuk domba garut tangkas adalah sama yaitu tinggi kepala.

5. Pemisahan diagram kerumunan data kelompok ditemukan pada domba garut tangkas dan garut pedaging, juga pada domba batur dan wonosobo.

6. Kerumunan data kelompok DET bertumpang tindih dengan garut tangkas, wonosobo dan batur, sedangkan garut pedaging memisah dari DET.

Saran

(30)

17

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti S. 2004. Karakteristik morfometrik ukuran dan bentuk kepala pada domba Garut dan persilangannya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Populasi Ternak Domba [Internet]. [diunduh 2012 Okt 5]. Tersedia pada : http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistik&action=populasi. Gaspersz V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid ke-2.

Bandung (ID): Tarsito.

Hayashi Y, Nishida T, Otsuka J, Abdulgani I K. 1980. Measurement of the skull of native cattle and benteng in Indonesia. In: The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock : 19-27.

Mulliadi D. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ozcan S, Aksoy G, Kurtul I, Aslan K, Ozudogru Z. 2010. Comparative morphometric study on the skull of the tuj and morkaraman sheep. Kafkas univ vet fak derg. 16(1): 111-114.

Parés IC, PM, Kamal S, Jordana J. 2010. On biometrical aspects of the cephalic anatomy of xisqueta sheep (Catalunya, Spain).J Morphol. 28(2):347-351. Prayitno, Hartatik T, Pratiwi R, Artama WT. 2011. Genetic relatedness between pengembangan program pemuliaan. UNIPA. 15(1): 11-17.

Surat Keputusan Menteri Pertanian. 2011. Penetapan rumpun domba Wonosobo. Jakarta (ID)

Surat Keputusan Menteri Pertanian. 2011. Penetapan rumpun domba Batur. Jakarta (ID)

Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Terjemahan: Bambang S. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

(31)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 April 1991 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Joni Rizal dan ibu Ratna. Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) 2009.

Gambar

Gambar 1  Peubah yang diamati
Tabel 2  Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman ukuran permukaan
Tabel 3  Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman ukuran permukaan kepala domba betina penelitian
Tabel 4 Hasil uji T2-Hotelling antara jantan dan betina pada masing-masing galur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan pengaturan fase dan waktu siklus optimum ditujukan untuk menaikkan kapasitas persimpangan dan sedapat mungkin menghindari terjadinya konflik lalu

kebidanan persalinan masa nifas (postnatal care), dan asuhan kebidanan bayi baru lahir (neonatal care) bertujuan untuk melaksanakan pendekatan manajemen kebidanan

Tujuan yang ingin dicapai dari perancangan produk ini adalah mempermudah pendisplayan barang yang akan dipamerkan, mengakomodasi kebutuhan pendisplayan barang, dan

Metode steganografi First of File (FOF) dan End of File (EOF) dengan media citra menghasilkan stego-image yang memiliki gradasi warna hitam pada bagian atas atau

a. Apabila dalam suatu peristiwa kerugian negara mengandung unsur-unsur tindak pidana, maka Kepala Kantor/Satuan Kerja di dalam laporannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

Pengaruh konsentrasi pemberian 17α -MT pada pakan larva ikan nilem terhadap persentase kelamin jantan yang diukur maka digunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan

Dari penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwan konflik peran ganda dan stres kerja memiliki suatu hubungan yang sedang, dan konflik peran ganda adalah salah satu

Perbedaan dari hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang saya teliti sekarang yaitu, penelitian yang saya lakukan sekarang lebih ke banyaknya nasabah yang