• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana Bisnis Industri Cokelat Batangan di Bogor"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

Business Plan of Chocolate Bar Industry in Bogor

Aji Hermawan, Erliza Hambali, and Ditta Nirmala

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone: 08568321259, e-mail: dittanirmala@gmail.com

ABSTRACT

Cacao is an important agroindustrial product of Indonesia. Most of Indonesian cacao is exported in form of cacao beans. In contrast, the market of processed cacao such chocolate bars is filled by imported products. The purpose of this research is to make a business plan of chocolate bar company. The research scope includes studying market and marketing aspect, technological aspect, management and organizational aspect, and also financial aspect of a chocolate bar company in Bogor. The data collection methods used are interviews and documents and other secondary data collections. The data are mainly analized using investment analysis such as NPV, IRR, payback period, and risk analysis.

The chocolate bar company is located in Cijeruk, Bogor, considering the access to available milk supply as an important raw material, while the location also has satisfactory infrastructure, human resource, and access to markets. The factory capacity is 1000 kg per day. The main raw materials are cocoa liquor and cocoa butter, supplied from a company from Tangerang. The company needs 33 workers. In terms of environment concerns, the company will only produces very small number of solid and liquid waste, which are safe for environment. The total investment needed is Rp. 6.737.746.660,- consisting of fixed asset investment Rp. 5.825.673.700,- and working capital Rp. 912.072.960,-. The NPV value is positive Rp. 5.387.822.787,-. The IRR is 22 percent. The Net B / C value is 1,80. The Payback period is 5,66 years. The investment figures show that the company is feasible to set up.

(2)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum, saat ini bidang pertanian nasional sudah melangkah lebih maju apabila diukur dari produktivitas bahan mentah atau bahan baku, tetapi kemajuan tersebut belum diikuti secara seimbang oleh kemajuan dalam tahap selanjutnya, yaitu agroindustri, perdagangan, dan pembiayaan. Pertanian akan mampu menjadi penopang utama perekonomian nasional apabila dikembangkan sebagai sebuah sistem yang terkait dengan industri dan jasa. Apabila pertanian hanya berhenti sebagai aktivitas budidaya, maka nilai tambah yang diperoleh akan kecil. Seharusnya, nilai tambah pertanian dapat ditingkatkan melalui agroindustri dan jasa berbasis pertanian.

Pengembangan agroindustri nasional diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian. Selain itu, agroindustri memiliki peran strategis yang menghubungkan antara sektor pertanian pada kegiatan hulu dengan sektor industri pada sektor hilir. Dengan demikian, pengembangan agroindustri secara tepat dan baik diharapkan dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja, pendapatan petani, volume ekspor dan devisa yang diperoleh, pangsa pasar baik domestik maupun internasional, nilai tukar produk pertanian, dan penyediaan bahan baku industri.

Salah satu hasil pertanian yang dapat dikembangkan melalui kegiatan agroindustri adalah kakao. Berdasarkan analisa ekonomi sejauh ini kakao mampu menyumbang devisa bagi perekonomian nasional sebesar US$ 1.413,4 juta, sekitar 70% diekspor dalam bentuk biji (Ditjenbun, 2010). Indonesia pada tahun 2006 sampai 2010 tetap menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan menguasai 6% pasar dunia dengan produksi biji kakao mencapai 535.000 ton per tahun (ICCO, 2010). Meskipun demikian, besarnya produksi bahan baku tersebut belum diikuti dengan perkembangan industri hilir pengolahan bahan baku menjadi produk, sehingga 70% nilai ekspor kakao Indonesia adalah biji kakao (Ditjenbun, 2010). Total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao nasional mencapai 260.000 ton/tahun, akan tetapi kapasitas produksi hanya 115.000 ton/tahun. Kondisi tersebut terkait erat dengan sulitnya mendapatkan biji kakao terfermentasi lokal, rendahnya efisiensi dan efektifitas rantai tata niaga kakao serta penerapan PPN 5% biji kakao untuk industri. Akibat lain dari kurang berkembangnya industri pengolahan kakao adalah meningkatnya nilai impor produk olahan kakao. Sebagai contoh, pada tahun 2007 impor pasta kakao hanya sekitar 529 ton, namun pada tahun 2010 telah mencapai sekitar 2.254 ton (Kemenperin, 2010).

Harus disadari bahwa baik pasar domestik dan global produk olahan kakao masih sangat terbuka luas.Selama ini tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia masih rendah, hanya berkisar 60 gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun). Untuk mendorong bergairahnya industri kakao nasional perlu peningkatan konsumsi domestik hingga mencapai 1 kg/kapita. Konsumsi tersebut tentunya sangat jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3 kg/kapita/tahun, negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun, 2010). Selain itu, konsumsi cokelat global kini juga terus naik sebesar 2-4 % per tahun dan pertumbuhan permintaan biji kakao juga naik 2,6 % per tahun. Tetapi, pasokan biji kakao hanya tumbuh 2,3 % per tahun sehingga memicu kenaikan harga yang relatif cepat (Disbun Jawa Barat, 2010).

(3)

2

industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao.

Prospek industri pengolahan kakao menjadi barang setengah jadi atau barang yang siap dikonsumsi sangat besar dilihat dari perkembangan industri hilir olahan kakao seperti industri cokelat batangan. Hal ini akan diperkuat apabila pasar domestik yang diisi oleh produk impor dapat direbut oleh industri nasional. Selain itu, menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Tentunya, kondisi ini merupakan peluang positif bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tersebut dan melakukan perencanaan bisnis untuk pendirian industri cokelat batangan, mengingat ketersediaan lahan masih cukup luas dan bahan baku yang belum diolah secara optimal. Selain itu, pendirian industri ini penting dikarenakan mayoritas produk cokelat batangan yang berada di pasaran merupakan produk cokelat batangan yang diimpor dan untuk produk cokelat batangan lokal menggunakan campuran lemak nabati bukan lemak cokelat. Sehingga diharapkan dengan pendirian industri ini dapat meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat nasional terutama cokelat batangan dengan menggunakan bahan baku cokelat asli Indonesia tanpa tambahan lemak nabati.

1.2.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat rencana bisnis pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar) yang meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, dan rencana keuangan.

1.3.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi rencana-rencana yang mempengaruhi pendirian industri cokelat batangan di lokasi terpilih yakni sebagai berikut :

1. Rencana pasar dan pemasaran, meliputi identifikasi potensi pasar dan strategi pemasaran.

2. Rencana teknik dan teknologi, meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, perencanaan kaspasitas produksi, teknologi proses produksi dan neraca massa, mesin dan peralatan yang digunakan, lokasi proyek dan tata letak pabrik, serta aspek lingkungan.

3. Rencana manajemen dan organisasi, meliputi aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan (job description).

(4)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

KAKAO (Theobroma cacao L)

2.1.1.

Karakteristik dan Morfologi Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk famili Sterculiace. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dengan ordo Streculiaceae. Nama Theobroma yang berarti “Makanan Tuhan” diberikan oleh seorang botanist Swedia yang bernama Linnaeus (Knight, 1999).

Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma Jenis : Theobroma cacao L

Berikut ini contoh tanaman kakao (Theobroma cacao L) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Kakao (Theobroma cacao L) (Fly, 2010)

Dalam perekembangannya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak dibudidayakan hanya 3 jenis, yaitu :

1. Criollo (fine cocoa atau kakao mulia)

Criollo (dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) merupakan tipe kakao yang bermutu tinggi (kakao mulia, chiced, edel cocoa). Ciri-ciri jenis Criollo mulia adalah buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit buah yang bertonjolan dan bertekuk-tekuk, biji tidak berwarna, kualitas tinggi dengan aroma dan rasa yang khas (Sunanto, 1999).

2. Forestero

(5)

4

3. Trinitario atau hibrida

Varietas ini merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criollo. Bentuk buahnya ada yang agak bulat dan ada pula yang agak panjang dengan warna hijau atau merah. Menurut Nasution et al., (1985), mutu biji kakao Trinitario sedikit di bawah mutu biji kakao mulia. Biji kakao Trinitario mempunyai aroma yang segar dengan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna agak muda.

Menurut Sunanto (1999), secara umum tanaman kakao terdiri dari beberapa bagian, yaitu batang, daun, bunga, akar, buah, dan biji. Masing-masing bagian memiliki karakteristik (morfologi) dan fungsi (fisiologi) tertentu, yaitu :

1. Batang dan cabang

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Tanaman kakao memiliki sifat dimorfisme, yaitu memiliki dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas ortotrop, sedangkan yang arah pertumbuhannya ke samping disebut plagiotrop, cabang kipas atau fan. Pada pertumbuhannya yang berasal dari biji, akan terbentuk perempatan (jorket) pada pertumbuhan vertikalnya. Jorket merupakan tempat perubahan pola percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke plagiotrop.

2. Daun

Bentuk helai daun pohon kakao bulat memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun runcing. Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat. Warna daun dewasa hijau tua. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap.

3. Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar leteralnya mendatar berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman 0-30 cm. Pertumbuhan akar sangat peka pada hambatan baik berupa batu, lapisan keras, maupun air tanah. Apabila selama pertumbuhan akar berbenturan dengan batu, akar akan membelah diri menjadi dua dan masing-masing tumbuh geosentris (mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang berbenturan terlalu besar, sebagian akar leteral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah.

4. Bunga

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya, bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga. Pembungaan tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor lingkungan (iklim). Pada lokasi tertentu, pembungaan sangat terhambat oleh musim kemarau atau musim dingin. Namun, di lokasi yang curah hujannya merata sepanjang tahun serta fluktuasi suhunya kecil, tanaman akan berbunga sepanjang tahun.

5. Buah dan biji

(6)

5

dalam pulpa mengandung zat penghambat perkecambahan. Namun terkadang biji berkecambah di dalam buah karena terlambat dipanen sehingga pulpanya menjadi terlalu kering.

2.1.2.

Pengolahan Biji Kakao

Tanaman kakao yang banyak dibudidayakan di perkebunan rakyat adalah jenis forastero, dalam dunia perdagangan kakao jenis ini sering disebut kakao lindak atau bulk cocoa. Buah kakao terdiri dari 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam buah sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji (Wood and Lass, 1985 dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

Permukaan biji diselimuti oleh lapisan pulpa atau pulpa berwarna putih. Biji kakao yang berasal dari buah yang matang mempunyai pulpa yang lunak dan terasa manis. Pulpa diketahui mengandung senyawa gula yang sangat penting sebagai media pembiakan bakteri selama proses fermentasi. Proses pengolahan biji kakao sangat menentukan akhir dari biji kakao tersebut. Proses pengolahan biji kakao akan menentukan cita rasa yang khas dan mengurangi atau menghilangkan cita rasa yang tidak baik. Misalnya, rasa pahit dan sepat yang disebabkan oleh kandungan senyawa purin, yaitu theobromin dan kafein untuk rasa pahit. Sedangkan jumlah theobromin di dalam kotiledon sekitar 1,5% dan kafein sekitar 0,15% (Sunanto, 1999).

Tahap-tahap proses pengolahan biji kakao menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2005) dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

Gambar 2.2. Tahapan pengolahan biji kakao (Puslit Kopi dan Kakao, 2005) Panen buah masak

Sortasi buah

Penyimpanan buah

Pengupasan buah

Fermentasi

Penjemuran

Pengeringan

Sortasi biji

(7)

6

1. Sortasi buah

Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah yang rusak terkena penyakit, busuk atau cacat.

2. Pengupasan buah

Pengupasan buah dilakukan dengan pemecahan buah dengan tujuan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Pengupasan harus dilakukan dengan hati-hati. Data lapangan menunjukkan bahwa jumlah biji terpotong atau terbelah oleh alat pemotong manual berkisar antara 3-6%. Selain meningkatkan jumlah biji yang cacat, biji yang terluka mudah terinfeksi oleh jamur (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

3. Fermentasi

Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun juga untuk memperbaiki dan membentuk cita rasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Nasution, 1976).

4. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji pasca fermentasi yang semula 50-55% menjadi 7% agar biji kakao aman disimpan sebelum dipasarkan ke konsumen. Pengeringan biji kakao umumnya dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi (Ong, 1997).

5. Sortasi berdasarkan standar mutu biji kakao

Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2002). Standar mutu tersebut diperlukan sebagai tolak ukur untuk pengawasan mutu. Standar ini memuat karakteristik fisik biji kakao dan tingkat kontaminasi (tingkat kebersihan). Standar ini juga mencakup definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), dan cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Berdasarkan SNI tersebut, biji kakao juga didasarkan pada tiga hal, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran biji/100 gram.

(8)

7

Tabel 2.1. Standar mutu biji kakao berdasarkan jumlah biji/100 gram Jumlah Biji/100 gram Standar Mutu

86 AA

86-100 A

101-110 B

111-120 C

>120 S

Sumber : SNI 01-2323-2002

Puslitbang Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) merekomendasikan standar tambahan untuk biji kakao sebagai bahan baku cokelat untuk mendapatkan hasil pengolahan kakao yang optimal, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 :

Tabel 2.2. Persyaratan mutu standar biji kakao sebagai bahan baku cokelat

Kriteria Mutu Syarat

Tingkat fermentasi, hari 5

Kadar air, % (maks) 7

Kadar kulit, % 12-13

Kadar lemak, % 50-51

Ukuran biji Seragam

Jamur Nihil

Benda asing lunak Nihil

Benda asing keras Nihil

Sumber : Puslit Kopi dan Kakao (2005)

6. Penggudangan

(9)

8

2.1.3.

Potensi dan Manfaat Produk Olahan Kakao

Cokelat yang dihasilkan dari tanaman kakao merupakan sumber pangan yang kaya lemak (30%) dan karbohidrat (60%), protein, mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi, tembaga, dan fosfor, dan berbagai jenis flavonoid seperti epikatekin, epigalokatekin, prosianidin, dan komponen bioaktif lainnya. Meskipun memiliki kadar lemak dan kadar gula yang tinggi, konsumsi cokelat dalam jumlah yang wajar dinyatakan aman bagi kesehatan.

Menurut Mulato, et al. (2008) dalam Hamdani (2009), Produk olahan dari biji kakao, antara lain pasta cokelat, lemak cokelat, dan bubuk cokelat. Produk-produk tersebut banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika. Pasta cokelat (cocoa paste) dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semi cair. Lemak kakao (cocoa fat atau cocoa butter) merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Lemak kakao dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres dan mempunyai warna putih kekuningan serta berbau khas cokelat. Kekerasan lemak cokelat mempunyai tingkat yang berbeda pada suhu kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Keunggulan lemak kakao Indonesia dibandingkan lemak kakao dari Afrika Barat adalah adanya karakteristik khusus “Light Breaking Effect” dan “Hard Butter” (tidak mudah meleleh) yang cocok apabila dipakai untuk blending.

Bubuk cokelat (cocoa powder) diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk atau tepung dari biji-bijian lainnya karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan, sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 340C, lemak menjadi tidak stabil yang menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Puslit Kopi dan Kakao, 2005).

(10)

9

2.1.4.

Potensi Industri Kakao Indonesia

2.1.4.1. Industri Pengolahan Kakao

2.1.4.1.1. Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Kakao)

Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun adalah sebagai berikut ; Pantai Gading (1.190.000 ton), Ghana (650.000 ton), Indonesia (535.000 ton) (ICCO, 2010). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha.Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sumatera 174.588 ton (20,7 %), Jawa 33.837 ton (4 %), Nusa Tenggara 21.254 ton (2,5 %), Kalimantan 15.246 ton (1,8 %), Sulawesi 561.755 (66,6 %) ton, Maluku dan Papua 37.496 ton (4,4 %).Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha (94,2 %), Perkebunan Negara 50.104 Ha (3 %) dan Perkebunan Swasta 45.839 Ha (2,8 %) (Ditjenbun, 2010).

2.1.4.1.2. Pelaku Usaha

Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao. Mayoritas industri pengolahan cokelat terdapat di pulau Jawa. Menurut Kemenperin (2010), total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao di Indonesia adalah sebesar 417.000 ton/tahun, sedangkan kapasitas terpakainya sebesar 244.000 ton/tahun. Pada umumnya produk yang dihasilkan dari industri tersebut adalah produk setengah jadi yang terdiri dari lemak cokelat, pasta cokelat, dan bubuk cokelat. Produk setengah jadi ini kemudian diolah kembali menjadi berbagai produk jadi oleh berbagai macam industri makanan berbahan baku cokelat seperti cokelat batangan, minuman cokelat, biskuit cokelat, susu cokelat, kosmetika, obat-obatan, dan sebagainya.

(11)

10

Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia

Kapasitas Kapasitas

No. Perusahaan Lokasi Terpasang Terpakai

Ton % Ton %

1.

PT. Bumitangerang

Mesindotama*) Tangerang 120.000 28,77 80.000 32,78

2. PT. General Food Industry*) Bandung 80.000 19,18 45.000 18,44

3. PT. Davomas Abadi**) Tangerang 40.000 9,59 20.000 8,19

4.

PT. Industri Kakao

Utama**) Kendari 35.000 8,39 - 0,00

5.

PT. Maju Bersama Cocoa

Industry**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73

6. PT. Kopi Jaya Kakao**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73

7. PT. Effem Indonesia**) Makassar 17.000 4,07 17.000 6,96

8.

PT. Budidaya Kakao

Lestari**) Surabaya 15.000 3,59 5.000 2,04

9.

PT. Cacao Wangi Murni /

JMH**) Tangerang 15.000 3,59 8.000 3,27

10. PT. Teja Sekawan*) Surabaya 15.000 3,59 15.000 6,14

11.

PT. Unicom Kakao

Makmur**) Makassar 10.000 2,39 4.000 1,63

12.

PT. Cocoa Ventures

Indonesia*) Medan 7.000 1,67 7.000 2,86

13. PT. Kakao Mas Gemilang*) Tangerang 6.000 1,21 6.000 2,45

14. PT. Mas Ganda*) Tangerang 5.000 1,19 5.000 2,04

15.

PT. Poleko Cocoa Industry /

Hope**) Makassar 4.000 0,96 4.000 1,63

Total 417.000 100,00 244.000 100,00

Sumber : Kemenperin (2010) *) Normal

(12)

11

Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia (Kemenperin, 2010) 2.1.4.2. Perkembangan Kakao Indonesia

2.1.4.2.1. Standar Mutu Kakao

Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323-2000). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu. Berikut ini merupakan standar mutu kakao menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 :

Sumatera Utara PT. Cocoa Ventures Indonesia

Sulawesi Tenggara PT. Industri Kakao Utama

Sulawesi Selatan PT. Effem Indonesia PT. Maju Bersama Kakao PT. Kopi Jaya Kakao

Tangerang PT. Davomas Abadi PT. Cocoa Wangi Murni PT. Bumitangerang

PT. Budidaya Kakao Lestari PT. Kakao Mas Gemilang PT. Mas Ganda

Jawa Barat PT. General Food Industry PT. Trikeson Utama

Jawa Timur PT. Teja Sekawan Cocoa Industries

(13)

12

Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao

No. Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar

1. Jumlah biji/100 gr * * *

2. Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5

3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4

4. Tak terfermentasi %(b/b) maks 3 8 > 8

5. Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks

3 6 > 6

6. Biji pecah, % (b/b) maks 3 3 3

7. Benda asing % (b/b) maks 0 0 0

8. Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5

Sumber : SNI 01-2323-2000

Keterangan:

* Revisi September 1992

* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gram • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120

• Sub standar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120

2.1.4.2.2. Pohon Industri Kakao

Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk kakao dan turunannya diperoleh dari bagian kakao yaitu biji dan kulit luarnya (sheel) yang diuraikan dalam suatu skema

.

Berikut ini merupakan contoh pohon industri kakao yang ditampilkan pada Gambar 2.4 :
(14)

13

2.1.4.2.3. Produksi Kakao Indonesia

Produksi biji kakao di Indonesia mencapai 535.000 ton per tahun dengan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha. Sementara kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit hanya sekitar 250.000 ton per tahun. Namun rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini dikarenakan pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% untuk setiap kakao yang dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila produsen mengekspor produknya ke luar negeri, maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian produsen lebih suka melakukan ekspor. Produksi Indonesia 535.000 ton biji kakao. Di ekspor dalam bentuk biji 400.626 ton dan sisanya 134.374 ton diolah di dalam negeri. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan adalah sebesar 433.791,304 ton dengan nilai US$. 1.204.520.913 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2.5 :

Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan

No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$) 1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 400.626 1.104.963.203 2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao

lainnya 1.054 559.281

3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 5.059 18.580.097 4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh

atau sebagian) 12.695 39.653.325

5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan

pemanis lainnya) 100 219.619

6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 7.802 24.664.014

7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat (berat > 2 kg) 3.919 9.082.352

8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 179 231.660 9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 185 382.501

10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 2 6.078 11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 3 7.634

12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 22 14.748

13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

tidak untuk eceran 12 44.704

14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

untuk eceran 2.140 6.111.697

Sumber : Kemenperin (2010)

(15)

14

Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan

No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$) 1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 23.141 84.423.087 2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao

lainnya 2.095 258.266

3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 157 646.348 4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh

atau sebagian) 2.098 6.110.419

5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan

pemanis lainnya) 1.456 1.331.194

6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 1.512 5.986.173

7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat (berat > 2 kg) 263 707.451

8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 207 1.470.035 9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 759 7.187.621

10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 317 1.605.725 11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 251 758.043

12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 69 434.167

13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

tidak untuk eceran 1 891

14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

untuk eceran 792 4.110.760

Sumber : Kemenperin (2010)

Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut cokelat batangan rata-rata lebih diminati oleh pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan volume dan nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impor cokelat batangan.

2.2.

COKELAT BATANGAN (CHOCOLATE BAR)

2.2.1. Definisi Cokelat Batangan

(16)

15

Gambar 2.5. Cokelat batangan (Michael, 2010)

2.2.2.

Jenis Produk Cokelat Batangan

Banyak jenis cokelat batangan yang tersedia di pasaran. Ada yang harganya mahal, ada pula yang harganya murah. Berikut ini perbandingan jenis cokelat dan manfaat masing-masing, yaitu :

1.Dark Chocolate

Dark chocolate memiliki kandungan biji cokelat (kakao) yang paling tinggi yaitu paling sedikit 70% mengandung kakao. Dark chocolate memiliki kandungan kakao atau biji cokelat terbanyak, tanpa banyak gula dan tanpa lemak jenuh atau minyak sayur terhidrogenasi (HVO).

2.White Chocolate

White chocolate hanya memiliki 33% kandungan cokelat atau kakao, sisanya adalah gula, susu dan vanila. Kandungan gula inilah yang dapat memberikan efek negatif, seperti kerusakan gigi dan penyakit diabetes.

3. Milk Chocolate atau Cokelat Susu

Milk chocolate atau cokelat susu merupakan campuran kakao dengan susu dan ditambah gula. Cokelat jenis ini juga sangat digemari karena rasanya yang nikmat (Smanda, 2010).

2.2.3.

Jenis Cokelat Batangan

Menurut Smanda (2010), ada beberapa jenis cokelat batangan berdasarkan kandungannya yang terdapat di pasaran, antara lain :

1. Cokelat Kualitas Premium

Cokelat kualitas premium mengandung lebih banyak cocoa liquor atau sari biji kakao yang berbentuk pasta (cairan berwarna cokelat pekat), cocoa butter dan cocoa solid. Semakin tinggi kandungan cocoa liquor, maka semakin terasa sensasi pahit dari cokelat tersebut. Cokelat dengan kualitas premium memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Cokelat cepat meleleh karena tingginya kandungan cocoa butter. - Dark chocolate berwarna cokelat gelap, bukan berwarna hitam. - Permukaan cokelat terlihat halus, mengkilap dan warnanya rata. - Saat cokelat dipatahkan, tekstur patahan seperti kulit pohon.

- Ketika dimakan, tidak terasa seperti berpasir atau seperti mengandung lapisan lilin. Namun terasa halus, creamy, dan tidak berminyak.

2. Cokelat Couverture

(17)

16

cocoa butter yang sudah meleleh. Tanpa proses tempering, tampilan cokelat couverture akan terlihat kusam dan sulit diaplikasikan.

3. Cokelat Compound

Cokelat compound dibuat dari kombinasi cocoa powder, lemak nabati dan pemanis. Harga cokelat compound lebih murah daripada cokelat couverture. Compound tidak perlu melalui proses tempering, cukup dilelehkan dengan cara ditim sampai leleh dan siap untuk digunakan.

2.2.4.

Kandungan dan Manfaat Cokelat Batangan

Cokelat dengan kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% memiliki manfaat untuk kesehatan karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid. Dengan adanya antioksidan, tubuh akan mampu untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh. Besarnya kandungan antioksidan ini bahkan tiga kali lebih banyak dari teh hijau, minuman yang selama ini sering dianggap sebagai sumber antioksidan. Dengan adanya antioksidan, membuat cokelat menjadi salah satu makanan ataupun minuman kesehatan. Fenol, sebagai antioksidan mampu mengurangi kolesterol pada darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung juga berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya stroke dan darah tinggi. Selain itu, kandungan lemak pada cokelat kualitas tinggi terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah.

Cokelat juga mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, cokelat juga mengandung zat maupun

nutrisi yang penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan kalsium. Kakao sendiri merupakan sumber magnesium alami tertinggi. Jika seseorang kekurangan magnesium, dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, diabetes, sakit persendian dan masalah bulanan wanita yaitu pra menstruasi (PMS). Dengan mengkonsumsi cokelat akan menambah magnesium dalam asupan gizi harian yang menyebabkan meningkatnya kadar progesteron pada wanita. Hal ini mengurangi efek negatif dari PMS. Manfaat lain dari cokelat adalah untuk kecantikan, karena antioksidan dan katekin yang ada di dalamnya dapat mencegah penuaan dini, sampai saat ini berkembang lulur cokelat yang sangat baik untuk kecantikan kulit.

Kesalahan yang sering dilakukan pada saat memilih coklat adalah memilih coklat "bermerek" yang murah atau sangat murah. Cokelat demikian memiliki kandungan kakao (biji coklat) sedikit yaitu rata-rata kurang dari 20%, bahkan ada yang kurang dari 7%. Cokelat jenis ini juga memiliki kandungan gula yang tinggi yang dapat mengakibatkan kerusakan gigi dan kandungan lemak jenuh tinggi yang dapat mengakibatkan penyakit jantung (Smanda, 2010).

2.3.

RENCANA BISNIS (BUSINESS PLAN)

2.3.1.

Definisi Rencana Bisnis

(18)

17

2.3.2.

Tujuan Rencana Bisnis

Menurut Pinson (2003), ada tiga tujuan utama menulis rencana bisnis, antara lain :

1. Sebagai panduan

Alasan utama menulis rencana bisnis yaitu mengembangkan suatu panduan yang dapat diikuti sepanjang usia bisnis. Rencana bisnis adalah cetak biru bisnis dan akan dilengkapi dengan alat untuk menganalisa dan menerapkan perubahan-perubahan agar usaha lebih menguntungkan. Rencana bisnis akan memberi informasi yang lebih rinci atas seluruh aspek operasi perusahaan di masa lalu dan masa sekarang, maupun proyeksi beberapa tahun ke depan. Bisnis baru belum memiliki sejarah, informasi yang ada dalam rencana hanya berdasarkan proyeksi. Rencana yang diberikan ke pemberi pinjaman harus dijilid, sedangkan untuk arsip sebaiknya menggunakan loose-leaf binder. Ini akan mempermudah bila perlu menambah data terbaru, seperti daftar harga, laporan keuangan, informasi pemasaran, dan lainnya.

2. Sebagai dokumentasi pendanaan

Apabila mencari dana, rencana bisnis akan merinci bagaimana dana tersebut dapat memajukan tujuan perusahaan dan meningkatkan laba. Pemberi pinjaman ingin mengetahui cara pengusaha mengatur arus kas (cash flow) dan membayar pinjaman dan bunganya tepat waktu. Sedangkan investor ingin mengetahui apakah investasinya dapat meningkatkan kekayaan bersih (net worth) serta memperoleh laba atas investasi (return on invesetment, ROI) yang diharapkan. Pengusaha harus merinci bagaimana uang tersebut akan digunakan dan menggunakan angka-angka tersebut dengan informasi yang solid, seperti estimasi, norma industri, daftar harga, dan lainnya. Proyeksi tersebut harus beralasan, karena pemberi pinjaman dan investor sangat mungkin memiliki akses atas angka-angka statistik industri.

3. Bekerja di pasar luar negeri

Apabila berbisnis secara internasional, rencana bisnis menjadi alat standar untuk mengevaluasi potensi bisnis di pasar luar negeri. Saat ini, tidak ada bisnis yang boleh mengabaikan potensi perdagangan internasional, karena pesatnya perubahan teknologi, komunikasi, dan transportasi. Rencana bisnis dapat menunjukkan cara agar bisnis dapat bersaing di era ekonomi global saat ini.

2.3.3.

Isi Rencana Bisnis

2.3.3.1.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan Rencana Bisnis

Selain digunakan untuk keperluan internal perusahaan, rencana bisnis juga berguna untuk meyakinkan para investor maupun kreditor terhadap prospek usaha yang akan dijalankan. Sebagai sebuah dokumen yang akan menjadi peta panduan jalan (road map) bagi seluruh manajemen perusahaan yang berasal dari berbagai bidang fungsional atau pemasaran (marketing), sumber daya manusia (human resources), produksi (production), dan keuangan (finance), rencana bisnis yang dibuat perusahaan harus terhindar dari pandangan sempit masing-masing departemen perusahaan di dalam melihat arah pengusahaan perusahaan dalam jangka panjang. Rencana bisnis yang dibuat harus dapat dijadikan acuan yang handal dalam melihat letak usaha yang akan dijalankan perusahaan di tengah persaingan usaha saat ini dan lima tahun ke depan.

(19)

18

1. Usahakan agar rencana bisnis yang disusun tidak terlalu tebal tetapi lengkap, artinya mencakup berbagai informasi yang dibutuhkan oleh evaluator baik dari pihak investor maupun kreditor untuk melakukan pengambilan keputusan.

2. Penampilan rencana bisnis harus dibuat menarik karena investor dan kreditor akan memperoleh kesan pertama terhadap perusahaan yang sedang mencari pendanaan dari penampilan rencana bisnis yang diajukan kepada mereka.

3. Sampul depan (front cover) rencana bisnis harus memuat nama perusahaan, alamat, nomor telepon perusahaan, dan bulan serta tahun rencana bisnis dikeluarkan. Hal tersebut untuk memudahkan calon investor atau kreditor melakukan komunikasi dengan perusahaan atau pada saat mereka memberikan jawaban balasan terhadap rencana bisnis yang disampaikan perusahaan.

4. Rencana bisnis yang baik harus mencantumkan ringkasan eksekutif (executive summary) yang dapat disampaikan dalam 2-3 halaman penjelasan mengenai keadaan usaha saat ini.

5. Penyusunan rencana bisnis harus diorganisasikan dengan baik agar pihak-pihak yang memperoleh penawaran rencana bisnis perusahaan dapat mengikuti alur penyajian rencana bisnis tersebut secara urut, sehingga penyajian rencana bisnis menjadi jelas.

6. Rencana bisnis yang baik akan mencantumkan risiko utama (critical risks) dari suatu bisnis yang akan dijalankan. Pencantuman risiko bisnis akan meningkatkan kewaspadaan dari pengusaha dan investor untuk menyiasati cara meminimalisir risiko bisnis tersebut.

2.3.3.2. Elemen-Elemen Rencana Bisnis

Menurut Solihin (2007), meskipun terdapat variasi dalam penyusunan rencana bisnis, tetapi sebuah rencana bisnis yang baik sekurang-kurangnya akan mencantumkan tujuh elemen pokok, yaitu :

1. Ringkasan eksekutif yang merangkum secara singkat seluruh isi rencana bisnis baik yang menyangkut tujuan usaha, strategi usaha, tujuan penyusunan rencana bisnis, uraian umum usaha, rencana pemasaran, rencana produksi, rencana keuangan, dan risiko-risiko usaha di masa depan.

2. Uraian umum usaha (general business description) yang akan dijalankan. Uraian umum usaha akan menguraikan :

a. Usaha apa yang akan dijalankan di mana hal ini sekaligus menjelaskan barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

b. Tujuan apa yang ingin dicapai perusahaan berikut strategi untuk mencapai tujuan tersebut.

c. Bagaimana perkembangan usaha perusahaan sampai pada saat rencana bisnis disusun serta proyeksi usaha perusahaan di masa mendatang yang dikaitkan dengan tujuan dan strategi perusahaan.

d. Siapa yang menjadi target pasar perusahaan

e. Nilai apa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran untuk dapat meraih keunggulan bersaing (competitive advantage).

f. Dimana usaha tersebut akan dijalankan. Hal ini berkaitan dengan pemilihan lokasi tempat usaha serta berbagai penjelasan yang logis mengapa usaha dijalankan di lokasi yang dipilih.

(20)

19

h. Bentuk badan usaha atau badan hukum apa yang dipilih oleh perusahaan untuk menjalankan usahanya.

i. Bagaimana bidang fungsional manajemen akan dijalankan.

3. Rencana pasar dan pemasaran akan menjelaskan pasar sasaran yang dipilih serta bauran pemasaran yang dibuat perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, anggaran penjualan, dan sebagainya.

4. Rencana teknik dan teknologi menjelaskan antara lain proses produksi, bagaimana perusahaan menjaga kualitas produk, memperoleh pasokan bahan baku, pertimbangan pemilihan lokasi pabrik, anggaran produksi, dan sebagainya.

5. Rencana keuangan antara lain berisi proyeksi keuangan yang menunjukkan ekspektasi laba dari usaha yang akan dijalankan dalam beberapa tahun awal operasionalnya, proyeksi arus kas (cash flow), dan sebagainya.

6. Rencana manajemen dan organisasi antara lain berisi uraian mengenai jumlah personil yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha, spesifikasi apa yang dibutuhkan oleh masing-masing personil tersebut dilihat dari pengetahuan, keahlian, dan kemampuan (Knowledge, Skill, and Ability) yang dibutuhkan, anggaran tenaga kerja yang juga berisi proyeksi kebutuhan tenaga kerja dalam lima tahun ke depan, dan sebagainya.

(21)

20

III.

METODE PENELITIAN

3.1.

Kerangka Pemikiran Konseptual

Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang untuk didirikannya industri skala menengah sampai skala besar karena sampai saat ini industri cokelat batangan masih terbatas di Indonesia (produk cokelat batangan dominan berasal dari luar negeri atau impor). Peluang tersebut masih terbuka lebar bagi pengusaha dan investor yang berminat menanamkan modalnya pada sektor industri pengolahan cokelat menjadi cokelat batangan. Sebelum proyek pendirian industri cokelat batangan diimplimentasikan, terlebih dahulu dilakukan rencana bisnis yang meliputi rencana dari berbagai aspek. Hal ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak pengambil keputusan.

Dalam membuat perencanaan bisnis untuk pendirian industri berbasis cokelat (chocolate bar) harus mempertimbangkan beberapa faktor perencanaan, antara lain rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, serta rencana keuangan. Hasil dari perencanaan tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang mungkin ada, sehingga dapat disusun solusi pengembangannya. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen dan organisasi, aspek keuangan. Apabila data yang dikumpulkan belum cukup, maka kembali dilakukan pengumpulan data. Namun, jika data dan informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi, selanjutnya dilakukan tabulasi data dan analisis data pada setiap aspek. Setelah dilakukan analisis data, dilakukan penyusunan laporan lengkap. Setelah disusun dalam bentuk laporan, penelitian dinyatakan selesai.

(22)

21

Diagram alir kerangka pemikiran penelitian yang merupakan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 :

Gambar 3.1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri

Pengumpulan data (primer dan sekunder) dan tabulasi data

Rencana pasar dan pemasaran • Potensi pasar

• Strategi pemasaran (Segmenting, Targetting, Positioning, dan Bauran Pemasaran)

Rencana teknik dan teknologi • Spesifikasi bahan baku

• Ketersediaan bahan baku • Perencanaan kapasitas produksi • Teknologi proses produksi • Penentuan lokasi pabrik

• Perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik • Aspek lingkungan

Rencana manajemen dan organisasi • Aspek legalitas

• Kebutuhan tenaga kerja • Struktur organisasi

• Deskripsi dan spesifikasi pekerjaan

Rencana keuangan • Asumsi perhitungan finansial • Biaya investasi

• Perhitungan depresiasi

• Prakiraan biaya produksi dan penerimaan • Proyeksi laba rugi

• Proyeksi arus kas

• Kriteria kelayakan investasi • Analisis sensitivitas • Risiko nilai tukar

Penyusunan laporan

(23)

22

3.2.

TATA LAKSANA

Tahapan analisa yang harus dilakukan pada perencanaan bisnis adalah melakukan analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perencanaan bisnis tersebut yaitu rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, dan rencana keuangan. Perencanaan bisnis ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.

3.2.1.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu perencanaan bisnis. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan suatu keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

(24)

23

Tabel 3.1. Jenis data, sumber, dan metode pengumpulan data yang diperlukan

Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan

Data

1. Rencana Pasar dan Pemasaran

a. Harga jual kakao dan chocolate bar

b. Jumlah produksi kakao

c. Jumlah permintaan kakao

d. Jenis chocolate bar terlaris

e.Daftar industri chocolate bar pesaing dan pendatang baru

f. Daftar industri chocolate bar lokal dan impor

Swalayan, internet, chocolate shop

Badan Pusat Statistik (BPS)

Badan Pusat Statistik (BPS)

Swalayan, internet, konsumen

Kementerian Perindustrian, internet

Internet

Survei

Pengumpulan dokumen

Pengumpulan dokumen

Survei dan wawancara

Pengumpulan dokumen

Pengumpulan dokumen

2. Rencana Teknik dan Teknologi

a. Daftar lokasi bahan baku chocolate bar

b. Daftar spesifikasi dan ketersediaan bahan baku chocolate bar

c. Kapasitas produksi bahan baku chocolate bar

d. Teknologi dan proses produksi pembuatan chocolate bar

e. Mesin dan alat pembuatan chocolate bar

f. Lokasi pendirian industri chocolate bar

g. Metode perencanaan tata letak pabrik

Internet

Dosen ahli, internet

Dosen ahli, internet

Dosen ahli dan internet

Dosen ahli dan pakar mesin dan alat chocolate bar

Ahli peruntukan wilayah dan pemerintah setempat

Buku dan dosen ahli

Pengumpulan dokumen

Wawancara dan pengumpulan dokumen

Pengumpulan dokumen

Wawancara

Wawancara

Wawancara

(25)

24

Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan

Data

3. Rencana Manajemen dan Organisasi

a. Daftar jenis bentuk usaha

b. Perizinan

c. Jenis struktur organisasi

d. Spesifikasi dan deskripsi kerja karyawan

Undang-undang Pengumpulan dokumen

Pemerintah setempat Pengumpulan dokumen

Undang-undang Pengumpulan dokumen

Buku, diktat, dan jurnal Pengumpulan dokumen

4. Rencana Keuangan

a. Daftar penentuan asumsi

b. Daftar harga mesin dan alat produksi

c. Metode perhitungan kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, dan BEP)

Buku, diktat, dan jurnal Pengumpulan dokumen

Produsen penghasil mesin, dosen ahli, internet

Wawancara dan pengumpulan dokumen

Buku, diktat, dan jurnal Pengumpulan dokumen

d. Analisis sensitivitas

e. Risiko nilai tukar

Dosen ahli, buku

Dosen ahli, buku

Wawancara dan pengumpulan dokumen

Wawancara dan pengumpulan dokumen

3.2.2. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan meliputi rencana pasar dan pemasaran, rencana teknik dan teknologi, rencana manajemen dan organisasi, rencana keuangan, analisis risiko.

3.2.2.1. Rencana Pasar dan Pemasaran

Aspek-aspek yang dikaji rencana pasar dan pemasaran meliputi potensi pasar, strategi pemasaran yang meliputi bauran pemasaran (marketing mix), dan STP (segmenting, targeting, positioning).

(26)

25

Langkah-langkah dalam rencana pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.2 :

Gambar 3.2. Diagram alir proses rencana pasar dan pemasaran 3.2.2.2. Rencana Teknik dan Teknologi

Rencana teknik dan teknologi meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa, dan perencanaan tata letak serta kebutuhan luas ruang produksi dari pabrik tersebut. Aliran proses rencana teknis dan teknologis dapat dilihat pada Gambar 3.3 :

Mulai

Pencarian data sekunder

Data cukup

Potensi pasar cokelat batangan

Penentuan strategi pemasaran cokelat batangan

Selesai

Tidak

Ya

Penentuan STP (segmenting, targeting, positioning) dan bauran pemasaran (strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, dan strategi promosi)

Mulai

Bahan baku (spesifikasi bahan baku dan ketersediaan bahan baku)

Perencanaan kapasitas produksi

Teknologi proses produksi

(27)

26

Gambar 3.3. Diagram alir proses rencana teknik dan teknologi

Pemilihan jenis teknologi proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing komponen bahan pada setiap proses. Perencanaan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antar aktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antar aktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut :

• A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan.

• E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan. • I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.

• U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat, dan

• X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan (Apple, 1990).

Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antar aktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan antar aktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antar aktivitas.

Perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik

Aspek lingkungan

Selesai

(28)

27

Tahapan proses dalam merencanakan bagan keterkaitan antar aktivitas adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan.

2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan.

3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya.

4. Menentukan faktor atau sub faktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan aliran informasi), dan

5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antar aktivitas.

6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan keterkaitan antar aktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan.

7. Memasukkan derajat hubungan antar aktivitas di dalam kotak yang tersedia.

Bagan keterkaitan antar aktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antar aktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antar aktivitas :

1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan antar aktivitas.

2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antar aktivitas pada sisi pojok dan tengah setiap template kegiatan diagram keterkaitam antar aktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan antar aktivitas.

3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat.

4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih dahulu, kemudian E dan seterusnya, dan

5. Menggambarkan pola aliran sementara.

Dari hasil lembar kerja diagram keterkaitan antar aktifitas yang telah dilakukan, kemudian dilakukan pengalokasian aktifitas dengan menggunakan metode Total Clossness Rating (TCR) yang dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

V (rij) = derajat hubungan aktifitas yang diberikan pada aktifitas i dan j m = jumlah aktifitas

Perancangan tata letak pabrik didasarkan atas diagram alir proses produksi dan diagram keterkaitan aktifitas yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, tata letak pabrik disusun dengan denah yang efektif dan efisien serta disesuaikan dengan lahan yang tersedia. Keefektifan dan keefisienan perancangan tata letak pabrik ini diperoleh dari minimalnya jarak perpindahan bahan, keteraturan tempat kerja, dan runutnya aliran proses.

(29)

28

metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi.

3.2.2.3. Rencana Manajemen dan Organisasi

Kajian terhadap rencana manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk perusahaan (aspek legalitas), kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja. Aliran rencana sumber daya manusia pada Gambar 3.4 :

Gambar 3.4. Diagram alir rencana manajemen dan organisasi 3.2.2.4. Rencana Keuangan

Aspek-aspek yang digunakan dalam rencana keuangan meliputi asumsi perhitungan finansial, biaya investasi, prakiraan harga dan penerimaan, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi.

A. Kriteria Investasi

Kadariah et al., (1999) mengungkapkan bahwa dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks yang disebut kriteria investasi (investment criteria). Pada umumnya kriteria investasi terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Setiap kriteria dipakai untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu proyek atau layak tidaknya suatu proyek atau usaha untuk dijalankan.

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Husnan dan Suwarsono, 2005). Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.

Mulai

Selesai Aspek legalitas

Kebutuhan tenaga kerja

Struktur organisasi

(30)

29

Keterangan :

Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n) n = umur ekonomis proyek

Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut.

Keterangan :

NPV (+) = NPV bernilai positif NPV (-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif

Jika IRR dari suatu proyek atau usaha sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ I, maka proyek atau usaha layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al, 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.

Net B/C = NPV B-C Positif / NPV B-C Negatif

Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999).

4. Break Even Point (BEP) dan Pay Back Period (PBP)

Break Even Point atau titik impas merupakan titik dimana biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Kotler (1995) hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat disajikan pada rumus berikut :

(31)

30

BEP = Total Fixed Cost / (Harga Per Unit – Variabel Cost Per Unit)

Pay Back Period (PBP) merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan meliputi periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut

Keterangan :

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp)

Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)

B. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek finansial yang berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tersebut berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya, bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000).

Analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama, yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi (Gittinger, 1986).

C.Risiko Nilai Tukar

(32)

31

IV.

RENCANA PASAR DAN PEMASARAN

Dalam menganalisis aspek pasar dan pemasaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti kedudukan produk saat ini, komposisi, dan perkembangan permintaan produk serta kemungkinan adanya persaingan. Selain itu pula dalam aspek pemasaran disusun atau dibentuk strategi serta taktik pemasaran perusahaan dalam menghadapi pasar global agar dapat mengikuti trend serta mengetahui selera konsumen terhadap produk yang akan dipasarkan atau dijual. Konsep pemasaran lebih menekankan kepada pemasaran dari produk kepada pelanggan. Tujuan sistem ini yaitu mencari laba atau keuntungan dimana pencapaiannya dengan menggunakan sistem bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P, yaitu product, price, promotion, dan place.

4.1.

Potensi Pasar

Produk yang akan diproduksi oleh industri yang direncanakan adalah cokelat batangan (milk chocolate). Produk cokelat batangan (milk chocolate) adalah produk makanan cokelat dengan beragam bentuk, unik, dan menarik. Selain itu, produk ini memiliki berat per kotaknya sebesar 120 gram. Produk ini terbuat dari cokelat asli yaitu cocoa liquor dan lemak cokelat, dengan penambahan bahan-bahan pendukung, seperti gula pasir dan susu sapi segar (fresh milk). Cokelat batangan ini mempunyai rasa yang manis, beraroma cokelat yang khas dan memikat, serta tekstur yang lembut dan mudah meleleh pada saat dimakan.

Pada saat memasuki pasar harus memperkirakan pasar potensial agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara efektif. Pasar potensial adalah sejumlah konsumen yang mempunyai kadar minat tertentu pada tawaran tertentu. Menurut Kotler (2000) potensi pasar adalah batas yang didekati oleh permintaan pasar ketika pengeluaran pemasaran industri mendekati tidak terhingga, untuk lingkungan pemasaran tertentu.

Potensi pasar bagi produk cokelat batangan ini diperkirakan dengan mempertimbangkan beberapa parameter, antara lain perkiraan jumlah potensi pembeli, perkiraan jumlah rata-rata yang dibeli oleh pembeli, dan perkiraan harga rata-rata produk cokelat batangan. Potensi pasar cokelat batangan dilihat dari sisi secara nasional dan potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Data untuk jumlah potensi pembeli diasumsikan diperoleh dari data jumlah penduduk nasional dan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 2010 (BPS, 2011). Jumlah penduduk nasional yaitu sekitar 237.641.326 orang, sedangkan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan Jawa Barat yaitu sekitar 52.661.519 orang.Tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia yaitu berkisar 60 gram/kapita (0,06 kg/kapita/tahun) (Disbun Provinsi Jawa Barat, 2010), sedangkan tingkat konsumsi produk olahan kakao di beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat sebesar 5,3 kg/kapita/tahun, negara-negara Eropa telah ada yang mencapai 10,3 kg/kapita/tahun (Ditjenbun, 2010). Data untuk jumlah rata-rata yang dibeli oleh pembeli merupakan asumsi tingkat konsumsi produk cokelat batangan menurut pakar cokelat (kakao) dari Departemen Perindustrian yaitu sebesar 10% dari tingkat konsumsi produk olahan kakao di Indonesia. Asumsi ini dipakai karena tidak terdapat data spesifik mengenai tingkat konsumsi cokelat batangan di Indonesia. Sedangkan data untuk harga produk rata-rata merupakan asumsi kisaran harga produk rata-rata-rata-rata cokelat batangan yang ada di pasaran sebesar Rp. 150.000,-/kg. Dari keterangan tersebut, maka dapat diperoleh potensi pasar nasional bagi produk cokelat batangan adalah sebesar ± Rp. 214 milyar/tahun sedangkan potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun.Potensi pasar dipilih di DKI Jakarta dan Jawa Barat karena kedua provinsi tersebut merupakan target pemasaran untuk produk cokelat batangan ini.

(33)

32

batangan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menentukan pangsa pasar (market share) dan jumlah permintaan efektifnya.

Pangsa pasar (market share) merupakan kondisi pasar yang menunjukkan seberapa besar pasar yang mungkin digunakan untuk memasarkan produk. Industri cokelat batangan mengasumsikan untuk membidik pangsa pasar sebesar 5% dari potensi pasar di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar ± Rp. 48 milyar/tahun, sehingga potensi pasar untuk industri cokelat batangan ini adalah sebesar ± Rp. 2,4 milyar/tahun. Penentuan pangsa pasar yang diambil sebesar 5% karena cokelat batangan ini tergolong baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga diperlukan pengenalan dan pencarian pasar. Nilai 5% dianggap cukup optimis untuk membuka pasar. Apabila mengambil pasar di atas 5%, maka dikhawatirkan pasar yang mampu diraih akan berkurang, namun apabila di bawah 5% terlalu pesimis untuk memulai meraih pasar produk cokelat batangan yang cukup potensial.

4.2.

Analisis Persaingan

Apabila dikaji dari potensi pasar akan cokelat batangan yang tinggi, maka peluang untuk mendirikan industri ini diduga cukup prospektif, terutama ditelaah dari masih rendahnya tingkat konsumsi produk olahan cokelat di Indonesia dan banyaknya produk cokelat batangan yang menggunakan bahan baku bukan dari cokelat asli. Hal ini mendukung pendirian industri cokelat batangan untuk menjadi salah satu produk pangan yang menggunakan bahan baku cokelat asli (pasta cokelat dan lemak cokelat) serta dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi produk olahan cokelat di Indonesia.

Selain itu, apabila diamati akhir-akhir ini banyak sekali industri cokelat batangan yang menawarkan produk ataupun merek baru baik lokal maupun impor bagi semua usia dan kalangan. Dengan banyak bermunculan perusahaan baru di industri cokelat batangan, maka semakin memperketat persaingan pasar yang telah terjadi sebelumnya sehingga diharapkan para „pemain baru‟ ini mampu bersaing dengan industri cokelat batangan yang sejenis agar mendapat tempat di hati konsumen.

Cokelat batangan yang ditawarkan kepada para konsumen cukup banyak jenis dan mereknya, seperti Silver Queen, Van Houten, Cadbury, Delfi, Toblerone, Droste, Guylian, Chocodot (Cokelat Dodol), Monggo, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan di Giant Supermarket Botani Square Bogor menunjukkan bahwa merek cokelat batangan yang biasa dibeli oleh para konsumen adalah Silver Queen. Alasan konsumen yang paling utama dalam membeli cokelat Silver Queen adalah karena harganya yang terjangkau dibanding merek cokelat yang lain dan tidak mudah meleleh pada suhu ruang. Media informasi yang paling berpengaruh yang menjadi sarana konsumen dalam mengenal dan mengetahui produk cokelat batangan adalah media mouth to mouth.

Melihat salah satu kenyataan yang terjadi di pasar bahwa cokelat Silver Queen merupakan cokelat batangan yang mendominasi pasar konsumen kalangan menengah, sehingga dapat dikatakan pesaing utama cokelat batangan untuk kalangan menengah adalah cokelat Silver Queen apabila dilihat dari segi harganya yeng terjangkau, sedangkan apabila dilihat dari segi bahan baku yang digunakan berupa pasta cokelat dan lemak cokelat, cokelat Guylian juga merupakan pesaing untuk industri ini namun harganya mahal, segmentasinya untuk kalangan atas, dan merupakan produk cokelat impor.

(34)

33

cokelat batangan buatan dalam negeri yang terbuat dari pasta cokelat dan lemak cokelat, sehingga produk ini masih mempunyai peluang pasar sendiri yang belum dimasuki oleh pesaing cokelat batangan lainnya.

4.3.

Strategi Pemasaran

Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan dalam suatu industri adalah kemampuan industri tersebut dalam memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran produk yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Industri cokelat batangan memerlukan strategi pemasaran dan bauran pemasaran yang tepat. Strategi pembentukan dan pengembangan pasar adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran pemasaran. Adapun strategi dalam upaya penguasaan dan pengembangan pasar produk cokelat batangan antara lain :

 Mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasar domestik, dengan memberikan perhatian pada ruang cakupan (kota besar dan kompleks perumahan).

 Meningkatkan nilai tambah kualitas cokelat batangan dari bahan baku yaitu lemak kakao, sistem produksi, distribusi, dan pengawasan produk itu sendiri.

 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi cokelat yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.

Pemasaran produk cokelat batangan difokuskan pada konsumen yang menyukai produk cokelat terutama cokelat batangan dengan penjualan melalui strategi bisnis ke bisnis. Secara lebih spesifik, strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal antara lain :

4.3.1. Segmentasi

Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Per

Gambar

Tabel 4.1. Jumlah penduduk Indonesia dan setiap provinsi tahun 2010
Tabel 4.2. Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut kelompok usia dan jenis kelamin tahun
Tabel 4.4. Pendapatan rata-rata penduduk dalam sebulan menurut provinsi tahun 2010
Gambar 5.1 :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lebih jauh dari ihtiyâth dilakukan untuk kehati-hatian dalam beribadah agar waktu Salat benar-benar tepat pada waktunya, sehingga terhindar dari waktu-waktu yang di

kesulitan dalam bentuk penguasaan Keigo secara teoritis baik secara tata bahasa mau- pun situasi dan kondisi penggunaannya; 2) hampir setengah mahasiswa mengalami

Manusia sebagai makhluk sosial menggunakan bahasa sebagai salah satu alat komunikasi. Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

Sedangkan radikalisme adalah: paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara

rufipogon sudah diperoleh biji F2BC2 (Tabel 5). Tanaman F1 dan F1BC1 memiliki tipe tanaman yang intermedia namun bentuk malai dan biji mirip padi liarnya. Selain itu, biji F1

Tingkat pengetahuan seseorang meningkat karena adanya informasi yang didapat, dibuktikan dengan hasil pengumpulan data yang menunjukan bahwa sebelum diberikan pendidikan

Nupanti usumtai washim menaintiu nawe tsenken uwitin Tsukanka nuya Tentets shuar Kurints matsamawaru ainiawai, entsanam kuri nukap akui, juka jimiara chichamnumia

Angket motivasi belajar diisi setelah siswa selesai mengerjakan postes, data angket motivasi belajar siswa digunakan untuk mengetahui motivasi belajar siswa kelas