• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Industri Kakao Indonesia 1 Industri Pengolahan Kakao

BIODATA PENULIS

1.3. Ruang Lingkup

2.1.4. Potensi Industri Kakao Indonesia 1 Industri Pengolahan Kakao

2.1.4.1.1. Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Kakao)

Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao per tahun adalah sebagai berikut ; Pantai Gading (1.190.000 ton), Ghana (650.000 ton), Indonesia (535.000 ton) (ICCO, 2010). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 1.651.539 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 535.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 825 kg per Ha.Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sumatera 174.588 ton (20,7 %), Jawa 33.837 ton (4 %), Nusa Tenggara 21.254 ton (2,5 %), Kalimantan 15.246 ton (1,8 %), Sulawesi 561.755 (66,6 %) ton, Maluku dan Papua 37.496 ton (4,4 %).Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 1.555.596 Ha (94,2 %), Perkebunan Negara 50.104 Ha (3 %) dan Perkebunan Swasta 45.839 Ha (2,8 %) (Ditjenbun, 2010).

2.1.4.1.2. Pelaku Usaha

Meskipun sebagian besar hasil perkebunan kakao Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, di dalam negeri juga terdapat industri pengolahan kakao. Mayoritas industri pengolahan cokelat terdapat di pulau Jawa. Menurut Kemenperin (2010), total kapasitas terpasang industri pengolahan kakao di Indonesia adalah sebesar 417.000 ton/tahun, sedangkan kapasitas terpakainya sebesar 244.000 ton/tahun. Pada umumnya produk yang dihasilkan dari industri tersebut adalah produk setengah jadi yang terdiri dari lemak cokelat, pasta cokelat, dan bubuk cokelat. Produk setengah jadi ini kemudian diolah kembali menjadi berbagai produk jadi oleh berbagai macam industri makanan berbahan baku cokelat seperti cokelat batangan, minuman cokelat, biskuit cokelat, susu cokelat, kosmetika, obat-obatan, dan sebagainya.

Industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia apabila dilihat dari kapasitasnya adalah PT. Bumitangerang Mesindotama yang berlokasi di Tangerang. Perusahaan ini mempunyai kapasitas terpasang sebesar 120.000 ton/tahun dan kapasitas terpakai sebesar 80.000 ton/tahun, sedangkan industri pengolahan kakao terkecil adalah PT. Poleko Cocoa Industry/Hope yang berlokasi di Makassar dengan kapasitas terpasang dan kapasitas terpakainya sebesar 4.000 ton/tahun. Adapun pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan kakao dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan penyebaran industri kakao dapat dilihat pada Gambar 2.3.

10

Tabel 2.3. Daftar industri pengolahan kakao di Indonesia

Kapasitas Kapasitas

No. Perusahaan Lokasi Terpasang Terpakai

Ton % Ton %

1.

PT. Bumitangerang

Mesindotama*) Tangerang 120.000 28,77 80.000 32,78

2. PT. General Food Industry*) Bandung 80.000 19,18 45.000 18,44 3. PT. Davomas Abadi**) Tangerang 40.000 9,59 20.000 8,19

4.

PT. Industri Kakao

Utama**) Kendari 35.000 8,39 - 0,00

5.

PT. Maju Bersama Cocoa

Industry**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73

6. PT. Kopi Jaya Kakao**) Makassar 24.000 5,75 14.000 5,73 7. PT. Effem Indonesia**) Makassar 17.000 4,07 17.000 6,96

8.

PT. Budidaya Kakao

Lestari**) Surabaya 15.000 3,59 5.000 2,04

9.

PT. Cacao Wangi Murni /

JMH**) Tangerang 15.000 3,59 8.000 3,27

10. PT. Teja Sekawan*) Surabaya 15.000 3,59 15.000 6,14

11. PT. Unicom Kakao Makmur**) Makassar 10.000 2,39 4.000 1,63 12. PT. Cocoa Ventures Indonesia*) Medan 7.000 1,67 7.000 2,86

13. PT. Kakao Mas Gemilang*) Tangerang 6.000 1,21 6.000 2,45

14. PT. Mas Ganda*) Tangerang 5.000 1,19 5.000 2,04

15.

PT. Poleko Cocoa Industry /

Hope**) Makassar 4.000 0,96 4.000 1,63

Total 417.000 100,00 244.000 100,00

Sumber : Kemenperin (2010) *) Normal

11

Gambar 2.3. Penyebaran industri kakao di Indonesia (Kemenperin, 2010) 2.1.4.2. Perkembangan Kakao Indonesia

2.1.4.2.1. Standar Mutu Kakao

Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Satndar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01-2323- 2000). Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan, dan rekomendasi. Biji kakao didefinisikan sebagai biji yang dihasilkan oleh tanaman kakao (Theobroma cacao Linn), yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji. Atas dasar jenis tanaman, biji kakao dibedakan menjadi dua, yaitu jenis kakao mulia (Fine Cocoa) dan jenis kakao lindak (Bulk Cocoa). Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu. Berikut ini merupakan standar mutu kakao menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 :

Sumatera Utara PT. Cocoa Ventures Indonesia Sulawesi Tenggara PT. Industri Kakao Utama Sulawesi Selatan PT. Effem Indonesia PT. Maju Bersama Kakao PT. Kopi Jaya Kakao

Tangerang PT. Davomas Abadi PT. Cocoa Wangi Murni PT. Bumitangerang

PT. Budidaya Kakao Lestari PT. Kakao Mas Gemilang PT. Mas Ganda

Jawa Barat PT. General Food Industry PT. Trikeson Utama

Jawa Timur PT. Teja Sekawan Cocoa Industries

12

Tabel 2.4. Standar nasionl Indonesia biji kakao

No. Karakteristik Mutu I Mutu II Sub Standar

1. Jumlah biji/100 gr * * *

2. Kadar air, %(b/b) maks 7,5 7,5 > 7,5

3 Berjamur, %(b/b) maks 3 4 > 4

4. Tak terfermentasi %(b/b) maks 3 8 > 8

5. Berserangga, hampa, berkecambah, %(b/b) maks

3 6 > 6

6. Biji pecah, % (b/b) maks 3 3 3

7. Benda asing % (b/b) maks 0 0 0

8. Kemasan kg, netto/karung 62,5 62,5 62,5

Sumber : SNI 01-2323-2000 Keterangan:

* Revisi September 1992

* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gram • AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85 • A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100 • B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110 • C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120

• Sub standar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 2.1.4.2.2. Pohon Industri Kakao

Pohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk kakao dan turunannya diperoleh dari bagian kakao yaitu biji dan kulit luarnya (sheel) yang diuraikan dalam suatu skema

.

Berikut ini merupakan contoh pohon industri kakao yang ditampilkan pada Gambar 2.4 :

13

2.1.4.2.3. Produksi Kakao Indonesia

Produksi biji kakao di Indonesia mencapai 535.000 ton per tahun dengan produktivitas rata- rata 825 kg per Ha. Sementara kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit hanya sekitar 250.000 ton per tahun. Namun rendahnya kebutuhan kakao nasional itu bukan tanpa sebab. Hal ini dikarenakan pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5% untuk setiap kakao yang dibeli pabrik di dalam negeri. Sebaliknya, apabila produsen mengekspor produknya ke luar negeri, maka tidak dikenakan PPN. Dengan demikian produsen lebih suka melakukan ekspor. Produksi Indonesia 535.000 ton biji kakao. Di ekspor dalam bentuk biji 400.626 ton dan sisanya 134.374 ton diolah di dalam negeri. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan adalah sebesar 433.791,304 ton dengan nilai US$. 1.204.520.913 dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2.5 :

Tabel 2.5. Volume dan nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan

No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$) 1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 400.626 1.104.963.203 2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao

lainnya 1.054 559.281

3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 5.059 18.580.097 4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh

atau sebagian) 12.695 39.653.325

5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan

pemanis lainnya) 100 219.619

6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 7.802 24.664.014

7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat (berat > 2 kg) 3.919 9.082.352

8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 179 231.660 9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 185 382.501

10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 2 6.078 11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 3 7.634

12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 22 14.748

13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

tidak untuk eceran 12 44.704

14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

untuk eceran 2.140 6.111.697

Sumber : Kemenperin (2010)

Dari Tabel 2.5 terlihat bahwa jumlah ekspor produk olahan cokelat pada tahun 2010 menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap produk olahan cokelat saat ini. Kakao olahan yang memiliki volume ekspor tertinggi adalah olahan kakao menjadi kakao pasta yang dihilangkan seluruh lemaknya atau sebagian sebesar 12.695 ton. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan kakao pasta di luar negeri lebih besar bila dibandingkan dengan permintaan kakao pasta di dalam negeri. Sedangkan volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan adalah 33.111,596 ton dengan nilai US$. 115.030.180 dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 :

14

Tabel 2.6. Volume dan nilai impor biji kakao dan kakao olahan

No. Biji Kakao dan Kakao Olahan Volume (Ton) Nilai (US$) 1. Biji kakao (utuh/pecah, mentah/panggang) 23.141 84.423.087 2. Kulit, sekam, selaput, dan sisa lembaga kakao

lainnya 2.095 258.266

3. Kakao pasta (tidak dihilangkan lemaknya) 157 646.348 4. Kakao pasta (dihilangkan lemaknya seluruh

atau sebagian) 2.098 6.110.419

5. Bubuk cokelat (dengan tambahan gula dan

pemanis lainnya) 1.456 1.331.194

6. Cokelat batangan (berat > 2 kg) 1.512 5.986.173

7. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat (berat > 2 kg) 263 707.451

8. Cokelat batangan dengan isi (berat > 2 kg) 207 1.470.035 9. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat dengan isi (berat > 2 kg) 759 7.187.621

10. Cokelat batangan tanpa isi (berat > 2 kg) 317 1.605.725 11. Cokelat olahan lainnya dan makanan olahan

cokelat tanpa isi (berat > 2 kg) 251 758.043

12. Cokelat berbentuk tablet atau pastiles 69 434.167

13. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

tidak untuk eceran 1 891

14. Campuran tepung cokelat dan tepung lainnya

untuk eceran 792 4.110.760

Sumber : Kemenperin (2010)

Tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut cokelat batangan rata-rata lebih diminati oleh pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan volume dan nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai impor cokelat batangan.

2.2.

COKELAT BATANGAN (CHOCOLATE BAR)

Dokumen terkait