• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Arang Tempurung Kelapa dan Kotoran Sapi (Bokashi) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon pada Media Tanam Tailing Tambang Emas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Arang Tempurung Kelapa dan Kotoran Sapi (Bokashi) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon pada Media Tanam Tailing Tambang Emas"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam potensial yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan yang besar bagi perekonomian negara. Masalah lingkungan menjadi salah satu isu penting dalam usaha pertambangan. Tanah yang terdegradasi, tidak subur dan masalah air asam pada tambang menyebabkan perlunya perlakuan khusus untuk menangani lahan pasca tambang. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahan tambang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari kesuburan tanah dan jenis bahan galiannya (Mansur 2010).

Pemilihan jenis pohon yang tepat menjadi salah kunci utama dalam keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang. Jabon (Anthocephalus cadamba

Miq.) merupakan salah satu jenis tanaman lokal Indonesia yang berpotensi baik dan dapat direkomendasikan untuk dikembangkan dalam revegetasi lahan pasca tambang. Pohon jabon memiliki prospek yang cukup baik karena tergolong pohon yang cepat tumbuh dan merupakan jenis pioner, yang dapat tumbuh di berbagai tipe tanah dan pada lahan kritis, prospek pemasarannya cukup tinggi dengan teknik silvikultur yang mudah dan telah diketahui (Mulyana et al. 2011).

Tailing merupakan limbah dari hasil pengolahan tambang emas yang berupa pasir yang tidak subur dan sulit untuk mengikat air. Tailing memiliki karakteristik rendahnya unsur hara serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah.

Tailing yang berasal dari pengolahan lahan tambang masih dapat kembali diusahakan dan masih memiliki prospek ekonomi untuk merevegetasi lahan pasca tambang. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan tailing

sebagai media tumbuh bagi tanaman kehutanan untuk revegetasi (Widyawati 2006).

(2)

sebagai katalisator dan menyerap berbagai senyawa yang terdapat pada tailing dan memberikan unsur atau senyawa yang dibutuhkan tanaman pada saat tanaman kekurangan unsur hara, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Supriyanto et al. 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengukur dan menganalisis pertumbuhan semai jabon terhadap pemberian arang tempurung kelapa dan kotoran sapi (bokashi) dengan dosis yang berbeda-beda pada media tailing tambang emas.

2. Mendapatkan informasi mengenai dosis arang batok kelapa dan kotoran sapi (bokashi) yang dapat meningkatkan pertumbuhan semai jabon pada media

tailing tambang emas.

1.3 Manfaat

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan dan Tailing

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara (UU Minerba), didefinisikan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjulan, serta kegiatan pasca tambang.

Pertambangan merupakan proses pemindahan timbunan tanah penutup (cover burden) seperti topsoil, subsoil, batuan dan lainnya yang di dalamnya terdapat simapanan mineral yang dapat dipindahkan (Miller 1979 dalam Maryani 2007). Secara fisik, dampak kegiatan penambangan menimbulkan perubahan rona dan kondisi lahan bekas lahan penambangan, seperti struktur lapisan tanah rusak, permukaan lahan tidak beraturan, adanya hubungan-hubungan lainnya mengenai kerusakan lingkungan dan sebagainya. Hilangnya vegetasi di permukaan disertai kerusakan struktur lapisan tanah merupakan faktor pendorong meningkatnya erosi yang berakibat hilangnya tanah humus, sehingga tanah menjadi tandus.

Kegiatan penambangan adalah kegiatan mengekstraksi bahan tambang terencana dengan menggunakan berbagai metode sesuai dengan karakteristik bahan tambang. Tailing merupakan residu atau limbah dari pertambangan emas atau tembaga setelah pengolahan bijih dan mendapat target utama yang kemudian dipisahkan dengan mineral utamanya. Biasanya tailing terdiri dari beraneka ragam butir, yaitu pasir, lanau dan lempung. Ketika tailing dibuang dalam bentuk bubur, fraksi pasir cenderung mengendap disekitar titik pembuangan dan lumpur akan mengendap jauh dari titik pembuangan dalam waktu lama (Herman 2006).

(4)

daya pegang dan stabilitasnya. Menurut USDA ukuran partikel tailing relatif kecil dan seragam berupa pasir halus berukuran 0,25−0,10 mm. Selain itu, sifat kimia tailing seperti status hara yang rendah, kandungan logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan (Abadi 2009).

Tailing adalah gabungan dari bahan padat berbutiran halus (umumnya berukuran debu, 0,001−0,6 mm) yang tersisa setelah logam-logam dan mineral-mineral diekstraksi dari bijih yang ditambang, serta air hasil pengolahan yang tersisa. Sifat fisik dan kimiawi tailing berbeda-beda tergantung sifat bijih tambangnya.

Tailing memiliki sifat yaitu kompak, bahannya yang padat menyulitkan akar untuk berkembang, selain itu tailing juga memiliki kapasitas pemegang air (water holding capacity) yang sangat rendah, yang tidak dapat menahan atau menyimpan air. Apabila tailing diberi air, maka tailing hanya mampu untuk melewatkannya saja. Tailing juga memiliki kandungan nutrisi yang sangat rendah dan KTK yang sangat rendah yaitu 0,1 yang artinya bahwa tailing merupakan media yang tidak subur.

Pengelolaan tailing adalah satu isu pengelolaan limbah hasil pengolahan mineral. Pembahasan tailing umumnya dikaitkan dengan limbah beracun berbahaya yang berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena tailing sebagai ampas dari hasil pemurnian, pencucian atau pengolahan bahan galian dapat berpotensi mencemari apabila masih mengandung unsur toksik,akan tetapi apabila masih mengandung bahan galian yang ekonomis, berpotensi juga untuk dimanfaatkan. Peningkatan kualitas atau kemurnian bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan umumnya dilakukan melalui proses pengolahan. Tailing dari pengolahan bahan tambang, dapat mengandung bahan-bahan atau mineral-mineral yang berpotensi untuk diusahakan secara ekonomis. Selain mempunyai konotasi sebagai limbah, tailing masih mempunyai prospek untuk kembali diusahakan.

2.2 Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

(5)

seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang dan pohon peneduh (Mansur 2010).

Menurut Pratiwi (2003), di beberapa Negara, jabon memiliki banyak nama antara lain jabon (Indonesia), common bur-flower (Inggris), kadam (Perancis), bangkal kaatoan bangkal (Brunei), laran (Sabah), labula (Papua New Guinea), dan thkoow (Kamboja). Jabon dalam sistem klasifikasi tanaman memiliki penggolongan sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Anthocephalus

Spesies : cadamba (Roxb.)Miq.

Jabon merupakan tanaman cepat tumbuh dan terbilang bongsor. Tinggi tanaman bisa mencapai 45 m dengan diameter 100−160 cm. Kelebihan lainnya adalah tanaman ini memiliki batang yang lurus dan silindris sehingga sangat cocok untuk bahan baku industri kayu, kayu ini sudah tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Dalam hal tempat tumbuh jabon memiliki toleransi tempat tumbuh yang luas, yaitu pada kisaran ketinggian 0−1.000 m dpl, dengan ketinggian yang optimal 500 m dpl untuk menunjang produktivitasnya. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan adalah tanah lempung, podsolik cokelat dan aluvial lembab yang biasanya terpenuhi didaerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi. Kondisi iklim tempat tumbuh yang sesuai untuk jabon adalah tipe curah hujan A sampai D menurut tipe iklim Schmidt-Ferguson.

(6)

pH 4 dan tidak subur, terendam dengan kondisi lingkungan yang sangat terbuka dengan suhu yang relatif tinggi (Mansur 2010).

Pemilihan jenis yang baik dan cocok merupakan kunci sukses dalam reklamasi lahan bekas tambang, oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis yang sesuai. Jenis-jenis pohon khususnya jenis pohon cepat tumbuh dan mampu beradaptasi dengan kondisi tanah dan lahan terbuka pasca tambang merupakan pohon yang baik digunakan untuk reklamasi. Jabon merupakan jenis yang tergolong pioner di lahan terbuka dan merupakan jenis komersial yang berpotensi atau telah lama ditanam untuk revegetasi lahan pasca tambang, yang secara alami dapat menginvasi lahan-lahan bekas tambang di areal PT Newmonth Minahasa Raya, PT Berau Coal, PT Adaro Indonesia dan PT KPC. Usaha penanaman dilahan bekas tambang telah diuji coba oleh PT KPC dan PT Newmonth Minahasa Raya (Mansur 2010).

2.3 Arang Tempurung Kelapa

Arang merupakan material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85−95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap), dimana arang dapat menyerap racun yang membahayakan tanaman. Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia.

(7)

Arang memiliki fungsi sebagai manajer pada tanah yang terdapat tanaman, arang akan memberikan hara kepada tanaman apabila tanaman mengalami kekurangan hara, pada tanah yang kritis atau miskin hara. Dan arang akan mengambil hara apabila di dalam tanah memiliki kandungan banyak hara dan akan memberikannya kepada tanaman disaat tanaman membutuhkannya.

Tanah yang diberikan arang, akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi arang. Selain itu arang juga tahan dalam jangka waktu lama hingga ratusan tahun, sehingga fungsinya untuk memperbaiki struktur tanah dan fungsi lainnya dapat dipertahankan.

2.4 Kompos Bokashi (Kotoran Sapi)

Bokashi merupakan pupuk organik yang dapat dibuat sendiri dari campuran beberapa bahan hasil fermentasi dari bahan organik seperti jerami, sekam, dedak padi, dedak jagung, dedak gandum, sekam padi, ampas tahu, ampas kelapa, sampah daur ulang, rumput dan kotoran hewan (Hardianto 2008). Bahan-bahan tersebut difermentasi dengan menggunakan bahan aktivator mikroorganisme untuk mempercepat terjadinya proses fermentasi yang dikenal dengan effective microorganism (EM). Selain itu, menurut Hadijaya (1994), bokashi merupakan dekomposisi biologi dan stabilitasi bahan organik pada kondisi suhu tinggi dan lembab dengan produk akhir yang cukup stabil untuk disimpan dan diaplikasikan ke tanah.

Penggunaan mikroorganisme aktivator EM atau MOL (mikroorganisme lokal) yang harganya lebih murah ini tidak hanya mempercepat proses fermentasi tetapi juga menekan bau yang diakibatkan akibat proses penguraian bahan organik. Bokashi merupakan teknologi terbaru dalam bidang pertanian sebagai pengganti pupuk kimia yang dibuat dari bahan organik yang mudah didapatkan (Zainal 2011).

(8)

dapat memberikan asupan hara bagi tanah yang dapat digunakan bagi tanaman sehingga meningkatkan produktivitas tanaman dan tanaman memiliki kualitas tumbuh yang baik. Selain itu bokashi juga berperan dalam memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.

Menurut Santoso (1998) bokashi memiliki empat manfaat yaitu untuk menggembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat tanah (fisik, kimia, ataupun biologis), bokashi mempercepat dan mempermudah penyerapan N oleh tanaman, pengomposan dapat mencegah tanaman pengganggu. Selain itu juga bokashi dapat dibuat dengan mudah, murah dan cepat. Bila membandingkan pupuk bokashi dan kompos, kandungan hara dalam pupuk bokashi lebih tinggi, sehingga periode proses tumbuh pada tanaman lebih cepat, pengaruh terhadap tanah sempurna, energi yang hilang rendah dan populasi mikroorganisme dalam tanah lebih sempurna.

Berdasarkan proses pengomposan, maka bokashi dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu bokashi yang menggunakan starter aerobik dan bokashi yang menggunakan starter anaerobik. Bokashi aerobik dapat diproduksi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Sedangkan bokashi anaerobik, energi dan bahan organiknya dapat dipertahankan, namun bila pengelolaannya salah akan menimbulkan keracunan/pencemaran pada tanah (Hardianto 2008).

Menurut Rahayu (1990) proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktu yang cukup lama, 2−3 bulan bahkan 6−12 bulan tergantung dari bahan yang dikomposkan dibandingkan dengan bokashi yang waktu fermentasinya hanya 10 hari. Proses pembuatan bokashi umumnya melibatkan beberapa kelompok organisme baik mikroflora (bakteri, kapang dan aktinomisetes), mikrofauna (protozoa), makroflora (jamur tingkat tinggi) dan makrofauna (cacing, rayap, semut).

(9)

Bokashi yang merasal dari kotoran ternak sapi juga merupakan sumber mineral utama N, P, K, selain itu kadar serat kotoran ternak bernilai tinggi (Widyawati dan Widalestari 1996). Menurut Nuyati (2002) kotoran sapi merupakan bahan yang baik untuk kompos karena relatif tidak berpolusi logam berat dan antibiotik. Kandungan posfor yang rendah pada pupuk kandang dapat dipenuhi dari sumber lain. Ada beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk, antara lain:

1. Kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan bokashi merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.

2. Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah.

3. Bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat menggangu pertumbuhan tanaman.

4. Penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah.

Pemberian pupuk yang berasal dari kotoran sapi sangat baik digunakan dalam reklamasi lahan pasca tambang karena selain menyediakan unsur hara, bahan organik dan mikroorganisme sebagai dekomposer, juga mengandung biji-bijian rumput dan tanaman lain yang ikut termakan sapi. Dengan demikian biasanya setelah kotoran sapi tersebut disebarkan pada lahan rehabilitasi pasca tambang akan tumbuh berbagai jenis rumput dan perdu yang bijinya terkandung dalam kotoran sapi (Mansur 2010).

Larutan EM yang digunakan dalam fermentasi bahan organik mengandung banyak organisme, ada lima golongan pokok yaitu bakteri fotosintetik,

Lactobacillus sp., Saccharomyces sp,. Actinomycetes sp., dan jamur fermentasi (Indriani 2000).

(10)
(11)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, cangkul, alat penyiram, neraca analitik, mistar, kaliper, alat tulis, alat hitung, kamera, label, polibag (ukuran 20 cm x 20 cm), tallysheet, penggaris, gelas ukur. Software yang digunakan adalah SAS 9.1, MiniTab 16.1 dan microsoft excel 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jabon dengan rata-rata tinggi 7,5 cm, media tanam tailing tambang emas, arang tempurung kelapa, pupuk kotoran sapi (bokashi) dan air.

3.3 Prosedur Penelitian

Pelaksanan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan bibit, penyapihan, pemeliharaan, pengamatan, pengambilan data, serta rancangan percobaan dan analisis data.

3.3.1 Persiapan

Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit Jabon berumur ± 3 bulan dengan rata-rata tinggi 7,5 cm. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan faktorial dengan 20 perlakuan, dimana setiap unit perlakuan terdiri dari 3 ulangan, sehingga jumlah eksperimen ada 60 tanaman. Tahap persiapan ini meliputi penyiapan media tanam.

(12)

arang tempurung kelapa adalah 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Bokashi disiapkan dengan takaran 0 g, 20 g, 40 g dan 60 g. Setelah itu, tailing tersebut diaduk sampai tercampur dengan pupuk yang telah dikombinasikan.

3.3.2 Perlakuan Pendahuluan Media Tanam

Media tanam berupa tailing yang telah dikombinasikan dengan berbagai perlakuan penambahan arang tempurung kelapa dan bokashi. Dosis yang telah ditetapkan dibiarkan selama 14 hari dengan perlakuan penyiraman setiap pagi dan sore sebelum penyapihan, agar memberikan kesuburan dan memberikan unsur hara pada media tailing serta mengurangi toksik (racun) pada tailing.

3.3.3 Penyapihan

Waktu penyapihan dilaksanakan pada pagi dan sore hari untuk mengurangi terjadinya penguapan pada semai. Semai jabon disapih kedalam 60 polibag yang telah diisi tailing yang dicampur dengan kompos dan arang batok kelapa, masing-masing berjumlah satu semai.

3.3.4 Pemeliharaan.

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore. Penyiraman dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi media tanam di dalam polibag, jika terasa masih basah maka penyiraman tidak dilakukan.

3.3.5 Pengamatan dan Pengambilan Data

(13)

3.3.6 Pengukuran Berat Kering Akar dan Pucuk

Pengukuran berat kering akar dan pucuk dilakukan setelah kegiatan pemanenan. Setelah bibit dipanen, bagian tanaman dipisahkan antara akar dan pucuknya kemudian di keringkan dalam oven dengan suhu 105°C. Setelah dioven maka berat kering akar dan pucuk ditimbang. Nilai tersebut dinyatakan dalam satuan gram. Nisbah Pucuk Akar (NPA) merupakan nilai ini menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan bagian akar bibit, dihitung dengan rumus:

NPA = Berat Kering Pucuk Berat Kering Akar

3.3.7 Rancangan Percobaan

Data yang diperoleh akan disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi dan gambaran yang diinginkan. Analisa data yang dilakukan secara deskriptif berdasarkan tabulasi dan gambar serta pengujian dengan menggunakan rancangan percobaan, yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama, yaitu arang tempurung kelapa yang terdiri dari 5 taraf. Faktor kedua, yaitu kompos bokashi yang terdiri dari 4 taraf. Masing-masing taraf perlakuan terdiri dari 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari satu tanaman sehingga dalam percobaan dibutuhkan 60 semai jabon. Faktor dirinci sebagai berikut :

Faktor A : Arang Tempurung Kelapa A0 : 0 % (0 g arang/kg media) A1 : 2,5 % (25 g arang/kg media) A2 : 5 % (20 g arang/kg media) A3 : 7,5 % (75 g arang/kg media) A4 : 10 % (100 g arang/kg media) Faktor B : Kompos Bokashi

(14)

Untuk memudahkan dalam melakukan analisis data, maka dibuat bagan dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan menggunakan software

SAS 9.1, dimana dapat digambarkan dalam model linear:

Yijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij+ εijk

i = Arang Tempurung Kelapa dengan dosis 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% j = Pupuk Bokashi dengan dosis 0 g, 20 g, 40 g dan 60 g

k = Ulangan 1, 2, 3 dan 4 Dimana :

Yijk = Nilai / respon dari pengamatan pada faktor arang taraf ke-i, faktor bokashi taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan arang βj = Pengaruh perlakuan bokashi

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor arang pada taraf ke-i dengan faktor bokashi pada taraf ke-j

(15)

3.3.8 Analisis Data

Pengaruh perlakuan dapat diketahui dengan melakukan sidik ragam uji F untuk parameter yang diamati, dengan hipotesis:

H0 = Pemberian dosis arang dan bokashi yang berbeda pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang sama.

H1 = Pemberian dosis arang dan bokashi yang berbeda pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh berbeda, atau terdapat minimal salah perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda.

Data diolah dengan menggunakan MiniTab 16.1 untuk analisis deskriptif, kemudian di analisis lagi dengan menggunakan SAS untuk sidik ragam, perlakuan berpengaruh nyata jika P ≤ 0,05 pada taraf uji 95% dan jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan`s Multiple Range Test.

(16)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang dan bokashi. Respon pertumbuhan semai jabon yaitu tinggi, diameter, berat kering dan NPA dapat dilihat Tabel 2.

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan terhadap parameter pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

Faktor

*=perlakuan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0,05 (α) ; tn= perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F)< 0,05 (α)

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemberian arang, bokashi serta interaksi antara arang dan bokashi memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95% untuk tinggi semai jabon, sedangkan untuk pertumbuhan diameter, pemberian arang memberikan pengaruh yang tidak nyata, begitu pula interaksi antara arang dan bokashi. Pengaruh yang nyata untuk pertumbuhan diameter ditunjukkan dengan pemberian tunggal bokashi, sedangkan untuk parameter berat kering dan NPA perlakuan arang, bokashi serta interaksi arang dan bokashi memberikan pengaruh yang nyata.

4.1.1 Pertumbuhan Tinggi

(17)

arang dan bokashi terhadap pertumbuhan semai jabon, yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Hasil uji Duncan interaksi pemberian arang dan bokashi terhadap tinggi semai jabon (A=arang; B= bokashi)

Pemberian dosis arang dan bokashi yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pula. Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh kombinasi dapat dilihat bahwa A4B3 (arang 10% dan bokashi 60 g) memberikan rata-rata respon pertumbuhan tinggi yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pertumbuhan tinggi terendah yaitu kontrol A0B0 (tanpa pemberian arang dan bokashi) A1B1 (arang 2,5% dan bokashi 20 g), A1B3 (arang 2,5% dan bokashi 60 g), A0B2 (arang 0% dan bokashi 40 g), A3B0 (arang 5% dan bokashi 0 g), A1B0 (arang 2,5% dan bokashi 0 g), A1B2 (arang 2,5% dan bokashi 20 g), A2B1 (arang 5% dan bokashi 20 g) dan A2B3 (arang 5% dan bokashi 60 g).

4.1.2 Pertumbuhan Diameter

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian tunggal arang tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan diamater, begitu pula interaksi pemberian arang dan bokashi, sedangkan untuk pemberian tunggal bokasi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan jabon, pada taraf uji F 0,05 (Lampiran 2). Untuk itu dilakukan uji lanjut Duncan

(18)

pengaruh tunggal bokasi terhadap pertumbuhan diameter semai jabon yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Hasil uji Duncan pengaruh tunggal pemberian bokashi terhadap diameter semai jabon

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan mengenai pemberian tunggal bokasi pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pemberian bokashi dengan dosis lebih tinggi menunjukkan pertumbuhan diameter semai jabon yang lebih meningkat, peningkatan secara nyata terlihat setelah semai diberikan bokashi dengan dosis 40 g, yang menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan dosis 0 g dan 20 g, sedangkan untuk pertumbuhan semai yang secara nyata menunjukkan pertumbuhan diamater terbaik adalah ketika diberikan bokashi dengan dosis tertinggi yaitu 60 g. Pemberian dosis bokashi 20 g menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dengan pemberian bokashi 0 g untuk pertumbuhan diameter semai jabon.

4.1.4 Berat Kering Total

Hasil sidik ragam pemberian arang, bokashi dan interaksi keduanya menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering total semai jabon dengan nilai signifikan kurang dari 0,05 (Lampiran 3). Oleh karena itu, dilakukan uji lanjut Duncan mengenai pengaruh interaksi pemberian arang dan bokasi terhadap berat kering total semai jabon, yang dapat dilihat pada Gambar 3.

b

b

ab a

Di

am

e

te

r

(m

m

)

(19)

Gambar 3 Hasil uji Duncan interaksi arang dan bokasi terhadap berat kering total semai jabon (A=arang; B= bokashi)

Berdasarkan hasil uji Duncan pengaruh interaksi antara arang dan bokashi terhadap berat kering total semai jabon didapat hasil bahwa pemberian arang dan bokashi tertinggi meningkatkan biomasa semai jabon dibandingkan dengan kontrol. Berat kering total tertinggi ketika semai diberikan dosis arang dan bokasi tertinggi yaitu arang A4B3 (10% dan bokasi 60 g), yang secara nyata meningkatkan biomassa tanaman, sedangkan berat kering terendah dialami oleh perlakuan A1B1.

4.1.4 NPA (Nisbah Pucuk Akar)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa arang, bokashi dan interaksi antara arang dan bokashi berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar (NPA) semai jabon pada taraf uji F 0,05 (Lampiran 4). Hasil uji Duncan pengaruh interaksi pemberian arang dan bokashi terhadap NPA (nisbah pusuk akar) semai jabon dengan dosis dan perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.

(20)

Gambar 4 Hasil uji Duncan interaksi arang dan bokasi terhadap NPA semai jabon (A=arang; B= bokashi)

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pengaruh kombinasi arang dan bokashi terhadap nisbah pucuk akar semai jabon didapat bahwa perlakuan yang memiliki dosis paling tinggi A4B3 (10% dengan bokashi 40 g), berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan NPA dibandingkan dengan A0B0 (arang 0% dan bokashi 0 g). Selain itu pengaruh perlakuan kontrol juga tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan semai jabon dengan perlakuan A0B3 (arang 0% dan bokashi 60 g), A1B0 (arang 2,5% dan bokashi 0 g), dan A1B1 (arang 2,5% dan bokashi 20 g) yang memiliki NPA terendah.

Gambar 5 Pertumbuhan semai jabon pada akhir pengamatan : A. Pertumbuhan terbaik; B. Kontrol; C. Pertumbuhan terjelek

(21)

dengan pertumbuhan yang terendah yaitu A1B1 (arang 2,5% dan bokashi 20 g) dibandingkan dengan kontrol A0B0 (arang 0% dan bokashi 0 g).

Gambar 6 Akar semai jabon pada akhir pengamatan : A. Pertumbuhan terbaik; B. Kontrol; C. Pertumbuhan terjelek

Akar semai jabon yang menggunakan perlakuan A4B3 (arang 10% dan bokashi 60 g) yang merupakan perlakuan dengan dosis tertinggi memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan kontrol (arang 0% dan bokashi 0 g) serta tanaman dengan perlakuan A1B1 (2,5% dan bokashi 20 g). Analisis sifat kimia tailing, pengaruh pemberian tunggal bokashi dan pemberian tunggal arang serta interaksi arang dan bokashi pada tailing terhadap peningkatan unsur hara dalam tailing dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis sifat kimia tailing

4.2 PEMBAHASAN

Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang

mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian (organ

(22)

tanaman) akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel (Sitompul dan Guritno 1995). Dalam penelitian ini menggunakan parameter pertumbuhan berupa tinggi dan diameter selain itu juga dilakuakan pengukuran biomassa tanaman untuk menentukan NPA (Nisbah Pucuk Akar). Biomassa tanaman merupakan parameter yang dapat menggambarkan pengaruh pertumbuhan karena berat tanaman yang relatif mudah diukur.

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno 1995). Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman yang kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dibandingkan tanaman yang mendapatkan cahaya yang cukup.

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian tunggal arang memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, begitu pula dengan pemberian bokashi juga interaksi antara arang dan bokashi. Hal ini menandakan bahwa dengan dosis arang dan bokashi yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata. Pertambahan dosis yang terbesar memberikan pertumbuhan yang terbaik. Pengaruh tunggal pemberian arang dengan dosis yang berbeda yaitu 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%, menunjukkan pertumbuhan yang berpengaruh nyata ketika diberikan dosis 10%, dibandingkan kontrol. Pengaruh pemberian arang terhadap tinggi tanaman yang terendah ketika tanaman diberikan dosis arang 2,5% dan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata degan kontrol, pemberian dosis arang 5% juga menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pemberian tunggal bokashi dengan dosis 60 g memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan dosis 0 g, 20 g, dan 40 g, pertumbuhan terendah adalah ketika tanaman diberikan bokashi dengan dosis 20 g dan 0 g.

(23)

Hara tersebut dilepaskan secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release). Karena hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai (Gusmailina 2006).

Pemberian bahan organik (bokashi) dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi mudah diolah dan dapat meningkatkan daya menahan air (water holding capacity), sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak, kelengasan air tanah lebih terjaga, permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Bokashi juga dapat menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran), dan sebaliknya meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian penggunaan arang dan bokashi pada media tailing untuk tanaman jabon dimana berdasarkan hasil diperoleh pemberian kombinasi arang dan bokashi dengan berbagai dosis yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pemberian dosis arang yang terbesar 10% dengan kombinasi pemberian dosis bokashi sebesar 60 g, dengan peningkatan pertumbuhan yang signifikan, hingga mencapai lebih dari 100%. Pertumbuhan terendah tinggi semai jabon dialami semai yang mendapat perlakuan tanpa pemberian arang dan bokashi (kontrol).

Arang berfungsi sebagai penyerap unsur yang tidak diperlukan oleh tanaman (seperti racun) dan unsur lainnya, selain itu juga arang meyerap hara yang berlebihan pada tanah yang kemudian diberikan oleh arang ketika tanaman membutuhkan. Bahan organik bokashi berfungsi sebagai penyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, untuk menunjang siklus hidup tanaman tersebut.

(24)

tanaman dari segi ketersediaan hara, ketersediaan air, keremahan media yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pergerakan serta penetrasi akar. Selain itu menurut Lewenusa (2009) pada usia muda, tanaman cenderung menunjukkan pertumbuhan yang cepat ke atas (vertikal), pertumbuhan diameter akan terpenuhi apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, dan pergantian akar telah terpenuhi.

Pertumbuhandiameter tanaman jabon terbaik ketika diberikan dosis arang dan bokashi tertinggi yaitu arang 10% dan bokashi 60 g, tetapi kombinasi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter semai jabon. Hal ini dapat dikarenakan oleh pengaturan letak posisi polibag pada saat penelitian berlangsung, karena di beberapa tempat peletakan polibag tergenang air, selain itu juga pemberian jarak antar polibag harus diperhatikan untuk memberi ruang tumbuh yang lebih besar dan pengambilan cahaya matahari dapat berlangsung secara optimal sehingga pertambahan diameter dapat terjadi maksimal (Hildalita 2009). Pertumbuhan terbaik semai jabon ketika diberikan bokashi dengan dosis tertinggi yaitu 60 g yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter semai jabon pemberian dosis yang lebih besar dari 20 g dan 40 g menunjukkan peningkatan pertumbuhan diameter secara nyata, namum pemberian bokashi 20 g tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan pemberian dosis bokashi 0 g.

Arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara dalam tanah. Pemberian arang pada lahan marjinal dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah. Arang dapat meningkatkan fungsi sirkulasi udara dan air, menetralkan pH tanah, menyerap kelebihan CO2 dalam tanah, hara dalam

arang kompos akan dilepaskan secara perlahan sesuai dengan kebutuhan tanaman, hara tidak mudah tercuci sehingga akan selalu ada dalam kondisi siap pakai bagi tanaman (Pari 2006). Menurut Ogawa (1989) pemberian arang pada media tanam dapat meningkatkan kemampuan akar untuk berkembang dan dapat memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan semai tanaman.

(25)

kandungan air tanaman. Berat kering menunjukkan hasil fotosintesis tanaman (Ratnaningsih 2006). Bila berat kering diketahui maka tanaman sebagai penghasil fotosintat dapat diketahui (Goldworthy dan Fisher 1992), sedangkan menurut Harjadi (1990) berat kering merupakan bahan organik yang terdapat dalam bentuk biomassa dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang terjadi pada tumbuhan.

Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh tunggal pemberian arang dengan dosis tertinggi memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan berat kering, dibandingkan dengan dosis pemberian arang yang lebih rendah. Hal ini juga terjadi pada pemberian tunggal bokashi, menunjukkan peningkatan berat kering. Pengaruh kombinasi antara arang dan bokashi menunjukkan hal yang serupa, dimana pemberian arang dan bokashi tertinggi memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan berat kering, sedangkan perlakuan yang tidak mendapatkan pemberian arang dan bokashi (kontrol) lebih rendah dibandingakn dengan perlakuan A4B3 (arang 10% dan bokashi 60 g). Berat kering terkecil dialami oleh perlakuan A1B1 (arang 2,5% dan bokashi 20 g). Hal ini menandakan bahwa aktivitas fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat sebagai cadangan makanan, lebih banyak dialami oleh tanaman dengan perlakuan A4B3 yaitu dengan mendapatkan arang dan bokashi dengan dosis tertinggi, dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

(26)

digunakan sebagai ukuran global pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialamainya.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995) penghitungan NPA menggunakan berat kering akar dan pucuk (daun dan batang), karena penggunaan berat basah untuk penghitunggan NPA mengindikasikan masih terdapatnya kadar air yang menunjukkan nilai yang berubah-ubah, kandungan air dari suatu jaringan atau keseluruhan tubuh tanaman berubah dengan umur dan dipengaruhi oleh lingkungan. Informasi mengenai nisbah pucuk akar diperlukan untuk mengetahui keseimbangan antara pertumbuhan pucuk tanaman sebagai tempat terjadinya proses fotosontesis dengan pertumbuhan akar sebagai bidang serapan unsur hara dan air (Wulandari et al. 2011).

Bibit dengan nisbah pucuk akar yang tinggi relatif menunjukan bahwa pertumbuhan tunas lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan akar. Namun akar cukup mampu mendukung pertumbuhan tunas. Selain itu nisbah pucuk akar yang tinggi merupakan salah satu indikator untuk menentukan media yang digunakan relatif subur dan tersedia air yang cukup. Nisbah pucuk akar yang kecil lebih banyak pembentukan akar jika dibandingkan dengan tunas, hal ini menunjukan bahwa kondisi media yang kurang mengandung unsur hara sehingga pembentukan akar relatif lebih banyak jika dibandingkan dangan tunas, untuk mendukung tanaman tersebut meningkatkan serapan yang menghasilkan nisbah pucuk akar yang rendah (Frianto 2006).

Nilai nisbah pucuk yang kecil sebenarnya membuat bibit lebih tahan untuk ditanam dilapangan karena memiliki perakaran yang kuat, namun perlu diperhatikan keseimbangan antara kemampuan akar dalam menyerap unsur hara dengan kemampuan tunas dalam melakukan transpirasi dan fotosintesis. Menurut Duryea dan Brown dalam Yulianto (2002) nilai nisbah tunas akar yang baik

adalah 1−3, namun yang terbaik adalah yang mendekati nilai minimum yakni 1.

(27)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai NPA semai jabon yang menggunakan arang dan bokashi dengan berbagai kombinasi dosis yang berbeda, memiliki nilai yang berkisar 1,7−2,3. Hal ini menunjukkan nilai nisbah pucuk akar yang baik karena nilai hasil uji lanjut Duncan pengaruh kombinasi arang dan

bokashi yang berkisar dari 1−3. Pengaruh kombinasi arang dan bokashi dengan

dosis terbesar menunjukkan nilai NPA yang terbesar yaitu 2,969 dan memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan kontrol (tanpa arang dan bokashi), sedangkan nilai NPA terendah dialami oleh perlakuan A0B0 dan A0B2 (arang 0 g dan bokashi 20 g). Nilai nisbah pucuk akar yang terendah menunjukkan bahwa akar lebih cenderung untuk tumbuh dibandingkan dengan pucuk dikarenakan akar mencari unsur hara untuk pemenuhan kebutuhan tanaman sehingga akar lebih panjang, hal ini menandakan media tanam yang kurang subur, tailing merupakan media yang kurang subur dan miskin hara. Hasil kombinasi pemberian arang dan bokashi dengan dosis yang semakin banyak menunjukkan nilai nisbah pucuk akar yang cenderung lebih besar seiring dengan penambahan bahan organik di dalamnya. Dapat dilihat pada Gambar 4 hasil uji duncan pengaruh kombinasi pemberian arang dan bokashi yang menunjukkan nilai nisbah pucuk akar yang semakin besar dengan semakin besarnya pemberian dosis arang dan bokashi, yang menandakan bahwa media semakin subur, dalam arti kata terdapat cukup hara dan juga air yang cukup untuk memenuhi siklus hidup tanaman.

Gambar 6 juga menunjukkan akar semai jabon yang lebih banyak terdapat pada media yang memiliki dosis yang lebih besar yaitu perlakuan A4B3 (arang 10% dan bokashi 60 g) dibandingkan dengan kontrol dan tanaman pada perlakuan A1B1 (arang 25% dan bokashi 20 gr) yang memiliki pertumbuhan terendah.

Tailing memiliki karakteristik pH yang cenderung netral 5,8−6,4, selain itu media dengan water holding capacity yang rendah, yaitu kemampuan tailing

dalam memegang air rendah, sehingga mudah untuk meloloskan air yang menyebabkan air untuk tanaman menjadi tidak tersedia. Selain itu juga tailing

(28)

untuk meningkatkan kesuburan tailing. Pemberian arang dapat meningkatkan pH

tailing, tailing dengan pemberian tunggal arang memiliki pH yang lebih besar, dibandingkan dengan tailing saja atau pemberian tunggal bokashi.

Berdasarkan analisis tanah yang dilakukan oleh Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, bahwa pemberian arang dan bokashi dapat meningkatkan KTK tanah, tailing yang diberikan arang saja dan bokashi saja memiliki KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang lebih rendah dibandingkan pemberian kombinasi keduanya. Pemberian tunggal bokashi meningkatkan KTK lebih tinggi dibandingkan pemberian tunggal arang, hal ini dikarenakan bokashi mengandung bahan organik yang dapat memperbaiki struktur tanah. Kapasitas Tukar Kation yang lebih tinggi menunjukkan ketersediaan hara yang lebih banyak yang dibutuhhkan dan dapat diserap oleh tanaman.

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah (Noor et al. 2008). Dalam hal ini pH tailing dapat dikatakan netral, yaitu 7,1. Pemberian arang meningkatkan pH tanah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5, dimana tailing yang diberi tambahan arang memiliki pH yang tertinggi.

(29)
(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian arang dan bokashi serta interaksinya, berpengaruh nyata terhadap

tinggi, berat kering total dan NPA, sedangkan diameter hanya berpengaruh nyata ketika diberikan bokashi.

2. Pemberian arang dan bokashi dengan dosis terbesar yaitu arang 10% dan bokashi 60 g, memberikan pertumbuhan yang terbaik untuk semai jabon. Pemberian tunggal arang atau bokashi dengan dosis yang terbesar secara nyata meningkatkan pertumbuhan semai jabon baik tinggi, diameter dan NPA.

5.2 Saran

(31)

PADA MEDIA TANAM TAILING TAMBANG EMAS

ARI ISTANTINI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi KM. 2009. Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah pasca reklamasi lahan agroforestri di area pertambangan bahan galian C Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Boul, SW, Hole FD, Cracken Mc RJ. 1981. Soil Genesis Classification. Iowa: Iowa State University Pr.

Frianto D. 2006. Aplikasi arang kompos pada media sapih dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan Hopea odorata di persemaian. Bogor: Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS).

Giller KE. 2001. Nitrogen Fixation in Tropical Cropping System. Wallingford: CAB International.

Goldsworthy PR, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budi Daya Tropik. Tohari, Soedharoedjian, penerjemah; Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari: The Physiology of Tropical Field Crops.

Gusmailina. 2006. Aplikasi dan diseminasi arang kompos bio aktif; teknologi

inovatif untuk menunjang pembangunan kehutanan yang

berkesinambungan. Sumsel: Puslitbang Hutan Tanaman dengan Dinas Kehutanan.

Hadijaya. 1994. Analisis Mikroorganisme EM-4. Bogor: Laboratorium Terpadu Divisi Mikrobiologi IPB.

Handayani M. 2009. Pengaruh dosis pupuk NPK dan kompos terhadap pertumbuhan bibit salam (Eugenia polyantha Wight.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Hardianto. 2008. Petunjuk Teknis Pembuatan Bokashi. Bandung: BPTP.

Harjadi SS. 1990. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia.

Harjowigeno S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedoginesis. Edisi Revisi. Jakarta: Akademika Presindo.

Herman DZ. 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) dari sisa pengolahan bijih logam. Geologi Indonesia 1:31-36.

(33)

Indriani YH. 2000. Menbuat Kompos Secara Singkat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Indriani YH. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Lewenusa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan bio-organik terhadap pertumbuhan bibit Cananga odorata (Lamk) Hook. Fet & Thoms [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut pertania Bogor.

Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Bogor: SEAMEO BIOTROP.

Mansur I, Tuheteru DF. 2010. Kayu Jabon. Jakarta: Penebar Swadaya.

Martawijaya A, Kartasujana, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Bogor: Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Maryani IS. 2007. Dampak penambangan pasir pada lahan hutan alam terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mulyana D, Asmarahman C, Fahmi I. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Bertanam Kayu Jabon. Jakarta: Penebar Swadaya.

Napitupulu. 2010. Pengenalan arang aktif dan proses pembuatannya. [skripsi]. Jurusan Teknik Industri. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Noor M, Maas A, Notohadikusomo T. 2008. Pengaruh pengeringan dan pembasahan terhadap sifat kimia tanah sulfat masam Kalimantan. Jurnal Tanah dan Iklim 27:1-5.

Nuyati S. 2002. Membuat Kompos Kotoran Sapi Lebih Berkualitas. Bogor: IPB Pr.

Ogawa M. 1994. Symbiosis of people and nature in the tropics. Farming Japan Agriculture, Forestry and Fisheries. 28 (5):10-30.

Pari G. 2006. Teknologi alternatif pemanfaatan limbah industri pengolahan kayu. [terhubung berkala]. http://www.tumoutou.net/702_04212/gustan_pari.htm [4 Mei 2012].

Pratiwi. 2003. Prospek pohon jabon untuk pengembangan hutan tanaman. Buletin Badan Litbang Kehutanan. 4 (1):61-66.

Sitompul SM, Bambang G. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: UGM Pr.

(34)

Suharti. 2007. Pengaruh kompos terhadap pertumbuhan kangkung barat. Di dalam: Takiyah, editor. Pengembangan Teknologi Kimia untuk pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan”. Yogyakarta 30 Januari 2001. Yogyakarta: UGM Pr.

Supriyanto, Fiona F. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) pada media subsoil. Silvikultur Tropika 1(1):24-28.

Widyawati E, Widalestari Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Cetakan 1. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Wulandari AS, Mansur I, Sugiarti H. 2011. Pengaruh pemberian kompos batang pisang terhadap pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.).

Silvilkultur Tropika 3(1):78-81.

Yulianto A. 2002. Pertumbuhan semai Acacia mangium Willd pada beberapa komposisi campuran media kompos [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(35)

PADA MEDIA TANAM TAILING TAMBANG EMAS

ARI ISTANTINI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(36)

PADA MEDIA TANAM TAILING TAMBANG EMAS

ARI ISTANTINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(37)

iii

ARI ISTANTINI. Aplikasi Tempurung Kelapa dan Kotoran Sapi (Bokashi) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon pada Media Tailing Tambang Emas

.

Dibimbing oleh BASUKI WASIS.

Pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber devisa untuk pembangunan nasional. Kegiatan dalam penambangan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa rusaknya lingkungan, habitat satwa dan hilangnya jenis-jenis flora/fauna endemik. Untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan yang lebih parah, maka perlu dicari berbagai upaya pengendalian yang mengarah pada kegiatan rehabilitasi lahan salah satunya adalah memodifikasi lingkungan tumbuh tanaman. Salah satunya adalah pemberian arang tempurung kelapa dan atau bokashi pada semai jabon untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan kritis atau lahan pasca tambang dengan biaya yang relatif lebih murah.

Penelitian ini menggunakan data primer dari pengukuran pertumbuhan semai jabon pada media tanam bekas tambang emas (tailing). Metode yang digunakan adalah pengukuran terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering total serta NPA semai jabon pada tailing dengan perlakuan pemberian arang tempurung kelapa dan kompos bokashi dalam berbagai dosis selama tiga bulan. Apabila sidik ragam dengan uji (Pr>f)<α (nilai signifikan<0.05) atau pengaruh pemberian arang tempurung kelapa dan kompos bokashi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering total serta NPA semai jabon pada tailing, maka dilakukan uji lanjut untuk membandingkan nilai tengah perlakuan. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan.

Berdasarkan hasil analisis data rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering total serta NPA semai jabon pada tailing, arang dan bokashi dapat membantu perbaikan pertumbuhan semai jabon pada tailing. Berdasarkan hasil pengujian dengan uji nilai signifikan, pemberian pupuk arang dan bokashi serta interaksi antara arang dan bokashi tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi, berat kering total dan NPA. Pertumbuhan diameter hanya berpengaruh nyata ketika diberikan perlakuan tunggal bokashi. Hasil uji lanjut Duncan untuk dosis terbaik ditunjukkan oleh dosis arang 10% (A4) dan dosis 60 g kompos bokashi (B3). Media tanam dengan tambahan arang dan bokashi memberikan pertumbuhan parameter pertumbuhan yang diamati (tinggi, diameter, berat kering total dan NPA) yang lebih baik karena kedua bahan organik tersebut membantu tailing yang miskin hara menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh semai dengan lebih baik.

Berdasarkan hasil, dapat dikatakan penambahan arang dan bokashi mampu memperbaiki struktur dan tekstur media tailing, sehingga dapat meningkatkan kandungan unsur hara bagi tanaman. Perlakuan A4B3 (pemberian arang dengan dosis 10% dan bokashi dengan dosis 60 g) memberikan hasil yang paling bagus terhadap peningkatan pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) pada media tailing tambang emas.

(38)

iv

ARI ISTANTINI. Application of Coconut Shells Charcoal and Cow Feces (Bokashi) on the Growth Jabon Seedling at the Gold Mine Tailings Medium. Supervised by BASUKI WASIS.

Mining is one natural resources potential that can be used as a source of foreign exchange to national development. Activities in mining inflicts negative impact on the environment in form of the damaged environment, habitats animal and loss of the kinds of flora/fauna endemic. To prevent and reduce the destructive power worse, we need to sought various efforts control that leads to activity land rehabilitation one is modifying environment growing crops. One of them is giving coconut shells and bokashi on jabon to increase plant growth and productivity critical land after mine for a relatively cheap.

This research used data of measurement of primary growth of jabon in the press cropping former gold mine (tailing). The method is applicable in the measurement of on the growth of high, diameter, the total weight of dry and NPA jabon on tailing with treatment granting coconut shells charcoal and bokashi in various doses for three months. Diverse analysis with the (Pr>f)<α (significant value<0.05) or influence the provision of charcoal and bokashi influential real on the growth of high In diameter, the total weight of dry and NPA of jabon on tailing, then test the continued to compare the middle value treatment. Test further used are a test duncan.

Based on the results, it can be said the addition of charcoal and bokashi were able to repair the structure and texture of the medium, so it can improve the tailings deposits of nutrient elements for plants. Treatment A4B3 (granting of charcoal with a dose of 10% and bokashi with a dose of 60 grams) delivers the most flattering to increased growth of jabon on the gold mine tailings medium.

(39)

v

Tempurung Kelapa dan Kotoran Sapi (Bokashi) terhadap Pertumbuhan Semai Jabon pada Media Tanam Tailing Tambang Emas adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , Juni 2012

(40)

vi

(Bokashi) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon pada Media Tanam Tailing Tambang Emas

Nama : Ari Istantini

NIM : E44080028

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS NIP. 19651002 199103 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009

(41)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, ridho dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Aplikasi Arang Tempurung Kelapa dan Kotoran Sapi (Bokashi) Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon pada Media Tanam Tailing Tambang Emas”.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai pertumbuhan semai jabon pada media tailing dengan pemberian arang dan bokashi.

Penulis menyadari banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi berkembangnya penelitian ini selanjutnya, dan masukan bagi pihak pertambangan untuk mengembalikan kondisi ekologi sesuai dengan fungsi awalnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2012

(42)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada bapak dan ibu atas doa, dukungan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan karya ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Ir. Basuki Wasis, MS selaku Pembimbing Skripsi yang selalu mendukung dan membimbing dalam penyelesaian karya tulis ini.

2. Kedua orang tua penulis (Karmin dan Supariah) kakak serta adik (Aris dan Wahyu) yang telah memberikan dukungan moril, materil dan doa serta kasih sayangnya kepada penulis.

3. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Silvikultur atas segala arahan dan bimbingan.

4. Keluarga besar Laboratorium Pengaruh Hutan

5. Rekan satu bimbingan (Erik, Nanda, dan Hafiz) atas masukan dan bantuannya. 6. Rekan-rekan Silvikultur 45 atas kebersamaan serta dukungan semangat pantang menyerah selama 3 tahun menjalani kuliah ini serta sahabat-sahabat satu perjuangan Dekya, Lita, Ida dan Sabti.

7. Idham Fahmi, S.Hut dan keluarga atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan selama penulis menyusun karya ilmiah ini.

8. PT BUMN yang telah memberikan bantuan finansial selama penulis melakukan studi.

(43)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 Februari 1991 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Karmin dan Supariah. Pada Tahun 2008 Penulis lulus dari MAN 10 Jakarta Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mendapat Progam Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, Penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf divisi Infokom Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB tahun 2009-2010, Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) Fakultas Kehutanan IPB sebagai staf divisi Bussiness Development tahun 2009-2011. Penulis pernah menjadi asisten pada Laboratorium Ekologi untuk membantu kegiatan praktikum mata kuliah Pengaruh Hutan dan dendrologi tahun ajaran 2010/2011.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Jawa Barat Jalur A (Sancang-Kamojang) tahun 2010, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Kemudian penulis juga melakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Kitadin-Embalut Site Kalimantan Timur pada tahun 2012.

(44)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xiv BAB I. PENDAHULUAN ... 1

(45)

viii

4.2. Pembahasan ... 21 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

(46)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rancangan pengamatan aplikasi pemberian arang dan bokasi

pada media tailing ... 14 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh berbagai perlakuan

(47)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hasil uji Duncan interaksi pemberian arang dan bokasi terhadap

tinggi semai jabon ... 17 2 Hasil uji Duncan pengaruh tunggal pemberian bokasi terhadap

diameter semai jabon ... 18 3 Hasil uji Duncan interaksi pemberian arang dan bokasi terhadap

berat kering total semai jabon ... 19 4 Hasil uji Duncan interaksi pemberian arang dan bokasi terhadap

(48)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragam faktorial RAL dan hasil uji Duncan pertumbahan

tinggi semai jabon ... 34 2 Analisis ragam faktorial RAL dan hasil uji Duncan pertumbahan

diameter semai jabon ... 36 3 Analisis ragam faktorial RAL dan hasil uji Duncan berat kering

total semai jabon ... 37 4 Analisis ragam faktorial RAL dan hasil uji Duncan NPA semai

(49)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam potensial yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan yang besar bagi perekonomian negara. Masalah lingkungan menjadi salah satu isu penting dalam usaha pertambangan. Tanah yang terdegradasi, tidak subur dan masalah air asam pada tambang menyebabkan perlunya perlakuan khusus untuk menangani lahan pasca tambang. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahan tambang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari kesuburan tanah dan jenis bahan galiannya (Mansur 2010).

Pemilihan jenis pohon yang tepat menjadi salah kunci utama dalam keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang. Jabon (Anthocephalus cadamba

Miq.) merupakan salah satu jenis tanaman lokal Indonesia yang berpotensi baik dan dapat direkomendasikan untuk dikembangkan dalam revegetasi lahan pasca tambang. Pohon jabon memiliki prospek yang cukup baik karena tergolong pohon yang cepat tumbuh dan merupakan jenis pioner, yang dapat tumbuh di berbagai tipe tanah dan pada lahan kritis, prospek pemasarannya cukup tinggi dengan teknik silvikultur yang mudah dan telah diketahui (Mulyana et al. 2011).

Tailing merupakan limbah dari hasil pengolahan tambang emas yang berupa pasir yang tidak subur dan sulit untuk mengikat air. Tailing memiliki karakteristik rendahnya unsur hara serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah.

Tailing yang berasal dari pengolahan lahan tambang masih dapat kembali diusahakan dan masih memiliki prospek ekonomi untuk merevegetasi lahan pasca tambang. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan tailing

sebagai media tumbuh bagi tanaman kehutanan untuk revegetasi (Widyawati 2006).

(50)

sebagai katalisator dan menyerap berbagai senyawa yang terdapat pada tailing dan memberikan unsur atau senyawa yang dibutuhkan tanaman pada saat tanaman kekurangan unsur hara, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Supriyanto et al. 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengukur dan menganalisis pertumbuhan semai jabon terhadap pemberian arang tempurung kelapa dan kotoran sapi (bokashi) dengan dosis yang berbeda-beda pada media tailing tambang emas.

2. Mendapatkan informasi mengenai dosis arang batok kelapa dan kotoran sapi (bokashi) yang dapat meningkatkan pertumbuhan semai jabon pada media

tailing tambang emas.

1.3 Manfaat

(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan dan Tailing

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara (UU Minerba), didefinisikan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjulan, serta kegiatan pasca tambang.

Pertambangan merupakan proses pemindahan timbunan tanah penutup (cover burden) seperti topsoil, subsoil, batuan dan lainnya yang di dalamnya terdapat simapanan mineral yang dapat dipindahkan (Miller 1979 dalam Maryani 2007). Secara fisik, dampak kegiatan penambangan menimbulkan perubahan rona dan kondisi lahan bekas lahan penambangan, seperti struktur lapisan tanah rusak, permukaan lahan tidak beraturan, adanya hubungan-hubungan lainnya mengenai kerusakan lingkungan dan sebagainya. Hilangnya vegetasi di permukaan disertai kerusakan struktur lapisan tanah merupakan faktor pendorong meningkatnya erosi yang berakibat hilangnya tanah humus, sehingga tanah menjadi tandus.

Kegiatan penambangan adalah kegiatan mengekstraksi bahan tambang terencana dengan menggunakan berbagai metode sesuai dengan karakteristik bahan tambang. Tailing merupakan residu atau limbah dari pertambangan emas atau tembaga setelah pengolahan bijih dan mendapat target utama yang kemudian dipisahkan dengan mineral utamanya. Biasanya tailing terdiri dari beraneka ragam butir, yaitu pasir, lanau dan lempung. Ketika tailing dibuang dalam bentuk bubur, fraksi pasir cenderung mengendap disekitar titik pembuangan dan lumpur akan mengendap jauh dari titik pembuangan dalam waktu lama (Herman 2006).

(52)

daya pegang dan stabilitasnya. Menurut USDA ukuran partikel tailing relatif kecil dan seragam berupa pasir halus berukuran 0,25−0,10 mm. Selain itu, sifat kimia tailing seperti status hara yang rendah, kandungan logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan (Abadi 2009).

Tailing adalah gabungan dari bahan padat berbutiran halus (umumnya berukuran debu, 0,001−0,6 mm) yang tersisa setelah logam-logam dan mineral-mineral diekstraksi dari bijih yang ditambang, serta air hasil pengolahan yang tersisa. Sifat fisik dan kimiawi tailing berbeda-beda tergantung sifat bijih tambangnya.

Tailing memiliki sifat yaitu kompak, bahannya yang padat menyulitkan akar untuk berkembang, selain itu tailing juga memiliki kapasitas pemegang air (water holding capacity) yang sangat rendah, yang tidak dapat menahan atau menyimpan air. Apabila tailing diberi air, maka tailing hanya mampu untuk melewatkannya saja. Tailing juga memiliki kandungan nutrisi yang sangat rendah dan KTK yang sangat rendah yaitu 0,1 yang artinya bahwa tailing merupakan media yang tidak subur.

Pengelolaan tailing adalah satu isu pengelolaan limbah hasil pengolahan mineral. Pembahasan tailing umumnya dikaitkan dengan limbah beracun berbahaya yang berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena tailing sebagai ampas dari hasil pemurnian, pencucian atau pengolahan bahan galian dapat berpotensi mencemari apabila masih mengandung unsur toksik,akan tetapi apabila masih mengandung bahan galian yang ekonomis, berpotensi juga untuk dimanfaatkan. Peningkatan kualitas atau kemurnian bahan galian pada kegiatan usaha pertambangan umumnya dilakukan melalui proses pengolahan. Tailing dari pengolahan bahan tambang, dapat mengandung bahan-bahan atau mineral-mineral yang berpotensi untuk diusahakan secara ekonomis. Selain mempunyai konotasi sebagai limbah, tailing masih mempunyai prospek untuk kembali diusahakan.

2.2 Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

(53)

seperti penghijauan, reklamasi lahan bekas tambang dan pohon peneduh (Mansur 2010).

Menurut Pratiwi (2003), di beberapa Negara, jabon memiliki banyak nama antara lain jabon (Indonesia), common bur-flower (Inggris), kadam (Perancis), bangkal kaatoan bangkal (Brunei), laran (Sabah), labula (Papua New Guinea), dan thkoow (Kamboja). Jabon dalam sistem klasifikasi tanaman memiliki penggolongan sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Anthocephalus

Spesies : cadamba (Roxb.)Miq.

Jabon merupakan tanaman cepat tumbuh dan terbilang bongsor. Tinggi tanaman bisa mencapai 45 m dengan diameter 100−160 cm. Kelebihan lainnya adalah tanaman ini memiliki batang yang lurus dan silindris sehingga sangat cocok untuk bahan baku industri kayu, kayu ini sudah tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Dalam hal tempat tumbuh jabon memiliki toleransi tempat tumbuh yang luas, yaitu pada kisaran ketinggian 0−1.000 m dpl, dengan ketinggian yang optimal 500 m dpl untuk menunjang produktivitasnya. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan adalah tanah lempung, podsolik cokelat dan aluvial lembab yang biasanya terpenuhi didaerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi. Kondisi iklim tempat tumbuh yang sesuai untuk jabon adalah tipe curah hujan A sampai D menurut tipe iklim Schmidt-Ferguson.

(54)

pH 4 dan tidak subur, terendam dengan kondisi lingkungan yang sangat terbuka dengan suhu yang relatif tinggi (Mansur 2010).

Pemilihan jenis yang baik dan cocok merupakan kunci sukses dalam reklamasi lahan bekas tambang, oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis yang sesuai. Jenis-jenis pohon khususnya jenis pohon cepat tumbuh dan mampu beradaptasi dengan kondisi tanah dan lahan terbuka pasca tambang merupakan pohon yang baik digunakan untuk reklamasi. Jabon merupakan jenis yang tergolong pioner di lahan terbuka dan merupakan jenis komersial yang berpotensi atau telah lama ditanam untuk revegetasi lahan pasca tambang, yang secara alami dapat menginvasi lahan-lahan bekas tambang di areal PT Newmonth Minahasa Raya, PT Berau Coal, PT Adaro Indonesia dan PT KPC. Usaha penanaman dilahan bekas tambang telah diuji coba oleh PT KPC dan PT Newmonth Minahasa Raya (Mansur 2010).

2.3 Arang Tempurung Kelapa

Arang merupakan material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85−95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap), dimana arang dapat menyerap racun yang membahayakan tanaman. Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia.

Gambar

Tabel 1  Rancangan pengamatan
Gambar 1. a
Gambar 3  Hasil uji Duncan interaksi arang dan bokasi terhadap berat kering total
Gambar 4  Hasil uji Duncan interaksi arang dan bokasi terhadap NPA semai jabon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah murid yang mendapatkan nilai dalam kategori memuaskan adalah 14 orang murid dengan persentase 42,42% dan jumlah murid yang mendapatkan nilai dalam

Dari hasil simulasi menggunakan Evolutionary Programming didapatkan hasil penempatan Node B HSDPA dengan nilai fitness sebesar 55329, ini berarti sistem dapat meng-cover 85.66%

Bahan diperiksa dan dipastikan cocok untuk diambil sampelnya, sampel dikumpulkan dan dipastikan bahwa jenis, lokasi, pengambilan sampel, dan waktu pengambilan

Dalam menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Pusat Rekayasa dan Modeling Otomotif di Kota Malang ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah ikut membantu atas

„Jer ni jednom srcu“ na kojoj kraj prve rečenice „cu“ završava na donjoj medijanti (pitanje), a druga glazbena rečenica „neće lako biti“ završava tonikom G dur ljestvice i

Ayat di atas memerintahkan agar kita bekerja, kerja itulah yang akan dilihat Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut tidak selalu bahwa yang satu

Konseli menyatakan bahwa ekspresi senang mampu membuat konseli nyaman sehingga konseling berjalan dengan lancer, selain itu konseli juga menyatakan bahwa ekspresi