• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009

Skripsi

oleh:

Fajar Arief Hartanto K 5404032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009

Disusun Oleh :

Fajar Arief Hartanto

NIM K5404032

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(3)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dra. Inna Prihartini, M.S NIP. 19570207 1983032 002

Pembimbing II

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk

memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : ...………

Tanggal : ....………

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si ………..

Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si ………...

Anggota I : Dra. Inna Prihartini, M.S ………...

Anggota II : Yasin Yusup, S.Si, M.Ssi ….………....………..

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

commit to user

ABSTRAK

Fajar Arief Hartanto, EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, Desember 2010.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui : (1) Tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di Kecamatan Jaten. (2) Luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. (3) Produksi lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009 berdasarkan jenis tanah dan irigasinya. (4) Kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. (5) Swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif spasial. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan interpretasi citra IKONOS, observasi lapangan, wawancara,dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan analisis pemetaan hasil interpretasi citra IKONOS dan analisis overlay. Sampel digunakan untuk uji ketelitian dan untuk menentukan narasumber wawancara. Untuk uji ketelitian teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan jumlah sampel 50 titik, sedangkan teknik sampling untuk menentukan narasumber wawancara menggunakan teknik expert sampling

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Fajar Arief Hartanto, SELF SUFFICIENCY PERFORMANCE EVALUATION OF RICE IN THE SUBDISTRICT OF JATEN IN THE YEAR 2009. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta, December 2010.

The purpose of this study are (1) Determining the accuracy level of IKONOS imagery to identifying of the landuses. (2) Determining the agricultural land in the Subdistrict of Jaten in the year of 2009. (3) Determining the production of agricultural land in the Subdistrict of Jaten in the year of 2009 according the type of soil and irrigation (4) Identifying the needs of rice in the Subistrict of Jaten in the year of 2009. (5) Determining the ability of rice self-sufficiency in the District of Jaten in the year of 2009.

According to the purposes of the research, the method which is used in this study is spatial descriptive method. Collecting data ini this study uses IKONOS imagery interpretation, observations, and documentations. To data analysis the reacher uses imagery interpretation analysis, maps analysis and overlay analysis. To test the accuracy of IKONOS imagery, the reacher uses purposive sampling techniques with 50 point of total sample, while to interview the resource person the reacher uses expert sampling techniques.

(7)

commit to user

MOTTO

Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti

(NN)

“What I hear, I forget, what I hear and see, I remember little, what I hear, see and ask question about or discuss with some one, I begin to understand, what I teach to another, I master”

(Credo)

Man jadda wa jadda

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :

Ibu dan Bapak yang kusayangi

Keluarga Besarku

(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

Segala Puji bagi Allah Swt Sang Maha Pencipta Ilmu Pengetahuan, atas

Karunianya-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan dan

saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin

untuk pengadaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial atas ijin yang diberikan.

3. Drs. Partoso Hadi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi,

terima kasih atas ijin yang telah diberikan.

4. Dra. Inna Prihartini, M.S, selaku Pembimbing I terima kasih atas ilmu,

bimbingan, dan nasehat-nasehatnya.

5. Bapak Yasin Yusup, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II, terima kasih atas

bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasinya.

6. Bapak Drs. Ahmad, M.Si, selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi, yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

8. Pemerintah Kabupaten Karanganyar beserta jajaran instansi dibawahnya yang

telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

9. Budi Setyarso, S.Pd, sahabat yang besar jasanya kepada penulis. Terimakasih

untuk semuanya.

10.Soleh, Tina, Eka, Linda, Wita, Habib, Sukma, Nasir, Dodit, terimakasih atas

persahabatan yang terjalin indah.

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12.Mas bono dan keluarga besarnya yang banyak membantu penulis.

13.Asep, Nanang Sutofik, Agus Sudiro, teman seperjuangan yang setia.

14.Assa, orang yang memberikan semangat, asa dan motivasi kepada penulis.

Terimakasih atas dukungan moral dan material yang luar biasa.

15.Saudara-saudaraku seiman di kos 393 yang penulis cintai karena Allah. Hariyanto, Danang, Triyono, Abdul Manan, Sya’bani, Zaenal, Sukron Jazzakumullah khoiron katsir. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.

16.Seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu. Terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.

Menyadari masih banyaknya kekurangan, penulis mengharapkan kritik

dan saran agar karya sederhana ini bisa lebih sempurna. Besar harapan, apa yang

telah penulis persembahkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi

salah satu sumbangan dalam memperkaya khasanah ilmu dan pengetahuan.

Surakarta, Desember 2010

(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR PETA ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Kegunaan Teoritis ... 7

2. Kegunaan Praktis ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Penginderaan jauh... 8

2. Citra IKONOS... 9

3. Interpretasi Citra... 13

4. Pemanfaatan Citra IKONOS untuk Identifikasi Luas Lahan Pertanian... 19

5. Uji Ketelitian Interpretasi... 22

6 Penggunaan Lahan... 24

7 Lahan Pertanian... 30

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9. Produksi Beras ... 32

10. Kebutuhan Beras... 32

11. Swasembada Beras... 32

12. Sistem Informasi Geografis (SIG)... 32

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 37

C. Kerangka Berfikir... 42

BAB III. METODE PENELITIAN... 44

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 44

B. Metode Penelitian ... 45

C. Sumber dan Jenis Data ... 47

1. Data Primer ... 47

2. Data Sekunder ... 47

D. Populasi dan Teknik Sampling... 47

1. Populasi... 47

2. Sampel…... 3. Teknik Sampling ... 48 48 E. Teknik Pengumpulan Data... 51

1. Dokumentasi... 51

5. Swasembada Beras... 55

H. Prosedur Penelitian ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

(13)

commit to user

2. Iklim ... 60

3. Tanah ... 64

4. Hidrologi... 66

5. Keadaan Penduduk 66 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 77

1. Penggunaan lahan ... a. Jenis Penggunaan Lahan... b. Uji Ketelitian Interpretasi Citra IKONOS ... 77 79 86 2. Luas Sawah dan Persebaranya di Kecamatan Jaten Tahun 2009…. 3. Sawah Berdasarkan Jenis Tanah... 4. Sawah Berdasarkan Jenis Irigasi... 5. Sawah Berdasarkan Hasil Overlay Antara Jenis Tanah dan Irigasi. 89 90 92 95 6. Produksi Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009... 97

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik Citra IKONOS ...

2. Kontingensi Uji Ketelitian interpretasi...

3. Penelitian yang Relevan...

4. Tahap pelaksanaan Penelitian...

5. Nama Desa dan Luas Wilayah di Kecamatan Jaten...

6. Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson………...

7. Curah hujan Kecamatan Jaten tahun 1999 – 2008...

8. Jumlah Penduduk Daerah Penelitian Tiap Desa...

9. Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian………...

10. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ...

11. Rasio Jenis Kelamin Penduduk ...

12. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ………...

13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ...

14. Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten Tahun 2009...

15. Uji Ketelitian Interpretasi...

16. Hasil Pengukuran Menggunakan Citra IKONOS dan Peta RBI..

17. Luas Sawah di Kecamatan Jaten Tahun 2009...

18. Luas Panen, Produksi Padi, dan Produksi Beras di Kabupaten

Karanganyar Tahun 2009...

19. Produksi Padi tahun 2009 Menurut Mantri Tani...

20. Produktifitas Padi Pada Masing-masing Tipe Sawah...

21. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Tipe Sawah...

22. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Desa...

23. Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten tahun 2009...

24. Kemampuan swasembada beras di Kecamatan Jaten ...

(15)

commit to user

DAFTAR PETA

1. Peta Citra IKONOS Kecamatan Jaten...

2. Peta Lokasi Sampel Uji Ketelitian Interpretasi...

3. Peta Administratif Kecamatan Jaten...

4. Peta Jenis Tanah...

5. Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Jaten...

6. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten...

7. Peta Persebaran Sawah Berdasarkan Jenis Tanah...

8. Peta Persebaran Sawah Menurut Jenis Irigasi...

9. Peta Persebaran Sawah Berdasarkan Jenis Tanah dan Irigasi...

10. Peta Produksi Beras...

11. Peta Kebutuhan Beras...

12. Peta Swasembada Beras...

13. Peta Rekomendasi ...

12

48

59

65

70

85

91

94

96

101

103

107

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR

1. Sawah Pada Saat Kering dan Tergenang...

2. Bentuk Sungai yang Mengikuti...

3. Bentuk Jalan yang Teratur...

4. Perbedaan Ukuran Jalan...

5. Perbedaan Tekstur Sawah dan Kebun Campur...

6. Pola Permukiman...

7. Cerobong Asap Pabrik...

8. Situs Permukiman Memanjang...

9. Stasiun Kereta Api Berasosiasi dengan Rel Bercabang...

10. Perubahan Pengunaan Lahan Kosong Menjadi Bangunan...

11. Perubahan Pengunaan Lahan Sawah Menjadi Bangunan...

12. Perubahan Pengunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman...

13. Bagan Kerangka Berpikir...

14. Grafik Tipe Curah Hujan Daerah Penelitian...

15. Piramida penduduk Kecamatan Jaten...

16. Permukiman pada Citra IKONOS dan di Lapangan...

17. Sawah Pada Citra IKONOS dan di Lapangan...

18. Kebun Campur pada Citra IKONOS dan di Lapangan ...

19. Lahan Kosong pada Citra IKONOS dan di Lapangan...

20. Saluran Irigasi pada Citra IKONOS dan di Lapangan...

21. Kenampakan Industri pada Citra IKONOS dan di Lapangan...

22. Peternakan pada Citra IKONOS dan di Lapangan...

23. Kenampakan SPBU pada Citra IKONOS. dan di Lapangan…...

24. Kenampakan Hotel pada Citra IKONOS...

25. Pengukuran Panjang Jalan pada Citra IKONOS dan Peta RBI...

26. Saluran PBS dan Saluran Canden...

27. Saluran Irigasi Tersier di desa Sroyo...

28. Diagram Produksi dan Kebutuhan Beras...

(17)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Pertanyaan Wawancara (Quesioner).

2. Lembar observasi

3. Data data produksi lahan pertanian

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan oleh

karenanya kebutuhan pangan menjadi bagian dari hak azasi individu. Pangan juga

merupakan komponen dasar yang utama untuk mewujudkan sumberdaya manusia

yang berkualitas. Salah satu jenis makanan pokok yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pangan adalah beras. Beras merupakan makanan pokok

penduduk Indonesia dan sebagian besar penduduk dunia, Khudori (2008:1).

Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduknya tinggal

di pedesaan dengan usaha pertanian sebagai mata pencahariannya. Indonesia

berada di jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Jajaran

gunungapi ini telah membentuk tanah yang terpengaruh langsung oleh proses

vulkanisme, terutama Pulau Jawa, Sumatra, Bali dan Nusa Tenggara, karena itu

Indonesia menjadi negara yang subur secara geografis, didukung pula dengan

iklim tropis yang cocok untuk usaha pertanian. Indonesia pernah berswasembada

beras pada tahun 1984 hingga tahun 1987, namun setelah itu Indonesia tidak lagi

berswasembada sehingga tiap tahun harus mengimpor beras untuk memenuhi

kebutuhan pangan dalam negeri.

Tahun 2004 merupakan tahun pertama sejak 1984 Indonesia swasembada

beras, namun situasi ini masih dalam kondisi labil. Menurut Yudohusodo (2004),

penyebab labilnya swasembada beras nasional ini karena beberapa hal, pertama,

masih terus tejadi alih fungsi lahan akibat tata ruang yang kurang tegas. Kedua,

perluasan kota yang tak terkendali. Ketiga, masih berlangsungnya fragmentasi

lahan yang membuat lahan menyempit. Keempat, pemeliharaan irigasi dan

pembangunan infrastruktur pertanian yang tidak memadai. Kelima, rusaknya

daerah aliran sungai akibat pembabatan hutan di daerah hulu. Keenam,

perencanaan program perluasan areal pertanian yang belum baik. Ketujuh,

penanganan pasca panen yang belum baik. Kedelapan, lambatnya perluasan

penggunaan bibit unggul (Yudohusodo, Tempo Interaktif 25 November 2004).

(19)

commit to user

Sejak munculnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman, tidak ada lagi kemampuan pemerintah mengontrol budidaya

pertanian. Petani bebas memilih komoditas apa yang akan mereka tanam, petani

bebas memilih jenis tanaman yang mereka anggap paling menguntungkan, tanpa

ada tekanan atau paksaan untuk menanam komoditas tertentu yang diinginkan

pemerintah. Sejak itu, impor beras terus meningkat dan puncaknya tahun 1999, di

mana impor beras mencapai 4,7 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah Indonesia

(Kompas.com, 16 Desember 2008).

Pada masa panen tahun 2006/2007 Indonesia masih mengimpor beras,

beras impor tersebut selama ini didatangkan antara lain dari negara Thailand dan

Vietnam. Pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa

Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, indikator swasembada beras

ditunjukkan dengan keberhasilan Indonesia untuk tidak mengimpor beras sama

sekali selama tahun 2008 berlangsung, ini adalah untuk pertama kalinya

Indonesia tidak mengimpor beras, berbeda dengan swasembada yang pernah

dicapai pada tahun 1984 dimana swasembada masih dibarengi impor beras

sebesar 414.300 ton. Dengan tidak mengimpor beras berarti Indonesia secara

tidak langsung telah berpartisipasi dalam menurunkan harga beras dunia karena

sebagian stok beras dunia yang semula dicadangkan untuk Indonesia tidak dibeli

Indonesia. Dengan dijualnya cadangan beras tersebut ke pasaran internasional

maka harga beras dunia mulai menurun (www.setneg.go.id).

Pemerintah menargetkan pada tahun 2009 Indonesia kembali

berswasembada dan dapat memenuhi seluruh permintaan kebutuhan bahan

pangannya dari produk dalam negeri. Target ini direalisasikan dengan wujud

penambahan luas areal pertanian. Pemerintah mendorong perluasan lahan panen

padi sekitar 0,7 juta hektar di seluruh Indonesia, pemerintah menargetkan produk

padi tahun 2009 mencapai 64 juta ton atau naik 3 juta ton dari capaian 2008,

(Kompas 19 April 2009).

Swasembada pangan diharapkan akan dapat terwujud dan mampu menjadi

penopang utama ketahanan pangan negara. Swasembada (self suffiency), bisa

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

artinya swasembada terkait erat dengan keseimbangan antara pasokan (supply)

dan permintaan (demand).

Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan bahwa Indonesia sudah

mampu swasembada beras. Swasembada beras di Indonesia sudah dicapai sejak

tahun 2004 dengan memenuhi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri. Dengan

terpenuhinya pasokan beras sebesar 90% itu dinilainya sudah cukup untuk

mendapat predikat swasembada beras, meskipun pemerintah masih tetap harus

mengimpor beras untuk mencukupi kekurangannya. (www.republikaonline.com).

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya

kebutuhan pangan, sehingga diperlukan perluasan lahan pertanian untuk

meningkatkan produksi pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat, dilain

pihak semakin meningkat pula kebutuhan akan berbagai sarana seperti tempat

pemukiman, industri, perkantoran, sarana perdagangan (pasar), sarana

kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan, olahraga dan tempat ibadah), sarana

hiburan (taman, tempat rekreasi) serta sarana transportasi (jalan, terminal).

Dengan dibangunnya berbagai sarana tersebut diatas lahan pertanian

menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga mengakibatkan

menurunnya produksi lahan pertanian.

Sebagian besar sawah yang subur terdapat di Pulau Jawa (sekitar 40% dari

luas seluruh sawah di Indonesia) dengan produktifitas hampir dua kali

produktifitas lahan di luar Jawa. Saat ini keberadaan sawah-sawah subur

beririgasi di Pulau Jawa terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri

dan perluasan kota (perumahan) sehingga luas tanah semakin berkurang karena

terkonversi ke lahan non pertanian. Hardjowigeno dan Rayes (2005 : 1).

Menurut Khudori (2008:65), dari data BPS (Biro Pusat Statistik), selama

kurun waktu 1977-1998 pada lahan sawah di Pulau Jawa diketahui telah terjadi

konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian ke penggunaan lahan lainnya

(industri, jasa, permukiman) mencapai 495.000 hektar atau sekitar 15%.

Akumulasi dari konversi lahan pertanian tersebut mengakibatkan produksi

(21)

commit to user

Secara administratif Kecamatan Jaten merupakan bagian dari Kabupaten

Karanganyar. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu penyangga beras di

Jawa Tengah. Di Kabupaten ini pertanian merupakan komoditas yang penting

selain industri dan pariwisata, sesuai dengan slogan Kabupaten Karanganyar yaitu “INTANPARI” (Industri pertanian dan Pariwisata).

Kecamatan Jaten dipilih sebagai daerah penelitian karena beberapa alasan,

antara lain adalah karena di kecamatan ini luas lahan pertaniannya masih cukup

luas yaitu 1.277,59 Ha dan merupakan penggunaan lahan yang paling luas atau

sekitar 50% dari luas seluruh penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Jaten

(sumber: Kecamatan Jaten Dalam Angka 2009). Luas lahan pertanian adalah

salah satu variabel yang digunakan dalam melakukan evaluasi swasembada beras.

Alasan lain karena letak Kecamatan Jaten yang berdekatan dengan pusat

kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta. Karena letak Kecamatan Jaten

yang berdekatan dengan pusat kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta

itulah maka sangat mungkin terjadi pemekaran wilayah perkotaan baik dari

Kabupaten Karanganyar maupun Kota Surakarta, selain itu dijadikannya

Kecamatan Jaten sebagai daerah industi diprediksi akan mengakibatkan konversi

(perubahan) penggunaan lahan yang cukup besar dari lahan pertanian ke

penggunaan lahan yang lain seperti permukiman dan industri. Luas lahan

pertanian akan semakin berkurang akibat adanya konversi penggunaan lahan,

karena itu maka diperlukan pembaharuan data tentang penggunaan lahan.

Lahan pertanian yang berubah secara cepat dapat menyulitkan

pemerintah daerah dalam melakukan pendataan, pada umumnya pendataan ini

memakan waktu yang lama kerena lahan yang akan didata cukup luas

cakupannya, hal ini akan berakibat pada mahalnya biaya operasional yang

dikeluarkan dan banyaknya personel yang harus dilibatkan.

Data produksi beras yang selama ini digunakan untuk mengambil

kebijakan impor beras berasal dari BPS. Data luas panen dikumpulkan dari hasil

survei mantri tani di tiap kecamatan kemudian disetorkan ke BPS dan Departemen

Pertanian. Data produksi padi tidak lepas dari masalah, hal ini terjadi karena

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itulah maka setiap kebijakan impor beras selalu menimbulkan pro-kontra, Khudori

(2008:268).

Untuk dapat selalu memperbaharui data sebaran penggunaan lahan pada

daerah yang luas diperlukan cara yang lebih praktis, akurat dan murah untuk

menekan biaya, waktu dan jumlah personil yang dibutuhkan. Salah satu caranya

adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh baik dengan foto udara

atau citra satelit. Khudori (2008:270) mengemukakan bahwa teknologi satelit

penginderaan jauh sudah digunakan banyak negara karena akurasinya yang tinggi.

Dewasa ini perkembangan teknologi satelit semakin baik sehingga

meningkat pula pemanfaatannya untuk berbagai aplikasi. Salah satu citra satelit

yang banyak digunakan saat ini adalah citra satelit IKONOS. Menggunakan citra

satelit IKONOS biaya operasionalnya lebih murah daripada menggunakan citra

yang dibuat dengan pemotretan foto udara. Citra IKONOS merupakan hasil

perekaman satelit yang dapat diperoleh dari beberapa situs di internet, salah

satunya adalah situs www.googleearth.com. Satelit IKONOS menghasilkan citra

penginderaan jauh yang baik, kerincian obyek sangat tinggi dengan resolusi

spasial 1 meter dan 4 meter, sebanding dengan resolusi spasial foto udara, dan

perekaman datanya dapat dilakukan setiap hari (www.geoeye.com). Karena

memiliki kerincian obyek yang sangat tinggi maka kesan yang tampak oleh mata

pada citra satelit IKONOS sangat mirip dengan keadaan sebenarnya dilapangan

baik bentuk, warna maupun polanya.

Citra IKONOS daerah liputan Kecamatan Jaten yang tersedia di situs

www.googleearth.com sekarang ini adalah citra dari hasil perekaman tahun 2009,

namun demikian tetap diperlukan pengecekkan ke lapangan untuk menguji

ketelitian interpretasi citra. Tujuan dari uji ketelitian interpretasi citra adalah

untuk mengecek apakah data yang didapat dari hasil interpretasi citra sesuai

dengan kondisi di lapangan atau tidak.

Data hasil interpretasi citra yang telah diuji ketelitiannya kemudian diolah

dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis). SIG mempunyai

kemampuan untuk melakukan pengolahan, penyimpanan, pemrosesan,

(23)

commit to user

SIG akan lebih cepat, murah, dan akurat daripada pengolahan data secara manual

yang membutuhkan personel yang banyak karena luasnya daerah yang akan

diteliti.

Dari interpretasi citra dapat diketahui distribusi spasial lahan pertanian

yang berupa sawah, dan dengan pengolahan data menggunakan SIG maka dapat

diketahui luas lahan pertanian yang ada tersebut. Setelah diketahui luas lahan

pertanian, jumlah penduduk, produksi beras, dan kebutuhan beras maka dapat

dilakukan evaluasi swasembada beras, sehingga akan dapat diketahui apakah

Kecamatan Jaten berswasembada beras atau tidak.

Hasil analisis dan pengolahan data menggunakan SIG akan menghasilkan

informasi baru yang menyajikan data swasembada beras di Kecamatan Jaten.

Informasi tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan kebijakan

dalam pengelolaan wilayah Kabupaten Karanganyar, khususnya untuk Kecamatan

jaten. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis

penggunaan lahan di Kecamatan Jaten?

2. Berapa luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?

3. Berapa produksi beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?

4. Berapa kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis

penggunaan lahan di Kecamatan Jaten.

2. Mengetahui luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

3. Mengetahui produksi beras di Kecamatan Jaten tahun 2009.

4. Mengetahui kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

5. Mengetahui swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu

pengetahuan serta mendukung teori-teori yang ada, khususnya geografi

yaitu Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu informasi mengenai swasembada beras di

Kecamatan Jaten.

b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat terhadap

permasalahan pangan, khususnya beras.

c. Sebagai masukan bagi pemerintah setempat dalam mengambil

(25)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Penginderaan Jauh

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990:1) penginderaan jauh adalah ilmu dan

seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena

melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak

langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dari definisi tersebut

maka berbagai analisa data dapat dilakukan tanpa harus berada di lokasi kejadian,

sebagai contoh terjadi suatu bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, atau

luapan lumpur misalnya, maka tidak perlu datang ke lokasi untuk menghitung

berapa luas daerah yang mengalami kerusakan tetapi cukup menggunakan citra

hasil dari penginderaan jauh seperti foto udara, citra satelit dan lain-lain.

Jenis data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh berupa data

digital dan analog. Data digital atau numerik adalah merupakan hasil rekaman

penginderaan jauh dalam bentuk angka sebagai cerminan nilai spektral obyek

yang direkam oleh sensor untuk dianalis menggunakan komputer. Data analog

atau data visual terbagi menjadi dua yaitu data citra dan non citra. Data non citra

merupakan data analog satu dimensi (berupa angka dan grafik) sementara data

citra merupakan data analog dua dimensi yang mirip dengan wujud aslinya. Data

citra dibedakan lagi menjadi citra foto dan citra non foto (Sutanto, 1986:65).

Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan oleh seluruh disiplin ilmu yang

mengkaji dan menganalisis fenomena spasial di permukaan bumi, dan telah teruji

kehandalannya. Lebih lanjut penginderaan jauh diperlukan dalam perolehan data

yang berkesinambungan untuk merumuskan program dan kebijakan permasalahan

lingkungan dan perencanaan sumberdaya alam. Penggunaan data penginderaan

jauh untuk kajian spasial mempunyai keunggulan dalam hal penghematan biaya

dan waktu, hal ini dikarenakan data penginderaan jauh mampu menampilkan dan

memvisualisasikan kenampakan bumi dengan liputan yang cukup luas.

Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam

jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. Penginderaan jauh membutuhkan

suatu sistem pengelolaan dan penanganan data yang tepat dan efisien sehingga

informasi spasial dari citra penginderaan jauh yang diperoleh dapat berguna untuk

kepentingan yang luas. Sistem atau piranti yang dapat digunakan untuk

pengelolaan dan penanganan data spasial tersebut adalah Sistem Informasi

Geografis (SIG) karena SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk

bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat

geografi, Prahasta (2001:57).

2. Citra IKONOS

Menurut Hornby dalam Sutanto (1986:5) citra penginderaan jauh (yang

selanjutnya disingkat citra) merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau

sensor lainnya. Citra dibedakan menjadi dua yaitu foto (photograpic image) dan

non foto (non photograpic image).

Berdasarkan wahana yang digunakan ada dua jenis foto, yaitu foto udara

dan foto satelit. Foto udara pada umumnya dibuat dengan menggunakan pesawat

terbang atau balon sebagai wahananya, sedangkan foto satelit atau foto orbital

adalah foto yang dibuat dengan menggunakan satelit sebagai wahananya.

Citra IKONOS adalah citra satelit yang dibuat atau direkam menggunakan

satelit IKONOS. Satelit IKONOS diluncurkan pada tanggal 24 September 1999

di Vandenberg Air Force Base, California, Amerika Serikat. Satelit mengorbit

secara sun-synchronous polar, artinya mengelilingi bumi dengan hampir melewati

kutub, memotong rotasi bumi. Satelit ini memiliki ketinggian 681 km dpal

dengan sudut inklinasi sebesar 98,10, melintasi bumi sebanyak 14 kali/hari atau

memerlukan 98 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7 km/detik. Pada

orbit ini satelit IKONOS akan memotret daerah yang dilewati secara tetap, yaitu

sekitar pukul 10.30 pagi, (www.geoeye.com).

Kerincian informasi yang dapat disadap dari penginderaan jauh sangat

bergantung pada resolusi. Menurut Sutanto (1986:13) ada empat macam resolusi

yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiomerik dan resolusi temporal.

(27)

commit to user

dan dikenali pada citra. Resolusi spektral menunjukkan kerincian spektrum

elektromagnetik yang digunakan didalam suatu sistem penginderaan jauh.

Resolusi radiometrik menunjukkan kepekaan system sensor terhadap perbedaan

terkecil kekuatan sinyal. Resolusi temporal merupakan frekuensi perekaman

ulang bagi daerah yang sama.

Satelit IKONOS memiliki resolusi spasial 1 m pada mode pankromatik

dan 4 m pada mode multispektral, dimana waktu pencitraan dilakukan secara

serempak. Citra IKONOS mempunyai resolusi radiometrik 11 bits per pixel

(2048 gray tones), hal ini berarti IKONOS dapat menangkap tingkat keabuan

(rona) pada skala yang luas sehingga pengguna dapat mengamati sebuah gambar

atau obyek dengan lebih detail, dengan demikian akan sangat menguntungkan

pengamat dalam memperoleh informasi tentang obyek yang diamati. Citra

IKONOS memiliki resolusi temporal yang cukup singkat, yaitu antara 1,5 sampai

3 hari sehingga sangat mudah dalam memperbarui data (www.geoeye.com),

namun untuk citra IKONOS yang diperoleh dari internet secara gratis melalui

situs www.googleearth.com resolusi temporalnya lebih lama lagi, pada beberapa

daerah liputan resolusi temporalnya sekitar satu tahun bahkan ada yang lebih dari

satu tahun.

Satelit IKONOS yang menghasilkan citra penginderaan jauh dengan

sangat baik, sebanding dengan resolusi spasial foto udara. Karena kerincian

obyek sangat tinggi maka kesan obyek pada citra serupa dengan kesan mata saat

memandang obyek yang asli di lapangan. Dengan kemampuan resolusi spasial

yang tinggi ini citra IKONOS dapat dimanfaatkan sebagai sumber data untuk

pemetaan, inventarisasi dan monitoring potensi sumberdaya alam pada skala detil

dimana sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh foto udara. Melihat karakter

resolusi spasialnya yang baik IKONOS dapat didesain untuk digunakan pada

berbagai macam bidang aplikasi antara lain: penentuan batas bidang, identifikasi

jaringan jalan, transportasi, dan identifikasi bangunan, Kusuma (2006:6).

Data digital satelit IKONOS telah terkoreksi secara geometrik, artinya data

citra IKONOS mempunyai kedudukan koordinat yang tepat pada pemukaan bumi,

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keunggulan citra IKONOS dibandingkan foto udara adalah distorsi sentral yang

relatif kecil daripada foto udara.

Dengan ketinggian sensor pada wahana satelit IKONOS yang mencapai

681 km dpal memungkinkan perolehan data dengan kualitas metrik citra yang

lebih baik. Adapun karakteristik satelit IKONOS dapat disimak pada Tabel 1

berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Citra IKONOS

Tanggal Peluncuran 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California

Usia operasi Lebih dari 7 tahun

Orbit 98.1 derajad, sun synchronous

Kecepatan pada orbit 7.5 kilometer (4.7 mil) per detik

Kecepatan di atas tanah 6.8 kilometer (4.2 mil) per detik

Jumlah revolusi 98 menit

Waktu orbit mengelilingi bumi 14.7 setiap 24 jam

Ketinggian 681 kilometer (423 mil)

Resolusi Nadir: 0.82 meter (2.7 feet) panchromatik 3.2 meter (10.5 feet) multispektral 26° Off-Nadir: 1.0 meter (3.3 feet) pankromatik 4.0 meters (13.1 feet) multispektral

Lebar Swath 11.3 kilometer (7.0 mil) pada nadir 13.8 kilometer (8.6 mil) pada 26° off-nadir

Waktu melewati ekuator Sekitar jam 10:30 a.m. solar time

Waktu revisit Sekitar 3 jam pada resolusi 1-meter, 40° L

Dynamic range 11 bits per piksel

Jumlah band Pankromatik, R, G, B, dan NIR

Sumber: (Space Imaging, 2002)

(29)

commit to user

Peta1. Citra ikonos

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Interpretasi Citra IKONOS

Cara memperoleh informasi dari data penginderaan jauh adalah dengan

interpretasi. Estes dan Simonet (1975) dalam Sutanto (1986) mengatakan bahwa

interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan

maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti penting dari obyek

tersebut.

Sutanto (1986), mengatakan bahwa “penyadapan informasi yang lengkap dari foto udara memerlukan teknik interpretasi yang teliti atau sesuai dengan

kondisi di lapangan. Interpretasi citra penginderaan jauh akan optimal jika

didukung kerja lapangan yang baik. Agar hasil interpretasi foto udara dapat

sesuai dengan obyek yang sebenarnya di lapangan, maka disamping harus

memiliki pengetahuan awal tentang obyek kajian juga perlu dipahami

karakteristik obyek dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi foto udara”.

Unsur interpretasi citra adalah karakteristik obyek pada citra atau foto

yang digunakan sebagai kunci pengenalan obyek Untuk melakukan interpretasi

citra maupun foto udara digunakan kriteria atau unsur interpretasi yang terdiri atas

rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi

(Sutanto, 1986). Adapun penjelasan untuk masing-masing unsur atau kunci

interpretasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1979) dalam Sutanto (1986:120)

adalah sebagai berikut:

1) Rona/warna

Rona diartikan sebagai warna atau tingkat kecerahan obyek pada foto

atau citra. Warna (hue), kejenuhan (saturation), dan kecerahan akan membantu

untuk membedakan obyek. Rona merupakan tingkat kegelapan atau kecerahan

obyek pada citra atau tingkatan dari hitam ke putih dan sebaliknya. Warna

adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit,

lebih sempit dari spektrum tampak. Permukaan yang menyerap cahaya seperti

permukaan air akan berona gelap, sedangkan tanah yang kering akan berona

cerah karena memantulkan cahaya ke kamera atau satelit penangkap

gelombang cahaya. Sebagai contoh sawah yang kering pada musim kemarau

(31)

commit to user

Gambar 1. Sawah Pada Saat Kering dan Pada Saat Tergenang Air

2) Bentuk.

Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek yang dapat

mencirikan suatu kenampakan yang ada pada citra sehingga dapat

diidentifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Dari kenampakan pada citra

maupun foto udara dapat diidentifikasi bentuk dasar fisik bangunan, jalan,

sungai, kebun, hutan dan sebagainya. Dengan melihat bentuk-bentuk fisik

dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan penggunaan lahan suatu

tempat, sebagai contoh bentuk penggunaan lahan untuk industri atau

pergudangan dicirikan dengan bentuk bangunan yang seragam persegi.

Kenampakan sungai memiliki bentuk yang berbeda dengan jalan raya. Sungai

berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, sedangkan jalan raya berbentuk lurus

dan teratur.

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar3. Bentuk Jalan Yang Teratur

3) Ukuran.

Ukuran ialah atribut obyek yang meliputi dimensi panjang, luas, tinggi,

kemiringan lereng dan volume dari suatu obyek. Ukuran obyek pada citra

maupun foto udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan

ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala

citranya. Dengan kata lain ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari

obyek-obyek dalam citra maupun foto udara yang mengambarkan kondisi di

lapangan. Sebagai contoh, perbedaan antara ukuran jalan setapak dengan

jalan arteri.

(33)

commit to user

4) Tekstur.

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan

rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.

Tekstur sering dinyatakan dari kasar sampai halus. Tekstur merupakan hasil

gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan serta rona. Dengan melihat

tekstur dapat di kelompokkan penggunaan lahan atau fungsi dari

kawasan-kawasan tertentu. Misalnya tekstur sawah akan terlihat lebih halus berbeda

dengan kebun ataupun hutan.

Gambar 5. Perbedaan Antara Tekstur Sawah dengan Kebun Campur

5) Pola.

Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak

obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah lainnya.

Pengulangan bentuk tertentu merupakan karakteristik bagi obyek alamiah

maupun bangunan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam

interpretasi citra maupun foto udara dalam mengenali obyek tertentu.

Misalnya Pola perumahan yang teratur pada gambar citra ikonos menunjukkan

bahwa obyek tersebut merupakan perumahan bukan tipe perkampungan, tetapi

perumahan yang dibangun oleh developer. Dalam menginterpretasi citra atau

foto udara pola sangat di perhatikan, guna membedakan antara obyek-obyek

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 6. Pola Permukiman Tidak Teratur dan Pola Permukiman Teratur

6) Bayangan.

Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi

beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Bentuk bayangan

mencerminkan profil dari obyek dimana ada obyek yang menghalangi sinar

matahari yang seharusnya mengenai suatu daerah tertentu. Dengan bantuan

unsur bayangan ini juga dapat menentukan arah mata angin serta pengenalan

terhadap suatu obyek yang kemungkinan sulit diamati sebelumnya.

(35)

commit to user

7) Situs.

Situs adalah lokasi dari obyek dalam hubungannya dengan obyek lain

atau lingkungannya. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung

melainkan keterkaitan obyek dengan lingkungan sekitar. Situs dapat

membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra IKONOS dengan

melihat obyek yang lain. Contoh situs permukiman memanjang pada

umumnya terletak disepanjang tepi jalan.

Gambar 8. Situs Permukiman Memanjang Berada Disepanjang Jalan

8) Asosiasi.

Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu

dengan obyek yang lain. Asosiasi hampir sama dengan situs. Dengan adanya

keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering menjadi

petunjuk adanya obyek yang lain. Misalnya stasiun kereta api berasosiasi

dengan rel kereta api yang bercabang-cabang (jumlahnya lebih dari satu). Ini

berarti adanya rel kereta api yang bercabang-cabang menunjukkan bahwa

disitu ada obyek yang berupa stasiun kereta api, yang tadinya sulit diamati

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 9. Stasiun Kereta Api Berasosiasi Dengan Rel Bercabang-cabang

Pada awalnya kunci interpretasi ini diterapkan pada citra foto udara

pankromatik, akan tetapi dapat pula diterapkan pada cira satelit, karena

karakteristik citra satelit IKONOS mirip dengan foto udara pankromatik berwarna

maka teknik yang digunakan untuk interpretasi citra IKONOS sama dengan

interpretasi citra foto udara pankromatik. Citra satelit IKONOS menyajikan

gambar permukaan bumi dengan jelas sehingga relatif mudah mengidentifikasi

obyek yang terliput.

Untuk mengidentifikasi obyek pada citra IKONOS tidak perlu

menggunakan semua unsur interpretasi, karena dari beberapa unsur saja sudah

dapat digunakan untuk mengenali obyek pada citra, terutama pada unsur bentuk,

ukuran dan tekstur, kecuali pada obyek tertentu yang sulit dikenali diperlukan

lebih banyak unsur interpretasi.

4. Pemanfaatan Citra IKONOS untuk Identifikasi Lahan Pertanian Interpretasi citra foto udara untuk kajian penutup lahan atau penggunaan

lahan telah dilakukan sejak tahun 1940-an. Istilah penggunaan lahan dalam hal ini

lebih dikaitkan dengan kegiatan manusia diatas sebidang tanah, terutama dalam

hal perencanaan lahan atau bangunan. Sutanto (1987:47) mengemukakan bahwa

(37)

commit to user

Penggunaannya antara lain untuk pengenalan jenis tanaman, evaluasi kondisi

tanaman, dan perkiraan jumlah produksi.

G. Jacob dkk dalam International Journal of Health Geographics (2006)

pada tahun 2006 melakukan penelitian dengan menggunakan citra IKONOS tahun

2005 dan citra Landsat Thematic Mapper (atau biasa disebut Landsat TM) tahun

1988 untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dalam mengidentifikasi

persebaran habitat bibit (larva) nyamuk Culex quiinquefasciatus di Kenya.

Citra IKONOS menyediakan data permukaan bumi secara spasial dengan

baik, hasil perekamannya mirip dengan kenampakan aslinya di lapangan sehingga

mudah diidentifikasi. Dalam penelitian ini, data penginderaan jauh yang berupa

Citra satelit IKONOS digunakan sebagai data dasar untuk mengetahuai luas dan

sebaran lahan pertanian. Melalui intrepretasi citra akan dapat diidentifikasi jenis

penggunaan lahannya, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui luas dan

sebaran lahan pertanian yang kemudian akan digunakan untuk memperkirakan

produksi lahan pertanian yang ada.

Kenampakan lahan pertanian (sawah) pada citra IKONOS tampak mirip dengan yang asli di lapangan, umumnya berbentuk kotak-kotak dengan

permukaan rata, dibatasi oleh garis-garis yang sebenarnya di lapangan adalah

pematang sawah. Karena citra IKONOS mempunyai resolusi spasial yang baik

sehingga obyek permukaan bumi dapat disadap dengan baik sehingga berbagai

penggunaan lahan dikenali dengan mudah, dan lebih mudah untuk membedakan

antara penggunaan lahan yang berupa sawah dengan penggunaan lahan lainnya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi lahan pertanian adalah

konversi lahan. Menurut Khudori (2008:63) konversi lahan pertanian akan terus

meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi,

karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong tumbuh kembangnya

industri,prasarana ekonomi, fasilitas umum.

Konversi lahan pertanian dari tahun ke tahun menyebabkan luas lahan

pertanian selalu berubah, jika data tentang luas lahan pertanian yang sudah tidak

sesuai tersebut masih digunakan dalam penghitungan produksi lahan pertanian

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

akan menimbulkan pertentangan karena tidak akuratnya data yang digunakan.

Untuk mengatasinya maka diperlukan pembaharuan data penggunaan lahan, salah

satu caranya adalah dengan memanfaatkan citra IKONOS.

Alasan digunakanya citra IKONOS antara lain adalah karena resolusi

spasial dan resolusi temporalnya yang baik. Dengan resolusi temporal yang

singkat citra IKONOS sangat baik untuk digunakan dalam memperbarui data

penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat diamati

melalui citra IKONOS. Berikut ini beberapa contoh gambar perubahan

penggunaan lahan di daerah penelitian yang terekam oleh citra IKONOS dari

tahun 2004 hingga tahun 2009.

Gambar 10. Perubahan Penggunaan Lahan Kosong Menjadi Bangunan

(39)

commit to user

Gambar 12. Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman

5. Uji Ketelitian Interpretasi

Uji ketelitian interpretasi citra adalah usaha untuk mencocokkan atau

membandingkan antara hasil interpretasi citra yang dilakukan oleh interpreter

(orang yang melakukan interpretasi) dengan keadaan sebenarnya melalui

pengecekan di lapangan. Uji ketelitian interpretasi citra sangat penting untuk

dilakukan sebelum data hasil interpretasi penginderaan jauh digunakan, karena

ketelitian dalam interpretasi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap

data penginderaan jauh yang akan digunakan tersebut, Sutanto (1986:116).

Untuk memudahkan pekerjaan lapangan dalam melakukan uji ketelitian

interpretasi maka dibuat sampel yang mewakili setiap penggunaan lahan yang ada.

Sampel-sampel blok penggunaan lahan yang telah dilakukan pengecekan

lapangan kemudian dicocokkan (matching) dengan penggunaan lahan hasil

interpretasi citra, hasilnya kemudian dimasukkan kedalam tabel uji interpretasi

atau yang dikenal dengan tabel omisi komisi. Sutanto (1994) dalam Nurbersari

2006 mengemukakan uji ketelitian interpretasi citra akan dapat diterima apabila

lebih dari 80% rerata hasil interpretasi dilapangan benar. Tabel untuk uji

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 2. Kontingensi Uji Ketelitian interpretasi

Kategori

Sumber : Sutanto (1986 :116), dengan modifikasi.

Keterangan :

A, B, C, D : Kelas obyek hasil interpretasi A’, B’, C’, D’ : Kelas obyek di lapangan

A’A : Kelas obyek A yang diinterpretasikan A’ A’B : Kelas obyek B yang diinterpretasikan A’ B’A : Kelas obyek A yang diinterpretasikan B’

1) Ketelitian seluruh hasil interpretasi =

2) % ketelitian pemetaan kelas A = ' X 100%

3) % komisi kelas A = ' X 100%

4) % omisi kelas A = ' X 100%

5) Ketelitian diterima apabila rerata benar > 80% dan rerata komisi <

20%.

Menurut Sutanto (1986:116), cara uji ketelitian seperti ini dapat digunakan

didalam analisis data penginderaan jauh secara digital dengan menggunakan

(41)

commit to user

komputer maupun dengan cara manual. Untuk analisis manual, pixel dapat

diganti dengan petak bujur sangkar atau menjadi luas bagi masing-masing kelas.

6. Penggunaan Lahan

a. Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi

penggunaanya (Hardjowigeno, 1978: 43).

Menurut Arsyad (1989: 207), “ lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri

atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan”. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat.

b. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik materiil maupun spritual (Arsyad, 1989: 207). Direktorat Land Use

dalam Arsyad (1989: 207), menyatakan penggunaan lahan dapat dikelompokkan

ke dalam dua golongan besar yaitu :

1) Penggunaan Lahan Pertanian

Berdasarkan atas air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang

terdapat di atas lahan tersebut. Penggunaan lahan ini meliputi :

a) Tegalan

b) Sawah

c) Kebun kopi

d) Kebun karet

e) Padang rumput

f) Hutan produksi

g) Hutan lindung

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Penggunaan Lahan Non Pertanian, dibedakan :

a) Penggunaan desa dan kota (permukiman)

b) Industri

c) Rekreasi

d) Pertambangan, dan sebagainya.

Pengelompokan penggunaan lahan pertanian seperti dikemukakan di atas

adalah pengelompokan yang sangat kasar, karena belum mempertimbangkan

berbagai aspek lain penggunaan lahan seperti skala usaha atau luas tanah yang

diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar

dan sebagainya. Jika faktor-faktor tersebut dimasukkan maka akan didapat tipe

penggunaan lahan yang memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai

penggunaan lahan (Arsyad, 1989: 207). Sebagai contoh penggunaan lahan

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perladangan

2) Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak intensif

3) Tanaman semusim campuran, tanah darat, intensif

4) Sawah, satu kali setahun, tidak intensif

5) Sawah, dua kali setahun, intensif

6) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif

7) Perkebunan rakyat, intensif

8) Perkebunan besar, tidak intensif

9) Perkebunan besar, intensif

10) Hutan produksi, alami

11) Hutan produksi, tanaman pinus dan sebagainya

12) Padang penggembalaan, tidak intensif

13) Hutan lindung

14) Cagar alam

Dalam hubungannya dengan pemetaan penggunaan tanah, Sandy

(43)

commit to user

a. Klasifikasi penggunaan tanah untuk pemetaan skala 1 : 200.000

1. Perkampungan

2. Persawahan

3. Pertanian kering semusim + perkebunan + kebun campur

4. Hutan

5. Padang + tanah tandus

6. Perairan darat + kolam

7. Lain-lain (kalau ada)

b. Klasifikasi penggunaan tanah untuk pemetaan skala 1 : 100.000 dan 1 : 50.000

1. Perkampungan :

a. Kampung

b. Kuburan

c. Emplasemen

2. Persawahan :

a. Sawah 2 x padi setahun dan lebih

b. Sawah 1 x padi setahun + palawija

c. Sawah 1 x padi setahun

d. Sawah ditanami tebu/ tembakau/ rosela/ sayur-sayuran

3. Pertanian kering semusim :

a. Tegalan

c. dan seterusnya jenis-jenis lain

5. Kebun campur :

a. Campuran

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Klasifikasi penggunaan tanah untuk skala 1 : 25.000 dan 1 : 12.500

1. Perkampungan

2a1. Sawah 3 x padi setahun

2a2. Sawah 2 x padi setahun

2b1. Sawah 2 x padi setahun + palawija ( jenis palawija dinyatakan).

2b2. Sawah 1 x padi setahun + palawija ( jenis palawija dinyatakan).

2c1. Sawah 1 x padi setahun, berupa sawah tadahan.

(45)

commit to user

2d1. Sawah ditanami tebu

2d2. Sawah ditanami tembakau

2d3. Sawah ditanami Rosela

Pertanian Kering Semusim

2e. Tegalan dengan jenis tanaman

2f1. Ladang digarap 0 - 1 tahun, dengan jenis tanaman

2f2. Ladang digarap 1 - 3 tahun, dengan jenis tanaman

2g. Sayuran dengan jenis tanaman

2h. Bunga-bungaan, dengan jenis tanaman

3. Perkebunan :

3a1. Karet sudah berproduksi

3a2. Karet belum berproduksi

dst. Menurut jenis tanaman dengan perincian sudah belum berproduksi.

4. Kebun Campur

5a. Hutan Lebat, dengan jenis kayu utama

5b1. Hutan Belukar Alami

5b2. Hutan Belukar Buatan, dengan jenis kayu

5c1. Hutan Sejenis Alami, dengan jenis kayu

5c2. Hutan Sejenis Buatan, dengan jenis kayu

5d. Hutan Rawa, dengan jenis kayu utama

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8b1. Tanah Rusak, Tererosi berat

8b2. Tanah Rusak, Terintrusi air asin

8b3. Tanah Rusak, Bekas Penambangan

8b4. Tanah Rusak, Bekas Penggalian

9. Padang

Isi lainnya pada peta penggunaan tanah:

a. Batas Administrasi :

Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Propinsi dan Negara.

b. Letak Ibukota Administrasi :

Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten.

c. Kualitas Jalan :

Aspal, batu, tanah, setapak, kereta api dan lori.

d. Sungai dan hirarki saluran :

Sungai, saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier.

e. Konstruksi Bendungan :

Teknis, semi teknis dan non teknis.

f. Tanggul

(47)

commit to user

Data penggunaan lahan terbaru Kecamatan Jaten diperoleh dari hasil

interpretasi Citra Ikonos Tahun 2009 kemudian diolah menggunakan SIG dan

digambarkan pada peta menggunakan skala 1 : 60.000. Hasil interpretasi

penggunaan lahan kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi penggunaan

lahan yang dikemukakan oleh Sandy (1989:87) dengan penyederhaan sesuai

kebutuhan dalam penelitian.

7. Lahan Pertanian a. Pertanian

Pertanian adalah jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada proses

pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan mengusahakan tanah untuk

memperoleh hasil tanaman atau hewan. Soetriono dkk (2006: 29).

Menurut Goldworthy dan Fisher (1992: 1), “Tugas pertama pertanian di

semua negara adalah menghasilkan bahan pangan pokok untuk mencukupi

permintaan ekonomi. Pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pertanian yang dikhususkan pada usaha untuk menanam tanaman padi di sawah.

Orang yang berusaha mengatur atau mengusahakan tumbuh-tumbuhan

dan hewan serta memanfaatkan hasilnya disebut petani. Petani atau pengusaha

pertanian dalam kegiatan usaha tani, merangkap dua peranan yaitu sebagai

penggarap dan manajer (Soetriono dkk, 2006: 13).

b. Lahan Pertanian

Lahan pertanian diasumsikan sebagai sebidang tanah yang digunakan

untuk kepentingan pertanian. Menurut Kartasapoetra (2004:94) tanah pertanian

merupakan tanah yang dapat digunakan untuk aktifitas pertanian. Lahan pertanian

berfungsi sebagai penghasil komoditas-komoditas pertanian guna memenuhi

kebutuhan pangan. Lahan pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

lahan pertanian berupa sawah untuk menanam padi.

Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi

memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk

mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan

(http://www.wikipedia.com).

Menurut Hardjowigeno dan Rayes (2005:3). Tanah sawah adalah tanah

yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus menerus sepanjang

tahun atau bergiliran dengan palawija. Tanah sawah merupakan tanah yang

terpenting di Indonesia karena merupakan sumberdaya alam utama dalam

memproduksi beras yang merupakan makan pokok sebagian besar penduduk

Indonesia.

Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian

dijadikan sawah atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat

saluran-saluran drainase. Tanah sawah yang berasal dari tanah kering yang diairi

umumnya berupa sawah irigasi, baik irigasi teknis (dengan bangunan irigasi

permanen), setengah teknis (dengan bangunan irigasi semipermanen) maupun

irigasi sederhana (tanpa bangunan irigasi). Apabila sumber air berasal langsung

dari hujan maka disebut sawah tadah hujan. Sawah yang dikembangkan di

rawa-rawa pasang-surut disebut sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di

daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Hardjowigeno dan Rayes (2005 : 3).

7. Beras

Beras adalah bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari kulitnya

(sekam) dengan cara ditumbuk menggunakan lesung atau digiling menggunakan

mesin penggilingan padi hingga kulitnya terlepas dari isinya, bagian isi inilah

yang disebut beras. Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi yang

merupakan makanan pokok terpenting penduduk indonesia. Beras merupakan

pangan yang sangat penting di dunia, melebihi kentang, gandum, jagung dan

serealia lain. Beras menjadi makanan pokok sekitar 3 miliar orang, atau sekitar

separuh penduduk dunia. Sebagian besar beras (90%) diproduksi dan dikonsumsi

(49)

commit to user

8. Produksi Beras

Produksi padi di daerah penelitian didapat dengan menjumlahkan hasil

panen padi seluruh lahan pertanian yang ada selama setahun. Hasil panen yang

dimaksud adalah padi yang telah menjadi gabah kering giling (GKG). Produksi

beras dihitung dengan mengalikan antara gabah kering giling dengan angka

rendemen padi yang digunakan oleh BPS yaitu sebesar 63,2%, Khudori (2008:34).

Menurut Dinas Pertanian Tanaman dan Hortikultura Kabupaten Karanganyar

angka rendemen padi adalah 75%, sedangkan menurut hasil wawancara dengan

petani, angka rendemen padi adalah 65%.

Gabah kering giling (GKG) yang didapat adalah sekitar 90% dari Gabah

Kering Panen (gabah basah). Kemudian untuk mengetahui besarnya produksi

beras dilakukan dengan cara mengkonversi gabah kering giling menjadi beras,

yaitu jumlah GKG dikalikan 65% (angka rendemen padi menurut hasil

wawancara dengan petani). Sebagai contoh misalnya dari 1000 kg GKG maka

akan didapatkan beras sejumlah 650 kg.

9. Kebutuhan Beras a. Penduduk

Penduduk adalah setiap orang baik Warga Negara Indonesia maupun

Warga Negara Asing yang bertempat tinggal tetap di dalam wilayah Negara

Indonesia dan telah memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku. (http://www.pu.go.id/infostatistik)

b. Kebutuhan beras

Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk

hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) untuk berusaha.

(www.wikipedia.com). Kebutuhan beras Kecamatan Jaten selama setahun

dihitung dari kebutuhan beras perkapita dikalikan jumlah penduduk Kecamatan

(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut Khudori (2008 : 91), angka kebutuhan beras perkapita nasional

menurut BPS pada tahun 2005 adalah sebesar 136,3 kg perkapita per tahun.

Menurut FAO, konsumsi beras perkapita adalah 133 kg,

10. Swasembada Beras

Swasembada (self suffiency), bisa diartikan kemampuan untuk memenuhi

seluruh kebutuhan dari produk sendiri. Itu artinya swasembada terkait erat dengan

keseimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand),

(http://www.wordpress.com). Menurut menteri pertanian Anton Apriyantono,

mencukupi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri berarti kondisi swasembada

telah tercipta (Republika Online - Senin, 09 Oktober 2006)

Dalam penelitian ini swasembada yang dimaksud adalah swasembada

seperti pengertian yang pertama diatas, yaitu tepenuhinya seluruh kebutuhan beras

di Kecamatan Jaten oleh produksi beras dari lahan pertanian dari Kecamatan Jaten

sendiri.

11.Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG), terjemahan dari Geographical

Information Sistem (GIS) merupakan teknologi informasi spasial dengan bantuan

komputer dan perangkat lunak yang mempunyai tugas pokok menyimpan,

pembaharuan, manipulasi dan penyajian semua bentuk informasi yang bereferensi

geografi sesuai dengan peruntukkanya. SIG dan penginderaan jauh mempunyai

kemampuan yang bersifat komplementari, dimana penginderaan jauh dapat

merekam data atau informasi permukaan bumi dengan lebih cepat dan baru yang

manfaatnya dapat lebih ditingkatkan dengan SIG, dalam hal ini kemampuan SIG

adalah memadukan antara data digital penginderaan jauh dengan data lain baik

peta maupun data tabular, Prahasta (2001:51). Dengan beberapa kemampuan yang

dimiliki tersebut maka akan didapatkan informasi yang baru dari hasil analisis

data menggunakan SIG.

Perubahan lingkungan sering berlangsung secara cepat, maka perlu suatu

sistem informasi untuk pengumpulan data, pemrosesan data dan alat untuk

(51)

commit to user

yaitu pengumpulan data melalui teknik penginderaan jauh yang disertai dengan uji

lapangan secara selektif memberikan keuntungan dalam biaya dan waktu bila

dibandingkan dengan pemetaan secara terestrial. Data penginderaan jauh dapat

memberikan gambaran nyata permukaan bumi dan persebarannya secara

keruangan, sehingga setelah diolah dengan menggunakan SIG akan menjadi data

yang efektif dsan efisien dalam menyajikan informasi geografis.

Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi

(SIG). Data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang

dipergunakan dalam analisis SIG. SIG sangat baik dalam proses manajemen data,

baik itu data atribut maupun data spasialnya. Integrasi antara data spasial dan data

atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan

keunggulan dari SIG. Dengan SIG pengguna dapat membawa, meletakkan, dan

menggunakan data yang ada ke dalam sebuah bentuk (model) representasi

miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan, atau

dianalisis baik secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya hingga

akhirnya disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan.

SIG mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai fungsi analisis.

Menurut Aronoff (1989) kemampuan analisis SIG dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Pengukuran, query spasial dan fungsi klasifikasi

2. Fungsi overlay

3. Fungsi Neighbourhood

4. Fungsi Network

5. Fungsi 3D Analyst

Pengkajian ini menggunakan analisis pengukuran (measurement analisis)

dan analisis overlay. Pengukuran merupakan fungsi yang mengeksplor data tanpa

perubahan yang mendasar dan biasanya dilakukan sebelum melakukan analisis

data. Fungsi Pengukuran mencakup pengukuran jarak suatu obyek, luas area (2

dimensi) dan volume (3 dimensi). Overlay merupakan fungsi yang menghasilkan

Gambar

Gambar 2. Bentuk Sungai yang Mengikuti
Gambar 5.  Perbedaan Antara Tekstur Sawah dengan Kebun Campur
Gambar 7. Cerobong Asap Pabrik Lebih Terlihat Dari Bayangannya
Gambar 8. Situs Permukiman Memanjang Berada Disepanjang Jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis yang digunakan adalah intrepretasi citra untuk mengetahui karakteristik penggunaan/penutupan lahan dan melihat sebaran lahan sawah berdasarkan

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi pemanfaaatan lahan yang ada di objek wisata kawasan Sarangan Kecamatan Plaosan, (2) mengidentifikasi pemanfaaatan lahan

Penggunaan lahan yang terbesar pada lokasi penelitian adalah tipe lahan terbuka seluas 5.491,57 Ha dan luas kawasan hutan sebesar 4.046,67 Ha yang diperkirakan akan semakin

Data sekunder dikelompokkan per unit Desa antara lain data produksi padi tahun 2006-2010, lahan sawah teririgasi, luas lahan sawah, luas panen, jumlah penduduk

Penggunaan lahan yang terbesar pada lokasi penelitian adalah tipe lahan terbuka seluas 5.491,57 Ha dan luas kawasan hutan sebesar 4.046,67 Ha yang diperkirakan akan semakin

Citra satelit GeoEye-1 memiliki tingkat ketelitian yang cukup baik untuk digunakan sebagai sumber perolehan informasi lahan permukiman dalam proses pemetaan

Hasil penelitian menunjukan bahwa ketelitian interpretasi citra untuk identifikasi parameter harga lahan lebih dari 85,8% dan metode AHP dapat digunakan untuk memodelkan harga

Hasil penelitian tersebut berupa foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 5000 dalam penyajian data penggunaan lahan mempunyai ketelitian interpretasi sebesar 93,33 %,