• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Kajian Kualitas Permukiman Di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Kajian Kualitas Permukiman Di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2009"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PEMANFAATAN CITRA IKONOS

UNTUK KAJIAN KUALITAS PERMUKIMAN

DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR

TAHUN 2009

Skripsi

Oleh :

Eko Sapto Nugroho K5404029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

v ABSTRAK

Eko Sapto Nugroho. K5404029. PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK KAJIAN KUALITAS PERMUKIMAN DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. April 2012.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui kemampuan citra Ikonos untuk kajian kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar tahun 2009, (2) Mengetahui persebaran permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar tahun 2009, (3) Mengetahui kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar tahun 2009.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif geografis. Pengumpulan data dilakukan dengan interpretasi Citra Ikonos tahun 2009, kerja lapangan dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan analisis ketelitian interpretasi citra, analisis peta persebaran permukiman dan analisis pengharkatan (skoring).

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8. Sistem Informasi Geografi ...

B. Penelitian yang Relevan...

C. Kerangka Pemikiran...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...

A. Tempat dan Waktu Penelitian...

1. Tempat Penelitian...

2. Waktu Penelitian...

B. Bentuk dan Strategi Penelitian...

C. Sumber Data...

1. Data Primer...

2. Data Sekunder...

D. Populasi dan Teknik Sampling...

E. Teknik Pengumpulan Data...

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.……….

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

3. Penggunaan Lahan...

4. Kondisi Penduduk...

5. Fasilitas Umum...

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan………...

1. Kemampuan citra ikonos untuk kajian kualitas

permukiman di Kecamatan Colomadu tahun 2009...

2. Persebaran permukiman di Kecamatan Colomadu

Kabupaten Karanganyar tahun 2009...

3. Kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu

Kabupaten Karanganyar tahun 2009...

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, dan SARAN…………...

A.Kesimpulan……….

B.Implikasi……….

C.Saran………...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN

44

46

52

56

56

70

73

101

101

102

102

(6)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam membicarakan tentang kebutuhan pokok manusia, setiap orang

akan menyebut tiga macam kebutuhan, yaitu : kebutuhan akan sandang/pakaian

(clothing), kebutuhan akan pangan (food and drinks), dan kebutuhan akan papan

untuk menyelenggarakan kehidupannya/tempat tinggal (place for living).

Semenjak zaman prasejarah, manusia dalam menyelenggarakan kehidupannya

selalu berusaha untuk memenuhi ketiga kebutuhan esensial tersebut.

Dibandingkan dengan kualitas kebutuhan ketiga macam hal pokok tersebut pada

zaman modern, jelas akan terdapat perbedaan-perbedaan yang berarti. Pentingnya

pembicaraan mengenai ketiga hal tersebut sama dengan pentingnya pembicaraan

mengenai eksistensi manusia di permukaan bumi ini. Pemenuhan ketiganya sama

dengan upaya pelestarian mahluk hidup.

Telah banyak diketahui bahwa kadar ancaman dari kelangkaan salah satu

dari ketiga unsur pokok tersebut sangat bervariasi dari wilayah yang satu ke

wilayah yang lain. Untuk daerah-daerah berlintang tinggi, misalnya peranan

sandang dan papan untuk tinggal pada waktu-waktu tertentu hampir sama dengan

peranan pangan terhadap ancaman eksistensi manusia, bahkan kadang-kadang

jauh lebih tinggi, khususnya pada musim dingin. Manusia masih mampu bertahan

tidak makan dan minum sampai beberapa hari kalau berada pada tempat tinggal

yang hangat dan nyaman, namun pada masa-masa temperatur berada di bawah

derajat celcius, misalnya, orang tidak akan mampu bertahan tanpa sandang dan

papan untuk tinggal terhadap cuaca di udara terbuka untuk beberapa hari

walaupun kebutuhan akan makan dan minum terpenuhi. Untuk daerah-daerah

berlintang rendah keadaannya memang berbeda. Demikianlah sebuah gambaran

mengenai betapa pentingnya dan sentralnya masalah tempat tinggal manusia

(permukiman dalam arti luas) untuk ditelaah dan dicermati.

Permukiman secara umum adalah konsentrasi perumahan yang dilengkapi

dengan jaring-jaring jalan sebagai sarana transportasi bagi penduduk yang

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

tidak dapat berlindung dan tidak bisa menyelenggarakan hidupnya.

Pesatnya pertambahan jumlah penduduk khususnya di negara-negara yang

sedang berkembang menyebabkan timbulnya berbagai masalah permukiman yang

serius, khususnya permukiman di daerah-daerah perkotaan. Ketidakseimbangan

antara jumlah penduduk yang membutuhkan tempat tinggal dengan ketersediaan

tempat tinggal, khususnya di daerah perkotaan merupakan suatu hal yang sangat

mendesak untuk dipikirkan upaya pemecahannya. Proses kemunduran kualitas

permukiman (settlement deterioraation), kemunduran kualitas lingkungan

(envirionmental deterioraation), munculnya squater settlement, terciptanya

kantong-kantong kumuh serta permasalahan-permasalahan sosial lainnya sangat

erat hubungannya dengan krisis permukiman.

Bagi masyarakat berpenghasilan rendah permasalahan-permasalahan

permukiman akan terasa lebih mendesak untuk dipecahkan dibandingkan dengan

permasalahan-permasalahan permukiman yang timbul untuk golongan menengah

sampai tinggi. Golongan rendah ini terpaksa harus hidup dalam lingkungan yang

berada di bawah standar yang tidak layak karena keterpaksaan ekonomis. Hampir

semua orang merasakan bahwa kualitas permukiman mempunyai pengaruh yang

cukup berarti terhadap kualitas penghuninya. Dengan demikian upaya

peningkatan kualitas permukiman, khususnya di daerah perkotaan perlu

mendapatkan perhatian yang besar baik dari para ilmuwan maupun negarawan

dalam rangka meningkatkan kualitas manusia itu sendiri.

Sekarang ini perkembangan permukiman mengalami kemajuan yang

sangat pesat karena semakin banyaknya jumlah penduduk atau semakin besarnya

pertambahan penduduk dari tahun ke tahun. Dalam perkembangannya

permukiman mengalami banyak perubahan mulai dari dibangunnya rumah-rumah

baru, sampai dibangunnya perumahan-perumahan elite. Semakin besar

pertumbuhan penduduk sekarang ini terjadi suatu masalah yang perlu diteliti

dalam hal perkembangan permukiman yang semakin bertambah dan padat

terutama di Kecamatan Colomadu.

Kecamatan Colomadu termasuk wilayah dari Kabupaten Karanganyar

(8)

commit to user

3

geografis terpisah dari kecamatan-kecamatan lainnya. Sebelah barat dan utara

berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, sebelah timur berbatasan dengan Kota

Surakarta, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.

Kecamatan Colomadu menjadi lalu lintas strategis dari mobilitas orang, nilai, dan

barang. Posisi strategi itu menentukan nasibnya sebagai ruang hunian dan ruang

kerja untuk hidup. Namun keterpisahan dengan induknya, Kabupaten

Karanganyar, membuat Kecamatan Colomadu cenderung memiliki jarak dengan

wacana dan kebijakan dari pusat kabupaten. Sepuluh tahun terakhir, lahan sawah

di Kecamatan Colomadu banyak mengalami perubahan menjadi permukiman.

Puluhan pengembang mulai mengerjakan sawah sebagai lahan membangun rumah

sebagai komoditas. Puluhan kompleks perumahan, dengan berbagai kelas, telah

berdiri di lahan-lahan bekas sawah. Pemahaman ruang geografis dengan cepat

mengalami perubahan definisi. Sawah sebagai ruang untuk tanaman, atau sebagai

lahan hidup dan harmonisasi alam (ekologi), sudah hilang. Munculnya perumahan

baru di Kecamatan Colomadu perlu diantisipasi, karena dengan begitu cepat dan

banyaknya perumahan yang didirikan dapat mengakibatkan pertumbuhan jumlah

permukiman yang semakin padat. Dengan kepadatan permukiman yang semakin

besar dapat mempengaruhi kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu.

Dalam studi geografi, pembahasan permukiman meliputi bagian

permukaan bumi yang dihuni oleh manusia menyangkut pula segala sarana dan

prasarana yang menunjang kehidupan manusia serta kapan suatu wilayah mulai

dihuni oleh manusia, bagaimana pola persebarannya dan faktor-faktor apa yang

mempengaruhi perkembangannya. Permukiman sebagai salah satu bentuk hasil,

cipta, karsa dan karya manusia dalam interaksinya dengan alam, merupakan

aktivitas yang dinamis dan selalu berkembang. Perubahan yang terjadi dapat

diamati, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Perubahan dari

segi kuantitas tercermin pada perubahan jumlah permukiman baru yang

menempati suatu daerah pada kurun waktu tertentu, jumlahnya akan selalu

meningkat, seiring dengan pertumbuhan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat

di daerah tersebut. Perubahan dari segi kualitas dapat dilihat pada perubahan

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

beberapa parameter yaitu : persebaran permukiman, pola permukiman, kepadatan

permukiman, arah hadap rumah terhadap jalan, lebar jalan, kualitas jalan, jarak

rumah dari jalan dan bahaya banjir.

Perolehan data fisik yang diperlukan untuk mengetahui kualitas

permukiman dapat dilakukan dengan teknik penginderaan jauh. Teknik

penginderaan jauh memiliki beberapa manfaat dari segi efisiensi waktu, biaya,

dan tenaga jika dibandingkan dengan cara terestrial. Biaya pemetaan teknik

penginderaan jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya pemetaan secara

terestrial dan akan menghemat tenaga. Peningkatan teknologi penginderaan jauh

semakin maju, hal ini dibuktikan dengan diluncurkannya satelit yang mampu

menghasilkan citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi. Pada era terdahulu,

kemampuan citra satelit dalam kemampuan resolusinya sangat rendah, sehingga

citra satelit sangat terbatas penggunaanya dalam kajian-kajian untuk daerah

perkotaan. Keterbatasan ini disebabkan obyek di daerah perkotaan pada umumnya

berukuran kecil serta penggunaan lahannya sangat heterogen. Kemampuan

resolusi spasial yang tinggi memberikan harapan baru dalam penggunaan citra

satelit bagi berbagai kajian di daerah perkotaan. Citra Ikonos merupakan citra

satelit yang mempunyai resolusi spasial yang tinggi. Interpretasi secara visual

dapat dilakukan pada skala 1 : 2000, sehingga hasil interpretasi diperoleh cukup

detail.

Citra Ikonos memiliki sifat yang selalu dimiliki oleh citra satelit yaitu

dapat meliputi daerah yang luas, sehingga memudahkan dalam interpretasinya jika

dibandingkan dengan foto udara. Pada foto udara, interpretasi dilakukan lembar

demi lembar dan hanya pada daerah efektif saja yang memiliki proyeksi

orthogonal. Citra Ikonos memiliki cakupan yang luas sehingga interpretasi

dilakukan hanya pada satu sheet saja. Keuntungan yang lain adalah citra ini

memiliki proyeksi orthogonal pada seluruh bagiannya sehingga citra ini bersifat

seperti peta. Seperti pada umumnya citra satelit lainnya, citra Ikonos juga

memiliki kelemahan adanya gangguan atmosfer serta liputan awan. Liputan awan

tidak dapat dihindari, karena orbit satelit Ikonos berada jauh di luar angkasa,

(10)

commit to user

5

Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini memberikan

kemungkinan untuk memperoleh data yang relatif baru, relatif cepat dan efisien

dibandingkan dengan survei terestris. Hasil interpretasi citra penginderaan jauh

merupakan data spasial (bersifat keruangan) ditambah dengan data-data lain

(bersifat atribut) dapat diolah dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang akan

menghasilkan informasi baru. Sistem ini mempunyai kemampuan dalam

mengelola, memanipulasi, memproses, menganalisis, menyimpan dan menyajikan

data. Hasil analisis SIG merupakan informasi baru yang berguna dalam penentuan

kualitas permukiman di kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.

Dengan latar belakang masalah di atas maka penulis mengambil judul

Kemampuan Citra Ikonos Untuk Kajian Kualitas Permukiman Di

Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2009”.

B. Identifikasi Masalah di Kecamatan Colomadu

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka dapat

diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Perkembangan permukiman mengalami kemajuan yang sangat pesat

karena semakin banyaknya jumlah penduduk atau semakin besarnya

pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Khususnya dalam

penelitian ini adalah Kecamatan Colomadu.

2. Posisi strategis Kecamatan Colomadu menyebabkan banyak orang

untuk memilihnya sebagai tempat tinggal sehingga banyak timbul

permukiman baru.

3. Munculnya perumahan baru di Colomadu perlu diantisipasi, karena

dengan begitu cepat dan banyaknya perumahan yang didirikan dapat

mengakibatkan pertumbuhan jumlah permukiman yang semakin padat.

Dengan kepadatan permukiman yang semakin besar dapat

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

4. Citra Ikonos dengan kelebihannya yang mempunyai resolusi spasial

yang tinggi dan datanya disimpan dalam bentuk digital, sehingga dapat

memudahkan dalam hal interpretasi yang dimanfaatkan untuk analisis

kuantitas permukiman dan di citra Ikonos dapat diperoleh

parameter-parameter yang diperlukan untuk analisis kualitas permukiman.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian di atas, maka perlu adanya

pembatasan masalah dalam penelitian ini obyek kajian dibatasi hanya pada

kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1 Bagaimana kemampuan citra Ikonos dalam kajian kualitas permukiman di

Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar tahun 2009?

2 Bagaimana persebaran permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten

Karanganyar tahun 2009?

3 Bagaimana kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten

Karanganyar tahun 2009?

E. Tujuan Penelitian

Penulis mengadakan penelitian di daerah Colomadu dengan tujuan :

1. Mengetahui kemampuan citra Ikonos untuk kajian kualitas permukiman di

Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar tahun 2009.

2. Mengetahui persebaran permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten

Karanganyar tahun 2009.

3. Mengetahui kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten

(12)

commit to user

7

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi penelitian sejenis pada masa yang akan datang.

b. Sebagai sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

bidang ilmu geografi, khususnya geografi permukiman.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini sebagai bentuk presentasi yang berupa data tentang

informasi permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar

yang terkait dengan perkembangan permukiman tersebut pada tahun 2009,

serta pola persebaran permukiman di Colomadu.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah daerah

Kabupaten Karanganyar khususnya Kecamatan Colomadu menyangkut

pengembangan permukiman.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pembelajaran geografi di SMA

kelas X, kelas XI (IPS), dan kelas XII (IPS). Standar kompetensi

(13)

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Dasar Kompetensi untuk Pembelajaran Geografi SMA Kelas X, Kelas XI (IPS), dan Kelas XII (IPS).

Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi Pembelajaran

X Kemampuan memahami konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi

Menjelaskan Prinsip Geografi · Mengidentifikasi prinsip-prinsip geografi · Menerapkan prinsip geografi dalam kajian

gejala geosfer

Menganalisis komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin · Menghitung sex ratio dan dependency

ratio

· Mengidentifikasi tinggi rendahnya kualitas penduduk berdasar tingkat pendidikan dan kesehatan

· Menyajikan informasi kependudukan melalui peta, tabel, grafik atau diagram

Demografi dasar peta dan pemetaan · Pemanfaatan peta

· Menunjukan komponen-komponen peta · Mempraktekan prinsip proyeksi peta ke

bidang datar

· Membuat peta hasil pengukuran langsung di lapangan

· Memberi contoh mengoverlaykan peta transparansi

· Mengidentifikasi beberapa manfaat SIG dalam kajian geografi

Penginderaan Jauh, Sistem informasi Geografis (SIG)

(14)

commit to user

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Penginderaan Jauh

Penginderaaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan suatu obyek, daerah, atau

fenomena yang dikaji. (Lillesand & Kiefer, 1990: 1).

Menurut Sutanto (1986), Sistem Penginderaan Jauh ialah serangkaian

komponen yang digunakan untuk penginderaan jauh, meliputi :

a. Sumber energi (matahari)

Matahari merupakan sumber energi yang sangat penting dalam

penginderaan jauh. Semua benda yang mempunyai suhu di atas nol

derajat absolut ( 0o K atau -273o C ) akan memancarkan radiasi

elektromagnetik secara terus menerus. Oleh karena itu obyek yang ada

pada permukaan bumi merupakan sumber energi walaupun besaran dan

komposisinya berbeda dengan matahari. Jumlah tenaga yang dipancarkan

oleh suatu obyek bervariasi menurut suhu, demikian juga distribusi

spektral yang dipancarkan.

b. Atmosfer

Atmosfer mempunyai pengaruh yang besar terhadap internsitas dan

komposisi spektral radiasi yang tersedia bagi sistem penginderaan jauh,

pengaruh itu terutama disebabkan oleh mekanisme hamburan (scattering)

dan serapan (absorption). Disini terjadi interaksi antara atmosfer dan

gelombang elektromagnetik, bagian-bagian spectrum elektromagnetik

yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi disebut

jendela atmosfer.

c. Interaksi antara Energi dan Obyek

Terdapat tiga kemungkinan apabila tenaga elektromagnetik mengenai

suatu obyek yaitu dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan. Ketiga

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

sehingga memungkinkan perbedaan obyek yang terekam. Obyek yang

dapat memantulkan tenaga elektromagnetik tampak cerah pada citra,

sedang obyek yang menyerap tenaga tampak gelap. Pengenalan obyek

pada citra berdasarkan atas tingkat kegelapannya yang sering disebut

rona, sehingga sangat penting mengetahui sifat-sifat hasil pemantulan

dari setiap obyek.

d. Sensor

Tidak ada satupun sensor yang peka terhadap seluruh panjang

gelombang, sensor nyata mempunyai keterbatasan dalam mengenali

obyek terkecil yang ada pada permukaan bumi dan dapat dipisahkan

dengan lingkungan. Batasan ini dinamakan resolusi spasial.

e. Perolehan data

Perolehan data dapat dengan cara manual yaitu dengan interpretasi secara

visual, dan dapat pula dilakukan dengan numerik atau cara digital yaitu

dengan menggunakan komputer. Foto udara pada umunya diinterpretasi

secara manual, sedangkan hasil penginderaan jauh dengan cara digital

dapat diinterpretasikan dengan manual atau secara numerik.

f. Penggunaan data.

Keberhasilan penginderaan jauh terletak pada dapat tidaknya hasil

penginderaan jauh ini diterima oleh pengguna data, jadi pengguna data

merupakan komponen yang penting dalam penginderaan jauh.kerincian,

keandalan, dan kesesuaian terhadap kebutuhan pengguna sangat

menetukan diterima atau tidak data hasil penginderaan jauh.

Selama beberapa dasawarsa ini penginderaan jauh telah berkembang

dengan pesat. Hal ini disebabkan karena aktivitas dengan menggunakan sistem

penginderaan jauh telah banyak dilakukan, yang pada gilirannya tentu saja akan

semakin mendorong pengembangan-pengembangan dalam penggunaan sistem

penginderaan jauh itu sendiri, baik dari segi teknis peralatan maupun dari

sumberdaya manusianya.

Penginderaan jauh sistem fotografi yaitu sistem penginderaan jauh yang

(16)

commit to user

11

film sebagai detektor, dan menggunakan tenaga elektromagnetik yang berupa

spektrum tampak atau perluasannya (Sutanto, 1994: 2). Kegiatan pemotretan

dapat dilakukan dari udara dengan menggunakan wahana pesawat terbang

hasilnya berupa foto udara, ataupun dari luar angkasa dengan menggunakan

wahana satelit hasilnya berupa citra/foto satelit.

2. Citra Ikonos

Ikonos adalah satelit milik Space Imaging (USA) yang diluncurkan bulan

September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal tahun

2000. Karakteristik Satelit Ikonos ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Karakteristik Satelit Ikonos

Elemen Keterangan

Launch Date 24 September 1999

Vandenberg Air Force Base, California Operational Life Over 7 Years

Orbit 98.1 degree, sun synchronous

Speed on Orbit 7.5 kilometers (4.7 miles) per second Speed Over the Ground 6.8 kilometers (4.2 miles) per second Number of Revolutions

Around the Earth 14.7 every 24 hours Orbit Time Around the

Earth 98 minutes

Altitude 681 kilometers (423 miles)

Resolution Nadir: 0.82 meters (2.7 feet) panchromatic 3.2 meters (10.5 feet) multispectral 26° Off-Nadir 1.0 meter (3.3 feet) panchromatic 4.0 meters (13.1 feet) multispectral

Image Swath 11.3 kilometers (7.0 miles) at nadir 13.8 kilometers (8.6 miles at 26° off-nadir) Equator Crossing Time Nominally 10:30 a.m. solar time

Revisit Time Approximately 3 days at 1-meter resolution, 40° latitude Dynamic Range 11-bits per pixel

Image Bands Panchromatic, blue, green, red, near infrared

Sumber: Space Imaging (2003: 1)

Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data

multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal

pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih). Ini berarti Ikonos merupakan

satelit komersial pertama yang dapat membuat image beresolusi tinggi (Rovicky,

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Semua produk Ikonos menggunakan datum WGS 84 dan proyeksi yang

digunakan adalah UTM, Tranverse Mecator, Albers Conical Equal Area dan

Lambert Conformal Conic (Space Imaging, 2003: 3)

Beberapa produk yang dihasilkan oleh satelit Ikonos dapat berupa:

1. Geo poduct

Produk ini sudah terkoreksi secara radiometrik dengan ellipsoid dan proyeksi

peta tertentu dan memiliki ketelitian horizontal sebesar kurang lebih 50 m.

Rektifikasi yang dilakukan menghilangkan distorsi citra akibat kesalahan

geometrik waktu perekaman citra dan melakukan resampling citra pada

Ground Sample Citra (GSC) yang sama dan proyeksi citra tertentu.

2. Orthorectified Product

Produk ini sudah terkoreksi dengan menggunakan Digital Terrain Mode

(DTM). (Space Imaging, 2003: 3)

Sesuai dengan ketelitian yang diharapkan, produk Ikonos tersebut terbagi

dalam 5 jenis, yaitu:

a. Referensi: Ketelitian horizontal mencapai +/- 25 m

b. Map: Ketelitian horizontal mencapai +/- 12 m

c. Pro: Ketelitian horizontal mencapai +/- 10 m

d. Precision: Ketelitian horisontal mencapai +/- 4 m

e. Precision Plus: Ketelitian horisontal mencapai +/- 2 m.

Satelit Ikonos selalu beredar sehingga dapat meliput seluruh bumi. Sensor

yang dipakai dapat dimiringkan (maksimum 260) sehingga dapat meliput area

seluas 700 km2 sepanjang jalur orbitnya untuk data dengan resolusi sampai 2 m.

Untuk data dengan resolusi spektral I m dapat meliput seluas 300 km2 di

sepanjang jalur satelit dengan sudut sensor kurang lebih 100 (Space Imaging,

2003)

3. Interpretasi Citra

Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh merupakan kegiatan

mengeksplorasi informasi dari citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek

yang tergambar pada citra (Purwadhi, 2001: 25 ). Menurut Sutanto (1994: 92),

(18)

commit to user

13

a. Intepretasi secara digital

Bagian terkecil yang dapat digambarkan oleh sistem penginderaan jauh

disebut pixel (picture element). Tiap piksel mempunyai nilai spektral tertentu.

Nilai spektral ini sering disebut nilai piksel. Nilai piksel menunjukkan tingkat

kegelapan atau rona yang diukur secara numerik yaitu julat tingkat kegelapan

antara 0 – 63, 0 – 127, dan 0 – 225. Intepretasi secara digital ini pada dasarnya

berupa klasifikasi piksel berdasarkan nilai spektralnya. Klasifikasi dapat

dilakukan dengan berbagai cara berdasarkan statistik. Tiap kelas kelompok

piksel tersebut kemudian dicari kaitannya terhadap objek atau gejala di

permukaan bumi, artinya tiap kelas itu mencerminkan objek atau gejala.

Pengenalan objek dengan cara digital pada dasarnya dapat dilakukan dengan

dua cara. Bila klasifikasi nilai piksel didasarkan atas daerah contoh yang

diketahui jenis objek dan nilai spektralnya disebut klasifikasi teracu

(supervised classifikation). Bila klasifikasi dilakukan tanpa daerah contoh

yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya disebut klasifikasi tak teracu

(unsupervised classification).

b. Intepretasi secara visual

Vink (1965) dalam Lo (1976) dalam Sutanto (1994: 94) mengutarakan bahwa

intepretasi citra dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Deteksi, yaitu penyadapan data secara selektif atas objek (tampak

langsung) dari citra.

2. Pengenalan dan identifikasi

3. Analisis, yaitu pemisahan dengan penarikan garis batas kelompok objek

atau elemen yang memiliki kesamaan wujud.

4. Deduksi, dilakukan berdasarkan asas konvergensi bukti untuk prediksi

terjadinya hubungan tertentu.

5. Klasifikasi, dilakukan untuk menyusun objek dan elemen ke dalam sistem

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Vink (1965) dalam Lo (1976) dalam Sutanto (1994: 94) hasil intepretasi

citra sangat bergantung atas penafsir citra beserta tingkat referensinya. Tingkat

referensi adalah keluasan dan kedalaman pengetahuan penafsir citra. Ada tiga

tingkat referensi, yaitu:

a. Tingkat referensi umum, yaitu pengetahuan atau keakraban penafsir citra

tentang gejala dan proses yang diintepretasi.

b. Tingkat referensi lokal, yaitu pengetahuan atau keakraban penafsir citra

terhadap lingkungan setempat atau daerah yang diintepretasi.

c. Tingkat referensi khusus, yaitu pengetahuan yag mendalam tentang proses dan

gejala yang diintepreatsi.

Intepretasi citra terdiri dari dua proses, yaitu proses perumusan identitas

objek dan elemen yang dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan arti

penting objek dan elemen tersebut (Lo, 1976 dalam Sutanto, 1994: 96).

Karakteristik citra seperti ukuran, bentuk, bayangan dan sebagainya digunakan

untuk identifikasi objek, sedangkan analisis dan deduksi digunakan untuk

menemukan hubungan yang berarti dalam proses yang kedua. Hasilnya berupa

klasifikasi untuk menyajikan sejenis keteraturan dan kaitan antara informasi

kualitatif yang diperoleh. Klasifikasi ini menuju arah teorisasi.

Teorisasi adalah penyusunan teori berdasarkan penelitian yang

bersangkutan atau penggunaan teori yang ada sebagai dasar analisis dan

penarikan kesimpulan penelitian. Dengan demikian maka intepretasi citra pada

dasarnya berupa proses klasifikasi yang bertujuan untuk memasukkan gambaran

pada citra ke dalam kelompok yang tepat, sehingga diperoleh pola kelompok dan

(20)

commit to user

15

Gambar. 0 Proses Intepretasi Citra

Sumber: Sutanto (1994: 95)

Identifikasi objek yang dilakukan pada saat intepretasi citra secara visual

tersebut didasarkan pada unsur-unsur interpretasi (Sutanto, 1994: 121). Unsur

interpretasi citra terdiri dari delapan butir, yaitu:

a) Rona atau warna, yaitu tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra.

Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi objek yang berinteraksi

dengan seluruh spektrum tampak, sedangkan warna merupakan wujud yang

tampak pada mata dengan menggunakan spektrum sempit.

b) Bentuk, merupakan atribut yang jelas, sehingga banyak objek yang dapat

dikenali berdasarkan bentuknya saja.

c) Ukuran, dapat berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume.

d) Tekstur, yaitu frekuensi perubahan rona pada citra.

e) Pola, yaitu susunan keruangan.

f) Bayangan, bersifat menyembunyikan objek yang berada di daerah gelap.

Tetapi bayangan merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa

objek yang justru tampak dari bayangannya.

g) Situs, yaitu lokasi suatu objek dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar. Intepretasi

Citra

(5) Teorisasi

(1) Deteksi

(2) Merumuskan identitas objek

dan elemen

(3)Analisis dan deduksi

(4) Klasifikasi melalui serangkaian

evaluasi berdasarkan kriteria

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

h) Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan

yang lainnya.

Pada saat identifikasi objek pada foto udara atau pada citra dianjurkan

untuk menggunakan asas konvergensi bukti yaitu bukti - bukti yang mengarah ke

satu titik simpul (Sutanto: 1994: 144). Asas konvergensi bukti menggunakan lebih

dari satu unsur interpretasi citra. Semakin banyak unsur interpretasi citra yang

digunakan , semakin sempit lingkupnya ke arah titik simpul tertentu.

Menurut Sutanto (1994: 103), intepretasi citra pada dasarnya terdiri dari

dua kegiatan utama, yaitu:

1. Penyadapan data dari citra.

Penyadapan data dari citra berupa pengenalan objek dan elemen yang

tergambar pada citra serta penyajianya ke tabel, grafik atau peta tematik. Urutan

pekerjaannya dimulai dengan memisahkan objek berdasarkan perbedaan rona atau

warna, kemudian delienasi garis batas bagi objek dengan rona atau warna yang

sama. Objek dikenali berdasarkan karakteristik spasial dan atau temporalnya,

kemudian diklasifikasikan dan digambarkan ke dalam peta sementara. Kegiatan

selanjutnya adalah uji lapangan untuk meyakinkan kebenaran hasil intepretasi

citra dan menambah data yang diperlukan yang tidak dapat disadap dari citra.

Kemudian dilakukan intepretasi ulang dan pengkajian atas pola atau susunan

keruangan objek yang menjadi perhatian .

2. Penggunaan data hasil intepretasi untuk tujuan tertentu

Bagi penelitian terapan, data yang diperoleh dari citra dipergunakan untuk

analisis dalam bidang tertentu seperti, perpajakan, geomorfo;ogi, ekologi dan

lain-lain.

4. Uji Ketelitian Interpretasi

Untuk ketelitian hasil interpretasi citra dapat dilakukan berbagai cara.

Menurut Short (1982 :12) ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam uji

ketelitian, yaitu: (a) cek lapangan pada titik - titik terpilih, (b) pendugaan

kesesuaian antara citra dengan peta acuan atau foto, (c) analisis statistik, dan (d)

(22)

commit to user

17

Uji ketelitian pada penelitian ini menggunakan perhitungan matrik

konfusi. Tabel perhitungan matrik konfusi merupakan derivasi dari penjumlahan

omisi, komisi dan keseluruhan ketelitian pemetaan (Short: 1982: 14). Omisi

adalah jumlah kesalahan interpretasi dari objek X dibagi jumlah seluruh objek

yang diinterpretasi. Komisi adalah jumlah objek lain yang diinterpretasikan

sebagai objek X dibagi jumlah seluruh objek yang diinterpretasi, sedangkan

ketelitian pemetaan adalah jumlah objek X yang diinterpretasi benar dibagi

jumlah objek X yang diinterpretasi benar ditambah jumlah omisi dan komisi.

Ketelitian pemetaan dihitung tiap klasifikasi objek. Keseluruhan ketelitian

pemetaan dihitung dengan menjumlahkan objek X yang diinterpretasi benar dari

semua klasifikasi objek dibagi dengan jumlah seluruh sampel objek. Contoh

matrik konfusi disajikan dalam Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Contoh Matrik Konfusi Uji Ketelitian

Lapangan Klasifikasi Ikonos Kesalahan

A B C D Jml Omisi Komisi Pemetaan Jml

A 25 5 10 3 43 18/43 7/43 25/(25+18+7) 50

B 2 50 6 5 63 13/63 11/63 50/(50+13+11) 68

C 3 4 60 72 72 12/72 18/72 60/(60+12+18) 67

D 2 2 2 100 106 6/106 13/106 100/(100+6+13) 84

Jml 32 61 76 113 284

Ketelitian klasifikasi keseluruhan = (25+50+60+100)/284 = 83%

Sumber: Short (1982: 259)

Kelebihan melakukan perhitungan dengan matrik konfusi adalah

kesalahan omisi dan komisi dapat menggambarkan letak kesalahan interpretasi

dan dari kedua jenis kesalahan tersebut dapat diturunkan ketepatan penggunaan

dan ketetapan pembuatan [(Sitorus (1994) dalam Simarangkir (2005: 32)]. Oleh

karena itu uji ketelitian tersebut tidak termasuk pengukuran tunggal, sehingga

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Tingkat ketelitian suatu uji klasifikasi dikatakan baik jika memenuhi

syarat tertentu yang tergantung pada tujuan klasifikasinya (Simarangkir, 2005:

32). Pada umumnya ketelitian yang disyaratkan adalah (1) Rata-rata ketelitian >

84 % dan (2) kesalahan komisi < 20%

5. Permukiman

Dalam ungkapan yang dipergunakan setiap hari, baik oleh orang awam

ataupun yang dimuat dalam media massa bahkan instansi pemerintahan, selalu

mencampur-adukkan istilah permukiman dengan istilah pemukiman. Mereka

menganggap kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sama, padahal dilihat

dari segi pembentukan katanya saja sudah berbeda.

Secara estimologis, kata permukiman maupun kata pemukiman berasal

dari asal kata mukim (Purwadarminto, 1966: 6). Permasalahan dalam

pembentukan kata permukiman dan pemukiman terletak pada perbedaan imbuhan

dan arti yang dihasilkannya (Ndang Hidayat dan Hanapi Natasasmita, 1986;

Gorys Keraf, 1978). Kata permukiman mempunyai imbuhan per-an sedangkan

kata pemukiman mempunyai imbuhan pe-an. Kedua macam jenis imbuhan ini

mempunyai fungsi pembentukan kata benda. Di antara beberapa arti yang

dibentuk oleh imbuhan per-an, ternyata yang paling tepat untuk kata permukiman

adalah tempat ber....atau tempat bermukim untuk kata permukiman, sedangkan

arti imbuhan pe-an pada kata pemukiman mempunyai arti cara me... atau hal

me...dengan demikian kata permukiman haruslah dibedakan dengan kata

pemukiman dalam penggunaannya, meskipun makna kedua istilah tersebut

mempunyai kaitan yang sangat erat. Pengertian istilah permukiman secara luas

mempunyai arti perihal tempat tinggal atau bangunan tempat tinggal, sedangkan

pemukiman banyak menyangkut tentang cara-cara memukimkan atau proses

memukimkan dan dapat pula berarti memukimi atau menempati tempat-tempat

(24)

commit to user

19

Permukiman merupakan konsentrasi perumahan yang dilengkapi dengan

jaring-jaring jalan sebagai sarana transportasi bagi penduduk yang mendiaminya.

Untuk itu jelas bahwa tanpa bangunan tempat tinggal, manusia tidak dapat

berlindung dan tidak bisa menyelenggarakan hidupnya.

Permukiman hanya dapat diungkapkan dengan baik apabila permukiman

dikaitkan dengan manusia yang bermukim di dalamnya. Manusia dengan tingkat

kebudayaan paling sederhana pun pasti membutuhkan rumah sebagai tempat

tinggalnya, baik bersifat sementara maupun menetap. Permukiman sebagai obyek

material dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu, karena fungsi permukiman

sendiri sangat kompleks.

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,

baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU Nomor 4 Tahun 1992: pasal 1

ayat 3).

Menurut Yunus (1989: 9) definisi permukiman adalah sebagai berikut :

“Permukiman adalah suatu bentukan artificial maupun natural dengan

segala kelengkapannya yang dipergunakan oleh manusia, baik secara

individual maupun kelompok, untuk bertempat tinggal baik secara

sementara maupun menetap dalam rangka penyelenggaraan

kehidupannya”.

Menurut Bintarto (1997: 2) definisi permukiman adalah sebagai berikut :

“Suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama,

dimana mereka membangun rumah-rumah, jalan dan sebagainya guna

kepentingan mereka.”

Pengertian permukiman secara luas mempunyai arti tempat tinggal atau

segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal dan secara sempit berarti

daerah tempat tinggal atau tempat tinggal, secara lengkap pengertian permukiman

dalam geografi, dapat diartikan sebagai suatu bentukan (man made) maupun

natural dengan segala kelengkapannya yang dipergunakan oleh manusia, baik

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya (Yunus, 1987:

3).

6. Kualitas Permukiman

Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan

peningkatan kebutuhan akan aktivitas manusia dan kebutuhan akan ruang tempat

tinggal. Kedua hal tersebut memicu berkembangnya lingkungan permukiman.

Karena tujuan, hak, saingan, dan perbedaan keinginan, membuat para penduduk

yang kurang dalam hal perekonomian memaksakan kehendak mendirikan rumah

spontan yang menjadikan munculnya keterbatasan ruang tempat tinggal, maka

dari keterbatasan ruang tempat tinggal akan timbul masalah kualitas permukiman.

Kualitas permukiman ditentukan oleh beberapa variabel-variabel yang dapat

mengetahui kualitas permukiman tersebut.

Variabel – variabel penentu kualitas permukiman adalah sebagai berikut:

a. Pola permukiman

Pola permukiman adalah keseragaman arah hadap bangunan terhadap jalan dan

tata letak bangunan. Semakin tidak seragam arah hadap dan tata letak bangunan

maka semakin buruk kualitas permukiman tersebut, karena tidak terjadi

perencanaan pembangunan sebelum terbentuk permukiman tersebut.

b. Kepadatan permukiman

Kepadatan permukiman adalah persentase luas atap pada seluruh blok

permukiman terhadap luas seluruh blok permukiman. Semakin padat suatu

permukiman maka semakin buruk kualitas permukiman tersebut, karena

permukiman yang padat akan memicu kondisi sosial, ekonomi dan budaya

masyarakat setempat yang buruk pula.

c. Ukuran rumah

Ukuran rumah dihitung dengan cara pengukuran manual seluruh luasan atap

rumah pada setiap blok permukiman di daerah penelitian. Atap – atap rumah

dihitung dengan bantuan kaca pembesar.

d. Jarak rumah dari jalan

Jarak rumah dari jalan dapat diartikan sebagai jarak rumah dari jalan

(26)

commit to user

21

e. Lebar jalan

Lebar jalan adalah rerata lebar jalan di dalam permukiman. Semakin sempit lebar

jalan di dalam permukiman maka semakin buruk kualitas permukiman tersebut,

karena sarana transportasi yang memasuki permukiman tersebut menjadi terbatas

sehingga pembangunan menjadi terhambat.

f. Kualitas jalan

Kualitas jalan adalah kualitas jalan yang dapat dirasakan jika jalan tersebut dilalui.

Kenyamanan jalan tergantung pada bahan penutup permukaan jalan, apakah jalan

tersebut diperkeras atau tidak.

g. Bahaya banjir

Bahaya banjir adalah ancaman banjir pada suatu permukiman. Semakin sering

permukiman tergenang oleh banjir, maka kualitas prmukiman tersebut akan

buruk, karena banjir meyebabkan segala aspek kehidupan menjadi terhambat.

(Sumber : Suharyadi 1989 dalam Yudhiono (2006: 45), dengan perubahan)

7. Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi

penggunaanya (Hardjowigeno, 1978: 43).

Menurut Arsyad (1989: 207), “ lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri

atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang

ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan”. Dalam hal ini lahan juga

mengandung pengertian ruang atau tempat.

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik materiil maupun spritual (Arsyad, 1989: 207). Direktorat Land

Use dalam Arsyad (1989: 207), menyatakan penggunaan lahan dapat

dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu :

a. Penggunaan Lahan Pertanian

Berdasarkan atas air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

1) Tegalan

2) Sawah

3) Kebun kopi

4) Kebun karet

5) Padang rumput

6) Hutan produksi

7) Hutan lindung

8) Padang alang-alang

b. Penggunaan Lahan Non Pertanian, dibedakan :

1) Penggunaan desa dan kota (permukiman)

2) Industri

3) Rekreasi

4) Pertambangan, dan sebagainya.

Data penggunaan lahan di Kecamatan Colomadu diperoleh dari interpretasi

Citra Ikonos Kecamatan Colomadu tahn 2009. kemudian diolah menggunakan

SIG dan digambarkan pada peta menggunakan skala 1 : 40.000. Hasil interpretasi

penggunaan lahan kemudian diklasifikasikan berdasarkan penggunaan lahan yang

dikemukakan oleh Arsyad (1989: 207) dengan penyederhaan sesuai kebutuhan

dalam penelitian.

8. Sistem Informasi Geografi

Sistem informasi geografi adalah suatu sistem komputer yang digunakan

untuk memasukkan data (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan,

memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data-data yang berhubungan

dengan posisi-posisi di permukaan bumi (Prahasta, 2001: 56).

Sistem informasi ini tersusun atas berbagai komponen yang saling terkait

dan terkoordinasi, antara lain : input data, pemrosesan dan manipulasi data, dan

output data (keluaran data). SIG telah mengalami perkembangan yang sangat

pesat, hal ini ditandai dengan munculnya banyak perangkat lunak SIG baik yang

berbasis raster maupun yan berbasis vektor. Dalam SIG ada beberapa program

(28)

commit to user

23

spasial, Arc Info dipakai untuk pemrosesan data spasial (khususnya pembangunan

topologi), sedangkan Arc View untuk output data baik spasial maupun atribut

termasuk tool untuk analisis. Untuk membangun data atribut bisa dilakukan di

tabel Arc View maupun tabel Exell yang selanjutnya digabungkan (joint) ke

dalam tabel Arc View.

Sebagai suatu sistem, SIG terdiri dari beberapa subsistem sebagai

berikut :

a. Masukan Data (Data input)

Subsistem masukan data bertugas untuk mengumpulkan dan

mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini juga

bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format

data asli ke format atau bentuk yang dapat diterima dan dapat dipakai dalam SIG.

Pemasukan data dalam SIG dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu :

1) Penyiaman

Penyiaman merupakan proses pengubahan data grafis kontinue menjadi

data grafis diskrit yang terdiri atas sel-sel penyusun gambar/piksel.

2) Digitasi

Digitasi merupakan proses pengubahan data grafis analog menjadi data

grafis digital. Proses digitasi menghasilkan struktur data vektor. Data

vektor disimpan dalam bentuk titik (point), garis atau segmen (line), dan

bidang (area, poligon).

3) Tabulasi

Tabulasi merupakan pemasukan data atribut (semua informasi non grafis

yang dirujukan pada posisi geografis) melalui pembutan tabel.

b. Pengelolan Data

Subsistem pengelolaan data pada dasarnya dapat dimanfaaatkan untuk

menimbun dan menarik kembali arsip data dasar. Fungsi dari pengelolaan data

adalah untuk pengorganisasian data keruangan, pengambilan dan analisis data.

Masukan data dalam SIG selanjutnya disimpan dalam basis data (data base) pada

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

SIG secara bertahap dibangun berdasarkan sistem pengelolaan basis data

(data base management system). Ada dua pendekatan dalam menggunakan sistem

pengelolaan basis data yaitu (a) sistem pengelolaan basis data yang mengelola

data spasial dan data non spasial bersama-sama, dan (b) data non spasial diakses

melalui sistem pengelolaan basiss data, sedangkan data spasial dikelola langsung

oleh SIG.

c. Simulasi dan Analisis Data

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan

oleh SIG dan berfungsi untuk membedakan data yang akan diproses dalam SIG.

Salah satu kelebihan SIG adalah pada simulasi dan menghasilkan informasi baru

berdasarkan data yang ada. Contoh simulasi dan analisis data dalan SIG adalah :

1) Penyuntingan untuk pemukthiran data.

2) Interpolasi spasial.

3) Tumpang susun peta.

d. Keluaran Data (Data Output)

Subsistem ini berfungsi untuk menayangkan informasi maupun hasil

analisis data geografis secara kualitatif ataupun kuantitatif. Keluaran SIG dapat

berupa peta cetakan (hard copy), rekaman (softcopy), tayangan (display).

Keluaran data ini dapat berwujud dalam bentuk laporan, grafik, peta, tabel, atau

hasil olahan statistik. Melalui keluaran ini pengguna dapat melakukan identifikasi

informasi yang diperlukan sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan maupun

perencanaan.

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan

lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan.

SIG terdiri dari komponen-komponen berikut :

1) Perangakat keras (hardware)

2) Perangkat lunak (software)

3) Data dan informasi

4) Manajemen

Sistem Informasi Geografi dapat diaplikasikan untuk menentukan

(30)

commit to user

25

dimaksud adalah permukiman di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar

tahun 2009. Dengan SIG, pengolahan data dapat dilakukan sehingga

menghasilkan data output yang dibutuhkan seperti peta persebaran permukiman

dan peta kualitas permukiman.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan lingkungan permukiman dengan teknik

penginderaan jauh pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Penelitian tersebut antara lain :

Pradinata (2004), mengadakan penelitian tentang sebaran permukiman

kumuh di Kota Yogyakarta dengan judul “Kajian Agihan Permukiman Kumuh

Dari Citra Satelit Ikonos di Kota Yogyakarta”. Penelitian tersebut

menggunakan citra satelit ikonos sebagai sumber data utamanya. Citra ikonos

yang digunakan adalah citra yang telah dikoreksi pada tahun 2002.

Metode yang digunakan adalah adalah interpretasi citra ikonos,

pengharkatan dan survey lapangan. Analisis yang digunakan adalah statistik

regresi ganda, korelasi ganda, dan uji signifikansi koefisien korelasi ganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kualitas permukiman di kota Yogyakarta

didominasi oleh permukiman dengan kategori sedang, disusul dengan

permukiman kualitas baik dan buruk. Permukiman kumuh di Yogyakarta,

umumnya berada di bantaran sepnjang Sungai Code dan Sungai Winongo.

Yudhiono (2006) mengadakan penelitian tentang sebaran permukiman

kumuh di Desa Bandarharjo Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang

dengan judul “Kajian Sebaran Permukiman Kumuh Dengan Menggunakan

Foto Udara Pankromatik Hitam Putih (Studi Kasus di Desa Bandarharjo

Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang)” . Penelitian tersebut

menggunakan Foto udara pankromatik hitam putih sebagai sumber datanya.

Metode yang digunakan adalah interpretasi foto udara pankromatik

hitam putih, pengharkatan, analisis, survey lapangan. penelitian ini menggunakan

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

tingkat kekumuhan dan tingkat kualitas permukiman berdasarkan kelasnya. Hasil

dari penelitian tersebut adalah :

a. Lingkungan permukiman di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan

Semarang Utara Kabupaten Semarang memiliki kualitas lingkungan permukiman

II (agak kumuh) dan kualitas lingkungan permukiman III (kumuh).

b. Sebaran lingkungan permukiman kumuh terdapat di seluruh Kelurahan

Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Luas seluruh daerah

penelitian adalah 36,288 ha. Lingkungan permukiman agak kumuh memiliki luas

20,687 ha (57,00%), meliputi RW 1, RW 3, RW 4, RW 5, RW 6, RW 8, dan RW

12. Lingkungan permukiman kumuh mempunyai luas 15,601 (42,99%), meliputi

(32)

commit to user

27

Tabel 4. Penelitian yang relevan

Peneliti Tahun Lokasi Judul Penelitian Jenis Foto

Udara Metode Hasil Penelitian

Dety Eka

Kualitas permukiman di kota Yogyakarta didominasi oleh permukiman dengan kategori sedang, disusul dengan permukiman

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

C. Kerangka Pemikiran

Dalam perkembangannya, permukiman mengalami banyak perubahan

mulai dari dibangunnya rumah-rumah baru, sampai dibangunnya

perumahan-perumahan elite, khususnya dalam penelitian ini adalah Kecamatan Colomadu.

Colomadu merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Karanganyar yang

lokasinya sebelah barat dari kota Surakarta. Colomadu merupakan suatu wilayah

yang strategis karena secara geografis Colomadu dilingkupi oleh Kota Solo,

Kabupaten Sukoharjo, dan Boyolali. Colomadu menjadi lalu lintas strategis dari

mobilitas orang, nilai, dan barang.

Posisi yang strategis tersebut menyebabkan banyak orang untuk memilih

Kecamatan Colomadu sebagai tempat tinggal dan ruang kerja untuk hidup. Hal itu

dapat dilihat pada banyaknya perubahan pengunaan lahan dari sawah menjadi

permukiman. Semakin padatnya permukiman maka akan timbul berbagai

masalah, diantaranya adalah masalah kualitas permukiman.

Ilmu Geografi dapat membantu untuk pemecahan masalah yang berkaitan

dengan masalah kualitas permukiman. Salah satunya adalah dengan menggunakan

citra yaitu citra Ikonos. Citra Ikonos merupakan citra satelit yang mempunyai

resolusi spasial yang tinggi dan datanya disimpan dalam bentuk digital, sehingga

sangat memudahkan dalam hal interpretasi. Interpretasi secara visual dapat

dilakukan hingga pada skala 1 : 2000, sehingga hasil interpretasi yang diperoleh

cukup detail. Dari interpretasi citra dapat digunakan untuk mencari persebaran

permukiman dan kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu.

Dari interprtasi Citra Ikonos dapat diketahui persebaran permukiman di

Kecamaan Colomadu. Untuk menganalisis persebaran permukiman digunakan

analisis peta. Kualitas permukiman dapat diketahui melalui parameter penentu

kualitas permukiman yang terdiri dari : pola permukiman, kepadatan permukiman,

jarak rumah dari jalan, lebar jalan, dan kualitas jalan. Analisis yang digunakan

untuk menghitung kualitas permukiman adalah adalah dengan menggunakan

pengharkatan atau skoring pada tiap-tiap variabel penentu kualitas permukiman

(34)

commit to user

29

Berdasarkan analisis peta permukiman, dapat diketahui persebaran

permukiman di Kecamatan Colomadu. Berdasarkan hasil skoring dari

pengharkatan tiap-tiap variabel penentu kualitas pemukiman dapat diketahui

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Bagan Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Pertumbuhan penduduk

yang tinggi

Perkembangan permukiman

Kuantitas atau persebaran permukiman

Parameter penentu kualitas permukiman dilihat dari citra ikonos:

– pola permukiman, – kepadatan bangunan, – jarak rumah dari jalan, Parameter penentu kualitas permukiman dilihat dari lapangan

– lebar jalan. – kualitas jalan

Lokasi yang strategis

(36)

commit to user

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar

Propinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena Kecamatan

Colomadu memiliki letak yang strategis yang menyebabkan banyak orang untuk

memilih Kecamatan Colomadu sebagai tempat tinggal sehingga pertambahan

permukiman semakin cepat. Hal itu dapat dilihat pada banyaknya perubahan

penggunaan lahan dari sawah menjadi permukiman, sehingga dengan banyaknya

pertambahan permukiman maka permukiman dapat menjadi padat yang dapat

mempengaruhi kualitas permukiman di Kecamatan Colomadu.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Mei 2009 sampai April 2012. Adapun

perkiraan rincian pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 5. Jadwal Waktu Penelitian

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Menurut Hadari Nawawi dalam Tika (1997: 2) metode penelitian adalah

ilmu yang menggali metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran

pengetahuan, sedangkan menurut Hadi dalam Tika (1997: 2) metode penelitian

adalah pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah suatu penelitian.

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian

geografi adalah pelajaran yang menjelaskan tentang metode-metode ilmiah untuk

mengkaji kebenaran dan mengembangkan pengetahuan yang mencakup

permukaan bumi dan lingkungannya baik secara fisik maupun sosial.

Spasial adalah ciri khas dan identitas geografi yang berarti keruangan.

Pengertian kata spasial adalah mengacu kepada ruang suatu wilayah geografis

tertentu. Hadi (2009) mengemukakan bahwa tekanan utama geografi bukanlah

pada substansi melainkan pada sudut pandang spasial. Dalam menganalisis gejala

dan permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan

(approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk

membedakan kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya

sama. Metode pendekatan ini adalah pendekatan keruangan. Pendekatan

keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang

menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksistensi ruang dalam

perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial

pattern), dan proses (spatial processess)

Pada penelitian ini, data yang bersifat spasial adalah persebaran

permukiman di Kecamatan Colomadu dan data-data yang digunakan untuk

mengetahui kondisi fisik permukiman yang digunakan sebagai parameter penentu

kualitas permukiman seperti pola permukiman, kepadatan permukiman dan jarak

rumah dari jalan. Untuk menganalisis persebaran permukiman dan kualitas

permukiman digunakan analisis spasial dengan menggunakan perangkat Sistem

(38)

commit to user

33

C. Sumber data

1. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari :

a. Citra satelit Ikonos daerah liputan Kecamatan Colomadu hasil perekaman

tanggal 6 Agustus 2009. Informasi yang dapat diambil dari citra Ikonos

adalah persebaran permukiman, dan sebagai penduga awal kualitas

permukiman secara visual (pola permukiman, kepadatan permukiman dan

jarak rumah dari jalan).

b. Data kualitas jalan dan lebar jalan diperoleh dari observasi lapangan.

Observasi lapangan juga digunakan untuk uji ketelitian interpretasi citra

Ikonos dengan membandingkan penggunaan lahan pada citra Ikonos

dengan penggunaan lahan di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data monografi penduduk yang terdiri dari jumlah penduduk, luas

wilayah, kepadatan penduduk , dan penggunaan lahan tiap kelurahan

bersumber dari buku Kecamatan Colomadu Dalam Angka 2007/2008.

b. Peta Rupabumi Lembar Surakarta 1408-343 dan Lembar Kartasura 1408 –

334 Skala 1: 25.000 Tahun 2001) bersumber dari Bakosurtanal untuk

menentukan koordinat titik ikat dan batas-batas Kecamatan Colomadu.

D. Populasi dan Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 1997: 115).

Dalam penelitian ini populasi meliputi seluruh permukiman yang ada di

Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar yang dianalisis menjadi blok-blok

permukiman.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi (Arikunto, 1997 : 117).

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling

atau sampel bertujuan yaitu teknik sampling yang digunakan untuk tujuan

tertentu. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Dalam penelitian kualitatif, teknik cuplikannya cenderung bersifat purposive

karena dianggap mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data didalam

menghadapi realitas yang tidak tunggal.

Tujuan pengambilan sampel adalah untuk membandingkan informasi

penggunaan lahan pada citra dengan informasi yang terdapat di lapangan,

sehingga dapat digunakan untuk uji ketelitian citra Ikonos.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Intepretasi Citra

Intepretasi citra Ikonos dilakukan secara visual unuk mendapatkan

informasi yang digunakan untuk penentuan kualitas pemukiman yang didasarkan

pada pola permukiman, kepadatan permukiman, jarak rumah dari jalan dan

penggunaan lahan. Kemudian dilakukan uji lapangan untuk meyakinkan

kebenaran hasil interpretasi citra tersebut.

2. Observasi Lapangan

Data kualitas jalan dan lebar jalan diperoleh dari observasi lapangan.

Observasi lapangan juga digunakan untuk uji ketelitian interpretasi citra Ikonos

dengan membandingkan penggunaan lahan pada citra Ikonos dengan penggunaan

lahan di lapangan.

3. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data atau informasi secara

tertulis atau dalam bentuk gambar yang didapat dari kantor atau instansi yang

terkait, perpustakaan, arsip perseorangan yang menunjang penelitian.

Pelaksanaanya dilakukan dengan mencatat, menyalin, mempelajari dan memilah

data yang termuat baik berupa peta, maupun buku-buku sesuai kebutuhan

penelitian. Data yang didapat dengan teknik ini adalah data sekunder yang telah

disebutkan di atas.

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

(40)

commit to user

35

1989: 112). Tujuan analisis data untuk menyederhanakan data kedalam bentuk

yang mudah dibaca dan mudah diinterpretasikan.

Tahap dalam analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kemampuan citra Ikonos dalam kajian kualitas

permukiman adalah dengan uji interpretasi citra. Uji interpretasi citra

dilakukan dengan membandingkan obyek yang terdapat pada citra dengan

obyek yang terdapat di lapangan.

Dalam uji validitas ini agar lebih mudah digunakan maka dibuat tabel uji

interpretasi citra atau yang disebut dengan tabel omisi dan komisi. Berikut

tabel uji interpretasi citra ikonos :

Tabel 6. Uji Interpretasi Citra Ikonos

Karakteristik Uji lapangan / ground thruth Total interpretasi

(Sumber : Short, 1982 dalam Sutanto 1986)

Keterangan :

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2. Analisis persebaran permukiman dilakukan dengan analisis peta persebaran

permukiman. Dalam penelitian ini peta digunakan sebagai alat atau media

dalam penyajian informasi lokasi persebaran permukiman. Untuk membantu

penyajian peta digunakan suatu sistem yang disebut Sistem Informasi

Geografis yang terdiri dari proses input data yaitu titik-titik lokasi absolut,

pengolahan, dan menampilkan output berupa peta persebaran permukiman.

3. Analisis kualitas permukiman dilakukan dengan menggunakan pengharkatan

(skoring). Setiap blok permukiman diberikan skor yang bergantung pada

parameter setiap variabel. Data hasil interpretasi citra ikonos selanjutnya

dikelompokkan dan dilakukan pengharkatan atau skoring dengan kriteria –

kriteria pada setiap variabel bebas yang telah dipilih, sebagai berikut :

a. Pola permukiman

Pola Permukiman yang dinilai pada penelitian ini adalah arah hadap

bangunan terhadap jalan dan keseragaman tata letak bangunan. Pola

permukiman dikelompokkan menjadi tiga kategori, sesuai dengan pembagian

kategori setiap variabel. Pengelompokkan pola permukiman dapat dilihat

pada tabel 7 di bawah ini :

Tabel 7. Klasifikasi Pola Permukiman

Klas Pola Permukiman Harkat Keterangan

I

> 60% rumah seragam arah hadapnya 40% - 60% rumah seragam arah hadapnya

≤40% rumah seragam arah hadapnya

Sumber : Suharyadi (1989: 45 ) dengan perubahan

b. Kepadatan permukiman

Kepadatan permukiman yang dinilai pada penelitian ini adalah persentase

luas atap rumah pada seluruh blok permukiman terhadap luas blok

permukiman (Settlement Block Ratio). Dalam penilaian kategori kepadatan

permukiman, dikelompokkan menjadi tiga kategori, sesuai dengan pembagian

kategori setiap variabel. Pengelompokan kepadatan permukiman dapat dilihat

(42)

commit to user

37

Tabel 8. Klasifikasi Kepadatan Permukiman

Klas Kepadatan Permukiman Harkat Keterangan

I

Sumber : Suharyadi (1989: 45)

c. Jarak rumah dari jalan

Jarak rumah dari jalan dapat diartikan sebagai jarak rumah dari jalan utama

yang mampu dilewat mobil atau alat transportasi umum. Jarak rumah dari

jalan dikategorikan menjadi tiga, kriteria dan penilaiannya dapat dilihat pada

tabel 9 di bawah ini :

Tabel 9. Klasifikasi Jarak Rumah dari Jalan

Klas Jarak Rumah Dari Jalan Harkat Keterangan

I

Sumber : Suharyadi (1989: 45)

d. Lebar jalan

Lebar jalan yang dimaksud pada pengharkatan ini adalah lebar jalan di dalam

blok permukiman, bukan lebar jalan utama. Lebar jalan dikategorikan menjadi

tiga, kriteria dan penilaiannya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Lebar Jalan

Klas Lebar Jalan Harkat Keterangan

I

Lebar jalan > 5 meter

Lebar jalan 3 – 5 meter

Lebar jalan < 3 meter

Suharyadi 1989 dengan perubahan

e. Kualitas jalan

Kualitas jalan yang dimaksud pada penelitian ini adalah kualitas jalan yang

dapat dirasakan jika jalan tersebut dilalui, kenyamanan jalan tergantung pada

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Variabel ini adalah variabel yang dilihat langsung di lapangan. Kualitas jalan

dikategorikan menjadi tiga, kriteria dan penilaian dapat dilihat pada tabel 11 di

bawah ini :

Tabel 11. Klasifikasi kualitas jalan

Klas Kualitas Harkat Keterangan

I Sumber : Suharyadi (1989: 45)

f. Faktor pembobot

Faktor pembobot digunakan untuk menggambarkan perbedaan fungsi dari

setiap parameter atau variabel yang digunakan. Jadi parameter yang memiliki

peranan atau fungsi yang lebih besar diberikan faktor pembobot yang besar

pula, begitu pula sebaliknya.

Tabel 12. Faktor pembobot

No. Variabel Nilai Pembobot

1.

Sumber : Bimo Yudhiono, 2006 : 47

g. Nilai kualitas permukiman

Nilai kualitas permukiman dapat diperoleh dengan mengkalikan nilai variabel

pada setiap blok permukiman dengan faktor pembobotnya. Setiap blok

permukiman akhirnya akan memiliki nilai total yang menggambarkan kualitas

permukiman yang dimilikinya. Untuk memudahkan perbandingan antara unit

pemetaan di Kecamatan Colomadu, nilai yang ada diklasifikasikan.

Untuk mengetahui jumlah nilai total tiap blok permukiman dilakukan

penjumlahan terhadap semua variabel dari tiap blok – blok permukiman, yaitu

dengan menggunakan rumus (Suharyadi 1989 dalam Yudhiono (2006: 45)):

Gambar

Tabel 1.  Standar Kompetensi dan Dasar Kompetensi untuk Pembelajaran Geografi SMA Kelas X, Kelas XI (IPS), dan Kelas XII (IPS)
Tabel 2. Karakteristik Satelit Ikonos
Gambar. 0  Proses Intepretasi Citra
Tabel 3. Contoh Matrik Konfusi Uji Ketelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

diuji rasio ini menurun. dan tingkat penu- runannya lebih kuat daripada peningkatan di separuh negara-negara yang lain. Negara yang lebih miskin, dengan rasio upah ter hadap sewa

27 Agustus 2013 tentang Penetapan Penyedia Barang / Jasa Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2013 Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kabupaten Labuhanbatu Selatan.. Nomor

** This State has provided U NIDROIT with information about its laws and policies in relation to the Convention: see

Deangan konsep yang digunakan Wawasan.co untuk menyuguhkan sebuah portal berita online yang mewakili remaja dan Semarang dinilai berhasil, karena 69 persen

Secara keseluruhan, ASUS ZenBook 13 UX331U ini sangat pas bagi Anda yang membutuhkan sebuah laptop yang tipis dan ringan berdesain premium serta memiliki performa yang baik

Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menganalisis sebuah model dinamik pertumbuhan ekonomi waktu diskret, dengan variabel berupa kebijakan fiskal dan moneter... II

Dalam rangka kegiatan Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2015 untuk guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Sertifikasi Guru Rayon