• Tidak ada hasil yang ditemukan

Village study of traditional landscape settlement saibatin lampungnese at Kenali Village, West Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Village study of traditional landscape settlement saibatin lampungnese at Kenali Village, West Lampung"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON

KENALI, LAMPUNG BARAT

YUSTIANI YUDHA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Yustiani Yudha Putri

(4)

RINGKASAN

YUSTIANI YUDHA PUTRI. Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN

Pekon Kenali adalah cikal bakal masyarakat Lampung, termasuk dalam kawasan tradisional/bersejarah di Kabupaten Lampung Barat. Proses pembangunan dan perkembangan masyarakat semakin menggeser karakteristik lanskap budaya di Pekon Kenali. Studi tentang karakteristik lanskap permukiman ini perlu dilakukan karena masih terbatasnya informasi dan pengetahuan tentang hal ini.

Kajian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi lanskap tersebut, (3) mengidentifikasi penyebab utama perubahan karakteristik permukiman, dan (4) menyusun rekomendasi pelestariannya. Metode yang digunakan berupa analisis deskripsi dan spasial melalui observasi, wawancara, dan studi literatur.

Pekon ini terletak di 104°10’-105°20’ Bujur Timur dan 5°10’-4°55’ Lintang Selatan. Kemiringan lahan di areal permukiman relatif datar dan lereng curam di areal hutan. Ketinggian 800-1020 m di atas permukaan laut, suhu udara 26-28 °C, curah hujan 2500-3000 mm/tahun, dan kelembaban 75%-95%. Luas wilayah 1,211 ha dengan tata guna lahan: permukiman, sawah, perkebunan, hutan, kebun campuran, kolam, sungai, dan jalan. Wilayah sekitarnya sebagian besar berbukit sampai bergunung dengan lereng-lereng curam. Tanaman di areal permukiman berupa tanaman hias, tanaman obat, bumbu dapur, buah-buahan, sayuran, dan palawija. Hasil hutan didominansi Damar dan hasil kebun utama adalah kopi. Satwa peliharaan penduduk: sapi, kerbau, kambing, ayam, itik, kucing, dan anjing. Penduduk asli ialah suku Lampung Saibatin keturunan Buay Tumi dan Belunguh. Jumlah penduduk 1319 jiwa dalam 467 Kepala Keluarga (KK) dan dikategorikan berkembang dengan KK sejahtera 24.9%; lainnya: kaya 16.3%, sedang 29.2%, prasejahtera 17%, dan miskin 12.5%. Tingkat pendidikan didominansi lulusan SLTA 37.3%, mata pencaharian penduduk umumnya petani 35.4%, dan agama Islam dominan 98.6%. Perangkat pekon: Peratin, juru tulis, kepala urusan (umum, pemerintahan, dan pembangunan), dan pemangku adat.

(5)

Pekon ini telah mengalami perubahan tata guna lahan sebesar 42%. Elemen-elemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman terdiri atas: lapangan (ruang publik) yang dikelilingi perkantoran, sekolah, dan mesjid, dengan jalan raya yang membelah pekon sehingga dapat dikatakan pekon ini berpola linear-konsentrik (memanjang mengikuti jalan raya dengan tetap memiliki pusat permukiman). Struktur, fungsi, dan elemen bangunan beradaptasi untuk penambahan ruang (hampir semua kolong-kolong rumah panggungnya sudah ditutup atau diberi tembok semen). Ruas jalan bertambah seluas 1 Ha hanya di pusat pekon sehingga karakteristiknya masih bertahan. Elemen lanskap bersejarah dalam bentuk, struktur, dan fungsinya yang asli berupa 749 rumah panggung (±138 diantaranya berusia >50 tahun termasuk lamban pesagi), balai pekon, mesjid kuno, lamban pamanohan, balay (lumbung), pemakaman, dan situs Batu Kepappang sehingga membentuk kesatuan lanskap budaya yang harmonis. Pekon ini memiliki banyak kesamaan variabel pada permukiman di sekitarnya berupa rumah-rumah panggung. Pada segi estetika terjadi perubahan, tetapi tidak merubah karakter. Elemen-elemen yang berbeda dengan sekitarnya: lamban pesagi, situs Batu Kepappang, dan lamban pamanohan. Pekon ini cukup menciptakan kontinuitas dan keselarasan karena terlihat menyatu antara rumah-rumah panggung dengan lingkungan alam sekitarnya.

Aspek arkeologi menunjukkan nilai penting dari permukiman tradisional berupa keberadaan situs Batu Kepappang dan lamban pesagi Dari segi kesejarahan, memiliki fungsi terkait dengan periode sejarah karena pekon ini diyakini sebagian besar masyarakat Lampung sebagai asal nenek moyang mereka sebelum kedatangan Islam. Pekon ini berpengaruh dalam sejarah perkembangan arsitektur karena keberadaan lamban pesagi yang berusia >200 tahun dan keberadaan rumah-rumah tinggal tradisional lainnya yang dipengaruhi kemajuan teknologi pada masa penjajahan Inggris dan Belanda. Pekon ini berpengaruh dalam perkembangan sejarah Kabupaten karena merupakan bagian dari perkembangan sejarahnya, terdapat bukti fisik peralihan kekuasaan dari masa Keratuan (Hindu-Budha), Kesultanan (Islam), masa penjajahan Inggris dan Belanda, serta pembagian wilayah Provinsi (dahulu merupakan wilayah provinsi Bengkulu). Pekon ini berpengaruh dalam perkembangan sejarah bangsa karena termasuk wilayah kewedanan perang perlawanan rakyat Bukit Kemuning, Front Utara melawan penjajah Belanda. Pada ekonomi formal dan informal bernilai rendah karena keberadaan warung-warung kecil sangat sedikit, tidak ada restoran, kios-kios berada di pasar, dan terdapat satu retail Alfamart di pekon ini. Keberadaan legenda Belasa Kepappang popular juga aktivitas social-budaya dalam bentuk berbagai upacara adat ada dan popular (tidak hanya di wilayah Lampung, tapi hingga ke mancanegara). Terakhir, kelompok masyarakat ada tetapi tidak populer karena hanya dikenal di pekon ini. Selanjutnya, hasil analisis penilaian pekon pekon adalah tindakan rehabilitasi dengan nilai total 41. Rehabilitasi perlu dilakukan dengan mempertahankan karakter/ciri khas permukiman tradisional berkaitan dengan nilai pentingnya, memperbaiki elemen lanskap yang rusak, dan mengganti elemen lanskap yang hilang. Penambahan elemen lanskap harus berkarakter dan ciri khas tradisional.

(6)

SUMMARY

YUSTIANI YUDHA PUTRI. Village Study of Traditional Landscape Settlement

Saibatin Lampungnese at Kenali Village, West Lampung. Supervised by ANDI GUNAWAN and NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN

Kenali village is the provenance of Lampungnese inhabitants, included in traditional/historical area in West Lampung Regency. The development and growth community process shifted the cultural landscape characteristic in Pekon Kenali. Study of traditional landscape settlement character need to do because the information and knowledge about it is still definite.

This study purpose to (1) identified the character of traditional landscape settlement in Kenali Village, (2) analyzing the factors that influence the landscape, (3) identified the main cause of the settlement’s character change, and formulate the development plan. The method use descriptive and spatial analysis through observation, interview, and study of literature.

This village located in 104°10’-105°20’ Longitude East and 5°10’-4°55’ South Latitude. The slope in settlement area is relative flat and scarp in forest area. The elevation is 800-1020 m upon the sea, temperature is 26-28 °C, rain fall 2500-3000 mm/year, and humidity 75%-95%. Total area 1211 Ha by land uses: settlement, rice field, plantation, forest, mix-garden, fish pond, rivers, and roads. Almost surrounding area are hilly and mountaineous with scarps. Plants in settlement area are ornamentals, herbal, cooking spices, fruits, vegetables, and pulses. Forest crop dominated by resin and main plantation crop is coffe. Animal pets villagers are: cow, buffalo, goat, chicken, duck, cat, and dog. Indigeneous people are Lampung Saibatin tribe lineage Buay Tumi and Belunguh. Total population 1319 inhabitans in 467 family. This village counted development village with total prosperous family 24.9%; the others upper class 16.3%, middle class 29.2%, unprosperous 17%, and lower class 12.5%. Education grade dominated by high school graduate 37.3%, occupation mostly farmer 35.4%, and Islam faith dominated 98.6%. The village orgware are: Peratin (headman), secretary, head offices (public, govermental, and development), and hamlet’s head.

The characteristic of settlement are assemble longitudinal follow the road form, farmland in the back and close to the river. The socio-cultural’s characteristic that influence the settlement form is the life system of pi’il

pesenggiri that someone’s valued well if has a good behaviour, this principle occur toward human peer, animal, and vegetation. Peratin’s and pemangku adat’s houses are located in the center of village that purpose to make the coordination of village orgware easier. Besides that, community self-help in every aspect of life, such as: cultivation and traditional ceremony, also strong kinship are make the space between houses very closed each other. In relationship with nature there is a motto Bumi Tuah Bepadan, that human and nature can’t separated. The main cause of displacement in village’s pattern is the attack of colonizer. The others, because of nature like earthquake, human growth, and asphalt road built.

(7)

structure, function, and elements building are adapted to add the room (almost scaffolding house’s basements has been covered or built by wall). The built road (1 Ha) just in the village’s center so that the characteristic resistible. Historical landscape elementa in original form, structure, and function are 749 scaffolding house (±138 are >50 years old including lamban pesagi), village room, ancient mosque, lamban pamanohan (house of heirloom),balay (likes rice barn), cemetery, and archaeological site Batu Kepappang so that formed historical landscape unity that harmonious. This village has many variables that similar with villages around, that’s scaffolding houses. For aesthetics side, occur the changes but not change the character. Elements that different from surround villages:

lamban pesagi, archeological site Batu Kepappang, dan lamban pamanohan. This village create enough the continuity and harmony for surroundings because look unite between scaffolding houses and nature.

Archeological aspects indicated important value from traditional settlement likes archeological site Batu Kepappang and lambanpesagi. From historical side, have function associated to historical period because this village assured by Lampung people as their provenance before Islamic period. This village also influenced architectural history because the existence of lamban pesagi that >200 years old and other scafolding houses that influenced by technology in England and Netherland’s colonization. This village influenced regency history because this is the the part of development history, there is physical proof transition of puisance from Queen’s era(Hindu-Budha), Kingdom/Kesultanan (Islam), England and Netherland colonization, and Province area by territory (for the time being Province Bengkulu’s area). This village is battle filed for Bukit Kemuning’s people, North Front against Netherland colonizer.For the formal and informal’s economic value are low because the less of little shop, no restaurant, kiosks just in the village market, and there is one Alfamart retail shop in this village. The legend of Belasa Kepappang is popular also the socio-cultural activity likes ritual (not only popular in Lampung area but also in outside country). The last, group community are exist but not popular because only known in this village. The result of village area assesment is rehabilitate action with total value 41. The rehabilitation need to do by kept the traditional character of settlement that related to the architecture’s values, the increment of landscape elements must have a specific traditional character.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

KAJIAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON

KENALI, LAMPUNG BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat

Nama : Yustiani Yudha Putri NIM : A451100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin, M.Sc NIP. 196201211986012001

Anggota Dr. Ir. Andi. Gunawan, M.Agr Sc

NIP. 196208011987031002

Ketua

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap,

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Sc

Tanggal Ujian: 19 September 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr Sc

(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sumber dari segala ilmu pengetahuan yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi suri teladan hingga akhir zaman.

Provinsi Lampung banyak menyimpan khasanah masa lampau. Tinggalan masa lampau secara fisik salah satunya berupa permukiman tradisional. Dalam usaha mengungkap masa lampau ini telah dilakukan studi permukiman tradisional dengan judul “Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Ayah (Alm.) Darwis Hakim, BBA dan ibu Hj. Hermala, SH, orangtua yang telah membesarkan, mendidik, dan melindungi penulis selama ini.

2.Bapak Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc, dan Ibu Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin M.Sc, selaku pembimbing selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis. 3.Pihak Balai Arkeologi Serang dan Bandung (Ibu Elly Suryaningsih, S.Sos,

Bapak Drs. Nanang Saptono, Ibu Dra. Endang Widyastuti, dan Ibu Nurul Laili, S.Sastra), selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarah-budaya.

4.Pihak BKSNT Bandung selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarah-budaya.

5.Warga Pekon Kenali (Bapak Rustam dan istri, Bapak Maat Sa’ari, Bapak Basri, Bapak Balsah Toha, Bapak Irson, Bapak Zarkoni, Bapak Dauhan, dan Bapak Helmi), selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarah-budaya.

6.Kak Iin, Kak Windy, Bang Aan, Bang Wawan, Attala, Yuk Titin, dan Bik Iyut, dan seluruh keluarga besar Abdul Moein dan Rouzen bin Djintan atas semua informasi sejarah, bantuan materiil, doa dan kasih sayangnya.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, November 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

Kerangka Pikir 3

2 METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Lokasi dan Waktu 4

Prosedur Analisis Data 5

Tahap Persiapan 5

Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi Data 5

Tahap Analisis Data 5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Fisik dan Alami 8

Administrasi, Geografis, dan Aksesibilitas 8

Topografi dan Geologi 10

Iklim dan Hidrologi 10

Kondisi Sekitar Tapak 11

Sejarah Kawasan 11

Asal Nama dan Perpindahan Pekon 11

Perubahan Pola Permukiman dan Tata Guna Lahan 13

Kondisi Sosial Budaya 17

Demografi 17

Sistem Pemerintahan dan Kemasyarakatan 18

Sistem Pengetahuan dan Religi 22

Tipe dan Karakteristik Sosial-Budaya 23

Kondisi Permukiman Tradisional 25

Karakteristik Permukiman 25

Elemen-Elemen Permukiman 27

Pengaruh Luar Terhadap Permukiman 46

Tipe dan Elemen Bangunan Tradisional 46

Orisinalitas 47

Pola Sirkulasi 48

Kebijakan dan Pengembangannya 49

(14)

Pengembangan oleh Pemerintah dan Masyarakat 50 Analisis Penilaian Kawasan Pekon dan Rekomendasi Pengembangannya 55

4 SIMPULAN DAN SARAN 60

Simpulan 60

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 61

GLOSARIUM ISTILAH 63

LAMPIRAN 72

(15)

DAFTAR TABEL

1 Daftar nama narasumber 5

2 Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya 6

3 Kriteria penilaian kawasan pekon 7

4 Klasifikasi dan tindakan pelestarian 8

5 Perubahan luas tata guna lahan tahun 1969 dan 2013 15

6 Demografi pekon 17

7 Nama-nama peratin pekon kenali dan periode menjabat 18

8 Sejarah pembangunan pekon 18

9 Kegiatan pemerintahan pekon 18

10 Jenis-jenis dan jumlah elemen permukiman 27

11 Jenis-jenis vegetasi di pekarangan 34

12 Jenis-jenis vegetasi di areal sawah (padi dan palawija) 43 13 Jenis-jenis vegetasi di areal kebun campuran 43 14 Jenis-jenis vegetasi di areal perkebunan 44 15 Jenis-jenis vegetasi di areal hutan marga 45

16 Jenis-jenis satwa di areal hutan marga 45

17 Peraturan dan kebijakan yang terkait dengan kawasan permukiman 50 18 Hasil pendapatan pekon kenali tahun 2008-2010 51 19 Jumlah wisatawan dan objek wisata di Kabupaten Lampung Barat

2003-2011 52

20 Daftar atraksi wisata dan jenis atraksinya 53

21 Hasil penilaian kawasan pekon 53

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 3

2 Lokasi penelitian 4

3 Peta administrasi Pekon Kenali tahun 2013 9

4 Perkiraan lokasi Pekon Undok 12

5 Ilustrasi Pekon Kenali pada abad ke-18 14

6 Perubahan tata guna lahan di Pekon kenali 16 7 Struktur pemerintahan dan kelembagaan pekon 19

8 Pembagian wilayah pekon 19

9 Urutan kepenyimbangan dan bagan hubungan keluarga 22

10 Tata letak elemen-elemen permukiman 26

11 Struktur ruang Lamban Pesagi 28

12 Tampak, denah ruangan, denah tiang, dan potongan Lamban Pesagi 29 13 Bagian dalam dan tampak luar Lamban Pesagi 30

14 Struktur tiang Lamban Pesagi 30

15 Mad Saari dengan cucunya 31

16 Sambungan atap bagian luar dan dalam yang diikat dengan ijuk 31

17 Dua tipe Lamban Mahanyuk’an 32

18 Struktur ruang lamban mahanyuk’an 33

19 Struktur atap dan badan bangunan lamban mahanyuk’an 34

20 Kubu, Kepalas, dan Anjung, 36

(16)

22 Struktur ruang dan foto Mesjid Jami’ di Pekon Kenali 38

23 Balai Pekon 39

24 Lamban Pamanohan dan struktur ruangnya 40

25 Gedung TK Dharma Wanita 40

26 Kantor camat dan PDAM 41

27 Denah, Situs Batu Kepappang dan gerbang masuknya 41

28 Lapangan pekon 42

29 Elemen Paguk dan Bikkai 46

30 Zonasi kawasan yang tidak berubah sejak tahun 1969 47

31 Pola sirkulasi 48

32 Ploting atraksi-atraksi budaya di Pekon Kenali 54

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemukiman dapat terwujud dalam berbagai bentuk, misalnya gua atau ceruk dimana manusia secara berkelompok tinggal dan beraktifitas. Permukiman yang mulanya sederhana, lama-kelamaan berkembang menjadi kota seiring dengan perkembangan peradaban manusianya. Semakin cepat laju evolusi peradaban, semakin cepat pula mapannya suatu pemukiman. Sekitar abad ke-8 di kerajaan Mataram kuno sudah terdapat suatu pemukiman berjenjang yang terdiri: pusat kerajaan, watak, dan wanua. Pusat kerajaan yaitu ibukota tempat berdirinya istana, tempat Sri Maharaja, para putra raja dan kaum kerabat dekat, para pejabat tinggi kerajaan serta para abdi dalem. Watak, yaitu daerah yang dikuasai para rakai dan pamegat, serta daerah wanua yang dipimpin oleh rama (Sumadio 1990). Konsep wanua di Kayuagung, Komering, dan Lampung mempunyai pengertian sedikit berbeda. Wanua atau Banua atau disebut Nua dalam bahasa Austronesia tidak merujuk pada permukiman urban. Wanua lebih dekat pada konsep Pekon dengan status sosial, politik, dan ekonomi yang otonom. Dalam bahasa Lampung istilah Nuwo berarti rumah. Pekon Kenali merupakan salah satu dari perkampungan tua di lereng Gunung Pesagi yang diyakini sebagian besar masyarakat Lampung sebagai cikal bakal nenek moyang mereka.

Situs-situs pemukiman yang tersebar di Bukit Barisan dan sepanjang aliran sungai di kawasan Lampung menyisakan fitur berupa benteng tanah, menhir, dolmen, dan makam leluhur. Peninggalan prasejarah terutama yang bersifat monumental tersebar di seluruh wilayah dengan konsentrasi terbesar di lereng timur Bukit Barisan antara Kota Bumi hingga Krui. Komplek menhir dan dolmen dapat dijumpai dalam kuantitas cukup tinggi. Situs-situs tersebut ada yang ditinggalkan masyarakat pendukungnya dan ada yang berkembang terus menjadi pemukiman hingga sekarang, salah satunya Pekon Kenali. Selain itu, cerita sejarah baik tradisi lisan maupun naskah, misalnya Kuntara Raja Niti, secara substantif meninggalkan jejak situs-situs permukiman di kawasan Lampung. Secara fisik situs-situs tersebut sulit dikatakan sebagai kota namun dilihat dari keragaman masyarakatnya sudah mencirikan suatu kota.

(18)

2

Perumusan Masalah

Kebudayaan nasional merupakan puncak dari kebudayaan daerah, maka pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah dapat dipandang sebagai aset nasional yang penting. Kebudayaan Lampung sebagai unsur pendukung kebudayaan daerah ikut memperkaya khasanah kebudayaan nasional dalam proses pembinaan, pembentukan, dan pembangunan watak bangsa. Kebudayaan tersebut bersifat fisik/dapat dilihat (tangible) dan non fisik/tidak terlihat (intangible). Salah satu hal yang dapat dilihat (tangible) adalah permukiman tradisional. Permukiman tradisional ini terdiri atas unsur fisik dan biofisik yang membentuk karakteristik permukiman tradisional tersebut. Pemaparan mengenai permukiman tradisional tidak dapat dipisahkan dengan penjelasan mengenai unsur sosial-budaya yang membentuk karakter permukiman tradisional tersebut. Unsur sosial-budaya ini berupa: folklor, kearifan lokal, adat istiadat, upacara-upacara tradisional, tari-tarian adat, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan dan pengetahuan, dan sistem kemasyarakatan. Keseluruhan unsur sosial-budaya tersebut berpengaruh pada pembentukan karakteristik permukiman karena setiap kegiatan budaya tersebut membutuhkan ruang dan tempat pada lanskap, dari puisi, peribahasa, dan prosa (seni kesusasteraan) khas Lampung tergambar karakteristik lanskap yang menggambarkan keadaan alam, pembentukan permukiman, hingga alasan bentuk fisik yang sedemikian pada permukiman tradisional. Keseluruhan unsur ini, baik fisik maupun non fisik merupakan suatu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling berkaitan. Berdasarkan sejarah geografis berupa bencana alam, kondisi politik dan sejarah Pekon Kenali yang diurut berdasarkan waktu dari zaman prasejarah hingga kedatangan Islam, terdapat banyak hal yang berubah dan beberapa hal yang masih dapat ditemukan pada permukiman tradisionalnya. Pekon Kenali telah dihuni manusia sejak zaman prasejarah hingga saat ini dan dapat dilihat peninggalan bukti fisiknya sehingga ditemukan perubahan atau pergeseran pola permukimannya. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahannya, yaitu:

1 Bagaimanakah karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali dan karakter sosial budaya yang mempengaruhinya?

2 Apa saja perubahan pada permukiman tradisional di Pekon Kenali (perbandingannya dengan catatan sejarah dan perubahan tutupan lahan20-30 tahun sebelumnya) dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut? 3 Bentuk pelestarian seperti apa yang dapat diterapkan di Pekon Kenali ?

Tujuan Penelitian

Kajian ini bertujuan untuk:

1 Mengidentifikasi karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali, 2 Mengidentifikasi karakter sosial budaya yang mempengaruhi karakter lanskap

tersebut,

(19)

3

Manfaat Penelitian

Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi tatanan lanskap permukiman tradisional di Pekon Kenali dan menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam upaya pelestariannya.

Ruang Lingkup Penelitian

Pekon merupakan satuan kawasan permukiman tradisional di Kabupaten Lampung Barat yang kegiatan utamanya pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Perda Kabupaten Lampung Barat No.1/2012). Kawasan Pekon Kenali yang dianggap sebagai unit/satuan lanskap tradisional/bersejarah meliputi: permukiman, persawahan, perkebunan, hutan marga, mesjid kuno, Balai pekon, balay ramik, rumah kebun, lapangan, Situs Batu Kepappang, dan pemakaman leluhur.

Kerangka Pikir

Pekon Kenali termasuk kawasan tradisional/bersejarah di Kabupaten Lampung Barat. Bencana alam, perubahan kekuasaan, dan pembangunan fisik di wilayah ini sedikit banyak telah merubah karakter permukimannya. Hakekat pembangunan adalah proses pembaharuan di segala bidang, tetapi pendorong utama terjadinya pergeseran budaya, terutama permukiman tradisional. Kurangnya literatur sejarah mengenai hal tersebut menyebabkan warisan budaya ini sulit diwariskan dan dikhawatirkan punah. Kesadaran masyarakat terhadap sisi sejarah itu kurang muncul dalam pelestarian permukiman tradisional. Hal ini dapat terlihat dari pembangunan perumahan-perumahan modern. Kalaupun ada bangunan berelemen tradisional, hanya terdapat pada beberapa bangunan pemerintahan, cottage, dan villa. Selain itu, belum terdapat penelitian komprehensif mengenai permukiman tradisional di Pekon Kenali sehingga perlu diadakan kajian mendalam yang membutuhkan identifikasi karakter lanskap permukiman tradisional berupa kondisi fisik-alami, sosial-budaya, dan permukiman tradisionalnya, dengan implikasi dari kebijakan dan pengembangan yang ada. Dengan demikian, kita dapat memahami tatanan lanskap permukiman tradisional masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali dan menyusun rekomendasi pelestariannya. Berikut kerangka pikir penelitian ini (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pikir

Pekon Kenali termasuk Kawasan Tradisional/Bersejarah di Kabupaten Lampung Barat

Perubahan pola permukiman akibat bencana alam, perubahan kekuasaan, dan pembangunan fisik

Belum terdapat penelitian komprehensif mengenai lanskap permukiman tradisional di Pekon Kenali

Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali Kondisi Fisik &

Alami

Karakter Lanskap Permukiman Tradisional

Tatanan Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali dan Rekomendasi Pengembangannya

Kondisi Sosial & budaya

Kondisi Permukiman Tradisional

(20)

4

2

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan ialah (1) peta cetak Bakosurtanal 1977 blad Kenali, peta tutupan tahan Kabupaten Lampung Barat 2006/2007, (2) lembar keterangan wawancara (bahan pertanyaan, catatan, dan hasil wawancara), (3) sketsa hasil observasi lapang (ploting elemen-elemen lanskap dan ornamen-ornamen bangunan tradisional), dan (4) data penunjang (dokumen-dokumen kondisi fisik dan alami, kondisi sosial budaya, kondisi permukiman tradisional, dan kebijakan).

Alat

Peralatan yang digunakan ialah (1) notebook dan paket software Microsoft Office (Word, Excel, Powerpoint) untuk analisis data tabular, pembuatan laporan dan presentasi, serta AutoCAD 2007 untuk visualisasi 2 dimensi, (2) kamera digital untuk pengambilan foto elemen-elemen lanskap; dan (3) GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui kooordinat geografis lokasi

Lokasi dan Waktu

Kajian ini dilakukan di Pekon Kenali, Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat (Gambar 2) dengan batas-batas (1) Utara: Pekon Serungkuk, dan Pekon Hujung, (2) Selatan: Pekon Kejadian dan Pekon Bedudu, (3) Timur: Pekon Luas dan Pekon Campang Tiga, dan (4) Barat: Pekon Bumi Agung. Kajian dilakukan selama 8 bulan (April -November 2012).

Way kanan

(21)

5

Prosedur Analisis Data

Kajian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan spasial, berupa pemaparan kondisi objek yang diperoleh dari data primer dan data sekunder sehingga karakteristik dan perkembangan sejarahnya teridentifikas. Data primer merupakan data pokok yang didapat langsung dari objek penelitian berupa data kualitatif yang tidak diukur secara nominal (data fisik permukiman, meliputi karakter visual dan spasial), serta kondisi permukiman. Data sekunder merupakan data pelengkap yang berisi hal-hal yang dapat mendukung dan berhubungan dengan data primer, berfungsi sebagai bahan arahan dan pertimbangan dalam proses komparasi. Berikut tahapan penelitian ini:

Tahap Persiapan

Kegiatan pada tahap ini: studi literatur awal untuk proposal penelitian, penelusuran arsip sejarah, penyusunan daftar pertanyaan kuesioner, pengumpulan informasi terkaitan topik penelitian, dan menentukan kebutuhan alat penelitian.

Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi Data

Kegiatan pada tahap ini antara lain:

1.Studi literatur (sebagai konsep dasar yang memperkuat analisis). 2.Observasi lapang (pemotretan dan ploting elemen-elemen lanskap).

3.Wawancara, untuk mendapatkan data perkembangan dan perubahan permukiman, aktivitas sosial-budaya, permasalahan yang mempengaruhi kegiatan pelestarian, dan kegiatan pelestarian yang telah dilakukan. Informan ditentukan secara purposif, yaitu berdasarkan pertimbangan atau penilaian peneliti. Dengan cara tersebut dipilih 12 informan yang cukup representatif untuk populasi dan dapat memenuhi tujuan penelitian (tabel 1). Para informan yang dipilih adalah yang dianggap memahami Pekon Kenali yang profesinya antara lain: peneliti, kepala desa, juru pelihara, guru, dan pemangku adat.

Tabel 1 Daftar nama narasumber

Nama Bidang Pekerjaan

Elly Suryaningsih, S.Sos Drs. Nanang Saptono Dra. Endang Widyastuti Nurul Laili, S.Sastra Bpk. Rustam Bpk. Maat Sa’ari Bpk. Basri

Bpk. Balsah Toha Bpk. Irson

Bpk. Zarkoni Bpk. Dauhan Bpk. Helmi

Staf Peneliti Balai Arkeologi Serang Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung Peratin (Kepala Desa) Pekon Kenali Juru Pelihara dan pemilik Lamban Pesagi Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Dusun Sukadana Pemangku Adat Dusun Kenali 1

Pemangku Adat Dusun Kenali 2 Pemangku Adat Dusun Surabaya Pemangku Adat Dusun Sukadana Pemangku Adat Dusun Banjar Agung

Tahap Analisis Data

(22)

6

I= N / K Keterangan: I = Interval kelas N = Jumlah nilai, diurutan tertinggi hingga terendah K= Kelas

Tabel 2 Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya

Jenis data Sumber data Metode Analisis

Kondisi Fisik dan Alami Lokasi dan aksesibilitas

Topografi dan geologi Iklim dan hidrologi Kondisi sekitar tapak

RPJM Kenali dan BPS

BPS

Asal nama dan perubahan pekon Perubahan tata guna lahan

Literatur dan wawancara Bakosurtanal, Kemenlinghup, RPJM Kenali, dan observasi

Analisis deskriptif

Sistem pengetahuan dan religi Tipe dan karakteristik sosial-budaya

RPJM Kenali

Pengaruh luar terhadap permukiman Tipe dan elemen bangunan tradisional Orisinalitas

Kebijakan yang langsung dan tidak langsung mengatur kawasan

Pengembangan oleh pemerintah dan masyarakat

Bappeda, Dinas P & K, Dinas Pariwisata, Balai Arkeologi dan wawancara

BPS, literatur, observasi dan wawancara

Analisis deskriptif

Analisis deskriptif

Analisis Penilaian Kawasan Pekon (Tabel 3-4)

1 Menentukan total nilai tertinggi dan terendah, dan jumlah nilai (N). Total nilai tertinggi adalah 63, total nilai terendah adalah 21, dan jumlah nilai adalah 43. 2 Menentukan Kelas (preservasi, konservasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi). 3 Menentukan pembagian jarak interval dengan mencari selisih antara total nilai

tertinggi dan total nilai terendah untuk kemudian dibagi dengan jumlah kelas.

4 Mendistribusikan setiap total nilai dalam klasifikasi sesuai jarak interval dan menentukan tingkat perubahan fisik yang menjadi arah pengembangannya.

Diketahui:

Total nilai tertinggi = 63; Total nilai terendah = 21; Jumlah nilai urutan tertinggi-terendah (N) = 43.

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63

Kelas (K) = 4; (zona preservasi, konservasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi) Interval (I) = N/K = 43/4 = 10,75= 11 (dibulatkan ke atas)

Interval dihitung dari nilai terendah

(23)

7

Tabel 3 Kriteria penilaian kawasan pekon

Kriteria danSkor

1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi)

Kriteria-kriteria Fisik-Visual nilai tinggi dari aspek- aspek sebelumnya

Ruas jalan tetap, dan karakteristik masih asli Elemen cukup banyak, menyatu, karakter kuat Memiliki > 5 elemen bersejarah masa lalu hampir di semua bagian

(24)

8

Tabel 4 Klasifikasi dan tindakan pelestariannya

Nilai Klasifikasi Tindakan Pelestarian 54-63

43-53 32-42 21-31

Preservasi Konservasi Rehabilitasi Rekonstruksi

Permukiman dipertahankan 100 % seperti apa adanya, jika harus dipugar dikembalikan ke bentuk aslinya dengan bahan yang sama.

Mempertahankan sebanyak-banyaknya elemen permukiman. Elemen tambahan mempertahankan bentuk permukiman aslinya. Perubahan dapat dilakukan sejauh tidak mengganggu keserasian permukiman dan kawasan sekitarnya.

Mempertahankan karakter dan ciri khas permukiman tradisional yang berkaitan dengan nilai-nilai pentingnya, penambahan elemen lanskap tidak mengurangi keserasian permukiman dengan kawasan sekitar.

Membangun baru tetapi tetap meninggalkan salah satu atau sebagian ciri khas permukiman. Bagian yang dipertahankan hanya sedikit dan dapat dijadikan elemen ornamental.

Sumber: Hastijanti (2008), telah dimodifikasi

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Fisik dan Alami

Administrasi, Geografis, dan Aksesibilitas

(25)

9

Balai Ramik dan Rumah Kebun

Jembatan

Garis kontur, beda tinggi 25 m

Mesjid/Musholla Pemakaman Bangunan Sekolah

Sumber :

1 Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala 1:50.000, Bakosurtanal 1977

2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007 3 Bappeda Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung

2003

4 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010 5 Survey lapang 2012

Rumah Pemangku Adat (Pusat Dusun)

Lamban Pesagi

509000 510000 511000 512000 513000

509000 510000 512000

(26)

10

difungsikan juga sebagai penerbangan umum sehingga para wisatawan mancanegara tidak perlu waktu lama untuk menuju wilayah ini.

Topografi dan Geologi

Kemiringan lahan di areal permukiman relatif datar, lereng curam di areal hutan, ketinggian lahan 800-1020 meter di atas permukaan laut (m dpl), Keadaan tanah di wilayah ini terbagi dalam 4 sistem, yaitu:

1 Sistem Alluvial. Sistem ini terbentuk dari bahan endapan sungai dan hasil alluvial/koliviasi di kaki lereng perbukitan/pegunungan yang landai.

2 Sistem Vulkan. Tanah pada sistem ini dapat dibedakan berdasarkan bahan induknya yaitu dari bahan induk andesitis dan basal terletak pada ketinggian 25-200 m dpl. Lereng atas dan tengah kemiringannya >30% sedangkan lereng bawahnya kemiringannya <16%.

3 Sistem Perbukitan. Topografi yang bervariasi pada sistem ini berpengaruh terhadap proses pembentukan dan perkembangan tanah. Umumnya tanah telah mengalami dan menunjukan perkembangan lanjut, kecuali di daerah yang tererosi. Daerahnya terletak di lereng pegunungan vulkan terutama di sepanjang Bukit Barisan. Bahan pembentuknya: bahan vulkan, sedimen, plutonik masam, dan batuan metamorf yang ditutupi bahan tufa masam ranau.

4 Sistem Pegunungan Dan Plato. Pada umumnya bahan pembentuknya berupa bahan vulkan tersier berupa batuan plutonik masam. Terletak pada ketinggian antara 25-1350 m dpl, pada umumnya berlereng curam, agak curam, sampai sangat curam sekali dengan kemiringan > 30%.

Punggung sebelah barat Lampung adalah bagian dari Bukit Barisan yang merupakan Geantiklinal dan sebelah timurnya merupakan Sinklinal. Punggung pegunungan ini dari zaman kapur mengalami deformasi pada zaman Tersier mengakibatkan gejala-gejala patahan yang membentuk fenomena geologi seperti patahan Semangka di sepanjang Way Semangka dan Teluk Semangka, Gunung berapi berbentuk oval seperti Gunung Tanggamus, dan depresi tektonik seperti lembah Suoh, Gedong Surian, dan Way Lima. Berdasarkan peta geologi Provinsi Lampung, Lampung Barat terdiri atas batuan vulkan tua, Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau (Pekon Kenali), Formasi Bal, dan Batuan Intrusif. Ditinjau dari kondisi wilayah baik faktor geografi, topografi, dan geologi, wilayah ini sangat berpotensi gempa. Bukit Barisan memiliki patahan lempeng bumi yang merupakan bagian dari Tektonik Sumatera. Tektonik Sumatera dipengaruhi oleh lempeng Samudera Indonesia-Australia dan lempeng Eurasia, dimana lempeng Samudera Indonesia-Australia mendorong ke Utara dan menyusup ke bawah lempeng Eurasia. Tempat pertemuan kedua lempeng ini ±200 km sebelah barat Sumatera disebut Java Trench (bagian jalur gempa Mediterania). Akibat dorongan dan penyusupan tersebut, terbentuk Bukit Barisan dan Semangko Fault, disebut

Sumatera Fault System (sumber gempa terbesar di kawasan Sumatera).

Iklim dan Hidrologi

(27)

11

sehingga beriklim tropis-humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari Samudra Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya. Dua musim dimaksud adalah: Nopember s/d Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, dan Juli s/d Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin rata-rata 5.83 km/jam. Temperatur udara rata-rata berkisar 26-28 °C. Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 32 °C dan juga temperatur minimum 21.7 °C. Berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm/tahun, dan kelembaban udara disekitar 75%-95%. Sungai yang melewati wilayah ini adalah Way Semangka di Utara dan Way Lakak di Selatan. Untuk mengairi sawah, sungai-sungai tersebut dialirkan ke areal sawah dengan sistem irigasi berpengairan teknis. Sungai-sungai ini berpola dendritik sehingga pada saat musim hujan air tidak terkonsentrasi dan tidak terjadi banjir.

Kondisi Sekitar Tapak

Pekon Kenali terletak di daerah pegunungan/perbukitan, di kaki Gunung Pesagi. Wilayah sekitarnya sebagian besar memiliki topografi berbukit sampai bergunung dengan lereng-lereng curam, kemiringan rata-rata 30%. Daerah ini meliputi Bukit Barisan dengan puncak tonjolannya adalah Bukit Pugung, Gunung Pesagi, dan Gunung Sekincau di Utara. Daerahnya beriklim cukup dingin dan banyak angin karena umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer dan sekunder. Pekon ini letaknya berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan vegetasi utama adalah Hutan Hujan Tropika di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Hutan ini umumnya didominasi tumbuhan marga

Lauranceae, Dillentaceae, Dipterocarpaceae, Myrtaceae, dan Fagaceae. Di hutan pantai barat terdapat bunga Bangkai (Amorphophalus sp.) --bunga tertinggi di dunia-- dan Raflesia (Rafflesia arnoldi) --bunga terbesar di dunia--. Wilayah Taman Nasional yang berbatasan dengan pemukiman penduduk terdapat zona penyangga berupa hutan Damar yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat secara turun-temurun dengan pola pengelolaan yang disebut Repong Damar.

Sejarah Kawasan

Asal Nama dan Perpindahan Pekon

(28)

12

yang dibuat sejak masa penjajahan Belanda. Saat gempa tahun 1933, sebagian Pekon Kenali runtuh dan rumah-rumah dibangun baru dengan struktur dan konstruksi yang berbeda dengan sebelumnya.

Gambar 4 Perkiraan lokasi Pekon Undok

Permukiman tradisional Lampung memiliki pola memanjang menurut jalur sungai, tanpa lapisan di belakangnya karena pola pekon ditentukan oleh pemandian pria (pangkalan bakas-ragah) dan wanita (pangkalan bebai-sebai). Kini, tempat pemandian itu hampir tidak ada lagi. Dahulu penduduk mandi, buang air, dan mencuci di sungai, sekarang sudah lazim penduduk mempunyai kamar mandi atau kakus di rumah, walaupun di sana-sini masih terdapat serambi belakang yang dipergunakan sebagai tempat mandi dan buang air, yang disebut

garang. Selain itu, ada pemikiran harus dekat dengan sanak-saudara, sehingga terdapat deretan puluhan rumah dari sub kebuayan. Karena sistem kekerabatannya bertipe keluarga luas, anak keturunannya selalu membangun rumah dekat orang tuanya (dulu lahan maupun bahan untuk rumah cukup tersedia). Hal ini yang melatarbelakangi pertumbuhan jumlah rumah tinggal. Dahulu, walaupun berada di pegunungan, permukiman selalu terletak di tepi sungai sebagai jalur transportasi. Setelah transportasi darat mulai berkembang, permukiman beralih ke tepi jalan raya. Baik permukiman yang terletak di tepi sungai, di tepi jalan raya, maupun di tepi laut, merupakan tempat kediaman yang mengelompok rapat. Penduduk tidak mementingkan halaman, karena semua kegiatan berada di ladang, tidak di rumah. Rumah adalah tempat beristirahat dan berkumpul para anggota kerabat untuk

1 Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala 1:50.000, Bakosurtanal 1977

2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007

(29)

13

upacara adat dan kegiatan sehari-hari. Kini, jika kita memasuki pekon, tidak ada pintu gerbang masuk. Dahulu, ada gardu jaga di depan, dan sebuah gardu di tengah. Letak pekon satu dengan pekon lain saling berjauhan, tergantung banyaknya atau panjangnya sungai. Dulu batas pekon tidak memiliki tanda tersendiri, biasanya dibatasi dengan kali kecil, batu alam, bahkan sering ditandai dengan kayu besar, sehingga bentuk bangunan tertentu yang menandakan batas pekon hampir tidak dikenal dalam masyarakat Lampung. Batas pekon secara adat mempengaruhi tempat dimana seseorang dapat bernyanyi dengan keras yaitu: adi-adi hatang, musyak, dan ngantau (tembang dengan suara melengking), batas ini juga menjadi patokan rombongan pengantin wanita (saat upacara pernikahan adat) dari luar pekon harus menunggu untuk dijemput. Pemerintah Belanda mengatur batas pekon dengan batas-batas alam, seperti: sungai, gunung, bukit, rawa atau pohon tua. Karena batas yang tidak tegas itu, sering terjadi perselisihan. Kini, batas pekon secara administratif dibuat untuk menentukan lokasi perkebunan.

Perubahan Pola Permukiman dan Tata Guna Lahan

Pekon ini dulunya adalah hutan belantara dan mulai dihuni antara tahun 1790 dan 1820. Tahap pertama pertumbuhan Pekon Kenali memanjang ke kiri-kanan jalan raya utama. Kemudian, setelah penduduknya bertambah generasi selanjutnya mengembangkan pemukimannya ke arah selatan sejajar dengan pola pekon yang ada membentuk saf ke tiga sejajar dengan pekon pertama dan kedua (Gambar 7). Pola permukiman pada dasarnya belum berubah sebagaimana dikatakan Du Bois (Residen Lampung I) dalam Hadikusuma et al.(1983).

De tioo’s zijn verdeeld in wijken (soekoe). Iedere wijk heeft een huis, uit hetwelk de

gezinnen der overgen in die wijk rekenen datzij afkomsting zijn, zoodat allen het hoofd van het oudste huis of de hoofden hisgezin als hun gebieder beschouwen deze weder en de hoofden hem als hun hoofd, die afkomsting is uit deodste wijk der tioe”.

Bermakna: satu pekon dibagi dalam beberapa bagian yang disebut bilik, tempat kediaman suku, yaitu tempat kediaman bagian klen yang disebut buay atau juga kadang-kadang gabungan buay. Di sekitar bilik terdapat rumah besar yang

disebut lamban balak, kemudian ada lagi beberapa rumah lainnya yang menurut adat masih berhubungan keluarga. Pada perkembangannya, di dalam satu pekon terdapat rumah kerabat yang tertua. Selanjutnya, Marsden (1811) menulis:

(30)

14

Tulisan ini dibuat saat wilayah ini masih dikuasai oleh Inggris, saat itu Marsden melihat bahwa dusun atau perkampungan selalu diposisikan di pinggir sungai atau danau untuk kenyamanan mandi dan pengangkutan barang. Kesulitan utama adalah keamanan pendakian. Akses untuk menuju kesana dengan jalan setapak yang sempit dan berkelok-kelok, dimana jarang lebih dari dua jalur; satu jalur menuju negeri (daerah kebandaran atau marga), dan satu jalur ke perairan (sungai atau danau); jalan ke perairan ini di kebanyakan sangat curam dan melewati karang dan bebatuan. Perkampungan ini dikelilingi pohon buah-buahan yang melimpah dan sangat tinggi, seperti durian, kelapa, dan buah pinang. Dan negeri yang bertetangga dalam jarak dekat menjadi beberapa derajat lebih terang dari pepohonan lebat, berupa areal persawahan dan perkebunan lada, perkampungan ini dari jarak jauh seperti hanya berupa areal perdu karena tidak memperlihatkan penampilan suatu kota atau areal tinggal apapun. Bentuk barisan rumah biasanya persegi empat, dengan jalan lintasan atau jalan setapak berselang-seling di antara bangunan, dalam perkampungan yang lebih udik ditinggali oleh masyarakat kelas yang lebih rendah, dan tempat lumbung padi ditegakkan. Pada pertengahan posisi bujur sangkar berdiri Balei atau balai kota, sebuah ruangan dengan panjang 50-100 kaki dan lebar 20-30 kaki, tanpa pembagian, dan terbuka di samping, pengecualian (bagian samping ini ditutup) saat upacara adat dengan digantungi dengan semacam lapik atau kain cita; tetapi dinaungi teritisan atap cukup dalam. Pengertian “perkampungan yang lebih udik”, penulis anggap sebagai kumpulan balay ramik dan rumah kebun. Ilustrasi dari deskripsi permukiman di masa lampau dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Ilustrasi Pekon Kenali pada abad ke-18

Way

H

umaw

ai

Mesjid/musholla Pemakaman Balai Pekon Batas wilayah

Semak/Belukar

Hutan

Perkebunan

N

Permukiman

Way Semangka Sumber: Bakosurtanal 1977 dan Marsden 1811

Way Lakak KETERANGAN

Sungai

(31)

15

Proses masuk menjadi warga dengan jalan muakhi (pengangkatan saudara) oleh kerabat tertua pendiri pekon. Baik kerabat asal maupun pendatang, mengakui bahwa kepala kerabat tertua adalah pemimpin mereka. Kepala kerabat asal yang tadinya adalah punyimbang suku menjadi punyimbang marga. Untuk mengatur jalannya pemerintahan pekon, punyimbang marga membentuk dewan pekon dari para punyimbang suku. Musyawarah adat dipimpin oleh punyimbang yang bertindak mewakili pekon terhadap dunia luar, tetapi ke dalam ia tidak berwenang mengatur kerabat suku kecuali sukunya sendiri. Beberapa pekon yang merupakan kesatuan berasal dari satu marga yang digabungkan menjadi satu dalam ikatan marga yang dikepalai oleh kepala marga yang diangkat Belanda berdasarkan calon-calon yang dimajukan oleh para punyimbang dari keturunan marga yang bersangkutan. Sejak tahun 1928, yang dikatakan sebagai marga adalah kesatuan dari beberapa pekon, dan satu pekon meliputi tempat-tempat kediaman kecil di daerah pertanian sekitarnya yang disebut umbul. Pengertian umbul dalam hal ini penulis anggap sebagai kumpulan balay ramik dan rumah kebun. Satu umbul dikepalai oleh kepala keluarga tertua.

Penyebab utama pergeseran pola permukiman ini adalah serangan penjajah. Selain itu karena faktor alam seperti gempa, dan migrasi penduduk ke hilir-hilir sungai dan pesisir pantai, dan pembangunan jalan beraspal. Akibat dari pelebaran jalan, batas pekarangan pada rumah-rumah di kiri-kanan jalan menjadi berkurang. Akan tetapi, pembangunan jalan ini tidak merubah aktivitas budaya yang ada, seperti saat dilangsungkannya pawai Sekura, masyarakat cukup menutup jalan raya dan menggunakannya sebagai tempat atraksi budaya. Tata guna lahan dibedakan dalam: permukiman, persawahan, perkebunan, hutan, semak belukar, kebun campuran, kolam/tambak, sungai, dan jalan. Perubahan tata guna lahan dilihat dari data tahun 1969 dan tahun 2013 (Gambar 6). Perubahan luas tata guna lahan (Tabel 7), menunjukkan perubahan sebesar 42%. Tata guna lahan di masa lalu umumnya menunjukkan keragaman lanskap yang lebih tinggi (Simmons 2013), pada Pekon Kenali dapat terlihat bahwa lahan yang dulunya semak-belukar menjadi lahan perkebunan (menjadi lebih produktif), lahan hutan semakin sempit dan sebagian besar berubah menjadi lahan kebun campuran.

Tabel 5 Perubahan luas tata guna lahan tahun 1969 dan 2013

Jenis Tutupan Lahan 1969 (ha) 2013 (ha)

Sumber : 1 Fotogrametri jawatan Topografi TNI AD 1969

2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2006/2007 3 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010

(32)

16

N

0 500 1000 m

N

Sukamakmur

1 Fotogrametri Jawatan Topografi TNI AD 1969

Bumi

Peta Tata Guna Lahan Pekon Kenali tahun 2013

Way Merih

Situs Batu Kepappang Lamban Pesagi

Sumber :

2Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala 1:50.000, Bakosurtanal 1977

3Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007 4Bappeda Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung 2003

5Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010 6Survey lapang 2012 Peta Tata Guna Lahan Pekon Kenali tahun 1969

KETERANGAN Balai ramik & rumah kebun

Jembatan

(33)

17

Kondisi Sosial Budaya

Demografi

Penduduk asli adalah suku Lampung Saibatin keturunan Buay Tumi dan Belunguh. Jumlah penduduk 1319 jiwa dalam 467 Kepala Keluarga (KK) (Tabel 8). Rasio usia anak-anak, produktif, dan lansia adalah 3:6:1. Pekon ini termasuk Pekon berkembang dengan banyaknya KK Sejahtera 24.9%. Jumlah KK lainnya: Prasejahtera 17%, Kaya 16.3%, Sedang 29.2%, dan Miskin 12.5%. Tingkat pendidikan didominansi lulusan SLTA 37.3%, mata pencaharian penduduk umumnya petani 35.4%, dan agama Islam dominan 98.6%.

Tabel 6 Demografi pekon

Uraian Jumlah

Kependudukan Jumlah Jiwa

(34)

18

Sistem Pemerintahan dan Kemasyarakatan

Desa disebut Pekon berdasarkan kebijakan pemerintah Kabupaten Lampung Barat pada desa-desa tradisional yang menggunakan sistem Pemangku (kepemimpinan berdasarkan adat). Pemekonan setingkat dengan Kelurahan, setiap Pekon terbagi oleh dusun-dusun, dan dipimpin seorang Peratin yang dipilih secara adat. Penduduk Pekon Kenali dipimpin oleh Umpu Belunguh dan keturunannya sampai tahun 1950. Selanjutnya dipimpin oleh Peratin sampai sekarang. Berikut adalah para peratin dan periode masa jabatannya (Tabel 8), sejarah pembangunan (Tabel 9), dan kegiatan pemerintahan (Tabel 10).

Tabel 7 Nama-nama peratin pekon kenali dan periode menjabat

Nama Peratin Pekon Periode Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010

Tabel 8. Sejarah pembangunan pekon

Kegiatan Pembangunan Tahun Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010

Tabel 9 Kegiatan pemerintahan pekon

Uraian Keberadaan (Ada/Tidak ada) Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010

(35)

19

ke pemerintahan Pekon juga diteruskan ke MUSPIKA. Satuan Linmas (Perlindungan Masyrakat) mempunyai anggota personel aktif dan siap sewaktu-waktu jika ada kegiatan yang bersifat lokal atau skala kecil. Untuk pengamanan skala sedang dan besar, Limnas dibantu Polsek (Kepolisian Sektor) dan Koramil (Komando Rayon Militer)1. Struktur pemerintahan dan kelembagaan Pekon, dapat dilihat pada Gambar 7. Selanjutnya, pembagian wilayahnya pada Gambar 8.

Lembaga Himpun

Pemekonan Juru Tulis

Peratin Lembaga Penjaminan

Mutu Pendidikan

Pemangku 3 Pemangku 4 Pemangku 5

555

Pemangku 1 Pemangku 2

Sumber: Dokumen RPJM Pekon Kenali, 2010

Masyarakat

Kelompok Pengajian & PKK

Pemangku

Kelompok Tani Remaja Islam

Masjid Lembaga Himpun

Pemekonan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Puskesmas

Gambar 7 Struktur pemerintahan dan kelembagaan pekon

Gambar 87 Pembagian wilayah pekon

1

Bpk. Rustam (Peratin Kenali), Bpk. Balsah Toha, Bpk. Irson,, Bpk. Zarkoni, Bpk. Dauhan, Bpk. Helmi (Para pemangku adat Pekon kenali)

Way Merih

1 Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala 1:50.000, Bakosurtanal 1977

2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat, Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007

(36)

20

Nilai-nilai dasar atau falsafah hidup yang menjadi landasan kepribadian suku Lampung tercermin dalam pola tingkah laku dan pergaulan hidup mereka, baik di antara sesama kelompok maupun terhadap kelompok lain. Menurut Hadikusuma dan Puspawijaya dalam Rusdi et al. (1986), nilai-nilai dasar yang menjadi pegangan pokok masyarakat suku Lampung terkandung dalam kalimat berikut: “Tandou nou ulun Lampung, wat pi’il pesenggiri, you balak pi’il ngemik malu ngigau diri. Ulah nou bejuluk you buadok. Iling mewari ngejuk ngakuk nemui nyimah ulah nou pandai you nengah you nyappur. Nyubali jejamou, begawi balak, sakai sambayan”. yang artinya: Tandanya orang Lampung, ada pi’il pesenggiri, ia berjiwa besar, memiliki malu, menghargai diri. Karena lebih, bernama besar dan bergelar. Suka bersaudara, saling memberi, tangan terbuka. Karena pandai, ia ramah dan suka bergaul. Mengolah bersama pekerjaan besar dengan tolong menolong. Falsafah ini adalah prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari yang dapat di simpulkan dalam 5 prinsip yaitu :

1 Pi'il Pesenggiri, diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku, keharusan hidup bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, berkewajiban menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun secara berkelompok yang senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu seorang Lampung dapat mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya demi mempertahankan pi'il pesenggirinya tersebut. Dengan pi'il pesenggiri,

seseorang dapat berbuat atau tidak berbuat sesuatu kendati hal itu merugikan dirinya secara materi.

2 Sakai Sambayan, keharusan hidup berjiwa sosial meliputi beberapa pengertian yang luas termasuk didalamnya gotongroyong, tolong menolong tanpa pamrih, bahu-membahu, dan saling memberi sesuatu yang diperlukan bagi pihak laidan hal tersebut tidak terbatas pada sesuatu yang sifatnya materi saja, tetapi juga dalam arti moril termasuk sumbangan pikiran dan sebagainnya.

3 Nemui Nyimah, berarti bermurah hati dan beramah-tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja yang berhubungan dengan mereka. Bermurah hati dengan memberikan sesuatu yang ada padanya kepada pihak lain, juga bermurah hati dalam bertutur kata.

4 Nengah Nyappur, adalah tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesedian membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan berpengetahuan luas, memberikan sumbangan pikiran, pendapat, dan inisiatif bagi kehidupan bersama. Ikut serta terhadap hal-hal yang bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman.

5 Bejuluk Buadok, keharusan berjuang meningkatkan derajat kehidupan, bertata tertib, dan bertata karma.

(37)

21

kedudukan seseorang sebagai pemuka adat, sebagai anak laki-laki tertua menurut tingkat garis keturunan masing-masing, dan kedudukan seseorang di dalam adat Lampung. Sistem pelapisan sosial yang didasarkan sifat keaslian dalam masyarakat Lampung, dibedakan antara keturunan inti (buay asal) dan golongan pendatang. Golongan buay asal merupakan golongan pendiri pekon. Golongan ini mempunyai hak utama turun-temurun dari keturunan asalnya, biasanya memiliki barang-barang pusaka tua dan tanah kerabat. Golongan pendatang dengan segala kemampuannya mendirikan pekon dan mempunyai perlengkapan sendiri atas dasar pengakuan golongan asli dan para punyimbang sumbai (tetangga) dari pekon lainnya. Hubungan antara golongan asli dan pendatang menjadi suatu hubungan yang akrab karena adanya adat mewari (pengangkatan saudara) dan perkawinan di antara mereka.

Sistem kekerabatan memakai garis bapak (patrilinieal geneologis). Kedudukan anak laki-laki tertua dalam keluarga memiliki kekuasaan sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab sebagai pemimpin keluarga/kerabat (orangtuanya, adik-adiknya) dalam segala persoalan. Ia mengatur hak-hak dan kewajiban adik-adiknya, baik laki-laki atau perempuan sampai mereka berkeluarga. Dengan demikian, terdapat perbedaan kedudukan dan hak kewajiban antara laki-laki dengan perempuan. Yang banyak berfungsi sebagai pengatur adalah kerabat ayah dan kerabat ibu hanya membantu. Keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu rumah, dalam kedudukan kekerabatan merupakan bagian dari kerabat besar yang diatur dalam kepunyimbangan. Seorang punyimbang merupakan kepala adat dan sub klan, yang berkedudukan sebagai pandia pakusara (gelar berdasar urutan di dalam hubungan darah) bukan karena memegang wilayah/mengepalai beberapa keluarga/kerabat lainnya. Gelar-gelar tersebut melahirkan hak dan kewajiban dalam masyarakat, terutama dalam penyelesaian perkawinan. Seorang anak kepala adat yang mengambil istri dari kebuayan lain yang kedudukan ayahnya sebagai punyimbang marga, maka yang mengurus segala perundingan dan segala akibatnya adalah punyimbang marga, bukan ayah anak tadi yang berkedudukan hanya sebagai punyimbang pekon. Sistem pengangkatan punyimbang bagi masyarakat adat Lampung Saibatin, siapapun tidak dapat menjadi punyimbang marga, kalau bukan anak laki-laki tertua dari punyimbang marga (faktor keturunan tetap dipertahankan). Untuk menjadi punyimbang pekon masih terbuka kemungkinan bagi punyimbang suku yang telah mempunyai kerabat yang banyak mempunyai wilayah pekon khusus memisah dari pekon asal. Demikian pula untuk menjadi punyimbang suku

(38)

22

keluarga kanan dan kiri ikut terlibat. Hal ini membawa konsekuensi dalam hal tolong-menolong dan hubungan kekerabatan secara umum. Kelompok sebelah kanan tidak dapat mewakili kepentingan A dalam bentuk apapun, sedangkan kelompok sebelah kiri (asal laki-laki) dapat mewakili A dalam segala bentuk kepentingan hidup. Urutan kepunyimbangan, gelar, dan bagan hubungan keluarga dapat dilihat pada Gambar 9.

C

- Mas/Kemas (adik III Sultan), berturut-turut satu tingkat dibawah gelar kakaknya, tetapi tidak memiliki wilayah

E F

- Mengepalai satu klan

Pangeran

A terhadap M dan N = Apak Kalamo/Ibu Kalamo A terhadap E dan F=Umpu/Tamong; keluarga asal F= Lebu A terhadap G = Kemaman, H=Ina Nakbai

A terhadap I = Adik Nakbai, I nakbai A, A Mahani I A terhadap Y dan K = Lakau (adik atau kakak) I terhadap Y dan K = Lakau Tuho (adik atau kakak) I terhadap B = Uyang

O terhadap Q = Kelepah/Kerepah Penyimbang Buay (Bandar)

Penyimbang Marga (Megou) - Mengepalai adat untuk beberapa pekon

Penyimbang Suku - Mengepalai adat untuk beberapa puluh keluarga batih

Sultan , Dalom

Gambar 9 Urutan kepunyimbangan dan bagan hubungan keluarga

Sistem Pengetahuan dan Religi

Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat adalah pengetahuan alam sekitar seperti laut yang dingin dan bersinar ombaknya menandakan akan datangnya musim ikan. Di danau menjadi keruh, semua ikan akan mati dan berkumpul ke tepi, keadaan ini disebut ngabatil. Angin Tenggara bertiup ini menandakan musim kemarau sebaliknya musim pembarat berarti penghujan. Pengetahuan flora, yaitu waktu kopi berbunga sebelum adanya musim kopi, saat

kayu klumbuk berbunga, menandakan saat atau waktu mengambil madu yang disebut ngadatu, sedang kayu tempat lebah bersarang (nyiwan) yang beratus-ratus jumlahnya disebut kedatuan.

Penduduk asli semua beragama Islam. Agama Islam bukan hanya mempengaruhi kehidupan pribadi, tetapi juga mewarnai sistem kemasyarakatan dan adat istiadat mereka. Adat istiadat berdasarkan agama Islam, dan agama Islam berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadits. Walaupun demikian, masih terdapat sisa-sisa peninggalan dari sistem kepercayaan lama sebelum kedatangan Islam di lampung. Beberapa bentuk peninggalan sistem religi yang masih ada:

1 Kosmologi. Salah satu mantera kuno menyebut bulan dan bintang berbunyi “Nyak mejong injuk bulan, tegak injuk bintang, helau halokku diliak…

Artinya: saya duduk menunjuk bulan, berdiri menunjuk bintang, silau wajahku dilihat. Ada juga yang menyangkut gejala alam yaitu, gerhana bulan yang mereka sebut bulan tekopan (bulan tertutup). Terhadap kejadian ini penduduk mempercayai bahwa waktu itu bulan diterkam Gali Gasing (raksasa langi)t. Biasanya penduduk beramai-ramai mengambil jimat yang terbuat dari akar

(39)

23

2 Magis. Dalam bentuk kepercayaan pada adanya makhlus halus. Masyarakat masih percaya bahwa di dunia ini ada makhluk-makhluk supranaturalyang melebihi kekuatan manusia biasa. Beberapa contoh antara lain masih ada di kalangan beberapa petani ladang yang melakukan sesajian berupa nasi, telor rebus, kemenyan, daun sirih, dan tembakau yang diletakkan pada tunggul pohon di antara tanaman padi atau di balik kayu-kayu besar. Maksudnya, untuk persembahan pada Dewi Padi yang mereka sebut Selang Seri atau Ratu Simoyang Sari. Kadang-kadang juga untuk arwah leluhur yang dapat menjelma melihat anak keturunannya dalam bentuk harimau jadian (limawong jadian). 3 Kepercayaan pada bunyi aneh dan pertanda buruk. Karena itu dilakukan

pencegahan (tolak bala) dengan mantera atau doa, yaitu:

a Jika di cakrawala terlihat garis pelangi (gunih/runeh) berwarna kuning, merah, dan biru, tanda datangnya musim kemarau. Untuk menghindari hal-hal yang merugikan, siapapun yang melihatnya harus membaca mantera. bJika mendengar petir berbunyi tunggal (gontor tunggal), tanda datangnya

penyakit menular/wabah. Untuk menghindarinya, semua orang harus membakar rumput laut setiap sore di bawah tangga rumah.

c Jika sedang berdiri di tepi sungai/laut melihat kayu/batang kayu yang hanyut dengan berdiri/tegak lurus terus-menerus mengikuti arus, tanda datangnya bencana alam. Untuk menghindarinya, penduduk harus berkeliling pekon dengan membaca mantera-mantera. Begitu juga jika ada rusa tiba-tiba memasuki pekon (uncal melok pekon).

dJika tiba-tiba mendengar burung kepodang atau siamang, dianjurkan berdoa atau membaca Al-Qur’an karena akan ada orang yang meninggal. Begitu juga jika melihat bulan bercahaya dikelilingi awan (bulan ngapapekon).

e Mimpi-mimpi tertentu, misalnya mimpi mandi, berarti akan sembuh dari sakit, untuk itu perlu berdoa pada pagi hari. Mimpi gigi geraham tercabut (belau cabut), tanda bahwa saudara dekat akan meninggal.

4 Upacara-upacara yang dipengaruhi sistem kepercayaan nenek moyang sebelum kedatangan Islam, antara lain:

a Ngaregah pamanoh. Benda-benda keramat yang biasa disimpan di atas plafon rumah kepala adat, apabila ada tanda-tanda penyakit menular/wabah yang disebut tha’un, benda-benda itu diturunkan, dibersihkan, lalu dibacakan

tangguh dengan kalimat kilu titeh kilu gimbar yang dilakukan bersama-sama oleh seluruh masyarakat (anak-anak hingga dewasa) hal ini disebut ngaregah pamanoh. Setiap kepala keluarga membawa sajian untuk dimakan bersama-sama yang disebut pemahon.

b Ngumbai. Upacara seluruh warga pekon dengan memotong kerbau yang dagingnya dibagi-bagikan. Semua orang yang memiliki ladang masing-masing membawa janur enau untuk disiram dengan darah kerbau tersebut. Janur-janur yang sudah disiram dengan darah kerbau itu kemudian digantungkan di ladang/kebun agar panen berhasil baik.

Tipe dan Karakteristik Sosial-Budaya

(40)

24

mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan perdagangan dengan pengaruh yang kuat dari agama Islam, bercampur dengan suatu peradaban kepegawaian yang dibawa oleh sistem pemerintah kolonial; gelombang pengaruh kebudayaan Hindu tidak dialami, atau hanya sedemikian kecilnya sehingga terhapus oleh pengaruh Islam. Berdasarkan Ditjen PMD (2013), status kemajuan dalam tingkat Swadaya kategori Madya (membutuhkan prioritas penanganan pada masalah keamanan dan ketertiban, kesadaran politik dan kebangsaan, peran serta masyarakat dalam pembangunan dan kinerja lembaga kemasyarakatan) dengan tipologi perkebunan.

Karakteristik sosial-budaya yang mempengaruhi dan menggambarkan keadaan permukiman tradisional Pekon Kenali adalah prinsip pi’il pesenggiri yang sudah dijelaskan sebelumnya. Prinsip ini pada karakteristik permukimannya adalah seseorang itu dinilai dari perilakunya, perilaku yang baik maka orang tersebut akan dinilai sebagai orang yang baik, demikian pula sebaliknya, perilaku ini tidak sebatas terhadap sesama manusia, berlaku juga terhadap hewan dan tumbuhan. Rumah peratin dan para pemangku adat berada di pusat permukiman bertujuan memudahkan koordinasi para perangkat desa. Selain itu, saling bergotong-royong di segala aspek kehidupan, seperti: mengolah ladang, upacara-upacara adat, dan kuatnya sistem kekerabatan dan rasa saling tolong-menolong antar sesamanya membuat jarak antar rumah saling berdekatan. Dalam hubungan dengan alam terdapat semboyan Bumi Tuah Bepadan, bahwa manusia dengan alam tidak bisa dipisahkan, selama manusia memperlakukan alam dengan baik maka alam juga akan memberikan kemakmuran bagi manusia.

Kearifan tradisional masyarakat, antara lain dalam penggunaan bahan bangunan rumah dari kayu yang bisa bertahan hingga ratusan tahun. Hal ini terbukti dari keberadaan Lamban Pesagi. Selain ketahanannya terhadap gempa, tidak cepat keropos dimakan rayap, juga bisa menjaga suhu ruangan (dalam kondisi panas tidak terasa terlalu panas dan di waktu dingin tidak terasa terlalu dingin). Penjelasan lengkap mengenai Lamban Pesagi dapat dilihat pada sub bab selanjutnya. Kemudian, dalam pemakaian rempah-rempah masakan, mereka banyak menggunakan jenis rempah-rempah yang mereka dapatkan dari kebun dan pekarangan mereka sendiri, seperti: lada, pala dan kayu manis di kebun, serta lengkuas, kunyit, dan jahe di pekarangan. Hal ini menambah keanekaragaman vegetasi dan sekaligus menjaga kelestarian karena pekarangan dan kebun mereka selalu ditutupi vegetasi. Selain itu warisan budaya Repong Damar adalah salah satu atraksi wisata yang menjaga keberlanjutan alam. Berbagai peralatan untuk mengolah ladang maupun peralatan berburu milik penduduk juga sangat disesuaikan dengan fungsi serta kegunaannya, bahan-bahannya pun diambil dari potensi alam yang tersedia di sekitar mereka. Seperti panah dan busur, tombak kayu, yang mereka buat berdasarkan pengetahuan turun-temurun, dan diajarkan kepada mereka semenjak anak-anak, sehingga semenjak dini mereka telah dipersiapkan dalam menghadapi kehidupan. Kondisi sekitar juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, seperti dalam hal mata pencaharian yang memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada (berladang, berburu binatang di hutan karena daerah di sekitar permukiman berupa hutan yang dihuni oleh berbagai satwa liar). Kegiatan berburu dilakukan tidak berlebihan dan bukan pada hewan langka yang dilindungi, sehingga tetap menjaga kelestarian alam.

Gambar

Tabel 2   Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya
Tabel 3   Kriteria penilaian  kawasan pekon
Gambar 5   Ilustrasi Pekon Kenali pada abad ke-18
Tabel 5   Perubahan luas tata guna lahan tahun 1969 dan 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait