RINGKASAN
Yoppy Priyo Guntoro D14080318. 2013. Aktivitas dan Produktivitas Lebah
Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica fragrans). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing anggota : Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS.
Trigona laeviceps adalah salah satu spesies dari famili Apideae. Berbeda dengan lebah Apis, lebah Trigona tidak memiliki sengat sehingga disebut stingless bee. Trigona lebih mudah dipelihara daripada jenis Apis sp. Lebah madu penghasil propolis, madu, dan bee pollen. Aktivitas dan produktivitas merupakan faktor yang paling penting dalam sebuah koloni karena menyangkut kelangsungan hidup koloni
Trigona. Aktvitas dan produktivitas di setiap kebun berbeda – beda tergantung kebun yang ditempat.
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan aktivitas dan produktivitas Trigona laeviceps di kebun polikultur dan monokultur pala (Myristica fragrans). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap tiga kali ulangan dengan perlakuan jenis kebun (polikutur dan monokultur pala) peubah yang diamati meliputi aktivitas dan produktivitas (madu, polen, propolis, dan perkembangan koloni). Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan uji – T dengan selang kepercayaan 95%. Diamati aktivitas keluar masuk pada pagi sampai sore hari (dari pukul 06.00 sampai 17.00), dan produktivitas diukur dari bobot koloni, produksi madu, propolis dan bee polen.
Aktivitas lebah Trigona di kebun monokultur pala lebih tinggi daripada di kebun polikultur. Puncak aktivitas di kedua kebun terjadi pada siang. Aktivitas di kebun polikulktur dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, sedangkan di kebun monokultur pala oleh intensitas cahaya. Persentase produktivitas polen dan propolis lebih tinggi. Persentase perkembangan koloni di kebun monokultur pala lebih tinggi dari kebun monokultur.
Faktor lingkungan yang paling menentukan aktivitas lebah Trigona di kebun polikultur adalah suhu (83%) sedangkan di kebun monokultur pala faktor yang paling menentukan aktvitas lebah Trigona adalah intensitas cahaya (84%). Faktor lingkungan (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya) kecil pengaruhnya terhadap produktivitas lebah Trigona.
Budidaya lebah Trigona yang ditunjukkan untuk produktivitas madu, polen dan propolis yang tinggi disarankan di kebun polikultur. Sebaliknya, budidaya lebah untuk perkembangan koloni sebaiknya dilakukan di kebun monokultur tanaman sumber resin.
ABSTRACT
Activity and Productivity Stingless bee Trigona laeviceps in Polyculture and Monoculture Plantation of Nutmeg (Myristica fragrans)
Guntoro, Y. P., H. C. H. Siregar, and A. M. Fuah
Trigona laeviceps is belong to the family Apideae. It has belong to no sting (stingless bee) and produce propolis, honey and bee pollen. This study aimed to study and compare the activity and productivity of Trigona laeviceps in polyculture and monoculture plantation nutmeg (Myristica fragrans). The study used completely randomized with type of garden (policultures and monocultures of nutmeg) Trigona
activity and productivity (honey, pollen, propolis and development of colonies) were the variables and the obtained data were analyzed by ANOVA T - test with 95% confidence interval. observation the activity in and out in the morning until late afternoon (from 06:00 to 17:00), and productivity seen from the weight indication colony, honey, propolis and bee pollen. Trigona bee activity in the nutmeg monoculture plantation (83 %) was higher than in polyculture garden (84 %) and determined by light intensity. Activity in the garden polyculture affected by temperature pollen and propolis production percentages were higher in policulture plantation, while Trigona colonies in nutmeg monoculture had a better development. However, in this study, ambient factors (temperature, Rh, and light intensity) do not significantly determined variation in Trigona productions.
.
Keywords :Trigona laeviceps, Myristica fragrans, foraging activity, productivity, environmental
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trigona laeviceps adalah salah satu serangga dari famili Apidae yang merupakan plasma nutfah Indonesia. Berbeda dengan lebah madu Apis yang dikenal dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat, T. laeviceps tidak memiliki sengat sehingga dalam pemeliharaannya tidak perlu khawatir disengat oleh lebah ini. Produk utama budidaya lebah madu Apis adalah madu, sedangkan produk utama
Trigona adalah propolis yang merupakan bahan sarangnya.
Trigona merupakan serangga yang cocok hidup di iklim tropis dan dataran rendah, yang penting ada sumber makanan di sekitarnya. Produksi propolis dipengaruhi oleh jenis – jenis tanaman yang ada disekitar sarang Trigona tersebut, hanya saja untuk mengoptimalkan produksi propolis yang tinggi Trigona harus mencari sumber makanan. Jenis – jenis lebah madu merupakan kelompok terpenting dalam penyerbukan dibandingkan serangga – serangga lain (Free, 1982), sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman. Sebagai pollinator, banyak bunga yang dapat dipolinasi oleh Trigona, salah satunya adalah pala (Myristica fragrans). Tanaman pala berbunga sepanjang tahun dan penghasil polen dan sedikit nektar. Selain sumber polen, tanaman pala juga merupakan sumber resin yang yanga dipakai sebagai bahan baku sarang Trigona.
Pada umumnya, kebun pala milik petani dikombinasikan dengan tanaman lainya misalnya dengan buah – buahan lainya. Seperti durian, petai, manggis, markisa, dan lain – lain. Kebun pala yang dikombinasiakan di penelitian ini di katagorikan sebagai kebun polikultur. Kebun pala yang tidak di kombinasikan dengan tanaman dikatgorikan sebagai kebun pala monokultur. Kebun mokultur pala biasa merupakan kebun percobaan. Perbedaan kompisisi tanaman di kedua tipe kebun merupakan salah satu faktor yang mungkin dapat mempengaruhi hewan pollinator seperti
2 Aktivitas Trigona tidak jauh berbeda dengan lebah Apis tergantung dari sinar matahari dimana cahaya matahari menuntun mereka untuk mencari makanan (Sihombing, 2005). Aktivitas harian Trigona dapat dilihat dari kegiatan keluar masuk sarang membawa polen dan resin dan mengeluarkan polen dari sarang. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pada pagi dan sore lebih banyak mengambil polen dan pada siang hari lebih banyak mengambil resin. Selain cahaya dan ketersediaan jenis bahan pakan (Salatino et al, 2005), aktivitas Trigona juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban (Hilario et al., 2003).
Aktivitas Trigona keluar masuk sarang merupakan aktivitas menjaga sarang dari serangan musuh, membuang kotoran dari dalam sarang, dan yang paling utama adalah mencari makan. Trigona lebih banyak bergerombol ketika mengambil pakan pada satu tanaman. Aktvitas mencari makan akan mempengaruhi bobot koloni
Trigona dan produknya yaitu madu, bee pollen dan propolis. Produktivitas akibat aktvitas di kedua kebun yang berbeda (polikultur dan monokultur) juga perlu diketahui. Pemahaman terhadap hubungan aktvitas dengan produktivitas perlu diperlukan untuk dimanfaatkan dalam menejemen pemeliharaan Trigona.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas lebah Trigona laeviceps
3
TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Trigona spp.
Lebah Trigona spp. merupakan serangga yang hidup berkelompok dan mem-bentuk koloni. Lebah jenis Trigona termasuk golongan stingless bee yaitu golongan lebah yang menggigit namun tidak memiliki sengat. Lebah ini mudah dijumpai di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia Tenggara. Menurut Sihombing (2005) penggolangan zoologis dari Trigona adalah sebagai berikut :
Lebah Trigona spp. diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthropoda, kelas insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona dan spesies Trigona sp., ada beberapa jenis Trigona di Indonesia diantaranya T. laeviceps, T. apikalis, T. minangkabau, T. itama, dan sebagainya ,sedangkan penyebaran Trigona di Indonesia sangat beraneka ragam, di Sumatra ada sekitar 31 jenis, di Kalimantan ada 40 jenis, di jawa 14 jenis, Sulawesi ada tiga jenis. Setiap koloninya terdiri atas 300 – 80.000 ribu ekor (Siregar et al., 2011). Jumlah madu yang dihasilkan jenis Trigona lebih sedikit dibandingkan lebah penghasil madu jenis Apis dan lebih sulit dipanen dari sarangnya, namun jumlah propolisnya lebih banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain (Singh, 1962).
Trigona spp. biasanya membuat sarang di dalam lubang pohon, celah dinding atau lubang bambu di dalam rumah. Lebah ini tidak suka hijrah karena ratunya sangat gemuk dan tidak pandai terbang (Perusahaan Umum Perusahaan Kehutanan Negara Unit Jawa Timur, 1986). Beberapa koloni menempati bekas sarang semut atau rayap dan membangun sarangnya di bebatuan di bawah tanah (Free, 1982). Jenis
4
Sarang Trigona
Beberapa spesies Trigona membangun sarang mereka di rongga bawah dan sebagiannya lagi membangun sarangnya dibagian pohon. Sarang adalah biasanya terbuat dari lima bagian: sisir induk,involucrum, storage pot, cerumen, dan pintu masuk. Sisir terdiri dari sel-sel induk, yang masing-masing jantan muda dipelihara, dikelilingi oleh selubung dari cerumen, atau involucrum. berikut ini adalah gambar bagian dari sarang trigona yang di tunjukan pada Gambar 1.
(a). Pintu Masuk Trigona (b). Bagian Dalam Sarang Trigona
Gambar 1.(a) Pintu Masuk Sarang Trigona dan (b) Bagian Dalam Sarang Trigona.
Oleh karena itu, rongga dimana Sel-sel induk yang hadir disebut induk yang lengket. Cerumen terbuat dari campuran lilin disekresikan dari kelenjar di perut pekerja dan propolis. Propolis tersebut berasal dari resin yang dikumpulkan dari tanaman. Madu dan serbuk sari disimpan dalam storage pot sangat berbeda dari sel -sel induk. Ini pot penyimpanan biasanya ditempatkan di atas dan di bawah
involucrum, dan terbuat dari cerumen. Ruang tambahan di pohon rongga disegel oleh piring batumen, biasanya terbuat dari cerumen dan bahan lainnya seperti lumpur. Pintu masuk sarang adalah lubang sederhana tempat keluar masuknya lebah (Amano, 2004).
Koloni Lebah Trigona
Lebah madu merupakan insekta sosial yang hidup dalam suatu keluarga besar, yang disebut koloni lebah. Keunikan koloni lebah adalah mempunyai sifat
5 biologis yang berbeda satu golongan dari golongan lain atau strata yang lain (Sihombing, 2005).
Di dalam satu koloni terdapat satu ratu (queen), beberapa ratus lebah jantan (droves), beberapa ribu lebah pekerja (worker-bees).Berikut ini adalah gambar dari kasta lebah yang di tunjukan pada Gambar 2.
(a) Lebah Ratu (b) Lebah Jantan (c) Lebah Pekerja
Gambar 2. (a) Lebah Ratu, (b) Lebah Jantan, dan (c) Lebah Pekerja.
Ratu lebah memiliki ukuran yang paling besar dua kali lebih besar dari lebah lainya, tugas ratu adalah bertelur setiap harinya sekitar 2000 telur, dari telur yang tertunas akan menghasilkan lebah ratu dan pekerja, tergantung komposisi makanan dalam telur sedangkan yang tidak tertunas akan menghasilkan lebah jantan. Selain sebagai mesin-hidup pengasil telur, lebah ratu juga mengahasilkan senyawa kimia
feromon yang mempunyai fungsi untuk pemersatu koloni yang terorganisasi dan mencegah lebah pekerja bertelur (Sihombing, 2005).
6 dikerjakan oleh lebah pekerja yaitu keadaan anatomi dan fisiknya, rangsanagn lingkungan dan hal – hal lain koloni untuk menentukan tugas yang dikerjakan sesuai umurnya (Akratanakul, 1986).
Pakan Lebah
Bahan makanan lebah madu adalah dalam bentuk nektar, polen, dan honeydew
(Sihombing, 2005).
Nektar
Nektar meruapakan cairan manis yang dieksresikan oleh tanaman padabagian bunga atau daun. Kadangkala nektar di gantikan dengan embun madu (honey dew), yaitu cairan manis yang dikeluarkan oleh kutu tanaman yang termasuk dalam family
Aphidhae dan Coccidae. Nektar berperan bagi lebah madu sebagai sumber energi yang penting untuk melakukan aktivitas gerak. Kelebihan nektar akan di simapan menjadi cadangan makan dan diproses menjadi madu (Marhiyanto, 1999).
Polen
Polen adalah alat reproduksi jantan tumbuhan yang mengandung protein tinggi. polen dikonsumsi oleh lebah madu terutama sebagai sumber protein dan lemak, sedikit karbohidrat, dan mineral – mineral. Kandungan protein kasarnya rata – rata 23 % dan mengandung semua semua asam – asam amino esensial maupun asam – asam lemak esensial (Sihombing, 2005). Meskipun kadar protein dari polen berbagai bunga bervariasi dari yang rendah sampai yang tinggi (19,8 %), lebah madu mengumpulkan tepung sari dari berbagai sumber bunga sehingga mendapatkan campuran tepung sari dengan kadar protein yang seimbang dan selalu sama (Winarno, 1981).
Sumber Pakan Trigona
7 Tabel 1. Tanaman Sumber Resin, Polen, dan Nektar
Nama tanaman Sumber
Damar (Agathis spp.) Resin, nektar, polen Nangka (Artocarpus heterophyllus) Resin, polen
Cemara (Casuarina spp.) Resin
Meranti (Shorea spp.) Resin
Manggis (Carciona mangostana) Resin, nektar, polen Kemenyan (Dioscorea oppositifolia) Resin
Kenari (Canarium commune) Resin
Pala (Myristica fragrans) Resin, polen
Pinus (Pinus merkusii) Resin
Rasalama (Altingia excelsa) Resin
Sawo (Achras zapota) Resin
Singkong (Manihot uttilisima) Resin, nektar, polen
Akasia (Acacia mangiums) Nektar
Alpukat (Persea americana) Nektar
Bungur (Lagerstroemia speciosa) Polen
Belimbing (Averhoa spp.) Nektar, polen
Cabe (Capaicum spp.) Nektar
Durian (Durio zibethinus) Nektar
Jagung (Zea mays) Polen
Jambu batu (Psidium guayana) Polen
Jambu air (Eugenia javanica) Nektar, polen Jengkol (Phitecollobium jiringa) Polen Kaliandra (Calliandra callothirsus) Nektar, polen
Kapuk (Ceiba pentandra) Nektar
Kebembem (Mangifera odorata) Nektar, polen Kedondong (Spondias cytherea) Nektar, polen
Kelapa (Cocos nuchifera) Nektar, polen
Kemiri (Alaeurites mollucana) Nektar,polen
Keruing (Diptercapus spp.) Nektar
Lamtoro (Leuceuna leceucephala) Polen Lengkeng (Nephelium nonganum) Nektar, polen
Mangga (Mangifera indica) Nektar
Markisa (Passiflora spp.) Polen
Melinjo (Gnetum gnemon) Nektar, polen
Palem (Cyrtostachys lakka) Nektar, polen
Pepaya (Carica papaya) Polen
Putri malu (Mimosa pudica) Polen
Petai (Parkia speciosa) Polen
Pisang (Musa paradisiaca) Nektar
Rambutan (Niphelium lapeceum) Nektar, polen Salam (Eugeunia polyanta) Nektar, polen
Sengon (Albizzia falcataria) Polen
Soka (Ixora paludosa) Polen
8 Polikultur adalah model pertanian yang menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik dan melestarikan keanekaragaman hayati lokal. Keanekaragaman hayati lokal. Keanekaragaman yang dimaksud tidak hanya dari segi flora tapi juga dari segi fauna.Polikultur memadukan berbagai teknologi budaya yang diselaraskan dengan teknologi dan budaya lokal. Kebun polikuktur bertujuian untuk memperbanyak jumlah flora dan fauna dalam satu tempat (Sabirin et al., 2010).
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman) (Sabirin et al., 2010).
Pala (Myristica fragrans) adalah tanaman daerah tropis yang memiliki 200 spesies dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki mahkota yang rindang, dengan tinggi batang 10 - 18 m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi daunan yang rapat. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 - 1,5 cm (Departemen Pertanian, 1986). Menurut Kartez (2011) penggolangan zoologis dari palaadalah sebagai berikut :
9 cm, daging buahnya tebal dan asam rasanya. Biji berbentuk lonjong sampai bulat, panjangnya berkisar antara 1,5-4,5 cm dengan lebar 1-2,5 cm. Kulit biji berwarna coklat dan mengkilat pada bagian luarnya. Kernel biji berwarna keputih - putihan, sedangkan fulinya berwarna merah gelap dan kadang-kadang putih kekuning - kuningan dan membungkus biji menyerupai jala (Departemen Pertanian, 1986).
Aktivitas Pencarian Pakan
Aktivitas lebah madu mulai keluar dari sarang mulai dari pukul 05:30 sampai dengan Pukul 18:19. Sebelum melakukan aktivitas, lebah madu akan berdiri di depan sarang untuk menghangatkan badanya sebelum terbang. Apabila kondisi alam tidak memungkinkan lebah keluar dari sarang, misalnya hujan dan angin kencang makan lebah tidak melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dalam sarang (Solihah, 2005).
Aktivitas Pengambilan Nektar, Polen, dan Resin
Menurut Sumoprastowo dan Suparto (1980), pada waktu matahari terbit sampai pukul 08:00 bunga banyak yang mengeluarkan nektar sehingga pada waktu tersebut terlihat banyak lebah yang mencari nektar, sedangkan pada siang hari hari yang panas nektar sudah tidak ada karena menguap, sehingga lebah lebih banyak mencari polen, dan mulai mencari lagi dari pukul 17:00 sampai menjelang malam.Diantara sekian banyak lebah pekerja ada yang hanya mengumpulkan nektar, ada juga yang mengumpulkan polen saja, tetapi ada juga yang mengambil polen dan nektar sekaligus (Morse dan Hooper, 1985).
10 Pada iklim tropis lebah madu pekerja mengumpulkan polen pada pagi hari dapat mencapai 22% sampai 50%, sedangkan sore hari hanya dapat mengumpulkan 7% - 10%. Hal tersebut disebabkan pada pagi hari pada umumnya polen yang tersedia lebih banyak dibandingkan pada sore hari (Nugroho, 1993).Ketersediaan polen pada satu jenis bunga berpengaruh terhadap kunjungan lebah ke bunga tersebut (Crane, 1975).
Pengumpulan resin adalah bagian dari aktivitas Trigona, lebah pekerja yang mengambil resin sekitar 10% dari jumlah lebah pekerja di satu koloni. Namun untuk perbandingan aktivitas pengambilan resin dan polen pada pagi dan sore hari aktivitas pengambilan polen lebih banyak dari pada pengambilan resin, tapi ketika hari sudah siang aktivitas pengambilan resin lebih banyak daripada pengambilan polen (Wallace dan Lee, 2009).
Resin tanaman adalah sumber daya penting untuk bahan bangunan sarang lebah. Namun sumberdaya resin kebanyakan cenderung terbatas dan bertahan sebentar, resin sumberdaya satu pohon hanya untuk persediaan 2 – 3 bulan untuk kebutuhan
Trigona. (Wallace et al., 2008).
Pengaruh Lingkungan Terhadap Aktivitas Trigona
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan harian lebah madu di dalam mencari makan adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya (Sulaksono et al., 1986).
Temperatur lingkunganmempengaruhi terhadap aktivitas lebah pekerja dalam mencari makanan. Temperatur sekitar berpengaruh terhadap aktivitas lebah, aktivitas tersebut meliputi pencarian makanan, perawatan keturunan, dan pembesaran koloni. Temperatur meningkat mengakibatkan penurunan aktivitas lebah dalam mencari pakan (Mani, 1972). Aktivitas pencarian nektar, tepung sari dan air tergantung cuaca dan kebutuhan koloni. Lebah madu aktif mencari nektar dan tepung sari pada kisaran 20- 26 ºC (Gojmerac, 1983).
11 ketersediaaanya di alam (Gojmerac, 1983). Aktivitas lebah madu pekerja akan menurun bila suhu lingkungan semakin panas. Peningkatan suhu lingkungan juga menyebabkan nektar dari bunga mengalami penguapan sehingga volume nektar menurun. Hal tersebut mengakibatkan kadar air nektar pada bunga berkurang, sehingga kadar gulanya mengalami peningkatan (Nugroho, 1993).
Pengaruh lingkungan terhadap intensitas pengumpulan polen dapat mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung, secara langsung dapat mempengarui aktivitas terbang, tingkat dan pola konsumsi. Secara tidak langsung dapat berupa produksi polen bunga, temperatur lingkungan sangat mempengaruhi jumlah konsumsi makanan lebah madu, dan dengan demikian akan mempengaruhi tingkat pengumpulan makanan (polen dan nektar) dari lapangan. Kelembaban, temperatur, kecepatan angin, dan intensitas cahaya bepengaruh sangat nyata terhadap aktivitas terbang lebah (Sihombing, 2005).
Suhu ideal untuk lebah terbang adalah antara 16 °C dan 26 °C. Namun suhu bukanya salah satu faktor yang menguntungkan untuk terbang karena ada faktor kelembaban lingkungan yang paling penting untuk kegiatan penerbangan. (Hilario et al., 2003). Aktivitas pembuangan sampah lebih banyak dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Dan aktivitas lebih tinggi ketika pada musim panas daripada di musim dingin (Hilario et al., 2003).
Trigona tidak bisa bertoleransi dengan suhu rendah, tetapi Trigona bisa bertahan pada suhu 34 - 36ºC karena itu Trigona lebih kuat pada suhu panas ketimbang Apis. Lebah Trigona tidak tahan dengan temperatur dingin, tapi ketika temperaturpanas
12
Produk Trigona
Produk dari lebah madu yang dapat dimanfaatkan untuk menambah nilai hasil dari perlebahan adalah madu, bee pollen dan propolis (Sihombing, 2005).
Propolis
Propolis merupakan resin lengket yang dikumpulkan oleh lebah dari kuncup, kulit kayu, dan dari bagian lain tumbuhan (Gojmerac, 1983). Propolis merupakan produk alami lebah yang menunjukkan efek antimikroba (Dharmayanti, 2000). Lebah madu memerlukan propolis karena lebah madu rentan terhadap infeksi bakteri dan virus (Chinthalapally dan Rao Valhalla, 1993).
Secara kimia, propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa terpena, asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat dan asam fenolat. Propolis juga mengandung flavonoid yang sangat tinggi sehingga banyak peneliti lebih memilih propolis sebagai senyawa flavonoid (Chinthalapally et al., 1993). Keragaman jenis tumbuhan asal resin merupakan faktor utama yang menimbulkan perbedaan komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam propolis. Perbedaan komposisi ini menimbulkan perbedaan warna dan aroma pada jenis propolis yang berbeda. Aroma yang tercium merupakan aroma senyawa aromatis yang bersifat volatil yang terkandung dalam propolis (Salatino et al., 2005). Trigona jarang diternakkan karena menghasilkan madu yang sedikit namun Trigona menghasilkan propolis lebih banyak daripada
Apis spp. (Fatoni, 2008).
Madu
13 Ketersediaan simpanan nektar berupa madu di dalam sarang dalam jumlah banyak akan merangsang pertumbuhan koloni yang lebih baik, baik dalam membuat sarang penyimpanan madu maupun untuk menempatkan telur dan perkembangan larva menjadi pupa (Perusahaan Umum Perusahaan Kehutanan Negara, 1993). Lebah madu Trigona spp. Menghasilkan jumlah madu yang sedikit bila dibandingkan dengan lebah Apis spp. Sarang lebah Trigona spp. menghasilkan madu kurang lebih 1 kg/tahun sedangkan Apis spp. Menghasilkan madu mencapai 75 kg/tahun. Madu yang dihasilkan Trigona spp. mempunyai aroma khusus, campuran rasa manis dan asam seperti lemon. Aroma madu tersebut berasal dari resin tumbuhan dan bunga yang dihinggapi lebah (Fatoni, 2008).
Bee Pollen
Polen digunakan untuk berbagai tujuan.Salah satu pengguna besar adalah untuk diberi kembali lagi kepada lebah saat polen di lapangan langka.Untuk tujuan penyerbukan polen dibutuhkan dari tumbuhan tertentu.Sebagai sumber protein untuk lebah itu sendiri (Sihombing, 2005).
14
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda, yaitu kebun polikultur (kebun pala yang dikombinasikan dengan tanaman lainya), dan kebun monokultur pala (kebun yang tidak dikombinasikan dengan tanaman lain). Kebun polikultur berlokasi di Cijeruk, Bogor (kebun polikuktur) dengan luas 2 Ha dan kebun monokultultur pala berlokasi di Cicurug, Sukabumi, dengan luas 3,5 Ha. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan dari bulan Maret sampai Mei 2012.
Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan terdiri atas enam koloni Trigona laeviceps dengan bobot awal yang berkisar dari 50 – 150 g (rataan 77,68 g). Alat yang digunakan mencakup kotak kayu, counter, pisau, golok, pinset, piring plastik, timbangan merek
BUTTERFLY dengan ketelitian 1 g, timbangan digital merek AND dengan ketelitian 0,0001 mg. sendok, loyang, luxmetermerek HANNA dengan ketelitian 0,001 lux digunakan untuk mengukur cahaya, thermohigrometer merek MASTECH digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban, dan enam stup kayu baru dengan ukuran 18 cm x 18 cm x 25 cm. Gambar sampel dan bahan dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) Koloni Trigona (b) Hand Counter (c) Timbangan
(d) Stup Kayu (e) Timbangan Digital (f) Luxmeter dan Thermohygrometer
Gambar 3. Sampel dan Alat yang Digunakan untuk Penelitian (a) Koloni
15
Prosedur
Tahap Persiapan
Enam kotak baru ditimbang terlebih dahulu sebagai bobot stup kosong. Enam koloni Trigona dari sarang bambu dipindahkan ke enam stup yang baru lalu ditimbang. Selisih antara koloni dalam stup baru dengan stup baru yang kosong merupakan bobot koloni awal. Ke enam koloni ini diadaptasikan selama satu hari di kebun polikultur kemudian sore hari esoknya tiga stup dipindahkan ke kebun monokultur pala.
Tahap Pengamatan Aktivitas Keluar Masuk Sarang Trigona
Pengamatan aktivitas Trigona dilihat dari aktivitas keluar masuk Trigona ke sarangnya selama 10 menit tiap jam dihitung dengan counter. Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan setiap satu jam dari pukul 06:00 sampai 17:00.
Tahap Pengukuran Produktivitas Trigona
16
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan jenis kebun (kebun polikultur dan kebun monokultur pala). Model matematika yang digunakan.
Yij = + j+ ij
Keterangan :
Yij : Nilai peubah yang diamati pada ulangan ke-j dari perlakuan jenis kebun ke-i
: Rataan umum nilai peubah yang diamati : Pengaruh perlakuan jenis kebun ke-i
ij:Galat pada ulangan ke-j dari perlakuan jenis kebun ke-i i : Jenis kebun (kebun polikuktur dan kebun monokultur pala) j : ulangan (3)
Data aktivitas harian dan pertambahan bobot koloni dianalisis menggunakan ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95%.Data rataan aktivitas harian, produktivitas (madu, bee pollen, dan propolis) serta perkembangan koloni dianalisis dengan menggunakan uji T pada tingkat kepercayaan 95%. Faktor lingkungan (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya) ditabulasikan dan pengaruhnya terhadap aktvitas dan produktivitas dianalisis secara deskriptif serta disajikan dalam bentuk grafik dan gambar.
Peubah
Peubah yang diamati mencakup:
1. Rataan aktivitas harian koloni Trigona adalah rataan jumlah Trigona yang keluar masuk sarang tiap hari selama tiga bulan. Rumusnya adalah:
Rataan aktivitas harian (x) = ∑
2. Aktivitas koloni Trigona adalah jumlah Trigona yang keluar masuk sarang per sepuluh menit tiap jam
17 didapat dari hasil penimbangan koloni Trigona dikurangi dengan bobot kotak kosong
Keterangan :
PBK : Pertambahan bobot koloni
: Bobot koloni minggu Ke - n
: Bobot koloni minggu lalu
Bobot koloni didapat dengan cara mengurangi bobot koloni dalam stup dikurangi dengan berat stup kosong
4. Produksi madu adalah proporsi bobot madu yang dihasilkan dalam tiga bulan terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:
5. Produksi polen adalah proporsi bobot bee pollen yang dihasilkan dalam tiga bulan terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:
6. Produksi propolis adalah proporsi bobot propolis yang dihasilkan dalam tiga bulan terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:
7. Perkembangan koloni adalah proporsi bobot sel telur beserta isinya terhadap bobot awal koloni, diperoleh dengan rumus:
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di dua lokasi. kebun polikultur terletak di Kecamatan Cijeruk. Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Kecamatan Cijeruk terletak kurang lebih 40 km di sebelah Ibukota Kabupaten Bogor. Luas Kecamatan Cijeruk 3.654,36 Ha. Ketinggian Kecamatan Cijeruk 421,5 – 1.737,5 meter dari permukaan laut (dpl), topografi berbukit dengan kemiringan lahan yang bervariasi karena terletak di kaki Gunung Salak. Suhu di Cijeruk berkisar 18 – 31 ºC, kawasan Cijeruk berpotensi untuk kegiatan Agrowisata (Kecamatan Cijeruk, 2009). Luas lahan penelitian di kebun polikultur 2,5 Ha Kawasan ini memiliki batas tapak sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kelurahan Pamoyanan, Kotamadya Bogor Sebelah Selatan : Kecamatan Cigombong dan Kecamatan Cicurug Sebelah Timur : Kelurahan Rancamaya, Kotamadya Bogor Sebelah Barat : Kecamatan Tanjungsari
Lokasi penelitian Cijeruk dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) Peta Cijeruk (b) Lokasi penelitian Cijeruk
Gambar 4. (a) Peta Cijeruk dan (b) Lokasi Penelitian Cijeruk
19 Tabel 2. Komposisi Tanaman di Kebun Polikultur
Nama Tanaman Jumlah Tanaman
(batang)
Pala (Myristica fragrans) 10
Nangka (Artocarpus heterophyllus) 3
Manggis (Carciona mangostana) 1
Singkong (Manihot uttilisima) 20
Durian (Durio zibethinus) 3
Kapuk (Ceiba pentandra) 1
Lengkeng (Nephelium nonganum) 1
Kedondong (Spondias cytherea) 1
Mangga (Mangifera indica) 2
Palem (Cyrtostachys lakka) 5
Pisang (Musa paradisiaca) 41
Rambutan (Niphelium lapeceum) 4
Jambu air (Eugenia javanica) 2
Jambu batu (Psidium guayana) 3
Jengkol (Phitecollobium jiringa) 1
Kelapa (Cocos nuchifera) 3
Markisa (Passiflora spp.) 1
Papaya (Carica papaya) 1
Petai (Parkia speciosa) 1
Soka (Ixora paludosa). 3
Total 108
20 Sebelah Utara : Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
Sebelah Selatan : Kecamatan Parungkuda dan Parakansalak Sebelah Timur : Kecamatan Nagrak dan Cibadak
Sebelah Barat : Kecamatan Cidahu
Lokasi penelitian Cicurug dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)Peta Cicurug (b) Lokasi Penelitian Cicurug
Gambar 5. (a) Peta Cicurug dan (b) Lokasi Penelitian Cicurug
Komposisi tanaman di kebun monokultur jenisnya lebih seragam. Komposisi tanaman di kebun monokultur pala dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Tanaman di Kebun Monokultur Pala
Nama Tanaman
Jumlah Tanaman (batang)
Pala (Myristica fragrans) 437
Palem (Cyrtostachys lakka) 30
Total 467
Kecamatan cicurug memiliki penyebaran penduduk tertinggi di Kabupaten Sukabumi bagian Utara (Badan Pusat Statistik, 2010).
Lingkungan Trigona
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas dan produktivitas
21 madu di dalam mencari makan adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya (Sulaksono et al., 1986).
Suhu
Suhu di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut berkisar antara 22,32 - 30,75 ºC dan 19,46 – 26,88 ºC seperti yang tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Suhu Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Suhu ini masih termasuk dalam kisaran suhu yang dapat ditoleransi oleh lebah
Trigona, yaitu 16-26 ºC (Hilario et al., 2003), bahkan sampai 34-36 ºC (Amano, 2004). Pada waktu yang sama suhu di kebun polikultur lebih tinggi dibandingkan di kebun monokultur pala, karena kebun polikultur terletak di lokasi yang lebih rendah. Kebun polikultur memiliki suhu terendah (22,32 ºC) pukul 06.00 dan suhu tertinggi (30,75 ºC) pukul 10:00. Pukul 08:00 sampai 10:00, sinar matahari langsung mengenai stup Trigona sehingga suhu menjadi tinggi.
Waktu Jenis Kebun
Koefesien Keragaman (%) 8,58 11,84
22 Kebun monokultur pala memiliki suhu terendah (19,46 ºC) pukul 17:00 dan suhu tertinggi (26,88 ºC) pukul 12:00, Kebun monokultur pala yang rimbun yang menyebabkan cahaya matahari mengenai kotak Trigona pada pukul 11:00 sampai pukul 13:00. Sebaliknya, di kebun polikultur pala cahaya mengenai kotak sejak pukul 07:00.
Kelembaban
Kelembaban di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut berkisar antara 68,11% – 90,63% dan 62,09% – 88,51% yang tercantum di Tabel 5.
Tabel 5. Kelembaban Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Pada Tabel 5 terlihat bahwa kebun polikultur memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun monokultur. Kelembaban tinggi di kebun polikultur karena lokasinya lebih rendah.
Waktu Jenis Kebun
Polikultur Monokultu pala ---(%)---
06.00 90,26 86,36
07.00 90,63 88,51
08.00 80,71 82,31
09.00 73,40 69,20
10.00 69,43 63,29
11.00 68,11 67,37
12.00 69,45 66,39
13.00 69,03 67,64
14.00 72,73 65,17
15.00 74,42 62,64
16.00 78,65 62,09
17.00 82,71 65,27
Rata – Rata (%) 73,91 66,87
Koefesien Keragaman (%) 10,44 13,47
23 Kelembaban polikultur tertinggi (90,63%) pada pukul 07:00 dan terendah (68,11%) pada pukul 11:00. Kebun monokultur memiliki kelembaban tertinggi (88,51%) pada pukul 07:00, dan terendah (62,09%) pada pukul 16:00. Perbedaan kelembaban ini terjadi karena perubahan iklim dan cuaca yang terjadi secara tiba – tiba dan adanya musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut antara 4.014,5 – 14.0459,8 lux dan 262,57 – 81.725,26 lux dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Intensitas Cahaya Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Waktu Jenis Kebun
Koefesien Keragaman (%) 92,9 183,8
Standar Deviasi (lux) 39.085 23.160
24 Intensitas cahaya tertinggi (81.725,26 lux) di kebun monokultur pala terjadi lebih siang yaitu pada pukul 12:00 karena pada pagi hari cahaya terhalang oleh tanaman pala yang rimbun. Intensitas cahaya terendah (262,57 lux) pada pukul 06:00 ini terjadi karena sinar matahari masih terhalang oleh pohon – pohon yang berada di kebun pala. Kebun monokultur pala memiliki pencahayaan yang lebih buruk dari kebun polikultur karena jarak tanaman di kebun ini lebih rapat.
Sebaliknya kebun polikulultur memiliki pencahayaan yang lebih baik daripada kebun monokultur pala karena tanaman di kebun polikultur lebih jarang. Cahaya matahari di kebun monokultur pala tidak terhalang ketika posisi matahari berada di atas yakni ketika pukul 12:00.
Aktivitas Trigona
Rataan aktivitas harian Trigona di kebun polikultur dan monokultur pala tercantum pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Aktivitas Harian Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun Rataan Aktvitas Harian (ekor)
Polikultur tinggi daripada kebun polikultur. Kebun monokultur memiliki jumlah tanaman yang lebih banyak (467 batang Tabel 3) daripada kebun polikultur (108 batang Tabel 2). Jumlah tanaman yang banyak berbanding lurus dengan ketersediaan pakan dan bahan baku sarang sehingga aktvitas Trigona tinggi (Junior et al., 2010). Aktivitas yang tinggi juga dikarenakan jenis tanaman yang seragam lebih memudahkan lebah untuk beradaptasi.
25 cahaya. Gambar 6 memperlihatkan rataan aktivitas Trigona keluar masuk stup pada berbagai suhu di kebun polikultur dan kebun monokultur pala.
Gambar 6. Aktivitas Trigona pada Suhu yang Berbeda di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.
Koefesien determinasi ( suhu terhadap aktivitas keluar masuk di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut 0,831 dan 0,762 yang mengindikasikan aktivitas lebah di kebun polikultur lebih ditentukan oleh suhu dibandingkan di kebun monokultur pala. Suhu di kebun polikultur lebih stabil (Tabel 4) karena lingkungannya lebih terbuka atau tidak banyak pohon dan lebah teradaptasi terhadap suhu yang stabil ini sehingga perubahan suhu sangat menentukan perubahan aktivitas.
Suhu optimal aktivitas Trigona yang diindikasikan oleh rataan aktivitas harian yang tinggi di kebun polikultur pala adalah 31 °C, sedangkan di kebun monokultur pala 27°C karena pada kedua suhu tersebut rataan. Suhu ideal untuk lebah terbang adalah antara 16 °C dan 26 °C, namun menurut Amano (2004) Trigona dapat bertoleransi terhadap suhu lingkungan sampai 34 – 36 °C.
Aktivitas terbang lebah Trigona tidak hanya dipengaruhi oleh suhu, kelembaban lingkungan juga merupakan faktor yang paling penting (Hilario, 2003). Gambar 7
y= 0,39x3-40,29x2+1.394,4x-15.241 R² = 0,831
y = -3,49x3+241,34x2-5.378,6x+39.361 R² = 0,762
26 memperlihatkan rataan aktivitas Trigona keluar masuk stup pada kelembaban yang berbeda dari kedua kebun.
Gambar 7. Aktivitas Trigona pada Kelembaban yang Berbeda di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Koefesien determinasi ( kelembaban terhadap aktivitas keluar masuk di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut 0,610 dan 0,561 yang mengindikasikan aktivitas Trigona di kebun polikultur lebih ditentukan kelembaban daripada di kebun monokultur pala. Hal ini menunjukkan kelembaban lebih mempengaruhi aktivitas Trigona di kebun polikultur. Sama seperti suhu, kelembaban di kebun polikultur relatif lebih stabil (73,91%) dengan simpangan baku sebesar 8 % (Tabel 5) sehingga lebah teradaptasi terhadap kelembaban ini. Perubahan kelembaban akan menentukan aktvitas Trigona. Menurut Junior et al. (2010) lebah
Trigona bisa beraktivitas pada kelembaban 48% – 98 %.
Gambar 8 memperlihatkan rataan aktivitas Trigona keluar masuk stup pada berbagai intensitas cahaya di kedua kebun.
y = 0,24x3-56,69x2+4.426,7x-112.594 R² = 0,561
27 Gambar 8. Aktivitas Trigona pada Intensitas Cahaya yang Berbeda di Kebun
Polikultur dan Monokultur Pala.
Koefesien determinasi ( intensitas cahaya terhadap aktivitas keluar masuk di kebun polikultur dan monokultur pala berturut – turut 0,687 dan 0,844 yang mengindikasikan bahwa aktivitas Trigona di kebun monokultur pala lebih ditentukan oleh intensitas cahaya daripada di kebun monokultur pala. Intensitas cahaya lebih berfluktuatif di kebun monokultur pala (Tabel 6) karena kepadatan pohon pada kebun monokultur lebih rapat sehingga cahaya hanya bisa masuk pada waktu tertentu. Trigona dapat beraktivitas dengan intensitas cahaya sebesar 3 – 199.000 lux (Junior et al., 2010). Keofesien determinasi ( seluruh faktor lingkungan aktivitas
Trigona dapat dilihat dari Tabel 8.
Tabel 8. Koefesien Determinasi ( Faktor Lingkungan Terhadap Rataan Aktivitas Keluar Masuk Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun Aktivitas Total
Faktor Lingkungan
Suhu Kelembaban Intensitas Cahaya
Polikultur 610 0,831 0,610 0,687
28 Tabel 8 menunjukkan faktor lingkungan yang menentukan aktivitas Trigona di kebun polikultur berturut – turut adalah suhu, kelembaban, dan cahaya sebaliknya aktivitas kebun monokultur berturut – berturut ditentukan oleh cahaya, suhu dan kelembaban. Kedua kebun memiliki faktor lingkungan penentu yang berbeda, dan hasil ini menunjukan bahwa peternak harus dapat memahami faktor lingkungan penentu di suatu lokasi tertentu untuk mendapatkan aktvitas Trigona yang optimal.
Rataan aktivitas harian per waktu keluar masuk Trigona di kebun polikultur dan monokultur pala sepanjang hari selama tiga bulan dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa aktivitas Trigona di kedua kebun berbeda nyata (P < 0,05). Seperti yang tampak pada Gambar 9. Aktivitas Trigona di kebun monokultur lebih tinggi daripada di kebun polikultur karena pengaruh lingkungan yang ada di kebun monokultur sangat dipengaruhi oleh intesitas cahaya (Tabel 7) karena cahaya adalah faktor yang penting untuk mencari makanan dan intensitas paling banyak terjadi pada siang hari dimana cahaya matahari menuntun mereka untuk mencari makanan (Sihombing, 2005). Sebelum melakukan aktivitas,
Trigona akan berdiri di depan sarang untuk menghangatkan badanya sebelum terbang karena Trigona membutuh suhu tubuh yang optimal untuk dapat terbang. Apabila kondisi alam tidak memungkinkan lebah keluar dari sarang, misalnya hujan dan angin kencang makan lebah tidak melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dalam sarang (Solihah, 2005).
Hasil analisis keragaman ternyata menunjukkan bahwa aktivitas Trigona
dipengaruhi oleh waktu pengambilan data (P < 0,05). Aktivitas karena Trigona di kedua kebun dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan puncak aktivitas
29
Rataan Aktivitas Trigona (ekor)
30 Waktu puncak aktivitas lebah Trigona berbeda dengan lebah Apis yang memiliki puncak aktivitas pada pukul 08:00. Perbedaan waktu puncak ini dikarenakan perbedaan kebutuhan, lebah Trigona lebih membutuhkan resin untuk membuat sarang (Fatoni, 2008). Sedangkan lebah Apis membutuhkan nektar dan polen sebagai bahan makanan (Sihombing, 2005). Bahan pakan ini digunakan untuk kegiatannya menghasilkan royal jelly dan malam (bahan sarang) (Sihombing, 2005). Pada waktu waktu matahari terbit sampai pukul 08:00 banyak bunga yang mengeluarkan nektar sehingga pada waktu tersebut terlihat banyak lebah Apis yang mencari nektar, sedangkan pada siang hari yang panas nektar sudah tidak ada karena menguap, sehingga lebah lebih banyak mencari resin (Wallace dan Lee, 2009). Selain itu resinlebih mudah siambil oleh lebah pada siang hari karena bentuk resin lebih cair sehingga puncak aktivitas Trigona terjadi pada waktu yang lebih siang.
Pertambahan Bobot Koloni Trigona
Bobot awal sampel koloni Trigona tidak sama berkisar antara 39,34 – 40 g seperti yang tercantum pada Tabel 9.
Tabel 9. Kisaran, Rataan, dan Koefesien Keragaman Bobot Awal Koloni
Jenis Kebun
Kisaran Bobot Rataan ± Simpangan Baku KK
(g) (g) (%)
Polikultur 40,00 60,71 ± 11,78 19,40
Monokultur Pala 39,34 94,64 ± 10,89 11,50
Bobot koloni sampel yang beragam ini dikarenakan terjadinya perubahan musim sehingga sumber pakan lebah yang dihasilkan oleh tanaman seperti nektar dan polen menjadi terbatas sehingga pada saat kondisi musim lebah susah mencari makan dan aktivitas lebah juga terbatas untuk keluar sarang. Bobot koloni Trigona
31 Gambar 10. Bobot Koloni Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala Hasil uji – T menunjukan bahwa rataan bobot koloni selama penelitian dipengaruhi oleh jenis kebun (P<0,05). Rataa bobot koloni di kebun polikultur (60,71 g) lebih rendah dari rataan monokultur (94,64 g). Rataan bobot koloni ini merupakan respon yang sejalan dengan tingkat aktivitas Trigona keluar masuk sarang polikultur dan monokultur (0,133 dan 0,078) yakni rataan aktivitas di kebun polikultur lebih rendah daripada di monokultur pala, yaitu 609 dibanding 817 ekor (Tabel 7).
Bobot koloni yang fruktuatif selama penelitian mengindikasikan pertambahan bobot koloni Trigona yang fruktuatif seperti yang tercantum pada Gambar 11. .
Gambar 11. Perbandingan Pertambahan Bobot Koloni Trigona di Kebun
32 Gambar 11 menunjukkan pertumbuhan bobot Trigona tak mengalami kenaikan setiap minggunya. Baik kebun polikultur dan monokultur pala pertumbuhanya tidak konstan kadang naik, kadang turun. Hal ini terjadi karena perubahan iklim dan cuaca, dan juga beberapa faktor lain. Seperti aktivitas dan lingkungan (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya).
Hasil uji – T menunjukkan bahwa pertambahan bobot koloni Trigona tidak berbeda nyata dipengaruhi oleh jenis kebun. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pertambahan bobot koloni Trigona di tiap kebun sangat nyata dipengaruhi oleh waktu penelitian (P<0,05). Pada kebun polikultur, pertambahan bobot koloni tertinggi terjadi di minggu pertama dan keempat (20 g dan 16,67 g) dan penurunan bobot koloni tertinggi pada minggu keenam (-26,67 g). pada kebun monokultur pala, pertambahan bobot koloni tertinggi dicapai pada minggu keempat (32,33 g) dan penurunan bobot tertinggi terjadi pada minggu ketiga dan kedelapan (-22 g).
Pola dari respon pertambahan bobot koloni terhada aktivitas Trigona tidak stabil. Gambar 12 memperlihatkan pertambahan bobot koloni pada berbagai tingkat aktivitas Trigona keluar masuk sarang.
Gambar 12. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Berbagai Tingkat Aktivitas Trigona Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.
y = 3E-06x3 - 0.0065x2 + 4.3397x - 943.11
400 500 600 700 800 900 1,000 1,100
P
33 Nilai kofesien determinasi ( menunjukkan bahwa hanya 19,8% respon pertambahan bobot koloni dipengaruhi oleh aktivitas keluar masuk di kebun polikultur, dan hanya 35,1% dikebun kebun monokultur pala. Respon pertambahan bobot koloni di kedua kebun tidak terlalu ditentukan oleh aktivitas, tapi oleh faktor yang tidak teramati seperti komposisi pohon dan bahan stup
Pengaruh suhu terhadap pertambahan bobot koloni Trigona di kedua kebun dinilai dengan menggunakan koefesien determinasi suhu atas pertambahan bobot koloni seperti yang ditunjukkan Gambar 13.
Gambar 13. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Berbagai Suhu Lingkungan Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.
y = -0.3764x3 + 26.737x2 - 622.85x + 4744.3
34 Nilai kofesien determinasi ( mengidikasikan bahwa 17,7% dari respon pertambahan bobot koloni dipengaruhi oleh suhu di kebun polikultur dan 43,8% dan di kebun monokultur pala. Pada kebun monokultur pala pertambahan bobot koloni semakin meningkat mulai suhu 23,5 ºC ke atas, sedangkan di kebun polikultur tetap tidak stabil.
Pengaruh kelembaban terhadap pertambahan bobot koloni Trigona di kedua kebun ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Berbagai Kelembaban Lingkungan Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.
y = 0.004x3 - 0.8024x2 + 53.033x - 1166.2
50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00
P
35 Nilai kofesien determinasi ( mengindikasikan bahwa 32,3% respon pertambahan bobot koloni di kebun polikutur di tentukan oleh kelembaban, di kebun monokultur 37,5%. Berarti kelembaban lebih mempengaruhi bobot koloni Trigona di kebun monokultur pala.
Pengaruh intensitas cahaya dengan bobot koloni Trigona dibuktikan dengan menggunakan koefesien determinasi antara intensitas cahaya dan bobot koloni ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Pertambahan Bobot Koloni pada Berbagai Intensitas Cahaya Lingkungan Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.
y = -4E-14x3 + 2E-08x2 - 0.0023x + 60.957
36 Nilai kofesien determinasi ( mengidikasikan bahwa bahwa 30,5% respon pertambahan bobot koloni Trigona di kebun polikultur ditentukan oleh intensitas cahaya dan di kebun monokultur pala hanya 18,7%. Intensitas cahaya lebih menentukan bobot Trigona di kebun polikultur.
Keofesien determinasi ( aktivitas Trigona dan faktor lingkungan terhadap pertambahan bobot koloni Trigona di kedua kebun dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Koefesien Determinasi ( Aktivitas dan Faktor Lingkungan terhadap Pertambahan Bobot Koloni di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Jenis Kebun Aktivitas Faktor Lingkungan
Suhu Kelembaban Intensitas Cahaya
Polikultur 0,198 0,177 0,323 0,305
Monokultur Pala 0,351 0,438 0,375 0,187
Koefesien determinasi ( aktivitas lebah, suhu, kelembaban, maupun intensitas cahaya yang rendah di kedua kebun mengindikasikan bahwa pertambahan bobot koloni Trigona tidak terlalu ditentukan oleh faktor – faktor tersebut. Faktor – faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini lebih menentukan respon penambahan bobot koloni Trigona, misalnya bahan stup yang digunakan. Berdasarkan pengalaman pribadi peneliti, koloni Trigona yang dipelihara dalam stup yang tebal dindingnya 2 cm memiliki perkembangan koloni yang lebih pesat dibandingkan stup yang berdinding tipis, tetapi hal ini belum dibuktikan secara ilmiah karena belum ada penelitian tentang pengaruh ketebalan kayu terhadap aktivitas dan produktivitas Trigona. Selain bahan stup, kepadatan dan komposisi jenis tanaman pada lahan juga sebaiknya diamati agar faktor lingkungan dapat di manipulasi untuk mendapatkan pertambahan bobot koloni yang optimal.
Produktivitas Koloni Trigona
37 Tabel 11. Hasil Panen Produk Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala
Kebun
Polikultur Monokultur
Total Panen Bobot (g) 31,59 22,67
Persentasi (%) 73 24
Koefesien keragaman (%) 59,67 65,27
Uji - T 0,3865 0,1565
Madu Bobot (g) 0,23 2,53
Persentasi (%) 1 2
Koefesien keragaman (%) 140 132,28
Uji - T 0,1611 0,1389
Polen Bobot (g) 14,42 10,07
Persentasi (%) 31 10
Koefesien keragaman (%) 101,26 142,51
Uji - T 0,3667 0,3095
Propolis Bobot (g) 16,27 9,26
Persentasi (%) 39 11
Koefesien keragaman (%) 49,45 58,41
Uji - T 0,2555 0,132
Pertambahan bobot koloni Bobot awal (g) 50 83,3
Bobot akhir (g) 60,71 94,64
Bobot panen (g) 31,59 22,67
Persentasi (%) 30,3 90
Uji - T 0,2768 0,0483
38 Tabel 12. Tanaman Sumber Pakan Trigona Kebun Polikultur
Nama Tanaman Sumber Pakan
Pala (Myristica fragrans) Resin, Polen
Nangka (Artocarpus heterophyllus) Resin, Polen Manggis (Carciona mangostana) Resin, Polen, Nektar
Singkong (Manihot uttilisima) Resin
Durian (Durio zibethinus) Nektar, Polen
Kapuk (Ceiba pentandra) Nektar
Lengkeng (Nephelium nonganum) Nektar, Polen
Kedondong (Spondias cytherea) Nektar, Polen
Mangga (Mangifera indica) Nektar, Polen
Palem (Cyrtostachys lakka) Nektar, Polen
Pisang (Musa paradisiaca) Nektar
Rambutan (Niphelium lapeceum) Nektar, Polen
Jambu air (Eugenia javanica) Polen
Jambu batu (Psidium guayana) Polen
Jengkol (Phitecollobium jiringa) Polen
Kelapa (Cocos nuchifera) Polen
Markisa (Passiflora spp.) Polen
Papaya (Carica papaya) Polen
Petai (Parkia speciosa) Polen
Soka (Ixora paludosa). Polen
Tabel 12 memperlihatkan bahwa komposisi tanaman jenis - jenis tanaman di kebun polikultur menyediakan ketiga bahan yang dibutuhkan (nektar, polen , dan resin). Polikultur adalah model pertanian yang menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik dan melestarikan keanekaragaman hayati lokal. Keanekaragaman yang dimaksud tidak hanya dari segi flora tapi juga dari segi fauna (Sabirin et al., 2010).
Kebun monokuktur pala sedang mengalami musim berbuah yang berarti ketersediaan polen terbatas. Sumber pakan Trigona di kebun monokultur pala tercantum pada Tabel 13.
Tabel 13 . Tanaman Sumber Pakan Trigona Kebun Monokultur Pala
Nama Tanaman Sumber Pakan
Pala (Myristica fragrans) Resin, Polen
39 Monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal (Sabirin et al., 2010). Tabel 13 memperlihatkan bahwa tanaman pala merupakan sumber resin dan polen. Fase berbuah pada tanaman pala membuat persediaan polen terbatas namun ketersediaan resin sebagai bahan propolis terjamin.
Pernyataan (Tabel 11) ini didukung oleh persentase madu dan polen yang rendah di kebun monokultur pala (2% dan 10%). Sebaliknya di kebun polikultur persentase polen tinggi (31%), persentase madu dikebun polikultur juga kecil (1%)
Trigona hanya membutuhkan madu yang tidak terlalu banyak (Fatoni, 2008). Karena komposisi tanaman yang beragam menyediakan pakan yang lebih banyak. Produk propolis di kebun polikultur lebih tinggi (39 %) karena digunakan untuk menyimpan cadangan makanan.
Berbeda dari persentase panen, persentase perkembangan koloni lebih tinggi di kebun monokultur pala daripada kebun polikultur (90% : 30,3%) persentse perkembangan koloni yang tinggi di kebun monokultur pala karena pakan pada kebun monokultur pala digunakan untuk pertumbuhan koloni. Kebun polikultur memiliki persentase pertumbuhan koloni yang lebih kecil karena lebah Trigona di kebun polikultur sejak awal memang lebih kecil dari yang di kebun monokultur pala, sehingga pakan yang berllimpah disimpan sebagai cadangan makanan karena melebihi kebutuhan untuk perkembangan koloninya.. Hal ini didukung dari persentasi propolis yang tinggi di kebun polikltur di sel cadangan makanan di polikultur lebih banyak di monokultur pala (39% : 11 %).
40
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Aktivitas lebah Trigona di kebun polikultur lebih rendah daripada di monokultyur pala, tetapi persentase produktvitas polen dan propolis lebih tinggi. Persentase perkembangan koloni di kebun monokultur pala lebih tinggi dari kebun monokultur.
Faktor lingkungan yang paling menentukan aktivitas lebah Trigona di kebun polikultur adalah suhu (83%) sedangkan di kebun monokultutr pala faktor yang paling menentukan aktvitas lebah Trigona adalah intensitas cahaya (84%). Faktor lingkungan (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya) kecil pengaruhnya terhadap produktivitas lebah Trigona.
SARAN
Budidaya lebah Trigona yang ditunjukkan untuk produktivitas madu, polen dan propolis yang tinggi disarankan di kebun polikultur. Sebaliknya, budidaya lebah
AKTIVITAS DAN PRODUKTIVITAS LEBAH
Trigona laeviceps
DI KEBUN POLIKULTUR DAN MONOKULTUR
PALA
(Myristica fragrans)
SKRIPSI
YOPPY PRIYO GUNTORO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
AKTIVITAS DAN PRODUKTIVITAS LEBAH
Trigona laeviceps
DI KEBUN POLIKULTUR DAN MONOKULTUR
PALA
(Myristica fragrans)
SKRIPSI
YOPPY PRIYO GUNTORO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Yoppy Priyo Guntoro D14080318. 2013. Aktivitas dan Produktivitas Lebah
Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica fragrans). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing anggota : Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS.
Trigona laeviceps adalah salah satu spesies dari famili Apideae. Berbeda dengan lebah Apis, lebah Trigona tidak memiliki sengat sehingga disebut stingless bee. Trigona lebih mudah dipelihara daripada jenis Apis sp. Lebah madu penghasil propolis, madu, dan bee pollen. Aktivitas dan produktivitas merupakan faktor yang paling penting dalam sebuah koloni karena menyangkut kelangsungan hidup koloni
Trigona. Aktvitas dan produktivitas di setiap kebun berbeda – beda tergantung kebun yang ditempat.
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan aktivitas dan produktivitas Trigona laeviceps di kebun polikultur dan monokultur pala (Myristica fragrans). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap tiga kali ulangan dengan perlakuan jenis kebun (polikutur dan monokultur pala) peubah yang diamati meliputi aktivitas dan produktivitas (madu, polen, propolis, dan perkembangan koloni). Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan uji – T dengan selang kepercayaan 95%. Diamati aktivitas keluar masuk pada pagi sampai sore hari (dari pukul 06.00 sampai 17.00), dan produktivitas diukur dari bobot koloni, produksi madu, propolis dan bee polen.
Aktivitas lebah Trigona di kebun monokultur pala lebih tinggi daripada di kebun polikultur. Puncak aktivitas di kedua kebun terjadi pada siang. Aktivitas di kebun polikulktur dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, sedangkan di kebun monokultur pala oleh intensitas cahaya. Persentase produktivitas polen dan propolis lebih tinggi. Persentase perkembangan koloni di kebun monokultur pala lebih tinggi dari kebun monokultur.
Faktor lingkungan yang paling menentukan aktivitas lebah Trigona di kebun polikultur adalah suhu (83%) sedangkan di kebun monokultur pala faktor yang paling menentukan aktvitas lebah Trigona adalah intensitas cahaya (84%). Faktor lingkungan (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya) kecil pengaruhnya terhadap produktivitas lebah Trigona.
Budidaya lebah Trigona yang ditunjukkan untuk produktivitas madu, polen dan propolis yang tinggi disarankan di kebun polikultur. Sebaliknya, budidaya lebah untuk perkembangan koloni sebaiknya dilakukan di kebun monokultur tanaman sumber resin.
ABSTRACT
Activity and Productivity Stingless bee Trigona laeviceps in Polyculture and Monoculture Plantation of Nutmeg (Myristica fragrans)
Guntoro, Y. P., H. C. H. Siregar, and A. M. Fuah
Trigona laeviceps is belong to the family Apideae. It has belong to no sting (stingless bee) and produce propolis, honey and bee pollen. This study aimed to study and compare the activity and productivity of Trigona laeviceps in polyculture and monoculture plantation nutmeg (Myristica fragrans). The study used completely randomized with type of garden (policultures and monocultures of nutmeg) Trigona
activity and productivity (honey, pollen, propolis and development of colonies) were the variables and the obtained data were analyzed by ANOVA T - test with 95% confidence interval. observation the activity in and out in the morning until late afternoon (from 06:00 to 17:00), and productivity seen from the weight indication colony, honey, propolis and bee pollen. Trigona bee activity in the nutmeg monoculture plantation (83 %) was higher than in polyculture garden (84 %) and determined by light intensity. Activity in the garden polyculture affected by temperature pollen and propolis production percentages were higher in policulture plantation, while Trigona colonies in nutmeg monoculture had a better development. However, in this study, ambient factors (temperature, Rh, and light intensity) do not significantly determined variation in Trigona productions.
.
Keywords :Trigona laeviceps, Myristica fragrans, foraging activity, productivity, environmental
AKTIVITAS DAN PRODUKTIVITAS LEBAH
Trigona laeviceps
DI KEBUN POLIKULTUR DAN MONOKULTUR
PALA
(Myristica fragrans)
YOPPY PRIYO GUNTORO
DI4080318
Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Aktivitas dan Produktivitas Lebah Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica fragrans)
Nama : Yoppy Priyo Guntoro NIM : D14080318
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.) (Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS.) NIP:19620617 199003 2 001 NIP:19541015 197903 2 001
Mengetahui Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP: 19591212 198603 1 004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Agustus 1990 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H. Guntung Prihatno, S.E, M.Si. dan Ibu Rinjawati.
Penulis mengawali pendidikan dasar padan tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri Batutulis 2 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Plus YPHB Bogor pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb. Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah
yang telah memberikan rahmat dan rizki-Nya, sehingga penulis tetap diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik. Atas segala karunia-Nya penulis diberi kemudahan dalam penyusunan skripsi dengan judul “Aktivitas dan Produktivitas Lebah Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica fragrans)”.
Trigona laeviceps merupakan lebah tanpa sengat yang umum ditemukan di daerah Jawa Barat, terutama di daerah Bogor. Lebah ini merupakan lebah yang memproduksi propolis lebih banyak dari pada jenis lebah lainnya. Selain itu peranan lebah ini sangatlah penting pada proses penyerbukan bunga, karena lebah adalah polinator yang paling baik diantara serangga – serangga lainnya sehingga meningkatkan produksi tanaman hanya saja penelitian kali ini saya tidak melihat hasil panen pada tanaman sekitar dari Trigona, penelitian ini memperhatikan hasil dari aktivitas dan produksivitas lebah Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umunya dan terutama bagi penulis sendiri pada khususnya. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Januari 2013
DAFTAR ISI
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 18 Lingkungan Trigona ... 20 Suhu ... 21 Kelembaban ... 22 Intensitas Cahaya ... 23 Aktivitas Trigona ... 24 Pertamabahan Bobot Koloni Trigona ... 30 Produktivitas Koloni Trigona... 36 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40 Kesimpulan ... 40 Saran ... 40 UCAPAN TERIMA KASIH ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN... 45
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tanaman Sumber Resin, Polen, dan Nektar……….... 7 2. Komposisi Tanaman Kebun Polikultur………... 19 3. Komposisi Tanaman Kebun Monokultur Pala………... 20 4. Suhu Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala………. 21 5. Kelembaban Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala………. 22 6. Intensitas Cahaya Harian di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala…. 23 7. Rataan Aktivitas Harian Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur
Pala………... 24
8. Koefesien Determinasi Faktor Lingkungan Terhadap Rataan Aktivitas Keluar Masuk Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur
Pala……….. 27
9. Kisaran, Rataan, dan Koefesien Keragaman Bobot Awal Koloni……... 30
10. Koefesien Determinasi Aktivitas dan Faktor Lingkungan terhadap Pertambahan Bobot Koloni di Kebun Polikultur dan
Monokultur Pala ……… 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. (a) Pintu Masuk Sarang Trigona dan (b) Bagian Dalam Sarang
Trigona………..
4 2. (a) Lebah Ratu, (b) Lebah Jantan, dan (c) Lebah Pekerja……….
5 3. Sampel dan Alat yang Digunakan Untuk Penelitian (a) Koloni
Trigona, (b) Hand Counter, (c) Timbangan, (d) Stup Kayu, (e) Timbangan Digital, (f) Luxmeter dan Thermohygrometer……… 14 4. (a) Peta Cijeruk dan (b) Lokasi Penelitian Cijeruk………
18 5. (a) Peta Cicurug dan Lokasi (b) Penelitian Cicurug ……….
20 6. Aktivitas Trigona pada Suhu yang Berbeda di Kebun Polikultur dan
Monokultur Pala………... 25 10. Bobot Koloni Trigona di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala…... 31 11. Perbandingan Pertambahan Bobot Koloni Trigona di Kebun
Polikultur dan Monokultur Pala……… 31 12. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Aktivitas Trigona Kebun
Polikultur dan Monokultur Pala……… 32 13. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Suhu Lingkungan Kebun
Polikultur dan Monokultur Pala……… 33 14. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Kelembaban Lingkungan
Kebun Polikultur dan Monokultur Pala……… 34 15. Pertambahan Bobot Koloni Trigona pada Intensitas Cahaya
Lingkungan Kebun Polikultur dan Monokultur Pala………