• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STORYTELLING BERTEMA PROSOSIAL TERHADAP BYSTANDERS EFFECT PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 11-12 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH STORYTELLING BERTEMA PROSOSIAL TERHADAP BYSTANDERS EFFECT PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 11-12 TAHUN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia hakikatnya adalah mahkluk individu sekaligus mahkluk

sosial. Manusia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama,

bergantung dan membutuhkan manusia lainnya. Dengan adanya pengertian

tersebut maka manusia perlu mengembangkan perilaku sesuai dengan hakikatnya

sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu manusia perlu membantu atau menolong

orang lain dan juga membutuhkan bantuan dari manusia lainnya dalam sebuah

lingkungan masyarakat.

Perilaku yang memberikan pertolongan kepada orang lain yang

membutuhkan masuk dalam aspek perilaku prososial. Prososial memiliki arti

sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif. Aspek perilaku

prososial antara lain sharing (membagi), cooperative (kerjasama), donating

(menyumbang), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity

(kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain

(Eisenberg & Mussen, 1989, dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006).

Perilaku saling menolong antar manusia menjadi penting dalam

menjalin hubungan dengan orang lain. Saat orang lain membutuhkan pertolongan

dan kita memberikannya maka akan membantu mengurangi beban penderitaan

yang dialami orang lain, meningkatkan kepekaan kita terhadap keadaan orang lain

sehingga tergerak untuk menolong. Dengan demikian akan menciptakan

(2)

2 dapat dipahami dan dirasakan oleh anak-anak, maka ketika ada sebuah kejadian

yang mengharukan, anak akan ikut tergerak untuk memberikan bantuan yang bisa

mereka berikan.

Seperti pada berita yang dimuat dalam (http://VIVAnews.com/Anak

TK Ikut Sumbang Koin untuk Prita/) yang menyebutkan bahwa anak-anak TK di

Solo rela untuk menyumbangkan uang sakunya untuk membantu Prita Mulyasari

yang sedang terbelit kasus hukum dengan pihak Rumah Sakit Omni Alam Sutera.

Selain menyisihkan uang saku mereka untuk disumbangkan, anak-anak juga ikut

mendo’akan semoga Prita tetap kuat dan masalah yang dihadapinya segera selesai.

Bagi orang yang menolong orang lain ketika mengalami kesulitan,

menurut Dinastuti, psikolog bidang klinis, dosen, sekaligus trainer di Universitas

Katolik Atma Jaya, Jakarta, bahwa salah satu kegunaan yang sangat jelas dari

membantu orang lain adalah bahwa perilaku tersebut membuat pelakunya merasa

lebih baik. Karena tanggung jawab sosial yang tertanam di dalam diri kebanyakan

orang, menolong orang lain akan membuat orang tersebut merasa lega karena

berarti mereka telah menjalankan sebagian dari tanggung jawab mereka sebagai

anggota masyarakat.

(http://www.andriewongso.com/awartikel-3056-Tahukah_Anda-Menolong_Orang_Lain_Membantu_Diri_Sendiri/).

Meskipun beberapa tindakan menolong dan tindakan prososial yang

lain dilakukan untuk mendapatkan imbalan atau menghilangkan rasa bersalah,

beberapa penelitian dan eksperimen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

(3)

3 langsung bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, dan juga

memberikan kepuasan pada orang lain atas pertolongan yang telah diterima

(Batson, 1991 dalam (Myers, 2012). Dari penjelasan dan hasil penelitian di atas

maka perilaku menolong dan perilaku prososial yang lain mempunyai banyak

manfaat, selain dapat mengurangi rasa bersalah sebagai manusia yang hidup

dalam lingkungan sosial, juga dapat meningkatkan kesejahteraan serta kepuasan

pada orang lain karena sudah menerima pertolongan. Hal ini menjadi penting

ketika seseorang hidup dalam lingkungan sosialnya dan berinteraksi dengan orang

lain karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup

tanpa bantuan orang lain.

Hal itu pula yang diharapkan muncul pada anak ketika anak sejak dini

sudah diajarkan tentang nilai kepedulian, kepekaan terhadap kondisi orang lain

maka dalam kehidupannya sehari-hari saat anak mulai hidup di lingkungan

sosialnya, berinteraksi dengan orang-orang lain, teman sebaya, seta keluarga maka

anak akan mengembangkan empatinya yang akan membantu anak berperilaku

menolong, berbagi, bekerja sama dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Karena perilaku menolong pada dasarnya termasuk dalam norma

sosial yang berlaku di masyarakat. Melalui proses sosialisasi, individu

mempelajari aturan-aturan dan menampilkan perilaku sesuai dengan pedoman

norma yang ada di masyarakat. Proses belajar juga merupakan faktor yang

menentukan perilaku prososial. Dalam masa perkembangan, anak mempelajari

(4)

4 masyarakat, orang dewasa mengajarkan pada anak bahwa mereka harus menolong

orang lain.

Akan tetapi, ketika norma sosial tentang perilaku menolong,

kemampuan untuk memahami keadaan orang lain, keinginan untuk membantu

yang didasari rasa bersalah yang telah anak pelajari ketika mereka sudah mulai

masuk dalam kehidupan sosialnya tentu saja akan menghadapi berbagai kondisi

kompleks dimana keputusan untuk melakukan tindakan seperti menolong,

berbagi, saling membantu saat melihat orang lain dalanm kesulitan mulai akan

terhambat jika dihadapkan pada kondisi lingkungan dimana jumlah bystanders,

penyebaran tanggung jawab, jenis kepribadian, serta suasana hati berpengaruh

dalam proses pengambilan keputusan anak untuk melakukan pertolongan saat ada

orang lain yang membutuhkan pertolongan.

Seperti contoh perilaku siswa terhadap gurunya di sekolah dasar

berikut ini yang dimuat dalam

(http://mariaherlina.wordpress.com/2008/02/22/perilaku-menolonguntuk-kepentingan-orang-lain/). Hasil kerajinan tangan siswa sedang dibawa oleh seorang guru kelas 2

untuk dikumpulkan diruang kesenian, akan tetapi saat keluar dari kelas tiba-tiba

kerajinan tangan yang dibawa oleh guru tersebut jatuh karena membawa terlalu

banyak. Siswa kelas yang ada di depannya tidak ada satupun yang menolong

untuk mengambil kerajinan tangan tersebut dan hanya melihat. Saat guru itu

bertanya mengapa tidak ada yang menolong murid-muridnya berkata alasan tidak

(5)

5 Perilaku prososial berupa perilaku memberikan pertolongan kepada

orang yang membutuhkan adalah hal yang penting bagi anak-anak ketika ada

dalam sebuah lingkungan sosial. Dengan kemampuan anak untuk memahami

tentang konsep moral yang berada pada tahap moralitas konvensional (Kohlberg,

dalam Hurlock, 1980). Dimana anak mulai melakukan penyesuaian konvensional

dari aturan-aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat, maka diharapkan anak

akan dapat menginternalisasikan nilai prososial dalam kehidupannya di

masyarakat. Sehingga ketika anak sudah mampu mengikuti aturan-aturan sosial

yang berlaku di masyarakat, maka anak akan dapat diterima di lingkungan

sosialnya, dapat menjaga hubungan baik dengan semua anggota kelompok, serta

dapat menghindari penolakan dan celaan dari anggota kelompok sosialnya.

Apabila anak tidak dapat menerapkan perilaku prososial sesuai dengan

aturan dan norma sosial yang ada di masyarakatnya maka anak akan mengalami

kesulitan untuk mempertahankan hubungan baik dengan anggota masyarakat di

sekitarnya, serta mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan peratauran

yang ada di lingkungan sosialnya sehingga akan menghasilkan penolakan dari

kelompok masyarakat.

Sebelum anak memutuskan untuk memberikan pertolongan pada

orang yang membutuhkan,maka akan mempersepsikan tanggung jawab untuk

menolong ada pada dirinya, karena tidak ada orang lain selain dirinya yang akan

menolong sehingga akhirnya memutuskan untuk menolong. Atau persepsi bahwa

(6)

6 tersebar pada orang lain yang juga ada disekitarnya sehingga memutuskan untuk

tidak menolong.

Keadaan dimana ada orang lain yang sedang dalam situasi darurat dan

membutuhkan bantuan kita akan tetapi kita tidak menolong karena menganggap

dengan adanya kehadiran orang lain maka orang tersebut juga mempunyai

tanggung jawab yang sama untuk menolong ini yang disebut dengan bystanders

effect (Feldam, 1999)

Bystanders effect menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

perilaku prososial tidak terjadi ketika seorang anak ada pada situasi dimana orang

lain membutuhkan bantuannya akan tetapi pada saat itu ada orang lain yang juga

ada disekitar anak. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan hasil konsisten yang

menunjukkan bahwa jumlah kehadiran orang lain menghambat perilaku menolong

(Garcia, Weaver, Darley, & Moskowitz, 2002).

Seperti berita yang termuat dalam

(http://dunia.vivanews.com/news/read/256651-balita-luka-parah-di-jalan--publik-china-cuek) yang menyebutkan bahwa seorang anak di Cina yang berusia 2 tahun

yang bernama Wang Yue, tertabrak mobil dan tidak ada satupun dari 18 orang

yang melihatnya datang untuk memberikan pertolongan. Kamera pengamat

memperlihatkan seorang anak perempuan ditabrak di sebuah pasar di tempat

ibunya berjualan. Mobil barang yang menabrak lari meninggalkannya tergeletak

di jalanan. Dan 18 orang yang lewat di jalan itu membiarkan begitu saja anak

perempuan yang cedera dan sebuah mobil barang menabrak lagi kaki Wang Yue

(7)

7 Akhirnya seorang pengumpul sampah yang merupakan orang ke 19 yang melihat

bocah malang tersebut tergeletak dan berlumuran darah datang mendekat dan

menarik tubuh anak tersebut ke pinggir jalan, mencarikan orang tua Wang Yue

dan membawanya ke rumah sakit.

Berita di atas adalah salah satu contoh perilaku bystanders effect yang

terjadi di sekitar kita. ketika kita ada dalam situasi dimana ada orang lain sdang

mengalami kesulitan akan tetapi kita tidak memberikan pertolongan karena

berpikiran bahwa sudah ada orang lain di sekitar kita yang juga akan memberikan

pertolongan tentu saja akan semakin menyulitkan bagi kondisi orang yang sdang

membutuhkan pertolongan. Semakin lama pertolongan diberikan maka orang

tersebut akan semakin menderita. Penderitaan yang dirasakan dapat secara fisik,

mental atau bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Latané and Darley (1970) memberikan tiga proses sentral yang

menghalangi bystanders untuk menolong pada situasi yang darurat, yaitu

pengaruh sosial, penyebaran tanggung jawab serta hambatan dari penonton

(Kahn).

Ketika bystanders effect tidak muncul dalam situasi darurat dimana

ada orang lain yang membutuhkan pertolongan kita, maka akan semakin banyak

pertolongan yang akan didapatkan. Dan hal ini yang diharapkan muncul pada

anak. Perilaku prososial berupa memberikan pertolongan kepada orang yang

sedang membutuhkan akan tetap muncul tanpa dipengaruhi oleh keberadaan

(8)

8 Untuk mengurangi perilaku tidak memberikan pertolongan saat orang

lain mengalami kesulitan karena beranggapan ada orang lain yang akan menolong

maka perlu menanamkan nilai-nilai prososial, saling menolong. Membentuk

perilaku yang baik tidak muncul begitu saja dalam kehidupan manusia. Kepekaan

terhadap keadaan orang lain, keinginan untuk membantu orang lain saat

mengalami kesulitan harus diajarkan dan ditanamkan sejak masih anak-anak.

Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang

akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak. Membangun karakter

terhadap anak hendaknya menjadikan seorang anak terbiasa untuk berperilaku

baik, berperilaku prososial sehingga ia menjadi terbiasa dan tidak terpengaruh

situasi disekitarnya.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku menolong dan

perilaku prososial lainnya yang muncul pada anak sekolah dasar yang masuk

daalam tahap perkembangan kanak-kanak tengah umumnya adalah perilaku

kekerasan. Hal yang menyebabkan seorang anak melakukan tinadakan kekerasan

sebenarnya sangat beragam dan kompleks. Akan tetapi para peneliti di era modern

ini meyakini bahwa munculnya perilaku kekerasan pada anak muncul pada saat

sebelum mereka memasuki masa sekolah, dimana perilaku yang mereka

tunjukkan sudah menunjukkan tanda-tanda kemungkinan munculnya perilaku

antisosial (Dacey & Travers, 2004).

Masa-masa kritis munculnya kenakalan pada anak muncul pada usia

7-12 tahun, ketika anak mulai mencari teman dan ada keinginan untuk bisa

(9)

9 anak, untuk alasan yang belum diketahui, cenderung untuk bergabung dengan

kelompok-kelompok yang semakin meningkatkan perilaku antisosial (Tomada &

Schneider, 1997 dalam Dacey & Travers, 2004).

Seorang anak sekolah dasar yang masih duduk di kelas 6, ditangkap

oleh pihak kepolisian di daerah Jawa Barat karena terbukti telah mencuri sebuah

sepeda motor bersama teman-temannya. Anak tersebut bertugas melakukan

eksekusi di lapangan, mengambil sepeda motor dengan kunci T bersama

temannya yang lain. Sedangkan yang lain menunggu. Anak tersebut diketahui

masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 6, sedangkan teman-temannnya yang

juga tertangkap usianya sudah lebih tua, ada yang masih duduk di bangku sekolah

menengah pertama dan ada juga yang memang putus sekolah. (news : viva news,

2012)

Berita di atas dapat menunjukkan bahwa anak gagal untuk berperilaku

baik, sehingga ketika mulai masuk dalam kelompok di lingkungan sosialnya anak

tidak mampu melakukan tindakan yang menguntungkan bagi orang lain dan juga

bagi dirinya sendiri. Tidak mampu mengidentifikasi mana perilaku yang baik dan

mana perilaku yang buruk. Serta kurang mampu menempatkan dirinya pada

situasi yang dialami oleh orang lain, tidak peduli dengan keadaan dan kesusahan

orang lain di sekitarnya.

Oleh karena itu, mengurangi perilaku-perilaku yang tidak baik untuk

meningkatkan perilaku baik seperti perilaku prososial adalah hal yang penting

bagi anak. Mengurangi hal-hal yang diasumsikan dapat menghambat munculnya

(10)

10 manfaat yang besar, bukan hanya bagi anak-anak dalam prosesnya memasuki

kehidupan sosial, akan tetapi juga pada orang lain yang membutuhkan, dimana

kita tidak tahu bahwa pertolongan yang kita berikan dapat menyelamatkan nyawa

orang lain.

Pada anak usia 7-12 tahun anak-anak sudah memasuki tahap

perkembangan kognitif yang memasuki tahap operasional konkret, dimana anak

bisa menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahkan

masalah-masalah konkret (nyata). Anak-anak pada usia ini dapat berpikir dengan

logis karena anak tidak terlalu egosentris dari sebelumnya dan dapat

mempertimbangkan banyak aspek dari situasi (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Dengan kemampuan berpikir anak yang sudah memasuki tahapan

berpikir operasioanal konkrit, seorang anak akan mampu melihat dari beberapa

dimensi ssekaligus dan mampu menghubungkan dimensi satu dengan dimensi

yang lain atau melihat berbagai dimensi serta dapat menyampaikan sesuatu

dengan mengurangi, menambah atau mengubah sesuatu informasi yang

diterimanya dan memilah apakah sesuatu itu baik untuk dirinya tau apakah

sesuatu itu buruk untuk dirinya. Maka setelah mendapatkan storytelling yang

berisi nilai-nilai kebaikan, yaitu perilaku prososial seperti menolong, berbagi,

menyayangi, jujur dan bekerja sama, anak-anak diharapkan dapat

menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari serta belajar untuk

memanfaatkan informasi dan nilai yang didapatkan tersebut ke dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Jika sebelum mendapatkan storytelling bertema prososial,

(11)

11 situasi yang sulit, maka ketika anak diberikan storytelling bertema prososial, anak

akan memahami bahwa perilaku prososial, terutama perilaku menolong

merupakan perilaku yang membawa pada kebaikan dan kebahagiaan bukan hanya

untuk dirinya sendiri tetapi juga pada orang lain yang mendapatkan pertolongan

sedangkan perilaku yang mengacuhkan orang lain yang membutuhkan

pertolongan kita dan menggantungkan tanggung jawab untuk memberikan

pertolongan pada orang lain yang ada di sekitarnya adalah perilaku yang tidak

baik dan merugikan, sehingga kemampuan empati anak akan berkembang.

Anak-anak akan menjadi lebih peka terhadap kesulitan dan penderitaan yang dialami

oleh orang lain sehingga anak-anak akan memberikan bantuan yang dibutuhkan

pada orang yang membutuhkan untuk mengurangi kesulitan dan penderitaan bagi

orang lain.

Anak usia 6-12 tahun cenderung lebih empati dan melakukan perilaku

prososial. Bentuk perilaku yang dilakukan adalah tanda penyesuaian emosi positif

pada anak. Di mana anak sudah mulai masuk dalam kehidupan sosialnya, mampu

melihat dari sudut pandang orang lain diharapkan dapat menjadi modal yang

utama untuk anak berperilaku menolong, berbagi kepada orang lain yang sedang

membutuhkan karena anak sudah merasakan apa yang orang lain rasakan.

(Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Mengacu pada teori Selman tentang tahapan pengambilan perspektif,

dimana anak usia 10-15 ada pada tahapan third-party perspective taking dimana

pada tahap tersebut anak dapat memahami keadaan diluar situasi yang melibatkan

(12)

12 lain dari sudut pandang ketiga. Dari penjelasan tersebut maka anak telah mampu

untuk melakukan evaluasi terhadap penilaian dari sudut pandang orang ketiga

yang pada akhirnya akan disesuaikan dengan nilai-nilai yang telah anak-anak

pelajari. Sehingga dalam berperilaku anak akan mempertimbangkan bukan hanya

dari sudut pandang dirinya, orang lain, serta orang ketiga akan tetapi juga

disesuaikan dengan nilai dan norma yang ada (Berk, 2008).

Dengan adanya tahapan perkembangan tersebut yang terjadi pada

anak, maka diharapkan ketika penanaman konsep perilaku prososial yang sesuai

dengan nilai moral yang berkembang dilingkungannya dapat dijadikan pedoman

bagi anak untuk berperilaku menolong. Menolong sesuai dengan suara hatinya,

menolong sesuai dengan norma sosial yang ada, dan tidak terpengaruh oleh

keberadaan orang lain dalam situasi yang darurat sehingga tetap menolong orang

yang sedang membutuhkan pertolongannya.

Metode yang dapat digunakan untuk menanamkan konsep perilaku saling

menolong orang lain yang membutuhkan sangatlah bervariasi, salah satunya

adalah metode storytelling. Metode storytelling ini cenderung lebih banyak

digunakan, karena anak-anak biasanya senang jika mendengarkan cerita. Untuk

bisa menarik minat anak untuk mendengarkan, tentunya cerita yang dibawakan

harus tepat sesuai dengan usia anak. Cerita yang dibawakan juga memuat

nilai-nilai dan konsep perilaku menolong sesama yang hendak disampaikan kepada

anak.

Storytelling adalah sebuah seni bercerita yang berisi gambaran nyata

(13)

13 cerita atau narasi yang membangkitkan emosi yang kuat dan wawasan (Serrat,

2008)

Beberapa tujuan dari metode storytelling antara lain : membuat

konsep abstrak bermakna, menginspirasi imajinasi dan memotivasi tindakan,

mengembangkan deskripsi yang sangat berharga dari situasi di mana pengetahuan

yang sudah diperoleh dapat diterapkan dan pada akhirnya menemukan sebuah

solusi dari peermasalahan (Serrat, 2008).

Sebuah penelitian yang dimuat dalam

(http://www.collegetermpapers.com/) menyebutkan bahwa storytelling terbukti

efektif untuk meningkatkan afektif empati dan kognitif empati. Dalam penelitian

ini, afektif empati dan kognitif empati menunjukkan hasil dapat meningkatkan

perilaku yang baik pada anak-anak. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa storytelling yang diberikan mampu untuk meningkatkan ekspresi empati

yang dimiliki oleh anak usia prasekolah, dimana dengan cerita yang diberikan,

anak mampu merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita kemudian

memunculkan rasa empati tersebut dalam sebuah ekspresi. Dalam memberi ruang

afeksi terletak pada kemampuan mengembangkan empati yang telah dimiliki oleh

anak melalui kisah tokoh dalam cerita yang mengandung nilai prososial. Ketika

mendengar cerita anak akan melibatkan perasaannya dan terhanyut dalam karakter

tokoh dalam cerita, terutama tokoh yang berperangai baik. Dengan ditunjang

kemampuan anak yang telah sampai pada tahap mampu memahami apa yang

dirasakan oleh orang lain, maka ketika mendengar cerita tentang tokoh yang

(14)

14 menolongnya, anak akan merasakan bagaimana rasanya mengharapkan bantuan

saat sedang mengalami kesulitan. Sehingga anak akan memberikan bantuan pada

orang lain yang sedang dalam kesulitan.

Marian Radke Yarrow dan Carolyn Zahn Waxler (1977) telah

mengumpulkan data observasi tentang perilaku menolong yang dilakukan oleh

anak berdasarkan pemahaman tentang afeksi, yaitu ketika anak melihat ibunya

menangis, kemudian anak itu berlari ke kamarnya untuk mengambil boneka dan

memberikannya kepada ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa anak telah mampu

memahami ekspresi emosi yang ditunjukkan orang lain dan mampu

mengembangkan empati untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain,

sehingga anak melakukan sesuatu yang dianggapnya dapat mengurangi kesedihan

ibunya (Raven & Rubin, 1983).

Adanya kemampuan afeksi anak dan rasa empati yang telah

berkembang maka diharapkan dengan memberikan storytelling bertema prososial

akan membantu anak untuk lebih peka dan memperhatikan situasi yang terjadi

disekitarnya. Kemampuan untuk lebih peka dan memperhatikan lingkungan

disekitarnya dapat terjadi ketika anak mendengarkan cerita anak-anak akan

melibatkan perasaannya dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh dalam

cerita, terutama tokoh yang berperilaku baik. Anak akan merasakan hal yang sama

seperti yang dirasakan oleh tokoh yang baik, misalnya ketika ada orang yang

sedang mengalami kesulitan, berharap ada yang menolong, merasa bingung dan

sedih, maka anak akan merasakan bagaimana rasanya ketika membutuhkan

(15)

15 saja ketika ada orang yang sedang mengalami kesulitan membutuhkan

pertolongan.

Dengan adanya manfaat storytelling yang dapat menyediakan

pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat membuat pengetahuan dan informasi

yang didapatkan dari cerita menjadi lebih bermakna apabila dihubungkan dengan

kemampuan berpikir anak yang telah mencapai tahap berpikir operasional konkrit,

maka seorang anak anak mampu melihat dari beberapa dimensi dan dapat

menghubungkan dari satu dimensi ke dimensi yang lainnya serta dapat

menyampaikan sesuatu dengan mengurangi, menambah atau mengubah suatu

informasi yang diterimanya dan memilah apakah sesuatu itu baik untuknya atau

apakah sesuatu itu buruk untuknya. Maka, setelah anak diberikan cerita yang

mengandung nilai prososial, anak akan mulai memproses informasi tentang

perilaku prososial kemudian menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari dan

memanfaatkan informasi yang telah diperoleh untuk mengambil keputusan ketika

anak dalam situasi dimana ada orang lain yang sedang membutuhkan bantuan ada

ataupun tidak ada orang lain disekitarnya.

Dari manfaat yang dapat didapatkan dari pemberian storytelling

bertema prososial di atas, maka diharapkan anak akan mampu melakukan analisa

dan melihat situasi yang terjadi di sekitarnya dengan lebih baik sebelum anak

mengambil keputusan ketika ada dalam situasi tertentu, berdasarkan informasi dan

pengetahuan yang telah di dapatkan sebelumnya melalui storytelling bertema

prososial yang telah diberikan. Anak akan lebih memahami situasi yang terjadi

(16)

16 situasi yang dialami seseorang dari berbagai sudut pandang, maka sebelum anak

memutuskan untuk memunculkan perilaku berdasarkan situasi yang dihadapi,

anak sebelumnya telah melakukan proses pemikiran dan analisa yang cukup,

sehingga keputusan berperilaku yang akan anak munculkan diharapkan adalah

yang sesuai dengan tahap kemampuan mereka.

Agar pemberian storytelling tepat sasaran, tema cerita yang diberikan

juga perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan usia serta tahapan perkembangan

berpikir anak. Cerita sebaiknya tidak mengandung tema perilaku yang tidak

peduli terhadap situasi di sekitarnya, tidak mau tolong menolong, saling

bermusuhan, berkata bohong karena nantinya akan ditiru atau dengan kata lain

mengajarkan anak untuk berperilaku yang mengabaikan situasi disekitarnya, tidak

peduli pada kesulitan orang lain. Apalagi jika pada suatu situasi tertentu dimana

anak ada dalam situasi dimana ada seseorang yang membutuhkan pertolongan dan

ada orang lain di sekitar anak-anak, maka tentu saja ketika anak mendengarkan

cerita yang mengandung perbuatan yang mengabaikan situasi di sekitarnya, tidak

peduli terhadap orang yang membutuhkan pertolongan, perilaku anak akan

menjadi seperti dalam cerita yang disampaikan, karena didukung oleh cerita yang

disampaikan. Sebaiknya cerita yang disampaikan mengandung tema perilaku

prososial yang penuh dengan nilai tolong menolong, kasih sayang, berbagi,

kejujuran dan kerja sama yang mampu meningkatkan daya imajinasi anak.

Cerita bertema prososial diharapkan dapat mengasah kemampuan

anak untuk mengembangkan daya imajinasinya dan kemampuan berpikirnya yang

(17)

17 meningkatkan dan mengasah kepekaan mereka agar menjadi anak yang memiliki

empati terhadap sesama dan mendidik anak untuk berperilaku yang baik sesuai

dengan norma yang berlaku, atau dengan kata lain dapat menurunkan bystanders

effect.

Selain itu, proses penyampaian cerita yang mengandung nilai-nilai

prososial kepada anak diharapkan anak akan mengenal, mengenali kembali, dan

memahami nilai-nilai prososial yang terkandung dalam cerita tanpa merasa

digurui dengan begitu dapat mengasah otak anak melalui kemampuan kognisinya

untuk mengembangkan penalarannya yang akan membantu anak untuk

berinteraksi dengan orang lain, mengembangkan perasaan memahami apa yang

dirasakan orang lain, keinginan untuk melakukan hal positif bagi orang lain.

Sehingga perilaku saling menolong dapat tercipta ada ataupun tidaknya orang

lain.

Dengan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul

penelitian “Pengaruh Storytelling Bertema Prososial Terhadap Bystanders Effect pada Anak Sekolah Dasar Usia 11-12 Tahun”.

B.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka

(18)

18 C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah metode

storytelling bertema prososial dapat menghilangkan bystanders effect pada

anak sekolah dasar usia 11-12 tahun

D.Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan menambah informasi di

bidang psikologi terutama psikologi perkembangan dan psikologi sosial.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat

storytelling sebagai salah satu media alternatif yang efektif untuk mendidik

(19)

DASAR USIA 11-12 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Dewi Kartika Sari

08810268

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(20)

LEMBAR PERSETUJUAN

1. Judul Skripsi : Pengaruh Storytelling Bertema Prososial Terhadap

Bystanders Effect Pada Anak Sekolah Dasar Usia 11-12

Tahun

2. Nama Peneliti : Dewi Kartika Sari

3. NIM : 08810268

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

6. Waktu Penelitian : 23 Januari - 22Maret 2012

7. Tempat Penelitian : Sekolah Dasar Muhammadiyah 08 DAU, Malang

Malang, 31 Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

(21)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh Dewan Penguji

Tanggal 13 Juli 2012

Dewan Penguji :

Ketua Penguji : Yudi Suharsono, S. Psi, M. Si ( )

Anggota Penguji : 1. Ari Firmanto, S.Psi ( )

2. Dra. Cahyaning Suryaningrum., M.Si ( )

3. Zakarija Achmat, S.Psi, M. Si ( )

Mengesahkan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(22)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Dewi Kartika Sari

NIM : 08810268

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Pengaruh Storytelling Bertema Prososial Terhadap Bystanders Effcet Pada

Anak Sekolah Dasar Usia 11-12 Tahun

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun secara keseluruhan

kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan

merupakan Hak Bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai

sumber pustaka.

Demikian surat pertanyaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila surat pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai

dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 31 Juli 2012

Ketua Program Studi Yang menyatakan,

(23)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

INTiSARI ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Peneelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 18

(24)

2. Manfaat storytelling ... 20

3. Tujuan storytelling ... 20

4. Aplikasi storytelling ... 21

5. Elemen cerita yang baik ... 21

6. Unsur dalam storytelling ... 22

B. Prososial ... 23

1. Pengertian prososial ... 23

2. Bentuk perilaku prososial ... 24

3. Faktor –faktor yang mendasari perilaku prososial ... 25

4. Faktor yang berpengaruh pada perilaku prososial ... 25

5. Motivasi untuk berperilaku prososial ... 29

6. Dinamika perilaku prososial ... 31

C. Bystanders effect ... 33

1. Pengertian bystanders effect ... 33

2. Proses terjadinya bystanders effect ... 34

3. Proses terjadinya perilaku menolong... 35

(25)

E. Storytelling bertema prososial ... 46

F. Pengaruh storytelling bertema prososial terhadap bystanders effec pada anak... 48

G. Kerangka berfikir ... 58

H. Hipotesis... 59

BAB III: METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian ... 60

B. Identifikasi variabel ... 61

C. Definisi operasional ... 62

D. Manipulasi variabel bebas ... 63

E. Pengukuran variabel terikat... 64

F. Subjek penelitian ... 67

G. Kontrol eksperimen ... 70

H. Prosedur pelaksanaan eksperimen... 72

I. Metode pengumpulan data ... 77

J. Metode analisa data ... 78

(26)

C. Pembahasan ... 115

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

RANCANGAN EKSPERIMEN ... 130

MODUL EKSPERIMEN ... 139

(27)

Tabel 1 Tahap Perkembangan Pengambilan Sudut Pandang ... 42

Tabel 2 Kontrol Eksperimen dan Teknik Kontrol ... 70

Tabel 3 Aspek Observasi Bystanders Effect ... 78

Tabel 4 Deskripsi Subjek ... 80

Tabel 5 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek AH ... 81

Tabel 6 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek DK ... 82

Tabel 7 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek AR ... 83

Tabel 8 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek SA ... 84

Tabel 9 Hasil Pre-test dan Post-test Subjek IR ... 85

(28)

Gambar 1 : Tahap Pengambilan Keputusan Untuk Menolong ... 31

Gambar 2 : Tahap Pengambilan Keputusan Menolong ... 35

Gambar 3 : Perilaku Subjek Sebelum dan Setelah Perlakuan ... 86

Gambar 4 : Nilai Bystanders Effect ... 107

Gambar 5 : Nilai Aspek Notice Incident ... 109

Gambar 6 : Nilai Aspek Interpret Incident as Emergency ... 111

(29)

Hasil Observasi Fase Perlakuan ... 155

Deskripsi Perilaku Bystanders Effect ... 167

Hasil Screening Subjek ... 181

Hasil Pertanyaan Setelah Pre-test ... 194

Hasil Observasi Saat Pre-test ... 199

Hasil Pertanyaan Setelah Post-test ... 204

Hasil Observasi Saat Post-test ... 209

Deskripsi Skor Bystanders Effect ... 214

Kategori Skor Bystanders Effect ... 216

Hasil Pertanyaan Untuk Orang Tua Subjek ... 218

Guide dan Hasil Wawancara Guru Kelas ... 228

Data Frekuensi Perilaku Subjek Selama Perlakuan ... 232

(30)

(anonim). Retrieved December 12, 2012, from wikipedia web site:

Dacey, J. S., & Travers, J. F. (2004). Human Development Across The Lifespan Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Dayakisni, T., & Hudaniah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang press.

eldrbarry : storytelling definition. (anonim). Retrieved December 12, 2011, from eldrbarry net: http://www.eldrbarry.net/roos/storytelling_definition.htm Minds: The Implicit Bystanders Effect. Interpersonal Relation and Group Processes , Vol. 83, No. 4, 843–853.

Handini, S. (2011). Princess baruna dan tarian istimewa. Bandung: Darl Mizan.

Hendyar, A. (2010). Asyiknya berbagi. Sidoarjo: Kelompok Masmedia Buana Pustaka.

Herlina, M. (2008). wordpress : perilaku menolong. Retrieved December 12, 2011,

(31)

Understanding Patterns of Participation. THE JOURNAL OF THE

LEARNING SCIENCES, 13(2), 165–195 , 165–195.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan Edisi Kelima . Jakarta: Penerbit Erlangga.

Inong, I. (2011). Princess wadida dan paus biru. Bandung: Darl Mizan.

Kahn, D. T. (n.d.). Bystander intervention and norm shifting: A Social Psychological Research Overview. 1-48.

Latipun. (2010). Psikologi Eksperimen Edisi Kedua. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Manning, R., Levine, M., & Collins, A. (n.d.). The Kitty Genovese Murder and the Social Psychology of Helping: The Parable of 38 winesses. KITTY GENOVESE, 38 WITNESSES AND HELPING .

Muakhir, A. (2011). Aku anak jujur. Bandung: Mizan Media Utama.

Muakhir, A. (2011). Aku suka menolong. Bandung: Darl Mizan.

Mulyani, D., & Muhammad, A. g. (2011). Aku suka berbagi. Jakarta: Gurita.

Mulyani, D., & Muhammad, A. g. (2011). Aku tidak bermusuhan. Jakarta: Gurita.

Myers, D. G. (2008). Exploring Psychology Seventh Edition. New York, New York, United States of America.

(32)

http://www.wikipedia.edu/definitionstorytelling.htm

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian Dengan Subjek Tunggal. Tsukuba: Criced University of Tsukuba.

Tim AMA. (2009). Cerita anak populer 4. Penerbit AMA.

Tim AMA. (2009). Gajah dan monyet. Cerita anak populer 4. Penerbit AMA.

viva news . (anonim). viva news : perilaku bystanders effect. Retrieved December

12, 2011, from viva news com:

http://dunia.vivanews.com/news/read/256651-balita-luka-parah-di-jalan--publik-china- cuek

wikipedia : bystanders effect. (n.d). Retrieved December 12, 2011, from wikipedia web site: http://en.wikipedia.org/wiki/Bystander_effect

Winarsunu, T. (2002). Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitaas Muhammadiyah Malang Press.

Referensi

Dokumen terkait

(Feminisme adalah keyakinan yang berasal dari Barat berkaitan dengan kesetaraan sosial, ekonomi, dan politik antara.. 148 Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif, yaitu membandingkan antara penafsiran Sayyid Quthb dengan Ibnu Katsir terkait masalah konsep

Mata Pelajaran Nilai Rata-rata Rapor.. Nilai Ujian

Pertumbuhan pada tumbuhan terjadi di daerah meristematis (titik tumbuh), yaitu bagian yang mengandung jaringan meristem. Jaringan ini terletak di ujung batang, ujung akar,

Dengan melihat hasil pengujian yang diperoleh, maka pembuatan sistem ini telah memenuhi tujuan awal dari penelitian, yaitu membuat sistem navigasi gedung SMK Pancasila

Perbedaanya adalah pada pengukuran titik embun tidak ditentukan dengan reflektifitas optik permukaan cermin tetapi ditentukan dengan mendeteksi perubahan massa

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Streaching Williams terhadap perubahan kadar gula darah pada lansia penderita diabetes melitus di Posyandu

Hukum Islam sebelum diadopsi menjadi hukum negara dalam bentuk peraturan perundang-undangan adalah hukum yang berlaku secara non formal.. Keberadaan hukum Islam sebagai